BAB II LANDASAN TEORI A.
Pengertian
A.1. Investasi Investasi adalah komitmen atas sejumlah dana atau sumber dana yang dilakukan pada saat ini dengan tujuan memperoleh keuntungan dimasa yang akan datang (Tandelilin, 2001: 3). Harapan keuntungan di masa yang akan datang merupakan kompensasi atas waktu dan resiko yang terkait dengan keuntungan yang diharapkan. Dalam konteks investasi harapan keuntungan ini sering disebut return (Tandelilin, 2001: 47). Di samping untuk memperoleh keuntungan di masa yang akan datang, ada beberapa tujuan lain dari sebuah investasi (Tandelilin, 2001: 5), yaitu: a. Untuk mendapatkan kehidupan yang lebih layak di masa yang akan datang. b. Mengurangi tekanan inflasi. Dengan melakukan investasi dalam pemilikan perusahaan atau obyek lain, seseorang dapat menghindarkan diri dari risiko penurunan nilai kekayaan atau hak miliknya akibat adanya pengaruh inflasi. c. Untuk menghemat pajak. Beberapa negara di dunia banyak melakukan kebijakan yang bersifat mendorong tumbuhnya investasi masyarakat melalui pemberian fasilitas perpajakan kepada masyarakat yang melakukan investasi pada bidang usaha tertentu.
8
A.2.
Return Saham
A.2.1. Pengertian Saham Saham adalah salah satu bentuk efek yang diperdagangkan dalam pasar modal. Saham merupakan surat berharga sebagai tanda pemilikan atas perusahaan penerbitnya (Ang,1997:11 dalam Farida Wahyu Lusiana, 2010). Saham juga berarti sebagai tanda penyertaan atau pemilikan seorang atau badan dalam suatu perusahaan terbuka (Tjiptono Darmaji dan Hendi M. Fakhrudin, 2001:5 dalam Saniman Widodo, 2007 ). Saham menarik bagi investor karena berbagai alasan. Bagi beberapa investor, membeli saham merupakan cara untuk mendapatkan kekayaan besar (capital gain) yang relatif cepat. Sementara bagi investor yang lain, saham memberikan penghasilan yang berupa deviden. Adapun jenis-jenis saham antara lain saham biasa (common stock) saham preferen (preferren stock) dan saham komulatif preferen (commulative preferren stock) (Riyanto, 1999:240 dalam Farida Wahyu Lusiana 2010). A.2.2. Harga Saham Harga saham merupakan nilai sekarang dari arus kas yang akan diterima oleh pemilik saham dikemudian hari. Menurut (Anoraga,2001 : 100 dalam Farida Wahyu Lusiana,2010) harga saham adalah uang yang dikeluarkan untuk memperoleh bukti penyertaan atau pemilikan suatu perusahaan. Harga saham juga dapat diartikan sebagai harga yang dibentuk dari interaksi para penjual dan pembeli saham yang dilatar belakangi oleh harapan mereka terhadap profit perusahaan, untuk itu investor memerlukan informasi yang berkaitan dengan
9
pembentukan saham tersebut dalam mengambil keputusan untuk menjual atau membeli saham. Surat berharga saham memiliki bermacam-macam bentuk. Menurut Anoraga (2001) macam-macam saham terbagi berdasarkan peralihan kas, berdasarkan hak tagih dan berdasarkan kinerja itu sendiri. A. Berdasarkan peralihan kas 1. Saham atas tunjuk (Bearer Stock) Saham atas tunjuk merupakan jenis saham yang tidak menyertakan nama pemilik dengan tujuan agar saham tersebut dapat dengan mudah dipindahtangankan. 2. Saham atas nama ( Registered Stock) Berbeda
dengan
saham
atas
tunjuk,
saham
atas
nama
mencantumkan nama dari pemilik saham pada lembar saham. Saham atas nama juga dapat dipindahtangankan tetapi harus melalui prosedur tertentu. B. Berdasarkan hak tagih / klaim 1. Saham biasa (Common Stock) Saham biasa adalah jenis saham yang memiliki hak klaim berdasar laba/rugi yang di peroleh perusahaan. Pemegang saham biasa mendapat prioritas paling akhir dalam pembagian deviden dan penjualan asset perusahaan jika terjadi likuidasi.
10
2. Saham preferen (Preffered Stock) Saham preferen adalah saham dengan bagian hasil yang tetap dan apabila perusahaan mengalami kerugian maka pemegang saham preferen akan mendapat prioritas utama dalam pembagian hasil atas penjualan asset. C. Berdasarkan kinerja perusahaan 1. Blue Chip Stock Saham ini merupakan saham unggulan, karena diterbitkan oleh perusahan yang memiliki kinerja yang bagus, sanggup memberikan deviden secara stabil dan konsisten. Perusahaan yang menerbitkan blue chip stock biasanya perusahaan besar yang telah memiliki pangsa pasar tetap. 2. Income Stock Saham ini merupakan saham yang memiliki deviden yang progresif atau besarnya deviden yang di bagikan lebih tinggi dari rata-rata deviden tahun sebelumnya. 3. Growth Stock Merupakan jenis saham yang diterbitkan oleh perusahaan yang memiliki pertumbuhan pendapatan yang tinggi. 4. Speculative Stock Saham jenis ini menghasilkan deviden yang tidak tetap, karena perusahaan yang menerbitkan memiliki pendapatan yang berubah-
11
ubah namun memiliki prospek yang bagus di masa yang akan datang. 5. Counter Sylical Stock Perusahaan yang menerbitkan jenis saham ini adalah jenis perusahaan yang operasionalnya tidak banyak dipengaruhi oleh kondisi ekonomi makro. Perusahaan tersebut biasanya bergerak dalam bidang produksi atau layanan jasa vital. Menurut Robert Ang (1997 : 6.2-6.3) berdasarkan fungsinya nilai dari suatu saham dibedakan menjadi tiga jenis yaitu : a. Par Value (Nilai Nominal ) Nilai nominal adalah nilai yang tercantum pada saham yang bersangkutan yang berfungsi untuk tujuan akuntansi. Nilai nominal suatu saham harus ada dan dicantumkan pada surat berharga saham dalam mata uang rupiah, bukan dalam bentuk mata uang asing. b. Base Price (Harga Dasar) Harga dasar suatu saham erat kaitannya dengan harga pasar suatu saham. Harga dasar dipergunakan didalam perhitungan indeks harga saham. c. Market Price (Harga Pasar) Harga pasar merupakan harga yang paling mudah ditentukan karena harga pasar merupakan harga suatu saham pada pasar yang sedang berlangsung. Apabila pasar suatu efek sudah tutup maka harga pasar
12
adalah adalah harga penutupannya ( closing price). Jadi harga pasar inilah yang menyatakan naik turunnya suatu saham. A.2.3. Return Saham Return saham merupakan hasil yang diperoleh dari investasi. Return dapat berupa return realisasi (realized return) dan return ekspektasi (expected return) (Jogiyanto,2000:107 dalam Saniman Widodo, 2007). Return realisasi merupakan return yang telah terjadi. Return realisasi penting karena dapat digunakan sebagai salah satu pengukuran kinerja perusahaan serta sebagai dasar penentu return ekspektasi dan risiko masa yang akan datang. Return ekspektasi adalah return yang diharapkan akan diperoleh investor dimasa yang akan datang. Berbeda dengan return realisasi yang sifatnya sudah terjadi, return ekspektasi bersifat belum terjadi namun diharapkan akan terjadi. Return merupakan salah satu dasar yang digunakan oleh investor dalam mengambil keputusan investasi karena return merupakan tujuan utama seseorang berinvestasi. Dengan adanya return, diharapkan seseorang akan termotivasi untuk berinvestasi. Return juga merupakan imbalan yang diberikan oleh suatu perusahaan kepada investor atas keberaniannya menanggung risiko atas investasi yang dilakukannya. Return total sering disebut return saham, yaitu perubahan kemakmuran dari perubahan harga saham dan perubahan pendapatan dari dividen yang diterima. Perubahan kemakmuran ini menunjukkan tambahan kekayaan sebelumnya. Pemegang saham dalam investasinya dapat mendapatkan return yang ditawarkan suatu saham dalam bentuk capital gain dan dividen. Capital gain
13
merupakan selisih harga saham sekarang relatif dengan harga saham periode yang lalu. Dividen merupakan keuntungan perusahaan yang dibagikan kepada pemegang saham. Biasanya tidak seluruh keuntungan perusahaan dibagikan kepada pemegang saham, tetapi terdapat bagian yang ditanam kembali. Biasanya dividen yang diterima ditentukan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) perusahaan tersebut. Namun yang perlu diperhatikan adalah bahwa perusahaan tidak selalu membagikan dividen kepada para pemegang saham tetapi bergantung pada kondisi perusahaan itu sendiri. Ini berarti bahwa jika perusahaan mengalami kerugian tentu saja deviden tidak akan dibagikan pada tahun berjalan tersebut. Deviden yang dibagikan dapat berupa deviden tunai maupun dividen saham. A.3.
Analisis Rasio Keuangan
A.3.1. Pengertian Rasio Keuangan Pengertian rasio secara simpel adalah membandingkan antara satu angka dengan angka lainnya yang memberikan suatu makna. Rasio keuangan adalah indeks yang menghubungkan dua angka akuntansi dan diperoleh dengan membagi satu angka dengan angka lainnya (Van Horne dan Wachowicz, 2005). Angkaangka ini berasal dari data dalam laporan keuangan (neraca, laporan laba rugi, dan laporan arus kas). Dari hasil rasio keuangan ini akan terlihat kondisi kesehatan perusahaan yang bersangkutan. Rasio menggambarkan suatu hubungan atau perimbangan (mathematical relationship) antara suatu jumlah tertentu dengan jumlah yang lain (Munawir, 2000:54). Rasio sebenarnya hanyalah alat yang dinyatakan dalam aritmathical terms yang dapat digunakan untuk menjelaskan hubungan antara dua macam data
14
finansial (Bambang Riyanto, 2001:329 dalam Farida Wahyu Lusiana, 2010). Rasio keuangan merupakan suatu informasi yang menggambarkan hubungan antara berbagai macam akun (accounts) dari laporan keuangan yang mencerminkan keadaan keuangan serta hasil operasional perusahaan. Sedangkan studi yang berfungsi untuk mempelajari rasio keuangan tersebut disebut analisa rasio keuangan (financial ratios analysis). Financial ratio analysis ini dapat dibagi atas dua jenis berdasarkan variate yang digunakan dalam analisa (Robert Ang, 1997:18.23), yaitu: a) Unvariate Ratio Analysis Unvariate ratio analysis merupakan analisa rasio keuangan yang menggunakan satu variate didalam melakukan analisa (profit margin ratio, return on assets, return on equity, dan sebagainya) b) Multivariate Ratio Analysis Multivariate ratio analysis merupakan rasio keuangan yang menggunakan lebih dari satu variate didalam melakukan analisa (alman’s z-score, zeta score, dan sebagainya). Penganalisa finansial dalam mengadakan analisa rasio finansial pada dasarnya dapat melakukannya dengan dua macam pembanding (Bambang Riyanto, 2001:329), yaitu: 1) Membandingkan rasio sekarang (present ratio) dengan rasio-rasio dari waktu yang lalu (ratio historis) atau dengan rasio-rasio yang diperkirakan untuk waktu-waktu yang akan datang dari perusahaan yang sama.
15
2) Membandingkan
rasio-rasio
dari
suatu
perusahaan
(rasio
perusahaan/company ratio) dengan rasio-rasio semacam dari perusahaan lain yang sejenis atau industri (rasio industri/rasio, rata-rata/rasio standard) untuk waktu yang sama. A.3.2. Jenis-jenis Rasio Keuangan Untuk melakukan analisis ini, dihitung rasio keuangan dengan menggunakan laporan keuangan perusahaan. Rasio keuangan terbagi atas rasio likuiditas, rasio solvabilitas (leverage), rasio aktivitas, rasio profitabilitas, dan rasio valuasi (Rahardjaputra, 2009). a. Rasio likuiditas, yaitu rasio untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya yang telah jatuh tempo. Rasio ini terdiri dari rasio lancar (current ratio), rasio cepat (quick ratio atau acid test ratio), dan cash ratio. b. Rasio solvabilitas (leverage), yaitu rasio yang mengukur seberapa jauh atau besar perusahaan telah didanai atau dibiayai oleh utang. Rasio ini terdiri dari rasio utang terhadap ekuitas (debt to equity ratio) dan rasio utang terhadap aktiva (debt to asset ratio). c. Rasio aktivitas, yaitu rasio yang mengukur seberapa efektif (hasil guna) perusahaan menggunakan sumber dayanya. Rasio ini terdiri dari rasio perputaran piutang (receivable turnover), rasio perputaran utang (payable turnover), rasio perputaran persediaan (inventory turnover), dan rasio perputaran total aktiva (total asset turnover).
16
d. Rasio profitabilitas, yaitu rasio yang mengukur seberapa besar efektifitas manajemen atau eksekutif perusahaan yang dibuktikan dengan
kemampuan
ditambahkan
mampu
menciptakan
keuntungan
menciptakan
nilai
tambah
atau
perlu
ekonomis
perusahaan. Rasio ini terdiri dari rasio margin laba kotor (gross profit margin), rasio margin laba bersih (net profit margin), rasio tingkat pengembalian atas aktiva (return on assets), dan rasio tingkat pengembalian atas ekuitas (return on equity). e. Rasio lainnya atau sering disebut juga sebagai rasio pasar/ valuasi, yaitu rasio yang mengukur seberapa jauh perusahaan melalui para eksekutifnya mampu menciptakan nilai pasar (market value) yang lebih besar atas investasi yang ditanamkannya. Rasio ini terdiri atas earning per share, price earning ratio, dividen yield, dan market to book ratio. Penelitian ini menggunakan rasio likuiditas, rasio leverage, rasio aktivitas dan rasio profitabilitas yang masing-masing dipilih salah satu perhitungan rasio dari masing-masing rasio di atas. Misalnya untuk rasio likuiditas menggunakan current ratio (CR), rasio leverage menggunakan debt to equity ratio (DER) rasio aktivitas dinyatakan dengan total asset turn over (TATO), sedangkan rasio profitabilitas diukur dengan rasio return on asset (ROA).
17
A.4.
Pengaruh Rasio Keuangan Terhadap Return Saham
A.4.1. Pengaruh Current Ratio terhadap Return Saham Rasio likuiditas yang umum digunakan adalah current ratio (Sawir, 2001 dalam Farida Wahyu Lusiana 2010). Rasio likuiditas merupakan rasio yang digunakan untuk menginterprestasikan posisi keuangan jangka pendek. Rasio ini mengukur seberapa jauh aktiva lancar perusahaan bisa dipakai untuk memenuhi kewajiban lancarnya. Suatu perusahaan yang mampu memenuhi segala kewajiban finansialnya yang segera harus dipenuhi, maka perusahaan tersebut dapat dikatakan likuid. CR merupakan rasio yang bertujuan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Semakin tinggi CR suatu perusahaan berarti semakin kecil resiko kegagalan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Akibatnya resiko yang ditanggung perusahaan juga semakin kecil. (Ang, 1997). Dengan semakin kecilnya resiko yang ditanggung perusahaan maka diharapkan akan meningkatkan minat para investor untuk menananamkan dananya dalam perusahaan tersebut, sehingga investor lebih menyukai CR yang tinggi dibandingkan CR yang rendah. Beberapa penelitian empiris yang telah dilakukan seperti penelitian Zmijewski (1983) dan Mas’ud Machfoed (1994) telah membuktikan bahwa makin tinggi likuiditas suatu perusahaan yang diukur dapat diukur dari nilai current ratio maka akan semakin tinggi return saham. Berdasarkan hal tersebut maka diajuakan hipotesis bahwa Current Ratio berpengaruh positif terhadap return saham.
18
A.4.2. Pengaruh Debt to Equity Ratio (DER) terhadap Return Saham. Debt to Equity Ratio (DER), yang merupakan kelompok rasio solvabilitas juga menjadi salah satu variabel dalam penelitian ini. Nilai DER ditujukkan dengan total debts yang dibagi dengan nilai total sareholders equity. Semakin tinggi DER menunjukkan semakin besar total hutang terhadap total ekuitas (Ang, 1997), juga akan menunjukkan semakin besar ketergantungan perusahaan terhadap pihak luar (kreditur) sehingga tingkat resiko perusahaan semakin besar. Hal ini membawa dampak pada menurunnya harga saham di bursa, sehingga return saham akan menurun. Hal tersebut dikatakan oleh penelitian Liestyowati (2002) mengatakan bahwa DER mempunyai pengaruh negatif terhadap return saham. Akan tetapi penelitian yang dilakukan oleh Syahib Natarsyah (2000) mengemukakan bahwa DER berpengaruh signifikan positif terhadap return saham. Berdasarkan hal tersebut maka dapat diambil hipotesis bahwa terdapat pengaruh signifikan negative debt to equity ratio (DER) terhadap return saham. A.4.3. Pengaruh Total Asset Turn Over terhadap Return Saham TATO merupakan salah satu rasio aktivitas, yaitu rasio yang menunjukkan kemampuan serta efisiensi perusahaan dalam memanfaatkan aktiva yang dimilkinya atau perputaran aktiva-aktina tersebut. TATO digunakan untuk mengukur seberapa efisiennya seluruh aktiva perusahaan dimanfaatkan dalam menunjang penjualan, (Ang, 1997).
19
Nilai rasio TATO yang tinggi menunjukkan semakin efisien suatu perusahaan dalam memanfaatkan aktiva yang dimiikinya dan menunjukkan semakin besar penjualan yang dihasilkan. Nilai TATO yang tinggi akan mengurangi ketidakpastian investor dalam menanamkan dananya. Dari penjualan yang tinggi diharapkan dapat dihasilkan return yang tinggi pula. Hasil penelitian tuasikal (2002) menyatakan bahwa variabel TATO berpengaruh terhadap return saham. Hal tersebut kontradiktif dengan penelitian Manao dan Deswin (2001) menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara TATO dan return saham untuk semua ukuran perusahaan sebelum masa krisis moneter di Indonesia. Dari uraian diatas maka diambil hipotesis bahwa terdapat pengaruh postif signifikan antara variabel TATO dan return saham. A.4.4. Pengaruh Return On Asset terhadap Return Saham Return On Asset (ROA), yang merupakan kelompok rasio profitabilitas juga menjadi salah satu variabel dalam penelitian ini. ROA merupakan rasio untuk mengukur
kemampuan
perusahaan
dalam
menghasilkan
laba
dengan
menggunakan total aset (kekayaan) yang dipunyai perusahaan setelah disesuaikan dengan biaya-biaya untuk mendanai aset tersebut. Semakin tinggi rasio ini maka diharapkan return saham juga semakin tinggi. Return On Assets (ROA), digunakan untuk mengukur efektifitas perusahaan didalam menghasilkan keuntungan (return) bagi perusahaan dengan pemanfaatkan aktiva yang dimilikinya (Ang, 1997). Menurut Sulistiyo (2004)
20
perusahaan yang memiliki nilai ROA semakin timggi menunjukkan kinerja perusahaan yang semakin baik. Nilai ROA yang semakin tinggi berarti perusahaan semakin efisien dalam memanfaatkan aktivanya untuk memperoleh laba, sehingga nilai perusahaan meningkat (Brigham, 2001). Kinerja perusahaan yang semakin baik dan nilai perusahaan yang meningkat akan memberikan harapan naiknya harga saham perusahaan tersebut yang pada akhirnya akan berdampak kepada kenaikan return saham. B.
Hasil Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian sebelumnya berkaitan dengan manfaat informasi
akuntansi untuk memprediksi laba atau return saham di BEI dikemukakan berikut ini. I.G.K.A. Ulupui (2007) menganalisa pengaruh CR, DER, ROA, TATO terhadap Return Saham dan hasil penelitian nya menunjukkan terdapat pengaruh yang signifikan anatara CR, DER,ROA terhadap Return Saham sedangkan TATO tidak berpengaruh positif terhadap return saham. Asyik (1999) menemukan bahwa rasio neraca dan laba rugi memiliki hubungan yang lebih kuat dengan return saham dibandingkan dengan rasio arus kas. Sementara itu penelitian yang dilakukan oleh Kennedy JSP (2003) meneliti pengaruh ROA, ROE, Earnings per Share, Profit Margin, Asset Turnover, Rasio Leverage, dan Debto to Equity Ratio terhadap Return saham. Sampel yang digunakan adalah LQ 45 di BEJ tahun 2001 dan 2002. Dengan menggunakan teknik analisis regresi hasil yang diperoleh menunjukkan hanya variabel asset turnover, ROA, ROE, leverage ratio, debt to equity ratio, dan earnings per share
21
memberikan hubungan yang nyata dengan return saham. Meskipun secara individu rata-rata hubungannya rendah, secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap variabel dependennya. Sementara itu Tuasikal (2001) menguji manfaat informasi akutansi dalam memprediksi return saham. Sampel yang digunakan adalah perusahaan manufaktur dan nonmanufaktur yang terdaftar di BEJ sejak tahun 1996—1997. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa untuk perusahaan pemanufakturan informasi akuntansi dalam bentuk rasio keuangan tidak bermanfaat dalam memprediksi return saham untuk periode satu tahun ke depan. Sebaliknya, untuk memprediksi dua tahun ke depan hasil pengujiannya menunjukkan informasi akuntansi dalam bentuk rasio keuangan tertentu bermanfaat dalam memprediksi return saham. Di pihak lain informasi akuntansi dalam bentuk rasio keuangan tertentu memiliki kemampuan prediksi yang berbeda antara perusahaan pemanufakturan dan nonpemanufakturan dalam memprediksi return saham untuk periode dua tahun ke depan. Natarsyah S. (2002) menganalisis pengaruh beberapa faktor fundamental dan risiko sistematik terhadap harga saham. Penelitian ini merupakan studi terhadap 16 industri barang konsumsi yang go public di pasar modal dalam periode 8 tahun (1990—1997) dengan mengasumsikan bahwa harga saham merupakan fungsi dari ROA, ROE, beta, book value,debt/equity dan required rate of return. Setelah melakukan pengujian terhadap hipotesis diperoleh hasil bahwa faktor fundamental seperti return on assets, dividend payout ratio, debt to equity ratio, book value equity pershare, dan indeks beta berpengaruh terhadap harga
22
saham perusahaan. Pengujian hipotesis kedua untuk melihat apakah benar ROA sebagai indikator earning power perusahaan, yaitu yang mencerminkan kinerja manajemen dalam menggunakan seluruh aset yang dimilikinya mempunyai pengaruh yang dominan terhadap harga saham. Hipotesis ini tidak mendapat dukungan karena ternyata book value equity per share yang berpengaruh dominan terhadap harga saham. Resmi (2002) dalam Susilowati (2004), melakukan penelitian tentang keterkaitan keuangan perusahaan dengan return saham. Kinerja keuangan yang dianalisis menggunakan rasio keuangan yang meliputi: earning per share, price earning ratio, debt to equity ratio, return on equity, dan economic value added. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa earning per share, price earning ratio, dan return on equity mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap return saham pada perusahaan LQ-45 pada periode tahun 1997 hingga 1999. Hasil penelitian Beaver et al. (dalam Abdurahim 2003) menunjukkan bahwa variabel devidend pay out ratio, leverage, earnings variability dan earnings covariability (accounting beta) relevan dengan pengambilan keputusan di pasar modal. Pendukung Beaver et al. (1970) adalah Scott (1997) dengan metode yang didasarkan perkembangan berpengaruh atau tidaknya terhadap arus kas dimana arus kas adalah cerminan nilai perusahaan (value of the firm) di masa yang akan datang. Fama dan French (1992) menguji faktor lain misalnya ukuran perusahaan dan rasio nilai buku terhadap nilai pasar serta pengaruhnya terhadap tingkat return saham. Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa variabel arus kas berpengaruh secara signifikan terhadap return saham.
23
Parawiyati et al. (2000) pernah meneliti penggunaan informasi keuangan untuk memprediksi keuntungan investasi bagi investor di pasar modal berdasarkan data laporan keuangan dari 48 perusahaan manufaktur yang go public yang telah terdaftar di BEJ mulai tahun 1989—1994. Informasi keuangan yang digunakan adalah piutang, sediaan, biaya adminisrasi dan penjualan, serta rasio laba kotor terhadap penjualan yang digunakan untuk mengestimasi laba atau arus kas untuk satu, dua, dan empat tahun ke depan. Hasil pengujiannya menunjukkan bahwa variabel informasi keuangan tersebut berpengaruh signifikan sebagai prediktor laba dan arus kas untuk satu, dua, dan empat tahun ke depan. Pankoff dan Virgill (1970) dalam Zainudin & Jogiyanto (1999) mengemukakan bahwa manfaat laporan keuangan tidak dapat diukur hanya dari keakuratannya mencerminankan kondisi keuangan perusahaan pada masa lalu. Akan tetapi, juga harus diukur manfaatnya dalam memprediksi kondisi keuangan perusahaan pada masa yang akan datang sehingga laporan keuangan bermanfaat sebagai input dalam pengambilan keputusan investasi. C.
Kerangka Penelitian Teoritis dan Empiris Berdasarkan latar belakang permasalahan, perumusan masalah, tujuan
penelitian, dan landasan teori yang telah dikemukakan di atas maka kerangka pemikiran teoritis yang diajukan adalah sebagai berikut:
24
Gambar 2.1 Kerangka Penelitian Teoritis dan Empiris X1 : Rasio Likuiditas (Current Ratio)
H1
X2 : Rasio Leverage (Debt to Equity Ratio)
H2 Y : Return Saham
H3
X3 : Rasio Aktivitas (Total Asset Turn Over)
H4
X4 : Rasio Profitabilitas (Return On Asset)
H5
Keterangan : H1 : Current Ratio (CR) H2 : Debt to Equity Ratio (DER) H3 : Total Assets Turn Over (TATO) H4 : Return On Assets (ROA) H5 : Current Ratio (CR), Debt to Equty Ratio (DER), Total Assets Turn Over (TATO) dan Return On Assets (ROA)
25