BAB II LANDASAN TEORI 2.1
Penelitian Terdahulu Penelitian - penelitian terdahulu berfungsi sebagai pendukung untuk
melakukan penelitian. Penelitian - penelitian sebelumnya telah mengkaji masalah pembagian kerja dan pendelegasian wewenang yang masing – masing berpengaruh terhadap prestasi kerja, dan beberapa penelitian lain yang masih memiliki kaitan dengan variabel dalam penelitian ini. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Prayitno (2010), dengan judul Pengaruh Pembagian Kerja Terhadap Efektivitas Kerja Karyawan Pada PT. BNI (Persero), Tbk Kantor Cabang Syariah Medan. Batasan operasional dalam penelitian tersebut menggunakan Spesialisasi sebagai X1 dan Beban kerja sebagai X2 terhadap efektivitas Karyawan sebagai variabel terikatnya (dependent). Penelitian menggunakan metode Analisis Regresi Sederhana serta Validitas dan reliabilitas. Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah Spesialisasi Kerja dan Faktor Beban Kerja berpengaruh signifikan terhadap Efektivitas Kerja Karyawan. Dari penelitian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa variabel pembagian kerja berpengaruh secara signifikan terhadap efektivitas kerja karyawan PT. BNI (Persero), Tbk Kantor Cabang Syariah Medan sebesar 67,4% dan hipotesis diterima. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Asrima (2010), dengan judul Pengaruh Sistem Pendelegasian Wewenang Terhadap Efektivitas Kerja Karyawan
9
Pada PT. Mopoli Raya Medan. Batasan operasional dalam penelitian tersebut menggunakan Pendelegasian Wewenang sebagai variabel bebas (X) dan Efektivitas Kerja sebagai variabel terikat (Y). Penelitian menggunakan metode analisis regresi sederhana. Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah pendelegasian wewenang berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap efektivitas kerja karyawan PT. Mopoli Raya Medan dan jika pendelegasian wewenang dilaksanakan dengan baik maka efektivitas kerja akan meningkat. 2.2
Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Unsur sumber daya manusia adalah manusia yang merupakan tenaga kerja
perusahaan. Dengan demikian, fokus yang dipelajari manajemen sumber daya manusia ini hanyalah masalah yang berhubungan dengan tenaga kerja manusia saja. Manusia selalu berperan aktif dan dominan dalam setiap kegiatan organisasi, karena manusia menjadi perencana, pelaku, dan penentu terwujudnya tujuan organisasi. Untuk lebih jelasnya ada baiknya kita mengetahui pendapat beberapa ahli mengenai manajemen sumber daya manusia. Menurut Hasibuan (2007:10), “Manajemen Sumber Daya Manusia adalah ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan, dan masayarakat.”
10
2.3
Pengertian Pendelegasian Wewenang dan Pembagian Kerja
2.3.1
Pengertian Dan Prinsip Pendelegasian Wewenang Organisasi besar maupun kecil, swasta maupun pemerintahan, tidak
mungkin dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan tanpa adanya sistem wewenang. Mengenai pengertian wewenang itu sendiri banyak sekali pendapat para ahli manajemen yang saling berbeda, namun pengertiannya secara garis besar tetap sama. Menurut Handoko (2003 : 212) wewenang adalah hak untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu agar tercapai tujuan tertentu. Sedangkan menurut Daft (2002 : 397), Wewenang (authority) adalah hak formal dan legitimasi dari seorang manajer untuk membuat keputusan, mengeluarkan perintah, dan mengalokasikan sumber daya untuk mencapai hasil yang diinginkan organisasi. Pendelegasian wewenang diperlukan untuk memperlancar kegiatan manajemen perusahaan. Delegasi (delegation) merupakan proses bagi para manajer untuk mentransfer wewenang dan tanggung jawab kepada bawahanbawahannya dalam hirarki organisasi (Daft, 2002 : 397). Menurut Hasibuan (2001 : 72) pendelegasian wewenang adalah memberikan sebagian pekerjaan atau wewenang oleh delegator (pemberi wewenang) kepada delegate (penerima wewenang) untuk dikerjakannya atas nama delegator. Handoko (2003 : 224) menyatakan delegasi wewenang adalah proses di mana para manajer mengalokasikan wewenang kebawah kepada orangorang yang melapor kepadanya.
11
Terdapat dua pandangan mengenai sumber wewenang (Handoko, 2003 : 212) yaitu : a. Pandangan Klasik atau Teori Formal Pandangan wewenang formal menyebutkan bahwa wewenang adalah dianugerahkan, wewenang ada karena seseorang diberi atau dilimpahi atau diwarisi hal tersebut. Pandangan ini menganggap bahwa wewenang berasal dari tingkat masyarakat yang sangat tinggi dan kemudian hukum dari tingkat ke tingkat. Jadi, pandangan ini menelusuri sumber tertinggi dari wewenang keatas sampai sumber terakhir, di mana untuk organisasi perusahaan adalah pemilik atau pemegang saham. b. Teori Penerimaan Teori penerimaan berpendapat bahwa wewenang seseorang timbul hanya bila hal itu diterima oleh kelompok atau individu kepada siapa wewenang tersebut dijalankan. Pandangan ini menyatakan kunci dasar wewenang ada dalam yang dipengaruhi (influencee) bukan yang mempengaruhi (influencer). Jadi wewenang itu ada atau tidak tergantung pada penerima (receiver), yang memutuskan untuk menerima atau menolak. Persyaratan agar seseorang bersedia menerima komunikasi yang bersifat kewenangan. Persyaratan tersebut sebagaimana dikemukakan oleh Barnard dalam Handoko (2003 : 213) terdiri dari empat hal, yaitu :
12
1. Bawahan
dapat
memahami
apa
yang
diinginkan
atau
dikomunikasikan oleh pimpinan atau atasan. 2. Bawahan memutuskan untuk menjalankan apa yang diperintahkan oleh atasannya, dia meyakini bahwa apa yang diperintahkan konsisten atau tidak bertentangan dengan rencana pencapaian tujuan organisasi. 3. Bawahan memutuskan untuk menjalankan apa yang diperintahkan oleh atasannya, dia meyakini bahwa apa yang diperintahkan konsisten mendukung nilai, misi, maupun motif pribadi atau kelompoknya. 4. Bawahan mampu secara mental maupun fisik menjalankan apa yang diperintahkan. 2.3.2
Prinsip Pendelegasian Wewenang Stoner dalam Handoko (2003 : 225) memberikan prinsip klasik mengenai
dasar agar pelimpahan wewenang efektif, yaitu : a. Prinsip Skalar (Skalar Principle) Prinsip Skalar merujuk kepada pedoman bahwa dalam sebuah proses pendelegasian wewenang harus ada garis wewenang yang jelas dari hierarki yang tertinggi hingga hierarki yang terendah. Garis wewenang yang jelas akan memberikan kemudahan mengenai kepada siapa delegasi harus diberikan, siapa yang akan memberikan delegasi, dan kepada siapa pertanggungjawaban harus dilakukan. Garis wewenang ini juga dimaksudkan agar :
13
1. Kesenjangan
(gap)
yaitu
tugas-tugas
tidak
ada
penanggungjawabnya. 2. Tumpang-tindih (overlaps) yaitu tanggung jawab atas tugas yang sama diberikan kepada lebih dari satu orang individu. 3. Perintah berganda (split of command) di mana tanggung jawab atas tugas yang sama diberikan kepada lebih dari satu satuan organisasi. Bila hal-hal ini terjadi akan menimbulkan kebalauan wewenang dan akuntabilitas. b. Prinsip Kesatuan Perintah (unity of command) Prinsip kesatuan perintah menyatakan bahwa setiap bawahan dalam organisasi seharusnya melaporkan kepada seorang atasan. Pelaporan kepada lebih dari satu atasan membuat individu mengalami kesulitan untuk mengetahui kepada siapa pertanggungjawaban diberikan dan instruksi mana yang harus diikuti. Disamping itu, bawahan dapat menghindari tanggung jawab atas pelaksanaan tugas yang jelek dengan alasan banyaknya tugas dari atasan lain. c. Tanggung jawab, Wewenang, dan Akuntabilitas Prinsip ini menyatakan bahwa : 1. Organisasi dapat menggunakan sumber daya-sumber dayanya dengan lebih efisien, tanggung jawab untuk tugas-tugas tertentu diberikan ke tingkatan organisasi yang paling bawah di mana ada cukup kemampuan dan informasi untuk menyelesaikannya.
14
2. Konsekuensi wajar peranan tersebut adalah bahwa setiap individu dalam organisasi untuk melaksanakan tugas yang dilimpahkan kepadanya dengan efektif, dia harus diberi wewenang secukupnya. 3. Bagian penting dari delegasi tanggung jawab dan wewenang adalah akuntabilitas penerimaan tanggung jawab dan wewenang berarti individu juga setuju untuk menerima tuntutan pertanggungjawaban pelaksanaan
tugas.
Bagi
manajer,
selain
harus
mempertanggungjawabkan tugas-tugasnya sendiri, juga harus mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas bawahannya. 2.3.3
Pengertian Pembagian Kerja Manurut Hasibuan (2007:28) “analisis pekerjaan adalah menganalisis dan
mendesain pekerjaan apa saja yang perlu dikerjakan, bagaimana mengerjakannya, dan mengapa pekerjaan itu harus dilakukan. Analisi pekerjaan adalah informasi tertulis mengenai pekerjaan apa saja yang harus dikerjakandalam suatu perusahaan agar tujuan tercapai”. Manfaat analisis pekerjaan akan memberikan informasi tentang aktivitas pekerjaan, standar pekerjaan, konteks pekerjaan, persyaratan personalia, perilaku manusia dan alat-alat yang akan digunakan. Menurut Rivai (2004:107) ada beberapa pengertian tentang analisis pekerjaan yaitu: 1. Analisis pekerjaan adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang pekerjaan dan proses menentukan persyaratan yang harus disiapkan,
15
termasuk
didalamnya
sistematika
rekrutmen,
evaluasi
atau
pengendalian, dan organisasi tau perusahaannya. 2. Analisis pekerjaan merupakan kegiatan atau proses menghimpun dan menyususn bebagai informasi yang berkenaan denga setiap pekerjaan, tugas-tugas,
jenis
pekerjaan,
dan
tanggung
jawabnya
secara
operasional untuk mewujudkan tujuan organisasi atau bisnis sebuah perusahaan. 3. Analsis pekerjaan adalah usaha untuk mencari tahu tentang jabatan atau pekerjaan yang berkaitan dengan tugas-tugas yang dilakukan dalam jabatan tersebut. Penelitian ini akan membahas produk utama dari analisis jabatan yaitu pembagian kerja atau yang lebih dikenal dengan job description. pengertian pembagian kerja (job description) menurut beberapa ahli : 1. Menurut Hasibuan (2007:33) Pembagian kerja yaitu informasi tertulis yang menguraikan tugas dan tanggung jawab, kondisi pekerjaan, hubungan pekerjaan, dan aspekaspek pekerjaan pada suatu jabatan tertentu dalam organisasi. 2. Menurut Rivai (2004:125) Pembagian tugas adalah hasil analisis pekerjaan sebagai rangkaian kegiatan atau proses menghimpun dan mengolah informasi mngenai pekerjaan.
16
3. Menurut Pophal (2008:8) “Pembagian kerja adalah rekaman tertulis mengenai tanggung jawab dari pekerjaan tertentu. Dokumen ini menunjukkan kualifikasi yang dibutuhkan untuk jabatan tersebut dan menguraikan bagaimana pekerjaan
tersebut
berhubungan
dengan
bagian
lain
dalam
perusahaan”. 2.4
Manfaat Pendelegasian Wewenang dan Pembagian Kerja
2.4.1
Manfaat dan Kendala Pendelegasian Wewenang Manfaat dari pendelegasian atau pelimpahan wewenang (Sule dan
Saefullah, 2005 : 180), antara lain : a. Pendelegasian wewenang memungkinkan sub bagian atau bawahan mempelajari suatu yang baru dan memperoleh kesempatan untuk melakukan sesuatu yang baru tersebut. b. Pendelegasian wewenang mendorong tercapainya keputusan yang lebih baik dalam berbagai hal. Adanya pendelegasian wewenang kepada bawahan, misalnya dalam hal di mana bawahan mengetahui keadaanya, maka akan mendorong hasil yang lebih baik. Karena dilimpahkan kepada orang yang mengetahui keadaan sebenarnya di lapangan. c. Penyelesaian pekerjaan akan dapat dilakukan dengan lebih cepat sekiranya pendelegasian wewenang tersebut berjalan sebagaimana mestinya dan diberikan kepada orang yang bertanggung jawab.
17
Sekalipun pendelegasian wewenang memiliki sisi manfaat, namun juga tidak terlepas dari kendala dalam pelaksanaannya (Sule dan Saefullah, 2005 : 180) seperti : a. Karyawan yang tidak memiliki kemampuan atau kapabilitas untuk menerima dan menjalankan sesuatu yang didelegasikan kepadanya justru akan menghambat pencapaian tujuan ke arah yang lebih baik. b. Pendelegasian wewenang akan berdampak pada kurang bertanggung jawabnya atasan terhadap apa yang semestinya dilakukan. c. Pendelegasian wewenang sering kali dilakukan bukan sebagai proses pembelajaran dan pemberian kepercayaan dari atasan kepada bawahan, akan tetapi lebih sebagai pelarian tanggung jaawab atasan kepada bawahan. Menurut Sule dan Saefullah (2005 : 181) agar pendelegasian wewenang dapat berjalan secara efektif, maka ada tiga kunci pokok yang perlu diperhatikan, yaitu : a. Kepercayaan manajer terhadap bawahan dalam mendelegasikan wewenang perlu diiringi dengan pemberian kebebasan kepada bawahan untuk menjalankan kewenangannya manurut caranya sendiri. b. Komunikasi yang terbuka antara manajer dengan bawahan. c. Kemampuan manajer dalam memahami tujuan organisasi, tuntutan dari setiap pekrjaan, dan kemampuan bawahan.
18
Delegasi menjadi efektif maka ada beberapa hal yang dapat dilakukan (Manullang, 2006 : 114) seperti : a. Unsur delegasi harus lengkap dan jelas b. Manajer harus mendelegasikan kepada orang yang tepat c. Manajer yang mendelegasikan harus memberikan peralatan yang cukup dan mengusahakan keadaan sekitar yang efisien. d. Manajer yang mendeleger harus memberikan insentif 2.4.2
Sentralisasi Dan Desentralisasi Wewenang Dalam Perusahaan Faktor dan sistem yang dapat menentukan efektivitas suatu organisasi,
antara lain adalah sistem sentralisasi dan desentralisasi wewenang dalam organisasi. Menurut Handoko (2003 : 229) sentralisasi adalah pemusatan kekuasaan dan wewenang pada tingkatan atas suatu organisasi, sedangkan desentralisasi adalah penyebaran atau pelimpahan secara meluas kekuasaan dan wewenang pembuatan keputusan kepada tingkatan-tingkatan organisasi yang lebih rendah. Berdasarkan defenisi dapat dilihat konsep sentralisasi dan desentralisasi. Konsep sentralisasi berhubungan dengan derajat di mana wewenang dipusatkan, sedangkan desentralisasi adalah konsep yang lebih luas dan berhubungan dengan seberapa jauh manajemen puncak mendelegasikan wewenang ke bawah, ke divisidivisi, cabang atau unit-unit organisasi ditingkat yang lebih rendah. Sentralisasi dan desentralisasi wewenang secara mutlak pada prakteknya jarang sekali dijumpai. Karena jika wewenang tersebut adalah sentralisasi secara mutlak berarti tidak ada pimpinan tingkat bawah. Adanya pemberian wewenang
19
ke bawah merupakan salah satu ciri dari suatu organisasi. Sebaliknya, tidak mungkin pula dijumpai desentralisasi wewenang yang mutlak. Karena jika pimpinan memberikan seluruh wewenangnya kepada bawahan maka statusnya sebagai pimpinan dan kedudukannya dalam struktur organisasi tidak ada. Menurut Hasibuan (2007:81) ada beberapa faktor yang menentukan tingkat delegasi wewenang, apakah termasuk sentralisasi ataukah desentralisasi, antara lain : a. Mahalnya keputusan (Costliness of decision) Jika keputusan-keputusan itu mahal, penting, dan resikonya besar, hanya bisa diputuskan oleh manajer puncak saja maka dalam hal ini terjadi sentralisasi wewenang. b. Keseragaman kebijaksanaan (Uniformity of policies) Jika kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan oleh perusahaan hendak diseragamkan maka harus ditetapkan secara sentral, jadi sentralisasi wewenang. c. Kemajuan perusahaan (Business dynamics) Jika menginginkan perusahaan maju dan berkembang maka harus disertai dengan kebebasan bawahan untuk mengembangkan diri, jadi desentralisasi wewenang. d. Sejarah perusahaan (History of business) Tergantung pada tumbuh dan berdirinya perusahaan. Jika perusahaan pada waktu didirikan berbentuk perusahaan perseorangan maka segala kegiatan cenderung untuk dilakukan sendiri, jadi sentralisasi wewenang. Apabila pada saat perusahaan berkembang, menurut
20
pemilik perkembangan perusahaan ini disebabkan cara manajemen yang dilakukan pada waktu perusahaan itu berbentuk perusahaan perseorangan maka dala hal ini akan diterapkan sentralisasi wewenang. Tetapi jika pada waktu didirikan perusahaan berbentuk CV. atau PT. maka cenderung diterapkan desentralisasi wewenang. e. Keinginan untuk bebas (Desire for independence) Jika para manajer ingin memiliki kebebasan (tidak tergantung pada orang lain), maka akan dilakukan desentralisasi wewenang. f. Teknik pengendalian (Control technique) Jika sistem pengendalian baik, alat pengendalian lengkap maka akan cenderung terjadi desentralisasi wewenang. Sebaliknya jika sistem pengendalian kurang baik, alat pengendalian tidak lengkap maka cenderung terjadi sentralisasi wewenang. g. Pengaruh lingkungan (Environmental Influence) Jika pengaruh lingkungan banyakyang perlu ditafsirkan secara intensif maka tugas-tugas penafsiran itu akan dilakukan oleh manajer puncak, jadi diterapkanlah sentralisasi wewenang. Beberapa cara untuk membantu manajer melakukan delegasi yang efektif, yaitu : 1. Menerangkan dengan jelas rencan-rencana dan kebijakan-kebijakan artinya seorang bawahan akan menyusun rencana-rencana petunjuk atasannya. Atasan memberikan penuntun ke arah pemikiran dan
21
rencana-rencana yang tersedia yang dapat mempengaruhi bidang pengambilan keputusan. 2. Rincian tugas-tugas pekerjaan dan wewenang secara jelas. 3. Memilih orang yang tepat untuk pekerjaa yang ditugaskan. 4. Peliharalah garis-garis komunikasi yang terbuka. 5. Tetapkanlah alat-alat pengendalian yang baik. 2.4.3
Manfaat Pembagian Kerja dan Spesialisasi Deskripsi kerja pertama-tama digunakan sebagai dasar untuk penilaian
jabatan, deskripsi kerja juga dikenal pimpinan sebagai dasar untuk memimpin. Rivai
(2004:125)
menyatakan
bahwa
manfaat
pembagian
kerja
untuk
menentukan: 1. Ringkasan pekerjaan dan tugas-tugas (job summary and duties) 2. Situasi dan kondisi kerja (working condition) 3. Persetujuan (Approvals) Adam smith dalam bukunya Wealth of Nation mengatakan bahwa spesialisasi mampu meningkatkan produktivitas tenaga kerja dan efesiensi sumber daya yg digunakan baik (Herujito, 2001:129). Manfaat dari spesialisasi adalah : a. Pekerja yang bekerja sesuai dengan keahliannya b. Waktu yang digunakan untuk tahapan kerja lebih sedikit kecil dari pekerjan tertentu Pembagian kerja akan memberikan ketegasan dan standar tugas yang harus dicapai oleh seorang pejabat yang memegang jabatan tersebut. Pembagian
22
pekerjaan ini menjadi dasar untuk menetapkan spesifikasi pekerjaan dan evaluasi pekerjaan bagi pejabat yang memegang jabatan itu. Pembagian kerja yang kurang jelas akan mengakibatkan seorang pejabat kurang mengetahui tugas dan tanggung jawabnya. Hal ini mengakibatkan pekerjaan menjadi tidak beres. Disinilah letak pentingnya peranan pembagian kerja dalam setiap perusahaan atau organisasi (Hasibuan, 2007:33). 2.5
Efektivitas Karyawan Suatu organisasi yang berhasil dapat diukur dengan melihat pada sejauh
mana organisasi tersebut dapat mencapai tujuan yang sudah ditetapkan. Pentingnya efektivitas organisasi dalam pencapaian tujuan-tujuan organisasi, dan efektivitas adalah kunci dari kesuksesan suatu organisasi. Etzioni dalam Tangkilisan (2005:139) “Efektivitas adalah tingkat sejauh mana suatu organisasi yang merupakan system social dengan segala sumber daya dan sarana tertentu yang tersedia memenuhi tujuan-tujuannya tanpa pemborosan dan menghindai ketegangan yang tidak perlu diantara anggota-anggotanya” Argris dalam Tangkilisan (2005:139) “Efektivitas adalah keseimbangan atau pendekatan optimal pada pencapaian tujuan, kemampuan, dan pemanfaatan tenaga manusia” Jadi konsep tingkat efektivitas menunjukkan pada tingkat jauh organisasi melaksanakan kegiatan atau fungi-fungsi sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai dengan menggunakan secara optimal alat-alat dan sumber-sumber yang ada.
23
2.5.1
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Efektivitas Kerja Ronald 0' Reilly (2003 : 119), mengemukakan faktor-faktor efektivitas
kerja adalah sebagai berikut: 1. Rancangan Tugas. Tim-tim kerja akan dapat berjalan dengaan baik apabila memiliki kebebasan, kesempatan untuk memanfaatkan keterampilan-keterampilan kemampuan
untuk
dan
bakat-bakat
menyelesaikan
tugas
yang atau
berbeda-beda, produk
secara
menyeluruh dan sebuah tugas atau proyek yang memiliki dampak yang substansial terhadap pihak-pihak lain. 2. Komposisi. Kategori ini meliputi variabel-variabel yang berkaitan dengan bagaimana karakter dari para staf tim kerja. Bagaimana kernampuan dan kepribadian dari para anggota tim kerja, ukuran tim kerja, fleksibilitas tim kerja dan preferensi para anggota untuk bekerja secara tim. 3. Konteks. Tiga faktor konseptual yang signifikan berkaitan dengan kinerja tim adalah kehadiran sumberdaya yang mencukupi, adanya kepemimpinan yang efektif dan sebuah evaluasi kinerja dan sistem imbalan yang menghargai sumbangan dari tim kerja. 4. Proses. Kategori yang terakhir berkaitan dengan efektivitas adalah variabel proses. Ini meliputi komitmen anggota terhadap sebuah tujuan bersama, penetapan tujuan ketetapan waktu dan yang terakhir adalah kelengkapan. Apabila keempat hal tersebut telah dilaksanakan sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh perusahaan, maka kualitas yang
24
akan dicapai terpenuhi sesuai dengan apa yang diinginkan oleh perusahaan. 2.5.2
Indikator Efektivitas Kerja Indikator dari efektivitas kerja (Hasibuan, 2003 : 105) yaitu : 1. Kualitas kerja Kualitas kerja adalah ketelitian, kerapian, dan keterkaitan hasil kerja yang dilakukan dengan baik agar dapat menghindari kesalahan dalam menyelesaikan suatu pekerjaan. 2. Kuantitas Kerja. Kuantitas kerja adalah volume kerja yang dihasilkan di bawah kondisi normal. Kuantitas juga menunjukkan banyaknya jenis pekerjaan yang dilakukan dalam satu waktu sehingga efektivitas dapat terlaksana sesuai dengan tujuan perusahaan. 3. Pemanfaatan Waktu. Pemanfaatan waktu adalah pengggunaan masa kerja yang disesuaikan dengan kebijakan perusahaan agar pekerjaan selesai tepat pada waktu yang ditetapkan. Kedisiplinan adalah kesadaran dan kesediaan seseorang manaati semua
peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku (Hasibuan, 2003 : 193). Setiap karyawan diharapkan mampu untuk mematuhi segala aturan yang ada. Selain itu, karyawan juga harus dapat menggunakan waktu seefisien mungkin, terutama dengan cara datang tepat waktu ke kantor dan berusaha untuk
25
menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya. Sehingga efektivitas kerja dapat tercapai. Menurut Hasibuan (2001 : 70) tanggung jawab kerja adalah keharusan untuk melakukan semua kewajiban atau tugas-tugas yang dibebankan kepadanya sebagai akibat dari wewenang yang diterima atau dimilikinya. Karena adanya tanggung jawab maka karyawan dituntut untuk mampu bekerja dengan sebaikbaiknya. Upaya dalam meningkatkan efektivitas kerja dapat dilakukan dengan pembinaan karyawan serta jaminan keamanan selama bekerja maupun sesudahnya, dan yang paling penting adalah terjadinya komunikasi dalam pendelegasian wewenang dari atasan ke bawahan. Peningkatan kualitas sumber daya manusia tentunya sangat diperlukan guna mewujudkan hasil yang diharapkan oleh setiap perusahaan. Setiap karyawan sudah sepatutnya diarahkan untuk lebih meningkatkan efektivitas kerja mereka melalui berbagai tahapan usaha secara maksimal. Sehingga pemanfaatan sumber daya manusia akan lebih berpotensi dan akan lebih mendukung keberhasilan perusahaan. 2.6
Defenisi Persepsi Persepsi setiap orang terhadap suatu objek akan berbeda-beda. Oleh
karena itu persepsi memiliki sifat subjektif. Persepsi yang dibentuk oleh seseorang di pengaruhi oleh pikiran dan lingkungan sekitarnya. Selain itu, satu hal yang perlu di perhatikan dari persepsi adalah persepsi secara subtansil bisa sangat berbeda. Persepsi mencakup kognisi tahap lanjut, yaitu menginterpretasikan
26
informasi yang diperoleh dari penginderaan. Berikut beberapa pengertian persepsi: a. Menurut Stanton (dalam Setiadi, 2003:160) “Persepsi dapat didefinisikan sebagai makna yang dipertalikan berdasarkan pangalaman masa lalu, stimuli (rangsangan-rangsangan) yang kita terima melalui panca indera”. b. Menurut Webster (dalam Setiadi, 2003:106) “Persepsi
adalah
proses
bagaimana
diorganisasi, dan diinterprestasikan”.
27
stimuli-stimuli
diseleksi,