BAB II LANDASAN TEORI
A. Laporan Keuangan 1. Pengertian Laporan Keuangan Laporan keuangan pada hakekatnya merupakan hasil dari proses akuntansi yang dapat digunakan untuk mengkomunikasikan data keuangan kepada pihak yang berkepentingan. Ada beberapa pengertian laporan keuangan yang telah dikemukakan. Pengertian Laporan Keuangan menurut Standar Akuntansi Keuangan dalam Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan (2009:par07) adalah: Laporan Keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan posisi keuangan (yang dapat disajikan dalam berbagai cara, misalnya sebagai laporan arus kas, atau laporan arus dana), catatan dan laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian dari integral dari laporan keuangan. Menurut Kasmir (2010:7) dalam pengertian yang sederhana, “laporan keuangan adalah laporan yang menunjukkan kondisi keuangan perusahaan pada saat ini atau dalam suatu periode tertentu”. Sedangkan menurut Harahap (2008:105) berpendapat bahwa ”Laporan keuangan merupakan hasil akhir dari suatu proses pencatatan, yang merupakan suatu ringkasan dari transaksi-transaksi keuangan yang terjadi selama tahun buku yang bersangkutan”.
6
Dari beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa laporan keuangan merupakan media yang sangat berperan untuk menilai kondisi keuangan perusahaan dari aktifitas yang dilakukannya dalam suatu periode tertentu. Proses akuntansi dimulai dari pengumpulan bukti-bukti transaksi yang terjadi sampai pada penyusunan laporan keuangan. Proses akuntansi tersebut harus dilaksanakan menurut cara tertentu yang lazim dan dapat diterima secara umum serta sesuai dengan standar akuntansi keuangan. Adapun komponen laporan keuangan yaitu: 1. Neraca 2. Laporan laba rugi 3. Laporan perubahan ekuitas 4. Laporan arus kas 5. Catatan atas laporan keuangan
2. Tujuan Laporan Keuangan Laporan keuangan sebagai alat yang penting untuk mengkomunikasikan tentang kondisi keuangan sebuah perusahaan dalam suatu periode berisikan data keuangan dan data tersebut akan lebih berarti bila dapat dibandingkan dengan data keuangan periode sebelumnya. Menurut Standar Akuntansi Keuangan dalam Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan (2009:par12), tujuan laporan keuangan adalah sebagai berikut: Tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pengguna dalam pengambilan keputusan ekonomi.
7
Sedangkan menurut APB Statement No.4 yang dikutip oleh Ahmed Raihi dan Belkaoui (2007:212) mengemukakan bahwa: Tujuan umum laporan keuangan adalah untuk memberikan informasi yang dapat diandalkan mengenai sumber daya ekonomi dan kewajiban dari perusahaan bisnis agar dapat mengevaluasikan kelebihan dan kekurangan, menunjukkan pendanaan dan investasi, mengevaluasi kemampuan dalam memenuhi komitmen perusahaan, dan menunjukkan berbagai dasar sumber daya bagi pertumbuhan perusahaan. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, suatu laporan keuangan menyajikan informasi mengenai perusahaan meliputi: 1. Aktiva 2. Kewajiban 3. Ekuitas 4. Pendapatan dan beban termasuk keuntungan 5. Arus Kas Informasi diatas beserta informasi lainnya yang terdapat dalam catatan laporan keuangan membantu pengguna laporan dalam memprediksi perusahaan di masa depan.
3. Manfaat Laporan Keuangan Laporan
keuangan
merupakan
alat
yang
sangat
penting
untuk
mendapatkan informasi sehubungan dengan posisi keuangan dan hasil-hasil yang dicapai oleh perusahaan. Data keuangan tersebut akan lebih berarti jika diperbandingkan dan dianalisis lebih lanjut sehingga dapat diperoleh data yang dapat mendukung keputusan yang diambil.
8
Menurut Statement of Financial Accounting Concept No. 1, yang dikutip oleh Ahmed Raihi dan Belkaoui (2007:226) tujuan dan manfaat laporan keuangan adalah: 1) Pelaporan keuangan harus menyajikan informasi yang dapat membantu investor, kreditor dan pengguna lainnya yang potensial dalam membuat keputusan lain yang sejenis secara rasional. 2) Pelaporan keuangan harus menyajikan informasi yang dapat membantu investor, kreditor, dan pengguna lain yang potensial dalam memperkirakan jumlah waktu dan ketidakpastian penerimaan kas di masa yang akan datang yang berasal dari pembagian deviden ataupun pembayaran bunga dan pendapatan dari penjualan. 3) Pelaporan keuangan harus menyajikan informasi tentang sumber daya ekonomi perusahaan. Klaim atas sumber daya kepada perusahaan atau pemilik modal. 4) Pelaporan keuangan harus menyajikan informasi tentang prestasi perusahaan selama satu periode. Investor dan kreditor sering menggunakan informasi masa lalu untuk membantu menaksir prospek perusahaan.
4. Pengguna Laporan Keuangan Menurut Standar Akuntansi Keuangan (2009:par09), pengguna laporan keuangan, antara lain: a. Investor, berkepentingan dengan resiko yang melekat serta hasil dari pengembangan investasi yang telah dilakukan. Investor membutuhkan informasi untuk membantu menentukan apakah harus membeli, menahan, atau menjual investasi tersebut. Pemegang saham juga tertarik pada informasi yang memungkinkan mereka untuk menilai kemampuan perusahaan menjual deviden. b. Karyawan, tertarik pada informasi mengenai stabilitas dan profitabilitas perusahaan serta informasi yang memungkinkan untuk menilai kemampuan perusahaan memberikan balas jasa, manfaat pensiun, dan kesempatan kerja. c. Pemberi Pinjaman, tertarik dengan informasi keuangan yang memungkinkan untuk memutuskan apakah pinjaman serta bunga dapat dibayar pada saat jatuh tempo. d. Pemasok dan Kreditor usaha lainnya, tertarik dengan informasi yang memungkinkan untuk memutuskan apakah jumlah yang terutang akan dibayar pada saat jatuh tempo. Kreditor usaha berkepentingan pada perusahaan pada tenggang waktu yang lebih pendek daripada pemberi
9
pinjaman kecuali jika pinjaman utama mereka bergantung pada kelangsungan hidup perusahaan. e. Pelanggan, berkepentingan dengan informasi kelangsungan hidup perusahaan, terutama kalau mereka terlibat dalam perjanjian jangka panjang dengan atau bergantung pada perusahaan. f. Pemerintah dan berbagai lembaga yang berada di bawah kekuasaannya, berkepentingan dengan alokasi sumber daya dan berkepentingan dengan aktivitas perusahaan. Mereka membutuhkan informasi untuk mengatur aktivitas perusahaan menetapkan kebijakan pajak dan sebagai dasar untuk menyusun statistic pendapatan nasional dan statistic lainnya. g. Masyarakat, tertarik dengan informasi kecenderungan (trend) dan perkembangan terakhir kemakmuran serta rangkaian aktivitas perusahaan.
B. Laba 1. Pengertian Laba Yang dimaksud dengan laba adalah kelebihan pendapatan atau keuntungan yang diterima oleh perusahaan, karena perusahaan telah melakukan pengorbanan untuk kepentingan lain. Laba merupakan indikasi kesuksesan suatu badan usaha atau perusahaan. Keinginan untuk memperoleh laba adalah tujuan utama dari setiap perusahaan. Banyak literatur yang membahas mengenai laba diantaranya menurut Houston (2006:50) yaitu: “Laba adalah perubahan suatu ekuitas dalam suatu periode setelah disesuaikan dengan modal (misalnya, investasi oleh pemilik) atau distribusi modal (misalnya dividen) yang melebihi investasi”. Menurut APB Statement yang dikutip oleh Harahap (2008:241), “yang dimaksud dengan laba (rugi) adalah “kelebihan (defisit) penghasilan diatas biaya selama satu periode akuntansi”.
10
Menurut Committee on Terminology yang dikutip oleh Harahap (2008:241) yang dimaksud dengan laba adalah “jumlah yang berasal dari pengurangan harga pokok produksi, biaya lain, dan kerugian dari penghasilan atau penghasilan operasi”. Laporan yang memuat informasi mengenai perolehan laba yang ditunjukkan dengan laba bersih dalam perhitungan laba rugi perusahaan sangatlah penting bagi para investor, karena laporan keuangan tersebut memberikan informasi yang dapat membantu pembacanya dalam meramalkan jumlah, waktu, dan ketidakpastian dari arus kas masa depan, yang berguna untuk menilai ekonomi perusahaan dan menemukan probabilitas dan pembayaran kembali utang perusahaan kepada kreditur. Untuk perusahaan yang bertujuan memaksimumkan laba, laba dapat menjamin eksistensi perusahaan baik dalam operasional maupun kemampuan untuk memberikan dividen yang memuaskan para pemegang saham.
2. Konsep Laba Laba merupakan hal yang mendasar dan penting dari laporan keuangan yang memiliki berbagai kegunaan dalam berbagai konteks. Laba umumnya dipandang sebagai dasar untuk perpajakan, penentu dari kebijakan pembayaran dividen, panduan dalam melakukan investasi, dan pengambilan keputusan, dan satu elemen dalam peramalan (Belkaoui, 2007:226). Laba dipandang sebagai suatu peralatan prediktif yang membantu dalam peramalan laba mendatang dan peristiwa ekonomi yang akan datang. Laba terdiri
11
dari hasil operasional, atau luar biasa, dan hasil-hasil non-operasional, atau keuntungan dan kerugian luar biasa, dimana jumlah keseluruhannya sama dengan laba bersih. Hendriksen dalam bukunya Accounting Theory edisi kelima (1992:338) menetapkan tiga konsep dalam usaha mendefinisikan dan mengukur laba menuju tingkatan bahasa. Adapun konsep-konsep tersebut meliputi: a. Konsep Laba pada Tingkat Sintaksis (Struktural) Pada tingkat sintaksis konsep income dihubungkan dengan konvensi (kebiasaan) dan aturan logis serta konsisten dengan mendasarkan pada premis dan konsep yang telah berkembang dari praktik akuntansi yang ada. Terdapat dua pendekatan pengukuran laba (income measurement) pada tingkat sintaksis, yaitu: Pendekatan Transaksi dan Pendekatan Aktiva. b. Konsep Laba pada Tingkat Sematik (Interpretatif) Pada konsep ini income ditelaah hubungannya dengan realita ekonomi. Dalam usahanya memberikan makna interpretatif dari konsep laba akuntansi (accounting income), para akuntan seringkali merujuk pada dua konsep ekonomi. Kedua konsep ekonomi tersebut adalah Konsep Pemeliharaan Modal dan Laba sebagai Alat Ukur Efisiensi. c. Konsep Laba pada Tingkat Pragmatis (Perilaku) Pada tingkat pragmatis (perilaku) konsep income dikaitkan dengan pengguna laporan keuangan terhadap informasi yang tersirat dari laba perusahaan. Beberapa reaksi usaha users dapat ditunjukkan dengan
12
proses pengambilan keputusan dari investor dan kreditor, reaksi harga surat terhadap pelaporan income atau reaksi umpan balik (feedback) dari manajemen dan akuntan terhadap income yang dilaporkan. Konsep income ini paling tidak harus memberikan implikasi income sebagai bahan pengambilan keputusan manajemen.
C. Laba Akuntansi 1. Pengertian Laba Akuntansi Ukuran kinerja akuntansi perusahaan salah satunya adalah laba akuntansi. Laba akuntansi diukur berdasarkan penjualan bersih dikurangi harga pokok penjualan dan biaya-biaya operasi perusahaan . “Laba akuntansi adalah perbedaan antara realisasi penghasilan yang berasal dari transaksi perusahaan pada periode tertentu dikurangi dengan biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan penghasilan itu”. (Harahap, 2008:299) Belkaoui (2007:229) mengemukakan bahwa, “Laba akuntansi secara operasional
didefinisikan
sebagai
perbedaan
antara
pendapatan
yang
direalisasikan yang berasal dari transaksi suatu periode dan berhubungan dengan biaya historis” Sedangkan menurut Muqodim (2005:111) pengertian laba akuntansi adalah “perbedaan antara pendapatan yang dapat direalisir yang dihasilkan dari transaksi dalam suatu periode dengan biaya yang layak dibebankan kepadanya”. Dan menurut Statement of Financial Accounting Concept No. 1, yang dikutip oleh Ahmed Raihi dan Belkaoui (2007:229) mengasumsikan bahwa laba
13
akuntansi merupakan ukuran yang baik dari kinerja suatu perusahaan dan bahwa laba akuntansi dapat digunakan untuk meramalkan arus kas masa depan. Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa laba akuntansi sama dengan laba bersih. Perusahaan mengharapkan laba dapat bermanfaat bagi para pemakai laporan keuangan khususnya investor dan kreditor. Di dalam laba akuntansi terdapat berbagai komponen yaitu kombinasi beberapa komponen pokok seperti laba kotor, laba usaha, laba sebelum pajak dan laba sesudah pajak. Sehingga dalam menentukan besarnya laba akuntansi investor dapat melihat dari perhitungan laba sesudah pajak atau laba bersih (Muqodim, 2005:112). Laba akuntansi dengan berbagai interpretasinya diharapkan dapat digunakan antara lain sebagai (Suwardjono, 2008:456): a. Indikator efisiensi penggunaan dana yang tertanam dalam perusahaan yang diwujudkan dalam tingkat kembalian atas investasi (rate of retun on invested capital). b. Pengukur prestasi atau kinerja badan usaha dan manajemen. c. Dasar penentuan besarnya pengenaan pajak. d. Alat pengendalian alokasi sumber daya ekonomik suatu negara. e. Dasar penentuan dan penilaian kelayakan tarif dalam perusahaan public. f. Alat pengendalian terhadap debitor dalam kontrak utang. g. Dasar kompensasi dan pembagian bonus. h. Alat motivasi manajemen dalam pengendalian perusahaan. i. Dasar pembagian dividen. Bila dilihat secara mendalam, laba akuntansi bukanlah definisi yang sesungguhnya dari laba melainkan hanya merupakan penjelasan mengenai cara untuk menghitung laba. Karakteristik dari pengertian laba akuntansi semacam itu mengandung beberapa keunggulan.
14
Beberapa keunggulan laba akuntansi yang dikemukakan oleh Muqodim (2005:114) adalah: 1) Terbukti teruji sepanjang sejarah bahwa laba akuntansi bermanfaat bagi para pemakainya dalam pengambilan keputusan ekonomi. 2) Laba akuntansi telah diukur dan dilaporkan secara obyektif dapat diuji kebenarannya sebab didasarkan pada transaksi nyata yang didukung oleh bukti. 3) Berdasarkan prinsip realisasi dalam mengakui pendapatan laba akuntansi memenuhi dasar konservatisme. 4) Laba akuntansi bermanfaat untuk tujuan pengendalian terutama berkaitan dengan pertanggungjawaban manajemen.
2. Penyajian Laba Akuntansi Pada dasarnya laba akuntansi disajikan dalam laporan keuangan (Income Statement) yang mencerminkan kinerja perusahaan pada periode tertentu. Laporan keuangan merupakan hasil akhir dari suatu siklus akuntansi dan merupakan informasi yang paling akurat yang dapat digunakan oleh para pemakainya sebagai salah satu alat bantu dalam pengambilan keputusan. Menurut Weygand (2008:200) mengemukakan bahwa, “Laba akuntansi dalam hal ini Laba bersih didapat dari Penjualan – HPP – Beban Operasi + Pendapatan Lain-lain – Beban kerugian lain-lain – beban pajak”.
D. Laba Tunai 1. Pengertian Laba Tunai Laba tunai adalah “laba akuntansi setelah diperhitungkan dengan bebanbeban non kas, khususnya beban penyusutan dan amortisasi”. (Elizabeth 2002:36).
15
Mengenai laba tunai Belkaoui (2007:132) menyatakan sebagai berikut: “Total pure profit income yang diharapkan diperoleh dalam cakrawala perencanaan perusahaan. Laba tersebut adalah laba ekonomi yang merefleksikan harapan tentang aliran kas masa depan. Laba bersih perusahaan adalah hal penting tetapi laba tunai juga penting karena dividen dibayar secara tunai dan karena kas diperlukan dalam membeli aktiva untuk melanjutkan operasi perusahaan.
2. Konsep Laba Tunai. Fasilitas fisis atau biasa disebut dengan aktiva operasional menghasilkan pendapatan lebih banyak melalui penggunaannya daripada melalui penjualan kembali aktiva tersebut. Aktiva ini dapat dipandang sebagai kuantitas jasa ekonomi potensial yang dikonsumsi selama menghasilkan pendapatan. Fasilitas fisis memberi kontribusi jasa ke operasi berupa kapasitas atau daya. Sehingga kos daya atau kapasitas fasilitas fisis tersebut harus diserap menjadi bagian kos produksi dan akhirnya menjadi beban pendapatan (Suwardjono, 2008:437). Prinsip-prinsip akuntansi menghendaki adanya penandingan biaya dari semua jenis aktiva operasional dengan pendapatan selama umur manfaatnya. Terminologi akuntansi untuk proses ini berbeda-beda tergantung pada kategori aktiva tersebut : 1. Penyusutan adalah alokasi periodik biaya aktiva tetap terhadap pendapatan periodik yang dihasilkan.
16
2. Deplesi adalah alokasi periodik dari biaya sumber daya alam, seperti cadangan mineral dan kayu, terhadap pendapatan periodik yang dihasilkan. 3. Amortisasi adalah alokasi periodik dari aktiva tak berwujud terhadap pendapatan periodik yang dihasilkan. Istilah amortisasi juga digunakan pada aktiva keuangan dan kewajiban. Depresiasi merupakan suatu proses alokasi kos secara sistematik dan rasional dan jumlah rupiahnya diukur atas dasar bagian kos potensi jasa yang dianggap telah dimanfaatkan dalam menciptakan pendapatan. Depresiasi sebagai biaya tidak berbeda dengan jenis biaya operasi lainnya. Depresiasi merupakan biaya yang benar-benar terjadi dan dikeluarkan seperti biaya lainnya. Memang benar biaya depresiasi untuk periode tertentu tidak menunjukkan pengeluaran pada periode tersebut. Biaya depresiasi mengukur bagian pengeluaran masa lalu yang dipandang layak dibebankan terhadap kegiatan atau pendapatan periode berjalan. Jadi dapat dikatakan bahwa kos fasilitas fisis merupakan suatu bentuk ekstrem biaya dibayar di muka. Akuntansi depresiasi merupakan sarana untuk membebankan biaya dibayar di muka tersebut ke produksi atau periode berjalan (Suwardjono, 2008: 438). Pengertian depresiasi dan amortisasi sebagai proses akumulasi dana didasari bahwa untuk dapat mempertahankan kelangsungan hidup, perusahaan harus dapat mengganti fasilitas fisik yang habis umurnya. Akibatnya perusahaan harus menyisihkan dana dari pendapatan yang diperoleh. Dengan mengurangi
17
pendapatan, laba akan berkurang sebesar depresiasi dan amortisasi yang dibebankan. Depresiasi dan amortisasi adalah biaya tidak tunai karena depresiasi dan amortisasi tidak memerlukan pengeluaran kas. dianggap sebagai sumber dana untuk menghitung sumber dana atau aliran kas masuk (proceeds) dengan cara menambahkan kembali nilai depresiasi dan amortisasi ke laba akuntansi (Suwardjono, 2008:439). Cara menghitung semacam ini hanyalah salah satu teknik penghitungan sumber dana dimana depresiasi dan amortisasi sebagai beban non kas yang artinya biaya tersebut tidak lagi memerlukan pengeluaran kas sekarang ataupun di masa depan.
Sehingga
pembebanan
depresiasi
ke
dalam
pendapatan
serta
menambahkan kembali nilai depresiasi dan amortisasi ke laba akuntansi dapat dikatakan sebagai teknik dalam menghitung sumber dana.
3. Penyajian Laba Tunai. Laba tunai sangat erat kaitannya dengan laporan arus kas (cash flow statement), karena keduanya menggunakan dasar akuntansi yang sama, yaitu “cash basis” dimana pendapatan diakui pada saat kas diterima dan beban diakui pada saat kas dikeluarkan. Arus kas adalah arus masuk dan arus keluar kas atau setara kas. Kas meliputi uang tunai (cash on hand) dan rekening giro, sedangkan setara kas (cash equivalent) adalah investasi yang sifatnya sangat likuid, berjangka pendek dan dengan cepat dapat dijadikan kas dalam jumlah tertentu tanpa menghadapi resiko perubahan nilai yang signifikan.
18
Pada catatan atas laporan keuangan dapat dinilai berapakah laba tunai diperoleh perusahaan dengan menyesuaikan (menambah) laba bersih dengan beban non kas yang terjadi (depresiasi dan amortisasi) yang terdapat dalam beban umum dan administrasi. Laba tunai dapat dicari dengan menjumlahkan laba akuntansi (laba bersih) dengan beban penyusutan dan amortisasi yang terdapat dalam catatan atas laporan keuangan khususnya beban umum dan administrasi.
E. Dividen 1. Pengertian Dividen Menurut Arief (2007:434), “Dividen adalah proporsi laba atau keuntungan yang dibagikan kepada para pemegang saham dalam jumlah yang sebanding dengan jumlah lembar saham yang dimilikinya”. Sebagaimana
dikutip
Tjiptono
dan
Hendy
(2008:178),
“Dividen
merupakan pembagian sisa laba bersih perusahaan yang didistribusikan kepada pemegang saham atas persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham”. Sedangkan menurut Ross et al. (2009:71), definisi dividen adalah “pembayaran yang berasal dari pendapatan/laba perusahaan kepada pemegang saham, dalam bentuk kas atau saham”. Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa dividen adalah distribusi laba yang dihasilkan perusahaan kepada pemegang saham yang telah mendanai perusahaan tersebut dengan cara membeli saham perusahaan tersebut.
19
2. Jenis-jenis Dividen Terdapat berbagai jenis dividen yang dibagikan perusahaan kepada para pemegang saham. Hal ini tergantung kebijakan yang diambil oleh perusahaan dan keputusan rapat umum pemegang saham (RUPS). Adapun jenis-jenis dividen, menurut Tjiptono dan Hendy (2008:179) diantaranya: a. Dividen tunai (cash dividend) adalah dividen yang dibagikan kepada pemegang saham dalam bentuk kas (tunai). b. Dividen saham (stock dividend) adalah dividen yang dibagikan bukan dalam bentuk tunai melainkan dalam bentuk saham perusahaan tersebut. c. Dividen property (property dividend) adalah dividen yang dibagikan dalam bentuk aktiva lain selain kas atau saham, misalnya aktiva tetap dan surat-surat berharga. d. Dividen likuidasi (liquidating dividend) adalah dividen yang diberikan kepada pemegang saham sebagai akibat dilikuidasinya perusahaan. Dividen yang dibagikan adalah selisih nilai realisasi aset perusahaan dikurangi dengan semua kewajibannya. Dari beberapa jenis dividen tersebut, jenis dividen yang sering dibagikan adalah dividen tunai dan dividen saham. Dari keduanya, dividen tunai merupakan yang lebih sering dibagikan perusahaan dan merupakan dividen yang lebih disukai oleh kebanyakan pemegang saham.
3. Dividen Kas Dividen kas atau cash dividend merupakan salah satu dari jenis dividen. Dividen kas adalah dividen yang banyak disukai oleh para pemegang saham karena bersifat likuid. Dividen kas berasal dari laba yang dihasilkan oleh perusahaan. Menurut Aliminsyah dan Padji (2007:35) cara dividen kas didapat dari “Saldo kas – total laba”.
20
Tjiptono dan Hendy (2008:12) mengemukakan pengertian dividen kas bahwa, “Dividen yang dibagikan perusahaan dapat berupa dividen tunai (cash dividend), yaitu kepada setiap pemegang saham diberikan dividen berupa uang tunai dalam jumlah rupiah tertentu untuk setiap saham”. Sedangkan menurut Arief (2007:442) “Dividen kas adalah proporsi laba atau keuntungan yang dibagikan kepada para pemegang saham berupa uang dalam jumlah yang sebanding dengan jumlah lembar saham yang dimilikinya”. Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa dividen kas adalah distribusi laba yang dihasilkan perusahaan berupa uang kepada pemegang saham yang telah mendanai perusahaan dengan cara membeli saham perusahaan tersebut.
4. Kebijakan Dividen Kebijakan pembagian dividen adalah suatu keputusan untuk menentukan berapa besar bagian laba akan dibagikan kepada para pemegang saham dan akan ditahan dalam perusahaan selanjutnya diinvestasikan kembali. Kebijakan pembagian dividen tergantung pada keputusan rapat umum pemegang saham (RUPS). Menurut Darsono (2006:215), kebijakan dividen adalah “keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tentang pembagian laba bersih kepada para pemegang saham”.
21
Menurut Sugiyarso dan Winarni (2005:101), mengemukakan bahwa kebijakan dividen adalah: Keputusan pihak manajemen untuk menentukan perlakuan terhadap earning after tax, apakah dibagikan sebagai dividen, diinvestasikan kembali, atau sebagian dibagikan sebagai dividen, sebagian lagi diinvestasikan kembali ke perusahaan. Ada dua asumsi yang mendasari kebijakan dividen menurut Ahmad Rodoni dan Herni Ali (2010:122) antara lain: a. Kebijakan dividen pada perusahaan yang tidak sedang tumbuh (a low investment rate plan) Perusahaan-perusahaan yang termasuk kategori ini mampu membayarkan dividen lebih tinggi pada awal periode, tetapi pertumbuhan dividen pada tahun-tahun berikutnya lebih rendah. b. Kebijakan dividen pada perusahaan yang sedang tumbuh (a high reinvestment rate plan) Perusahaan-perusahaan yang sedang tumbuh akan memberikan dividen relatif rendah pada awal periode, hal ini dikarenakan adanya rencana reinvestasi dari sebagian laba yang diperoleh untuk membiayai aktivitas ekspansi (reinvestment). Menurut Thomas R. Dyckman (2000:439) sebelum dibayarkan, dividen harus diumumkan oleh dewan direksi perseroan. Terdapat empat tanggal yang penting dalam akuntansi untuk pembagian dividen antara lain: (1) tanggal pengumuman yaitu tanggal direksi mengumumkan akan membayar dividen, (2) tanggal pencatatan dividen, (3) tanggal ex-dividen dan (4) tanggal pembayaran dividen. 22
Tanggal pencatatan adalah batas tanggal untuk mendaftarkan nama pemilik saham. Tanggal ex-dividen adalah tanggal setelah tanggal pencatatan, dimana tanggal itu saham diperdagangkan tanpa hak untuk menerima dividen yang diumumkan. Dividen dibayarkan kepada orang yang tercatat sebagai pemilik saham pada tanggal pencatatan. Kalau jual beli saham terjadi setelah tanggal pencatatan, maka saham tersebut namanya dijual ex-taripa dividen; artinya dividen tidak diterima oleh pembeli saham. Sedangkan yang dimaksud dengan tanggal pembayaran adalah tanggal saat dividen dibayar.
F. Penelitian Terdahulu 1. Fitri Ariyanti (2007) dalam penelitiannya yang menganalisis hubungan laba akuntansi dan laba tunai dengan dividen kas, dengan menggunakan koefisien korelasi Spearman Rank, ia menganalisis 19 perusahaan yang go public di BEI tahun 2002, 2003, dan 2004. Berdasarkan penelitiannya penelitiannya itu disimpulkan terdapat hubungan yang kuat antara laba akuntansi dan laba tunai terhadap dividen kas. 2. Intan Kumala Sari (2008) dalam penelitiannya yang menganalisa hubungan antara laba akuntansi dan laba tunai dengan dividen kas. Dengan menggunakan koefisien korelasi Spearman Rank, ia menganalisa 25 perusahaan manufaktur yang go public pada tahun 2004, 2005, dan 2006. Berdasarkan penelitiannya itu disimpulkan terdapat hubungan yang kuat antara laba akuntansi dengan dividen kas serta antara laba tunai dengan dividen kas.
23