BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Bank
Berdasarkan Undang-undang No.7 tahun 1992 yang telah diubah dengan Undang-undang No.10 Tahun 1998 tentang perbankan pasal 1, bank merupakan sebuah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Menurut Undang-undang No.10 tahun 1998, jenis bank dapat dibagi menjadi 2 yaitu: 1. Bank Umum Bank yang melaksanakan kegiatan usahanya secara konvensional dalam memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran; 2. Bank Syariah Bank yang melaksanakan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah dalam memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Fungsi utama dari perbankan adalah sebagai lembaga intermediasi, yaitu menghubungkan antara surplus unit (Masyarakat yang kelebihan dana) dengan defisit unit (Masyarakat yang kekurangan dana). (Husaini Mansur dan Dhani Gunawan Idat, 2007).
http://digilib.mercubuana.ac.id/
B. Bank Syariah 1. Pengertian Bank Syariah Bank syariah adalah suatu lembaga keuangan yang usaha pokonya memberi kredit-kredit dan jasa-jasa lain dalam lalu-lintas pembayaran serta peredaran uang yang sistem operasinya didasarkan pada prinsip-prinsip syariah Islam (Sudarsono, 2003:22). Sementara Muhammad (2002) mendefinisikan Bank Islam yang selanjutnya disebut bank syariah sebagai lembaga keuangan yang beroperasi dengan tidak mengandalkan pada bunga, yang usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu-lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya sesuai dengan prinsip syariah. Bank Islam atau Bank Syariah menurut Ensiklopedia Islam adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip-prinsip syariat Islam. (Sumitro, 2002:5). Visi Perbankan Islam umumnya adalah menjadi wadah terpercaya bagi masyarakat yang ingin melakukan investasi dengan sistem bagi hasil secara adil sesuai prinsip syariah. Memenuhi rasa keadilan bagi semua pihak dan memberikan maslahat bagi masyarakat luas adalah misi utama perbankan Islam. (Wirdyaningsih,2005).
http://digilib.mercubuana.ac.id/
2. Perbedaan Bank Syariah dengan Bank Konvensional
Secara teknis operasional antara bank syariah dengan bank konvensional tidak jauh berbeda. Misalnya mengenai teknis penerimaan setoran, pengambilan uang, mekanisme transfer, kliring, cheque, giro bilyet, ATM, atau prosedur pemberian pinjaman. Namun ada sejumlah hal yang secara tegas yang membedakan keduanya. Perbedaan yang paling mendasar terletak pada konsep imbalan yang digunakan. Jika di bank syariah melarang riba, pada bank konvensional justru sepenuhnya menerapkan sistem riba. Hal ini lantaran kontrak yang dilakukan bank sebagai mediator antara pemilik dana dengan peminjam dana dilakukan dengan penetapan bunga. Ada dua macam bunga yang diberikan: (1) bunga simpanan, yakni bunga yang diberikan oleh bank sebagai balas jasa bagi nasabah yang menyimpan uangnya di Bank, dan (2) bunga pinjaman, yakni bunga yang diberikan oleh Bank kepada para peminjam. Keuntungan bank didapat dari hasil selisih bunga antara bunga simpanan dengan bunga pinjaman. Jadi para pemilik dana mendapatkan keuntungan dari bunga tanpa keterlibatan langsung dalam usaha. Demikian juga pihak bank, tidak ikut merasakan untung rugi usaha tersebut. Hal demikian tidak berlaku di bank syariah. Dana masyarakat yang berhasil dihimpun, selanjutnya disalurkan kepada nasabah pembiayaan untuk dikelola dalam unit usaha yang produktif sehingga memberikan tingkat keuntungan yang optimal. Keuntungan itu nantinya akan dibagi bersama
http://digilib.mercubuana.ac.id/
antara pemilik dana dengan bank sesuai perjanjian yang telah disepakati. Jadi besarnya keuntungan yang akan diterima bank syariah dan nasabah akan sangat ditentukan dari keberhasilan usaha yang dijalani. Secara ringkas, perbandingan sistem bunga pada bank konvensional dan bagi hasil pada bank syariah dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 2.1 Perbandingan Sistem Bunga dengan Bagi Hasil No
Sistem Bunga
Sistem Bagi Hasil
1.
Penentuan suku bunga dibuat pada waktu akad dengan pedoman harus selalu untung untuk pihak bank
Penentuan besarnya resiko bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung atau rugi.
2.
Besarnya persentase berdasarkan pada jumlah uang (modal) yang dipinjamkan
Besarnya rasio (nisbah) bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh
3.
Tidak tergantung pada kinerja usaha. Jumlah pembayaran bunga tidak mengikat meskipun jumlah keuntungan berlipat saat keadaan ekonomi baik
Tergantung pada kinerja usaha. Jumlah pembagian bagi hasil meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan.
4.
Eksistensi bunga diragukan kehalalannya oleh semua agama termasuk Islam
Tidak ada agama yang meragukan keabsahan bagi hasil
5.
Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan proyek yang dijalankan oleh pihak nasabah untung atau rugi
Bagi hasil tergantung kepada keuntungan proyek yang dijalankan. Jika proyek itu tidak mendapatkan keuntungan maka kerugian akan ditanggung bersama oleh kedua belah pihak.
Sumber: Antonio dan Perwataatmadja, 1999.
Selain dari konsep imbalan, perbedaan diantara keduanya juga terletak pada sistem operasi yang dijalankan, seperti: akad dan aspek legalitas, bisnis dan usaha yang dibiayai, struktur organisasi, lingkungan kerja dan corporate culture, serta pengelolaan zakat.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
a. Akad dan Aspek Legalitas Dalam Bank Syariah, akad yang dilakukan memiliki konsekuensi duniawi dan ukhrawi, karena akad yang dilakukan berdasarkan hukum Islam dan hukum postif selama masih sesuai dan tidak bertentangan dengan hukum islam tersebut. Nasabah seringkali berani melanggar kesepakatan atau perjanjian yang telah dilakukan bila hukum itu hanya berdasarkan hukum positif belaka, tapi tidak demikian bila perjanjian tersebut memiliki pertanggung jawaban hingga yaumil qiyamah nanti. b. Bisnis dan Usaha yang Dibiayai Dalam Bank Syariah, bisnis dan usaha yang dilaksanakan tidak terlepas dari saringan syariah. bank syariah tidak akan mungkin membiayai usaha yang terkandung hal-hal yang diharamkan. Seperti memberikan pembiayaan untuk rumah judi, usaha daging babi, pabrik minuman keras, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, proses filterisasi dalam menentukan pembiayaan mana saja yang dapat diberikan oleh Bank Syariah akan lebih kompleks dan hati-hati. c. Struktur Organisasi Bank syariah dapat memiliki struktur yang sama dengan bank konvensional, misalnya dalam hal komisaris dan direksi, tetapi unsur yang amat membedakan antara bank syariah dan bank konvensional adalah keharusan adanya Dewan Pengawas Syariah (DPS) dalam struktur organsasi bank syariah.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
d. Lingkungan Kerja dan Corporate Culture Bank syariah selayaknya memiliki lingkungan kerja yang sejalan dengan syariah. Dalam hal etika misalnya, sifat amanah dan shiddiq harus melandasi setiap karyawan sehingga tercermin integritas eksekutif muslim yang baik. Disamping itu, karyawan bank syariah harus skillful dan professional (fathanah), dan mampu melakukan tugas secara team-work dimana informasi merata diseluruh fungsional organisasi (tabligh). Demikian pula dalam hal reward dan punishment, diperlukan prinsip keadilan yang sesuai dengan syariah. (Antonio, 2001). e. Pengelolaan Zakat Berbeda dengan bank konvensional yang tidak berkewajiban mengelola zakat, bank syariah diwajibkan menjadi pengelola zakat. Hal yang kemudian dilakukan terkait fungsinya tersebut adalah Bank Syariah wajib membayar, menghimpun, mengadministrasikan dan mendistribusikan zakat dengan sebaik-baiknya. Hal ini merupakan fungsi dan peran spesial yang melekat pada Bank Syariah untuk memobilisasi dana sosial seperti zakat, infak, sedekah, dan wakaf. Secara ringkas perbedaan antara bank syariah dengan bank konvensional dapat dilihat pada tabel berikut (Ascarya, 2007: 33-34):
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Tabel 2.2 Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional Konsep Fungsi dan kegiatan bank
Bank Syariah Intermediasi, Manager Investasi, Investor, Sosial, Jasa keuangan
Bank Konvensional Intermediasi, jasa keuangan
Mekanisme & objek Usaha Prinsip dasar operasi
antiriba dan antimaysir
Tidak antiriba dan antimaysir
- Tidak bebas nilai (prinsip syariah Islam) - Uang sebagai alat tukar dan komoditi - Bagi hasil, jual beli, sewa
- Bebas nilai (prinsip materialis) - Uang sebagai komoditi - Bunga
Prioritas pelayanan
Kepentingan public
Kepentingan pribadi
Orientasi
Tujuan sosial-ekonomi Islam, Keuntungan
Keuntungan
Bentuk
Bank komersial, bank pembangunan, bank universal atau multi-purpose
Bank komersial
Evaluasi nasabah
Lebih hati-hati karena partisipasi dalam resiko
Kepastian pengembalian pokok dan bunga
Hubungan nasabah
Erat sebagai mitra usaha
Terbatas debitor-kreditor
Sumber likuiditas jangka pendek
Pasar Uang Syariah, Bank Sentral
Pasar Uang, Bank Sentral
Pinjaman yang diberikan
Komersial dan nonkomersial, berorientasi laba dan nirlaba
Komersial dan nonkomersial, berorientasi laba
Lembaga penyelesaian sengketa
Pengadilan, Badan Arbitrase Syariah Nasional
Pengadilan, Arbitrase
Risiko
- Dihadapi bersama antara bank dan nasabah dengan prinsip keadilan dan kejujuran - Tidak mungkin terjadi negative spread
- Risiko bank tidak terikat langsung dengan debitur, risiko debitur tidak terikat langsung dengan bank - Kemungkinan terjadi negative spread
Struktur organisasi perusahaan
Dewan Komisaris, Dewan Pengawas Syariah, Dewan Syariah Nasional
Dewan Komisaris
Investasi
Halal
Halal atau haram
http://digilib.mercubuana.ac.id/
3. Fungsi dan Peran Bank Syariah
Dalam fungsinya sebagai penerima amanah, bank syariah melakukan kegiatan penghimpunan dana dalam bentuk tabungan, giro dan deposito dengan prinsip wadiah dan mudharabah. Sebagai pengelola investasi, bank syariah melaksanakan penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan baik dengan menggunakan prinsip jual beli, bagi hasil dan sewa. Sebagai penyedia jasa keuangan dan lalu lintas pembayaran, Bank syariah melakukan kegiatan jasa seperti wakalah, kafalah, sharf, qardh, hiwalah, rahn dan lainnya. Sebagai pelaksana kegiatan sosial, Bank syariah melakukan penghimpunan dan penyaluran dana kebajikan qardhul hasan, zakat, infak dan shadaqah. Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institution (AAOIFFI) dalam pembukaan standar akuntasinya merumuskan fungsi Bank Islam sebagai berikut: a) Manajer investasi: Bank Islam dapat mengelola investasi dana nasabah. b) Investor: Bank Islam dapat menginvestasikan dana yang dimilikinya maupun dana nasabah yang dipercayakan kepadanya. c) Penyedia jasa keuangan dan lalu lintas pembayaran: Bank Islam dapat melakukan kegiatan jasa-jasa layanan perbankan sebagaimana lazimnya institusi perbankan sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah. d) Pelaksana kegiatan sosial: Sebagai suatu ciri yang melekat pada entitas keuangan
Islam,
bank
Islam
juga
memiliki
kewajiban
mengeluarkan dan mengelola zakat serta dana-dana sosial lainnya.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
untuk
Kehadiran Bank syariah diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap pertumbuhan ekonomi umat melalui pembiayaan-pembiayaan yang diberikan. Secara khusus, Muhammad dalam bukunya Manajemen Bank Syariah menyebutkan beberapa peranan bank syariah, yakni: 1) Menjadi perekat nasionalisme baru 2) Memberdayakan ekonomi umat dan beroperasi secara transparan 3) Memberikan return yang lebih baik 4) Mendorong penurunan spekulasi di pasar keuangan 5) Mendorong pemerataan pendapatan 6) Peningkatan efisiensi mobilisasi dana 7) Uswah hasanah implementasi moral dalam penyelenggaraan usaha
C. Pembiayaan
Perbankan Syariah tidak menggunakan istilah kredit atau pinjaman uang, akan tetapi menggunakan istilah pembiayaan. Hal ini dikarenakan dalam muamalah ekonomi syariah tidak ada konsep hutang piutang. Apabila seseorang meminjamkan uang kepada pihak lain, tidak diperbolehkan memberikan tambahan diatas pokok pinjamannya. Hal ini didasarkan pada hadits Nabi Muhamad SAW yang menyatakan bahwa setiap pinjaman uang yang menghasilkan manfaat adalah riba, dan para ulama bersepakat bahwa riba itu haram. Pinjam meminjam uang hanya ada dalam akad sosial atau tolong menolong (Tabarru’), bukan akad komersiil (Tijjarah).
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Menurut Kasmir (2002), pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil. Sedangkan menurut Muhammad (2002), pembiayaan secara luas berarti financing atau pembelanjaan. Yaitu pendanaan yang dikeluarkan untuk mendukung investasi yang telah direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun dijalankan oleh orang lain. Dalam arti sempit, pembiayaan dipakai untuk mendefinisikan pendaanaan yang dilakukan oleh lembaga pembiayaan, seperti bank syariah kepada nasabah. Seperti yang telah dijelaskan bahwa instrumen bunga yang kental di bank konvensional tidak berlaku pada bank syariah, maka sistem itu diganti dengan akad yang diperbolehkan dalam Islam. Akad-akad yang mulanya bersifat personal dan sederhana ini, seiring dengan perkembangan jaman, bertransformasi ke dalam wujud yang lebih besar dan luas, yakni menjadi sebuah instrumen pembiayaan bank syariah. Diantaranya sebagai berikut:
1. Pembiayaan berdasarkan akad bagi hasil
Sistem bagi hasil merupakan instrumen utama dari segala jenis kegiatan operasi Bank Syariah.Bagi hasil merupakan karakterisitik utama yang membedakan antara Bank Syariah dari bank konvensional. Instrumen ini merupakan kebalikan dari instrumen bunga yang banyak disoroti sebagai
http://digilib.mercubuana.ac.id/
bentuk ketidakadilan dalam praktik ekonomi dan perbankan konvensional. Sistem bagi hasil diyakini memenuhi cita rasa dan standar keadilan dalam Islam. Hal ini tercermin dari ajaran islam yang menghendaki kerjasama. Penyaluran dana dengan prinsip kerjasama usaha atau modal akan memperoleh pendapatan yang disebut bagi hasil atau nisbah. Dalam Bank Syariah, konsep bagi hasil (IBI, 2003:265) adalah sebagai berikut: 1. Pemilik dana menginvestasikan dananya melalui lembaga keuangan bank yang bertindak sebagai pengelola dana. 2. Pengelola/bank syariah mengelola dana tersebut dalam sistem pool of fund, selanjutnya Bank akan menginvestasikan dana tersebut ke dalam proyek/usaha yang layak dan menguntungkan serta memenuhi aspek syariah. 3. Kedua belah pihak menandatangi akad yang berisi ruang lingkup kerja sama, nominal, nisbah, dan jangka waktu berlakunya kesepakatan tersebut. Cara Menentukan Nisbah Bagi Hasil Nisbah bagi hasil merupakan faktor penting dalam menentukan bagi hasil di bank syariah. Sebab aspek nisbah merupakan aspek yang disepakati bersama antara kedua belah pihak yang melakukan transaksi. Untuk melakukan nisbah bagi hasil, perlu diperhatikan aspek-aspek menyangkut: data usaha, kemampuan angsuran, hasil usaha yang dijalankan atau tingkat return aktual bisnis, tingkat return yang diharapkan, nisbah pembiayaan dan distribusi pembagian hasil.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Nisbah bagi hasil dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Nisbah Bank
=
Prinsip bagi ha
Expected Profit Rate (EPR) Expected Return Bisnis yang dibiayai (ERB)
x 100 %
Nisbah Nasabah = 100 % - Nisbah Bank
2. Pembiayaan berdasarkan akad jual beli
Jual beli menurut hukum syariat memiliki pengertian 'tukar-menukar harta dengan harta, dengan tujuan memindahkan kepemilikan, dengan menggunakan ucapan ataupun perbuatan yang menunjukkan terjadinya transaksi jual beli'. (Taisir 'Allam, jilid 2, hlm. 125). Prinsip ini merupakan suatu sistem yang menerapkan tata cara jual beli dimana bank akan membeli terlebih dahulu barang yang dibutuhkan oleh nasabah atau mengangkat nasabah sebagai agen bank dan nasabah dalam kapasitasnya sebagai agen bank melakukan pembelian barang atas nama bank, kemudian bank menjual barang tersebut kepada nasabah dengan harga sejumlah harga beli ditambah keuntungan (margin/mark-up). Sistem jual beli didasarkan pada jual beli barang yang biasanya untuk pembiayaan barang produktif, misalnya pembelian barang pesanan. Penyaluran dana dengan prinsip jual beli akan memperoleh pendapatan yang disebut dengan margin atau keuntungan. Pola ini secara praktis ada tiga bentuk, yaitu pembiayaan murabahah, al-salam dan al-istishna.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
3. Pembiayaan berdasarkan akad sewa menyewa
Dalam lapangan hukum perdata, prinsip ijarah dikenal dengan istilah prinsip sewa–menyewa. Definisi sewa-menyewa yang diberikan oleh Pasal 1548 KUH Perdata adalah “suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak lainnya kenikmatan dari sesuatu barang selama satu waktu tertentu dan dengan pembayaran suatu harga yang oleh pihak yang tersebut terakhir itu disanggupi pembayarannya.” Definisi mengenai prinsip ijarah juga telah diatur dalam hukum positif Indonesia yakni dalam Pasal 1 ayat 10 Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/46/PBI/2005 yang mengartikan prinsip ijarah sebagai “transaksi sewa– menyewa atas suatu barang dan atau upah–mengupah atas suatu usaha jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa atau imbalan jasa.” Pada dasarnya ijarah didefinisikan sebagai hak untuk memanfaatkan barang atau jasa dengan membayar imbalan tertentu. Menurut Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No.09/DSN/MUI/IV/2000, ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa/upah, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri, dengan demikian dalam akad ijarah tidak ada perubahan kepemilikan, tetapi hanya pemindahan hak guna saja dari yang menyewakan kepada penyewa. Dalam perbankan syariah, pembiayaan dengan prinsip ijarah dibedakan menjadi dua, yaitu:
http://digilib.mercubuana.ac.id/
1. Didasarkan atas periode atau masa sewa biasanya sewa peralatan. Peralatan itu disewa selama masa tanam hingga panen. Dalam perbankan Islam dikenal sebagai operating ijarah. 2. Ijarah Muntahiyyah Bit-Tamlik di beberapa negara menyebutkan sebagai Ijarah Wa Iqtina’ yang artinya menyewa dan setelah itu diakuisisi oleh penyewa (finance lease). Oleh karena ijarah adalah akad yang mengatur pemanfaatan hak guna tanpa terjadi pemindahan kepemilikan, maka banyak orang menyamaratakan ijarah dengan leasing. Hal ini disebabkan karena kedua istilah tersebut samasama mengacu pada hal–ihwal sewa-menyewa. Karena aktivitas perbankan umum tidak diperbolehkan melakukan leasing, maka Perbankan Syari’ah hanya mengambil ijarah muntahiyyah bit-tamlik yang artinya perjanjian untuk memanfaatkan (sewa) barang antara Bank dengan nasabah dan pada akhir masa sewa, maka nasabah wajib membeli barang yang telah disewanya.
D. Pembiayaan Mudharabah
a) Definisi Mudharabah Mudharabah menurut bahasa diambil dari bahasa arab yaitu dharb, maksudnya Adharbu fil ardhi yaitu bepergian untuk berurusan dagang. Sebagaimana Allah telah berfirman: “Dan yang lainnya bepergian dimuka bumi mencari karunia dari Allah”. (QS. 73: 20). Menurut M. Syafi’i Antonio, mudharabah adalah akad kerjasama antara dua pihak dimana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh
http://digilib.mercubuana.ac.id/
modal, sedangkan pihak lain (mudharib) menjadi pengelola, dimana keuntungan usaha dibagi dalam bentuk prosentase (nisbah) sesuai kesepakatan, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian si pengelola, apabila kerugian itu diakibatkan oleh kelalaian si pengelola maka si pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut. Dalam pembiayaan mudharabah, bank melakukan kerja sama dengan nasabah dimana bank memberikan kepercayaan berupa modal untuk melakukan investasi dalam suatu jenis usaha untuk dikelola oleh nasabah, dengan perjanjian keuntungan yang didapatkan akan dibagi antara bank dengan pengelola sesuai kesepakatan. Dalam pembiayaan mudharabah ini, bank ataupun nasabah (pengelola) mempunyai kontribusi dalam usaha.Bank berkontribusi dengan modal, sedangkan pengelola berkontribusi dengan skill yang dimiliki. Selain itu, kedua pihak juga harus menanggung resiko dari kemungkinan usahanya rugi. Bank beresiko berkurang atau tidak kembalinya modal, sedangkan nasabah beresiko hilangnya keuntungan yang akan didapat. Secara umum mudharabah dibagi menjadi dua macam, yaitu: mudharabah muthlaqah dan mudharabah muqayyadah. a. Mudharabah Muthlaqah Mudharabah muthlaqah adalah bentuk kerja sama antara pemodal (shahib al-mal) dan pengusaha (mudharib) yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu dan daerah bisnis. Dalam mudharabah muthlaqah ini shahib al-mal memberikan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
kekuasaan yang sangat besar kepada mudharib dalam mengelola modal dan usahanya. b. Mudharabah Muqayyadah Mudharabah muqayyadah atau biasa disebut juga dengan istilah restricted mudharabah/specified mudharabah adalah kebalikan dari mudharabah muthlaqah, dimana pengelola usaha (mudharib) dibatasi dengan jenis usaha, waktu, atau tempat usaha. Dengan adanya batasan ini seringkali mencerminkan kecenderungan umum pemilik modal (shahib al-mal) dalam memasuki jenis dunia usaha. Aplikasi mudharabah dalam pembiayaan Lembaga Keuangan Syariah adalah berbentuk: 1. Pembiayaan Modal Kerja, seperti modal kerja perdagangan dan jasa; 2. Investasi Khusus, disebut juga “mudharabah muqayyadah”, adalah pembiayaan dengan sumber dana khusus, di luar dana nasabah penyimpan biasa, yang digunakan untuk proyek-proyek yang telah ditetapkan oleh nasabah investor (shahibul maal). b) Dasar Hukum Mudharabah -
Firman Allah SWT QS. Al Muzammil: 20
Artinya: “Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan orang-orang yang lain lagi yang berperang di jalan Allah, maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari al-Qur’an.”
http://digilib.mercubuana.ac.id/
-
Hadis Rasulullah SAW:
“Tiga hal yang di dalamnya terdapat keberkahan, yaitu jual beli secara tangguh, muqaradhah (bagi hasil) dan mencampur gandum putih dengan gandum merah untuk keperluan rumah bukan untuk dijual.”
c) Aplikasi Pembiayaan Mudharabah di Bank Syariah Seorang nasabah mengajukan pembiayaan kepada bank syariah untuk modal kerja dagang sebesar Rp 100.000.000,00 selama 1 tahun. Jika situasi ekonomi mampu memberikan return bisnis aktual sebesar 8% dan return bisnis yang diharapkan bank syariah sebagai penyandang dana sebesar 3%. Setelah bisnis dijalankan, nasabah mampu mencetak keuntungan bisnisnya selama satu tahun sebagai berikut: Tabel 2.3 Contoh Kasus Penetapan Nisbah Bagi Hasil Bulan
LabaUsaha (Rp)
1.
6.000.000
2.
7.000.000
3.
4.000.000
4.
4.500.000
5.
5.000.000
6.
5.500.000
7.
6.000.000
8.
5.400.000
9.
9.000.000
10.
5.700.000
11.
4.700.000
12.
3.500.000
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Pertanyaan: 1. Berapa nisbah yang harus disepakati antara bank dengan nasabah? 2. Bagaimana distribusi bagi hasil pendapatan kedua belah pihak? Penyelesaian: 1. Menentukan nisbah untuk kedua belah pihak yang melakukan kontrak: Nisbah bank syariah
: 3,2%/8% x 100%
: 40%
Nisbah nasabah
: 100% - 40 %
: 60%
Rasio nisbah antara bank syariah dengan nasabah adalah: 40% : 60% 2. Menghitung distribusi bagi hasil untuk bank dan nasabah sesuai dengan nisbah dan pendapatan actual usaha, sebagai berikut: Tabel 2.4 Tabel Pembantu Penyelesaian Contoh Kasus Bulan
Laba Usaha
Bagian Bank
(Rp)
(40%)
Bagian Nasabah
Cicilan pokok
Setoran
(60%) 1.
6.000.000
2.400.000
3.600.000
2.400.000
2.
7.000.000
2.800.000
4.200.000
2.800.000
3.
4.000.000
1.600.000
2.400.000
1.600.000
4.
4.500.000
1.800.000
2.700.000
1.800.000
5.
5.000.000
2.000.000
3.000.000
2.000.000
6.
5.500.000
2.200.000
3.300.000
2.200.000
7.
6.000.000
2.400.000
3.600.000
2.400.000
8.
5.400.000
2.160.000
3.240.000
2.160.000
9.
9.000.000
3.600.000
5.400.000
3.600.000
10.
5.700.000
2.280.000
3.420.000
2.280.000
11.
4.700.000
1.880.000
2.820.000
1.880.000
12.
3.500.000
1.400.000
2.100.000
1.400.000
Total
69.800.000
27.920.000
41.880.000
0,40
0,60
26,52
39,78
% dari Hasil Usaha % dari Modal
http://digilib.mercubuana.ac.id/
100.000.000
127.920.000
Catatan: Jika dalam pembiayaan mudharabah ternyata mengalami kerugian, maka kedua belah pihak akan berbagi rugi. Pembagian rugi dilakukan setelah diketahui, dari mana sumber kerugian tersebut timbul. 1. Jika kerugian diakibatkan karena risiko bisnis, maka kerugian atas modal ditanggung oleh pemilik modal. Sementara nasabah menderita kerugian dalam hal tenaga, waktu, dan biaya. 2. Jika kerugian diakibatkan karena risiko karakter nasabah (moral hazard) maka nasabah akan menanggung kerugiannya.
E. Pembiayaan Musyarakah
a) Definisi Musyarakah Musyarakah adalah bentuk kerjasama dua orang atau lebih dengan pembagian keuntungan secara bagi hasil. Musyarakah (syirkah atau syarikah atau serikat atau kongsi) adalah bentuk umum dari usaha bagi hasil di mana dua orang atau lebih menyumbangkan pembiayaan dan manajemen usaha, dengan proporsi bisa sama atau tidak. Keuntungan dibagi sesuai kesepakatan antara para mitra, dan kerugian akan dibagikan menurut proporsi modal. Transaksi musyarakah dilandasi adanya keinginan para pihak yang bekerja sama untuk meningkatkan nilai aset yang mereka miliki secara bersama-sama dengan memadukan seluruh sumber daya. Dewan Syariah Nasional MUI dan PSAK No. 106 mendefinisikan musyarakah sebagai akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, dimana masing–masing pihak memberikan kontribusi dana
http://digilib.mercubuana.ac.id/
dengan ketentuan dibagi berdasarkan kesepakatan sedangkan kerugian berdasarkan kontribusi dana. Para mitra bersama–sama menyediakan dana untuk mendanai suatu usaha tertentu, baik usaha yang sudah berjalan maupun yang baru akan dimulai. Para ahli merumuskan dua bentuk akad musyarakah sebagai berikut: a. Musyarakah pemilikan (Syirkah al-milk atau syirkah amlak), yaitu kepemilikan bersama kedua pihak atau lebih dari sebuah properti. Misalnya karena wasiat, hibah, warisan dan lainnya; dan b. Musyarakah akad (syirkah al-‘aqd atau syirkah ‘ukud), yaitu kemitraan yang terjadi karena adanya kontrak bersama, atau usaha komersial bersama. Musyarakah akad terbagi lagi menjadi : 1) Syirkah al-‘inan Kontrak kerja sama antara dua pihak atau lebih dengan samasama memberikan andil dalam modal dan kerja namun tidak harus sama porsinya. Keuntungan dan kerugian ditanggung bersama sesuai kesepakatan yang telah ditentukan. 2) Syirkah mufawadhah Kontrak kerja sama antara dua pihak atau lebih dengan kesamaan dalam penyertaan modal, pengelolaan, kerja, dan pembagian keuntungan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
3) Syirkah al-a’maal Kontrak kerja sama antara dua pihak atau lebih dengan samasama ambil bagian dalam melayani atau memberikan jasa pada pelanggan. 4) Syirkah al-wujuh Kontrak kerja sama antara dua pihak atau lebih yang memiliki reputasi dan prestise baik serta ahli dalam bisnis dimana masing-masing pihak tidak memiliki investasi sama sekali. Kemuadian mereka membeli komoditas secara tangguh dan menjualnya dengan tunai. Pembiayaan musyarakah dalam aplikasi lembaga keuangan syariah berbentuk: 1. Pembiayaan proyek, yaitu pelaku usaha dan lembaga keuangan syariah (selaku pemodal) sama-sama menyediakan dana untuk membiayai proyek tersebut. Setelah proyek selesai, nasabah mengembalikan dana yang digunakan beserta bagi hasil yang telah disepakati di awal perjanjian. 2. Modal ventura, yakni penanaman modal dilakukan oleh lembaga keuangan syariah untuk jangka waktu tertentu, dan setelah itu lembaga keuangan tersebut melakukan divestasi atau menjual bagian sahamnya kepada pemegang saham perusahaan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
b) Dasar Hukum Musyarakah -
Firman Allah SWT QS. An-Nisa : 12
“Jikalau saudara-saudara itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam sepertiga itu”. -
Firman Allah SWT QS. Shad : 24
“…Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang bersyarikat itu sebagian dari mereka berbuat zalim kepada sebagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh; dan amat sedikitlah mereka ini…" -
Hadits Rasulullah SAW:
Dari Abu Huraira, ia merafa’kannya kepada Nabi SAW. Beliau bersabda: “Aku (Allah) merupakan orang ketiga dalam perserikatan antara dua orang. Selama salah seorang diantara keduanya tidak melakukan pengkhianatan
terhadap
yang
lain.
Jika
seseorang
melakukan
pengkhianatan terhadap yang lain, aku keluar dari perserikatan antara dua orang itu” (HR Abu Daud dan al-Hakim dari Abi Hurairah). c) Aplikasi Pembiayaan Musyarakah di Bank Syariah Tuan Robidi hendak melakukan suatu usaha tetapi kekurangan modal. Modal yang dibutuhkan sebesar Rp 40.000.000,00 sedangkan modal yang dimilikinya hanya tersedia Rp 20.000.000,00. Ini berarti Tuan Robidi kekurangan dana sebesar Rp 20.000.000,00. Untuk menutupi kekurangan dana tersebut Tuan Robidi meminta bantuan bank syariah Toboali dan disetujui. Dengan demikian modal untuk usaha atau proyek
http://digilib.mercubuana.ac.id/
sebesar Rp 40.000.000,00 dipenuhi oleh Tuan Robidi sebesar 50% dan Bank syariah Toboali sebesar 50%. Jika pada akhirnya proyek tersebut memberikan keuntungan sebesar Rp 15.000.000,00, maka pembagian hasil keuntungan adalah 50:50. Modal Tuan Robidi
: Rp 20.000.000,-
Modal Bank Syariah
: Rp 20.000.000,-
Laba Usaha
: Rp 15.000.000,-
Bagi Hasil Tuan Robidi
: 50% x Rp 15.000.000,: Rp 7.500.000,-
Bagi hasil Bank Syariah
: 50% x Rp 15.000.000,: Rp 7.500.000,-
Dengan catatan pada akhir usaha, Tuan Robidi tetap akan mengembalikan uang sebesar Rp20.000.000,00 plus Rp7.500.000,00 untuk keuntungan Bank Syariah Toboali dari bagi hasil. (Kasmir,1999).
F. Pembiayaan Murabahah
a) Definisi Murabahah Murabahah merupakan salah satu bentuk pembiayaan dengan akad jual beli. Secara etimologis, murabahah berasal dari kata ‘ribh’ yang artinya keuntungan,yaitu pertambahan nilai modal. Kata murabahah merupakan bentuk mutual yang bermakna 'saling'. Jadi, murabahah artinya 'saling mendapatkan keuntungan'. Dalam ilmu fiqh, murabahah diartikan 'menjual dengan modal asli bersama tambahan keuntungan yang jelas'.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Murabahah secara sederhana adalah suatu bentuk jual beli, atau akad jual beli barang dengan menyatakan harga pokok dan perolehan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Hal ini senada dengan definisi murabahah menurut Muhammad Syafi'i Antonio mengutip Ibnu Rusyd yang mengatakan bahwa murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam akad ini, penjual harus memberi tahu harga produk yang ia beli dan menentukan tingkat keuntungan sebagai tambahannya. Menurut Anwar (2005), murabahah bukanlah jual beli biasa, melainkan dikategorikan sebagai jual beli yang khusus. Ia dijadikan salah satu bentuk jual beli amanah (kepercayaan) yang dilawankan dengan jual beli biasa atau jual beli musawamah. Lebih lanjut Anwar mengatakan bahwa menurut sejarah pada awalnya murabahah adalah untuk memenuhi suatu tuntutan etis hukum Islam berupa perlindungan terhadap pihak yang lemah di pasar dan tidak mengetahui informasi harga sehingga rentan penipuan.Untuk melindungi dari kemungkinan eksploitasi dan penipuan, maka diciptakanlah suatu transaksi khusus yang disebut jual beli amanah yang salah satunya disebut murabahah. Dalam konteks ini kejujuran informasi tentang harga dan keuntungan yang diinginkannya adalah sebuah keharusan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
b) Dasar Hukum Murabahah -
Firman Allah QS. An-Nissa’ : 29
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.” -
Firman Allah Q.S. al-Baqarah : 275
Artinya: "...dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba...." -
Hadits Rasulullah SAW:
Dari Suhaib ar-Rumi r.a bahwa Rasulullah SAW bersabda:“Tiga hal yang didalamnya terdapat keberkahan: jual beli secara tangguh, muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual.” (HR. Ibnu Majah). c) Aplikasi Pembiayaan Murabahah di Bank Syariah Tuan Ali berkeinginan membeli sebuah mobil untuk kepentingan usaha antar jemput anak sekolah. Diketahui harga beli mobil sebesar Rp 150.000.000. Sedangkan Tuan Ali hanya memiliki dana Rp 50.000.000. Untuk mengatasi kekurangan dananya tersebut, Tuan Ali mendatangi bank syariah untuk mendapatkan pemecahan masalah. Kemudian bank syariah menawarkan solusi pembiayaan dengan akad al-Murabahah. Bank syariah memperkirakan bahwa biaya operasi dalam 1 tahun adalah sebesar Rp 200.000.000, dengan jumlah pembiayaan Rp 5 Miliar dan markup yang ditentukan 10% dari pembiayaan murabahah. Lama pembiayaan yang disepakati adalah 2 tahun.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Data pembiayaan : Harga Pokok Mobil
: Rp 150.000.000,00
Dibayar nasabah (uang muka)
: (Rp 50.000.000,00)
Kekurangan dibayar bank
: Rp 100.000.000,00
1. Hitung Cost Recovery Cost Recovery
: (Rp100 juta/Rp5 miliar)xRp200juta
Cost Recovery
: Rp 4.000.000,00
2. Hitung Markup
: 10% x Pembiayaan : 10% x Rp100 juta : Rp 10.000.000,00
3. Hitung Harga Jual Bank Harga Jual Bank
: Rp 100 juta+(2xRp4 juta)+Rp10juta : Rp 118.000.000,00
4. Hitung Angsuran Pembiayaan Angsuran Pembiayaan
: Rp 118.000.000/24 bulan : Rp 4.916.667,00
5. Hitung Total Harga Jual Total Harga Jual
: Rp 150 juta + Rp18 juta : Rp 168 juta
6. Hitung Margin Dalam Persentase Hitung Margin dalam %
: [(2 x 4juta+10juta)/15juta]x100% : [8 juta + 10 juta/15 juta] x 100% : 1,2 %
http://digilib.mercubuana.ac.id/
G. Pembiayaan Ijarah
a) Definisi Ijarah Secara etimologis al-ijarah berasal dari kata al-ajru yang arti menurut bahasanya ialah al-iwadh yang dalam bahasa Indonesianya berarti ‘ganti dan upah’. Sedangkan menurut Rahmat Syafi’I dalam fiqih muamalah, ijarah adalah menjual manfaat. Menurut Sayyid Sabiq dalam fiqih sunah, ijarah dapat didefinisikan sebagai akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa, dalam waktu tertentu dengan pembayaran upah sewa (ujrah), tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang jasa itu sendiri. Aset yang disewakan (objek ijarah) dapat berupa rumah, mobil, peralatan dan lain sebagainya, karena yang ditransfer adalah manfaat dari suatu aset, sehingga segala sesuatu yang dapat ditransfer manfaatnya dapat menjadi objek ijarah. Akad ijarah adalah akad yang dilakukan oleh dua pihak, yaitu muajjir (pemilik barang) dengan musta'jir (penyewa barang), dimana muajjir mendapatkan imbalan jasa (ujrah) atas barang yang disewa oleh musta'jir. Obyek kontrak ijarah ini adalah manfaat dari penggunaan aset, dan bukan aset itu sendiri. Dalam konteks perbankan syariah, maka bank bertindak sebagai muajjir dan nasabah sebagai musta'jir. Jadi, keuntungan bagi bank terletak pada nilai sewa yang dibayarkan oleh nasabah. Apabila nasabah diberikan opsi untuk memiliki barang yang disewakan tersebut setelah berakhirnya masa sewa, maka kontrak tersebut disebut dengan alijarah wa iqtina atau al-ijarah muntahiyah bit tamlik.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
b) Dasar Hukum Ijarah -
Firman Allah SWT QS. al-Baqarah : 233
“…Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, tidak dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertaqwalah kepada Allah; dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” -
Firman Allah SWT QS at- Thalaq : 6
“…Kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu maka berikanlah kepada mereka upahnya.” -
Hadits Rasulullah SAW:
“Berikanlah olehmu upah orang sewaan sebelum keringatnya kering”. (Riwayat Ibnu Majah) c) Aplikasi Pembiayaan Ijarah di Bank Syariah Tuan Urfan berniat memiliki mobil untuk kepentingan pribadi seharga Rp 120.000.000. Namun saat itu Beliau hanya memiliki dana sebesar Rp 30.000.000. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, Tuan Urfan pergi ke bank syariah untuk mendapatkan solusi. Bank syariah kemudian menawarkan solusi pembiayaan dengan akad ijarah muntahia bittamlik. (asumsi: ekspektasi keuntungan bank adalah 12%/tahun). Setelah kedua pihak menyepakati kontrak, bank selanjutnya membeli terlebih dahulu objek yang diinginkan oleh nasabah dari suplier. Objek tersebut kemudian diijarahkan kepada nasabah. Pada akhir masa sewa, bank akan menghibahkan barang dimaksud kepada nasabah
http://digilib.mercubuana.ac.id/
sehingga terjadi proses perpindahan kepemilikan dari bank kepada nasabah. Pada skim ini, angsuran sewa dipastikan telah meliputi seluruh harga pokok barang dimaksud. Dengan data diatas maka diperoleh skim alternatif sebagai berikut: Perhitungan bank: Harga beli mobil oleh bank
: Rp 120.000.000
Residual value
: Rp 0
Keuntungan yang diharapkan
: Rp 120.000.000x12%/thn x2tahun : Rp 28.800.000
Harga sewa
: Rp 120.000.000 + Rp28.800.000 : Rp 148.800.000 (untuk 2 tahun)
Angsuran sewa per bulan
: Rp 148.800.000/24 : Rp 6.200.000
Karena nasabah telah memiliki dana sebesar Rp 30.000.000, bank dapat mensyaratkan pembayaran sewa di muka untuk 4 bulan pertama sebesar Rp 24.800.000. Namun hal ini juga termasuk kebijakan bank. Dengan pertimbangan tertentu, bank juga dapat memberikan fasilitas pembayaran sewa per bulan tanpa pembayaran sewa di muka. Skim untuk nasabah: Jenis fasilitas
: Ba’i wal ijarah muntahia bittamlik
Angsuran sewa 9 bulan pertama
: Rp 24.800.000
Angsuran sewa
: Rp 6.200.000/bulan
Akhir masa sewa
: Barang dihibahkan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
H. Return on Asset
Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dari aktivitas operasi yang dihasilkan dari kegiatan usahanya selama periode tertentu. Profitabilitas mempunyai arti yang lebih penting daripada laba karena profitabilitas menunjukkan ukuran efisiensi kinerja perusahaan, yaitu membandingkan laba yang diperoleh dengan kekayaaan atau modal yang menghasilkan laba tersebut sehingga yang harus diperhatikan oleh perusahaan ialah tidak hanya memperbesar laba, tetapi yang terpenting ialah usaha untuk meningkatkan profitabilitas. (Riyanto, 2008). Manajemen adalah faktor utama yang mempengaruhi profitabilitas. Seluruh manajemen bank, baik yang mencakup manajemen permodalan, manajemen kualitas aktiva, manajemen umun, manajemen rentabilitas dan manajemen likuiditas pada akhirnya akan mempengaruhi dan bermuara pada perolehan laba (profitabilitas) perusahaan perbankan. Untuk mendapatkan profit yang tinggi minimal ada empat bidang yang perlu mendapatkan perhatian manajemen, yaitu pengelolaan terhadap asset yang sehat, pengelolaan sumber dana yang efektif, pengelolaan feebased income yang kreatif serta pengelolaan terhadap biaya usaha yang efisien. Kemampuan manajemen dalam mengelola keempat komponen tersebut akan menghasilkan perolehan pendapatan yang optimal. (Muljono dalam Ilhamsyah, 2006: 13). Return on asset (ROA) merupakan salah satu rasio profitabilitas yang dapat mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dari aktiva
http://digilib.mercubuana.ac.id/
yang digunakan. Return on asset merupakan perbandingan antara laba setelah pajak dengan total aktiva yang dimiliki perusahaan. Return on asset (ROA) digunakan untuk mengukur profitabilitas bank karena Bank Indonesia sebagai pembina dan pengawas perbankan lebih mengutamakan nilai profitabilitas suatu bank yang diukur dengan aset yang dananya sebagian besar dari dana simpanan masyarakat, sedangkan Return on equity (ROE) hanya mengukur return yang diperoleh dari investasi pemilik perusahaan dalam bisnis tersebut. Disamping itu ROA merupakan metode pengukuran yang paling obyektif yang didasarkan pada data akuntansi yang tersedia, dan besarnya ROA dapat mencerminkan hasil dari serangkaian kebijakan perusahaan terutama perbankan. Semakin besar ROA suatu bank, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai, dan semakin baik juga posisi bank tersebut dari segi penggunaan aset. (Dendawijaya, 2009: 118). ROA dapat dirumuskan sebagai berikut :
ROA
=
Laba Setelah Pajak Total Aset
http://digilib.mercubuana.ac.id/
X
100%
I. Penelitian Terdahulu dan Pengembangan Hipotesis
Tabel 2.5 Ikhtisar Penelitian Terdahulu No. Tahun Nama Peneliti 1 2011 Dwi Fanny Wicaksana
Judul Pengaruh Pembiayaan Mudharabah, Musyarakah, dan Murabahah Terhadap Profitabilitas Bank Umum Syariah di Indonesia
Hasil Hasil analisis menunjukkan bahwa secara parsial variabel pembiayaan mudharabah, musyarakah, murabahah berpengaruh secara signifikan terhadap profitabilitas. Secara simultan variabel pembiayaan mudharabah, musyarakah, murabahah berpengaruh secara signifikan terhadap profitabilitas. Kesimpulan dari penelitian ini menunjukan bahwa secara parsial, pembiayaan musyarakah dan mudharabah tidak berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas BMI. Hanya pembiayaan Murabahah yang berpengaruh signifikan. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa pembiayaan murabahah berpengaruh rendah terhadap return on asset (ROA). Berdasarkan perhitungan analisis korelasi, pembiayaan murabahah menunjukan arah hubungan yang positif atau searah dengan tingkat hubungan yang rendah terhadap return on asset. Demikian pula berdasarkan uji hipotesis didapat bahwa pembiayaan murabahah tidak berpengaruh signifikan terhadap ROA.
2
2011 Yesi Oktriani
Pengaruh Pembiayaan Musyarakah, Mudharabah, dan Murabahah Terhadap Profitabilitas (Studi Kasus Pada PT. Bank Muamalat Indonesia)
3
2010 Ali Taufiq
Pengaruh PembiayaanMurabahah Terhadap ROA
http://digilib.mercubuana.ac.id/
4
1989 Tertio Kunto Dewo
Analisis Pengaruh Alokasi Pembiayaan Musyarakah dan Mudharabah Terhadap ProfitabilitasPT Bank Syariah Mandiri
5
2012 Aulia Fuad Rahman dan Ridha Rochmanika
Pengaruh Pembiayaan Jual Beli, Pembiayaan Bagi Hasil, dan Performing Non Financing Terhadap Profitabilitas Bank Umum Syariah di Indonesia.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Dari hasil analisis yang diperoleh, maka dapat diambil kesimpulan bahwa variable pembiayaan musyarakah dan mudharabah menunjukan pengaruh yang signifikan bagi perolehan laba Bank Syariah Mandiri, pada hasil analisa yang diperoleh dapat ditunjukan bahwa pembiayaan musyarakah memberikan pengaruh yang lebih besar bagi perolehan laba dibandingkan pembiayaan mudharabah. Kesimpulan dari penelitian ini menunjukan bahwa secara parsial, pembiayaan jual beli, pembiayaan bagi hasil, dan rasio NPF berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas.
J. Kerangka Pemikiran dan Pengembangan Hipotesis
1. Hubungan Antara Pembiayaan Mudharabah dengan ROA Pembiayaan bagi hasil merupakan salah satu komponen penyusun aset pada perbankan syariah. Pembiayaan bagi hasil ini dapat dilakukan salah satunya melalui akad mudharabah. Dari pengelolaan pembiayaan mudharabah, bank syariah memperoleh pendapatan bagi hasil sesuai dengan nisbah yang telah disepakati dengan nasabah (Muhammad, 2005). Pendapatan dari bagi hasil ini akan mempengaruhi besarnya laba yang diperoleh bank (Firdaus, 2009). Bukti empiris dari Aulia Fuad Rahman dan Ridha Rochmanika (2012) menunjukkan bahwa semakin tinggi pembiayaan mudharabah maka semakin tinggi profitabilitas bank syariah yang diproksikan dengan return on asset. H1: Pembiayaan mudharabah berpengaruh terhadap return on asset PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk.
2. Hubungan Antara Pembiayaan Musyarakah dengan ROA Musyarakah
merupakan
salah
satu
bentuk
pembiayaan
yang
juga
menggunakan sistem bagi hasil. Sama halnya seperti mudharabah, dari pengelolaan pembiayaan musyarakah, bank syariah memperoleh pendapatan bagi hasil sesuai dengan nisbah yang telah disepakati dengan nasabah. Pendapatan dari bagi hasil ini akan mempengaruhi profitabilitas perusahaan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bukti empiris dari Reki Fiswara (2008) menyatakan bahwa pembiayaan musyarakah memiliki pengaruh terhadap Return on asset. Begitupun dengan Tertio Kunto Dewo (1899) yang menyatakan bahwa pembiayaan musyarakah berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas yang diproxykan dengan return on asset. H2: Pembiayaan musyarakah berpengaruh terhadap return on asset PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk.
3. Hubungan Antara Pembiayaan Murabahah dengan ROA Pembiayaan dengan prinsip jual beli pada Bank Syariah dilakukan melalui akad murabahah, salam dan istishna. Muhammad (2005) menyatakan bahwa salah satu akad dari pembiayaan jual beli yaitu akad murabahah merupakan produk yang paling populer dalam industri perbankan syariah. Pengelolaan pembiayaan murabahah yang merupakan salah satu komponen penyusun aset terbesar pada perbankan syariah ini akan menghasilkan pendapatan berupa margin/mark up. Pendapatan dari margin/mark up ini akan mempengaruhi profitabilitas perusahaan yang diproxykan dengan return on asset. Bukti empiris dari Dwi Fanny Wicaksana (2011) menunjukkan bahwa semakin tinggi pembiayaan murabahah, maka semakin tinggi profitabilitas bank umum syariah. H3: Pembiayaan murabahah berpengaruh terhadap return on asset PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
4. Hubungan Antara Pembiayaan Ijarah dengan ROA Pembiayaan sewa pada Bank Syariah menggunakan akad ijarah dan ijarah muntahiyah bittamlik. Akad ijarah adalah akad yang dilakukan oleh dua pihak, yaitu muajjir (pemilik barang) dengan musta'jir (penyewa barang). Dalam konteks perbankan syariah, maka bank bertindak sebagai muajjir dan nasabah sebagai musta'jir. Jadi, keuntungan bagi bank terletak pada nilai sewa yang dibayarkan oleh nasabah. Apabila nasabah diberikan opsi untuk memiliki barang yang disewakan tersebut setelah berakhirnya masa sewa, maka kontrak tersebut disebut dengan al-ijarah muntahiyah bit tamlik. Dengan diperolehnya pendapatan sewa serta hasil penjualan objek sewa dari nasabah, maka akan mempengaruhi profitabilitas bank syariah. Bukti empiris dari Moch. Losa Irvansyah (2013) menunjukan bahwa semakin tinggi pembiayaan ijarah, maka akan semakin tinggi profitabilitas Bank Syariah. H4: Pembiayaan Ijarah berpengaruh terhadap return on asset PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Latar Belakang: Pembiayaan merupakan fungsi utama yang mendorong pertumbuhan Bank Syariah. Semakin baik kualitas pembiayaan akan semakin meningkatkan profitabilitas. Profitabilitas ini secara kuantitatif dapat dinilai dengan menggunakan return on asset (ROA)
Rumusan Masalah: Apakah ada pengaruh pembiayaan mudharabah, musyarakah, murabahah, dan ijarah terhadap return on asset ?
Pembiayaan Mudharabah
Tujuan: Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh antara pembiayaan mudharabah, musyarakah, murabahah, dan ijarah terhadap return on asset
Pembiayaan Musyarakah
Pembiayaan Murabahah
Return On Asset
Statistik Deskriptif
Uji Asumsi Klasik
Uji Hipotesis
Analisis Kesimpulan dan Saran
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Pembiayaan Ijarah
H1
Pembiayaan Mudharabah (X1) H2
Pembiayaan Musyarakah (X2) Return On Asset (Y) Pembiayaan Murabahah (X3)
H3
H4
Pembiayaan Ijarah (X4)
H5
Gambar 2.2 Model Konseptual
http://digilib.mercubuana.ac.id/