BAB II LANDASAN TEORI 2.1
Pengertian Pelatihan Pelatihan
adalah
untuk
meningkatkan
kompetensi
(pengetahuan,ketrampilan,dan perilaku) karyawan agar mampu mengerjakan pekerjaan yang sekarang atau karyawan mampu melaksanakan pekerjaan yang lebih besar tanggung jawabnya dalam posisi yang lebih tinggi dengan baik. Harjana (2002) “Training atau Pelatihan adalah kegiatan yang dirancang untuk meningkatkan kinerja pekerja dalam pekerjaan yang diserahkan kepada mereka”.Gomes (2003) mengatakan bahwa “Pelatihan lebih sebagai sarana yang ditujukan pada upaya untuk lebih mengaktifkan kerja para anggota organisasi yang kurang aktif sebelumnya, mengurangi dampak negative yang dikarenakan kurangnya pendidikan, pengalaman yang terbatas, atau kurangnya kepercayaan diri dari anggota atau kelompok anggota tertentu”. Dessler (2006) mengatakan bahwa “Pelatihan adalah proses terintegrasi yang digunakan oleh pengusaha untuk memastikan agar para karyawan bekerja untuk mencapai tujuan organisasi". Pernyataan tersebut memiliki makna bahwa pendekatan
terintegrasi
menugaskan,melatih,menilai
dan dan
berorientasi memberikan
pada penghargaan
tujuan
untuk
pada
kinerja
karyawan. Menurut Hamalik (2007), pelatihan adalah suatu proses yang meliputi serangkaian tindakan (upaya) yang dilaksanakan dengan sengaja dalam bentuk pemberian bantuan kepada tenaga kerja yang dilakukan oleh tenaga professional ke pelatihan dalam satuan waktu yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan kerja peserta dalam bidang pekerjaan tertentu guna meningkatkan kemampuan efektivitas dan kinerja dalam suatu organisasi.
Universitas Sumatera Utara
2.2 Evaluasi Pelatihan Widoyoko (2012), evaluasi memiliki makna yang berbeda dengan penilaian, pengukuran maupun tes. Menurut Stufflebeam dan Shinkfield (1985) menyatakan bahwa : Evaluation is the process of delineating, obtaining, and providing descriptive and judgmental information about the worth and merit of some object’s goals, design, implementation, and inpact in order to guide decision making, serve needs for accountability, and promote understanding of the involved phenomena. Evaluasi merupakan suatu proses menyediakan informasi yang dapat dijadikan sebagai pertimbangan untuk menentukan harga dan jasa (the worth and merit) dari tujuan yang dicapai, desain, implementasi dan dampak untuk membantu
membuat
keputusan,
membantu
pertanggung
jawaban
dan
meningkatkan pemahaman terhadap fenomena. Menurut rumusan tersebut, inti dari evaluasi adalah penyediaan informasi yang dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan. Komite Studi Nasional tentang Evaluasi (National Study Committee on Evaluation) dari UCLA (Stark & Thomas, 1994), menyatakan bahwa : Evaluation is the process of as certaining the decision of concern, selecting appropriate information, and collecting and analyzing information in order to report summary data useful to decision makers in selecting among alternatives. Evaluasi merupakan suatu proses atau kegiatan pemilihan, pengumpulan, analisis dan penyajian informasi yang dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan serta penyusunan program selanjutnya. Selanjutnya Griffin & Nix (1991) menyatakan : Measurement, assessment and evaluation with the criteria is a measurement, the interpretation and description of the evidence is an assessment and the judgement of the value or implication of the behavior is an evaluation.
Universitas Sumatera Utara
Pengukuran, penilaian dan evaluasi bersifat hirarki. Evaluasi didahului dengan
penilaian
(assessment),
sedangkan
penilaian
didahului
dengan
pengukuran. Pengukuran diartikan sebagai kegiatan membandingkan hasil pengamatan dengan kriteria, penilaian (assessment) merupakan kegiatan menafsirkan dan mendeskripsikan hasil pengukuran, sedangkan evaluasi merupakan penetapan nilai atau implikasi perilaku. Brikerhoff (1986) menjelaskan bahwa evaluasi merupakan proses yang menentukan sejauh mana tujuan pendidikan dapat dicapai. Menurut Brikerhoff (1986), dalam pelaksanaan evaluasi ada tujuh elemen yang harus dilakukan, yaitu : 1) penentuan focus yang akan dievaluasi (focusing the evaluation),2) penyusunan desain evaluasi (designing the evaluation), 3) pengumpulan informasi (collecting information), 4) analisis dan intepretasi informasi (analyzing and interpreting), 5) pembuatan laporan (reporting information), 6) pengelolaan informasi (managing evaluation), 7) evaluasi untuk evaluasi (evaluating evaluation). Dalam pengertian tersebut menunjukan bahwa dalam melakukan evaluasi, evaluator pada tahap awal harus menentukan focus yang akan dievaluasi dan desain yang akan digunakan. Hal ini berarti harus ada kejelasan apa yang akan dievaluasi yang secara implicit menentukan adanya tujuan evaluasi, serta adanya perencanaan
bagaimana
melaksanakan
evaluasi.
Selanjutnya,
dilakukan
pengumpulan data, menganilisis dan membuat interpretasi terhadap data yang terkumpul serta membuat laporan. Selain itu, evaluator juga harus melakukan pengaturan terhadap evaluasi dan mengevaluasi apa yang telah dilakukan dalam melaksanakan evaluasi secara keseluruhan. Weiss (1972) menyatakan bahwa tujuan evaluasi adalah : The purpose of evaluation research is to measure the effect of program against the goals it set out accomplish as a means of contributing to subsuquest decision making about the program and improving future programming. Ada empat hal yang ditekankan pada rumusan tersebut, yaitu : 1) menunjuk pada penggunaan metode penelitian, 2) menekankan pada hasil suatu
Universitas Sumatera Utara
program, 3) penggunaan kriteria untuk menilai, dan 4) kontribusi terhadap pengambilan keputusan dan perbaikan program di masa mendatang. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa evaluasi merupakan proses yang sistematis dan berkelanjutan untuk mengumpulkan, mendeskripsikan, mengintepretasikan dan menyajikan informasi untuk dapat digunakan sebagai dasar membuat keputusan, menyusun kebijakan maupun menyusun program selanjutnya. Adapun tujuan evaluasi
adalah untuk
memperoleh informasi yang akurat dan objektif tentang suatu program. Informasi tersebut dapat berupa proses pelaksanaan program, dampak/hasil yang dicapai, efisiensi serta pemanfaatan hasil evaluasi yang difokuskan untuk program itu sendiri, yaitu untuk mengambil keputusan apakah dilanjutkan, diperbaiki atau dihentikan. Selain itu, juga dipergunakan untuk kepentingan penyusunan program berikutnya maupun penyusunan kebijakan yang terkait dengan program. 2.3
Tujuan Evaluasi Pelatihan
Sudjana (2008) menyatakan berbagai macam tujuan evaluasi,yaitu : 1. Memberikan masukan untuk perencanaan program 2. Memberikan masukan untuk kelanjutan,perluasan dan penghentian program 3. Memberikan masukan untuk memodifikasi program 4. Memperoleh Informasi tentang factor pendukung dan penghambat program 5. Memberi masukan untuk memahami landasan ke ilmuan bagi evaluasi program Kirkpatrick(1998)mengatakan bahwa evaluasi suatu pelatihan adalah bagian yang tidak terpisahkan dari penyelenggara pelatihan itu sendiri dan bahwa evaluasi itu merupakan kegiatan yang harus dilakukan agar pelatihan secara keseluruhan dapat berlangsung dengan efektif. Model evaluasi pelatihan yang dikembangkan oleh Kirkpartick (1998), meliputi empat tingkatan dalam mengembangkan evaluasi pelatihan,yaitu :
Universitas Sumatera Utara
1.
Reaksi Dalam hal ini, yang diukur atau dievaluasi adalah reaksi peserta terhadap pelatihan. Reaksi peserta terhadap pelatihan mencakup atensi peserta terhadap totalitas pelatihan, persepsi peserta terhadap komponen pelatihan seperti pengajar/instruktur, topik, jadwal, peralatan yang digunakan, dan sebagainya. Pada level reaksi ini, evaluasi ditujukan pada kepuasan peserta terhadap penyelenggaraan dan sikap positif yang ditunjukkan peserta.
2.
Pembelajaran Evaluasi terhadap pembelajaran bertujuan untuk mengetahui hasil yang telah diperoleh peserta selama proses pembelajaran. Hasil pembelajaran dapat berbentuk penambahan pengetahuan, ketrampilan dan sikap atau perilaku. Perilaku dalam hal ini adalah sikap terhadap pengetahuan dan keterampilan baru yang diperolehnya.
3.
Perilaku Evaluasi terhadap perilaku ditujukan untuk mengetahui dampak dari pelatihan terhadap perilaku dalam bekerja. Dalam konteks ini, juga dievaluasi proses transfer pengetahuan, keterampilan yang diperoleh dalam pelatihan di lingkungan kerjanya. Tentu saja, proses transfer ini juga dipengaruhi oleh kondisi dalam lingkungan pekerjaan.
4.
Hasil Evaluasi hasil pelatihan ditujukan untuk mengetahui dampak dari pelatihan terhadap kinerja perusahaan. Salah satu perangkat ukur yang digunakan untuk mengukur hasil ini adalah Return on Training Investment (ROTI).
2.4 Return On Training Investment (ROTI) ROTI adalah perhitungan yang membandingkan biaya terhadap manfaat dan memberikan gambaran yang akurat dengan berfokus pada tingkat pengembalian yang dapat diukur dan di konversi ke nilai mata uang. Analisis ROTI adalah untuk menjawab pertanyaan: setiap rupiah yang dihabiskan untuk pelatihan dan berapa nilai yang di kembalikan kepada perusahaan?. Dengan ROTI dapat mengidentifikasi pengembalian Investasi Pelatihan dan memberikan jawaban konkret pertanyaan diatas. Hal ini jelas pentingbagi perusahaan untuk
Universitas Sumatera Utara
memiliki langkah-langkah yang akurat daritingkat pengembalian investasi(ROI) dalam pelatihan karyawan, sehingga memudahkan perusahaan membuat keputusan terkait dengan investasi modal manusia (Bartel, 2000). Shelton dan Alliger(1993),Goldwasser(2001),serta Philips dan Stone (2002) adalah beberapa peneliti yang meyakini bahwa perusahaan harus menghitung secara cermat setiap uang yang dikeluarkan untuk membiayai penyelenggaraan pelatihan,dan bahwa perhitungan tersebut haruslah dalam konteks business result dan return on investment. Untuk mengetahui sejauh mana manfaat pelatihan yang telah dilakukan dan kaitannya dengan peningkatan kinerja dan produktivitas perlu dilakukan evaluasi. Salah satu alat evaluasi yang dapat digunakan adalah dengan mengukur Return On Training Investment (ROTI).ROTI merupakan metode berbasis akuntansi membandingkan biaya dengan manfaat dari pelatihan ,dengan mengkonversi semua biaya yang nyata dan kembali untuk nilai rupiahnya. Tidak semua pelatihan dapat diukur dengan menunjukkan ROTI. Tidak semua manfaat yang nyata atau mudah di ukur, tetapi mereka mungkin menjadi sangat penting. Perhitungan ROTI didasarkan pada lima langkah(Barker, 2002): 1. Mengidentifikasi & menganalisa Pelatihan 2. Daftar Alasan Pelatihan 3. Hitung Biaya Pelatihan 4. Hitung Manfaat dari Pelatihan 5. Hitung Return On Invesment Training 2.5 Menghitung ROTI Tahap ini sering disebut sebagai analisis biaya manfaat (Cost-benefit analysis). Analysis biaya manfaat dalam perhitungan ROTI adalah proses menentukan nilai ekonomis dari suatu program pelatihan dengan menggunakan metode Akuntansi. Menentukan nilai Ekonomis dari suatu program pelatihan meliputi perhitungan biaya pelatihan (cost) dan hasil (benefits) yang didapat setelah mengikuti program pelatihan ( Noe,2002).
Universitas Sumatera Utara
Perhitungan Return on Training Invesment(ROTI) dilakukan dengan menggunakan formula sebagai berikut :
Dimana Net benefits Of Pelatihan merupakan keuntungan bersih yang diperoleh dari hasil penerapan pelatihan setelah memperhitungkan faktor isolasi yang telah diperhitungkan pada tahap sebelumnya dikurangi dengan realiasasi biaya pelatihan yang dikeluarkan.
KriteriapengukuranROTI :
ROTI < 0
: Perusahaan Rugi menanamkan Investasi dalam
bentuk pelatihan
ROTI = 0
: Perusahaan Balik Modal menanamkan Investasi
dalam bentuk pelatihan
ROTI > 0
: Perusahaan Untung menanamkan Investasi dalam
bentuk Pelatihan 2.6Manfaat Analisis ROTI Secara Umum , Analisis ROTI dapat digunakan untuk : a.
Menunjukkan bahwa pelatihan merupakan Investasi
b.
Memaksimalkan Pengembalian Aggaran Pelatihan
c.
Dokumen Perubahan Positif dalam Kinerja Individu atau Organisasi
d.
Menetapkan tolok Ukur bagi keberhasilan pelatihan
e.
Mendorong pengusaha dan Staf untuk mengikuti Pelatihan lebih serius
Universitas Sumatera Utara
f.
Mengukur Efektivitas Pelatihan
g.
Menunjukkan Akuntabilitas Pengeluaran dan kebijakan Pelatihan
2.7- Mengkonversi Pengaruh-pengaruh pelatihan kedalam nilai Moneter. Sunardi (2012), menyatakan pengaruh atau nilai tambah yang diperoleh sebagai hasil dari program pelatihan harus selalu di identifikasi,dipilah,dan dikonversikan kedalam bentuk moneter. Perubahan terhadap kinerja karyawan sebaiknya dinilai dengan melibatkan berbagai pihak seperti supervisor,direktur, dan pihak lain dalam organisasi. Keputusan dengan melibatkan berbagai pihak akan jauh lebih Objektif ketimbang menyerahkan semua penilaian kepada Manajer Sumber Daya Manusia. Pengaruh dapat bersifat terlihat(tangible) atau tak terlihat (intangible) dan biasanya disebut sebagai hard data dan soft data. Hard data bersifat kuantitatif, statistikal, berorientasi angka dan dengan mudah dapat dikonversikan dalam bentuk moneter. Soft data lebih bersifat kualitatif dan lebih sulit diukur dan dikonversikan kedalam bentuk uang. Contoh soft data dapat berupa peningkatan kepuasan kerja, peningkatan komitmen organisasi, peningkatan komunikasi antar karyawan berbeda lini dan sebagainya. 2.8-Penelitian Terdahulu Penelitian yang dilakukan oleh Lynch, Akridge, Schaffer dan Gray (2006) terhadap kegiatan Agribusiness Management Program (AMP) yang dilaksanakan pada Tahun 2002 dan 2003 dan diikuti sebanyak 30 peserta didapat beberapa kesimpulan yaitu: metode evaluasiROIyang merupakan indikator yang baik didalam menilai program pelatihan dan dapat dijadikan sebagai evaluasi untuk kegiatan pelatihan dan pengembangan kegiatan pelatihan. Dari hasil penelitian mereka juga menemukan bahwa program pelatihan yang dilakukan memberikan laba atas investasi sebesar 398 %. Selain itu dari hasil penelitian juga didapat bahwa program AMP dapat dan diterapkan dalam tempat kerja dan memiliki dampak keuangan yang positif bagi perusahaan.
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Almeida (2008), terhadap perusahaan manufaktur besar di Portugal antara 1995 dan 1999 terkait tentang investasi dalam pelatihan , biaya, dan beberapa karakteristik perusahaan. Parameter yang digunakan dalam mengukur manfaat pelatihan adalah manfaat terhadap pengusaha dan karyawan secara keseluruhan , terlepas dari bagaimana pengembalian ini dibagi antara kedua belah pihak tersebut. Berdasarkan hasil penelitian tersebut perusahaan yang melakukan investasi pelatihan akan mendapat tingkat pengembalian diantara 6,7% sampai dengan 8,6 % lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang tidak melakukan investasi pelatihan. Pengembalian yang tinggi tersebut menunjukkan bahwa pelatihan kerja yang dilakukan perusahaan adalah investasi yang sehat bagi perusahaanperusahaan yang menghasilkan keuntungan yang sebanding dengan baik investasi dalam modal fisik.
Universitas Sumatera Utara