BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Keunggulan Bersaing Melalui Proses Bisnis Persaingan di dunia usaha yang sangat ketat dewasa ini terjadi karena setiap perusahaan berupaya untuk mempertahankan kelangsungan hidup dirinya sendiri di tengah perubahan-perubahan yang sangat cepat dan kompleks. Setiap perusahaan dituntut untuk dapat membaca perubahan yang sedang dan akan terjadi, sehingga mereka dapat membuat strategi yang tepat untuk menghadapi persaingan yang ada. Untuk dapat bersaing, perusahaan harus memiliki suatu keunggulan bersaing (competitive advantage). Keunggulan bersaing adalah suatu nilai yang mampu diciptakan oleh perusahaan bagi pelanggannya, dimana nilai tersebut melebihi dari biaya perusahaan untuk menciptakannya serta lebih tinggi dari pesaingnya (Dirgantoro, 2002, p.13). Untuk dapat memiliki keunggulan bersaing, dua jenis strategi keunggulan bersaing yang umumnya dilakukan oleh suatu perusahaan yaitu : (Porter, 1997) 1. Keunggulan biaya Perusahaan harus menjadi produsen yang memberikan biaya yang terendah kepada pelanggannya.
2. Diferensiasi Perusahaan harus memberikan barang atau jasa yang unik dan berbeda dari perusahaan lain kepada pelanggannya. Untuk dapat memiliki strategi bersaing tersebut, maka perusahaan harus memiliki kompetensi inti (core competencies). Kompetensi inti ini berkaitan dengan kemampuan, pengetahuan dan teknologi yang dimiliki perusahaan dan apabila digabungkan dengan proses strategis (strategic process) akan membentuk suatu kemampuan inti (core capabilities). Proses strategis adalah proses bisnis yang digunakan untuk menyampaikan produk atau jasa yang bernilai tinggi kepada pelanggan (Dirgantoro, 2002, p.16). Hal tersebut dapat dilihat pada gambar 2.1.
Core Competencies
+
Strategic Process
=
Core Capabilities
Gambar 2.1. Core Competencies, Strategic Process and Core Capabilities
Dengan demikian, keunggulan bersaing suatu perusahaan tidak terlepas dari keunggulan dari proses bisnisnya. Di dalam menjalankan bisnisnya, setiap perusahaan memiliki proses bisnis yang berbeda satu sama lain Proses bisnis pada dasarnya adalah suatu cara yang lebih baik untuk menyampaikan barang atau jasa kepada pelanggan. Di dalam proses bisnis ada tiga komponen utama yaitu masukan, transformasi dan keluaran. Hal tersebut dapat dilihat pada gambar 2.2.
Input
Transformasi
Output
Proses Bisnis Gambar 2.2. Proses Bisnis
Masukan dapat berupa bahan mentah, sumber daya manusia, modal, uang, dan sebagainya. Transformasi dapat berupa bahan aktivitas produksi, pelayanan pelanggan, administrasi, dan sebagainya. Keluaran dapat berupa barang atau jasa yang dapat memiliki berbagai bentuk. Untuk pencapaian keunggulan melalui proses bisnis ini dibutuhkan integrasi dari beberapa aspek (Dirgantoro, 2002, p.76) yaitu : 1. Manusia (People). Setiap organisasi atau perusahaan digerakkan oleh manusia. Manusia merupakan aktor utama dalam perusahaan. Perubahan atau perbaikan dari suatu sistem belum tentu dapat berjalan dengan baik jika tidak diikuti oleh perubahan atau perbaikan perilaku dari manusianya. Dalam hal ini dibutuhkan suatu manajemen perubahan yang menyangkut faktor manusia. 2. Proses (Process). Proses adalah seperangkat kegiatan yang terkait satu sama lain yang merubah atau mentransformasi masukan menjadi keluaran. Setiap proses yang baik harus memberikan nilai tambah bagi setiap keluaran dari setiap prosesnya.
3. Teknologi informasi (Information Technology). Peranan teknologi informasi sangat penting di dalam membantu proses bisnis menjadi efektif dan efesien. Dukungan teknologi informasi memberikan peluang yang sangat besar untuk setiap perusahaan mengembangkan bisnisnya secara lebih luas dan tak terbatas. 4. Strategi (Strategy). Strategi merupakan suatu upaya yang dilakukan perusahaan untuk menetapkan arah perusahaan, mengelola sumber saya yang terbatas, sehingga dapat memberikan keuntungan yang terbaik untuk memenangkan persaingan di pasar. Strategi akan meliputi tujuan jangka panjang serta sumber keunggulan yang merupakan pengembangan pemahaman tentang pemilihan pasar dan pelanggan dengan cara yang terbaik untuk bersaing. 5. Manajemen Pengetahuan (Knowledge Management). Ada dua jenis pengetahuan utama yang ada dalam perusahaan yaitu ketrampilan (skill) dari orang-orang maupun fakta-fakta yang dapat ditulis atau diajarkan dan ketrampilan (skill), pertimbangan (judgement) dan intuisi bisnis yang dimiliki sesorang yang tidak bisa diajarkan. Perusahaan harus memiliki kemampuan untuk dapat membuat kedua jenis pengetahuan tersebut tersimpan di dalam perusahaan walaupun orang-orang yang memiliki pengetahuan tersebut sudah tidak berada lagi di dalam perusahaan. Untuk itu perusahaan harus memiliki sistem atau manajemen akan pengetahuan, sehingga dari waktu ke waktu perusahaan dapat menjalankan kegiatannya dengan lancar dan melakukan perbaikan-perbaikan yang dibutuhkan untuk lebih meningkatkan proses bisnisnya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi upaya untuk mencapai keunggulan bersaing tersebut dapat dilihat pada gambar 2.3.
Competitiveness
Know
ledge
People Process IT Strategy Gambar 2.3. Keunggulan Proses Bisnis
2.2 Business Process Improvement dan Business Process Reengineering
Untuk dapat terus bertahan, perusahaan harus terhadap
setiap
dapat memberikan respon
perubahan yang terjadi di lingkungan
bisnisnya. Untuk
itu
perusahaan harus melakukan perubahan dan salah satunya melalui perubahan proses bisnis agar kinerja yang dihasilkan dapat terus meningkat. Secara umum perubahan
yang terjadi dapat dibedakan menjadi perubahan yang terjadi secara perlahan dan perubahan secara radikal. Dalam konteks proses bisnis, perubahan yang terjadi secara perlahan disebut Business Process Improvement, dan yang terjadi secara radikal disebut Business Process Reengineering. Business Process Improvement dilakukan melalui perbaikan atau peningkatan proses atau aktivitas bisnis secara perlahan dan tidak secara radikal untuk meningkatkan kinerja perusahaan. Perbaikan atau peningkatan dilakukan secara berkelanjutan dengan melakukan pemantauan terus menerus terhadap kinerja perusahaan. Pemantauan ini diperlukan agar dapat diketahui proses-proses mana saja yang sudah berkinerja dengan baik dan proses mana yang belum berkinerja dengan baik, sehingga langkah-langkah perbaikan dapat segera dilakukan. Business
Process
Reengineering
dilakukan
melalui
perubahan
atau
perombakan proses bisnis secara radikal atau secara total terhadap proses bisnis. Perusahaan yang melakukan perombakan secara besar-besaran biasanya adalah perusahaan yang sedang mengalami masalah yang besar, misalnya terjadinya penurunan yang tajam terhadap penjualan atau pendapatan perusahaan, kehilangan pangsa pasar yang besar, dan sebagainya. Untuk itu, perusahaan harus meninjau kembali atau mengganti keseluruhan proses bisnisnya agar proses bisnis yang baru dapat berjalan lebih efektif dan efisien. Beberapa hal yang harus diperhatikan jika perusahaan ingin melakukan rekayasa ulang terhadap proses bisnisnya adalah •
Perusahaan harus menjawab pertanyaan-pertanyaan dasar-dasar beroperasinya perusahaan. Konsentrasi harus dilakukan untuk menentukan proses bisnis apa yang seharusnya ada atau dilakukan oleh perusahaan, sehingga ketika rekayasa
ulang dilakukan segala asumsi atau praktek bisnis yang telah ada sebagian besar diabaikan. •
Rekayasa ulang harus dilakukan secara radikal dengan menata ulang proses bisnis. Untuk itu harus dimulai dari akar permasalahan yang ada, bukan sekedar dari proses yang ada sekarang saja.
•
Rekayasa ulang dilakukan jika perusahaan menginginkan hasil yang luar biasa atau suatu lompatan yang besar terhadap kinerja perusahaan.. Perusahaan-perusahaan yang melakukan rekayasa ulang terhadap proses
bisnisnya dapat diidentifikasi sebagai berikut : 1. Perusahaan-perusahaan yang sedang mengalami masalah besar misalnya penurunan yang sangat tajam baik dari segi pendapatan atau penjualan maupun kehilangan pangsa pasar. 2. Perusahaan-perusahaan yang belum mengalami kesulitan yang besar, tetapi mereka telah melihat ke depan akan segera datang masalah apabila mereka tidak melakukan suatu perombakan yang besar terhadap proses bisnisnya. 3. Perusahaan-perusahaan yang sedang berada dalam kondisi puncak, namun perusahaan
tersebut
terus
melakukan
perbaikan
untuk
menjaga
terus
kepemimpinannya. Seringkali terjadi kekeliruan bahwa suatu perusahaan menyatakan bahwa ia melakukan rekayasa ulang terhadap proses bisnisnya, namun yang dilakukan sebenarnya hanya merupakan peningkatan terhadap proses bisnisnya. Rekayasa ulang
melibatkan perubahan yang cukup besar baik terhadap proses bisnis maupun organisasi dari perusahaan. Antara rekayasa ulang dengan peningkatan proses bisnis sebenarnya merupakan suatu hal yang terkait satu sama lain karena untuk dapat melakukan suatu lompatan yang besar, maka tidak dapat dilakukan dan diharapkan hasil secara cepat begitu saja karena dibutuhkan waktu, tenaga dan biaya untuk perubahan dan penerapannya. Maka perusahaan harus memulai dengan perbaikan terlebih dahulu terhadap tiap-tiap proses bisnis yang ada atau merubahnya jika proses bisnis yang ada sudah sedemikian parahnya, yang akhirnya dibutuhkan suatu perubahan yang besar terhadap keseluruhan proses bisnis yang ada.
2.3 Konsep Six Sigma
Salah satu upaya perusahaan untuk memiliki keunggulan bersaing adalah dengan membangun keunggulan bersaing terhadap proses bisnisnya. Six Sigma merupakan salah satu konsep atau metode untuk dapat membangun keunggulan bersaing melalui peningkatan proses bisnis dengan mengurangi atau menghilangkan penyimpangan terhadap proses bisnis yang ada. Konsep Six Sigma diperkenalkan oleh Mikel Harry dan Richaed Shroeder dalam bukunya yang berjudul Six Sigma The Breakthrough Management Strategy Revolutionizing The World’s Top Corporation. Konsep Six Sigma tidak terlepas dari konsep tentang kualitas atau mutu. Beberapa konsep tentang mutu adalah : (Dirgantoro, 2002, p.180)
1. Memenuhi kepuasan pelanggan (J.M Juran) 2. Kesesuaian dengan kebutuhan (Philip Crosby) 3. Perkiraan tingkat keseragaman dan ketergantungan pada harga yang rendah dan sesuai dengan pasar (W.Edwards Deming). 4. Kepuasan pelanggan (K.Ishikawa) Menurut konsep Six Sigma, kualitas adalah suatu bentuk usaha peningkatan nilai untuk pelanggan
maupun perusahaan di dalam seluruh aspek hubungan usaha.
Antara konsep Six Sigma dengan Manajemen Kualitas Total terdapat perbedaan mendasar yaitu pada Manajemen Kualitas Total, fokusnya adalah peningkatan operasional individual pada proses yang tidak berhubungan. Sedangkan pada Six Sigma peningkatan terjadi pada seluruh operasional proses bisnis. Six Sigma dapat definisikan sebagai suatu proses bisnis yang memungkinkan perusahaan untuk meningkatkan kinerjanya dengan merancang dan memantau aktivitas harian bisnis dalam mencapai kepuasan pelanggan (Mikel Harry, 2001, p.vii). Six Sigma juga didefinsikan sebagai suatu sistem yang komprehensif dan fleksibel untuk mencapai, memberi dukungan dan memaksimalkan proses usaha, yang berfokus pada pemahaman akan kebutuhan pelanggan dengan menggunakan fakta, data serta terus menerus memperhatikan pengaturan, perbaikan dan mengkaji ulang proses usaha. Six Sigma dilakukan dengan menghilangkan atau mengurangi kesalahan atau penyimpangan dalam proses bisnis, sehingga hanya terdapat sekitar 3,4 ketidaksesuaian atau penyimpangan di dalam 1.000.000 unit atau peluang. Tujuan dari Six Sigma ini tidak hanya mencapai level Sigma tertentu saja tetapi lebih pada peningkatan kemampulabaan perusahaan. Six Sigma akan berupaya untuk
memperhatikan kesesuaian antara kinerja produk atau jasa yang dihasilkan dengan kebutuhan pelanggan. Beberapa prinsip dalam konsep Six Sigma ini adalah (Pande, 2000, p.15) : 1. Fokus pada pelanggan. Sikap yang menempatkan kebutuhan pelanggan sebagai prioritas utama. Sistem dan strategi bisnis harus memperhatikan suara dari pelanggan. 2. Manajemen berdasarkan fakta dan data Sistem pengukuran yang efektif yang dapat mengukur keluaran, proses dan masukan dari waktu ke waktu. 3. Fokus pada proses dan perbaikan. Proses di dalam Six Sigma akan didokumentasikan, dikomunikasikan dan diukur berdasarkan kondisi yang ada. Proses tersebut akan diperbaiki atau dapat pula didisain ulang agar dapat tetap sesuai dengan kebutuhan pelanggan dan bisnis. 4. Manajemen yang proaktif Kebiasaan dan praktek untuk mengantisipasi masalah dan perubahan dengan menggunakan fakta dan data yang ada untuk mencapai sasaran yang ada. 5. Kolaborasi yang kuat dan luas Kerjasama antara internal perusahaan atau organisasi dengan pelanggan, pemasok dan partner yang ada pada rantai nilai bisnis. 6. Usaha pada kesempurnaan namun terdapat toleransi untuk kegagalan. Memberikan kebebasan setiap orang di dalam organisasi untuk melakukan percobaan dari suatu pendekatan yang baru, manajemen resiko, belajar dari
kesalahan dan akhirnya mencapai hasil kinerja yang tinggi yang berhubungan dengan kepuasan pelanggan. Pada dasarnya ada tiga strategi dalam penerapan Six Sigma (Pande, 2000, p.31) : 1. Peningkatan Proses (Process Improvement). Strategi untuk mencari dan memperbaiki akar penyebab timbulnya masalah. Sinonim dari strategi tersebut adalah perbaikan secara terus menerus (Continous Improvement) 2. Disain/Disain Ulang Proses (Process Design/Redesign). Membuat rancangan baru dari suatu proses yang sesuai dengan kebutuhan pelanggan dengan validasi data dan percobaan. 3. Proses Managemen (Management Process). Perubahan fokus dari pandangan dan pengarahan dari fungsi menjadi pengertian dan fasilitasisasi dari proses yang memberikan nilai bagi pelanggan. Ketiga strategi Six Sigma tersebut dapat dilihat pada gambar 2.4.
Process Improvement
Process Design /Redesign
Process Management
Gambar 2.4. Strategi Six Sigma
Di dalam Six Sigma terdapat 6 tahap atau fase untuk perbaikan atau peningkatan proses yang sering disebut I-DMAIC. Tahapan-tahapan tersebut terdiri dari: 1. Identifikasi (Identification) Tahap ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas dan pemahaman tentang kegiatan atau proses yang kritikal di dalam organisasi dan bagaimana hubungannya dengan pelanggan. 2. Definisi (Define) Tahap ini bertujuan untuk mendefinisikan kebutuhan dari pelanggan sebagai suatu standar kinerja yang harus dihasilkan organisasi sesuai dengan kebutuhan pelanggan tersebut. 3. Pengukuran (Measure) Tahap ini bertujuan untuk mengevaluasi kinerja setiap proses dibandingkan dengan kebutuhan pelanggan yang telah didefinisikan 4. Analisa (Analyze) Tahap ini bertujuan untuk menganalisa penyebab timbulnya penyimpangan dari data dan proses yang ada. 5. Perbaikan (Improvement) Tahap ini bertujuan untuk membangun suatu perbaikan atau perubahan yang berorientasi pada proses berdasarkan analisa dan pemikiran yang kreatif. 6. Kontrol (Control) Langkah ini bertujuan untuk melakukan kontrol terhadap implentasi dari perbaikan yang telah direncanakan dan integrasinya terhadap keseluruhan aktivitas bisnis perusahaan.
Six Sigma dapat diterapkan di dalam berbagi proses atau bisnis baik di dalam proses atau bisnis jasa (services) maupun manufaktur (manufacturing). Hal ini disebabkan untuk kedua jenis proses atau bisnis tersebut tidak dapat dipisahkan, keduanya saling terkait satu sama lain. Keuntungan dari penerapan Six Sigma berbeda-beda untuk setiap perusahaan mulai dari adanya pengurangan biaya, perbaikan produktivitas, pertumbuhan pangsa pasar, pengurangan waktu siklus, retensi pelanggan, pengurangan cacat, pengembangan produk sampai dengan perubahan budaya kerja. Beberapa perusahaan kelas dunia telah sukses menerapkan Six Sigma dan memberikan suatu hasil yang sangat besar baik melalui peningkatan pendapatan maupun penurunan biaya serta kepuasan pelanggan. Perusahaan-perusahaan tersebut adalah General Electric, Motorola, Allied Signal/Honeywell, dan sebagainya. Beberapa manfaat luas dari Six Sigma, sehingga cukup banyak perusahaan yang tertarik untuk menerapkan Six Sigma : 1. Memberikan hasil yang sukses secara berkelanjutan. 2. Memberikan target atau sasaran kinerja bagi setiap orang. 3. Meningkatkan nilai bagi pelanggan. 4. Mempercepat tingkat perbaikan. 5. Membentuk organisasi pembelajar. 6. Mencakup perubahan yang strategis. Beberapa yang terselubung di balik penerapan Six Sigma : 1. Six Sigma meliputi sekumpulan praktek dan ketrampilan usaha yang merupakan kunci menuju keberhasilan dan berkembang ke arah yang lebih baik. Artinya
bahwa Six Sigma dapat diterapkan di bidang usaha apa saja mulai dari perencanaan strategi sampai operasional hingga pelayanan pelanggan dan maksimalisasi motivasi usaha. 2. Ada banyak pendekatan Six Sigma, tetapi bila mengikuti resep atau cara perusahaan lain pasti akan gagal atau mendekati kegagalan. Artinya bahwa penerapan Six Sigma berbeda-beda untuk setiap perusahaan karena akan menyangkut keseluruhan organisasi perusahaan tersebut. 3. Six Sigma sangat berpotensi untuk diterapkan pada bidang jasa atau non manufaktur di samping lingkungan teknikal karena aktivitas tersebut adalah kunci untuk mendukung keberhasilan dari produk yang dihasilkan, 4. Tiap tahapan yang dilakukan di dalam Six Sigma membutuhkan waktu, energi dan biaya, namun keuntungan yang di dapat bisa berupa keuntungan yang terlihat (finansial) maupun tidak terlihat seperti perubahan sikap dan budaya dari organisasi. 5. Six Sigma menyangkut keberhasilan secara teknikal maupun keberhasilan dari dari individu-individu. Kreativitas, kolaborasi, komunikasi dan dedikasi jauh lebih penting daripada daripada hal-hal yang berhubungan secara teknik maupun statistik.