9 BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka 1. Prestasi Belajar Matematika a. Pengertian Prestasi Dalam setiap kegiatan manusia untuk mencapai suatu tujuan, selalu diikuti dengan pengukuran dan penilaian, sebagaimana halnya dengan proses belajar mengajar. Hasil dari pengukuran dan penilaian tersebut dapat disebut sebagai prestasi. Ada beberapa ahli yang mengungkapkan pendapatnya mengenai pengertian prestasi. Winkel (2004: 162) mengungkapkan, prestasi merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai seseorang. Sejalan dengan itu, Sutratinah Tirtonegoro (2006: 43) menyatakan bahwa prestasi adalah penilaian hasil usaha kegiatan belajar mengajar yang dinyatakan dalam bentuk simbol, angka, huruf maupun kalimat yang dapat mencerminkan hasil yang dicapai dalam periode tertentu. Dari beberapa pendapat tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa prestasi adalah hasil kemampuan yang dicapai seseorang setelah melaksanakan usaha dengan kemampuan yang dimilikinya dalam suatu waktu tertentu, serta dinyatakan dalam bentuk simbol, angka, huruf maupun hal yang dapat mencerminkan hasil yang sudah dicapai oleh setiap individu.
b. Pengertian belajar Banyak para ahli telah merumuskan dan membuat pengertian tentang “belajar” diantaranya adalah Hamalik (2004 : 27) berpendapat “belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari itu yaitu mengalami”. Jerome Brunner (Trianto, 2010: 15) menyatakan bahwa belajar adalah sutu proses dimana siswa aktif dalam membangun
10 pengetahuan baru berdasarkan pada pengalaman atau pengetahuan yang sudah dimilikinya. Aunnurahman (2009: 16) juga mengungkapkan bahwa pengetahuan selalu merupakan akibat dari konstruksi kognitif melalui kegiatan seseorang. Melalui proses belajar yang dilakukan, seseorang
membentuk
skema,
kategori,
konsep
dan
struktur
pengetahuan yang diperlukan untuk suatu pengetahuan tertentu. Isjoni
(2007:
32)
menyatakan
bahwa
dalam
teori
konstruktivisme penekanan diberikan lebih kepada siswa daripada guru. Ini disebabkan siswalah yang berinteraksi dengan bahan, peristiwa dan memperoleh kepahaman tentang bahan tersebut. Dengan seperti itu siswa membina sendiri konsep dan membuat penyelesaian kepada masalah. Oleh karena itu, dapat dirumuskan secara keseluruhan pengertian atau maksud pembelajaran secara konstruktivisme adalah pengajaran dan pembelajaran yang berpusatkan pada siswa. Guru berperan
sebagai
fasilitator
yang
membantu
siswa
membina
pengetahuan dan menyelesaikan masalah. Dari beberapa pendapat tentang belajar tersebut, dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu proses usaha/ kegiatan yang dilakukan seseorang atau siswa dan mereka terlibat aktif dalam mengkontruksikan informasi-informasi yang ada,
membangun ide,
serta menghubungkan ide menjadi suatu pengetahuan. Menurut Slameto (2003: 64) faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar itu dapat dibagi menjadi dua bagian besar yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal ini berkaitan dengan pengaruh yang datangnya dari seorang yang sedang belajar itu sendiri. Faktor internal meliputi faktor biologis dan faktor psikologis. Sedangkan faktor eksternal merupakan pengaruh yang datangnya dari luar seorang pembelajar. Faktor eksternal diantaranya adalah faktor lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Keberhasilan belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya merupakan hal yang penting dalam meningkatkan mutu pendidikan. Dengan memperhatikan faktor-
11 faktor tersebut diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar seseorang dan dapat mencegah siswa dari penyebab-penyebab terhambatnya pembelajaran. c. Hakekat Matematika Matematika merupakan dipelajari di
setiap
mengemukakan
jenjang
definisi
salah satu ilmu pengetahuan yang pendidikan. R. Soedjadi (2000: 11)
matematika
yaitu
suatu
cabang
ilmu
pengetahuan eksak dan terorganisir secara sistematik serta merupakan pengetahuan tentang struktur-struktur yang logis. Matematika bukan hanya ilmu tentang himpunan-himpunan tetapi juga merupakan ilmu pengetahuan yang berkenaan dengan konsep-konsep yang abstrak dengan simbol tertentu yang saling berkaitan satu sama lain. Herman Hudojo (2003: 24) mengungkapkan matematika merupakan suatu alat untuk mengembangkan cara berpikir seseorang, sehingga dapat mengembangkan
cara
berpikir
permasalahan-permasalahan
yang
siswa dialami
dalam
menyelesaikan
saat
pembelajaran
berlangsung. Hamzah B. Uno dan Masri Kuadrat (2009: 109) juga mengungkapkan matematika adalah ilmu yang merupakan alat pikir, berkomunikasi, alat untuk memecahkan berbagai persoalan praktis, yang unsur-unsurnya logika dan intuisi, analisis dan konstruksi, generalitas dan individualitas, dan mempunyai cabang-cabang antara lain aritmatika, logika, aljabar, geometri, dan analisis. Dari pendapat tersebut disimpulkan bahwa matematika adalah cabang ilmu eksak yang berkenaan dengan struktur-struktur yang logis dan
terorganisasikan
yang
dapat
digunakan
sebagai
alat
mengembangkan pola pikir, memecahkan berbagai persoalan praktis, analisis dan konstruksi serta generalitas dan individualitas. d. Pengertian Prestasi Belajar matematika Menurut Nana Sudjana (2005: 22), prestasi belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya.
12 Berdasarkan pengertian prestasi dan belajar yang telah diuraikan dapat disimpulkan bahwa
prestasi belajar
matematika
adalah keberhasilan yang dicapai siswa setelah melakukan kegiatan belajar matematika dalam jangka waktu tertentu melalui proses belajar sebagai bentuk penguasaan dan kapasitas terhadap mata pelajaran matematika yang diyatakan dalam bentuk nilai yang berupa simbolsimbol baik angka, huruf maupun kalimat.
2. Pelaksanaan Pembelajaran KTSP Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Pelaksanaan pembelajaran merupakan implementasi dari rencana pelaksanaan pembelajaran. Pelaksanaan pembelajaran meliputi kegiatan pendahuluan, kegiatan inti dan kegiatan penutup. a. Kegiatan Pendahuluan Dalam kegiatan pendahuluan, guru: 1) menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran, 2) mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkan pengetahua sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari, 3) menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan dicapai, 4) menyampaikan cakupan materi dan penjelasan uraian kegiatan sesuai silabus. b. Kegiatan Inti Pelaksanaan kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai
KD
menyenangkan,
yang
dilakukan
menantang,
secara
memotivasi
interaktif, peserta
inspiratif,
didik
untuk
berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
13 Kegiatan inti menggunakan metode
yang disesuaikan dengan
karakteristik peserta didik dan mata pelajaran, yang dapat meliputi proses eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi. 1) Eksplorasi Kegiatan ekplorasi adalah kegiatan pembelajaran yang didesain agar tecipta suasana kondusif yang memungkinkan siswa dapat melakukan aktivitas fisik yang memaksimalkan pengunaan panca indera dengan berbagai cara, media, dan pengalaman yang bermakna dalam menemukan ide, gagasan, konsep, dan/atau prinsip sesuai dengan kompetensi mata pelajaran matematika. Dalam kegiatan eksplorasi, guru: a) melibatkan peserta didik mencari informasi yang luas dan dalam tentang topik/tema materi yang akan dipelajari dengan menerapkan prinsip alam takambang jadi guru dan belajar dari aneka sumber, b) menggunakan
beragam
pendekatan
pembelajaran,
media
pembelajaran, dan sumber belajar lain, c) memfasilitasi terjadinya interaksi antarpeserta didik serta antara peserta didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya, d) melibatkan peserta didik secara aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran, dan e) memfasilitasi
peserta
didik
melakukan
percobaan
di
laboratorium, studio, atau lapangan. 2) Elaborasi Kegiatan elaborasi adalah kegiatan pembelajaran yang memberikan kesempatan siswa mengembangkan ide, gagasan, dan kreasi dalam mengekpresikan konsepsi kognitif melalui berbagai cara baik lisan maupun tulisan sehingga timbul kepercayaan diri yang tinggi tentang kemampuan dan eksistensi dirinya. Dalam kegiatan elaborasi, guru:
14 a) membiasakan peserta didik membaca dan menulis yang beragam melalui tugas-tugas tertentu yang bermakna, b) memfasilitasi peserta didik melalui pemberian tugas, diskusi, dan lain-lain untuk memunculkan gagasan baru baik secara lisan maupun tertulis, c) memberi
kesempatan
untuk
berpikir,
menganalisis,
menyelesaikan masalah, dan bertindak tanpa rasa takut, d) memfasilitasi peserta didik dalam pembelajaran kooperatif dan kolaboratif, e) memfasilitasi peserta didik berkompetisi secara sehat untuk meningkatkan prestasi belajar, f) memfasilitasi peserta didik membuat laporan eksplorasi yang dilakukan baik lisan maupun tertulis, secara individual maupun kelompok, g) memfasilitasi peserta didik untuk menyajikan hasil kerja individual maupun kelompok, h) memfasilitasi peserta didik melakukan pameran, turnamen, festival, serta produk yang dihasilkan, i) memfasilitasi
peserta
didik
melakukan
kegiatan
yang
menumbuhkan kebanggaan dan rasa percaya diri peserta didik. 3) Konfirmasi Kegiatan konfirmasi adalah kegiatan pembelajaran yang diperlukan agar konsepsi kognitif yang dikonstruksi dalam kegiatan ekplorasi dan elaborasi dapat diyakinkan dan diperkuat sehingga timbul motivasi yang tinggi untuk mengembangkan kegiatan eksplorasi dan elaborasi lebih lanjut. Dalam kegiatan konfirmasi, guru: a) memberikan umpan balik positif dan penguatan dalam bentuk lisan, tulisan, isyarat, maupun hadiah terhadap keberhasilan peserta didik,
15 b) memberikan konfirmasi terhadap hasil eksplorasi dan elaborasi peserta didik melalui berbagai sumber, c) memfasilitasi
peserta
didik
melakukan
refleksi
untuk
memperoleh pengalaman belajar yang telah dilakukan, d) memfasilitasi peserta didik untuk memperoleh pengalaman yang bermakna dalam mencapai kompetensi dasar, e) berfungsi sebagai narasumber dan fasilitator dalam menjawab pertanyaan peserta didik yang menghadapi kesulitan, dengar menggunakan bahasa yang baku dan benar, f) membantu menyelesaikan masalah, g) memberi acuan agar peserta didik dapat melakukan pengecekan hasil eksplorasi, h) memberi informasi untuk bereksplorasi lebih jauh, i) memberikan motivasi kepada peserta didik yang kurang atau belum berpartisipasi aktif. c. Kegiatan Penutup Dalam kegiatan penutup, guru: 1) bersama-sama dengan peserta didik dan/atau sendiri membuat rangkuman/simpulan pelajaran, 2) melakukan penilaian dan/atau refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan secara konsisten dan terprogram, 3) memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran, 4) merencanakan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pembelajaran remedi,
program
pengayaan,
layanan
konseling
dan/atau
memberikan tugas baik tugas individual maupun kelompok sesuai dengan hasil belajar peserta didik, 5) menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya.
3. Pembelajaran Kooperatif Menurut Slavin (2005: 4) pembelajaran kooperatif merujuk pada berbagai macam metode pembelajaran dimana para siswa bekerja dalam
16 kelompok-kelompok kecil untuk membantu satu sama lainnya dalam mempelajari materi pelajaran. diharapkan
dapat
saling
Dalam kelas kooperatif, para siswa
membantu,
saling
mendiskusikan
dan
berargumentasi, untuk mengasah pengetahuan yang mereka kuasai saat itu dan menutup kesenjangan dalam pemahaman masing-masing. Anita Lie (2002: 12) berpendapat, sistem pengajaran yang memberikan kesempatan kepada anak didik untuk bekerjasama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur disebut sistem pembelajaran gotong royong atau pembelajaran kooperatif. Ada banyak alasan yang membuat pembelajaran kooperatif memasuki jalur utama praktik pendidikan. Beberapa alasannya adalah penggunaan
pembelajaran
kooperatif
selain
untuk
meningkatkan
pencapaian prestasi belajar juga dapat menimbulkan akibat-akibat positif lainnya. Akibat-akibat positif itu antara lain dapat mengembangkan hubungan antarkelompok, penerimaan terhadap teman sekelas yang lemah dalam bidang akademik, dan meningkatkan rasa harga diri. Alasan lain adalah dapat menumbuhkan kesadaran bahwa para siswa perlu belajar untuk berpikir, menyelesaikan masalah, dan mengintegrasikan serta mengaplikasikan kemampuan dan pengetahuan mereka dalam suatu kerja sama di dalam diskusi. Pembelajaran kooperatif lebih berpusat pada siswa sehingga memungkinkan siswa untuk menemukan dan mempelajari sendiri materi pelajaran, sebagaimana diungkapkan oleh Wilberg (2009: 18) : The main idea with student-centered learning is to involve the students in the learning peocess in order to make learning more meaningfull. Further the idea is to relate the topics tought the students to their lives, their interest, to let the students engage in the creating and the understanding of knowledge. Gagasan utama dalam pembelajaran yang berpusat pada siswa adalah untuk lebih melibatkan siswa dalam suatu pemecahan masalah, dan membuat pembelajaran itu sendiri lebih bermakna.
17 Ciri-ciri
pembelajaran
kooperatif
menurut
Abdurrahman
(2009:123) adalah sebagai berikut: a.
Saling ketergantungan positif yang menuntut tiap anggota kelompok saling membantu demi keberhasilan kelompok.
b.
Akuntabilitas individual yang mengukur penguasaan bahan pelajaran tiap
anggota
kelompok
dan
kelompok
diberikan
balikan
tentangprestasi belajar anggota-anggota kelompoknya, sehingga mereka saling mengetahui teman yang memerlukan bantuan. c.
Terdiri
dari
anak-anak
yang
berkemampuan
atau
memiliki
karakteristik heterogen. d.
Pemimpin kelompok dipilih secara demokratis.
e.
Semua anggota harus saling membantu dan saling memberi motivasi.
f.
Penekanan tidak hanya pada penyelesaian tugas, tetapi juga pada upaya mempertahannkan hubungan interpersonal antar anggota kelompok.
g.
Keterampilan sosial yang dibutuhkan dalam kerja gotong royong, mempercayai orang lain, dan mengelola konflik secara langsung diajarkan.
h.
Pada saat pembelajaran kooperatif sedang berlangsung, guru terus melakukan observasi terhadap komponen-komponen belajar dan melakukan intervensi jika terjadi maslah antar anggota kelompok.
i.
Guru memperhatikan proses keefektifan proses belajar kelompok. Berdasarkan uraian di atas dapat dijelaskan kembali bahwa,
pembelajaran kooperatif adalah
suatu model
pembelajaran
yang
membimbing siswa dalam sebuah kelompok kecil di dalam kelompok tersebut siswa saling berdiskusi dan berargumen serta membantu teman sekelompok yang mengalami kesulitan dalam memahami materi. Hasil diskusi dan argumentasi tersebut, akan dapat membawa siswa kepada sebuah pemahaman dan pengetahuan tentang materi yang diajarkan. Kegiatan tersebut akan membantu siswa yang lemah memahami materi
18 dan memberikan penguatan kepada siswa yang pintar untuk dapat memahami materi. Adapun sintax pembelajaran kooperatif secara umum sebagai berikut : 1). Menyampaikan tujuan dan memotivasi peserta didik 2). Menyajikan informasi 3).Mengorganisasikan peserta didik kedalam kelompok-kelompok belajar 4). Membimbing kelompok bekerja dan belajar 5). Evaluasi Lima jenis model pembelajaran kooperatif diantaranya adalah Student Teams Achievement Division (STAD), TGT, TPS, Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC), dan Team Accelerated Instruction (TAI). a. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT Pembelajaran kooperatif TGT
merupakan hasil modifikasi
pembelajaran tutorial dimana pada saat diskusi kelompok didesain kelompok kooperatif dan diberi istilah model diskusi “berpikirberpasangan-berempat” atau think-pair-square, yaitu dikembangakan oleh Frank Lyman dan Spencer Kagan. TGT terdiri dari 5 langkah tahapan yaitu: tahap presentasi kelas (class presentation), belajar dalam kelompok (team), permainan (games), pertandingan (tournament), dan perhargaan kelompok (team recognition). TGT yaitu salah satu tipe pembelajaran kooperatif yangmenempatkan siswa dalam kelompok belajar yang beranggotakan 5 sampai 6 orang siswa yang memiliki kemampuan, jenis kelamin dan suku kata atau ras yang berbeda. Dengan adanya heterogenitas anggota kelompok, diharapkan dapat memotivasi
siswa untuk saling membantu
antar siswa
yang
berkemampuan lebih dengan siswa yang berkemampuan kurang dalam menguasai materi pelajaran. Guru menyajikan materi, dan siswa bekerja dalam kelompok mereka.
19 Kerja kelompok guru memberikan Lembar Kerja Siswa (LKS) kepada setiap kelompok. Tugas yang diberikan dikerjakan bersamasama dengan anggota kelompoknya. Apabila ada dari anggota kelompok yang tidak mengerti dengan tugas yang diberikan, maka anggota kelompok yang lain bertanggungjawab untuk memberikan jawaban atau menjelaskannya, sebelum mengajukan pertanyaan tersebut kepada guru. Hal ini akan menyebabkan tumbuhnya rasa kesadaran pada diri siswa bahwa belajar secara kooperatif itu menyenangkan. Untuk memastikan bahwa seluruh anggota kelompok telah menguasai pelajaran, maka seluruh siswa akan diberikan permainan akademik. Dalam permainan akademik siswa akan dibagi dalam meja turnamen, dimana setiap meja turnamen terdiri dari 5 sampai 6 orang yang merupakan wakil dari kelompoknya masingmasing. Dalam setiap meja permainan diusahakan agar tidak ada peserta yang berasal dari kelompok yang sama. Siswa dikelompokkan dalam satu meja turnamen secara homogen dari segi kemampuan akademik, artinya dalam satu meja turnamen kemampuan setiap peserta diusahakan agar setara.Permainan ini diawali dengan memberitahukan aturan permainan.Setelah itu permainan dimulai dengan membagikan kartu soal untuk bermain (kartu soal dan kunci ditaruh terbalik di atas meja sehingga soal dan kunci tidak terbaca).Permainan pada tiap meja turnamen dilakukan dengan aturan sebagai berikut. Pertama, setiap pemain dalam tiap meja menentukan dulu pembaca soal dan pemain yang pertama dengan cara undian. Kemudian pemain yang menang undian mengambil kartu undian yang berisi nomor soal dan diberikan kepada pembaca soal. Pembaca soal akan membacakan soal sesuai dengan nomor undian yang diambil oleh pemain. Selanjutnya soal dikerjakan secara mandiri oleh pemain dan penantang sesuai dengan waktu yang telah ditentukan dalam soal. Setelah waktu untuk mengerjakan soal selesai, maka pemain akan
20 membacakan hasil pekerjaannya yang akan ditangapi oleh penantang searah jarum jam. Skor yang diperoleh setiap peserta dalam permainan akademik dicatat pada lembar pencatat skor. Skor kelompok diperoleh dengan menjumlahkan
skor-skor
yang
diperoleh
anggota
suatu
kelompok.Kemudian dibagi banyaknya anggota kelompok tersebut. Skor kelompok ini digunakan untuk memberikan penghargaan tim berupa sertifikat dengan mencantumkan predikat tertentu ataupun penghargaan yang diberikan bisa dalam bentuk yang lain. Menurut Slavin (2005: 166) terdapat 5 komponen utama dalam TGT, yaitu : 1) Penyajian kelas Pada awal pembelajaran guru menyampaikan materi dalam penyajian kelas, biasanya dilakukan dengan pengajaran langsung atau dengan ceramah, diskusi yang dipimpin oleh guru. Pada saat penyajian kelas ini siswa harus benar-benar memperhatikan dan memahami materi yang disampaikan guru, karena akan membentu siswa bekerja lebih baik pada saat kerja kelompok dan pada saat game karena skor game akan menentukan skor kelompok. 2) Kelompok (team) Kelompok terdiri atas 4 sampai 5 orang siswa yang anggotanya heterogen dilihat dari prestasi akademik, jenis kelamin dan rasa tau etnik. Fungsi kelompok adalah untuk lebih mendalami materi bersama
teman
kelompoknya
dan
lebih
khusus
untuk
mempersiapkan anggota kelompok agar bekerja dengan lebih baik dan optimal pada saat game 3) Game Game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk menguji pengetahuan yang didapat siswa dari penyajian kelas dan belajar kelompok. Kebanyakan game terdiri dari pertanyaanpertanyaan sederhana bernomor. Siswa memilih kartu bernomor dan mencoba menjawab pertanyaan yang sesuai dengan nomor itu.
21 Siswa yang menjawab benar pertanyaan itu akan mendapat skor. Skor ini yang nantinya dikumpulkan siswa untuk turnamen mingguan. Pertanyan dalam game disusun dan dirancang dari materi yang relavan dengan materi yang telah disajikan untuk menguji pengetahuan yang diperoleh mewakili masing-masing kelompok. Sebagian besar pertanyaan pada kuis adalah bentuk sederhana. 4) Turnamen Turnamen dilakukan pada akhir minggu atau pada setiap unit setelah guru melakukan presentasi kelas dan kelompok sudah mengerjakan lembar kerja. Turnamen pertama guru membagi siswa ke dalam beberapa meja turnamen. Tiga siswa tertinggi prestasinya dikelompokkan dalam satu meja I, tiga siswa selanjutnya pada meja II dan seterusnya.Diberikan ilustrasi tournamen berdasarkan slavin(2010: 168) TEAM A A-1 Tinggi
Meja Turnamen 1
B-1 Tinggi
A-2 Sedang
Meja Turnamen 2
B-2 B-3 B-4 Sedang Sedang Rendah TEAM B
A-3 Sedang
A-4 rendah
Meja Turnamen 3
C-1 Tinggi
Meja Turnamen 4
C-2 C-3 C-4 Sedang Sedang Rendah TEAM C
Gambar 2.1 skema Penempatan pada Meja Tournamen
22 Untuk turnamen pertama, guna menempatkan siapa pada tournaments tabel dengan pengaturan beberapa peserta didik berkemapuan tinggi dari tiap-tiap kelompok pada meja I, peserta didik berkemapuan sedang meja II, dan III kemudian peserta didik berkemampuan rendah pada meja IV. Setelah tournament selesai dan dilakukan penilaian, guru melakukan pengaturan kembali kedudukan peserta didik pada tiap meja turnamen, kecuali pemenang meja tertinggi (meja I). Pemenang dari setiap meja dinaikkan atau digeser satu tingkat ke meja yang lebih tinggi tingkatnya dan peserta didik yang mendapat skor yang terendah pada setiap meja turnamen selain pada meja terendah tingkatnnya (meja IV) diturunkan satu tingkat ke meja yang lebih rendah tingkatnnya. Pada akhirnya mereka akan mengalami kenaikan atau penurunan sehingga mereka akan sampai pada meja yang sesuai dengan kinerja mereka. Setelah pertandingan pertama, peserta didik mengubah posisi atau meja pertandingannya sesuai dengan hasil pertandingan sebelumnya. Pemenang dari tiap-tiap meja akan berpindah pada meja pertandingan yang lebih tinggi selanjutnya, misalkan dari meja IV ke meja III. Pemenang
kedua
menempati
meja
pertandingan
sebelumnya,
sedangkan peserta didik dengan skor terendah dari tiap-tiap meja akan berpindah ke meja yang lebih rendah di bawahnya, maka mereka akan berusaha untuk berpindah lagi ke meja yang lebih tinggi. 5) Team Recognize (penghargaan kekompok) Guru kemudian mengumumkan kelompok yang menang, masingmasing team akan mendapat sertifikat atau hadiah apabila rata-rata skor memenuhi criteria yang ditentukan. Team mendapat julukan super team jika rata-rata skor 45 atau lebih, great team apabila ratarata mencapai 40-45 dan good team apabila rata-ratanya 30-40.
23 Berikut ini disusun langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe TGT yang akan dipakai dalam penelitian ini: a.
Pendahuluan
1) Guru membuka pelajaran 2) Guru menyampaikan tujuan pembelajran 3) Guru memotivasi dan mengarahkan kepada peserta didik metode pembelajaran yang akan digunakan. 4) Kelas dibagi menjadi beberapa kelompok yang anggotanya terdiri dari 5-6 orang peserta didik secara heterogen. b. Kegiatan Inti 1) Peserta didik dibagi dalam kelompok pada meja turnamen. 1 meja turnamen terdiri dari 5 orang peserta didik Eksplorasi 2) Setelah kelompok dan anggotanya tebentuk maka guru memberi lembar kegiatan yang berupa masalah yang ada di sekitar sekolah yang telah disiapkan oleh guru.Selanjutya guru menyampaikan materi. 3) Peserta didik mengerjakan dan berdiskusi untuk mengembangkan pengalaman mereka. 4) Adanya proses diskusi akan memunculkan pertanyaan yang ada dipikiran peserta didik sehingga peserta didik bertanya baik kepada teman maupun guru untuk memperoleh penjelasan. Elaborasi 5) Permainan, dalam tahap ini peserta didik diberikan pertanyaan dalam game yang disusun dan dirancang untuk menguji pengetahuan yang telah diajarkan. Dilakukan didalam kelompok, dengan anggota kelompok dari setiap kelompok. 6) Turnamen, pada tahap ini peserta didik pertama mengocok kartu soal dan mengambil satu kartu kemudian membacanya dengan keras sehingga didengar oleh semua anggota didalam kelompok tersebut. Peserta didik pertama mengambil kartu soal dan membaca soal berhak untuk menjawab pertama kali dan diberi waktu 3 menit. Setelah peserta
24 didik tersebut menjawab kemudian urutan peserta didik secara bergiliran diberikan kesempatan untuk menantang, jika jawaban peserta didik tersebut sama maka mengatakan sama, jika berbeda maka penantang menyampaikan jawabannya dan jika tidak tahu maka mengakatakan pass. Demikian seterusnya sampai semua peserta didik mendapat kesempatan yang sama menjadi pembaca soal dan penantang. konfirmasi 7) Kegiata konfirmasi dalam hal ini bertujuan utuk memberikan umpan balik positif dan peguatan,melakukan pengecekan jawaban yang salah pada saat turnamen. c. Kegiatan penutup 1) Guru memberikan penghargaan kelompok dengan melihat poin-poin yang diperoleh oleh kelompok. 2) Bersama-sama dengan peserta didik membuat simpulan dari kegiatan yang telah dilakukan Menurut Slavin (2005: 174), Untuk menentukan skor tim, pertama-tama periksalah poin-poin turnamen yang ada pada lembar skor permainan. Lalu, pindahkan poin-poin turnamen dari tiap peserta didik tersebut ke lembar rangkuman dari timnya masing-masing, tambahkan seluruh skor anggota tim. Dan bagilah dengan jumlah anggota tim yang bersangkutan. Jadi, untuk menentukan point kelompok dapat digunakan rumus: NK =
Jumlah point tiap anggota Jumlah anggota
Keterangan: NK = point peringkat kelompok Dalam memberikan penghargaan ada tiga tingkatan penghargaan yang didasarkan pada skor rata-rata tim. Tabel 2.1 berikut adalah tiga tingkatan penghargaan yang didasarkan pada skor rata-rata tim.
25 Tabel 2.1 Tabel Penghargaan Tim Kriteria (rata-rata tim)
Penghargaan
40
Tim baik
45
Tim sangat baik
50
Tim super
Sumber: (Adaptasi Slavin, 2005: 175) b. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS TPS dikembangkan oleh Frank Lyman dan kawan-kawan dari Universitas Maryland pada tahun 1981. Metode ini memberi waktu kepada para siswa untuk berpikir dan merespon serta saling membantu satu sama lain. Menurut Nurhadi (2004:23), TPS merupakan struktur pembelajaran yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa agar tercipta suatu pembelajaran kooperatif yang dapat meningkatkan penguasaan akademik dan keterampilan siswa. TPS memiliki prosedur yang ditetapkan untuk memberi waktu yang lebih banyak kepada siswa dalam berpikir, menjawab, dan saling membantu satu sama lain. Model pembelajaran tipe TPS adalah model pembelajaran kooperatif yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir sendiri
(thinking),
bekerja
sama
dengan
pasangannya
untuk
memecahkan suatu permasalahan (pairing), dan melatih siswa berpendapat dan berbagi informasi di depan kelas (sharing). TPS terdiri atas tiga tahap struktur kooperatif. Diawali dengan langkah pertama yaitu masing-masing siswa berpikir secara individual tentang per-tanyaan yang diajukan guru. Kemudian pada langkah kedua, siswa bertukar pikiran atau berdiskusi tentang apa yang dipikirkannya tadi dengan pasangannya. Pada langkah ketiga, pasangan mempresentasikan hasil diskusinya atau menanggapi pasangan lainnya. Menurut Anita Lie (2003: 56), teknik belajar mengajar berpikir-berpasangan berbagi sebagai struktur kegiatan pembelajaran gotong royong. Teknik ini memberi siswa kesempatan untuk bekerja
26 sendiri serta bekerjasama dengan orang lain dalam pasangan. Lie (2003: 45) menyatakan bahwa kelompok secara berpasangan ini memiliki beberapa
keunggulan,
diantaranya
memberikan
lebih
banyak
kesempatan untuk kontribusi masing-masing anggota kelompok, interaksi lebih mudah, lebih mudah dan cepat membentuknya, dan cocok untuk tugas sederhana. Anita Lie (2003: 45) juga menyatakan bahwa terdapat kelemahan dalam kelompok berpasangan antara lain lebih sedikit ide yang muncul, jika terjadi perselisihan tidak ada penengah, serta banyaknya kelompok yang melapor dan perlu dimonitor. Namun disinilah peran guru agar optimal dalam menjalankan perannya sebagai fasilitator.
Prinsip kerja dari TPS (Anita lie,2003) adalah sebagai berikut : 1) Saling ketergantungan positif Para siswa mampu belajar dari pasangan masing-masing 2) Tanggung Jawab individu Setiap siswa bertanggung jawab pada gagasannya karena akan dipaparkan pada pasangannya dan pada seluruh kelas. 3) Kesempatan yang sama bagi tiap siswa Masing-masing siswa mempunyai suatu kesempatan sama untuk berbagi (mengemukakan pendapat) dengan pasangannya dan pada seluruh kelas. 4) Interaksi bersama Siswa aktif dalam mengemukakan pendapat dan mendengarkan sehingga menciptakan interaksi tingkat tinggi. Menurut Lie (2003: 45) ada beberapa tahapan yang dilakukan dalam pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe TPS, yaitu : 1) Thinking (berpikir) Guru
mengajukan
pertanyaan
atau
mengungkapkan
suatu
permasalahan yang berhubungan dengan materi pelajaran, kemudian
27 siswa diminta untuk memikirkan pertanyaan atau permasalahan secara mandiri. 2) Pairing (berpasangan) Guru meminta siswa berpasangan dengan siswa yang lain untuk mendiskusikan hasil pemikiran atau gagasannya. Interaksi selama periode ini diharapkan siswa dapat berbagi jawaban atau berbagi ide dengan pasangannya untuk kemudian didiskusikan. 3) Sharing (berbagi) Pada tahap ini, guru meminta kepada pasangan untuk berbagi dengan seluruh kelas tentang apa yang telah mereka diskusikan. Berdasarkan pendapat tersebut,berikut ini disusun sintax pembelajaran kooperatif tipe TPS: a. Pendahuluan 1) Guru membuka pelajaran 2) Guru menyampaikan tujuan pembelajran 3) Guru memotivasi dan mengarahkan kepada peserta didik metode pembelajaran yang akan digunakan. 4) Kelas dibagi menjadi beberapa kelompok yang anggotanya terdiri dari 2 orang peserta didik secara heterogen
b. Kegiatan inti Eksplorasi 1) Setelah pasangan kelompok terbetuk, masing-masing pasangan diberi permasalahan yang berhubungan dengan materi pelajaran dan diminta untuk memikirkan jawaban atas masalah tersebut 2) Peserta didik berpasangan dengan peserta didik
yang lain untuk
mendiskusikan hasil pemikiran atau gagasannya. 3) Adanya proses diskusi akan memunculkan pertanyaan yang ada dipikiran peserta didik sehingga peserta didik bertanya baik kepada teman maupun guru untuk memperoleh penjelasan. Elaborasi
28 4) Peserta didik berbagi ide dan gagasannya kepada pasangannya 5) Peserta didik mennyajikan hasil kerja kelompok 6) Pasangan kelompok lai dipersilahkan bertanya dan menanggapi Konfirmasi 7) Kegiata konfirmasi dalam hal ini bertujuan utuk memberikan umpan balik positif dan peguatan,melakukan pengecekan hasil eksplorasi c. Kegiatan penutup. 1) Bersama-sama dengan peserta didik membuat simpulan dari kegiatan yang telah dilakukan
4. Model Pembelajaran Langsung Roestiyah (2000: 136) menyatakan bahwa pembelajaran langsung merupakan suatu cara mengajar yang digunakan untuk menyampaikan keterangan atau informasi, atau uraian tentang suatu pokok persoalan serta masalah secara lisan. Selama berlangsungnya pembelajaran, guru bisa menggunakan alat-alat bantu seperti gambar-gambar bagan agar uraiannya menjadi lebih jelas. Pembelajaran langsung mempunyai kelebihan diantaranya adalah: 1) Mampu menampung kelas yang besar. 2) Materi yang disampaikan banyak dan terurut. 3) Guru dapat memberi tekanan pada hal-hal yang penting. 4) Kondisi kelas relatif tenang dan teratur. 5) Kekurangan atau tidak adanya buku pelajaran dan alat bantu pelajaran tidak menghambat dilaksanakannya pelajaran. Adapun kelemahan pembelajaran langsung adalah sebagai berikut : 1) Pelajaran berjalan membosankan peserta didik menjadi pasif, karena tidak berkesempatan untuk menemukan sendiri konsep yang diajarkan. Peserta didik hanya aktif membuat catatan. 2) Kepadatan konsep-konsep yang diberikan dapat berakibat peserta didik tidak mampu menguasai bahan yang diajarkan.
29 3) Pengetahuan yang diperoleh melalui model pembelajaran ini lebih cepat terlupakan. 4) Mengurangi kreativitas peserta didik. 5) Peserta didik cenderung bersifat individual.
Secara umum langkah-langkah pembelajaran langsung dalam penelitian ini adalah: a. Pendahuluan 1) Guru membuka pelajaran 2) Guru menyampaikan tujuan pembelajran 3) Guru memotivasi dan mengarahkan kepada peserta didik metode pembelajaran yang akan digunakan. b. Kegiatan inti Eksplorasi 1) guru melakukan menyajian kelas 2) peserta didik mendengarkan penjelasan guru 3) peserta didik dapat bertanya apabila ada materi yang kurang jelas Elaborasi 4) guru memberikan latihan soal kepada peserta didik 5) memfasilitasi peserta didik untuk menyelesaikan masalah yang telah diberikan. 6) Peserta didik yang sudah selesai mengerjakan latihan soal diminta untuk meuliskan jawabannya dipapan tulis 7) Peserta didik yang lain mengecek jawaban temannya Konfirmasi 8) Kegiata konfirmasi dalam hal ini bertujuan utuk memberikan umpan balik positif dan peguatan,melakukan pengecekan hasil eksplorasi c. Kegiatan penutup. 1) Bersama-sama dengan peserta didik membuat simpulan dari kegiatan yang telah dilakukan 2) Peserta didik diberi tugas untuk penguatan
30 5. Kecerdasan Logis Matematis Menurut Gardner (Hoerr, 2007: 3) kecerdasan adalah kemampuan dalam menyelesaikan masalah atau menciptakan suatu produk yang bernilai dalam masyarakat. Menurut kodratnya, setiap siswa memiliki kemampuan dalam menyelesaikan masalah, namun yang membuat berbeda yaitu tingkat kecerdasan (tinggi, sedang, rendah) masing-masing siswa. Sedangkan menurut Armstrong (2002: 2) kecerdasan adalah kemampuan untuk menangkap situasi baru serta kemampuan untuk belajar dari pengalaman masa lalu seseorang. Siswa yang belajar dari pengalaman baik
pengalaman
sendiri
maupun
pengalaman
orang lain
akan
mempengaruhi cara berpikir siswa dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi. Apabila permasalahan yang dihadapi hampir sama dengan pengalaaman sebelumnya, maka siswa akan lebih mudah dalam menyelesaikannya. Berdasarkan beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa kecerdasan
adalah
kemampuan
seseorang
(kemampuan
menalar,
merencanakan, menciptakan produk baru, maupun meyelesaikan masalah) dalam memperlajari dan menerapkan pengetahuan yang dimiliknya yang diperoleh dari pembelajaran terhadap suatu pengalaman masa lalu. Dengan demikian, kecerdasan seseorang siswa dapat dicerminkan dengan siswa yang peka dan tanggap terhadap situasi yang baru dialami serta memproses hasil pemikiran tersebut untuk dijadikan acuan dalam menyelesaikan suatu masalah. Menurut Gardner (Hoerr, 2007: 15) ada delapan macam kecerdasan majemuk yang cenderung dimiliki seseorang. Delapan macam kecerdasan majemuk tersebut adalah kecerdasan linguistik, kecerdasan logis matematis, kecerdasan visual dan spasial, kecerdasan musikal, kecerdasan kinestesis/gerak tubuh, kecerdasan intrapersonal, kecerdasan interpersonal, dan kecerdasan naturalis.Salah satu kecerdasan yang sebagian banyak dimiliki orang dan berkaitan dengan matematika yaitu kecerdasan logis matematis.
31 Kecerdasan logis matematis atau dikenal dengan istilah cerdas angka termasuk kemampuan ilmiah yang sering disebut dengan berpikir kritis. Orang yang memiliki kecerdasan ini cenderung melakukan sesuatu dengan data untuk melihat pola-pola dan hubungan (Smith dan Ragan, 2000). Selain itu mereka juga sangat menyukai angka-angka dan dapat menginterpretasikan data serta menganalisis pola-pola abstrak dengan mudah. Gardner (Hoerr, 2007: 15) mendefinisikan kecerdasan logis matematis sebagai kemampuan untuk menangani relevansi/argumentasi serta mengenali pola dan urutan. Pengenalan pola dan urutan suatu kejadian membutuhkan cara berpikir yang logis. Berpikir induktif, deduktif, dan rasional merupakan ciri yang melekat pada orang yang memiliki kecerdasan logis matematis. Pendapat tentang kecerdasan logis matematis juga dikemukakan oleh Abdulkarim (2012) yang menyataka bahwa: The logical mathematical intelligenc : the capacity to understand the underlying principle of some kind of casual system, the way a scientist or a logician does, or to manipulate numbers, quantities, and operation, the way mathematician. Kecerdasan logis matematis merupakan kemampuan dasar pengetahuan sederhana untuk menganalisis masalah secara logis,memanipulasi angka dan operasi matematika. Nini Subini (2013: 73) juga berpendapat bahwa kecerdasan logis matematis adalah kecerdasan yang berhubungan dengan kemampuan berhitung, menalar, berpikir logis, serta dalam hal memecahkan masalah. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kecerdasan logis matematis adalah kemampuan dalam penalaran atau menghitung secara logis dan sistematis, melihat atau mengenali pola-pola dan suatu hubungan, menganalisis pola-pola absrak, berpikir deduktif-induktif dan bersifat rasional. Ciri-ciri dari kecerdasan logis matematis menurut Muhammad Yaumi(2012: 15-16) adalah:
32 a. Sangat menyukai bermain dengan bilangan dan menghitung. b. Suka untuk diatur, baik dalam problem solving dan mengenal pola-pola. c. Suka melakukan percobaan dengan cara yang logis. d. Mempunyai kemampuan untuk berpikir abstrak. e. Suka mengumpulkan dan mengklasifikasi sesuatu. f. Suka
menyelesaikan
berbagai
persoalan
yang
membutuhkan
penyelesaian yang logis. Tinggi rendahnya kecerdasan logis seseorang dapat dilihat dengan cara mengukur tingkat kecerdasan logis matematis menggunakan tes yang kemudian dapat diklasifikasikan kecerdasan logis matematis siswa tingkat tinggi, sedang, atau rendah. Tes yang diujikan berupa tes pilihan ganda dengan jumlah 40 soal dan 4 pilihan jawaban yang akan dikerjakan selama 120 menit. Abdulkarim
(2012)
mengemukakan
indikator
kecerdasan
matematis yang memuat capacity to analyze problem logically (kemampuan untuk menganalisa masalah secara logis), carry out mathematical
operation
(melaksanakan
operasi
matematika),
dan
investigate issues scientifically (menyelidiki masalah secara ilmiah). Fetaji dan Fetaji (2009) juga mengemukakan bahwa indikator kecerdasan logis matematis ada tiga yaitu number/reasoning smart (angka/cerdas dalam menalar), analyze problem logically (menganalisa masalah secara logis), and investigate issues scientifically (menyelidiki masalah secara ilmiah). Adapun indikator tes kecerdasan logis matematis dalam penelitian ini berdasarkan pandangan Abdulkarim meliputi: a. Kemampuan menyusun pola seperti kemampuan mengurutkan, mendeteksi serta menganalisis pola angka-angka tertentu dan mengenali pola dari simbol-simbol atau gambar-gambar. b. kemampuan logika (penalaran) yaitu kemampuan seseorang dalam berpikir secara induktif dan deduktif, berpikir menurut aturan logika, memahami,
dan
memecahkan
kemampuan berpikir.
masalah
dengan
menggunakan
33 c. Kemampuan
melakukan
perhitungan
secara
matematis
yaitu
kemampuan melakukan operasi hitung tentang angka.
B. Penelitian yang Relevan Hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut: Penelitian yang dilakukan oleh Estu Hari Prabawanti Tahun 2013, menyimpulkan bahwa pada siswa yang memiliki aktivitas tinggi, sedang, maupun rendah, model pembelajaran kooperatif tipe STAD memberikan hasil belajar yang lebih baik dibandingkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe TGT. Penelitian lainnya yaitu yang dilakukan oleh IK Sukada, dkk. (2013)bahwa kecerdasan logis matematis siswa berpengaruh positif terhadap hasil belajar matematika siswa. Hal ini disebabkan kecerdasan logis matematis mempunyai komponen yang khas yakni kepekaan dan kemampuan untuk membedakan satu pola logika atau angka dan kemampuan menangani rangkaian penilaian yang panjang. Ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh IGAN Trisna Jayantika, dkk. (2013) yang menyimpulkan bahwa kontribusi kecerdasan logis matematis terhadap prestasi belajar matematika adalah sebesar 62,6%. Itu berarti kecerdasan logis matematis mempunyai kontribusi atau pengaruh yang cukup besar terhadap prestasi atau hasil belajar siswa karena lebih dari 50%. Penelitian lain yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Karisma Ardhi Wijayanto (2013) dan yang menyatakan bahwa siswa dengan kecerdasan logis matematis tinggi mempunyai prestasi belajar matematika yang lebih baik dari pada siswa dengan kecerdasan logis matematis sedang dan rendah sedangkan siswa dengan kecerdasan logis matematis sedang mempunyai prestasi belajar matematika yang lebih baik dari pada siswa dengan kecerdasan logis matematis rendah. Persamaan dengan penelitian ini adalah sama-sama menggunakan kecerdasan logis matematis sebagai variabel bebasnya (variabel atribut), dan perbedaannya
34 penelitian yang dilakukan oleh Karisma Ardhi Wijayanto (2013) yaitu model pembelajaran yang digunakan adalah model TGT dan TAI. Berdasarkan penelitian-penelitian yang relevan, saya ingin meneliti dalam tesis saya mengenai model pempelajaran TGT dan TPS. Kebaruan penelitian saya adalah saya mengkaitkan dengan kecerdasan logis matematis.
C. Kerangka Berpikir Berdasarkan penyajian deskripsi, dapat disusun kerangka berpikir untuk memperjelas arah dan maksud penelitian. Kerangka berpikir ini disusun berdasarkan variabel yang dipakai dalam penelitian yaitu model pembelajaran kooperatif tipe TGT dan model pembelajaran kooperatif tipe TPS, dan pembelajaran langsung serta Tingkat Kecerdasan Logis Matematis dengan Prestasi Belajar Matematika.
1. Kaitan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT dan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS serta Pembelajran Langsung dengan Prestasi belajar Matematika Model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dapat menjadi metode pembelajaran alternatif dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran matematika di kelas karena dengan metode TPS, guru tidak lagi mendominasi kegiatan belajar mengajar siswa. Metode pembelajaran TPS diharapkan dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa melalui tahap kegiatan thinking, pairing, dan sharing. Tiga tahap kegiatan tersebut masing-masing memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir sendiri, bekerja sama dengan pasangannya untuk memecahkan suatu permasalahan, dan melatih siswa berkomunikasi terutama pada saat berbagi informasi, bertanya, atau mengungkapkan pendapat di depan kelas. Pembelajaran TPS melibatkan siswa secara aktif, misalnya mendiskusikan jawaban dengan pasangannya, memperhatikan penjelasan pasangannya, mengemukakan jawaban yang telah dipikirkan dan didiskusikan dengan pasangannya kepada kelompok lain di kelas,
dan
memperhatikan
kelompok
yang
sedang
mengemukakan
35 jawabannya di depan kelas sehingga proses pembelajaran menjadi lebih efektif. Perbedaan model ini dengan model konvensional terletak pada adanya sharing antar anggota kelompok. TGT adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menempatkan siswa dalam kelompok-kelompok belajar yang beranggotakan 5 sampai 6 orang siswa yang memiliki kemampuan, jenis kelamin, suku atau ras yang berbeda. Menurut Slavin pembelajaran kooperatif tipe TGT terdiri dari 5 langkah tahapan yaitu: tahap penyajian kelas, belajar dalam kelompok, permainan, pertandingan, dan penghargaan kelompok. Pada model pembelajaran langsung dengan, guru merupakan unsur terpenting dalam proses pembelajaran. Model ini memiliki ciri yaitu guru menyampaikan materi dengan menjelaskan, serta pembagian tugas, dan latihan. Berdasarkan uraian tersebut diduga bahwa model pembelajaran kooperatif tipe TGT menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik daripada model pembelajaran tipe TPS dan pembelajaran langsung. Model pembelajaran kooperatif tipe TPS menghasilkan prestasi belajar lebih baik daripada pembelajaran langsung. 2. Kaitan
Kecerdasan
Logis
Matematis
dengan
Prestasi
Belajar
Matematika Siswa memiliki tipe kecerdasan yang berbeda. Kecerdasan logis matematis merupakan satu dari beberapa kecerdasa majemuk. Perbedaan tingkat kecerdasan diduga mempengaruhi prestasi belajar siswa. Dengan penalaran dan cara berpikir yang baik, siswa yang mempunyai kecerdasan logis matematis tinggi mempunyai prestasi belajar yang lebih baik daripada siswa yang mempunyai kecerdasan logis matematis sedang dan rendah. Siswa yang mempunyai kecerdasan logis matematis sedang mempunyai prestasi belajar yang lebih baik daripada siswa yang mempunyai kecerdasan logis matematis rendah. Hal ini dikarenakan suasana kelas yang cenderung pasif dan membosankan, sehingga siswa yang mempunyai kecerdasan logis matematis rendah tidak dapat memahami secara maksimal materi yang disampaikan guru.
36 Berdasarkan keterangan diatas, diduga bahwa siswa yang mempunyai kecerdasan logis matematis tinggi mempunyai prestasi belajar yang lebih baik daripada siswa yang mempunyai kecerdasan logis matematis sedang, siswa yang mempunyai kecerdasan logis matematis tinggi akan mempunyai prestasi belajar yang lebih baik daripada siswa yang mempunyai kecerdasan logis matematis rendah, dan siswa yang mempunyai kecerdasan logis matematis sedang mempunyai prestasi yang lebih baik daripada siswa yang mempunyai kecerdasan logis matematis rendah. 3.
Kaitan Masing-Masing Tingkat Kecerdasan Logis Matematis terhadap Prestasi Belajar Matematika Dengan Model Pembelajara Kecerdasan logis matematis merupakan salah satu kecerdasan yang dimiliki setiap manusia. Kecerdasan ini memberikan efek pada kemampuan berpikir logis, proses berhitung, dan penalaran siswa. Pada siswa yang mempunyai kecerdasan logis matematis tinggi, cenderung memiliki kemampuan matematika yang tinggi pula dalam memahami konsep matematika sehingga prestasi belajar matematikanya tinggi pula. Model pembelajaran yang digunakan guru juga berperan dalam menentukan prestasi belajar siswa. Dalam penelitian ini, model pembelajaran yang digunakan adalahTGT, TPS, dan pembelajaran langsung. Pada model TGT, siswa dengan kecerdasan logis matematis tinggi mempunyai prestasi belajar yang lebih baik daripada siswa dengan kecerdasan logis matematis sedang dan rendah. Hal ini karena siswa berkecerdasan logis tinggi memiliki kemampuan menalar, mengingat, dan menjawab permasalahan lebih baik, sehingga pada tahap memahami materi secara individual dan mengerjakan latihan soal mereka lebih cepat dalam menjawab permasalahan yang diajukan oleh guru. Siswa yang mempunyai kecerdasan logis matematis tinggi mempunyai prestasi belajar yang lebih baik daripada siswa yang mempunyai kecerdasan logis matematis sedang. Hal ini dikarenakan siswa yang mempunyai kecerdasan logis matematis sedang di saat mengerjakan soal latihan, tes formatif dan tes unit secara individual mengalami sedikit kesulitan dibandingkan siswa yang mempunyai kecerdasan
37 logis matematis tinggi. Siswa yang mempunyai kecerdasan logis matematis tinggi akan mempunyai prestasi belajar yang lebih baik daripada siswa yang mempunyai kecerdasan logis matematis rendah. Hal ini dikarenakan siswa yang mempunyai kecerdasan logis matematis rendah di saat mengerjakan soal latihan, tes formatif dan tes unit secara individual mengalami banyak kesulitan dibandingkan siswa yang mempunyai kecerdasan logis matematis tinggi. Siswa yang mempunyai kecerdasan logis matematis sedang mempunyai prestasi belajar yang lebih baik daripada siswa yang mempunyai kecerdasan logis matematis rendah. Hal ini karena siswa yang mempunyai kecerdasan logis matematis rendah masih merasa kesulitan dalam memahami materi meskipun sudah dibantu oleh siswa yang memiliki kecerdasan diatasnya karena memiliki penalaran yang rendah dalam memahami materi. Pada model pembelajaran kooperatif tipe TPS , siswa yang mempunyai kecerdasan logis matematis tinggi dan sedang menghasilkan prestasi yang yang sama baiknya. Hal ini dikarenakan siswa yang mempunyai kecerdasan logis matematis tinggi dan sedang sama-sama dapat memahami materi dengan baik pada saat berpasangan. Selanjutnya, siswa dengan kecerdasan logis matematis tinggi dan sedang menghasilkan prestasi lebih baik dibandingkan siswa dengan kecerdasan rendah. Hal ini dikarenakan pada siswa dengan kecerdasan logis matematis rendah cenderung pasif dalam proses berpasangan dan diskusi, serta membutuhkan penjelasan ekstra agar dapat memahami suatu materi meskipun sudah diberi bantuan penjelasan dari siswa dengan kecerdasan logis matematis di atasnya. Pada model pembelajaran langsung, guru merupakan unsur terpenting dalam
proses
pembelajaran.
Model
ini
memiliki
ciri
yaitu
guru
menyampaikan materi dengan menjelaskan, serta pembagian tugas, dan latihan. Proses berpikir yang baik membuat siswa yang mempunyai kecerdasan logis matematis tinggi mempunyai prestasi belajar yang lebih baik daripada siswa yang mempunyai kecerdasan logis matematis sedang dan rendah. Siswa yang mempunyai kecerdasan logis matematis sedang mempunyai prestasi belajar yang lebih baik daripada siswa yang mempunyai kecerdasan logis matematis rendah.
38 4. Kaitan antara Masing-Masing Model Pembelajaran Terhadap Prestasi Belajar Matematika Ditinjau dari Kecerdasan Logis Matematika Kecerdasan logis matematis merupakan salah satu kecerdasan yang dimiliki setiap manusia. Kecerdasan ini memberikan efek pada kemampuan berpikir logis, proses berhitung, dan penalaran siswa. Pada siswa yang mempunyai kecerdasan logis matematis tinggi, cenderung memiliki kemampuan matematika yang tinggi pula dalam memahami konsep matematika sehingga prestasi belajar matematikanya tinggi pula. Model pembelajaran yang digunakan guru juga berperan dalam menentukan prestasi belajar siswa. Dalam penelitian ini, model pembelajaran yang digunakan adalah TGT, TPS dan pembelajaran langsung Pada model pembelajaran TGT, siswa dengan kecerdasan logis matematis tinggi mempunyai prestasi belajar yang lebih baik daripada siswa dengan kecerdasan logis matematis sedang dan rendah. Hal ini dikarenakan siswa berkecerdasan logis tinggi memiliki kemampuan menalar, mengingat, dan menjawab permasalahan lebih baik, sehingga pada tahap memahami materi secara individual dan mengerjakan latihan soal mereka lebih cepat dalam menjawab permasalahan yang diajukan oleh guru. Siswa yang mempunyai kecerdasan logis matematis tinggi mempunyai prestasi belajar yang lebih baik daripada siswa yang mempunyai kecerdasan logis matematis sedang. Hal ini dikarenakan siswa yang mempunyai kecerdasan logis matematis sedang di saat mengerjakan soal latihan, tes formatif dan tes unit secara individual mengalami sedikit kesulitan dibandingkan siswa yang mempunyai kecerdasan logis matematis tinggi. Siswa yang mempunyai kecerdasan logis matematis tinggi akan mempunyai prestasi belajar yang lebih baik daripada siswa yang mempunyai kecerdasan logis matematis rendah. Hal ini dikarenakan siswa yang mempunyai kecerdasan logis matematis rendah di saat mengerjakan soal latihan, tes formatif dan tes unit secara individual mengalami banyak kesulitan dibandingkan siswa yang mempunyai kecerdasan logis matematis tinggi. Siswa yang mempunyai kecerdasan logis matematis sedang mempunyai prestasi belajar yang lebih baik daripada siswa yang mempunyai kecerdasan logis matematis rendah. Hal
39 ini dikarenakan siswa yang mempunyai kecerdasan logis matematis rendah masih merasa kesulitan dalam memahami materi meskipun sudah dibantu oleh siswa yang memiliki kecerdasan diatasnya karena memiliki penalaran yang rendah dalam memahami materi. Pada model pembelajaran kooperatif tipe TPS, siswa yang mempunyai kecerdasan logis matematis tinggi dan sedang menghasilkan prestasi yang yang sama baiknya. Hal ini dikarenakan siswa yang mempunyai kecerdasan logis matematis tinggi dan sedang sama-sama dapat memahami materi dengan baik pada saat berpasangan. Selanjutnya, siswa dengan kecerdasan logis matematis tinggi dan sedang menghasilkan prestasi lebih baik dibandingkan siswa dengan kecerdasan rendah. Hal ini dikarenakan pada siswa dengan kecerdasan logis matematis rendah cenderung pasif dalam proses berpasangan dan diskusi, serta membutuhkan penjelasan ekstra agar dapat memahami suatu materi meskipun sudah diberi bantuan penjelasan dari siswa dengan kecerdasan logis matematis di atasnya. Pada model pembelajaran langsung, guru merupakan unsur terpenting dalam proses pembelajaran. Model ini memiliki ciri yaitu guru menyampaikan materi dengan menjelaskan, serta pembagian tugas, dan latihan. Dengan penalaran dan cara berpikir yang baik, siswa yang mempunyai kecerdasan logis matematis tinggi mempunyai prestasi belajar yang lebih baik daripada siswa yang mempunyai kecerdasan logis matematis sedang dan rendah. Siswa yang mempunyai kecerdasan logis matematis sedang mempunyai prestasi belajar yang lebih baik daripada siswa yang mempunyai kecerdasan logis matematis rendah. Hal ini dikarenakan suasana kelas yang cenderung pasif dan membosankan, sehingga siswa yang mempunyai kecerdasan logis matematis rendah tidak dapat memahami secara maksimal materi yang disampaikan guru
D. Hipotesis Penelitian Berdasarkan landasan teori dan kerangka berpikir di atas, maka dapat diperoleh hipotesis penelitian sebagai berikut.
40 1.
Model pembelajaran kooperatif tipe TGT menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik daripada tipe TPS dan model pembelajaran langsung. Model pembelajaran kooperatif tipe TPS menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik daripada model pembelajaran langsung.
2.
Siswa yang mempunyai kecerdasan logis matematis tinggi mempunyai prestasi belajar yang lebih baik daripada siswa yang mempunyai kecerdasan logis matematis sedang dan rendah. Siswa yang mempunyai kecerdasan logis matematis sedang mempunyai prestasi belajar yang lebih baik daripada siswa yang mempunyai kecerdasan logis matematis rendah.
3.
a. Pada siswa yang mempunyai kecerdasan logis matematis tinggi, model TGT, TPS, dan pembelajaran langsung dengan memberikan prestasi belajar yang sama baiknya. b. Pada siswa yang mempunyai kecerdasan logis matematis sedang, model TPS memberikan prestasi yang lebih baik daripada TGT dan pembelajaran langsung. Pada siswa yang mempunyai kecerdasan logis matematis sedang, model TGT dan TPS memberikan prestasi yang lebih baik daripada pembelajaran langsung. c. Pada siswa yang mempunyai kecerdasan logis matematis rendah, model TGT memberikan prestasi yang lebih baik daripada model TPS dan pembelajaran langsung. Pada siswa yang mempunyai kecerdasan logis matematis rendah, model TPS memberikan prestasi yang lebih baik daripada model pembelajaran langsung.
4.
a. Pada model pembelajaran kooperatif tipe TGT dengan siswa yang mempunyai kecerdasan logis matematis tinggi mempunyai prestasi belajar yang lebih baik daripada siswa yang mempunyai kecerdasan logis matematis sedang dan rendah. Siswa yang mempunyai kecerdasan logis matematis sedang mempunyai prestasi belajar yang lebih baik daripada siswa yang mempunyai kecerdasan logis matematis rendah.
41 b. Pada model pembelajaran kooperatif tipe TPS
siswa yang
mempunyai kecerdasan logis matematis tinggi dan sedang mempunyai prestasi belajar yang sama baiknya. Siswa yang mempunyai kecerdasan logis matematis tinggi dan sedang akan mempunyai prestasi belajar yang lebih baik daripada siswa yang mempunyai kecerdasan logis matematis rendah. c. Pada model pembelajaran langsung, siswa yang mempunyai kecerdasan logis matematis tinggi mempunyai prestasi belajar matematika yang lebih baik daripada siswa yang mempunyai kecerdasan logis matematis sedang dan rendah. Siswa yang mempunyai kecerdasan logis matematis sedang mempunyai prestasi belajar matematika yang lebih baik daripada siswa yang mempunyai kecerdasan logis matematis rendah.