1
BAB II LANDASAN TEORI
A. Perbankan Syariah 1. Pengertian Perbankan Syariah Menurut Muhammad (2002:1), bank syariah adalah Lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam laba lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip syariah islam. Menurut Adiwarman (2003), Murabahah adalah akad jual belibarang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Akad ini merupakan salah satu bentuk natural eartainty constracts, karena dalam murabahah ditentukan berapa required rate of profitnya (keuntungan yang diperoleh). Misalnya, seseorang membeli barang kemudian menjualnya kembali dengan keuntungan tertentu. Berapa besar keuntungan tersebut dapat dinyatakan dalam nominal rupiah tertentu atau dalam bentuk persentase dari harga pembeliannya, misalnya 10% atau 20%.
2
Menurut Rizal Yaya (2009:54), Perbankan syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah yang terdiri atas bank umum syariah dan bank pembiayaan rakyat syariah. Salah satu fungsi dari perbankan syariah sebagai lembaga keuangan adalah menghimpun dana masyarakat. Sistem perbankan syariah merupakan sistem perbankan yang paling baik untuk mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat yang berkeadilan karena sistem syariah dilaksanakan atau prinsip kebersamaan 2. Fungsi dan Peran Bank Syariah Menurut Heri (2008:43), fungsi dan peran bank syariah yang diantaranya tercantum dalam pembukuan akuntansi yang dikeluarkan oleh AAOIFI (Accounting and Auditing Organization Financial For Islamic Institution), sebagai berikut: a. Manajer investasi, bank syariah yang mengelola investasi dana nasabah b. Investor, bank syariah dapat menginvestasikan dana yang dimilikinya maupun dana nasabah yang dipercayakan kepadanya. c. Penyediaan jasa keuangan dan lalu lintas pembayaran, bank syariah dapat melakukan kegiatan-kegiatan jasa-jasa layanan perbankan sebagaimana lazimnya. d. Pelaksanaan kegiatan sosial, sebagai ciri yang melekat pada entitas keuangan syariah, bank Islam juga memiliki kewajiban untuk mengeluarkan dan mengelola (menghimpun, mengadministrasikan, mendistribusikan) zakat serta dana-dana lainnya.
3
3. Tujuan Bank Syariah Menurut Zainul (2003), dalam perbankan konvensional terdapat kegiatankegiatan yang dilarang oleh syariah Islam seperti menerima dan membayar bunga (riba), membiayai kegiatan produksi dan perdagangan barang-barang dilarang menurut Syariah Islam seperti minuman keras. a.
Larangan riba dalam berbagai bentuk transaksi
b.
Melakukan kegiatan usaha dan perdagangan berdasarkan perolehan keuntungan yang sah Memberikan zakat
c.
Sedangkan menurut Warkum (2004:17), Bank Syariah mempunyai beberapa tujuan diantaranya sebagai berikut : a. Mengarahkan kegiatan ekonomi umat untuk bermuamalat secara Islam, khususnya muamalat yang berhubungan dengan perbankan, agar terhindar dari praktek-praktek riba atau jenis-jenis usaha/perdagangan lain yang mengandung unsur gharar (tipuan), dimana jenis-jenis usaha tersebut dilarang dalam Islam, juga telah menimbulkan dampak negatif terhadap kehidupan ekonomi umat b. Untuk menciptakan suatu keadilan dibidang ekonomi, dengan jalan meratakan pendapatan melalui kegiatan investasi, agar tidak terjadi kesenjangan yang amat besar antara pemilik modal (orang kaya) dengan baik yang membutuhkan dana (orang miskin) c. Usaha meningkatkan kualitas hidup umat, dengan jalan membuka peluang berusaha yang lebih besar terutama kepada kelompok miskin, yang diarahkan kepada usaha yang produktif, menuju terciptanya kemandirian berusaha (berwirausaha)
4
d. Untuk membantu menaggulangi (mengentaskan) masalah kemiskinan yang pada umumnya merupakan program utama dari negara-negara yang sedang berkembang e. Untuk menjaga stabilitas ekonomi moneter. Dengan aktivitas-aktivitas bank Islam yang diharapkan mampu menghindarkan inflasi akibat penerapan sistem bunga, menghindarkan persaingan yang tidak sehat antar lembaga keuangan, khususnya bank dan menanggulangi kemandirian lembaga keuangan, khususnya bank dari pengaruh gejolak moneter baik dari dalam maupun luar negeri f. Untuk menyelamatkan ketergantungan umat Islam terhadap bank nonsyariah (konvensional) yang menyehatkan umat Islam berada dalam kekuasaan bank, sehingga umat Islam tidak bisa melaksanakan ajaran agamanya secara penuh, terutama di bidang kegiatan bisnis dan perekonomiannya.
B. Pembiayaan dengan Prinsip Jual Beli 1. Definisi dan Landasan Syariah Menurut Zainul (2003 : 21), pengertian jual beli meliputi : Akad pertukaran (Exchange Contract) antara suatu barang dan jasa dalam jumlah tertentu dengan barang dan jasa lainnya. Penyerahan jumlah atau harga barang dan jasa dapat dilakukan dengan cara segera (Cash and Carry) ataupun secara tangguh (deferred).
Perjanjian jual beli termasuk dalam hukum muamalah yang hukumnya adalah mubah atau kebolehan. Dalam asasnya bahwa semua bidang muamalah itu boleh dikerjakan asal tidak dilarang dalam Al-Qur’an dan Hadist, dengan demikian hukum jual beli dalam Islam hukum asalnya adalah mubah. Mubah artinya suatu perbuatan apabila dikerjakan oleh seseorang tidak mendapat pahala, tetapi jika ditinggalkan maka tidak berdosa. Namun,
5
demikian yang mubah ini ada kemungkinan menjadi wajib, sunnah ataupun haram. Berikut beberapa ayat dan hadist yang berkaitan dengan jual beli antara lain : Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu. (Qs. 2:275) Selanjutnya dalam ayat ini dikatakan bahwa jual beli adalah satu-satu cara untuk memenuhi kebutuhan hidup setiap muslim. Dan tidak dosa bagimu mencari karunia (dari hasil perniagaan) dari Tuhanmu. (Qs. 2:29). Hadist Rasulullah SAW : Dari Syuaib ar.Rumi r.a bahwa Rasulullah SAW bersabda: Tiga perkara yang di dalamnya terdapat keberkahan : menjual dengan pembayaran secara tangguh, muqharadah (mudharabah) dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah dan tidak untuk dijual. (HR. Ibnu Majah).
6
Dalam jual beli diharapkan adanya unsur suka sama suka,seperti yang tercantum dalam Hadist : “Sesungguhnya jual beli itu harta dilakukan suka sama suka.”(HR. Al-Baihaqi, Ibnu Majah).
2. Macam-macam Jual Beli Menurut Slamet (2005:40-43), jenis jual beli antara lain : 1. Bai’ Al-Murabahah yaitu jual beli dimana harga jualnya terdiri dari harga pokok barang yang dijual ditambah dengan sejumlah keuntungan (ribhun) yang disepakati oleh kedua belah pihak, pembeli dan penjual. 2. Bai’ As-Salam yaitu transaksi jual beli suatu barang tertentu antar pihak penjual dan pembeli yang harga jualnya terdiri dari harga pokok barang dan keuntungan yang ditambahkannya yang telah saling disepakati, dimana waktu penyerahan barangnya dilakukan kemudian hari, sementara pembayarannya (penyerahan uangnya) dilakukan dimuka (secara tunai). 3. Bai’ Al-Istishna yaitu transaksi jual beli seperti prinsip bai’ as-salam, yaitu jual beli yang penyerahannya dilakukan kemudian, tetapi penyerahan uangnya/pembayarannya dapat dilakukan secara cicilan atau ditangguhkan.
C. Pembiayaan Murabahah 1. Definisi Murabahah Menurut Ascarya (2007:81), pengertian murabahah adalah sebagai berikut : Fikih Islam yang berarti suatu bentuk jual beli tertentu ketika penjual menyatakan biaya perolehan barang, meliputi harga barang dan biayabiaya lain yang dikeluarkan untuk memperoleh barang tersebut, dan tingkat margin yang diinginkan.
7
Menurut IAI dalam Standar Akuntansi Keuangan No. 102, Murabahah adalah menjual barang dengan harga jual sebesar harga perolehan ditambah keuntungan yang disepakati dan penjual harus mengungkapkan harga perolehan barang tersebut kepada pembeli. Dalam istilah teknis perbankan syari’ah, murabahah ini diartikan sebagai suatu perjanjian yang disepakati antara Bank Syariah dengan nasabah, dimana Bank menyediakan pembiayaan untuk pembelian bahan baku atau modal kerja lainnya yang dibutuhkan nasabah, yang akan dibayar kembali oleh nasabah sebesar harga jual bank (harga beli bank + margin keuntungan) pada waktu yang ditetapkan. Dalam murabahah, penjual harus memberitahu harga produk yang dia beli dan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahannya. Murabahah dapat dilakukan untuk pembelian dengan sistem pemesanan. Dari segi bahasa, murabahah berasal dari kata ridhu (keuntungan), yaitu transaksi jual beli dimana bank tersebut menyebutkan jumlah keuntungan. Bank bertindak sebagai penjual, sementara nasabah sebagai pembeli. Dalam bermurabahah kedua belah pihak harus menyepakati harga jual dan jangka waktu pembayaran. Harga jual dicantumkan dalam akad jual beli dan jika telah disepakati, tidak dapat berubah selama berlakunya akad. Apabila terjadi perubahan masa
8
akad tersebut menjadi batal. Cara pembayaran dan jangka waktunya disepakati bersama bias secara Lumpsum atau secara angsuran. Menurut Salman (2007), adalah sebagai berikut : Dalam teknis perbankan, murabahah adalah akad jual beli antara bank selalu penyedia barang (penjual) dengan nasabah yang memesan untuk bersama. Rukun dan syarat murabahah sama dengan yang terdapat dalam fiqih, sedangkan syarat-syarat lain seperti barang, harga, dan cara pembayaran sesuai kebijakan bank yang bersangkutan. Harga jual bank adalah harga beli dari pemasok ditambah dengan keuntungan yang diambil oleh bank.
Menurut Salman (2007:44), Murabahah sesuai jenis dapat dikategorikan dalam : 1. Murabahah tanpa pesanan artinya ada yang beli atau tidak, Bank Syariah menyediakan barang. 2. Murabahah berdasarkan pesanan artinya Bank Syariah baru akan melakukan transaksi jual beli apabila ada yang pesan. Murabahah berdasarkan pesanan dapat dikategorikan dalam : a. Sifatnya mengikat artinya murabahah berdasarkan pesanan tersebut mengikat untuk dibeli oleh sebagai pemesan. b. Sifatnya tidak mengikat artinya walaupun nasabahtelah melakukan pemesanan barang, namun nasabah tidak terikat untuk membeli barang tersebut.
2. Landasan Syariah Dalam fatwa nomor 04/DSN-MU/2009 tanggal 1 April 2000 tentang murabahah, sebagai landasan syariah transaksi murabahah adalah sebagai berikut: 1. Al-Quran : Surat Al-Baqarah :275, An-Nisa : 29, Al-Maidah : 1
9
2. Al-Hadist Dari Suhaib ar-Rumi r.a. bahwa Rasulullah SAW bersabda, Tiga hal yang di dalamnya terdapat keberkahan : jual beli secara tangguh, muqharadah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual”. (HR. Ibnu Majah) 3. Ijma : (Ibnu Rusyd, Bidayah al-Mujtahid, 11/161 : al-kasani, Bada’I assana’ IV/220-222) 4. Kaidah fiqih : Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharumkannya
3. Rukun dan Syarat Menurut S. P. Hasibuan (2004:56), Rukun-rukun dalam murabahah : 1. Penjual (bai’) adalah pihak yang memiliki barang untuk dijual atau pihak yang ingin menjual barangnya. Dalam transaksi pembiayaan murabahah di perbankan syariah merupakan pihak penjual 2. Pembeli (musytary) adalah pihak yang membutuhkan dan ingin membeli barang dari penjual, dalam pembiayaan murabahah nasabah merupakan pihak pembeli 3. Barang (mabi’) adalah barang yang diperjualbelikan. Barang tersebut harus sudah dimiliki oleh penjual sebelum dijual kepada pembeli, atau penjual menyanggupi untuk mengadakan barang yang diinginkan pembeli 4. Harga (tsaman) adalah harga yang disepakati harus jelas jumlahnya dan jika dibayar secara hutang maka harus jelas waktu pembayarannya 5. Ijab Qobul adalah sebagai indikator saling ridha antara kedua pihak (penjual dan pembeli) untuk melakukan transaksi, baik secara lisan, tertulis, atau secara diam-diam. Akad murabahah memuat semua hal yang terkait dengan posisi serta hak dan kewajiban bank sebagai penjual dan nasabah sebagai pembeli.
10
Menurut Sri Nurhayati (2007:24), Akad ini bersifat mengikat bagi kedua pihak dan mencamtumkan berbagai hal, antara lain sebagai berikut: a. Nama notaries serta informasi tentang waktu dan tempat penandatanganan akad b. Identitas pihak pertama, dalam hal ini pihak mewakili bank syariah (biasanya kepala cabang) c. Identitas pihak kedua, dalam hal ini nasabah yang akan membeli barang dengan didampingi oleh suami/istri yang bersangkutan sebagai ahli waris d. Bentuk akad beserta penjelasan akad. Beberapa hal yang dijelaskan terkait akad murabahah adalah definisi perjanjian pembiayaan murabahah, syariah, barang, barang, pemasok, pembiayaan, harga beli, margin keuntungan, surat pengakuan pembayaran, masa berlakunya surat pembayaran, dokumen jaminan, jangka waktu perjanjian, hari kerja bank, pembukuan pembiayaan, surat penawaran, surat permohonan realisasi pembiayaan, cedera janji, dan penggunaan fasilitas pembiayaan e. Kesepakatan-kesepakatan yang disepakati, meliputi kesepakatan tentang fasilitas pembiayaan dan penggunaannya, pembayaran dan jangka waktu, realisasi fasilitas pembiayaan, pengutamaan pembayaran, biaya dan pengeluaran, jaminan, syarat-syarat penarikan fasilitas pembiayaan, dan pernyataan dan jaminan.
Syarat-syaratnya adalah : 1. Penjual memberitahu biaya barang kepada nasabah 2. Kontrak pertama harus sah sesuai dengan rukun yang ditetapkan 3. Kontrak harus bebas dengan riba 4. Penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atas barang sesudah pembeli 5. Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara utang
11
4. Ketentuan Umum Murabahah dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional Dewan Syariah Nasional menetapkan aturan tentang murabahah sebagaimana tercantum dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional nomor 04/OSN-MUI/IV/2000 tertanggal 1 April 2000 (Himpunan Fatwa, Edisi Kedua, hal 25-29) sebagai berikut : 1. Menurut Dwi Suwiknyo (2006:38), Ketentuan umum murabahah dalam bank syariah : a. Bank dan nasabah harus melakukan yang bebas riba b. Barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh Syariah Islam c. Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya d. Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atau nama baik sendiri, dan pembelian ini harus sah dan bebas riba e. Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara berhutang f. Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah (pemesan) dengan harga jual senilai harga beli plus keuntungannya. Dalam keuntungan ini bank harus memberitahu secara jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya yang telah disepakati g. Nasabah membayar harga yang telah disepakati tersebut pada jangka waktu yang telah disepakati h. Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad tersebut, pihak bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan nasabah i. Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang, secara prinsip menjadi milik bank.
2. Menurut Sofyan Syafri Harahap (2007:31), Ketentuan murabahah kepada nasabah:
12
a. Nasabah mengajukan permohonan dan perjanjian pembelian suatu barang atau asset kepada bank b. Jika bank menerima permohonan tersebut, ia harus membeli terlebih dahulu asset yang dipesannya secara sah dengan pedagang c. Bank kemudian menawarkan asset tersebut kepada nasabah dan nasabah harus menerima (membelinya) sesuai perjanjian yang telah disepakati, karena secara hukum perjanjian tersebut mengikat, kemudian kedua belah pihak harus membuat kontrak jual beli d. Dalam jual beli ini bank dibolehkan meminta nasabah untuk membayar uang muka saat menandatangani kesepakatan awal pemesanan e. Jika kemudian nasabah menolak membeli barang tersebut, biaya riil bank harus dibayar dari uang muka tersebut f. Jika nilai uang muka kurang dari kerugian yang harus ditanggung oleh bank, bank dapat meminta kembali sisa kerugiannya kepada nasabah g. Jika uang muka kontrak “urbun” sebagai alternatif dari uang muka, maka: 1) Jika nasabah menentukan untuk membeli barang tersebut, ia tinggal membayar sisa harga 2) Jika nasabah batal membeli, uang muka menjadi milik bank maksimal kerugian yang ditanggung oleh bank akibat pembatalan tersebut, dan jika uang muka tidak mencukupi, nasabah wajib melunasi kekurangannya.
3. Jaminan dalam murabahah : a. Jaminannya dalam murabahah dibolehkan, agar nasabah serius dengan pesanannya b. Bank dapat meminta nasabah untuk menyediakan jaminan yang dapat dipegang
4. Hutang dalam murabahah
13
Secara prinsip, penyelesaian hutang nasabah dalam transaksi murabahah tidak ada kaitannya dengan transaksi lain yang dilakukan nasabah dengan pihak ketiga atas barang tersebut. Jika nasabah menjual kembali barang tersebut dengan keuntungan atau kerugian, ia tetap berkewajiban untuk menyelesaikan hutangnya kepada bank. a. Jika nasabah menjual barang tersebut sebelum masa angsuran berakhir, ia tidak wajib segera melunasi seluruhnya b. Jika penjualan barang tersebut menyebabkan kerugian, nasabah tetap harus menyelesaikan hutangnya sesuai kesepakatan awal. Ia tidak boleh memperlambat pembiayaan angsuran atau meminta kerugian tersebut diperhitungkan
5. Penundaan pembayaran dalam murabahah, meliputi : a. Nasabah yang memiliki kemampuan tidak dibenarkan menunda penyelesaian utangnya b. Jika nasabah menunda-nunda pembayaran dengan sengaja, atau tidak salah
satu
pihak
tidak
menunaikan
kewajibannya,
maka
penyelesainnya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah tidak mencapai kesepakatan melalui musyawarah Rasulullah SAW pernah mengingatkan nasabah yang mampu tetap lalai dalam salah satu
14
hadistnya, yang melalaikan pembayaran utang (padahal ia mampu) maka dapat dikenakan sanksi dan dicemarkan nama baiknya.
6.
Bangkrut dalam murabahah Jika nasabah telah dinyatakan pailit dan gagal menyelesaikan hutangnya, bank harus menunda tagihan hutang sampai ia sanggup kembali, atau berdasarkan kesepakatan. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat 280 : Dan jika (orang berutang itu) dalam kesulitan, maka berilah tenggang waktu sampai dia memperoleh kelapangan. Dan menyedekahkan sebagian atau semua utang itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.
5. Perhitungan Margin Murabahah Dalam perhitungan menentukan keuntungan/margin murabahah ada beberapa cara, yakni sebagai berikut : a. Bank menentukan keuntungan dari jumlah dana yang dipinjam oleh nasabah untuk membeli barang ke bank tersebut sebesar yang disepakati ke dua belah pihak.
Rumus Harga Jual (cara pertama)
15
Harga Jual = harga pokok aktiva murabahah/jumlah pembiayaan + (markup/laba x n tahun)
b. Atas dasar dana yang dipinjam oleh nasabah bank syariah menerapkan keuntungnan transaksi misalnya 20%, kemudian jika dibayar satu atau dua tahun maka untuk menerbitkan daya beli uang tersebut bank syariah dapat menambahkan sejumlah dua kali inflasi yang akan datang. Misal diperkirakan inflasi 5% pertahum maka faktor stabilizer daya beli untuk 2 tahun sama dengan 2 x 5% = 10%. Jadi, selama 2 tahun nasabah menganggur pokok pinjaman ditambah dengan keuntungan dan inflasi.
Rumus Harga Jual (cara kedua) Harga Jual = harga pokok aktiva murabahah/jumlah pembiayaan + (inflasi x n tahun) + markup/laba sekali
c. Dalam penentuan harga jual bank, bank dapat menerapkan metode penetapan harga jual berdasarkan cost plus markup. Dengan metode cost plus, harga jual dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Rumus Harga Jual (cara ketiga)
16
Harga Jual = harga pokok aktiva murabahah/jumlah pembiayaan + cost recovery + markup/laba sekali
Cost recovery adalah bagian dari estimasi biaya operasi bank syariah yang dibebankan kepada harga pokok aktiva murabahah/pembiayaan.
Rumus perhitungan cost recovery Cost recovery = (harga pokok aktiva murabahah atau pembiayaan/estimasi total pembiayaan) x estimasi biaya operasi 1 tahun
Markup/laba ditentukan sekian persen dari harga pokok aktiva muarabahah/pembiayaan, misalnya 10%. Untuk menghitung margin murabahah maka kita dapat menghitung dengan rumus :
Margin murabahah = (cost recovery + markup) x harga pokok aktiva murabahah (pembiayaan)
6. Perkembangan Konsep Murabahah Jual beli murabahah sebagaimana telah diterangkan dimukanya dapat terjadi untuk barang atau produk yang akan dijual tersebut tidak dimiliki oleh penjual, sistem yang di gunakan adalah muarabahah kepada pemesan
17
pembelian (murabahah KPP), dinamakan demikian karena penjual sematamata mengadakan barang untuk memenuhi kebutuhan si pembeli yang memesannya. Misalnya seorang ingin membeli mobil dengan perlengkapan tertentu yang harus dicari, dibeli dan dipasang pada mobil pesanannya. Dalam murabahah KPP ini, si penjual boleh meminta pembayaran hamisy jiddyah atau uang tanda jadi (uang muka) sebelum akad dilakukan. Hal ini dilakukan untuk sekedar menunjukkan bukti keseriusan si pembeli, sebab bila kemudian si penjual telah membeli dan memasang berbagai perlengkapan di mobil pesanannya, sementara si pembeli membatalkannya, maka hamisy jaddyah itu dapat digunakan untuk menutup kerugian si penjual. Bila jumlah hamisy jaddyah-nya ternyata lebih kecil bila dibandingkan dengan kerugian yang harus ditanggung si penjual, maka si penjual dapat meminta kekurangannya, dan bila lebih maka si pembeli berhak atas kelebihan itu. Janji pemesan untuk membeli barang dalam murabahah KPP bisa merupakan janji yang mengikat, bisa juga tidak mengikat, namun sesungguhnya, janji pemesanan untuk membeli barang dalam murabahah KPP secara hukumlah mengikat kedua belah pihak. Dalam perkembangan selanjutnya, model jual beli murabahah ternyata juga dijadikan sebagai sebuah modal pembiayaa, padahal pembiayaan yang
18
ideal dalam Islam adalah murabahah (muqharadah) dan musyarakah. Namun dalam praktek ekonomi yang telah berjalann ditengan masyarakat, penerapan mudharabah dan musyarakah cukup sulit, terlebih bila mengingat ekonomi yang belum juga menunjukkan tannda-tanda akan membaik. Tentang hal ini, Dewan Syariah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebagai lembaga yang berwenang telah mengeluarkan fatwa tentang keabsahan pembiayaan murabahah melalui fatwa DSN No.04/DSNMUI/IV/2000. Pembiayaan murabahah (murabahah financing) adalah pembiayaan yang diberikan kepada nasabah dalam rangka pemenuhan kebutuhan produksi (inventory) atau komisi. Melalui murabahah seseorang pada hakikatnya ingin mengubah bentuk bisnisnya dari kegiatan bisnis yang bersifat ribawi menjadi kegiatan bisnis yang bersifat Islami. Pembiayaan murabahah ditempuh sebagai alternatif pembiayaan dalam operasi lembaga-lembaga keuangan syariah (LKS) seperti bank syariah, BPRS daan BMT dalam rangka pemenuhan pengadaan asset atau modal kerja, yang pada gilirannya diharapkan pembiayaan yang diberikan akan dapat membantu memperlancar arus kas (cashflow) nasabah yang bersangkutan.
7. Contoh Kasus Perhitungan Margin dan Pembiayaan Murabahah 1. Contoh Kasus Perhitungan Margin
19
Pada tanggal 5 Januari 2011, PT MAKMUR melakukan negosiasi dengan Bank Murni Syariah untuk memperoleh fasilitas Murabahah dengan pesanan untuk pembelian kendaraan sebuah mobil dengan rencana sebagai berikut : Harga Barang
: Rp 100 juta
Uang Muka
: Rp 10 juta (10% dari harga barang)
Pembiayaan oleh bank
: Rp 90 juta
Margin
: Rp 18 juta (20% dari pembiayaan bank)
Harga jual
: Rp 118 juta (harga barang plus margin)
Jangka waktu
: 24 bulan
Biaya administrasi
: 1%
(dari pembiayaan oleh bank)
a. Perhitungan angsuran per bulan dan pendapatan yang diakui Angsuran per bulan bersifat merata dan tetap sepanjang masa pelunasan. Perhitungan angsuran dapat dilakukan dengan rumus sebagai berikut : Angsuran per bulan = Total Piutang – Uang Muka Jumlah bulan pelunasan
Misalkan, dengan menggunakan data murabahah dengan pesanan di atas (Total piutang Rp 118 juta ; uang muka Rp 10 juta, jangka waktu 24 bulan), maka :
20
Angsuran perbulan = (Total Piutang – Uang muka)/jumlah bulan pelunasan = (Rp 118.000.000 – Rp 10.000.000)/24 = 108.000.000/24 = 4.500.000
b. Perhitungan persentase keuntungan dari perbandingan margin dengan biaya perolehan Persentase keuntungan =
Total Margin x 100% Biaya perolehan aset murabahah diluar uang muka nasabah
=
Rp 18.000.000 x 100% Rp 90.000.000
= Margin per bulan
20%
= 20% x biaya perolehan per bulan
c. Perhitungan persentase keuntungan dari perbandingan margin dengan total piutang Persentase keutungan
=
Total Margin x 100% Total Piutang Bersih
21
=
Rp 18.000.000 x 100% Rp 108.000.000
= 16,666666 %
Penggunaan pendekatan ini akan sangat membantu dalam hal perhitungan margin per bulan yang dihitung proposional terhadap jumlah yang dibayar.
Margin per bulan = persentase keuntungan x angsuran per bulan = 16,666666 % x Rp 4.500.000 = Rp 750.000
Angsuran per bulan = angsuran per bulan – margin per bulan = Rp 4.500.000 – Rp 750.000 = Rp 3.750.000
2. Contoh Kasus Perhitungan Pembiayaan Murabahah Seorang nasabah ingin memiliki sebuah motor. Ia dapat datang ke bank syariah dan memohon agar bank membelikannya. Setelah diteliti dan dinyatakan dapat diberikan, bank membelikan motor tersebut dan
22
diberikan kepada nasabah. Jika harga motor tersebut Rp 4.000.000,00 dan bank ingin mendapat keuntungan Rp800.000,00 selama dua tahun, harga yang ditetapkan kepada nasabah seharga Rp4.800.000,00. Nasabah dapat mencicil pembayaran tersebut Rp200.000,00 per bulan.
8. Pertumbuhan Bai’ Al-Murabahah Di Indonesia Pertumbuhan Murabahah adalah kenaikan atua penurunan pembiayaan murabahah dalam beberapa periode/tahun yang dapat dilihat dari besarnya total pembiayaan murabahah atau berdasarkan persentase pertumbuhannya. Ketua Dewan Syariah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Ma’ruf Amin mengungkapkan, masih besarnya peminat perbankan syariah produk pembiayaan murabahah menunjukkan bahwa produk dengan akad jual beli dengan sistem bagi hasil ini diminati oleh nasabah perbankan syariah karena dinilai memilki resiko yang paling kecil. Sebab pembiayaan dengan sistem murabahah ini, akibatnya sangat jelas, barangnya jelas dan keamanannya juga jelas. Karena itu, wajar kalau produk pembiayaan murabahah ini masih banyak diminati.
Beberapa faktor yang diperkirakan mempengaruhi peningkatan pangsa pembiayaan bagi hasil tersebut adalah meningkatnya kerja sama bank syariah dengan lembaga keuangan non-bank seperti koperasi dan pegadaian, serta
23
adanya
proyek-proyek
jangka
pendek
infrakstruktur
dan
public
service(pelayanan umum). Tabel 2.1 DATA MARGIN MURABAHAH dan PEMBIAYAAN MURABAHAH (Dalam Jutaan Rupiah)
Tahun 2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
Periode triwulan I triwulan II triwulan III triwulan IV triwulan I triwulan II triwulan III triwulan IV triwulan I triwulan II triwulan III triwulan IV triwulan I triwulan II triwulan III triwulan IV triwulan I triwulan II triwulan III triwulan IV triwulan I triwulan II triwulan III triwulan IV triwulan I triwulan II triwulan III triwulan IV triwulan I triwulan II triwulan III triwulan IV
Margin Murabahah 41494 102586 137943 190150 51650 120581 186414 248323 68152 149097 244973 354812 113148 229678 356341 486955 122356 255377 387359 526719 141125 278750 435706 591641 167765 338118 499320 649110 163131 326218 500053 689310
Pembiayaan Murabahah 1044345 1105448 1162053 1321474 1358007 1608451 1821290 1898484 2067765 2403008 2800618 3610988 3822015 3920693 3931216 3945753 3958531 4070373 4606076 4623646 4666864 5340912 5728653 5743239 5747377 5752994 5770755 5901486 6366496 6739940 7143403 8150154
Persentase Pertumbuhan Pembiayaan Murabahah 5.85 5.12 13.71 2.76 18.44 13.23 4.24 8.92 16.37 16.55 28.93 5.84 2.58 2.68 3.69 3.23 2.82 13.16 3.81 9.34 14.44 8.05 7.26 2.55 7.20 9.77 3.09 2.27 7.88 5.87 5.99 14.09
24
Berdasarkan pada tabel di atas diketahui bahwa pembiayaan murabahah yang tertinggi nilainya 28.93%, karena banyak nasabah yang tertarik untuk melakukan transaksi jual beli dengan akad murabahah, sehingga pendapatan Bank Muamalat mengalami peningkatan. Sedangkan nilai yang terendah yaitu 2.27%, terjadinya penurunan disebabkan banyaknya persaingan antar bank syariah. Pembiayaan merupakan usaha utama yang dilakukan oleh Bank Syariah, karena pembiayaan menghasilkan margin keuntungan yang kemudian digunakan oleh Bank untuk kegiatan operasionalnya. Data margin pada tahun 2003 triwulan I sebesar 41.494 berasal dari laba atas transaksi jual beli barang yang dilakukan bank kepada nasabah. Keuntungan tersebut diakui pada saat terjadi akad murabahah. Sedangkan data pembiayaan murabahah pada tahun 2003 triwulan I sebesar 1.044.345 merupakan sumber pendapatan bagi bank syariah (penjual) untuk pembelian barang pesanan nasabah kepada pemasok. Penurunan margin murabahah di Bank Muamalat Indonesia setiap awal periode disebabkan karena keterlambatan pembayaran oleh nasabah pada saat melakukan transaksi jual beli. Untuk mengatasi penurunan pendapatan margin murabahah agar tidak berkepanjangan langkah yang dilakukan oleh PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk yaitu dengan upaya memperketat calon
25
nasabah yang akan diberikan pembiayaan, selain itu bank akan mempertegas dalam memberikan sanksi kepada nasabah.