8
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Konsep Dasar Rekayasa Ulang Proses Bisnis Banyak persepsi salah yang beredar di masyarakat, khususnya kalangan bisnis mengenai pengertian rekayasa ulang proses bisnis. Seringkali suatu organisasi atau perusahaan melakukan perombakan organisasi secara besar-besaran dan menyebutnya sebagai rekayasa ulang atau kesalahan lainnya adalah bahwa pengertian rekayasa ulang tersebut seringkali dikaitkan dengan kebijakan perusahaan dengan melakukan pengurangan sumber daya manusia secara besar-besaran. Pengertian ini tentunya tidak selalu benar, pengertian rekayasa ulang tidak harus membuat suatu proses perubahan terhadap struktur organisasi perusahaan. Rekayasa ulang lebih menekankan pada suatu konsep bagaimana suatu kegiatan atau proses bisnis dapat dikerjakan dan tidak terpaku pada struktur organisasi. Struktur organisasi itu sendiri dibentuk setelah proses kerja bisnis itu sudah terwujud. Rekayasa ulang juga bukan merupakan suatu proses efisiensi melalui pengurangan karyawan secara besar-besaran, karena pengertian
itu sendiri lebih terfokus pada
pengurangan sumber daya manusia di dalam upaya perusahaan untuk mengefisiensi operasional bisnisnya untuk periode tertentu. Sedangkan rekayasa ulang sendiri lebih terfokus pada konsep bagaimana suatu proses kerja itu berlangsung dan mengeliminasi proses kerja yang tidak diperlukan sehingga proses kerja menjadi lebih efektif. Secara
9
umum factor-faktor yang mendorong terwujudnya suatu rekayasa ulang proses bisnis dapat ditunjukkan dalam table 2.1 berikut ini:
Tabel 2.1 Faktor Pendorong Rekayasa ulang
Motivator
Percentage
Reduce Cost
84
Improve Quality
79
Increase Speed (Throughput)
62
Overcome a competitive threat
50
Change the organizational structure
35
Other
9
Rekayasa ulang juga bukan merupakan suatu proses sederhana yang hanya membuat suatu organisasi perusahaan menjadi lebih efisien, akan tetapi lebih dari itu proses tersebut juga diarahkan terhadap bagaimana organisasi bisa berjalan secara efektif atau dengan kata lain rekayasa ulang proses bisnis merupakan suatu proses untuk menciptakan suatu nilai tambah untuk pelanggan, di mana nilai tersebut dapat didefinisikan oleh pelanggan dengan harga yang murah, kualitas barang yang baik ataupun peningkatan dalam kecepatan tanggapan (response time). Ada beberapa definisi dan teori yang telah dikembangkan sejumlah praktisi maupun komentator di dalam mempopulerkan konsep rekayasa ulang bisnis. Davenport and Short
10
(1993), mendefinisikan rekayasa ulang bisnis sebagai “Seperangkat aktivitas/ kegiatan yang berhubungan secara logis dibentuk dalam mencapai tujuan perusahaan yang telah ditetapkan”. Pengertian definisi tersebut menggambarkan adanya suatu proses sistimatik yang telah terencana dilakukan perusahaan untuk mencapai tujuan perusahaan. Davenport and Short lebih menekankan pada pengertian proses bisnis yang diartikan sebagai suatu aturan yang berhubungan dengan bagaimana suatu tugas atau kegiatan itu dilakukan untuk mencapai tujuan bisnis, sedangkan proses itu sendiri merupakan suatu struktur/ aturan yang dipergunakan untuk mengukur aktivitas yang dilakukan untuk pelanggan atau pasar atau dengan kata lain bagaimana suatu pekerjaan itu dilakukan di dalam suatu organisasi. Gambar 2.1 menjelaskan apa yang dimaksud dengan proses yang merupakan suatu aktivitas yang saling terhubung sartu sama lain yang mengubah bisnis input menjadi bisnis output dengan melakukan perubahan sesuai dengan yang diperlukan.
SUPPLIER
INPUT
TRANSFOR MATION
OUTPUT
ACTIVITIES
Gambar 2.1 Sistem proses dalam suatu perusahaan
CUSTOMER
11
Proses bisnis itu sendiri dapat terbagi ke dalam tiga tipe aktivitas yaitu antara lain: 1. Value Adding Activities Aktivitas yang memiliki nilai sangat penting bagi pelanggan 2. Hand-off Activities Aktivitas yang mengubah jalannya informasi (workflow) melalui suatu proses bisnis yang biasanya merupakan fungsi utama dari suatu departemen atau organisasi. 3. Control Activities Aktivitas yang memegang peranan kontrol di dalam suatu proses bisnis. Pengertian lain seperti yang dikatakan oleh Hammer and Champy (1993), adalah sebagai berikut “Rekayasa ulang bisnis adalah pemikiran ulang yang
mendasar dan
melakukan desain ulang yang radikal dari proses bisnis untuk menciptakan perbaikan yang dramatis dan kritikal, melakukan penilaian sementara atas kinerja perusahaan, seperti biaya, kualitas, pelayanan dan kecepatan”. Ada beberapa penekanan yang dapat dilakukan perusahaan di dalam menerapkan strategi rekayasa ulang bisnis. Menurut Lawler, Edward E (1986), dikatakan bahwa tingkat kompetisi untuk memenangkan pasar membutuhkan prestasi perusahaan tingkat tinggi dan perbaikan yang terus-menerus pada empat daeerah kritis antara lain: 1. Kualitas barang dan jasa 2. Biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi barang dan jasa 3. Kecepatan penyampaian barang dan jasa yang dihasilkan perusahaan tersebut kepada pelanggan.
12
4. Inovasi dan pengembangan atas barang dan jasa yang baru Agar dapat mencapai kesuksesan, perusahaan harus mempunyai kemampuan yang membuat mereka dapat mengatur dan lebih memfokuskan diri pada keadaan pasar dan menghasilkan prestasi yang baik, sebagai cara untuk membedakan mereka dengan para pesaingnya. Setiap organisasi harus tahu bahwa kemampuan perusahaan sangatlah dibutuhkan untuk melakukan kompetisi di dalam pasar dan kemudian mengembangkan perusahaan itu dengan menciptakan struktur organisasi dan manajemen sistem yang baik. Definisi ini memberikan pengertian bahwa penekanan rekayasa ulang proses bisnis ada pada proses-proses baru atas kegiatan-kegiatan yang diarahkan untuk memenuhi tujuan perusahaan di dalam memenuhi kebutuhan dan kepuasan pelanggan yang pada akhirnya dapat meningkatkan kinerja perusahaan. Hammer and Champy menggunakan analogi “clean sheet of paper” untuk menggambarkan pemikiran ulang dan mulai menggunakan aspek baru atas proses rekayasa ulang ini. Obeng dan Crainer juga menekankan konsep pendekatan lain yang mengatakan rekayasa ulang sebagai: “ Perubahan dengan tujuan untuk melakukan perbaikan atas kinerja perusahaan, bahkan juga berarti mundur balik (drawing board)” Mereka melakukan rekayasa ulang untuk menekankan bahwa sejumlah masalah harus diatasi untuk dapat melakukan implementasi. Dalam tulisannya “Peraturan-peraturan dalam melakukan renovasi” Obeng and Crainer (1994), mereka menuliskan tentang meniadakan pemikiran yang lalu dan jalan ke luar yang terdahulu untuk mencapai tujuan sekarang.
13
Johansson (1993), menghubungkan proses rekayasa ulang bisnis dengan beberapa inisiatif yang kontemporer. Beliau mengatakan: “Proses rekayasa ulang, meskipun berhubungan erat dengan konsep Just In Time (JIT) dan Total Quality Mutu (TQM), terlihat radikal dibanding dua konsep terdahulu yang memiliki konsep perbaikan dan terus-menerus serta berkesinambungan. Hal ini memperluas usaha dari JIT dan TQM untuk membuat proses atas kegiatan usahanya berorientasi pada strategic tool dan berpegang pada core competence dari perusahaan, Proses rekayasa ulang ini berkonsentrasi pada bisnis utama perusahaan dan menggunakan teknik yang spesifik dengan JIT dan TQM sebagai alat yang memungkinkan terjadinya rekayasa ulang, ketika kita akan memperluas visi kita atas pemikiran proses.” Andrews and Stalick (1994), menekankan integrasi atas kegiatan organisasi, dengan menekankan proses rekayasa ulang itu sebagai: “Perubahan yang radikal atas cara kerja dari orang-orang, mengubah kebijaksanaan dan kontrol atas kegiatan bisnis, sistem dan teknologi, hubungan antara organisasi dan pelaksanaan bisnis, dan program pemberian penghargaan”. Andrews and Stalick menekankan pada penggantian cara berpikir dan kegiatan operasi yang lama dengan peranan teknologi informasi. Definisi-definisi ini, oleh beberapa ahli (penulis dan praktisi) adalah cukup untuk memilih wacana secara umum mengenai konsep rekayasa ulang.. Salah satu aspek kunci dalam melakukan rekayasa ulang adalah mendefinisikan cara-cara baru secara keseluruhan dan radikal, tentang bagaimana perusahaan mengambil aktifitas-aktifitasnya.
14
2.2 Focus Rekayasa Ulang Proses Bisnis Skinner (1992), mendefinisikan rekayasa ulang proses bisnis sebagai suatu konsep terobosan radikal untuk memikirkan kembali cara-cara kita berbisnis dengan membuat lagi dari awal proses bisnis yang baru sama sekali untuk melipatgandakan kinerja bisnis kita. Dari definisi di atas dapat kita temukan 4 kata kunci yaitu: 1. Fundamental (mendasar) Dalam melaksanakan rekayasa ulang proses bisnis, maka sebagai organisasi bisnis harus mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang paling mendasar yang berkaitan dengan perusahaan dan bagaimana mengoperasikannya. Pertanyaan pertama adalah “Mengapa kita melakukan apa yang kita lakukan?” dan pertanyaan kedua adalah “Mengapa kita melakukan hal tersebut dengan cara yang kita lakukan sekarang?” Pertanyaan-pertanyaan yang paling mendasar tersebut akan memaksa orang untuk melihat aturan-aturan tak tertulis dan asumsi-asumsi yang berlaku dan menjadi dasar dalam penyelenggaraan bisnisnya. Perusahaan harus mampu menemukan apa yang harus dilakukan oleh perusahaan, dan kemudian menentukan bagaimana melakukannya. Seringkali terjadi aturan-aturan dan asumsi-asumsi yang dimiliki oleh perusahaan sudah usang, salah, atau tidak sesuai lagi dengan proses bisnis yang ada, oleh karena itu perlu dilakukan suatu proses peruubahan aturan-aturan maupun asumsi-asumsi secara menyeluruh.
15
Rekayasa ulang memerlukan peninjauan atas proses bisnis dari perspektif antar fungsi. Ini adalah sesuatu yang fundamental dan melibatkan staf dari berbagai departemen yang terkait dalam proses rekayasa tersebut. Bisa terjadi setiap unit fungsi merasa bahwa mereka telah melakukan tugasnya secara maksimal, tetapi setelah aktivitas tersebut dikaitkan dengan kesatuan proses, yang biasanya merupakan kesatuan aktivitas lintas fungsi, hal tersebut tidak efektif. Rekayasa ulang melakukan bagaimana seharusnya dan berkonsentrasi pada apa yang seharusnya dilakukan. 2. Radikal Radikal berasal dari kata “Radix” yang berati akar. Oleh karena yang dimaksud dengan perencanaan kembali secara radikal adalah perencanaan ulang dengan mendasarkan pada akar permasalahan, bukan membuat perubahan-perubahan yang superficial (pada permukaan/ kulitnya saja) atau berkutat dengan apa yang sudah ada, tetapi membuang yang sudah lama dan usang. Dalam rekayasa ulang perencanaan kembali secara radikal dimaksudkan bukan hanya memperhatikan pada struktur dan prosedur yang sudah ada sekarang ini saja namun lebih dari itu juga menciptakan cara-cara yang sama sekali baru secara keseluruhan dan lengkap dalam menyelesaikan pekerjaan. Dalam rekayasa ulang proses bisnis terkandung suatu kegiatan perombakan atas suatu proses operasi perusahaan, sehingga mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan usaha yang baru. Ini merupakan suatu keharusan yang perlu dilakukan,
16
karena kalau perubahan yang dimaksudkan tidak menyeluruh berarti masih ada bagian dari proses lain yang dipertahankan, padahal sasaran yang ingin dicapai sudah berubah. Hal ini dapat menimbulkan ketidak-efektifan dari suatu proses yang baru dilakukan. Pengubahan beberapa proses parameter tekhnis akan mempengaruhi kemampuan keuntungan usaha dan biaya, tapi kini saatnya untuk menyusun tujuan-tujuan proyek yang menemukan terobosan terpilih melalui tingkat penampilan yang tidak pernah terpikirkan mampu untuk dilaksanakan. Alat untuk mencapai terobosanterobosan tersebut dalam tampilan bisnis adalah dengan melakukan rekayasa ulang yang cepat dan radikal dari proses bisnis. Dalam kata cepat dan radikal bukanlah berarti sekedar memberikan kebebasan memilih tetapi mutlak dibutuhkan. Rekayasa ulang harus dilakukan secara cepat karena eksekutif senior membutuhkan hasil-hasil dalam jangka waktu yang lebih singkat daripada sebelumnya. Lagipula program rekayasa ulang mempunyai peluang gagal bilamana proses aplikasinya memakan waktu yang cukup lama. 3. Dramatis Rekayasa ulang bukan merupakan
hal yang berkenaan dengan
pencapaian
peningkatan secara marginal ataupun incremental, tetapi lebih merupakan pencapaian suatu lompatan besar (Quantum Leaps) dalam kinerja perusahaan. Untuk mencapai peningkatan secara marginal maka dibutuhkan upaya perbaikan secara terus menerus. Dalam hal rekayasa ulang hendaknya digunakan bila ada
17
kebutuhan untuk perbaikan secara dramatis. Perbaikan dramatis meminta kita untuk membuang yang lain dan menggantikannnya dengan yang baru. 4. Proses Proses merupakan sekumpulan aktifitas yang meliputi satu atau lebih jenis dari input dan menghasilkan output yang memberikan nilai tambah. Kata ini merupakan kata yang paling penting dalam definisi rekayasa ulang, tetapi sekaligus juga memberikan kesukaran yang besar bagi para manajemen. Sebagian besar kalangan bisnis seringkali terjebak pada paradigma yang salah di mana mereka seringkali menjalankan bisnis yang terfokus pada tugas, pekerjaan, organisasi, struktur, tetapi mengabaikan proses bisnis itu sendiri. Dari batasan di atas dapat dilihat bahwa rekayasa ulang proses bisnis merupakan totalitas upaya kilat yang radikal dari suatu organisasi untuk meraih peningkatan nilai yang berorientasi pada kepuasan pelanggan. Ini semua harus dimulai dari sisi strategik hingga optimasi arus kerja fungsional untuk perbaikan kualitas produk atau jasa dan masalah produktivitas. Sasaran rekayasa ulang adalah bagaimana proses berjalan dan bukan bagaimana tugas dari masing-masing organisasi atau fungsi departemen. Dalam hakekatnya adalah bahwa setiap proses harus menghasilkan nilai tambah dan berusaha mencari cara baru untuk menghasilkan suatu proses yang mengacu pada pelanggan. Singkatnya bahwa rekayasa ulang perlu menghasilkan suatu tingkat perbaikan yang dramatis, menerobos
18
batas-batas kebijakan manajemen lama dan kendali organisasi dengan cakrawala pandangan yang luas dan mencakup antar fungsi.
2.3 Tahapan-tahapan Rekayasa Ulang Proses Bisnis Suatu perusahaan yang melakukan rekayasa ulang proses bisnis akan melalui beberapa tahapan. Raymond L. Manganelli dan Mark M. Klein (1994), dalam bukunya “The Reengineering Handbook – A step By Step Guide To Business Transformation” menggunakan konsep “Rapid Re” di dalam membagi tahapan-tahapan pelaksanaan rekayasa ulang proses bisnis. Adapun tahapan-tahapan tersebut meliputi tahap persiapan, tahap identifikasi, tahap penentuan visi, tahap solusi dan yang terkahir tahap transformasi.
2.3.1 Tahap I : Persiapan Tahap ini dimulai dengan pengembangan konsensus eksekutif sebagai pemecahan sasaran bisnis dan objektivitas untuk menggambarkan maksud dari proyek rekayasa ulang ini.
2.3.2 Tahap II : Identifikasi Dalam tahap ini dikembangkan model orientasi bisnis pelanggan yang mempunyai nilai tambah, sumber daya, dan kapasitas untuk spesifikasi proses dan prioritas serta sasaran spesifikasi proses sebagai dampak tertinggi dari target rekayasa ulang.
19
2.3.3 Tahap III : Penentuan Visi Dalam tahapan ini akan dilihat kemungkinan pemecahan dalam proses, menganalisa dan merestrukturisasikan mereka sebagai “visi” dari perubahan yang radikal.
2.3.4 Tahap IV : Solusi Tahapan ini dapat dibagi menjadi dua bagian tahapan yaitu tahapan pengembangan disain tekhnik yang diperlukan untuk mengimplementasikan “visi”, serta tahapan disain sosial di mana dilakukan pengorganisasian dan restrukturisasi sumber daya manusia yang menjadi anggota dari proses rekayasa ulang tersebut.
2.3.5 Tahap V : Peralihan Mencapai visi dari proses, menerapkan panduan dan menerapkan secara penuh dari proses yang baru.
2.4 Sistem Informasi Suatu
organisasi
baik
organisasi
sosial
maupun
organisasi
perusahaan
membutuhkan suatu pengaturan dan agar semua unsur-unsur yang terlibat di dalam suatu perusahaan dapat
berjalan seperti yang diharapkan membutuhkan suatu sistem yang
terencana dengan baik. Sistem mengatur setiap unsur yang ada dalam sebuah organisasi berjalan sesuai dengan mekanisme yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan tertentu.
20
Sistem merupakan suatu kesatuan yang terdiri dari unsur-unsur (manusia, peralatan, mesin-mesin, prosedur, dll) yang terintegrasi untuk mencapai tujuan tertentu. Menurut Henley (1991), “Sistem-sistem dibuat untuk menyusun pengetahuan, diatur dalam suatu susunan yang logis”. Yang termasuk di dalamya mencakup proses-proses, metode-metode, prosedur-prosedur, peraturan-peraturan, teknik-teknik, teknologi, buku-buku pegangan dan lain-lain, yang dibuat untuk meyakinkan bahwa pekerjaan ditangani dengan efisien dan akurat. Demikian juga instruksi-instruksi yang membantu karyawan dan manajemen dalam melakukan tugasnya sehari-hari. Menurut W. Gerald Cole, seperti yang diterjemahkan oleh Zaki Baridwan (1985), sistem dapat didefinisikan sebagai berikut: “Sistem adalah suatu kerangka dari prosedur-prosedur yang saling berhubungan yang disusun dengan suatu skema menyeluruh untuk melaksanakan suatu kegiatan atau fungsi utama dari perusahaan”. Pengertian sistem informasi itu sendiri merupakan suatu sistem yang terdiri dari unsur-unsur, perangkat keras, perangkat lunak prosedur, dan orang-orang yang saling berinteraksi satu sama lain untuk menyediakan informasi yang dibutuhkan. Sistem informasi pada saat ini dirasakan sangat dibutuhkan dalam membantu perusahaan di dalam memperoleh dan mengolah informasi yang dibutuhkan bagi perusahaan di dalam memecahkan masalah pengambilan keputusan yang mendesak. Menurut Laudon (1996), secara tekhnis, sistem informasi dapat didefinisikan sebagai sekumpulan komponen saling terhubung yang mengumpulkan, memproses,
21
menyimpan dan mendistribusikan informasi untuk membantu manajemen dalam pengambilan keputusan, pengawasan, pengkordinasian, penganalisaan masalah, dan menvisualisasikan masalah yang kompleks dalam suatu organisasi. Ada empat tingkatan dalam sistem informasi, hal ini disebabkan karena perbedaan titik pandang, spesialisasi, dan tingkatan dalam suatu perusahaan. Keempat tingkatan sistem informasi tersebut adalah sebagai berikut: 1. Sistem Tingkat Operasional (Operation Level System) Sistem yang memonitor aktifitas organisasi pada tingkat dasar. 2. Sistem Tingkat Pengetahuan (Knowledge Level System) Sistem yang mendukung dan menyediakan data 3. Sistem Tingkat Manajemen (Management Level System) Ssitem yang mendukung pengawasan, pengambilan keputusan dan aktifitas adminitrasi dari manajer menengah 4. Sistem Tingkat Strategis (Strategic Level System) Sistem yang mendukung aktifitas perencanaan jangka panjang yang disusun oleh menajer tingkat atas.
22
TOP MANAGERS EXECUTIVE
EIS
STRATEGIC LEVEL SYSTEMS
DSS MIS
MIDDLE MANAGERS EXECUTIVE MANAGEMENT LEVEL SYSTEMS
KW S OAS
KNOW LEDGE LEVEL SYSTEMS
KNOW LEDGE W ORKER
OPERATIONAL LEVEL SYSTEMS
TPS
OPERATIONAL PEOPLES, SUPERVISOR
Gambar 2.2 Hubungan Tingkat Sistem Informasi,Tipe Informasi dan Kelompok Pengguna Informasi
Sistem informasi dalam konsep bisnis secara umum mencakup tekhnik-tekhnik, prosedurprosedur, dan orang-orang yang berkaitan dengan komputer dan pengolahan informasi. Beberapa peran sistem informasi dalam kehidupan sehari-hari dapat digunakan sebagai pedoman dalam:
1. Membantu identifikasi masalah 2. Menyediakan informasi tentang keadaan yang sedang berjalan 3. Menyediakan informasi yang berkaitan dengan standar yang berlaku
23
4. Memungkinkan komunikasi antar kelompok-kelompok kerja dalam organisasi. Dalam perkembangannya, sistem informasi dapat diklasifikasikan kedalam beberapa jenis sistem informasi berdasarkan penekanan unsurnya. 1. Berfokus pada data. (Data Processing – DP) 2. Berfokus pada informasi (Management Information System – MIS) 3. Berfokus pada dukungan terhadap keputusan ( Decision Support System – DSS) 4. Berfokus pada kantor (Office Automation – OA) 5. Berfokus pada konsultasi (Expert System – ES)
2.5 Teknologi Informasi Sebagai Penggerak Rekayasa Ulang Ada empat tekhnik pengembangan dari teknologi informasi (TI) yang dapat digunakan dalam proses rekayasa ulang dalam sebuah organisasi. Tekhnik pertama adalah eliminasi, tekhnik ini dilakukan untuk proses yang sudah tidak dibutuhkan dan tidak relevan terhadap sistem, untuk itu fungsi komputerisasi dirasakan sangat berperan dalam tekhnik ini. Alat Bantu yang dapat digunakan dalam penerapan tekhnik ini adalah penggunaan spreadsheet yang dapat melakukan pemeriksaan secara manual terhadap proses yang luas. Tekhnik kedua adalah penyederhanaan atas bermacam-macam proses atau pengurangan rantai proses untuk pencapaian pengembangan biaya dan produktifitas. Bentuk penyederhanaan ini disesuaikan dengan menggunakan semua fasilitas teknologi informasi yang dapat diimplementasikan dan disejajarkan dengan bentuk dari pelaporan yang ada.
24
Fasilitas teknologi informasi yang dapat digunakan dalam tekhnik kedua ini adalah penggunaan sistem intranet, e-mail dan workflow sebagai salah satu alternatif dalam efektifitas dan efisiensi penggunaan formulir-formulir dalam proses dokumentasi baik internal maupun eksternal. Integrasi dari berbagai macam proses dengan berbagai pekerja dari banyak divisi sampai dengan proses yang sederhana. Sebagai contoh di mana proses pengintegrasian antara sistem persediaan dengan penjualan dalam sistem intranet akan sangat memudahkan manajer penjualan dalam memantau persediaan barang yang dimiliki di gudang dan hal ini akan sangat berpengaruh terhadap proses penjualan, di mana dapat dikurangi resiko kekurangan atau kelebihan dalam penjualan barang. Pada suatu perusahaan penyewaan mobil sistem intranet ini sering digunakan untuk memberikan kemudahan bagi staf pemasaran perusahaan untuk dapat segera mengetahui dengan ketersediaan cadangan mobil dari bagian gudang untuk tipe kendaraan mobil yang masih tersedia jika ada pelanggan yang
membutuhkannya
sewaktu-waktu.
Staf
pemasaran
hanya
perlu
membuka
komputernya untuk memastikan akan ketersediaan kendaraan mobil yang siap digunakan untuk pelanggannya. Tekhnik yang terakhir adalah otomatisasi dari proses manual ke dalam komputerisasi. Salah satu proses penggunaan tekhnik ini dapat dilakukan di mana pelanggan penyewa kendaraan mobil melakukan pemesanan penyewaan secara on-line system melalui jaringan internet, maka saat setelah pelanggan mengisi formulir administrasi yang dibutuhkan secara on-line, maka data tersebut akan langsung ditransfer secara
25
otomatis ke dalam proses pembuatan Contract Letter (Legal Department) dan bagian gundang (persediaan) untuk diproses lebih lanjut dan seterusnya. Dalam faktanya, tidak semua organisasi dapat menggunakan keempat tekhnik di atas. Karena beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat kesuksesan rekayasa ulang ini. Seperti faktor manusia yang masih merasa enggan untuk melakukan perubahan terhadap sistem yang berjalan sangat memegang peranan penting dalam kelangsungan proses ini. Seperti ada istilah “people don’t like to change”, maka tingkat keberhasilan dari proses rekayasa ulang ini juga akan sangat dipengaruhi dari faktor manusia.
2.6 Mata Rantai Menurut Michael Porter Michael Porter (1980), mengatakan bahwa semua aktifitas seperti perancangan, produksi, pasar, pengiriman dan pendukung produk lainnya dapat digambarkan dalam sebuah mata rantai. Sebuah mata rantai merupakan urutan dari aktifitas yang terpisah di mana tujuan akhirnya adalah pemberian jasa atau produk kepada pelanggan. Mata rantai dapat dibagi dalam dua jenis aktifitas yaitu aktifitas utama dan aktifitas pendukung. Aktifitas utama atau aktifitas inti adalah aktifitas yang terdiri dari kreasi fisik dari produk mencakup penjualan dan jasa kepada pelanggan setelah penjualan, sedangkan aktifitas pendukung adalah pendukung aktifitas utama dan didukung oleh infrastruktur, teknologi, sumber daya manusia dan aktifitas pendukung lainnya. Dalam hubungannya dengan rekayasa ulang proses bisnis, maka sangat berguna sekali penggunaan mata rantai dalam menganalisa dan merancang proses bisnis. Saat proses
26
utama dan aktifitas pendukung telah didefinisikan untuk melengkapi mata rantai, maka nilai dari proses tersebut bertambah dan dapat diidentifikasikan dengan lebih baik. Perusahaan dapat lebih fokus terhadap proyek rekayasa ulang pada aktifitas-aktifitas yang mempunyai nilai lebih untuk proses bisnis tersebut.
27