BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Sejarah Termoelektrik
Fenomena termoelektrik pertama kali ditemukan tahun 1821 oleh ilmuwan Jerman, Thomas
Johann Seebeck. Ia menghubungkan tembaga dan besi dalam sebuah rangkaian. Diantara kedua
logam tersebut lalu diletakkan jarum kompas. Ketika sisi logam tersebut dipanaskan, jarum kompas ternyata bergerak. Hal ini terjadi karena aliran listrik yang terjadi pada logam menimbulkan medan magnet. Medan magnet inilah yang menggerakkan jarum kompas.
Fenomena tersebut kemudian dikenal dengan efek Seebeck. Pada tahun 1834 Jean Charles Peltier, seorang berkebangsaaan Perancis, penemuan Seebeck ini memberikannya inspirasi untuk melihat kebalikan dari fenomena tersebut. Dia mengalirkan listrik pada dua buah logam yang direkatkan dalam sebuah rangkaian. Ketika arus listrik dialirkan, terjadi penyerapan panas pada sambungan kedua logam tersebut dan pelepasan panas pada sambungan yang lainnya. Pelepasan dan penyerapan panas ini saling berbalik begitu arah arus dibalik. Penemuan yang terjadi pada tahun 1934 ini kemudian dikenal dengan efek Peltier. Efek Seebeck dan Peltier inilah yang kemudian menjadi dasar pengembangan teknologi termoelektrik. Emil Lenz pada tahun 1838 membuktikan bahwa efek Peltier bergantung dengan arah arus maka panas dapat dibuang dari junction untuk membekukan es, atau dengan membalikkan arah arus maka panas dapat ditambahkan untuk melelehkan es menjadi air, sehingga ini dapat disimpulkan bahwa panas dapat diserap atau diciptakan searah dengan arus listrik yang dialirkan. Dua puluh tahun kemudian, sekitar tahun 1851 William Thomson (Lord Kelvin), memberikan penjelasan secara komprehensif mengenai keterkaitan efek Seeback dan efek Peltier dengan termodinamika. Koefisien Peltier merupakan perkalian dari koefisien Seeback. Thomson akhirnya mengeluarkan efek ketiga yang dikenal dengan efek Thomson. Panas dapat diserap atau diciptakan mengalir di dalam material. Panas sebanding dengan arah arus listrik yang dialirkan. Konstanta perbandingan ini disebut dengan koefisien Thomson, yang secara termodinamika berkaitan dengan koefisien Seeback.[1] 6
2.2 Efek Termoelektrik
Prinsip dasar dari termoelektrik adalah jika arus dilewatkan melalui suatu termokopel maka
akan timbul 5 efek, 5 efek tersebut adalah gejala-gejala termal yang terjadi akibat arus listrik yang diberikan. Efek-efek tersebut yaitu: efek Seebeck, efek Peltier, efek Joule, efek Konduksi dan efek Thomson.
2.2.1 Efek Seebeck
Efek Seebeck merupakan prinsip termokopel dari dua buah junction semikonduktor yang
berbeda temperaturnya sehingga akan menghasilkan energi listrik. Fenomena efek Seebeck dapat dilihat dari pada Gambar 2.1 di bawah ini.
Gambar 2.1 Efek Seeback
Efek Seebeck bersifat dapat dibalik (reversible) dimana dari dua buah junction konduktor dengan bahan yang berbeda, salah satu ujungnya dipanaskan lalu kedua ujungnya digabung menjadi satu, sehingga terjadi perbedaan temperatur yang menghasilkan energi listrik. Efek Seebeck dirumuskan dalam persamaan: E = α ( T 1 – T0 )
(2.1)
Keterangan: E = Tegangan (Volt) α = Koefisien Seebeck (V/K) T0 = Temperatur Cold junction atau sambungan dingin (K) 7
Hot juction atau sambungan panas (K) T1 = Temperatur
2.2.2
Efek Joule
Dengan timbulnya arus listrik akibat adanya efek Seebeck pada konduktor dalam
rangkaian tersebut, maka akan timbul panas yang disebut efek Joule, sifat dari efek tersebut tidak dapat dibalik (irreversible). Persamaan efek Joule dapat ditulis sebagai berikut: Q = I2. R
(2.2)
Keterangan:
Q = Panas Joule (W) I
= Arus listrik (A)
R = Hambatan (Ω)
2.2.3 Efek Konduksi Panas akan merambat secara konduksi dari permukaan yang panas ke permukaan yang dingin, perambatan tersebut bersifat irreversible dan disebut efek konduksi. Besarnya perambatan dapat dinyatakan dalam persamaan: Qc =U (T1 – T0)
(2.3)
Keterangan: Qc = Laju aliran panas (
)
U = Koefisien konduksi Thermal kedua junction (
)
T1 = Temperatur permukaan panas (K) T0 = Temperatur permukaan dingin (K) 2.2.4 Efek Peltier Pada rangkaian termokopel yang diberi sumber arus searah, pada saat arus mengalir melalui termokopel, temperatur junction akan berubah dan sejumlah panas akan diserap pada satu permukaan, sementara permukaan yang lainnya akan membuang panas tersebut. Jika aliran arus di balik, maka permukaan yang awalnya panas akan menjadi dingin dan sebaliknya, permukaan yang dingin akan menjadi panas. Fenomena (gejala) ini disebut efek Peltier dan merupakan dasar dari pendinginan termoelektrik. Dari percobaan diketahui bahwa besarnya perpindahan panas sebanding terhadap arus dan mempunyai persamaan: Q =Φ.I
(2.4) 8
Keterangan:
Q = Panas efek peltier (W) Φ = Koefisien peltier (V) I
= Arus listrik (A)
2.2.5 Efek Thomson
Pada saat arus mengalir ke semikonduktor termokopel, penyebaran temperatur
menyimpang dari efek Joule, gejala ini disebut efek Thomson yang dirumuskan dalam: Qt=. . .
dT dX
Keterangan:
(2.5)
Qt = Panas Thomson (W/cm) τ
= Koefisien Thomson (V/K)
I
= Arus listrik (A)
dT dX
= Gradien temperatur pada semikonduktor (K/cm) Secara termodinamik koefisien Seebeck (a), Peltier (f) dan Thomson (t) adalah saling
berhubungan. Besaran a dan f sangat tergantung pada sifat kedua konduktor pada termokopel tersebut sehingga harus dinyatakan dalam nilai beda (a = aA – aB dan f = fA – fB). Dengan demikian, hubungan ketiga koefisien tersebut dapat dinyatakan dengan dua persamaan berikut: (2.6) maka
(2.7) Efek Peltier di atas dapat dimanfaatkan untuk tujuan pendinginan dengan memilih secara tepat dua konduktor berbeda yang akan digunakan. Konduktor dipilih sedemikian hingga daya termoelektrik αp positif dan αn negatif. Jembatan dingin direkatkan dengan lempeng metal atau jenis permukaan pindah panas lainnya, yang kemudian dipaparkan pada ruang atau benda yang 9
akan didinginkan. Sedangkan jembatan panas direkatkan dengan permukaan material untuk panas ke atmosfer atau media lain. dapat melepaskan
2.3 Sistem Termoelektrik
Ada dua jenis semikonduktor yang berbeda jenis P dan N semikonduktor P mempunyai
harga αp (thermoelectric power) yang positif dan semikonduktor N mempunyai harga αn yang negatif. Pada setiap junction yang dipasang mempunyai non metal sebagai permukaan perpindahan panas. Salah satu permukaan (cold junction) akan menyerap kalor bertindak sebagai
evaporator pada sistem kompresi uap sedangkan hot junction melepaskan kalor kelingkungan mirip dengan fungsi kondensor pada sistem kompresi udara.
Gambar 2.2 Konstruksi termoelektrik (www.melcor.com)
Arus pada rangkaian sama dengan kompresor P dan N pada bahan semukonduktor, tidak sama dengan polaritas tegangan positif ( + ) dan negatif ( - ). Dimana pada bahan semikonduktor P yang mempunyai hanya αp electron bermuatan positif akan bergerak menuju tegangan negatif dan pada bahan semikonduktor N yang mempunyai harga αn, elektron yang bermuatan negatif akan bergerak menuju polaritas tegangan positif (sifat tarik menarik) sehingga menjadikan proses penyerapan dan pembuangan kalor dimana permukaan dingin (permukaan atas) akan menyerap kalor disekelilingnya. Sedangkan permukaan panas (permukaan panas) akan membuang kalor disekelilingnya.
10
Gambar 2.3 Susunan Semikonduktor
Dan apabila polaritas tegangan positif dan negatif dibalik akan menyebabkan keadaan yang bersifat tolak menolak antara sifat bahan semikonduktor dengan polaritas tegangan yang
sama dengan sifat bahan konduktor tersebut. Sehingga arah proses penyerapan dan pembuangan kalor pun mejadi berubah (arah sebaliknya). Seperti terlihat pada Gambar 2.3 di bawah ini.
Gambar 2.4 Sistem termoelektrik (majalah energi)
Seeback Coefficient = αA– αB = konstan: sehingga efek Thomson = 0 Sehingga: q0 = (αp– αn) T0 I – U (T1 – T0) - ½ I2R
(2.8)
11
q1 = (αp– αn) T1 I – U (T1 – T0) + ½ I2R Keterangan:
(2.9)
αp– α n = Seeback Coefficient rata-rata pada temperatur T1 – T0 (V/K) U
= Koefisien konduksi Thermal kedua junction (W/K)
R
= Tahanan listrik total (ohm)
T0
= Cold junction
T1 q0
q1
= Hot juction = Besar kalor yang diserap (W) = Besar kalor yang dilepas (W)
( αp-αn ) T0 I dan ( αp-αn ) T1 I adalah besar laju perpindahan panas yang terjadi pada cold surface dan hot surface dimana laju perpindahan panas tersebut dipengaruhi oleh sumber arus listrik yang masuk kedalam junction (αp-αn) adalah termoelektrik power yang mempunyai satuan (V/K) ketika satu junction dari termoelektrik dijaga pada temperatur yang lebih tinggi dari junction lainnya, maka proses akan mengalir secara konduksi dari junction yang panas ke dingin, dimana u = Qkonduksi / (T1-To), ini karena termoelektrik terdiri dari dua bagian yaitu panas dan dingin maka besarnya panas yang irreversible maka akibat dari arus listrik dalam rangkaian adalah setengahnya dari daya yang ditimbulkan yaitu ½ I2 R. Penggunaan tanda positif dan negatif menunjukkan bahwa panas yang diserap akan dilepaskan. Dari persamaan diatas maka didapat: 2
( αp-αn) T1 +½ I R-q T1-To =...........................................(
(2.10)
u
Perbedaan temperatur UT1-T0 akan maksimal bila q1= 0, besarnya daya yang masuk akan berkurang karena adanya efek Joule dan Seebeck sehingga besarnya daya yang masuk adalah: W = ( αp – αn ) ( T1-T0 ) + I2 R
(2.11)
Dari kedua persamaan diatas didapat: Performance =
(αp – αn) T1I-u (T1-T0)- ½ I2 R
(2.12)
(αp – αn) (T1-T0) I + ½ I2 R
Sehingga Performance =
Qo ( αp-αn ) ( T -T )I + I2R 1 0 W W
(2.13) 12
Dapat diketahui semakin tinggi nilai performance maka semakin baik pendingin dan pemanas yang dihasilkan dari teknologi tersebut. Sedangkan untuk menentukan besarnya (αp– αn) dapat
dihitung dengan rumus figure of merit, yaitu:
(p - n 2 4 2 Z U .R U .R
(2.14)
Keterangan: Z
α
= figure of merit = Termoelektrik power (V/K) = 0,00021 V/K
dengan rumus diatas, maka besarnya αp– αn adalah:
(p - n 4
2
(2.15)
= = 1,764 x 10-7 V/K Dan harga u (koefisien konduktansi bahan termoelektrik W/k) didapat dari:
u 2.k .
A L
(2.16)
Keterangan: K
= Thermal konduktivitas (W/cm K)
A
= Luas permukaan termoelektrik (cm2)
L
= Panjang termoelektrik (cm)
2.4 Beban Produk Beban produk adalah beban yang terdapat pada produk yang harus didinginkan oleh termoelektrik. Beban produk yang akan didinginkan kali ini berupa minuman kaleng bersoda (kola). Untuk mengetahui berapa energi yang dibutuhkan untuk pendinginan beban dan pemanasan beban diatas dapat menggunakan persamaan berikut: Qp = m x Cp x (T1-T2)
(2.17)
keterangan: Qp = kalor produk (kJ) Cp = kalor spesifik produk (kJ/kg oC) T1 = temperatur produk (oC)
13
T2 = temperatur penyimpanan (oC) (kg) m = massa produk
2.5 Beban Transmisi
Beban transmisi adalah beban yang didapat pada bahan yang digunakan untuk
mentransmisi energi dari termoelektrik ke produk yang didinginkan, biasanya digunakan bahan yang memiliki nilai konduktivitas yang baik seperti alumunium, tembaga, atau bahan bahan lain yang mudah menghantarkan energi kalor. Beban transmisi dapat diperoleh dari persamaan berikut ini: Q1 = U .A .( T1 – T2 )
(2.18)
Keterangan:
Q1 = Beban kalor transmisi (W) U = Konduktansi overall (W/m2 oC) T2 = Temperatur udara luar (oC) T1 = Temperatur udara dalam (oC) A = Luas permukaan bahan (m2) Untuk nilai konduktansi overall isolasi dapat digunakan rumus berikut: U = 1/ R
(2.19)
Keterangan: U = Konduktansi overall (W/m2 oC) R = Hambatan total (m2 oC/W) Dapat dihitung total hambatan dari keseluruhan (R) bahan dengan menggunakan rumus berikut: (2.20) Keterangan: R1 = Hambatan total ( m2 oC/W ) X = Ketebalan bahan (m) h1 = Konduktansi permukaan udara (W/ m2 oC) h0 = Konduktansi permukaan udara (W/ m2 oC) λ = Konduktivitas bahan (W/m oC) C = Konduktansi bahan (W/m2 oC)
14
2.6 Beban Infiltrasi Beban infiltrasi adalah beban luar atau beban lingkungan karena faktor suhu lingkungan
yang berubah setiap waktu. Untuk mendapatkan nilai beban infiltrasi dapat menggunakan rumus sebagai berikut: Qsensibel = 1.23 x Qinfiltrasi x ( ∆T)
(2.21)
Dan untuk nilai Qinfiltrasi dapat menggunakan rumus seperti berikut :
Qinfiltrasi = ACH x V/2 x 3600
(2.22)
Dari tabel 62 ASHRAE Fundamentals 89, untuk temperatur lingkungan dengan menggunakan
interpolasi, di dapat ACH dengan nilai tertentu.
2.7 Beban Total Pendingin
Beban total pendingin adalah beban keseluruhan dalam coolbox yang harus didinginkan oleh termoelektrik. Nilai ini didapat dari penjumlahan seluruh beban yang harus didinginkan seperti beban produk, beban transmisi, beban infiltrasi. Beban pendinginan Jumlah beban kalor = Qproduk +Qtransmisi +Qsensibel
(2.23)
Beban total rancangan: Qtotal
= Jumlah beban kalor + (10% x jumlah beban kalor)
(2.24)
15