BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian Teori 1. Hakikat Kemampuan Mengurutkan Pola Bentuk Geometri a. Pengertian Kemampuan Kemampuan dibutuhkan dalam mencapai suatu tujuan tertentu. Setiap individu memiliki kemampuan yang berbeda - beda tergantung dari tingkat perkembangan masing-masing anak. Kematangan kemampuan anak dapat dilihat dari cara anak menanggapi hal-hal baru di sekitar mereka. Susanto (2011: 97) mengutip simpulan Munandar yang menyatakan bahwa kemampuan merupakan daya untuk melakukan suatu tindakan sebagai hasil dari pembawaan dan latihan. Seseorang dapat melakukan sesuatu karena kemampuan yang dimilikinya. Munandar berpandangan bahwa kemampuan ini ialah potensi seseorang yang merupakan bawaan sejak lahir serta dipermatang dengan adanya pembiasaan dan latihan, sehingga ia mampu melakukan sesuatu. Robbins
dan
Judge
(2015:
35)
mengungkapkan
bahwa
“Kemampuan (ability) berarti kapasitas seorang individu untuk melakukan beragam tugas dalam suatu pekerjaan. Kemampuan adalah sebuah penilaian terkini atas apa yang dapat dilakukan seseorang”. Lebih lanjut, Robbins dan Judge menyatakan bahwa kemampuan keseluruhan seorang individu pada hakikatnya tersusun dari dua faktor, yaitu : 1) Kemampuan Intelektual (Intelectual Ability), merupakan kemampuan yang dibutuhkan untuk melakukan berbagai aktivitas mental – berfikir, menalar dan memecahkan masalah. 2) Kemampuan
Fisik
(Physical
Ability),
merupakan
kemampuan
melakukan tugas – tugas yang menuntut stamina, ketrampilan, kekuatan, dan karakteristik serupa. (2015: 35-36) Dari pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan merupakan potensi yang ada dalam diri seseorang untuk melakukan 6
7 pekerjaan/ beragam tugas yang dipermatang dengan pembiasaan dan latihan. Dengan pembiasaan dan latihan, kemampuan yang ada dalam diri seseorang dapat ditingkatkan/ dioptimalkan.
b. Pengertian Kemampuan Mengurutkan Pola Metematika adalah ilmu tentang pola dan hubungan, sebab dalam matematika sering dicari keseragaman seperti keterurutan, dan keterkaitan pola dari sekumpulan konsep – konsep tertentu atau model – model yang merupakan representasinya, sehingga dapat dibuat generalisasinya untuk selanjutnya dibuktikan kebenarannya secara deduktif. Jamaris (2014: 184) berpendapat bahwa pola merupakan susunan dari objek, bentuk, dan bilangan. Pendapat tersebut lebih jelas lagi dikemukakan oleh Kennedy dan Tipps (2003: 38) yang mengemukakan bahwa “A pattern is a repeated sequence of objects, events, or ideas, thus patterning is the activity of placing item in a repeated sequence”. Oleh karena itu, pola bukan hanya aktivitas menyusun suatu objek tetapi lebih pada mengurutkan objek dalam urutan yang berulang. Kennedy dan Tipps (2003: 39) menjelaskan lebih lanjut bahwa “Simple patterning activities encaurage children to find, create extend pattern. Simple patterns having only two elements that are repeated can be demonstrated in many ways. A pattern of two elements can also be shown with action sound, and symbols”. Pendapat Kennedy dan Tipps tersebut menjelaskan bahwa membuat pola sederhana dapat mendorong anak-anak untuk menemukan dan menciptakan pola yang lebih panjang. Pola sederhana dapat dibentuk dari dua elemen yang berulang yang ditunjukkan dengan tindakan, suara, dan simbol. Pendapat lain dikemukakan oleh Smith dan Price (2012: 83) yang menyatakan bahwa “Pattern can described as a systematic arrangement of numbers or shapes which follows a given rule”. Dalam pendapat Smith dan Price tersebut dijelaskan bahwa pola dapat dibuat seperti sebuah
8 urutan yang teratur dari angka dan bentuk dengan mengacu pada aturan tertentu. Liljedahl dalam bukunya Papic (2007: 8) berpendapat juga mengenai mengurutkan pola bahwa the pattern has a cyclic structure that can be generated by the repeated application of a smaller portion of pattern. Pendapat Liljedahl di atas menjelaskan bahwa mengurutkan pola diartikan sebagai aplikasi berulang dari sebagian kecil pola atau pola yang berulang. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa kemampuan mengurutkan pola adalah potensi yang dimiliki seseorang untuk menyusun objek, bentuk, bilangan, tindakan, suara maupun simbol yang dilakukan secara berulang dengan mengacu pada aturan tertentu dan minimal menggunakan dua elemen yang diulang.
c. Jenis-jenis Pola Ada berbagai macam pola yang terdapat di sekitar anak. Mulai dari pola yang ada pada mainan anak, pola pada pakaian yang dikenakan anak, dan pola pada barang – barang di sekitar anak. Smith dan Price (2012: 83) mengungkapkan “Recognising that a sequence of objects makes a pattern, explaining why, being able to copy, extend and create a new pattern are early steps towards an understanding
of
spatial
pattern
and
number
patterns,
and
anappreciation of the power of algebra”. Pernyataan di atas menyatakan bahwa kemampuan anak dalam mengenal pola adalah langkah awal anak dalam memahami konsep spasial, bilangan, dan klasifikasi. Pola - pola terbentuk berdasarkan jenis atau kriteria tertentu. Menurut Smith dan Price (2012: 83) mengungkapkan bahwa pola ada tiga jenis, yaitu Repeating pattern, Growing pattern, and symmetrical pattern. Adapun penjelasan dari masing-masing pola tersebut yaitu: 1) Pola Berulang (Repeating Pattern)
9 Pola berulang adalah pola yang diulang-ulang dengan urutan yang sama. Pengulangan terjadi dalam garis lurus (linear), melingkar atau dalam bentuk diagonal. Misalnya, pola geometri segiempat – segitiga – lingkaran – segiempat – segitiga - lingkaran dan seterusnya. Menurut Warren dan Miller (2010: 595), “Thus exploring repeating patterns can be seen as the precursor to the development of key understandings that are important to the development of mathematical thinking”. Pernyataan tersebut menandakan bahwa, menyelidiki pola berulang dapat diartikan sebagai pendahulu untuk mengembangkan
kunci
pemahaman
yang
penting
untuk
perkembangan matematika. 2) Pola Berkembang (Growing Pattern) Pola tumbuh adalah pola yang diurutkan berdasarkan bentuk atau angka yang mengalami kenaikan atau penurunan. Contoh pola tumbuh adalah anak mengurutkan balok yang pendek ke balok yang lebih tinggi, dari jumlahnya yang sedikit menjadi banyak. 3) Pola Simetris (Symmetrical Pattern) Pola simetris adalah hasil dari pencerminan dan rotasi dari suatu benda atau bentuk. Pola simetris dapat dijumpai di alam seperti daun, sayap kupu-kupu. Dapat juga ditemui pada pola buatan manusia seperti ubin. Pola simetris tidak hanya berupa bentuk namun juga warna, misal merah – kuning – kuning - merah (ABBA). Warren
dan
Miller
(2010:
594)
mengemukakan
dalam
penelitiannya “Patterning activities that children commonly experience in the early years involve repeating patterns and growing patterns”. Kegiatan terkait kemampuan mengurutkan pola yang sering anak usia dini lakukan adalah melibatkan pola berulang dan pola berkembang.
Anak-anak
mengeksplorasi
pengulangan
sederhana
menggunakan bentuk, warna, gerakan, rasa, dan suara. Biasanya anak
10 diminta untuk menyalin dan melanjutkan pola dan menemukan unsurunsur yang hilang dalam suatu pola. Berdasarkan pada pendapat ahli di atas, pada pola-pola tersebut mempunyai beberapa jenis pola yaitu pola berulang, pola yang berkembang dan pola simetris. Dalam beberapa jenis pola tersebut dapat diajarkan pada anak usia dini melalui kegiatan yang sesuai dengan perkembangan anak. Jenis pola yang sering diajarkan pada anak usia dini adala pola berulang dan pola tumbuh. Pada penelitian ini, pola yang digunakan adalah pola berulang, pola tumbuh/ berkembang dan pola simetris. Masing – masing kegiatan yang digunakan untuk meningkatkan kemampuan mengurutkan pola bentuk geometri menggunakan ketiga pola tersebut. Pola berulang misalnya lingkaran – segitiga – segiempat – segilima - lingkaran – segitiga – segiempat – segilima. Pola berkembang/ tumbuh yang mengalami kenaikan misalnya mengurutkan segitiga dari yang paling kecil ke segitiga yang paling besar sedangkan pola berkembang/ tumbuh yang mengalami penurunan misalnya mengurutkan lingkaran dari yang paling besar ke lingkaran yang paling kecil. Pola simetris misalnya segiempat – segilima – segilima – segiempat – segiempat – segilima.
d. Manfaat Mengurutkan Pola Kemampuan untuk mengenal pola akan membantu anak – anak mengembangkan keterampilan yang bisa dipakai dalam menyortir, menggolongkan, mengidentifikasi bentuk – bentuk, dan membuat grafik (Seefeldt dan Wasik, 2008: 388). Jamaris (2014: 84) berpendapat bahwa “Pemahaman terhadap pola membantu anak dalam memahami hubungan – hubungan yang ada di antara objek, bentuk, dan bilangan yang telah dikombinasikan ke dalam pola – pola tertentu. Pemahaman terhadap pola dapat berfungsi sebagai kemampuan dasar dalam bidang matematika, sains, dan aksara.
11 Menurut Smith dan Price (2012: 91) menyatakan pendapatnya mengenai mandapat dari mengurutkan pola, yaitu : Many activities through which children explore concepts of pattern lend them selves to more than one aspect of pattern. The children’s own explorations of sequence and pattern will take them into art, music and movement experiences as well as more mathematical ones shape and number patterns. The concepts associated with order, sequence and pattern the valid in all these areas. Pendapat tersebut menyatakan bahwa konsep pola dapat dipelajari oleh anak – anak melalui kegiatan mengeksplorasi. Kegiatan eksplorasi tersebut akan membawa anak untuk belajar mengenai seni yang teratur, musik yang ritmis dan pengalaman gerakan yang dinamis, serta anak dapat belajar matematis mengenai pola bentuk dan pola bilangan. Mereka juga belajar untuk menggunakan bahasa matematika pola, seperti sama, tidak sama, sebelumnya, maupun selanjutnya. Selain itu, konsep pola yang berkaitan dengan keteraturan urutan dapat mengajarkan anak untuk bersikap teratur dalam semua bidang. Berdasarkan beberapa pendapat di atas mengenai manfaat mengurutkan pola, dapat disimpulkan bahwa dengan belajar mengurutkan pola
dapat
meningkatkan
kemampuan
dasar
matematika
dalam
keterampilan mengidentifikasi, menggolongkan, memahami hubungan antarobjek, mengembangkan keteraturan urutan pola yang dinamis serta mengajarkan kepada anak untuk bersikap teratur dalam semua bidang.
e. Perkembangan Mengurutkan Pola pada Anak Usia Dini Perkembangan kemampuan mengurutkan pola telah berkembang dalam diri seseorang sejak seseorang masih bayi. Kemampuan mengurutkan pola merupakan kemampuan bawaan yang ada dalam diri anak. Pendapat ini didukung oleh Sarama dan Clement yang menyatakan bahwa “more recent research concludes that recognition of pattern is innate in young children” (Smith dan Price, 2012: 85). Pendapat tersebut menunjukkan bahwa penelitian terbaru mengenai pola juga menyimpulkan bahwa pola merupakan kemampuan bawaan yang ada pada diri seorang
12 anak yang sudah ada semenjak seseorang masih bayi dan berkembang sejak
anak
berinteraksi
dengan
lingkungannya.
Perkembangan
mengurutkan pola dijelaskan oleh Smith dan Price (2012: 86) sebagai berikut : 1) Bayi Bayi merupakan tahap paling awal mengenal pola dalam hidup mereka. Pada awalnya, mereka mengamati dua objek yang terpisah satu sama lain. Seperti anak tangga dari ranjang mereka, atau penataan furnitur di kamar tidur mereka. Mereka akan mengenali pola di kain maupun wallpaper kamar mereka, selain itu pola suara salam sajak, lagu, dan musik yang akrab terdengar oleh telinga mereka. Mereka juga akan mengenali gerakan – gerakan kebiasaan, seperti pintu yang terbuka diikuti oleh ibu mereka yang memasuki ruangan, dan kemudian diberi makan. 2) Usia 2 – 3 Tahun Pada usia ini anak akan mengenali dan menggunakan simetri reflektif, misalnya dalam membangun sebuah konstruksi dengan balok, mereka mungkin menempatkan satu menara di setiap sisi benteng, tetapi tidak dapat membalik urutan yang lebih kompleks dari objek, seperti membalikkan merah, biru, hijau, kuning ke kuning, hijau, biru, merah. Pada usia ini, anak dapat digambarkan sebagai pra pembuat pola, yaitu anak mulai mendeteksi dan menggunakan pola permainan mereka secara naluriah dalam kehidupan sehari – hari tetapi tidak memiliki kesadaran untuk menghasilkan pola secara sadar. 3) Usia 3 – 5 Tahun Pada usia tiga sampai lima tahun, anak – anak dapat mengenali dan mungkin mulai berbicara tentang pola sederhana. Mereka mulai membuat pola ketika bermain, tetapi tidak sering menggambarkan apa yang mereka lakukan. Mereka bereksperimen dengan unsur – unsur dasar dari pola termasuk warna, posisi, dan bentuk yang dikombinasi dalam memproduksi dan pengulangan. Mereka bereksperimen dengan
13 menggunakan papan pasak, mereka memulai dengan menggunakan pusat, sudut dan titik tengah untuk membuat pola simetris. Pada saat yang sama, penguasaan organisasi warna berkembang sehingga mereka dapat membuat pola sederhana, seperti : a) Membuat rantai dengan memperhatikan kelompok warna, tetapi dengan jumlah yang masih acak misalnya 3 manik – manik hijau, 5 merah, 4 kuning. b) Membuat rantai dengan kelompok yang sama 3 hijau, 3 merah, 3 kuning. c) Membuat alternatif dua atau lebih warna tetapi dengan jumlah yang berbeda misalnya 3 merah, 5 kuning, 2 merah, 6 kuning. d) Membuat pola dengan warna bergantian dan kelompok serupa ukuran misalnya 3 merah, 3 kuning, 3 merah, 3 kuning. Mereka membuat berbagai macam pola dengan menggunakan benda – benda di sekitar mereka yaitu manik – manik, papan pasak, ubin, bentuk, dll. Anak – anak terdorong untuk mendiskusikan kreasi mereka bersama – sama dalam membuat pola. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kemampuan mengurutkan pola pada anak usia ini berkembang sesuai dengan usia dan tahap kematangan anak. Kemampuan mengurutkan pola berkembang sejak bayi melalui interaksi dengan lingkungan dan berkembang melalui tahapan – tahapan yang kemudian akan menjadi suatu kebiasaan sehngga mereka akan mulai memahami pola. Kemampuan mengurutkan pola sederhana berkembangan dengan baik ketika anak memasuki usia 5 tahun. Pada usia tersebut, anak mulai dapat membuat pola – pola sederhana dengan benda – benda yang ada di lingkungannya.
f. Pembelajaran Mengurutkan Pola untuk Anak Usia Dini Pada usia empat tahun, anak – anak dapat menyelesaikan pola sederhana (misalnya ABABABAB) dengan unsur – unsur yang hilang dan memahami urutan pola konstan berikutnya. Antara usia empat dan lima
14 tahun anak dapat belajar untuk memperpanjang pola sederhana yang dimulai dengan contoh dari orang lain dan menyalin pola tersebut tanpa memperhatikan pola asli yang dibuat orang lain. Pada usia lima tahun, mereka mulai memperluas pola yang lebih kompleks termasuk dengan elemen berulang (misalnya ABBCABBC), tetapi Garrick mengemukakan bahwa anak usia 4 – 5 tahun pada penelitiannya, anak sulit untuk menggambarkan dan menjelaskan bagaimana pola diciptakan (Smith dan Price, 2012: 87). Berhubungan dengan hal tersebut, menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 58 Tahun 2009 mengenai Standar Pendidikan Anak Usia Dini, tingkat perkembangan konsep matematika yang memuat pencapaian anak tentang konsep pengenalan pola disajikan dalam tabel 2.1. Tabel 2.1 Tingkat Pencapaian Perkembangan Matematika Lingkup
Usia 5 - <6 tahun
Perkembangan Konsep bentuk,
1. Mengenal perbedaan berdasarkan ukuran
warna, ukuran, dan
“lebih dari”; “kurang dari”; dan “paling /
pola
ter”. 2. Mengklasifikasikan benda berdasarkan warna, bentuk, dan ukuran (3 variasi). 3. Mengklasifikasikan benda yang lebih banyak ke dalam kelompok yang sama atau kelompok yang sejenis, atau kelompok berpasangan yang lebih dari 2 variasi. 4. Mengenal pola ABCD – ABCD 5. Mengurutkan benda berdasarkan ukuran dari paling kecil ke paling besar atau sebaliknya.
15 Berdasarkan tabel di atas, pengenalan konsep pola yang diberikan kepada anak TK khususnya kelompok B sebagai objek penelitian yaitu dengan mengajarkan konsep pola sederhana ABCD - ABCD yang harus memperhatikan tingkat perkembangan anak dan tidak lepas dari karakteristik anak yang masih berpikir secara konkret ke abstrak. Kunci
untuk
mengajarkan
pola,
anak
harus
mampu
mengidentifikasi persamaan dan perbedaan antara objek yang digunakan dalam membentuk pola, yaitu objek apa yang berada sebelumnya, dan objek apa yang digunakan setelahnya. Oleh karena itu anak harus bisa menguasai kemampuan matematika dalam menyortir, menggolongkan, mengidentifikasi objek benda. Menurut Smith dan Price (2012: 88), kunci untuk meningkatkan kemampuan mengurutkan pola adalah anak dapat memahami persamaan dan perbedaan objek, yang dijabarkan sebagai berikut : 1) Warna Pengamatan mengenai balok warna akan mendorong anak – anak untuk mencatat urutan warna. Ketika anak – anak melukis, mereka dapat membuat desain bergaris, misalnya, merah kemudian biru kemudian hijau. Ketika anak – anak melakukan kunjungan ke kebun binatang mereka mungkin melihat zebra dengan bergantian garis hitam dan
putih.
Pengalaman
ini
menawarkan
kesempatan
untuk
mendiskusikan apa yang dilihat dan menggambarkan urutan warna, yang membantu anak – anak untuk memahami secara teratur, pola berulang. 2) Bentuk Ketika membuat kalung manik – manik, anak – anak didorong untuk melihat bentuk manik – manik. Dalam bermain pasir, mereka mungkin menggunakan dua wadah yang berbeda untuk membuat istana pasir dengan atributnya. Ketika membangun dengan balok atau benda konstruksi lainnya, anak – anak dapat membuat pola berulang dengan balok, mengamati apa yang mereka gunakan dan memeriksa apakah
16 bangunan mereka konsisten sesuai dengan pola yang mereka inginkan. Hal ini menunjukkan bahwa mereka menggunakan kerangka dan pengulangan dalam membangun pola mereka. 3) Ukuran Anak dapat membandingkan ukuran benda satu dengan benda yang lain, apakah lebih panjang atau lebih pendek, maupun sama ukurannya. Penggunaan bahasa yang akan membantu anak – anak untuk mengenali perintah, misalnya ketika membuat pola dari batang es krim anak – anak dapat membuat pola lagi dengan perintah pendek, panjang, panjang, pendek, .....dan menjelaskan posisi mereka dalam urutan. Bila menggunakan alat perkusi, anak – anak dapat didorong untuk membuat pola berulang dari suara keras dan suara lembut dan mendengarkan pola masing – masing. 4) Tekstur Beberapa kain beludru bertekstur atau wallpaper bertekstur memiliki pola yang berbeda yang dibuat dengan bergantian daerah naik dan datar. Bila menggunakan potongan kain, mungkin untuk membungkus boneka, anak dapat didorong untuk mengamati kain dan berbicara tentang apa yang mereka lihat dan rasakan, dari pengalaman tersebut anak mempelajari pola berdasarkan perbedaan teksturnya. 5) Posisi Gerakan anak sendiri dapat menjadi pola saat anak diperintahkan membentuk suatu posisi, seperti jinjit, jongkok, jinjit tinggi – tinggi, jongkok mendekam rendah, peregangan tinggi – tinggi, jongkok lagi. Mereka dapat memahami pola dengan membuat gerakan yang diperintahkan, mungkin pada waktunya untuk pola suara yang dibuat dengan alat musik perkusi, dan mengamati satu sama lain. Bila menggunakan papan pasak mereka dapat fokus pada pusat, sudut dan titik tengah di setiap sisi menunjukkan pemahaman tentang posisi.
17 6) Kuantitas Mengenai kuantitas mungkin terjadi selama anak – anak bermain. Mereka mungkin membuat menara dari empat batu bata, kemudian diikuti oleh menara dari tiga batu bata, kemudian dilanjutkan dengan menara dari empat batu bata dan sebagainya. Anak belajar untuk membandingkan jumlah, bahwa tiga adalah salah satu kurang dari empat, dan mengidentifikasi bahwa setelah tiga kemudian empat, berikutnya tiga lagi. Demikian pula, dalam gerakan, anak – anak dapat membuat dua lompatan dan langkah, dua melompat dan langkah, dan sebagainya. Dengan mengamati satu sama lain mereka dapat melihat dan menggambarkan gerakan dan membandingkan kuantitas. Menurut Warren dan Cooper (2006) ada dua jenis utama dari pola bahwa anak – anak mengeksplorasi di tahun – tahun awal : pola berulang dan pola tumbuh. Pola berulang merupakan pola yang terbentuk dari pengulangan dengan urutan yang sama (Smith dan Price, 2012: 83). Papic (2007) menambahkan beberapa macam bentuk pola yang termasuk dari pola berulang, antara lain : (1) pola bentuk Linear, pola biasanya ditampilkan dalam bentuk linear seperti garis lurus. Pola linear dapat memperpanjang ke arah yang berbeda dan dapat diulang jauh. Pengulangan sederhana seperti ABABAB adalah contoh khas pola linear di mana elemen pola diduplikasikan horizontal, vertikal atau miring; (2) Pola bentuk cyclic, bentuk pola ini tidak memiliki awal yang jelas, biasanya pada anak dengan membuat kalung manik – manik atau gelang manik – manik; (3) Pola bentuk hopscotch, bentuk pola ini dapat membantu mengeksplorasi kemampuan anak untuk menyelidiki perubahan orientasi dari pola dan keterampilan transformasi anak – anak, biasanya pada anak dengan keguatan membuat menara dengan menggunakan lego. Sedangkan pola tumbuh merupakan pola yang diurutkan melalui penambahan atau pengurangan secara sistematik (Papic, 2007). Pola tumbuh contohnya dengan melanjutkan segitiga pola pertumbuhan angka “1, 3, 6” yang disajikan sebagai pola titik segitiga.
18 Berdasarkan penjabaran di atas, dalam penelitian yang akan dilakukan terfokus pada peningkatan kemampuan mengurutkan pola bentuk geometri ABCD ABCD yang sesuai dengan usia anak kelompok B yaitu 5 – 6 tahun. Lingkup persamaan dan perbedaan yang akan ditekankan dalam penelitian ini adalah persamaan dan perbedaan pada bentuk geometri agar mempermudah anak dalam mempelajari pola bentuk geometri sehingga kemampuan mengurutkan pola bentuk geometri pada anak dapat meningkat. Selain itu, persamaan dan perbedaan pada bentuk geometri lebih mudah dipahami anak usia 5 – 6 tahun. Penjelasan bentuk – bentuk jenis pola di atas akan digunakan terutama dengan menggunakan jenis pola
berulang dalam
penelitian meningkatkan kemampuan
mengurutkan pola bentuk geometri pada anak kelompok B BA Aisyiyah Sanggrahan.
g. Pengertian Kemampuan Mengurutkan Pola Bentuk Geometri Geometri berasal dari bahasa Yunani yaitu geo yang artinya bumi dan metria yang artinya pengukuran. Geometri adalah cabang Matematika yang pertama kali diperkenalkan oleh Thales (624-547 SM) yang berkenaan dengan relasi ruang. Dari pengalaman, atau intuisi, kita mencirikan ruang dengan kualitas fundamental tertentu, yang disebut aksioma dalam geometri. Aksioma demikian tidak berlaku terhadap pembuktian, tetapi dapat digunakan bersama dengan definisi matematika untuk
titik,
garis
lurus,
kurva,
permukaan
dan
ruang
untuk
menggambarkan kesimpulan logis. Menurut Plato (Haryono, 2014: 27), geometri merupakan suatu ilmu yang dengan akal sehat membuktikan proposisi abstrak mengenai hal – hal abstrak seperti, garis lurus, segitiga, segi empat, lingkaran, benda empat dimensi dan lain sebagainya. Plato juga menambahkan pendapatnya bahwa bentuk – bentuk geometri abstrak tersebut dianggap lebih nyata daripada benda – benda fisik biasa yang melukiskan bentuk – bentuk benda secara tidak sempurna.
19 Geometri merupakan salah satu konsep matematika yang diajarkan kepada anak usia dini. Geometri untuk anak usia dini yaitu mengenal bentuk, luas, volume, dan area (Suyanto, 2005: 58). Ibnu Khaldun (Haryono, 2014: 99) juga mengemukakan pendapatnya mengenai geometri, geometri membuat akal manusia bercahaya dan mendudukan pikiran seseorang menjadi benar, sebab semua buktinya sangat jelas dan sistematis. Hampir tidak pernah ada kesalahan dalam pemikiran geometris, karena geometri benar – benar tertib dan teratur. Dari beberapa definisi geometri di atas dapat disimpulkan bahwa geometri adalah salah satu cabang Matematika yang mempelajari tentang bentuk, ruang, komposisi beserta sifat - sifatnya, ukuran-ukurannya dan hubungan antara yang satu dengan yang lain. Berdasarkan penjabaran di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan mengurutkan pola bentuk geometri adalah potensi yang dimiliki seseorang untuk menyusun bentuk, ruang, komposisi beserta sifat – sifat, ukuran – ukurannya dan hubungan antara yang satu dengan yang lain yang dilakukan secara berulang dengan mengacu pada aturan tertentu dan minimal menggunakan dua elemen yang diulang. h. Macam – macam Bentuk Geometri Pada buku Pembelajaran Matematika Realistik yang disusun oleh Tarigan (2006: 63 - 80) terdapat dua macam geometri, yakni: 1) Bangun Datar Adalah bangun yang rata dan mempunyai dua dimensi yaitu panjang dan lebar tetapi tidak mempunyai tinggi dan tebal. Dalam kehidupan sehari-hari, mengambil contoh bangun datar harus mengabaikan ketebalannya (seolah - olah tidak mempunyai 15 ketebalan) karena pada dasarnya kebanyakan benda di sekitar setipis apapun kalau dilakukakan penelitian pasti mempunyai ketebalan. Seperti selembar kertas atau koran.
20 Bangun datar ditinjau dari segi sisinya dapat digolongkan menjadi dua, yakni bangun datar bersisi lengkung (lingkaran dan elips) dan lurus (segitiga, segiempat, segilima, segienam). 2) Bangun Ruang Menurut Tarigan (2006: 63 - 80), bangun ruang adalah bangun yang rata dan mempunyai tiga dimensi yaitu panjang, lebar, dan tinggi. Banyak benda di sekitar yang bisa disebut bangun ruang, misalnya almari yang berbentuk balok, kotak kapur yang berbentuk kubus, kaleng yang berbentuk tabung dan sebagainya. Berikut nama-nama khusus bangun ruang, kubus, balok, tabung, limas, prisma, kerucut, dan bola. Dari beberapa bentuk yang telah dijabarkan di atas, tidak semua bentuk harus anak pahami. Ada beberapa bentuk yang penting dipahami anak sebagai dasar pemahaman bentuk geometri seperti yang tercantum pada kurikulum pada jenjang taman kanak-kanak serta media yang ada untuk anak TK. Bentuk yang perlu dipahami anak dalam penelitian ini antara lain: Bangun datar (segiempat, segitiga, segilima, lingkaran).
i. Pelaksanaan Pembelajaran Pemahaman Bentuk Geometri Mengenal bentuk geometri, dapat dimulai dengan kegiatan sederhana sejak anak masih bayi, misalnya dengan menggantung berbagai bentuk geometri berbagai warna. Bagi anak yang lebih besar, 2 – 3 tahun yang telah mahir berbicara, ajaklah membandingkan betapa perbedaan begitu menyolok antara bentuk oval, trapesium, segiempat dan lingkaran. Atau dapat pula dengan permainan mengelompokkan (Sujiono, 2009: 187). Pelaksanaan pembelajaran anak yang baik apabila berdasar pada tahap perkembangan anak dalam memahami materi bentuk. Hal ini dimaksudkan agar bentuk geometri dapat dipahami anak dengan mudah dan dapat menggunakan variasi kegiatan agar lebih optimal. Berikut
21 tahapan pembelajaran pemahaman bentuk geometri yang dibedakan menjadi beberapa tahapan berdasar pada usia pebelajar atau siswa. Tarigan (2006: 62) mengutip simpulan Van Hiele menyatakan bahwa terdapat lima tahap pembelajaran pemahaman bentuk geometri: 1) Tahap Pengenalan Anak mulai mengenal suatu bentuk geometri secara keseluruhan. Namun, anak belum mengetahui sifat-sifat dari bentuk geometri yang dilihat. Sesuai dengan karakteristik anak usia dini yang masih berpikir secara global atau keseluruhan. Jadi ketika anak melihat/ mengamati suatu objek, anak belum melihat secara detail. Misalnya, ketika anak melihat suatu bentuk kubus, anak belum mengetahui sifat-sifat atau keteraturan yang dimiliki bentuk kubus. Anak melihat keseluruhan bentuk, yakni berbentuk kotak seperti kardus. Anak belum memahami adanya sudut - sudut, jumlah rusuk, dan sisi. Bahkan antara kubus dan balok anak masih kesulitan membedakannya. 2) Tahap Analisis Anak mulai mengenal sifat-sifat yang dimiliki benda geometri yang diamati. Anak sudah mampu menyebutkan aturan yang terdapat pada benda geometri tersebut. Misalnya saat anak mengamati bentuk persegi panjang, anak telah mengetahui bahwa dalam bentuk persegi panjang terdapat dua pasang sisi yang berhadapan dan kedua pasang sisi tersebut saling jajar. Pada tahap ini anak belum mampu mengetahui hubungan yang terkait antara suatu benda geometri dengan benda geometri lainnya. 3) Tahap Pengurutan Siswa sudah mampu melakukan penarikan kesimpulan. Namun kemampuan ini belum berkembang secara penuh. Pada tahap ini siswa sudah mampu mengurutkan. Misalnya, anak sudah mengenal bahwa persegi adalah jajar genjang; belah ketupat adalah layang-layang. Oleh sebab itu, guru perlu menggunakan teknik/ metode tertentu baik
22 dengan media atau non media dalam mengajarkan konsep geometri pada tahap ini. 4) Tahap Deduksi Siswa sudah mampu berpikir deduktif, yakni penarikan kesimpulan dari hal umum menuju hal yang khusus. Misal, dalam pembuktian segitiga sama dan sebangun, seperti sudut - sudut, sisi-sisi, atau sudutsisi-sudut dapat dipahami namun belum mengerti mengapa dapat dijadikan langkah untuk membuktikan dua segitiga sama dan sebangun (kongruen). 5) Tahap Akurasi Pada tahap ini anak sudah mampu menyadari pentingnya ketepatan dari prinsip dasar yang melandasi suatu pembuktian. Tahap akurasi dapat dikatakan tahap berpikir tinggi, rumit, dan kompleks. Siswa SMA belum semua mampu mencapai tahap berpikir akurasi. Dari kelima tahap pembelajaran geometri yang disampaikan Van Hiele, anak usia 5 - 6 tahun atau prasekolah berada pada tahap pengenalan, pemahaman konsep geometri pada anak usia 5 - 6 tahun baru mencapai tingkat pengenalan suatu bentuk geometri secara keseluruhan dan belum bisa mengetahui sifat-sifat bentuk geometri lebih dalam. Pada sumber lain, De Walle (2008: 151) mengutip simpulan Van Hiele menyebutkan bahwa tingkatan pemikiran geometris pada anak usia dini/ prasekolah adalah level 0/ tingkatan dasar yang biasanya disebut level visualisasi. Berikut beberapa indikator pemikiran level 0: 1) Objek pemikiran berupa bentuk-bentuk dan bagaimana rupa mereka. 2) Anak mengenal dan menamakan bentuk berdasar pada karakteristik luas dan tampilan bentuk. 3) Anak dapat menjelaskan sifat bentuk, tetapi sifat-sifat tersebut tidak terpisahkan dari bentuk sebenarnya. 4) Memilih dan mengklasifikasi bentuk berdasar wujud dan tampilannya. Morrison (2012: 267) menambahkan pendapat dari Van Hiele, bahwa perkembangan bentuk geometri anak usia taman kanak-kanak
23 adalah sebagai berikut, dapat mengidentifikasi bentuk, menamai bentuk, menggambarkan berbagai wujud atau bentuk, dapat membedakan bentuk yang disajikan dengan berbagai cara (ukuran dan orientasi yang berbeda beda), dapat memadukan pemahaman antara geometri pengukuran - angka, meniru objek di lingkungan mereka dan membuat objek dengan lebih kompleks, dan mencipta arah dan navigasi sederhana (jalan sepuluh langkah). Dari ketiga tahap atau tingkat pemahaman bentuk geometri yang disampaikan, tampak banyak indikator yang dapat dijadikan dasar bagi pendidik untuk menilai/ mengukur tingkat pemahaman bentuk geometri anak. Ketiga tahap pemahaman bentuk geometri di atas, terangkum pada indikator yang terdapat dalam Kurikulum Taman Kanak-kanak yang diterbitkan oleh Kementerian Pendidikan Nasional (2010: 10), bahwa pada anak Kelompok B atau anak yang berusia 5 - 6 tahun khususnya dalam lingkup pemahaman bentuk, anak mampu : 1) Menunjuk dan mencari sebanyak - banyaknya benda yang mempunyai bentuk menurut ciri-ciri tertentu. Menunjuk dalam KBBI dapat diartikan sebagai upaya memperlihatkan, menerangkan.
Sedangkan
mencari
diartikan
sebagai
upaya
menemukan. Jadi, indikator ini dapat diartikan sebagai upaya untuk memperlihatkan,
menerangkan,
serta
menemukan
sebanyak
-
banyaknya benda yang mempunyai bentuk menurut ciri – ciri tertentu. 2) Mengelompokkan benda tiga dimensi (benda-benda sebenarnya) yang berbentuk geometri (lingkaran, segitiga, segiempat). Mengelompokkan dalam KBBI dapat diartikan sebagai upaya membagi menjadi beberapa kelompok. Dengan indikator tahapan pemahaman bentuk geometri yang sudah terangkum pada kurikulum TK di atas akan memudahkan guru dalam mengukur pemahaman bentuk geometri anak usia dini. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pemahaman konsep geometri anak usia dini adalah suatu kemampuan individu atau anak menunjuk dan mencari sebanyak -
24 banyaknya benda yang mempunyai bentuk menurut ciri-ciri tertentu dan mengelompokkan benda tiga dimensi (benda - benda sebenarnya) yang berbentuk geometri (lingkaran, segitiga, segiempat). Berdasarkan pada tahap-tahap pembelajaran bentuk geometri yang telah disampaikan di atas dapat dilaksanakan langkah-langkah pembelajaran pada penelitian ini yang sistematis atau berurutan, sesuai dangan pernyataan Seefeldt dan Wasik (2008: 398 - 399) merangkum pernyataan dari pendapat para ahli bahwa dalam upaya membangun pemahaman bentuk geometri pada anak dapat dimulai dengan : 1) Mengidentifikasi
bentuk
-
bentuk
yaitu
dengan
mengenal,
menyebutkan ciri, dan membedakan bentuk geometri baik yang bidang datar ataupun bangun ruang. 2) Menyelidiki bangunan yaitu memperhatikan suatu bangunan ataupun suatu rangkaian dari berbagai bentuk. Menyebutkan berbagai bentuk yang terdapat dalam bangunan atau rangkaian tersebut. 3) Memisahkan gambar - gambar biasa (seperti segi empat, lingkaran segitiga). Setelah dapat mengamati suatu rangkaian atau bangunan, maka langkah selanjutnya siswa diajarkan untuk memisahkan gambar sesuai dengan bentuk yang diharapkan. 4) Mengungkapkan letak di bawah, di atas, kanan, kiri. Hal ini berkaitan dengan konsep ruang. Penekanan metode mengingat materi yang telah disampaikan masih banyak diterapkan oleh guru yang masih menganut pembelajaran tradisional. Guru juga memberikan tugas secara terus menerus hingga anak menguasai pengetahuan yang telah diterimanya, serta guru jarang melaksanakan kegiatan yang menarik bagi anak. Berbeda dengan pembelajaran model tradisional, pembelajaran modern yang mengikuti perkembangan zaman (Oemar Hamalik, 2009: 60) menyebutkan bahwa guru akan melibatkan partisipasi anak dalam kegiatan pembelajaran. Guru bertugas sebagai pembimbing dan pengarah kegiatan pembelajaran anak dengan cara
bekerjasama
serta
menyediakan
25 lingkungan yang bermakna, melatih anak melaksanakan apa yang telah dipelajari, dan menyediakan tantangan - tantangan yang mendorong mereka memperoleh kemajuan. Dengan demikian, pembelajaran modern saat ini berusaha melayani kebutuhan anak dengan melaksanakan kegiatan pembelajaran yang menarik menggunakan metode dan media yang bervariasi. Sejalan dengan pernyataan di atas, pelaksanaan pembelajaran pemahaman bentuk geometri dalam penelitian ini dihubungkan dengan benda-benda konkret yang ada disekitar anak. Hal itu diperkuat oleh pernyataan Sudaryanti (2006: 36), bahwa dalam membantu anak untuk memahami bentuk geometri yang bersifat abstrak sebaiknya menggunakan benda-benda konkret yang sudah dikenal anak. Ide merupakan dunia ideal yang terdapat pada manusia, misalnya ide mengenai bentuk segitiga, segitiga hanya satu tetapi dapat ditransformasikan dalam bentuk segitiga yang terbuat dari kayu atau benda lain dengan jumlah lebih dari satu. Guru dapat membantu anak menunjuk dan mencari, serta mengelompokkan benda berbentuk geometri dengan benda - benda disekitar anak, tidak harus menggunakan balok, misalnya, gunung dan papan rambu-rambu lalu intas itu menunjukkan bentuk segitiga; keramik, papan tulis, jendela bisa dikategorikan bentuk segiempat; dan lain sebagainya. Oleh sebab itu, guru diminta kreatif dalam merencanakan pembelajaran konsep geometri sehingga anak dapat dengan mudah memahami bentuk geometri.
2. Hakikat Media Papan Buletin a. Pengertian Media Guru memang bukan satu – satunya sumber belajar walaupun tugas, peranan dan fungsinya dalam proses belajar mengajar sangat penting. Berbicara mengenai proses pembelajaran, ada dua aspek terpenting yaitu aspek pendidikan dan aspek penerima pendidik atau peserta didik. Di dalam pendidikan terjadi sebuah proses yaitu belajar mengajar, di dalam proses belajar mengajar terkadang pendidik
26 membutuhkan suatu hal yang dapat menunjang dalam penyampaian materi pembelajaran
demi
keberhasilan
dalam
pendidikan
yaitu
media
pembelajaran. Kata Media berasal dari bahasa latin dan merupakan bentuk jamak dari “medium” yang secara harfiah berarti “perantara” atau “penyalur”. Dengan demikian media merupakan wahana penyalur informasi belajar atau penyalur – penyalur pesan. Hal tersebut sejalan dengan pengertian media yang dikemukakan oleh Sundayana (2013: 6) “Media merupakan suatu alat atau sejenisnya yang dapat dipergunakan sebagai pembawa pesan”. Bila dihubungkan dengan pembelajaran, Anitah (2009: 124) mengungkapkan bahwa dikatakan media pembelajaran bila segala sesuatu tersebut membawakan pesan untuk suatu tujuan pembelajaran. Sependapat dengan Anitah, Aqib (2013: 50) mendefinisikan bahwa “Media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk penyaluran pesan dan merangsang terjadinya proses belajar pada si pebelajar (siswa)”. Media merupakan suatu bagian terpenting yang tidak terpisahkan dari proses belajar mengajar demi tercapainya tujuan pendidikan dan tujuan pembelajaran (Arsyad , 2004: 2 - 3). Jika dikaitkan dengan pendidikan anak usia dini, Latif, dkk (2013: 152) menjelaskan bahwa media pembelajaran berarti segala sesuatu yang dapat dijadikan bahan (software) dan alat (hardware) untuk bermain yang membuat anak usia dini mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan menentukan sikap. Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa media dalam pembelajaran anak usia dini adalah semua alat yang digunakan untuk menyampaikan pesan/ informasi dari pengajar kepada anak agar anak mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan dan menentukan sikap sehingga dapat mencapai tujuan pembelajaran dan tujuan pendidikan.
27 b. Fungsi Media dalam Proses Pembelajaran Penggunaan media pembelajaran dapat membantu pengajar dalam menyampaikan materi sehingga lebih menarik bagi para anak. Anak akan lebih senang, tertarik, terangsang, dan bersikap positif dengan materi yang akan disampaikan oleh pengajar. Janbuala, et al (2013) melakukan studi tentang media pembelajaran menyatakan: The instructional media used in learning activities plays the significant role in young children learning. At this stage of life, the children will learn effectively through their 5 senses beginning from the surrounded environment and real experiences. Therefore, instructional media or activities should meet their learning behavior to promote the development and from their characteristic, behavior and the growth of physical, mental and intellectual. Artinya, media pembelajaran yang digunakan dalam kegiatan belajar memainkan peran penting untuk belajar anak – anak. Pada tahap kehidupan ini, anak – anak akan belajar secara efektif melalui lima indera mereka mulai dari lingkungan sekitar anak dan pengalaman nyata anak. Oleh karena itu, media pembelajaran atau kegiatan harus memenuhi perilaku belajar mereka untuk mempromosikan pengembangan dan membentuk karakteristik mereka, perilaku dan pertumbuhan fisik, mental dan intelektual. Fungsi utama media pembelajaran adalah sebagai alat bantu mengajar yang turut mempengaruhi iklim, kondisi, dan lingkungan belajar yang ditata dan diciptakan oleh guru”. Untuk tujuan informasi, media pembelajaran dapat digunakan dalam rangka penyajian informasi kepada anak. Selain itu media memiliki banyak fungsi/ kegunaan antara lain untuk mengatasi berbagai hambatan proses komunikasi, sikap positif anak dalam belajar, dan mengatasi keterbatasan fisik kelas (Arsyad, 2004: 15). Sadiman, dkk (2006: 17) juga mengemukakan fungsi media dalam pembelajaran, antara lain: 1) Memperjelas pesan agar tidak terlalu verbalitas.
28 2) Mengatasi keterbatasan ruang, waktu, tenaga, dan daya indra yang meliputi objek yang terlalu besar, objek yang terlalu kecil, gerak yang terlalu lambat atau terlalu cepat, kejadian atau peristiwa yang terjadi di masa lalu, objek yang terlalu kompleks, dan konsep yang terlalu luas. 3) Menimbulkan kegairahan belajar. 4) Memungkinkan interaksi yang lebih langsung antara anak didik dengan lingkungan dan kenyataan. 5) Memberikan perangsang yang sama. 6) Mempersamakan pengalaman 7) Menimbulkan persepsi yang sama. Pendapat Sadiman, dkk di atas diperkuat oleh Daryanto (2012: 9 11) yang menjelaskan tentang fungsi media dalam pembelajaran sebagai berikut : (1) Menyaksikan benda yang ada atau peristiwa yang terjadi pada masa lampau; (2) Mengamati benda atau peristiwa yang sukar dikunjungi; (3) Memperoleh gambaran yang jelas tentang benda atau hal – hal yang sukar diamati secara langsung; (4) Mendengar suara yang sukar ditangkap dengan telinga secara langsung; (5) Mengamati dengan teliti binatang – binatang yang sukar diamatai secara langsung; (6) Mengemati peristiwa – peristiwa yang jarang terjadi atau berbahaya untuk didekati; (7) Mengamati dengan jelas benda – benda yang mudah rusak atau sukar diawetkan; (8) Dengan mudah membandingkan sesuatu; (9) Dapat melihat secara cepat suatu proses yang berlangsung secara lambat; (10) Dapat melihat secara lambat gerakan – gerakan yang berlangsung secara cepat; (11) Mengamati gerakan – gerakan mesin atau alat yang sukar diamati secara langsung; (12) Melihat bagian – bagian yang tersembunyi dari suatu alat; (13) Melihat ringkasan dari suatu rangkaian pengamatan yang panjang atau lama; (14) Dapat menjangkau audien yang besar jumlahnya dan mengamati suatu objek secara serempak; (15) Dapat belajar sesuai dengan kemampuan, minat, dan temponya masing – masing.
29 Penjelasan di atas memberikan informasi dari fungsi media dalam pembelajaran bagi anak yang dapat membantu anak dalam mempelajari materi yang disampaikan guru dengan mudah. Untuk anak usia dini, media dapat membantu anak untuk berpikir konkret terhadap pembelajaran sehingga dengan adanya media dapat mewujudkan pembelajaran yang menyenangkan dan efektif untuk mencapai hasil pembelajaran yang optimal.
c. Karakteristik Media Pembelajaran Media Pembelajaran banyak sekali jenis dan macamnya. Mulai yang paling kecil sederhana dan murah hingga media yang canggih dan mahal harganya. Ada media yang dapat dibuat oleh guru sendiri, ada media yang diproduksi pabrik. Ada media yang sudah tersedia di lingkungan yang langsung dapat kita manfaatkan, ada pula media yang secara khusus sengaja dirancang untuk keperluan pembelajaran. Karakteristik beberapa jenis media yang lazim dipakai dalam kegiatan belajar mengajar menurut Anitah (2009: 7) sebagai berikut : 1) Media Visual Media visual juga disebut media pandang, karena seseorang dapat menghayati media tersebut melalui penglihatannya. Media visual dibedakan menjadi dua, yaitu : media visual yang tidak diproyeksikan (contohnya gambar mati, ilustrasi, karikatur, poster, bagan, diagram, grafik peta datar, realita, spesimen, sketsa, model, dan berbagai jenis papan) dan media visual yang diproyeksikan (contohnya overhead projector (OHP), slide projector (projektor film bingkai), filmstripe projector, opaque projector). 2) Media Audio Media audio merupakan suatu media untuk menyampaikan pesan dari pengirim ke penerima pesan melalui indra pendengar, misalnya open reel – tape recorder, cassette tape recorder, piringan hitam, CD, Radio, MP3.
30 3) Media Audio Visual Melalui media ini, seseorang tidak hanya dapat melihat atau mengamati sesuatu, melainkan sekaligus dapat mendengar sesuatu yang divisualisasikan, diantaranya : slide suara dan televisi. Sejalan dengan Anitah, Sadiman, dkk (2009: 29) mengemukakan karakteristik jenis media yang digunakan dalam pembelajaran dibagi menjadi tiga, antara lain : 1) Media Grafis, yaitu media yang berkaitan dengan indra penglihatan yang terdiri dari gambar/ foto, sketsa, diagram, bagan/ chart, grafik, kartun, poster, peta dan globe, papan flanel, dan papan buletin. 2) Media audio, yaitu media yang berkaitan dengan indra pendengaran yang terdiri dari radio, alat perekam pita magnetik, piringan hitam, dan laboratorium bahasa. 3) Media proyeksi diam (audio - visual) yang terdiri dari film bingkai (slide), film rangkai (flip strip), overhead proyektor, proyektor opaque, tachitoscape, microprojection dengan microfilm. Haney dan Ullaner juga membagi media pembelajaran APE untuk anak menjadi tiga kategori, antara lain : 1) Media yang mampu menyajikan informasi, yang disebut media penyaji. 2) Media yang mengandung informasi yang disebut media objek. 3) Media yang memungkinkan anak untuk berinteraksi yang disebut media interaktif (Aqib, 2009: 50). Berdasarkan penjelasan di atas, ada berbagai macam jenis/ karakteristik media dalam pembelajaran. Guru harus dapat memilih media dalam pembelajaran yang disesuaikan dengan materi yang akan disampaikan, metode yang yang akan digunakan dan tujuan pembelajaran. d. Pemilihan Media Pembelajaran Kriteria utama dalam pemilihan media pembelajaran adalah ketepatan tujuan pembelajaran, artinya dalam menentukan media yang
31 akan digunakan pertimbangannya bahwa media tersebut harus dapat memenuhi kebutuhan atau mencapai tujuan yang diinginkan. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemilihan media ini, diantaranya : 1) Dukungan terhadap isi bahan pelajaran, artinya bahan pelajaran yang sifatnya fakta, prinsip, konsep dan generalisasi, sangat memerlukan bantuan media agar lebih mudah dipahami peserta didik. 2) Kemudahan dalam memperoleh media yang akan digunakan; artinya media yang diperlukan mudah diperoleh. Media grafis umumnya mudah diperoleh bahkan dibuat sendiri oleh guru. 3) Keterampilan guru dalam penggunaannya; apapun jenis media yang diperlukan, syarat utama adalah guru dapat menggunakannya dalam proses pembelajaran. Nilai dan manfaat yang diharapkan bukan pada medianya, tetapi dampak dari penggunaan oleh guru pada saat terjadinya interaksi belajar siswa dengan lingkungannya. 4) Tersedia waktu untuk menggunakannya; sehingga media tersebut dapat bermanfaat bagi siswa selama pembelajaran berlangsung. 5) Sesuai dengan taraf berpikir siswa; memilih media untuk pendidikan dan pengajaran harus sesuai dengan taraf berfikir siswa sehingga makna yang terkandung di dalamnya mudah dipahami oleh siswa. (Sundayana, 2013: 16 - 17) Hal yang perlu pertimbangkan dalam memilih media adalah adanya batasan. Dick, Carey, dan Carey mengemukakan tiga batasan utama yang bisa digunakan untuk menyeleksi media, yang masing – masing bisa menghalangi proses seleksi adalah sebagai berikut: 1) Ketersediaan bahan. Memanfaatkan bahan – bahan pengajaran yang tersedia bisa memfasilitasi penciptaan unit – unit pengajaran. Namun, jika tidak ada bahan yang tepat, maka pendidik harus menciptakan bahan – bahan tersebut. Ini biasanya mengarah pada sebuah produksi batasan. 2) Produksi batasan. Menciptakan kualitas media pengajaran bisa menjadi sesuatu yang mahal, baik dalam hal waktu maupun uang. Pertanyaan
32 utama yang harus dijawab adalah tingkatan kualitas media seperti apa yang bisa diterima? Yaitu, dengan waktu dan biaya yang efisien dan efektif dalam hal pengajaran. 3) Fasilitas pendidik. Kebanyakan bentuk media pengajaran mencakup pemodelan, demonstrasi, implementasi, atau lebih luas lagi adalah fasilitas terhadap pendidik. Jumlah atau kesulitan dari proses fasilitas media
ini
mungkin
menghalangi
kemampuan
guru
untuk
menggunakan media khusus secara efektif (Indriana, 2011: 45). Sukiman (2012: 50 - 51) mengutip simpulan Sudjana dan Rifai memaparkan
bahwa
dalam
memilih
media
sebaiknya
guru
mempertimbangkan kriteria – kriteria sebagai berikut : 1) Ketepatannya dengan tujuan/ kompetensi yang ingin dicapai. 2) Ketepatan untuk mendukung isi pelajaran yang sifatnya fakta, konsep, prinsip, atau generalisasi. 3) Keterampilan guru dalam menggunakannya. 4) Tersedia waktu untuk menggunakannya; sehingga media tersebut dapat bermanfaat bagi peserta didik selama pembelajaran berlangsung. Berdasarkan penjelasan di atas dapat disintesiskan bahwa pemilihan media pembelajaran sangat penting untuk diperhatikan. Pemilihan media harus tepat guna untuk memenuhi kebutuhan perkembangan anak dan dapat mencapai tujuan pembelajaran. e. Syarat – syarat Pembuatan Media untuk Anak Usia Dini Selain pemilihan media, guru juga harus memperhatikan syarat – syarat dalam pembuatan sumber belajar. Aqib (2009: 48 - 50) berpendapat tentang syarat – syarat pembuatan sumber belajar adalah sebagai berikut : 1) Segi edukatif/ nilai – nilai pendidikan a) Kesesuaian dengan program kegiatan belajar/ kurikulum PAUD, b) Kesesuaian dengan didaktik/ metodik (kaidah mengajar), yaitu : sesuai dengan tingkat kemampuan anak, dapat mendorong aktivitas
33 dan kreativitas anak, dan membantu kelancaran dan kegiatan belajar mengajar. 2) Segi teknik/ langkah dan prosedur pembuatan a) Kebenaran, b) Ketelitian (tidak menimbulkan salah konsep), c) Keawetan (kuat dan tahan lama), d) Ketahanan (efektifitasnya tetap walau cuaca berubah), e) Keamanan, f) Ketepatan ukuran, g) Kompatibilitas (keluasan/ fleksibilitas) dari bagian – bagian suatu alat sehingga dapat digunakan dengan alat lain. 3) Segi estetika/ keindahan: a) Bentuk yang elastis, b) Kesesuaian ukuran, c) Warna/ kombinasi warna yang serasi. Indriana (2011: 56) menyatakan bahwa dalam membuat media pengajaran, ada syarat – syarat yang harus dipenuhi. Berikut adalah syarat – syarat tersebut: 1) Rasional, yakni sesuai dengan akal dan mampu dipikirkan oleh penggunanya. 2) Ilmiah, yakni sesuai dengan kaidah – kaidah ilmu pengetahuan. 3) Ekonomis, yakni sesuai dengan kemampuan pembiayaan sehingga lebih hemat dan efisien. 4) Praktis, yaitu dapat digunakan dalam kondisi praktis di sekolah dan bersifat sederhana. Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan bahwa dalam membuat media pembelajaran khususnya untuk anak usia dini, perlu diperhatikan syarat – syarat dalam pembuatan media pembelajaran yaitu rasional, ilmiah, ekonomis, praktis, baik dari segi nilai pendidikan, keindahan, langkah dan prosedur pembuatan.
34 f. Pengertian Papan Buletin Media sangat berperan dalam meningkatkan kualitas pendidikan, termasuk untuk peningkatan kualitas pendidikan matematika. Media papan buletin
dapat
digunakan
untuk
menarik
perhatian
anak
dalam
pembelajaran matematika. Sehingga dapat meningkatkan motivasi dan minat anak dalam belajar khususnya dalam mengurutkan pola bentuk geometri. Oleh karena itu dengan menggunakan media yang tepat dan nyata dapat membantu mempermudah proses kegiatan pembelajaran secara optimal. Menurut Indriana (2011: 62) berpendapat bahwa bulletin board adalah papan biasa tanpa dilapisi kain flanel dan gambar – gambar atau tulisan – tulisannya langsung ditempel ke papan dengan lem atau alat perekat lainnya. Sejalan dengan pendapat di atas, Sadiman mendefinisikan bahwa papan buletin adalah papan yang khusus digunakan untuk mempertunjukkan contoh – contoh pekerjaan siswa, gambar, bagan, poster dan objek dalam bentuk tiga dimensi (Sukiman, 2012: 110). Sanaky memaparkan bahwa papan buletin (bulletin board), berbeda dengan papan flanel. Papan buletin tidak dilapisi kain flanel, tetapi gambar – gambar atau tulisan langsung ditempelkan pada papan tersebut (2011: 63). Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa papan buletin adalah papan yang tidak diberi lapisan kain flanel dan digunakan untuk mempertunjukkan contoh – contoh pekerjaan siswa, gambar, bagan, poster dan objek dalam bentuk tiga dimensi serta menggunakan lem atau alat perekat lainnya untuk menempelkannya.
g. Fungsi Papan Buletin Penggunaan papan buletin di sekolah baik dilakukan oleh setiap guru. Oleh karena itu papan buletin harus mempunyai fungsi pendidikan. Fungsi pendidikan tersebut dapat meningkatkan prestasi belajar anak. Sehingga membantu guru untuk mencapai tujuan pendidikan yang
35 diharapkan. Menurut Sanaky (2011: 63) fungsi papan buletin sebagai berikut: 1) Dapat digunakan untuk menerangkan sesuatu (materi pelajaran, informasi, cerpen, pengumuman, dll). 2) Memberikan kejadian dalam waktu tertentu. 3) Semua bentuk media grafis dapat menggunakan papan buletin, termasuk pesan – pesan yang sifatnya verbal tertulis, seperti: a) Karangan, b) Berita, c) Sajak, cerita – cerita pendek, dan d) Gambar, poster, karikatur, dsb. Sedangkan menurut Wibawa & Mukti (2001: 75) mengemukakan bahwa bulletin board digunakan antara lain: (1) Memberi rangsangan pada konsisi kelas hingga menjadi menarik; (2) Menciptakan kesiapan terutama untuk unit kerja yang baru; (3) Memberi jalan keluar bagi siswa berbakat; (4) Membangkitkan semangat dan moral kelas; (5) Mengembangkan rasa memiliki dan tanggung jawab di antara sesama siswa. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa fungsi papan buletin adalah dapat digunakan untuk menerangkan sesuatu (materi pelajaran, informasi, cerpen, pengumuman, dll), memberikan kejadian dalam waktu tertentu, semua bentuk media grafis dapat menggunakan papan buletin, termasuk pesan – pesan yang sifatnya verbal tertulis, memberi rangsangan pada konsisi kelas hingga menjadi menarik, menciptakan kesiapan terutama untuk unit kerja yang baru, memberi jalan keluar bagi siswa berbakat, membangkitkan semangat dan moral kelas, dan mengembangkan rasa memiliki dan tanggung jawab di antara sesama siswa.
h. Kelebihan dan Kelemahan Papan Buletin Pemilihan media pembelajaran yang terbaik untuk tujuan pembelajaran tertentu bukanlah hal yang mudah. Namun pendidik harus
36 bisa menentukan media pembelajaran yang paling tepat dalam kegiatan pembelajaran. Oleh karena itu pendidik perlu pengetahuan tentang kelebihan dan kelemahan media pembelajaran yang akan digunakan. Papan buletin juga memiliki kelebihan dan kelemahan, sebagai berikut: 1) Kelebihan Papan Buletin Sukiman memaparkan mengenai kelebihan menggunakan papan buletin, yaitu : a) Meningkatkan minat belajar dan berkarya pada diri siswa. b) Menyatukan semangat kelas. c) Mendorong siswa untuk berkarya dan menciptakan produk, berinisiatif memecahkan masalah. d) Sarana berkompetensi (2012: 111). Sedangkan menurut Sanaky (2011: 64), kelebihan papan buletin adalah sebagai berikut: (a) Bahan pelajaran atau informasi lainnya, dapat dipasang di papan buletin; (b) Pebelajar dapat menempelkan hasil karya mereka, berupa : cerpen, artikel, sajak, gambar, karikatur, kartun, poster dan karya – karya lain yang merupakan hasil kreasi dari pebelajar; (c) Dapat digunakan untuk menempelkan suatu informasi atau pengumuman; (d) Memiliki daya tarik dan dapat memotivasi pebelajar untuk berkarya. 2) Kelemahan Papan Buletin Papan buletin sifatnya terbuka, sehingga memiliki kelemahan sebagai berikut: a) Memudahkan orang lain dapat melepas informasi yang tertempel pada papan buletin (bulletin board), baik sengaja ataupun tidak, sementara informasi tersebut penting atau masih dibutuhkan. b) Memudahkan orang lain dapat mencoret – coret atau menambah coretan pada gambar atau tulisan, sehingga merusak keindahan gambar atau informasi yang tertempel di papan buletin (bulletin board). (Sanaky, 2011: 64)
37 Adapun kelemahan menggunakan papan buletin menurut (Sukiman, 2012: 111), yaitu antara lain : a) memerlukan waktu yang lama untuk mempersiapkan materi, b) memerlukan biaya yang mahal untuk mempersiapkannya, dan c) sukar menampilkan pada jarak jauh. Dari pendapat di atas, dapat simpulkan bahwa kelebihan papan buletin adalah meningkatkan minat belajar dan berkarya pada diri siswa, menyatukan semangat kelas, mendorong siswa untuk berkarya dan menciptakan produk, berinisiatif memecahkan masalah, sarana berkompetensi, bahan pelajaran atau informasi lainnya, dapat dipasang di papan buletin, pebelajar dapat menempelkan hasil karya mereka, dan dapat digunakan untuk menempelkan suatu informasi atau pengumuman. Sedangkan
kelemahan
dari
papan
buletin
adalah
memudahkan orang lain dapat melepas informasi yang tertempel pada papan buletin, memudahkan orang lain dapat mencoret – coret atau menambah coretan pada gambar atau tulisan, memerlukan waktu yang lama untuk mempersiapkan materi, memerlukan biaya yang mahal untuk mempersiapkannya, dan sukar menampilkan pada jarak jauh.
i. Penggunaan Media Papan Buletin Papan buletin (bulletin board), banyak digunakan baik di lingkungan sekolah, di rumah – rumah ibadah, maupun di lembaga – lembaga, dan organisasi – organisasi sosial. Sekarang ini, papan buletin, bentuknya telah dimodifikasi dengan dilapisi gabus dan menggunakan paku jarum (paku pines) untuk menempelkan informasi, gambar dan lain – lain. Papan buletin model ini, tidak lagi menggunakan lem, sehingga efektif dan efisien penggunaannya (Sanaky, 2011: 64). Alat ini pada mulanya tidak menjadi bagian integral dari program pembelajaran di sekolah, banyak digunakan untuk menempelkan pengumuman dan informasi yang lain. Sesuai kemajuan ilmu mengajar, alat ini diintegrasikan dengan program pendidikan di sekolah. Alat ini
38 berfungsi untuk menyajikan atau menerangkan sesuatu informasi, dapat dipergunakan untuk mempertunjukkan pekerjaan pebelajar berupa: karangan, berita, cerpen, sajak, gambar, poster, kartun, karikatur, dan objek tiga dimensi yang kecil. Teknik menggunakan bulletin board adalah dengan menggunakan bahan yang aman dan praktis (busa/ spon, paku, penes agar papan tidak kotor), ukuran papan disesuaikan dengan kondisi kelas, gunakan materi yang sudah terkonsep dan sudah dipersiapkan terlebih dahulu. Bulletin board juga cocok digunakan untuk mata pelajaran yang membutuhkan informasi berupa bagan, gambar, diskusi, dan pelajaran – pelajaran yang materinya banyak membutuhkan proses dan tahapan – tahapan. Sesuai untuk menginformasikan hasil karya, hasil pemikiran, hasil diskusi, seperti karangan, sajak, cerpen, artikel, dan mata pelajaran: bahasa Indonesia, Inggris, ekonomi, sosial, dan sebagainya (Sanaky, 2011: 65). Berikut contoh gambar papan buletin yang telah dimodifikasi dengan diberi lapisan gabus:
39 j. Langkah – langkah Penggunaan Media Papan Buletin untuk Meningkatkan Kemampuan Mengurutkan Pola Bentuk Geometri Langkah pertama dalam penggunaan media papan buletin untuk meningkatkan kemampuan mengurutkan pola bentuk geometri adalah menyiapkan perangkat pembelajaran, mulai dari Rencana Kegiatan Harian, Skenario Pembelajaran, hingga media yang akan digunakan dalam pembelajaran. Media papan buletin yang akan digunakan dapat diberi warna serta hiasan tepi yang menarik sesuai dengan tema, kegiatan, tujuan pembelajaran dan lain – lain. Mempersiapkan materi dan media lain yang akan digunakan untuk meningkatkan kemampuan mengurutkan pola bentuk geometri dengan media papan buletin yaitu bentuk – bentuk geometri berukuran besar dari busa hati, bentuk – bentuk geometri berukuran kecil dari kertas cover, bentuk – bentuk geometri berukuran kecil dari busa hati, benang, paku pines, clip, lembar kerja anak, spidol dan lain sebagainya. Siklus I pertemuan I anak diajak memperkirakan urutan berikutnya setelah melihat bentuk lebih dari tiga urutan pola bentuk geometri. Kegiatan pertama anak diminta maju untuk menempelkan urutan bentuk geometri berikutnya dari kertas cover pada papan buletin dengan paku pines. Kemudian anak diminta maju satu per satu sesuai dengan kelompoknya masing – masing untuk menebalkan urutan bentuk geometri dengan spidol. Siklus I pertemuan II anak diajak meniru pola bentuk geometri dengan berbagai benda. Kegiatan pertama yaitu anak diminta maju untuk meniru pola bentuk geometri dengan media kertas cover dengan cara menempelkan kertas cover pada papan buletin dengan paku pines. Kemudian anak diminta maju satu per satu sesuai dengan kelompok masing – masing untuk meniru pola bentuk geometri dengan media spunbond dengan cara menempelkan spunbond pada lembar kerja yang telah dipasang pada papan buletin.
40 Siklus I pertemuan III anak diminta mengerjakan lembar kerja anak yaitu menebalkan urutan pola bentuk geometri berikutnya dan meniru pola bentuk geometri dengan media spunbond. Siklus II pertemuan I anak diajak memperkirakan urutan berikutnya setelah melihat bentuk lebih dari tiga urutan pola bentuk geometri. Kegiatan pertama anak diminta maju untuk menjepit urutan bentuk geometri berikutnya dari busa hati pada papan buletin dengan clip. Kemudian anak diminta maju satu per satu sesuai dengan kelompoknya masing – masing untuk menggunting dan menempelkan urutan bentuk geometri pada lembar kerja yang telah dipasang pada papan buletin. Siklus II pertemuan II anak diajak meniru pola bentuk geometri dengan berbagai benda. Kegiatan pertama yaitu anak diminta maju untuk meniru pola bentuk geometri dengan media busa hati dengan cara menjepit busa hati pada papan buletin dengan clip. Kemudian guru membagi empat kelompok untuk meronce meniru pola bentuk geometri dengan media busa hati. Siklus II pertemuan III anak diminta mengerjakan lembar kerja anak yaitu menggunting urutan pola bentuk geometri berikutnya dan meronce meniru pola bentuk geometri dengan media busa hati.
k. Penelitian yang Relevan Beberapa penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan masalah yang diteliti dapat disampaikan, sebagai berikut: Penelitian yang dilakukan oleh Bethany Rittle Johnson, Emily R. Fyfe, Laura E. McLean, and Katherine L. McEldoon (2013) yang berjudul "Emerging Understanding of Patterning in 4-Years-Old”. Kesimpulan dalam penelitian tersebut adalah kemampuan mengenal konsep pola penting bagi anak karena kegiatan pola menjadi pusat matematika. Penelitian ini mengungkapkan bahwa pengetahuan anak 4 tahun tentang pola berulang pada dua kesempatan. Anak-anak bisa menduplikasi dan memperluas pola, dan beberapa menunjukkan pemahaman yang lebih
41 dalam tentang pola yaitu dengan pola abstrak (menciptakan jenis pola yang sama menggunakan bahan baru). Terdapat sedikit kesamaan pada variabel Y yaitu yaitu kemampuan mengurutkan pola. Sedangkan perbedaannya ada pada variabel X. Penelitian Rahayu (2014), menunjukkan bahwa praktek langsung dapat meningkatkan kemampuan mengenal pola ABCD - ABCD di kelompok B TK Pertiwi 54 Teruman, Bantul, Yogyakarta. Perbedaan pada variabel X yakni praktek langsung. Terdapat sedikit kesamaan variabel Y yaitu peningkatan kemampuan mengenal pola. Perbedaan pada variabel X yakni praktek langsung. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan ketuntasan klasikal dari 25 siswa sebesar 91%. Qotimah
(2014)
menunjukkan
bahwa
media
permainan
manipulatif dapat meningkatkan kemampuan mengurutkan pola pada anak kelompok A TK Al Mukhlishin Tegal Gede Karanganyar. Perbedaan pada variabel X yakni media permainan manipulatif. Terdapat kesamaan variabel Y yaitu kemampuan mengurutkan pola. Hasil penelitian tersebut menunjukkan ketuntasan klasikal dari 18 siswa sebesar 83,33%. Berdasarkan penelitian-penelitian
yang sebelumnya
bahwa
memang mengurutkan pola penting diawal pembelajaran matematika dalam perkembangan kognitifnya. Sehubungan dengan hal tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian ini untuk menunjukkan hubungan media papan buletin dengan kemampuan mengurutkan pola bentuk geometri, sehingga penelitian tersebut dijadikan sebagai acuan oleh peneliti dalam mengadakan penelitian ini.
B.
Kerangka Berpikir
Kegiatan pembelajaran yang dilakukan khususnya untuk mengurutkan pola bentuk geometri melalui media papan buletin pada anak kelompok B BA Aisyiyah Sanggrahan tahun ajaran 2015/ 2016 sampai saat ini menggunakan metode ceramah dan metode bercakap-cakap. Selain itu media yang digunakan untuk pembelajaran mengurutkan pola bentuk geometri adalah kapur tulis dan
42 papan tulis hitam, sehingga menjadikan pembelajaran yang monoton dan anak mudah bosan dan kurang menarik perhatian anak dalam menerima pembelajaran sehingga kemampuan mengurutkan pola bentuk geometri anak masih rendah. Berdasarkan keadaan awal atau kondisi awal tersebut, maka peneliti melakukan
tindakan
untuk
pembelajaran
matematika
khususnya
untuk
meningkatkan kemampuan mengurutkan pola bentuk geometri pada anak kelompok B BA Aisyiyah Sanggrahan tahun ajaran 2015/ 2016 dengan menggunakan media papan buletin. Media merupakan unsur yang penting dalan pembelajaran untuk mengoptimalkan proses pembelajaran agar tercapai tujuan dari pembelajaran. Guru harus mampu memilih media pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan karakteristik pembelajaran yang akan disampaikan serta disesuaikan dengan tingkat perkembangan maupun psikologi peserta didik. Pemilihan media papan buletin merupakan pemilihan yang tepat sebagai media untuk meningkat kemampuan mengurutkan pola bentuk geometri karena dapat membantu guru dalam menerangkan kegiatan dengan menarik, memiliki daya tarik dan dapat memotivasi pebelajar, meningkatkan minat belajar pada diri siswa, dan dapat untuk menempelkan berbagai media 2 ataupun 3 dimensi sekaligus. Papan buletin adalah papan biasa yang tidak diberi lapisan kain flanel dan digunakan untuk mempertunjukkan contoh – contoh pekerjaan siswa, gambar, bagan, poster dan objek dalam bentuk tiga dimensi serta menggunakan lem atau alat perekat lainnya untuk menempelkan. Namun, sekarang papan buletin telah dimodifikasi dengan menggunakan gabus dan paku pines sehingga lebih efisien. Fungsi papan buletin adalah dapat digunakan untuk menerangkan sesuatu (materi pelajaran, informasi, cerpen, pengumuman, dll), memberikan kejadian dalam waktu tertentu, semua bentuk media grafis dapat menggunakan papan buletin, termasuk pesan – pesan yang sifatnya verbal tertulis, memberi rangsangan pada konsisi kelas hingga menjadi menarik, menciptakan kesiapan terutama untuk unit kerja yang baru, memberi jalan keluar bagi siswa berbakat, membangkitkan semangat dan moral kelas, dan mengembangkan rasa memiliki dan tanggung jawab di antara sesama siswa.
43 Adapun kelebihan dari papan buletin adalah bahan pelajaran atau informasi lainnya, dapat dipasang di papan buletin, pebelajar dapat menempelkan hasil karya mereka, berupa : cerpen, artikel, sajak, gambar, karikatur, kartun, poster dan karya – karya lain yang merupakan hasil kreasi dari pebelajar, dapat digunakan untuk menempelkan suatu informasi atau pengumuman, memiliki daya tarik dan dapat memotivasi pebelajar untuk berkarya, meningkatkan minat belajar dan berkarya pada diri siswa, menyatukan semangat kelas, mendorong siswa untuk berkarya dan menciptakan produk, berinisiatif memecahkan masalah, sarana berkompetensi. Kondisi akhir dalam penelitian ini diharapkan dengan menggunakan media papan buletin akan meningkatkan kemampuan mengurutkan pola bentuk geometri pada anak kelompok B BA Aisyiyah Sanggrahan tahun ajaran 2015/ 2016.
44 Berdasarkan uraian di atas dapat digambarkan bagan kerangka berpikir sebagai berikut: Kondisi Awal
Guru masih menggunakan
Kemampuan
motode ceramah dan
mengurutkan
bercakap-cakap dan
pola bentuk
menggunakan media kapur tulis dan papan tulis sehingga
pembelajaran menjadi
geometri masih rendah. Siklus I:
monoton. 1. Perencanaan Pembelajaran
2. Tindakan
mengurutkan pola
3. Observasi
bentuk geometri dengan
Tindakan
papan buletin Dengan menggunakan media papan buletin dapat meningkatkan kemampuan mengurutkan pola bentuk Kondisi Akhir
4. Refleksi
menggunakan media Siklus II: 1. Perencanaan 2. Tindakan 3. Observasi
4. Refleksi
geometri anak kelompok B
Gambar 2.1. Bagan Kerangka Berfikir
C. Hipotesis Tindakan Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir di atas dapat diajukan hipotesis bahwa: melalui penggunaan media papan buletin dapat meningkatkan kemampuan mengurutkan pola bentuk geometri pada anak kelompok B BA Aisyiyah Sanggrahan tahun ajaran 2015/ 2016.