1
BAB II LANDASAN TEORI Persepsi Orang Tua Pengertian Persepsi Persepsi dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang ditempuh individu-individu untuk mengorganisasi dan menafsirkan kesan indera mereka agar memberi makna kepada lingkungan mereka (Robbins, 2003). Adapun menurut Kotler (2000), persepsi adalah proses bagaimana seorang individu memilih, mengorganisasi, dan menginterpretasi masukanmasukan informasi untuk menciptakan gambaran dunia yang memiliki arti. Persepsi tidak hanya tergantung pada hal fisik tetapi juga berhubungan dengan lingkungan sekitar dan keadaan individu tersebut. Riswandi (2009) mengemukakan bahwa terdapat beberapa definisi tentang persepsi dari beberapa ahli, yaitu: cara organisme memberi makna, proses penafsiran informasi indrawi, interpretasi bermakna atas sensasi sebagai representatif objek eksternal dan pengetahuan yang tampak mengenai apa yang ada di luar sana. Persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh proses penginderaan, yaitu merupakan proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat indera atau juga disebut proses sensoris. Namun proses itu tidak berhenti begitu saja, melainkan stimulus tersebut diteruskan dan proses selanjutnya merupakan proses persepsi. Karena itu, proses persepsi tidak dapat lepas dari proses penginderaan, dan proses penginderaan yang mana merupakan proses pendahulu dari proses persepsi. Proses penginderaan akan berlangsung setiap saat, pada waktu individu menerima stimulus melalui alat indera. Dengan demikian, dapat dikemukakan bahwa persepsi itu merupakan pengorganisasian, penginterpretasian terhadap stimulus yang diinderanya sehingga merupakan sesuatu yang berarti, dan merupakan respon yang integrated dalam diri individu (Walgito, 2004). Persepsi adalah suatu proses kognitif psikologis dalam diri orang yang mencerminkan sikap, kepercayaan, nilai, dan pengharapan yang
digunakan orang untuk memaknai objek persepsi. Dengan kata lain, persepsi bersifat pribadi dan subjektif. Persepsi pada dasarnya lebih mewakili keadaan fisik dan psikologis individu daripada merujuk pada karakteristik dan kualitas mutlak objek yang dipersepsi (Riswandi, 2009). Syarat untuk mengadakan persepsi Adanya objek yang dipersepsi Objek yang menimbulkan stimulus yang mengenai alat indera atau reseptor. Stimulus dapat datang dari luar individu yang mempersepsi, tetapi juga dapat datang dari dalam diri individu yang bersangkutan yang langsung mengenai syaraf penerima yang bekerja sebagai reseptor. Namun sebagian besar stimulus berasal dari luar individu. Alat indera atau reseptor Alat indera atau reseptor merupakan alat untuk menerima stimulus. Disamping itu juga harus ada syaraf sensoris sebagai alat untuk meneruskan stimulus yang diterima reseptor ke pusat susunan syaraf. Perhatian Untuk menyadari atau mengadakan persepsi diperlukan adanya perhatian, yaitu merupakan langkah pertama sebagai suatu persiapan dalam rangka mengadakan persepsi. Perhatian merupakan pemusatan atau konsentrasi dari seluruh aktivitas individu yang ditujukan kepada sesuatu atau sekumpulan objek. Proses terjadinya persepsi Untuk dapat memahami persepsi secara lebih jelas, perlu kita ketahui bagaiamana proses persepsi itu berlangsung dalam diri manusia, seperti diutarakan oleh Gibson yang diterjemahkan oleh Wahid (1998). Proses persepsi meliputi 3 tahapan, yaitu: Kenyataan dalam kehidupan individu (sebagai stimulus) Misalnya informasi yang diterima baik dari sekolah maupun dari luar sekolah.
3
Pengolahan persepsi Stimulus tersebut diolah, diorganisasi dan ditafsirkan dengan perangkat-perangkat yang ada. Terdapat juga tiga bagian dalam pengelolaan ini, yaitu: Pengamatan stimulus Tahap ini disebut juga sensasi, yang melibatkan panca indera sebagai pintu-pintu masuk stimulus ke dalam psikis manusia. jadi sensasi merupakan bagian dari persepsi. Faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang terhadap stimuli yang diterimanya. Menururt Krech dan Field (1977) yang dikutip oleh Rokhmat (2000), persepsi ditentukan oleh faktor perhatian, fungsional, dan struktural. Evaluasi dan penafsiran kenyataan Dalam hal ini kenyataan-kenyataan (sebagai stimuli) tadi sudah diolah dalam suatu mekanisme psikis yang rumit dan tidak selalu bisa dijelaskan. Hasil proses persepsi Hasil proses persepsi adalah perilaku tanggapan dan sikap yang terbentuk. Dua bentuk hasil tersebut bisa bersifat positif dan negatif. Selanjutnya dua bentuk hasil persepsi tadi akan memberikan umpan balik terhadap stimuli dan faktor-faktor berpengaruh. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi Berikut ini beberapa faktor yang dapat mempengaruhi persepsi baik dari faktor internal maupun eksternal. Menurut Jallaludin Rachmat (2005), adalah sebagai berikut:
Faktor Internal Alat indera
Alat indera atau reseptor merupakan alat untuk menerima stimulus, disamping itu juga harus ada syaraf sensoris sebagai alat untuk meneruskan stimulus yang diterima reseptor ke pusat susunan syaraf, yaitu otak sebagai pusat kesadaran. Sebagai alat untuk mengadakan respon diperlukan syaraf motoris. Perhatian Untuk menyadari atau mengadakan persepsi diperlukan adanya perhatian, yaitu merupakan langkah pertama sebagai suatu persiapan pemusatan atau konsentrasi dari seluruh aktivitas individu yang ditujukan kepada sesuatu atau sekumpulan objek. Pengalaman Pengalaman mempengaruhi kecermatan persepsi. Pengalaman tidak selalu lewat proses belajar formal. Pengalaman bisa bertambah melalui rangkaian peristiwa yang pernah dihadapi. Faktor Eksternal Objek yang dipersepsi Objek menimbulkan stimulus yang mengenai alat indera atau reseptor. Stimulus dapat datang dari luar individu
yang
mempersepsi, tetapi dapat juga datang dari individu yang bersangkutan yang langsung mengenai syaraf penerima yang bekerja sebagai reseptor. Namun sebagian besar stimulus datang dari luar individu. Informasi Era teknologi jaman sekarang ini lebih dari kata maju, banyak sekali cara untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan dari berbagai sumber yang terpercaya. Baik dari media cetak seperti koran, majalah, tabloid, dll. Serta dari media elektronik seperti TV, internet dengan acara yang kita bisa langsung ikut dalam interaktif didalamnya. Budaya/ lingkungan Kebudayaan adalah segala sesuatu yang dipelajari dan dialami
5
bersama secara sosial oleh para anggota suatu masyarakat. Persepsi Memberikan Pengaruh ke Perilaku Persepsi merupakan proses yang menyangkut masuknya pesan atau informasi ke dalam otak manusia. Melalui persepsi manusia terus-menerus mengadakan hubungan dengan lingkungannya. Hubungan ini dilakukan lewat inderanya, yaitu indera penglihat, pendengar, peraba, perasa, dan pencium (Slameto, 2003). Perilaku individu (individual behavior) dijelaskan oleh Nelson & Quick dalam Simbolon (2008), dipengaruhi oleh dua unsur, yaitu: Unsur yang datang dari lingkungannya, berupa organisasi (organization), kelompok kerja (work group), jenis pekerjaan (job), dan latar belakang kehidupan pribadinya (personal life). Unsur yang datang dari dirinya sendiri, berupa persepsi (perception), keahlian
dan
kemampuan
(skill
and
abilities),
kepribadian
(personality), pengatributan diri (attribution), sikap (attitude), nilai (value), dan etika (ethics). Pola perilaku manusia didasarkan pada persepsi mereka mengenai realitas sosial yang telah dipelajari. Persepsi manusia terhadap seseorang, objek, atau kejadian, atau reaksi mereka terhadap hal-hal tersebut didasarkan pada pengalaman masa lalu mereka berkaitan dengan orang, objek, atau kejadian serupa. Oleh karena itu kita terbiasa merespon suatu objek dengan cara tertentu, kita sering gagal mempersepsi perbedaan yang samar dalam suatu objek lain yang mirip. Kita memperlakukan objek itu seperti sebelumnya, padahal terdapat perbedaan dengan objek sebelumnya, misalnya dimensi, nuansa, atau kualitasnya yang berbeda. Bila berdasarkan pengalaman kita sering melihat bahwa suatu objek diperlakukan dengan cara tertentu sebagaimana lazimnya, kita mungkin akan bereaksi lain terhadap cara baru memperlakukan objek tersebut, berdasarkan persepsi yang lama. Menurut Rogers, kita tidak bereaksi terhadap realitas mutlak, melainkan terhadap persepsi kita mengenai realitas tersebut. Kita hidup
dengan peta perseptual yang tidak pernah merupakan realitas itu sendiri (Riswandi, 2009). Mahmud (1990) memberikan pernyataan yang senada dengan Riswandi tersebut. Cara mempersepsi situasi sekarang tidak bisa terlepas dari adanya pengalaman sensoris terdahulu. Kalau pengalaman terdahulu sering muncul, maka reaksinya menjadi salah satu kebiasaan. Pengertian Orang Tua Orang tua adalah ayah dan ibu adalah figur atau contoh yang akan selalu ditiru oleh anak-anaknya (Mardiya, 2000). Orangtua adalah ayah dan atau ibu seorang anak, baik melalui hubungan biologis maupun sosial (Wikipedia). Kebutuhan Bermain Anak Pra Sekolah Kebutuhan dasar anak untuk tumbuh dan berkembang secara umum digolongkan menjadi tiga kebutuhan dasar (Soetjiningsih 1995), yaitu: Kebutuhan dasar fisik biomedis (asuh) Kebutuhan dasar biomedis pada anak meliputi: Pangan/ gizi merupakan kebutuhan penting, perawatan kesehatan dasar (imunisasi, pemberian ASI), papan/ pemukiman yang layak, hygiene perorangan, sanitasi lingkungan, sandang, kesegaran jasmani dan rekreasi. Kebutuhan dasar emosi/ kasih sayang (asih) Pada tahun-tahun pertama kehidupan, hubungan yang erat, mesra selaras antara orang tua dengan anak merupakan syarat untuk menjamin tumbuh kembang yang selaras baik fisik, mental maupun psikologis. Kekurangn kasih sayang orang tua pada tahun-tahun pertama kehidupan mempunyai dampak negatif pada tumbuh kembang anak baik fisik, mental maupun sosial emosi, kasih sayang dari orang tuanya akan menciptakan ikatan yang erat dan kepercayaan dasar. Kebutuhan akan stimulasi mental (asah) Stimulasi mental merupakan akal bakal dalam proses belajar
7
pada anak. Stimulasi mental ini mengembangkan perkembangan mental psikososial: kecerdasan, ketrampilan, kemandirian, kreativitas, agama kepribadian, moral-etika, produktivitas. Untuk memenuhi kebutuhan akan stimulasi mental diperlukan kegiatan bermain pada anak sehingga kebutuhan tersebut dapat terpenuhi sesuai tahap pertumbuhan dan perkembangan anak. Bermain Bermain adalah suatu aktifitas untuk menimbulkan perasaan senang dan gembira, bukan untuk sesuatu prestasi. Bermain dilakukan secara suka rela dan tidak ada paksaan atau tekanan dari luar atau kewajiban (Hurlock, 1999). Anak bermain demi permainan itu sendiri. Bermain berbeda dengan bekerja, sebab bekerja bertujuan memperoleh sesuatu hasil (Dimyanti. 1990). Tujuan Bermain Tujuan bermain anak usia prasekolah antara lain (Soetjiningsih 1995): Mendorong imajinasi/ kreativitas anak Mengoptimalkan pertumbuhan seluruh organ tubuh Untuk bersosialisasi dengan orang lain Mengembangkan kemampuan intelektual Fungsi Bermain Fungsi bermain bagi anak terdiri dari: Perkembangan sensori motorik Aktivitas sensori motorik merupakan komponen utama bermain pada semua tingkat usia anak. Bermain aktif menjadi hal yang penting dalam perkembangan system otot dan saraf yang bermanfaat dalam melepaskan kelebihan energi (Whaley & Wong, 2003). Perkembangan kognitif/ intelektual Anak dapat mengeksplorasi dan memanipulasi ukuran, bentuk, tekstur dan warna. Mengenali angka, hubungan yang renggang dan konsep abstrak. Bermain memberikan kesempatan pada anak untuk
mempraktekkan dan memperluas kemampuan bahasa. Memberi kesempatan untuk menghilangakan pengalaman masa lalu untuk memasukannya kedalam persepsi dan persahabatan yang baru. Bermain membantu anak untuk mengintregasikan dunia dimana mereka tinggal, untuk membedakan antara realitas dan fantasi (Whaley & Wong, 2003). Perkembangan moral dan sosial Bermain mengajarkan peran orang dewasa termasuk perilaku peran seks.
Bermain
memberikan
kesempatan
untuk
menguji
persahabatan dan mengembangkan ketrampilan sosial. Anak yang diberi kebebasan bermain
dengan teman sebayanya
akan
mengembangkan ketrampilan untuk melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain. Dalam bermain anak belajar memberi dan menerima, belajar halhal benar dari kesalahan yang dilakukan, standar sosial dan tanggung jawab terhadap tindakan mereka (Whaley & Wong, 2003) Perkembangan kreativitas Bermain memberi kesempatan pada anak untuk mengeluarkan ide dan minat kreasi, mengijinkan mereka untuk berfantasi dan berimajinasi serta member kesempatan untuk mengembangkan bakat dan minat. Sekali anak merasa puas ketika berhasil melakukan sesuatu hal yang baru maka anak akan memindahkan rasa ketertarikan ini kedalam situasi diluar dunia. (Whaley & Wong, 2003). Perkembangan kesadaran diri Dalam
bermain
menfasilitasi
anak
mengekpresikan
perkembangan
identitas
diri
emosi. dan
Bermain mendorong
menentukan perilaku pribadi. Dengan bermain anak dapat menemukan
kekuatan
serta
kelemahan,
minat
dan
menyelesaikan tugas dalam bermain (Soetjiningsih, 1995).
cara
9
Bermain
memberikan
kesempatan
untuk
membandingkan
kemampuan sendiri dengan kemampuan anak lain dan belajar bagaimana pengaruh tingkah laku pribadi terhadap orang lain (Whaley & Wong, 2003). Nilai terapeutik Bermain dapat menghilangkan tekanan dan stress. Bermain dapat mengurangi tekanan yang sering saat anak dalam proses belajar. Perkembangan komunikasi Bermain memfasilitasi komunikasi nonverbal akan kebutuhan, rasa takut, dan keinginan secara langsung. Ciri-ciri Bermain Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Smith et al.; Garvey; Rubin, Fein dan Vandenberg (Tedjasaputra: 2007) diungkapkan adanya beberapa ciri kegiatan bermain, yaitu: Dilakukan berdasarkan motivasi intrinsik, maksudnya muncul atas keinginan pribadi serta untuk kepentingan sendiri. Perasaan dari anak yang terlibat dalam kegiatan bermain diwarnai emosi-emosi yang positif. Fleksibilitas yang ditandai dengan mudahnya kegiatan beralih dari satu aktivitas ke aktivitas lain. Lebih menekankan pada proses yang berlangsung dibandingkan hasil akhir. Bebas memilih, dan ciri ini merupakan elemen yang sangat penting bagi konsep bermain pada anak-anak kecil. Mempunyai kualitas pura-pura. Ciri ini menjadi indikasi paling kuat bahwa seorang anak usia prasekolah sedang melakukan kegiatan bermain. Bentuk-bentuk Bermain Bermain aktif Bermain mengamati/ menyelidiki (exploratory play)
Perhatian pertama anak pada alat bermain adalah memeriksa alat permainan
tersebut.
Anak
memperhatikan
alat
permainan,
mengocok-ngocok apakah ada bunyi, mencium, meraba, menekan dan kadang-kadang membongkar. Bermain musik Bermain musik dapat mendorong anak untuk mengembangkan tingkah laku sosialnya, yaitu dengan bekerja sama dengan teman sebaya dalam memproduksi musik, menyanyi atau memainkan alat musik. Bermain drama (dramatic play) Dalam permainan ini, anak memerankan suatu peranan, menirukan karakter yang dikagumi dalam kehidupan yang nyata. Misalnya main sandiwara boneka, main rumah-rumahan dengan saudarasaudaranya atau dengan teman-temannya. Mengumpulkan/ mengoleksi sesuatu Kegiatan ini sering menimbulkan rasa bangga, karena anak mempunyai koleksi lebih banyak daripada teman-temannya. Disamping itu mengumpulkan benda-benda dapat mempengaruhi penyesuaian pribadi dan sosial anak. Anak terdorong untuk bersikap jujur, bekerja sama dan bersaing. Permainan olah raga Dalam permianan olah raga, anak banyak menggunakan energy fisiknya, sehingga sangat membantu perkembangan fisiknya. Kegiatan ini mendorong sosialisasi anak dengan belajar bergaul dan bekerja sama. Bermain pasif Dalam hal ini anak berperan pasif, antara lain dengan melihat, mendengar. Bermain pasif ini adalah ideal, apabila anak sudah lelah bermain aktif dan membutuhkan sesuatu untuk mengatasi kebosanan dan keletihannya. Contohnya: melihat gambar-gambar dibuku-buku/ majalah, mendengarkan cerita atau music, menonton
11
televisi, dll. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Bermain Anak Kesehatan Anak-anak yang sehat mempunyai banyak energi untuk bermain dibandingkan dengan anak yang kurang sehat, sehingga anak yang sehat
menghabiskan
banyak
waktu
untuk
bermain
dan
membutuhkan banyak energi. Perkembangan motorik Permainan anak pada setiap usia melibatkan koordinasi motorik. Apa saja yang dilakukan dan waktu bermainnya bergantung pada perkembangan motorik anak. Intelegensi Pada setiap anak, anak yang cerdas lebih aktif dari pada anak yang kurang cerdas. Anak yang pandai menunjukan keseimbangan perhatian bermain yang besar, termasuk upaya menyeimbangkan faktor fisik dan intelektual yang nyata. Jenis kelamin Pada awal kanak-kanak, anak laki-laki menunjukkan perhatian pada berbagai jenis permainan yang lebih banyak ketimbang perempuan. Perbedaan ini bukan berarti anak perempuan kurang sehat di banding laki-laki, melainkan pandangan masyarakat bahwa anak perempuan sebaiknya menjadi anak lembut dan bertingkah laku yang halus. Status sosial ekonomi Anak dari kelompok sosial ekonomi yang lebih tinggi banyak tersedia alat-alat bermain yang lengkap dibandingkan dengan anak yang dibesarkan dikeluarga yang status ekonominya rendah. Lingkungan Anak dari lingkungan buruk kurang bermain ketimbang anak lainnya karena kesehatan yang buruk, kurang waktu, peralatan dan
ruang. Anak yang berasal dari lingkungan kota juga kurang bermain, karena kurangnya peralatan dan waktu bebas. Peralatan bermain. Peralatan
bermain
yang
dimiliki
anak
mempengaruhi
permainannnya. Misalnya, dominasi boneka dan binatang buatan yang mendukung permainan pura-pura. Alat Permainan Alat permainan adalah semua alat bermain yang digunakan oleh anak untuk memenuhi naluri bermainnya dan memiliki berbagai macam sifat,
seperti
mengelompokkan,
meragakan,
membentuk,
menyempurnakan suatu desain atau menyusun sesuai bentuk utuhnya (Soetjiningsih, 1995). Ciri alat permainan untuk anak usia 3-5 tahun: Mengembangkan kemampuan menyamakan dan membedakan Mengembangkan kemampuan berbahasa Mengembangkan
kemampuan
berhitung,
menambah
dan
mengurangi Merangsang daya imajinasi dengan berbagai cara permainan berpura-pura Membedakan benda-benda dengan peralatan Menumbuhkan sportivitas Mengembangkan kepercayaan diri, kreativitas Mengembangkan koordinasi motorik (melompat, memanjat, lari dan lain-lain) Memperkenalkan pengertian yang bersifat pengetahuan (terapung dan tenggelam) Memperkenalkan suasana kompetisi dan gotong royong Alat permainan yang diajukan Berbagai benda disekitar rumah, buku bergambar, majalah anakanak, alat gambar, dan tulis kertas untuk belajar melipat, menggunting dan lain-lain.
13
Teman-teman bermain sama anak-anak sebaya, orang tua dan orang lain diluar rumah Peran Orangtua dalam Bermain Anak Mengingat pentingnya arti permainan anak, orang tua hendaknya bisa membimbing anak saat bermain agar berada dalam dunianya itu secara aman dan nyaman. Orang tua memberikan kebebasan kepada anakanak untuk memilih permainannya sendiri serta teman-teman sepermainannya. Tapi orang tua tetap bertanggungjawab. Dalam hal ini orang tua tetap menjamin agar pilihan anak tersebut tepat, sehingga teman-teman dan sahabatnya memberikan angin segar dan pengaruh yang sehat bagi pertumbuhan ke arah kedewasaan (Purnomo, 1994). Menurut Joan Santer and Carol Griffith (2007), peran orang tua dalam bermain meliputi: Mengawasi anak pada waktu bermain Dengan pengawasan, orang tua dapat melihat kemampuan anak dan meningkatkan rasa dihormati sebagai anak yang sedang belajar. Orang tua juga dapat mengetahui kesukaan anak, berapa lama anak bermain, bentuk bermainnya, dan teman-temannya. Melalui pengawasan orang tua juga bisa mengidentifikasi apabila anaknya dalam situasi yang bisa membahayakannya. Berinteraksi dengan anak pada waktu bermain Keberadaaan orangtua untuk berinteraksi pada waktu anak bermain tergantung kepada keaadaan. Dalam banyak keadaan orang tua bersikap sebagai non-participant dalam bermain dengan cara melihat dan membuat catatan apa yang sedang anak lakukan untuk meningkatkan kemampuan intelektual, fisik, dan sosial. Dalam situasi yang lain orang tua harus bergabung dengan anak untuk bermain ketika anak meminta untuk bergabung sebagai contoh dalam bermain peran atau drama orang tua diminta anak utnuk memerankan salah satu tokoh yang diminta anak. Berbincangbincang dengan anak pada waktu bermain tentang topik yang
sedang dimainkan untuk menunjukan pengertian orangtua kepada anak. Menyediakan tempat dan sarana untuk bermain Tempat bermain sangat penting bagi anak karena merupakan pusat dimana bermain bisa berkembang dan tumbuh. Orang tua bertanggung jawab menyediakan tempat bermain, sarana dan bahan-bahan untuk bermain baik didalam ruangan atau diluar ruangan untuk memfasilitasi kebutuhan anak sesuai dengan usia perkembangannya. Tempat bermain diluar ruangan merupakan perluasan dari tempat bermain dalam ruangan yang membantu perkembangan semua aspek. Tempat bermain diluar ruangan juga bisa memberikan kesempatan yang unik untuk mengekplorasi alam dan menguji kemampuan motorik kasarnya. Anak Usia Pra Sekolah Anak usia prasekolah adalah anak yang berusia 3-6 tahun (Supartini, 2004). Anak usia prasekolah ini menunjukan perkembangan motorik, verbal, dan ketrampilan sosial secara progresif. Pada anak usia prasekolah, pertumbuhan berlangsung dengan stabil, terjadi perkembangan dengan aktivitas jasmani yang bertambah dan meningkatnya ketrampilan dan proses berfikir (Narendra, 2002). Pada masa ini terjadi peningakatan antusiasme dan energi untuk belajar dan menggali banyak hal. Awal masa kanak-kanak, selain mendapat sebutan masa yang menyulitkan, masa bermain, disebut pula masa aesthetis, yaitu masa berkembangnya rasa keindahan. Hal ini karena pada masa itu, panca indera anak sedang dalam keadaan peka, sehingga perlu dilatih dengan berbagai permainan yang menarik, yang indah, karena anak senang dengan permainan yang indah (Rumini dan Sundari, 2004). Anak usia dini merupakan individu yang berbeda, unik, dan memiliki karakteristik tersendiri sesuai dengan tahapan usianya. Masa usia dini (0-6 tahun) merupakan masa keemasan (golden age) di mana stimulasi seluruh
15
aspek perkembangan berperan penting untuk tugas perkembangan selanjutnya. Masa awal kehidupan anak merupakan masa terpenting dalam rentang kehidupan seseorang anak. Pada masa ini pertumbuhan otak sedang mengalami perkembangan
yang
pesat
(eksplosif), begitupun dengan
perkembangan fisiknya. Dengan kata lain, bahwa anak usia dini sedang dalam tahap pertumbuhan dan perkembangan baik fisik maupun mental yang paling pesat (Trianto, 2011). Perkembangan psikoososial anak usia prasekolah menurut Erickson (1963), berada pada tahap initiative versus guilt (inisiatif versus rasa bersalah) dimana anak menunjukan imajinasi, meniru orang dewasa, mengetes kenyataan atau fakta yang ada. Tugas utama anak usia prasekolah adalah perkembangan rasa inisiatif. Meneurut Piaget (1952), perkembangan kognitif anak usia prasekolah berada pada tahap pemikiran preoperasional. Pada tahap ini anak belajar untuk berfikir dengan menggunakan simbol dan imajinasi. Bermain merupakan metode non verbal untuk menstimulasi proses berfikir egosentrik, seperti dalam penelitian Piaget (1952), anak selalu menunjukan egosentrik seperti anak akan memilih sesuatu atau ukuran yang besar walaupun isi sedikit. Masa ini sifat pikiran bersifat transduktif menganggap semuanya sama, seperti seorang pria dikeluarga adalah ayah, maka semua pria adalah ayah. Pikiran kedua adalah animisme selalu memperhatikan adanya benda mati, seperti apabila anak terbentur benda mati maka anak akan memulainya kearah benda tersebut. Menurut Hurlock (1998), ciri-ciri anak usia prasekolah, meliputi: Secara fisik, otot-otot lebih kuat dan pertumbuhan tulang menjadi besar dank eras. Secara motorik, anak mampu memanipulasi objek kecil (puzzle) menggunakan balok-balok dalam berbagai ukuran dan bentuk. Secara intelektual, anak mempunyai rasa ingin tahu, rasa emosi, iri dan cemburu. Hal ini timbul karena anak memiliki hal-hal yang dimiliki oleh teman sebayanya.
Secara sosial, anak mampu menjalin kontak sosial dengan orang-orang yang ada diluar rumah, sehingga anak mempunyai minat yang lebih untuk bermain dengan temannya, orang-orang dewasa, saudara kandung didalam keluarga. Tugas perkembangan yang harus dicapai pada anak usia prasekolah (36 tahun) adalah: Belajar memperoleh ketrampilan fisik untuk melakukan permainan Belajar membentuk sikap yang sehat terhadap dirinya sendiri sebagai makhluk biologis Belajar bergaul dengan teman sebaya (sosialisasi) Belajar memainkan peranannya sesuai jenis kelamin Belajar ketrampilan dasar dalam membaca, menulis dan berhitung Belajar mengembangkan konsep-konsep sehari-hari Mengembangkan kata hati Belajar memperoleh kebebasan yang bersifat pribadi Mengembangkan sikap yang positif terhadap kelompok sosial
Kerangka Teori
17
Bagan 1 : Kerangka Teori
(Soetjiningsih, 1995; Narendra, 2002; Whaley and Wong, 2001)
Variabel Penelitian Variabel dalam penelitian ini merupakan variabel tunggal yaitu persepsi orang tua terhadap kebutuhan bermain anak usia pra sekolah di komunitas Indonesia yang bekerja di Perusahaan QACO, Qatar. Dengan indikator persepsi orang tua tentang fungsi bermain, karakteristik bermain, bentuk-bentuk bermain, faktor-faktor yang mempengaruhi bermain, alat
permainan dan peran orang tua dalam kegiatan bermain anak.