12
BAB II LANDASAN TEORI
2.1.
Pengertian Penyesuaian Diri Penyesuaian diri merupakan adaptasi yang dapat mempertahankan
eksistensinya atau bisa bertahan serta memperoleh kesejahteraan jasmani dan rohani, sehingga dapat mengadakan relasi yang memuaskan dengan tuntutan sosial ( Al Maruzy, 2010 ). Dalam istilah psikologi, penyesuaian (adaptation) disebut dengan istilah adjustment. Adjustment merupakan suatu hubungan yang harmonis dengan lingkungan fisik dan sosial (Chaplin, 2000). Manusia dituntut
untuk
menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial, kejiwaan dan lingkungan alam sekitarnya. Scheneider dalam Silawaty & Ramdhan (2007) mendefinisikan penyesuaian diri sebagai berikut : “...a process, involving both mental and behavioral responses, by which an individual strives to cope successfully with inner, needs, tensions, frustration, and conflict, and to effect a degree of harmony between these inner demands and those imposed on him by objectivr world in which the lives”. Penyesuaian diri merupakan proses yang meliputi respon mental dan perilaku yang merupakan usaha individu untuk mengatasi dan menguasai kebutuhan-kebutuhan dalam dirinya, ketegangan-ketegangan, frustasi, dan konflik-konflik agar terdapat keselarasan antara tuntutan dari dalam dirinya dengan tuntutan atau harapan dari lingkungan di tempat ia tinggal.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
13
Dari segi pandangan psikologi, penyesuaian diri memiliki banyak arti, seperti pemuasan kebutuhan, keterampilan dalam menangani frustasi dan konflik, ketenangan pikiran/jiwa, atau bahkan pembentukkan simtom-simtom. Itu berarti belajar bagaimana bergaul dengan baik dengan orang lain dan bagaimana menghadapi tuntutan-tuntutan pekerjaan. Sedangkan menurut Haber & Runyon dalam Wulandhary (2008) mengungkapkan bahwa penyesuaian diri merupakan proses yang terjadi selama hidup. Semiun (2006) menyebut hal-hal seperti kemampuan untuk beradaptasi, kemampuan berafeksi, kehidupan yang seimbang, kemampuan untuk mengambil keuntungan dari pengalaman, toleransi terhadap frustasi, humor, sikap yang tidak ekstrem, objektivitas, dan lain-lain. Jadi berdasarkan definisi diatas dapat diambil kesimpulan bahwa penyesuaian diri merupakan proses adaptasi individu terhadap lingkungan yang melibatkan respons mental dan batin guna menghadapi tuntutan-tuntutan, frustasi sehingga mampu mendapatkan relasi yang memuaskan dengan tuntutan sosial di lingkungan tempat tinggal yang berlangsung selama mereka hidup. 2.2.
Karakteristik Penyesuaian Diri Schneider dalam Setioroso (2013) menjelaskan bahwa seseorang dapat
dikatakan memiliki penyesuaian diri yang normal dan baik apabila individu tersebut mampu memenuhi kebutuhan dan mengatasi masalah secara wajar, tidak merugikan diri sendiri dan lingkungannya, serta sesuai dengan norma agama. Menurut Haber & Runyon dalam Wulandhary (2008)ada beberapa karakteristik penyesuaian diri yang efektif, yaitu :
http://digilib.mercubuana.ac.id/
14
a. Persepsi kenyataan yang akurat Individu cenderung mewarnai persepsinya dengan keinginan dan motivasinya sendiri, akibatnya ada kecenderungan individu untuk mengalami distorsi dalam mempersepsikan kenyataan dan menginterpretasi suatu kejadian. Individu dapat menyesuaikan diri dengan baik apabila bisa melihat sesuatu apa adanya. b. Kemampuan untuk mengatasi stres dan kecemasan Individu tidak selalu dapat memperoleh kepuasan dengan cepat pada setiap kebutuhan. Individu juga tidak bisa mencapai tujuan jangka panjang dalam waktu yang singkat. Hal-hal demikian dapat menimbulkan perasaan tidak nyaman pada diri individu. Individu dapat menyesuaikan dirinya dengan baik apabila mampu mengatasi perasaan-perasaan yang tidak nyaman tersebut, misalnya dengan cara mentolerir penundaan kepuasan pada suatu kebutuhan. c. Citra diri positif / positive self image Walaupun citra diri yang positif sangat diperlukan dalam penyesuaian diri yang efektif, individu tetap tidak boleh kehilangan jati dirinya. Seseorang selayaknya menyadari bahwa selain ada kekuatan dalam dirinya, juga ada kelemahan yang menyertainya. Jika seseorang mampu mengenali dan mengerti dirinya sendiri dengan realistis, dapat dikatakan orang tersebut sedang menuju penyesuaian diri yang baik. d. Kemampuan untuk mengekspresikan perasaan Manusia yang sehat mampu merasakan dan mengekspresikan emosi dan perasaannya dengan realistis yang pada umumnya masih terkontrol. Ketika
http://digilib.mercubuana.ac.id/
15
seseorang merasa kesal, ia dapat mengekspresikannya dengan cara yang tidak melukai orang lain. e. Hubungan interpersonal yang baik Manusia yang dapat menyesuaikan diri dengan baik mampu mencapai derajat keakraban yang sesuai dalam hubungan sosialnya. Mereka mampu dan merasa nyaman berhubungan dengan orang lain, selain itu mereka menyadari bahwa kehidupan tidak selalu berjalan mulus dan lancar. Hubungan yang baikpun dapat meningkatkan dan kadang-kadang membuat frustasi Selanjutnya, Schneider dalam Setioroso (2013) mengungkapkan bahwa indvidu yang memiliki penyesuaian diri yang baik (well adjustment person) adalah
mereka
dengan
segala
keterbatasannya,
kemampuannya
serta
kepribadiannya telah belajar untuk bereaksi terhadap diri sendiri dan lingkungannya dengan cara efisien, matang, bermanfaat, dan memuaskan. Efisien artinya bahwa apa yang dilakukan individu tersebut dapat memberikan hasil yang sesuai dengan yang diinginkannya tanpa banyak mengeluarkan energi, tidak membuang waktu banyak, dan sedikit melakukan kasalahan. Matang artinya bahwa individu tersebut dapat memulai dengan melihat dan menilai situasi dengan kritis sebelum bereaksi. Bermanfaat artinya bahwa apa yang dilakukan individu tersebut bertujuan untuk kemanusiaan, berguna dalam lingkungan sosial, dan yang berhubungan dengan Tuhan. Selanjutnya memuaskan artinya bahwa apa yang dilakukan individu tersebut dapat menimbulkan perasaan puas pada dirinya dan membawa dampak yang baik pada dirinya dalam bereaksi selanjutnya. Mereka juga dapat menyelesaikan konflik-konflik mental, frustasi
http://digilib.mercubuana.ac.id/
16
dan kesulitan-kesulitan dalam diri maupun kesulitan yang berhubungan dengan lingkungan sosialnya serta tidak menunjukkan perilaku yang memperlihatkan gejala menyimpang. Scheneider dalam Setioroso (2013) setiap individu memiliki pola penyesuaian diri yang khas terhadap setiap situasi dan kondisi serta lingkungan yang dihadapinya. Bagaimana individu menyesuaikan diri di lingkungan rumah dan keluarganya, di sekolahnya, bagaimana individu dapat menyesuaikan diri dengan dirinya sendiri, serta cara menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial menentukan adanya variasi penyesuaian diri (Varietas of Adjustment), yang artinya adanya klasifikasi penyesuaian diri yang berdasarkan pada masalah dan situasi yang dihadapi dan berkaitan dengan tuntutan lingkungan. 2.3.
Faktor-faktor yang mempengaruhi Penyesuaian Diri Terdapat beberapa faktor yang dapat membentuk kepribadian seseorang,
baik secara internal maupun eksternal berpengaruh dalam proses penyesuaian diri. Menurut Schneider dalam Setioroso (2013) faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri adalah sebagai berikut : a. Kondisi Fisik Perubahan kondisi fisik yang terjadi pada individu khususnya dewasa madya membutuhkan suatu proses penyesuaian. Perubahan yang terjadi meliputi, perubahan dalam penampilan, perubahan dalam kemapuan indra, perubahan pada keberfungsian fisiologis, perubahan pada kesehatan serta perubahan seksual. Selain itu, penyesuaian diri juga meliputi pada perubahan sensorik dan motorik dalam faktor biologis. Kondisi fisik berpengaruh pada
http://digilib.mercubuana.ac.id/
17
proses penyesuaian diri yang baik, kualitas penyesuaian diri yang baik hanya dapat dicapai dalam kondisi kesehatan jasmaniah yang baik pula. Adanya gangguan penyakit hingga kronis dapat menimbulkan kurangnya kepercayaan diri, rasa ketergantungan, perasaan ingin dikasihani serta perasaan rendah diri pada individu. b. Perkembangan dan Kematangan Dengan bertambahnya usia, perubahan dan perkembangan respon tidak hanya diperoleh melalui proses belajar, tetapi juga perbuatan individu telah matang untuk melakukan respon dan ini menentukan pola penyesuaian dirinya. Sesuai dengan hukum perkembangan, tingkat kematangan individu berbeda-beda. Pola penyesuaian diri akan bervariasi sesuai dengan tingkat perkembangan
dan
kematangan
yang
dicapainya.
Kondisi-kondisi
perkembangan mempengaruhi setiap aspek kepribadian seperti : emosional, sosial, moral, keagamaan dan intelektual. Dalam fase tertentu, salah satu aspek mugkin lebih penting dari aspek lainnya. c. Keadaan Psikologis Keadaan mental yang sehat
merupakan syarat bagi tercapainya
penyesuaian diri yang baik, sehingga dapat dikatakan bahwa adanya frustasi, kecemasan dan cacat mental akan dapat melatarbelakangi adanya hambatan dalam penyesuaian diri. Keadaan mental yang baik akan mendorong individu untuk memberikan respon yang selaras dengan dorongan internal maupun tuntutan lingkungannya. Variabel yang termasuk dalam keadaan psikologis di antaranya adalah pengalaman, pendidikan, konsep diri, dan keyakinan diri.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
18
d. Kondisi Lingkungan Proses penyesuaian diri akan dapat berjalan lancar ketika keadaan lingkungan mendukung, dalam arti keadaan lingkungan baik, aman, tentram, penuh penerimaan dan pengertian serta mampu memberikan perlindungan pada anggotanya. Penyesuaian diri berpengaruh pula pada berbagai lingkungan seperti keluarga, sekolah, masyarakat, kebudayaan dan agama. e. Kultural dan Agama a. Penyesuaian diri manusia mulai dari lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat secara bertahap dipengaruhi oleh faktor-faktor kultur dan agama. Lingkungan kultural dimana individu berada dan berinteraksi akan menentukan pola-pola penyesuaian dirinya. b. Agama merupakan sumber nilai, kepercayaan dan pola tingkah laku yang akan memberikan tuntutan bagi arti, tujuan, dan kestabilan hidup umat manusia. Agama memegang peranan penting sebagai penentu dalam proses penyesuaian diri. 2.4.
Narapidana 2.4.1. Definisi Narapidana Seseorang yang terpidana yang menjalani masa hukumannya di dalam
penjara statusnya menjadi narapidana. Terpidana
adalah
seseorang
yang
dipidana
berdasarkan
putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Narapidana adalah seseorang yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap. ( UU No.12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan).
http://digilib.mercubuana.ac.id/
19
Di
Lapas
(Lembaga
Pemasyarakatan),
narapidana
digolongkan
berdasarkan jenis kelamin, usia, jenis kasus dan lama masa hukuman. Narapidana wanita dan pria di tempatkan di Lapas yang terpisah, demikian pula antara narapidana anak-anak, remaja, dan dewasa ditempatkan di Lapas yang berbeda. Selain itu dibedakan pula antara narapidana yang tersangkut kasus politik atau subversi dan narapidana kriminal, dan dibedakan pula antara narapidana dengan kasus kriminal dengan kekerasan dan tanpa kekerasan. Yang termasuk dalam kasus politik adalah korupsi. 2.4.2. Narapidana Korupsi Narapidana korupsi adalah narapidana yang menjalani pidana yang ditempatkan di rumah tahanan atau di lembaga pemasyarakatan karena kasus korupsi. Dalam penelitian ini peneliti memfokuskan penelitian pada narapidana korupsi. 2.4.3. Maksud dan Tujuan Penahanan Penahanan merupakan tindakan menghentikan kemerdekaan seseorang, sedangkan kemerdekaan itu adalah hak azasi manusia. Maksud dan tujuan penahanan secara jelas digambarkan dalan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) agar tidak diartikan penahanan sebagai usaha legal mencabut kemerdekaan hak asasi seseorang atau sekelompok individu. Dalam dua Kitab di atas diuraikan secara sistematis mengenai alasan, prosedur, dan metode penahanan sehingga diharapkan tidak bertentangan dengan Hak Asasi Manusia.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
20
Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) merupakan undang-undang yang sangat menjunjung tinggi martabat dan harkat manusia, karena itu penahanan di Rumah Tahanan Negara mempunyai maksud dan tujuan yang terdapat di dalam Kitab Undang-undang Acara Pidana. Di dalam pasal 20 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana berbunyi : Ayat 1 : Untuk kepentingan penyidikan, penyidik atau penyidik pembantu atas perintah penyidik sebagaimana di maksud dalam pasal 11 berwenang melakukan penahanan. Ayat 2: Untuk kepentingan penuntutan, penuntut umum melakukan penahanan atau penahanan lanjutan. Ayat 3 : Untuk kepentingan hakim di sidang pengadilan dengan penetapannya berwenang melakukan penahanan. Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa tujuan penahanan menurut pasal 20 KUHAP adalah : a) Untuk kepentingan penyidikkan. b) Untuk kepentingan penuntutan. c) Untuk kepentingan hakim di sidang pengadilan. Di dalam pasal 21 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana pada ayat 1 berbunyi : “Perintah penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan terhadap seorang tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup, dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
21
kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri merusak atau menghilangkan barang bukti, dan atau mengulangi tindak pidana” Dari uraian tersebut diatas dapat diambil kesimpulan bahwa penahanan dimaksudkan agar : a) Tidak menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri. b) Agar tersangka atau terdakwa tidak menghilangkan barang bukti. c) Agar tersangka atau terdakwa tidak mengulangi tindak pidana. 2.5.
Korupsi 2.5.1. Pengertian Korupsi Pengertian atau asal kata korupsi menurut Fockema Andreae dalam
Hamzah (2006) kata korupsi berasal dari bahasa latin corruptio atau coruptus, yang selanjutnya disebutkan bahwa coruptio itu berasal pula dari kata asal corrumpere, suatu kata dalam bahasa latin yang lebih tua. Dari bahasa latin itulah turun kebanyak bahasa Eropa seperti Inggris, yaitu corruption, corrupt. Bahasa Perancis yaitu corruption dan Belanda Corruptie. Maka dari itu dapat atau patut diduga istilah korupsi berasal dari bahasa Belanda dan menjadi bahasa Indonesia yaitu “korupsi”. Sedangkan menurut John M.Echols danHassan Shaddly dalam Djaja (2010) pengertian korupsi secara harfiah berarti jahat atau busuk. Lain halnya dengan A.I.N. Kramer ST dalam Djaja (2010) mengartikan kata korupsi sebagai rusak, busuk, atau dapat disuap. Perbuatan korupsi biasanya dilakukan oleh pihak-pihak yang memiliki jabatan dalam suatu instansi tertentu, perilaku ini dilakukan oleh orang-orang
http://digilib.mercubuana.ac.id/
22
terbiasa menggunakan jas, baju berkerah, berdasi atau yang dikenal dengan sebutan “penjahat berkerah putih”. Maka dari itu Helbert Edelherz dalam Djaja (2010) lebih suka menggunakan istilah white collar crime untuk perbuatan pidana korupsi. Helbert mengemukakan perbuatan pidana korupsi merupakan kejahatan kerah putih adalah suatu perbuatan atau serentetan perbuatan yang bersifat ilegal yang dilakukan secara fisik, tetapi dengan akal bulus atau terselubung untuk mendapatkan uang atau kekayaan serta menghindari pembayaran/pengeluaran uang atau kekayaan atau untuk mendapatkan bisnis/keuntungan pribadi” Menurut Undang-Undang No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang termasuk dalam tindak pidana korupsi adalah: “Setiap orang yang dikategorikan melawan hukum, melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan maupun kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara”. Berdasarkan berbagai pengertian korupsi yang telah dikemukakan oleh banyak ahli maka dapat disimpulkan bahwa korupsi merupakan suatu tindakan atau perilaku yang busuk dan buruk berupa penggelapan uang, menyalahgunakan jabatan yang dimiliki demi menguntungkan diri sendiri dan keluarganya yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. 2.5.2. Tipe dan Faktor Penyebab Terjadinya Korupsi Korupsi memiliki beberapa tipe yang memiliki kaitan erat dengan kekuasaan. Menurut Lord Acton dalam Djaja (2010) kekuasaan cenderung untuk
http://digilib.mercubuana.ac.id/
23
korupsi dan kekuasaan yang absolute cenderung korupsi absolute. Hal ini sangat memperjelas pandangan masyarakat bahwasanya kekuasaan sangan rentan terhadap tindak pidana korupsi. Tidak hanya di Indonesia, hal ini juga berlaku untuk seluruh belahan dunia. Kalimat yang telah diungkapkan oleh Lord Acton diatas lebih diperkuat lagi dengan adanya empat tipe korupsi yang dikemukakan oleh Piers Beirne dan James Messerschmidt dalam Djaja (2010) yang mana keempat tipe perbuatan korupsi tersebut sangat berkaitan erat dengan kekuasaan, diantaranya adalah : a) Political Beribery yaitu kekuasaan dibidang legislatif sebagai badan pembentuk
undang-undang,
yang
secara
politis
badan
tersebut
dikendalikan oleh suatu kepentingan karena dana yang dikeluarkan pada masa pemilihan umum sering berhubungan dengan aktivitas perusahaan tertentu yang bertindak sebagai penyandang dana. Dimana individu pengusaha sebagai pemilik perusahaan berharap agar anggota parlemen yang telah diberi dukungan dana pada saat pemilihan umum dan yang kini duduk sebagai anggota parlemen dapat membuat peraturan perundangundangan yang menguntungkan usaha atau bisnis mereka. b) Political Kickbacks yaitu kegiatan korupsi yang berkaitan dengan sistem kontrak pekerjaan borongan, antara pejabat pelaksana atau pejabat terkait dengan pengusaha, yang memberikan kesempatan atau peluang untuk mendapatkan banyak uang bagi kedua belah pihak. c) Election Fraud yaitu korupsi yang berkaitan langsung dengan kecurangankecurangan dalam pelaksanaan pemilihan umum, baik yang dilakukan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
24
oleh calon penguasa/anggota parlemen ataupun oleh lembaga pelaksana pemilihan umum. d) Corrupt Campaign Practice yaitu korupsi yang berkaitan dengan kegiatan kampanye dengan menggunakan fasilitas negara dan juga bahkan penggunaan uang negara oleh calon penguasa yang saat itu memegang kekuasaan. Selain memiliki empat tipe perilaku korupsi, adapula faktor-faktor yang menyebabkan seseorang atau sekelompok orang terdorong untuk melakukan korupsi. Menurut Merican dalam Soesatyo (2011) mengemukakan sebab-sebab atau faktor yang menyebabkan seseorang atau sekelompok orang melakukan korupsi, yaitu : a. Peninggalan Pemerintahan Kolonial b. Kemisikinan dan ketidaksamaan c. Gaji yang tidak sesuai d. Persepsi terhadap leader 2.6.
Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) 2.6.1. Pengertian Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) LAPAS merupakan singkatan dari Lembaga Pemasyarakatan. Pada
hakikatnya yang dimaksud dengan lembaga pemasyarakatan (LAPAS) menurut Undang-undang RI No: 12 Th 1995 Tentang Pemasyarakatan bahwa lembaga pemasyarakatan yang selanjutnya disebut LAPAS adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan narapidana dan anak didik pemasyarakatan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
25
2.7.
Kedudukan, Fungsi dan Tujuan LAPAS 2.7.1. Kedudukan LAPAS LAPAS di Indonesia sebagai suatu sistem proses hukum Indonesia,
merupakan unsur yang tidak dapat dipisahkan dan juga disebutkan dalam UU RI No: 12 Th 1995 tentang pemasyarakatan pada pasal 1 menyatakan bahwa pemasyarakatan berdasarkan sistem, kelembagaan dan cara pembinaan yang merupakan bagian akhir dari sistem pembinaan dalam tata peradilan agama. Adapun unsur-unsur dalam sistem hukum pidana terdiri dari empat unsur yang saling ketergantungan dan akan dapat berfungsi sempurna apabila masing-masing unsur dapat menjalankan fungsinya. Unsur-unsur itu meliputi : a) Kepolisian,
yang
secara
administratif
berada
di
bawah
DepartemenPertahanan dan Keamanan. b) Kejaksaan berada di bawah Kejaksaan Agung c) Pengadilan d) LAPAS, sebagai pelaksana lebih lanjut dari keputusan hakim yang bersifat menghukum terdakwa LAPAS sebagai lembaga yang secara khusus adalah tempat untuk membina napi, yang merupakan suatu lembaga yang bernaung
di
Departemen
Kehakiman
pada
Direktorat
Jendral
Pemasyarakatan. 2.7.2. Fungsi LAPAS Dalam keputusan itu juga disebutkan mengenai fungsi LAPAS, yaitu : Menyiapkan warga binaan Pemsyarakatan agar dapat berinetgrasi secara sehat
http://digilib.mercubuana.ac.id/
26
dengan masyarakat, sehingga dapat berperan kembali sebagai anggota masyarakat yang bebas dan bertanggung jawab (UU pasal 3), sehingga dalam fungsi tersebut LAPAS melaksanakan tugasnya yaitu : 1.
Melakukan pembinaan Napi/anak didik
2.
Memberikan bimbingan, mempersiapkan sarana dan mengelola hasil kerja
3.
Melakukan bimbingan sosial/kerohanian napi/anak didik
4.
Melakukan pemeliharaan keamanan dan tata tertib LAPAS
5.
Melakukan urusan tata usaha dan rumah tangga. 2.7.3. Tujuan LAPAS Dalam sistem pemasyrakatan, tujuan pemidanaan adalah pembianaan dan
bimbingan, dengan tahap-tahap admisi/orientasi, pembinaan dan asimilasi, dengan keterangan sebagai berikut : 1. Admisi/Orientasi dimaksudkan agar narapidana mengenal cara hidup, peraturan dan tujuan dari pembinaan atas dirinya. 2. Pembinaan
maksudnya
narapidana
dibina,
dibimbing
agar
tidak
melakukan tindak pidana lagi apabila sudah keluar LAPAS, yaitu dengan diberikan pembinaan dan pendidikan agama dan berbagai keterampilan. 3.
Tahap asimilasi, napi diasimilasikan ketengah-tengah masyarakat diluar LAPAS. Hal ini dimaksudkan agar napi tidak canggung apabila sudah keluar/habis masa pidananya.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
27
2.8.
Gambaran Umum LAPAS (Pamungkas, 2013) Situasi dan kondisi Lapas di Indonesia sekarang ini
secara umum tidak jauh berbeda antara Lapas yang satu dengan Lapas yang lain, besar kecilnya Lapas dapat dibedakan dengan kelas Lapas. Kondisi fisik Lapas menjadi penting peranannya bagi penghuni Lapas. Jumlah penghuni Lapas idealnya tidak melebihi kapasitas dari Lapas itu sendiri, namun kenyataannya yang ada jumlah penghuni Lapas melebihi kapasitas yang ditetapkan. Berdasarkan keterangan dari Kepala Lapas Wanita Klas II A Tangerang mengatakan bahwa saat ini lapas wanita tangerang telah melebihi kapasitas yang telah ditentukan, ia menyatakan bahwa saat ini sel yang seharusnya diisi satu orang kenyataannya diisi sebanyak tiga orang, sel yang seharusnya diisi tiga orang saat ini diisi sebanyak lima orang, sel yang seharusnya diisi sebanyak lima orang saat ini diisi sebanyak tujuh orang. Hal itu tentunya berpengaruh pada keadaan psikologis para narapidana dan tentunya akan sangat berpengaruh terhadap penyesuaian diri dari narapidana korupsi di Lembaga Pemasyarakatan Tangerang. Terlebih lagi dengan kondisi sel yang ‘sumpek’ tentunya akan berpengaruh kepada kondisi fisik narapidana yang kemudian akan mempengaruhi kondisi psikologisnya.
http://digilib.mercubuana.ac.id/