BAB II LANDASAN TEORI
2.1
Pengertian Sistem Perpipaan Awal mulanya, sistem perpipaan banyak digunakan oleh masyarakat
untuk keperluan pengairan pada pertanian dengan menggunakan pipa berbahan baku bambu, seperti dilakukan oleh masyarakat China pada kira-kira antara tahun 3000 dan tahun 2000 sebelum Masehi. Seiring dengan kemajuan kebudayaan umat manusia, maka makin luas jugalah penggunaan pipa dalam berbagai aspek kehidupannya. Jadi pada dasarnya sistem perpipaan sudah dikenal dan digunakan oleh manusia untuk memudahkan kegiatan maupun pekerjaan manusia. Namun, seiring dengan perkembangan jaman dan kemajuan industri, sistem perpipaan pun mengalami kemajuan yang pesat. Sejarah telah mengakui,baru pada abad ke-19 perkembangan dibidang teknologi pipa terjadi sangat pesat. Pipa mempunyai fungsi untuk mengalirkan fluida dari satu tempat ke tempat lainnya. Fluida yang berada didalamnya bisa berupa gas, air, ataupun uap (vapour) yang mempunyai temperature tertentu. Karena umumnya material pipa terbuat dari metal, maka sesuai dengan karakteristiknya yaitu jika diberi suhu (temperature) atau dialirkan suhu
Fakultas Teknik-Jurusan Teknik Mesin Universitas Mercu Buana
6
didalamnya, maka metal atau pipa tadi akan mengalami pemuaian jika fluidanya panas, maupun mengalami pengkerutan jika fluidanya dingin.
2.2
Kriteria Desain Sistem Perpipaan dengan Software Caesar II Dalam perancangan sistem perpipaan banyak parameter-parameter yang
harus diperhatikan dan harus terpenuhi dalam mendesain suatu jalur pipa, sehingga mendapatkan hasil jalur perpipaan yang fleksibel sesuai batas aman yang disepakati secara internasional. Pada dasarnya jalur perpipaan merupakan media penghubung dari sederetan proses yang terjadi dalam suatu sistem. Dalam praktek rekayasa, perancangan dan analisis yang dilakukan terhadap suatu sistem perpipaan harus memenuhi persyaratan serta aturan suatu code yang telah ditetapkan sebelumnya. Salah satu hal penting yang tak boleh dilewatkan adalah analisis kekuatan, yaitu analisis tegangan (stress analysis) serta gaya pada keseluruhan sistem pipa. Kriteria–kriteria yang harus dipenuhi dalam melakukan perancangan sistem perpipaan dengan program Caesar II yaitu : a.
Menyiapkan referensi data pendukung proyek.
b.
Menentukan stress critical line list.
c.
Membuat stress sketch
d.
Menentukan tata letak penyangga pipa (pipe support)
e.
Memasukan data kedalam program aplikasi komputer Caesar II
f.
Analisis statis
g.
Memeriksa hasil perhitungan
h.
Laporan akhir
Fakultas Teknik-Jurusan Teknik Mesin Universitas Mercu Buana
7
2.3
Tebal Dinding Pipa Ketebalan dinding pipa memiliki peranan penting dalam sistem perpipaan
yang beroperasi pada tekanan dan termperatur yang tinggi, kesalahan dalam menentukan ketebalan dingin pipa yang diperlukan, dapat mengakibatkan pipa tidak kuat menahan tekanan pada saat beroperasi, sehingga akan menimbulkan banyak permasalahan dalam sistem operasi dari jalur perpipaan. Di dalam pipa sering terdengan istilah Schedule Number yaitu penyebutan untuk ketebalan pipa. Schedule pipa dapat dikelompokkan sebagai berikut : a. Schedule 5, 10, 20, 40, 60, 80, 120, 160 b. Schedule Standart c. Schedule Extra Strong (XS) d. Schedule Double Extra Strong (XXS) Untuk menghitung ketebalan pipa menurut ASME B31.3 dipakai rumus : tm :
P .D +C 2( σE + PY )
……………………… (2.1)
Dimana : tm
: tebal dinding pipa (mm)
P
: tekanan internal desain (N/m2)
D
: diameter luar (mm)
σ
: stress pada temperatur desain (N/mm2)
E
: faktor efisiensi sambungan
Y
: faktor bahan (dapat diketahui pada tabel 1)
C
: faktor korosi (Corrosion allowance)
Fakultas Teknik-Jurusan Teknik Mesin Universitas Mercu Buana
8
Table 1 Koefisien Y untuk t < D/6 Temperatur, ºF(ºC) Materials
900 (482)
950
1000
1050
1100
1150
& lower
(510)
(538)
(566)
(593)
& up
Ferritic steels
0.4
0.5
0.7
0.7
0.7
0.7
Austenic steels
0.4
0.4
0.4
0.4
0.5
0.7
0.4
0.4
0.4
0.4
0.4
0.4
0.0
…
…
…
…
…
Other ductile metals Cast iron
Tabel 1. Nilai koefisien bahan (Y) (Sumber : ASME B31.3 hal 18) 2.4
Data Pendukung Mengumpulkan data pendukung adalah langkah paling awal yang
diperlukan dalam perancangan sistem perpipaan stress analysis. Data-data yang diperlukan adalah sebagai berikut : a.
Kode dan Standar (Code and Standard)
b.
PFD (Proses Flow Diagram)
c.
PID (Proses & Instrument Diagram)
d.
Daftar Penomeran Perpipaan (Line List)
e.
Data Spesifikasi Proyek (Project Specification)
f.
Gambar Desain Layout (Plot lan)
g.
Gambar Piping General Arrangement
h.
Gambar Isometrik Pipa (Isometric Drawing)
Fakultas Teknik-Jurusan Teknik Mesin Universitas Mercu Buana
9
i.
PDMS Review
j.
Site Visit Report
2.5
Kode dan Standar (Code and Standard) Secara definisi, standard adalah sebuah definisi teknis sekaligus
petunjuk yang ditujukan kepada desainer, manufaktur, operator atau pengguna sebuah peralatan. Sedangkan code adalah sebuah standard yang sudah diakui oleh badan pemerintah nasional maupun internasional dan telah disahkan penggunaannya. Code dan standard pada umumnya berisi tentang persyaratan minimum yang harus dilakukan demi tercapainya sebuah konstruksi yang aman (safe) dengan tujuan mengedepankan keselamatan dan kepentingan masyarakat umum. Dalam mencapai tujuan tersebut, maka code dan standard memberikan definisi dan persyaratan tentang meterial, desain, fabrikasi dan inspeksi yang jika tidak dilakukan akan meningkatkan timbulnya potensi bahaya atau tujuannya sebagai peringatan-peringatan yang tidak aman pada saat sebuah sistem dioperasikan. Namun pada hakikatnya code dan standard adalah sebuah petunjuk secara umum bagi desainer untuk melakukan pekerjaannya dalam mendesain piping sistem. Code dan standard tidaklah memberikan petunjuk yang detail akan sebuah proses desain, juga tidak memberikan instruksi mengenai bagaimana mendesain sesuatu dan bukanlah sebuah “handbook” dalam hal desain yang sangat berperan adalah
seorang desainer atau engineer yang
kompeten dan berpengalaman untuk melakukan proses desain dan analisis.
Fakultas Teknik-Jurusan Teknik Mesin Universitas Mercu Buana
10
Code dan standard yang biasa dipakai dalam mendesain perancangan perpipaan adalah : a.
ASME (American Society of Mechanical Engineers)
b.
ASTM (American Standard for Testing Materials)
c.
API (American Petroleum Institute)
d.
ANSI (American National Standards Institute)
2.6
Kode ASME B31 (ASME B31 Code) Komite ASME B31 adalah struktur yang diatur dan bekerja
di bawahkoordinasi American Society of Mechanical Engineers (ASME). ASME adalah badan yang diakreditasi oleh American National Standard Institute (ANSI). ASME B31 bertugas membuat Standard & Code untuk sistem
perpipaan
yang
mengalami
beban
tekanan,
serta
melakukan
pengembangan terhadap kode yang telah ada mengikuti perkembangan di bidang material, konstruksi dan industri. ASME B31 Code untuk pressure piping terdiri beberapa bagian yang diterbitkan secara terpisah. Jenis-jenis instalasi perpipaan yang diatur ASME B31 adalah : 1. B31.1 Power Piping adalah untuk sistem perpipaan yang digunakan pada pembangkit tenaga listrik, pemanasan dengan sistem Geothermal, maupun pemanasan sentral dan sistem pendingin. 2. B31.3 Process Piping adalah untuk sistem perpipaan yang banyak kita temukan di pabrik petrokimia, kilang minyak, pharmaceutical, tekstil, kertas, semi-konduktor, utility pada process plant, terminal penampungan minyak dan gas alam, pabrik pemrosesan bahan makanan dan lainnya. Fakultas Teknik-Jurusan Teknik Mesin Universitas Mercu Buana
11
3. B31.4 Pipeline Transportation System for Liquid Hydrocarbon and Other Liquid, sistem perpipaan yang berfungsi mengalirkan produk cair antara pabrik dan terminal-terminal, atau stasiun-stasiun. 4. B31.5 Refrigeration Piping, sistem perpipaan untuk transmisi refrigerant atau secondary coolants. 5. B31.8 Gas Transportation and Distribution Piping System, sistem perpipaan yang mengalirkan produk gas antara sumber gas dan terminal-terminal, atau stasiun-stasiun. 6. B31.9 Building Services Piping, sistem perpipaan yang digunakan pada bangunan-bangunan industri, institusi, dan lain-lain. 7. B31.11 Slurry Transportation Piping System, sistem perpipaan yang mengalirkan limbah cair antara pabrik dan terminal-terminal atau stasiunstasiun.
2.7
Analisa Tegangan Analisis tegangan merupakan bagian yang paling berpengaruh pada
perencanaan dan pelaksanaan sistem perpipaan. Dari hasil analisa tegangan ini perencanaan jalur-jalur sistem perpipaan dan peletakan tumpuan pipa
(pipe support
terjadinya pipa
dan
tegangan juga
location)
ditentukan
untuk
menghindari
yang berlebihan pada pipa atau pada tumpuan untuk
mendapatkan kondisi yang fleksibel yang
dibutuhkan pada tata letak jalur perpipaan. Analisa tegangan dilakukan terutama pada nozzle-nozzle dari peralatan yang dihubungkan dengan sistem perpipaan dan pada titik-titik tertentu Fakultas Teknik-Jurusan Teknik Mesin Universitas Mercu Buana
12
pada jalur perpipaan. Analisis ini ditentukan oleh gaya-gaya pada jangkar (anchor), gaya pada penyangga atau tumpuan, momen lengkung dan torsi pada suatu titik atau segmen pada sistem perpipaan.
2.8
Gaya dan tegangan Untuk perhitungan gaya dan tegangan kita ambil contoh soal
jalur perpipaan yang sederhana : Sebatang pipa yang dijepit pada kedua ujungnya dan diberi beban terpusat F pada C, serta batang dipanasi hingga suhunya naik sebesar ∆T seperti gambar 1.1 maka besarnya tegangan Thermal dapat di cari sebagai berikut : Karena batang dipanasi, maka pipa akan berekspansi secara linier atau terjadinya perpanjangan, akan tetapi perpanjangan tersebut terhalang karena pada kedua ujungnya dijepit sehingga pipa mengalami tegangan thermal ( σ th). Besarnya tegangan thermal yang terjadi adalah :
σ th= α. ∆T. E
……………………… (2.2)
Di mana :
σ th
: Tegangan thermal (N/m2)
α
: Koefisien muai panjang (1/ °C)
∆T
: Perbedaan temperatur ( °C) (T operating max – T ambient)
E
: Modulus elastisitas pipa (N/m2) Gaya yang terjadi pada titik A dan B,
Faks = σ th . A Di mana
……………………… (2.3)
:
Fakultas Teknik-Jurusan Teknik Mesin Universitas Mercu Buana
13
Faks
: Gaya aksial karena tegangan thermal (N)
A
: Luas penampang pipa (m2)
Gambar 1.1 Gaya aksial karena tegangan thermal, Pipa dijepit pada kedua ujungnya dengan beban terpusat F Bila pada kedua ujung atau salah satu ujung pipa bebas, maka perpanjangan pipa (∆L) yang terjadi adalah : ∆L = ∆T . α . L 2.9
……………………… (2.4)
Beban Pipa (Pipe Loadings) Sistem perpipaan yang dirancang, direncanakan dapat menahan
beban bermacam-macam. Beban pada pipa (pipe loading) dibagi dalam dua klasifikasi, yaitu: 2.9.1 Beban Sustain (Sustained Load) Adalah pembebanan akibat berat pipa itu sendiri, akibat berat fluida didalamnya, akibat tekanan dalam (internal pressure), akibat dari temperature fluida, angin, maupun gempa bumi (earthquake). Satu hal yang sangat penting Fakultas Teknik-Jurusan Teknik Mesin Universitas Mercu Buana
14
adalah jika pipa terkena beban demikian maka bisa mengakibatkan pipa menjadi pecah dan collaps, jika tidak dilakukan upaya pencegahan dalam perencanaan sistem perpipaan. Dengan demikian faktor utama dari sustained load adalah : 1.
Tekanan desain (design pressure) adalah tekanan maksimum yang mungkin terjadi pada kondisi operasi. Dalam ASME B31.3 diberikan kelonggaran untuk melewati tekanan desain untuk jangka waktu tertentu (occasional) dengan syarat memenuhi kondisi-kondisi seperti tercantum pada paragraph 302.2.4 ASME B31.3.
2.
Berat operasi (operasional weight) adalah berat dari pipa, berat dari fluida yang mengalir didalamnya, ditambah dengan berat insulasi dan komponen-komponen yang berada pada sistem tersebut.
3.
Occasional weight adalah berat yang ada pada waktu tertentu seperti berat salju (snow weight), berat es dan yang lainnya.
4.
Vacuum design adalah untuk pipa dengan kemungkinanan akan mengalami vacum akibat tekanan luar, maka perlu dilakukan analisis sesuai ASME section VII Div. 1 section UG-28 (thickness of shells and tube under external pressure).
5.
Hidrotest load adalah beban yang terjadi pada satu sistem dilakukan pengetesan dengan pengisian air (hidrostatic test). Pada saat itu besarnya beban yang terjadi pada titik tumpuan (pipe support) harus mampu ditahan oleh support tersebut dan tidak mengakibatkan kerusakan pada pipa. Jika dikhawatirkan pipe support tidak cukup kuat maka biasanya bisa dilakukan dengan menambahkan temporary support
Fakultas Teknik-Jurusan Teknik Mesin Universitas Mercu Buana
15
atau dengan pertimbangan khusus dapat diganti dengan pneumatic test . Sustained load akan menimbulkan stress yang termasuk primary stress.
2.9.2 Beban Termal (Thermal Load) Adalah beban yang ditimbulkan akibat ditahannya expansion atau construction suatu pipa yang mengalami pemuaian ataupun pengkerutan akibat temperatur dari fluida yang mengalir didalamnya. Penahanan (restriction) yang diberikan dapat berupa anchors atau tersambung ke equipment. Yang harus diperhatikan adalah bahwa thermal load ini adalah sifatnya siklus, artinya jika anchornya dilepas atau fluidanya dihentikan mengalir di pipa tersebut, maka hilang pula beban (load) yang ditimbulkannya. Pada prisnsipnya pada thermal load, yang paling berperan adalah adalah segala temperatur yang mungkin terjadi pada saat operasi termasuk kondisi awal pada saat start up. Beberapa hal yang harus diperhatikan yang menjadi sumber utama pada thermal load adalah : 1.
Temperatur desain yaitu besarnya temperatur maksimum yang dapat terjadi pada sistem perpipaan dalam kondisi operasi.
2.
Pipa yang melengkung (Pipe Bowing)
3.
Temperatur normal operasi
4.
Temperatur ambient untuk menghitung variasi tegangan atau stress range.
5.
Steam out, steam tracing, regeneration, decoke dan purging
6.
Equipment expansion dan lainnya
Fakultas Teknik-Jurusan Teknik Mesin Universitas Mercu Buana
16
Thermal load akan menimbulkan stress yang tergolong dalam kelompok secondary stress .
2.10
Tebal Dinding Pipa (Schedule Number) Ketebalan dinding pipa memiliki peranan penting dalam sistem perpipaan
yang beroperasi pada tekanan dan suhu yang tinggi, kesalahan dalam menentukan ketebalan dinding pipa yang diperlukan mengakibatkan pipa tidak kuat menahan tekanan saat operasi, sehingga menimbulkan banyak permasalahan dalam sistem operasi dari jalur perpipaan. Didalam sistem perpipaan sering terdengar istilah schedule number yaitu penyebutan untuk ketebalan pipa. Schedule pipa dapat dikelompokan sebagai berikut : Schedule 5, 10, 20, 40, 60, 80, 120, 160 a.
Schedule Standard
b.
Schedule Extra Strong (XS)
c.
Schedule Double Extra Strong (XXS) Dalam desain perancangan sistem perpipaan ketebalan dinding pipa
berdasarkan pada besarnya tekanan internal dan temperature . Hal ini telah dilakukan analisa oleh proses engineer dan penentuan ketebalan dinding pipa tidak dilakukan oleh stress engineer.
2.11
Teori Tegangan Pipa (Piping Stress Theory)
Pada sistem perpipaan dikenal kategori tegangan pipa menjadi menjadi Primary Stress dan Secondary Stress.
Fakultas Teknik-Jurusan Teknik Mesin Universitas Mercu Buana
17
2.11.1 Tegangan Utama (Primary Stress) Primary stress adalah jenis stress yang ditimbulkan akibat sustained load. Stress kategori ini dikelompokkan dalam tegangan yang berbahaya (hazardous type of stress). Disebut berbahaya karena jika stress ini terjadi pada pipa dan melewati Yield Strength, maka akan menyebabkan terjadi kegagalan pada material pipa, yang pada akhirnya bisa menimbulkan kecelakaan atau malapetaka. Pada piping sistem, jika ini tejadi ketika dilakukan perhitungan stress analysis, maka pemecahannya biasanya adalah sangat mudah, yaitu dengan mengatur penempatan support pada lokasi yang tepat sedemikian, sehingga bisa mengurangi stress yang terjadi. Primary stress terdiri dari komponen sebagai berikut: a.
Longitudinal Stress
Yaitu Stress yang terjadi akibat Gaya Dalam (Axial Force) + Gaya Tekanan Dalam (Internal Pressure) + Tegangan Lentur (Bending Stress). Akibat gaya aksial SL = SL1 + SL2 + SL3
……………………… (2.5)
SL 1 = Tegangan longitudinal akibat gaya aksial ࡿࡸ ൌ
ࡲࢄ
……………………… (2.6)
(Sumber: Pengantar Stress analisis, Donny Agustinus) Dimana: Fax = gaya dalam aksial Am = luas penampang material pipa dimana π .dm.t
Fakultas Teknik-Jurusan Teknik Mesin Universitas Mercu Buana
18
dm = diameter rata-rata pipa dimana
(d i + d o ) 2
do = diameter luar pipa di = diameter dalam pipa
Gambar 1.2. Gaya dalam aksial pipa (Sumber : PT Synergy Inhouse Training, Yose Ma’ruf)
Akibat tekanan dalam (Internal Pressure) SL =
P. Ai Am
……………………… (2.7)
(Sumber: Ap-Greid Oil & Gas Design Course) Dimana: P = tekanan dalam aksial (pressure gauge) Ai =luas penampang dalam pipa dimana
π .d i 4
2
Jadi tegangan longitudinal karena tekanan dalam pipa: 2
SL =
P.d i 4d m t
……………………… (2.8)
(Sumber: Ap-Greid Oil & Gas Design Course) Untuk sederhananya rumus yang terakhir ini ditulis secara konservatif sebagai berikut: S L 2 =Tegangan longitudinal akibat tekanan dalam
Fakultas Teknik-Jurusan Teknik Mesin Universitas Mercu Buana
19
S L2 =
P.d o 4t
N/mm² (MPa)
……………………… (2.9)
Gambar 1.3. Gaya Tekanan dalam pipa (Sumber : Ap-Greid Oil & Gas Design Course)
Akibat momen lendutan (bending moment) SL =
M b .c I
……………………… (2.10)
(Sumber: Ap-Greid Oil & Gas Design Course) Dimana: Mb = momen lendutan pada sebuah penampang pipa C
= jarak dari sumbu netral ke titik yang diperhatikan
I
= momen inersia dari penampang pipa dimana
(
π. do − di 64 4
4
)
Tegangan ini disebut juga tegangan lendutan (bending stress). Tegangan ini paling besar jika c = Ro, yaitu: SL =
M b . Ro M b = I Z
……………………… (2.11)
(Sumber: Ap-Greid Oil & Gas Design Course) Dimana : Ro = radius luar pipa Z = modulus luar permukaan (section modulus) dimana
Fakultas Teknik-Jurusan Teknik Mesin Universitas Mercu Buana
I Ro 20
Gambar 1.4. Gaya momen lendutan pada pipa (Sumber : Ap-Greid Oil & Gas Design Course)
Tegangan Longitudinal keseluruhan menjadi:
SL =
Fax P.d o M b + + Am 4t Z
……………………… (2.12)
(Sumber: Ap-Greid Oil & Gas Design Course)
Gambar 1.5. Gaya keseluruhan longitudinal pada pipa (Sumber : Ap-Greid Oil & Gas Design Course) Besarnya Longitudinal Stress yang terjadi dibandingkan dengan Code Allowable Stress atau juga dikenal dengan nama Basic Allowable Stress pada temperatur operasi.
b.
Hoop Stress (Circumferential Stress) Tegangan yang arahnya sejajar dengan sumbu circumferential disebut
tegangan sirkumferensial, terkadang juga disebut tegangan tangensial atau tegangan hoop (SH). Tegangan ini disebabkan oleh tekanan dalam pipa dan bernilai positif jika cenderung membelah pipa menjadi dua dan stress yang terjadi akibat gaya bekerja tegak lurus terhadap dinding pipa. Besar tegangan ini menurut persamaan Lame adalah:
Fakultas Teknik-Jurusan Teknik Mesin Universitas Mercu Buana
21
(
)
r12 + r1 2 .r2 2 r2 SH = P 2 2 ro − r1
(
)
……………………… (2.13)
(Sumber: Ap-Greid Oil & Gas Design Course) Dimana: ro = radius luar pipa ri = radius dalam pipa r = jarak radius ketitik yang sedang diperhatikan Secara konservatif untuk pipa yang tipis dapat dilakukan penyederhanaan penurunan rumus tegangan pipa tangensial ini dengan mengasumsikan gaya akibat tekanan dalam bekerja sepanjang pipa yaitu: F = P.d i .l ditahan oleh dinding pipa seluas: Am = 2t .l sehingga rumus untuk tegangan tangensial dapat ditulis sebagai berikut: SH =
P.d i 2t
N/mm² (MPa)
……………………… (2.14)
Atau lebih konservatif lagi:
SH =
P.do 2t
N/mm² (MPa)
……………………… (2.15)
Gambar 1.6. Gaya tegangan hoop (Sumber : Ap-Greid Oil & Gas Design Course)
Fakultas Teknik-Jurusan Teknik Mesin Universitas Mercu Buana
22
Formula Hoop Stress ini bisa dikatakan sama untuk sepanjang dinding pipa. Sama halnya dengan Longitudinal Stress, Hoop Stress ini juga dibandingkan dengan Basic Allowable Stress pada Temperature Operasi.
2.11.2 Tegangan Sekunder (Secondary Stress) Secondary stress adalah jenis tegangan yang diakibatkan oleh beban termal (thermal load). Yaitu akibat temperature fluida yang mengalir, yang menyebabkan pipa mengalami pemuaian atau pengkerutan (expansion or construction). Pipa menerima apa yang disebut bending nature yang bekerja pada penampang pipa yang bervariasi dari negative ke positive dan timbul karena beda defleksi secara radial dari dinding pipa. Secondary stress bukanlah sebagai penyebab terjadinya kegagalan material secara langsung akibat beban tunggal. Jika terjadi stress yang melewati Yield Stength, maka efeknya hanyalah terjadi local deformation yang berakibat berkurangnya tegangan pada kondisi operasi. Tetapi jika terjadi berulang-ulang (cyclic). Maka akan timbul apa yang disebut “local strain range”yang berpotensi menjadi penyebab timbulnya fatique failure. Secondary stress ini disebut juga expansion stress atau displacement stress range, S E. komponen dari expansion stress ini adalah bending stress (Sb) dan Torsion stress (ST ). SE =
(S
b
2
− 4 St 2
)
……………………… (2.16)
(sumber: Pengantar Stress analisis, Donny Agustinus) Fakultas Teknik-Jurusan Teknik Mesin Universitas Mercu Buana
23
Persamaan ini adalah berdasarkan teori geser maksimum (maximum shear theory), sedangkan besarnya expansion stress yang terjadi dibandingkan dengan apa yang disebut dengan Allowable Stess Range. Adapun formula untuk masing-masing komponen adalah :
SB =
(I Mi) i
2
+ (IoMo) 2 Ζ
)
ST = M 2Z
……………………… (2.17)
……………………… (2.18)
(Sumber: Pengantar Stress analisis, Donny Agustinus)
2.12
Tegangan Yang Diizinkan (Allowable Stress) Allowable Stress pada sistem perpipaan adalah merupakan fungsi dari
sifat material (material properties seperti pada Yield Strength atau juga Tensile Strength) pada temperatur dingin sampai temperatur tertentu dan faktor keamanan (Safety factor). Ada dua jenis Allowable Stress, yaitu :
2.13
Kode Tegangan yang di Izinkan (Code Allowable Stress) Adalah besarnya stress yang diizinkan yang boleh terjadi pada suatu
material pada temperatur tertentu , mulai dari temperatur dingin sampai dengan temperatur yang lebih tinggi. Untuk allowable stress pada temperatur dingin diberi simbol dengan Sc dimana kondisi ini termasuk juga untuk kondisi pada saat pemasangan pipa (installation atau ambient temperature), dan untuk pipa dengan kondisi dingin (cryogeic service). Sedangkan untuk pipa yang mengalami temperatur tinggi pada saat operasinya menggunakan simbo Sh.
Fakultas Teknik-Jurusan Teknik Mesin Universitas Mercu Buana
24
Nilai Sc dan Sh ditampikan pada appendix A Tabel A-1 pada standar ASME B31.3 process piping code . Nilai yang ada pada tabel tersebut adalah sama dengan nilai yang diberikan pada BPV Code Section VIII-Division 2, dengan menggunakan faktor keamanan (safety factor) sebesar 3 sampai 1 untuk temperatur dibawah batas rayapan (creep range), yaitu sekitar temperatur 371 ºC (700ºF) sampai 427ºC (800ºF) Nilai yang ditampilkan pada tabel A-1 untuk temperatur dibawah creep range adalah diambil nilai yang paling kecil dari kondisi dibawah ini: 1. Satu pertiga (1/3) dari dari spesifik minimum Tensile Strength (SMTS) pada temperature ruangan. 2. Satu pertiga (1/3) dari Tensile Strength pada temperature. 3. Dua pertiga (2/3) dari Specified Minimum Yield Strength (SMYS) pada temperature ruangan. 4. Dua pertiga (2/3) dari Yield Strength pada temperature. Khusus untuk material jenis Austenitic Stainless Steel dan material dengan paduan Nikel pada jumlah tertentu maka nilainya adalah 90% dari Yield Strength pada temperature.
Gambar 1.7 Diagram T vs YS Yield Strength (Sumber: Pengantar Stress analisis, Donny Agustinus
Fakultas Teknik-Jurusan Teknik Mesin Universitas Mercu Buana
25
Gambar 1.8 Diagram T vs TS Tensile Strength (Sumber: Pengantar Stress analisis, Donny Agustinus) Pada gambar diatas dapat dilihat bahwa nilai Yield Strength dan Tensile Stength akan menurun seiring dengan meningkatnya temperature material, dengan kata lain tentu saja Allowable Stress pada material pipa tergantung kepada SMTS dan SMYS dari material tersebut.
2.14
Allowable Stress Range Allowable stress range adalah merupakan suatu allowable yang
diturunkan dari code allowable dan sudah digunakan sebagai basis untuk perhitungan analisis tegangan pada sistem perpipaan. Allowable stress range (S A) adalah suatu batasan stress yang diizinkan, yang terjadi pada suatu material pipa dan komponennya akibat beban (thermal loading) berulang, seperi beban akibat thermal atau ekpansi maupun konstraksi. Hal ini sebagai ukuran atau variasi tegangan yang diizinkan ketika diberi beban berulang dan untuk menjaga dari kemungkinan kegagalan akibat lelah (fatique) setelah diberi beban berulang. Beban disini bukanlah beban luar (external loading) melainkan beban dari dari dalam berupa thermal loading. Hal ini biasanya terjadi ketika sistem perpipaan mulai dialiri oleh fluida pada
Fakultas Teknik-Jurusan Teknik Mesin Universitas Mercu Buana
26
temperature tertentu yang mengakibatkan adanya pemuaian dari posisi instalasi sampai menuju posisi maksimum temperature desain. Demikian juga sebaliknya ketika sistem perpipaan mengalami penurunan temperature dari posisi maksimum menuju ke temperature instalasi, yaitu pada saat dilakukannya maintenance atau shutdown. Sehingga adanya perulangan atau siklus yang menimpa pipa mulai dari kondisi bersuhu instalasi, lalu menuju maksimum temperature, kemudian mengalami penurunan, dan seterusnya. Yang bisa dianggap berlangsung dalam suatu siklus. Allowable stress ini adalah sebagai pembanding terhadap besarnya expansion stress yang terjadi dalam suatu sistem perpipaan. Mengingat kegagalan biasanya terjadi pada bagian yang mendapatkan atau mengalami siklus regangan terbesar (Highest Cyclic strain).
Untuk itulah perlumya diaplikasikan penggunaan
stress intersification factor pada setiap komponen pipa. Allowable stress untuk thermal expansion stress atau juga disebut displacement stress range adalah terdiri atas dua persamaan, seperti yang terdapat pada ASME B31.3 para 302.3.5.(d) Persamaan (1a):
SA=f (1.25 Sc + 0.25 Sh)
…………… (2.19)
SA=f (1.25 (Sc + Sh) - SL)
…………… (2.20)
Persamaan (1b):
SA
= Allowable stress dari piping sistem pada kondisi material dan temperature yang sama (N/mm²)
SC
= Allowable stress pada temperature dingin atau minimum (N/mm²)
Sh
= Allowable stress pada temperature operasi. (N/mm²)
Fakultas Teknik-Jurusan Teknik Mesin Universitas Mercu Buana
27
SL
= Longitudinal stress .
f
= Faktor yang tergantung siklus yang dialami pipa tersebut. Nilai faktor f = 1.0 untuk siklus (pipa memuai dan menyusut). Jika desain direncanakan beroperasi selama 10 tahun, maka siklus yang terjadi adalah selama 3650 jam, dilihat dari table siklus pipa pada table 2 didapat nilai f=1.0 karena siklus kurang dari 7000. Dalam hal ini Longitudinal Stress (S L), diasumsikan tidak melebihi S h,
Allowable stress pada kondisi temperature operasi. jika hal itu terjadi, maka code mengizinkan bagian yang tidak terpakai tersebut (S h) ditambahkan dan digunakan untuk menahan stress karena temperature (expansion stress). Sehingga dengan demikian, besarnya maksimum allowable stress range yang boleh terjadi adalah sama dengan 1.25 (S c+S h), untuk thermal expansion stresss yang dikombinasikan dengan stress dari sustained loading. S A pada persamaan diatas adalah allowables stress dari komponen piping pada temperature tertentu dimana S L untuk komponen tersebut sudah dihitung. Sc dan Sh adalah basic allowable stress pada temperatur dingin dan temperature operasi, adapun faktor f pada persamaaan diatas adalah yang berfungsi untuk memperkirakan penurunan kemampuan sebuah material dalam menerima beban atau tegangan, seperti yang tercantum pada ASME Code B31.3 F = 6.0 (N) - 0.2 d” fm f
………………… (2.21)
= stress range factor
fm = nilai maksimum dari stress range faktor. Untuk material logam yang mempunyai Spesific Minimum Tensile Strength (SMTS) d” 517 Mpa (75 ksi) pada temperatur d” 371 ºC (700 ºF) maka
Fakultas Teknik-Jurusan Teknik Mesin Universitas Mercu Buana
28
nilainya adalah 1.2. selain dari kondisi diatas, maka nilai fm adalah 1. Nilai dari satu adalah sebagai berikut :
Cycles (N)
Factor f
70,000 and less
1.0
Over 7000 to 14,000
0.9
Over 14,000 to 22,000
0.8
Over 22,000 to 45,000
0.7
Over 45,000 to 100,000
0.6
Over 100,000 to 200,000
0.5
Over 200,000 to 700,000
0.4
Over 700,000 to 2000,000
0.3
Tabel 2. Siklus Faktor f (Sumber: Pengantar Stress analisis, Donny Agustinus)
2.15
Faktor keamanan (Safety Factor) Didefinisikan sebagai perbandingan antara tegangan atau kekuatan
ultimate dengan tegangan maksimum yang terjadi pada suatu bahan. Tegangan Ultimate (Ultimate stress) adalah tegangan satuan terbesar suatu bahan yang dapat ditahan tanpa menimbulkan kerusakan. Tegangan ijin (Allowable Stress) adalah tegangan yang tidak boleh di lampaui di bagian manapun dalam struktur.
SF =
kekuatan ultimate bahan tegangan maksimum yang terjadi pada bahan
………………… (2.22)
Nilai SF dalam perancangan harus > 1. Fakultas Teknik-Jurusan Teknik Mesin Universitas Mercu Buana
29
2.16
Gambar Sistem Perpipaan (Piping General Arrangemen Drawing) Secara definisi piping general arrangement drawing adalah gambar dua
dimensi dari suatu plant yang akan dibangun dan sedang dilakukan proses desain perpipaannya. Banyak faktor yang harus dipertimbangkan dalam membuat desain piping dan harus memenuhi kriteria desain prosesnya, konstruksinya (construct ability), akses perawatan (operation maintenance), keamanan (safety), memperkirakan jumlah bahan pipa, dan tentu saja pertimbangan ekonomis. Dalam mendesain sistem perpipaan dan analisa tegangan pipa mutlak diperlukan piping general arrangement, hal ini semakin diperlukan jika proses desain sistem perpipaan dilakukan secara manual, dengan kata lain tidak menggunakan perangkat lunak tiga dimensi (3D software) seperti PDMS (Plant Design Management System). Piping general arrangement akan mempermudah dalam mempelajari tata letak sebuah equipment dan sistem perpipaannya, untuk kemudian dibuatkan sketsa tegangan (stress sketch) dalam bentuk gambar isometrik. Hal ini sebenarnya bisa dikatakan ketinggalan zaman, karena hampir di seluruh dunia sudah menggunakan alat bantu software PDS, PDMS, ataupun software PDMS Review dalam mendesain sistem perpipaan saat ini, maka data yang di butuhkan bukan lagi gambar piping general arrangement melainkan 3D PDMS Review yang sangat memudahkan dalam memahami bentuk 3 dimensi dari sistem perpipaan yang akan di analisis.
Fakultas Teknik-Jurusan Teknik Mesin Universitas Mercu Buana
30
2.17
Penyangga Pipa (Pipe Support) Pada sistem perpipaan, struktur harus ditumpu sedemikian rupa
sehingga beberapa tujuan berikut tercapai: 1.
Tidak terjadi tegangan dalam pipa yang melebihi tegangan yang diizinkan.
2.
Tidak terjadi kebocoran pada sambungan-sambungan.
3.
Tidak terjadi gaya dorong atau momen yang terlalu besar pada equipment (seperti turbin dan bejana tekan) yang disambungkan pada pipa.
4.
Tidak terjadi tegangan yang terlalu besar pada tumpuan.
5.
Tidak terjadi lendutan pipa yang terlalu besar di perpipaan yang memerlukan kemiringan untuk drainase. Ada beberapa tipe support atau penyangga, antara lain adalah tipe
restrain dan variable support. Restrain biasa digunakan untuk mengatasi beban sustain yang berlebih, sedangkan variable support umumnya digunakan untuk mengatasi beban thermal, occasional dan kombinasinya. Dalam buku Design of Piping System
The MW. Kellog, disebutkan
terminologi dari jenis-jenis support yang biasa terdapat pada sebuah plant, yaitu sebagai berikut: 1.
Anchor, jenis tumpuan yang tidak mengijinkan adanya gerakan translasi maupun rotasi pada semua derajat kebebasan.
2.
Restraint, ini adalah sebutan bagi semua peralatan yang berfungsi untuk mencegah, menahan, atau membatasi pergerakan pipa akibat thermal.
Fakultas Teknik-Jurusan Teknik Mesin Universitas Mercu Buana
31
3.
Support, sebuah peralatan yang tujuan utamanya adalah menahan sebagian berat pipa termasuk didalamnya berat isi dan pengaruh sekelilingnya.
4.
Brace, sebuah peralatan yang bertujuan untuk menahan displacement pipa akibat gaya yang bekerja bukan karena grafitasi tapi juga bukan karena thermal ekspansi.
5.
Anchor, disebut juga dengan Rigid Restraint dengan full fixation. Pada tipe ini pipa tidak bisa bergerak ke segala arah sumb atau Fix. Sehingga bisa berfungsi sebagai restraint sekaligus support atau brace.
6.
Stop, suatu jenis support yang mengijinkan pipa untuk bergerak secara rotasi tapi tidak dalam arah aksial atau longitudinal.
7.
Limit Stop, adalah suatu support yang berfungsi menahan gerakan pipa pada arah aksial atau translator pada jumlah tertentu.
8.
Guide, suatu support yang berfungsi untuk mencegah terjadinya rotasi pada pipa akibat momen lentur atau momen torsi.
9.
Hanger, suatu support dimana pipa ditahan dari sebuah struktur atau support ditempel pada struktur yang berada di atas pipa. Jenis tumpuan untuk menahan adanya gerakan translasi pada arah vertikal (arah gravitasi). Tumpuan jenis ini terdiri dari dua macam, yaitu spring (variable) hanger dan constant force hanger
10. Constant Effort
Support, yaitu suatu support yang mampu menahan
gaya yang konstan walaupun terjadi displacement yang besar.
Fakultas Teknik-Jurusan Teknik Mesin Universitas Mercu Buana
32
Simbol support sebagai berikut:
Gambar 1.9. Simbol penyangga pipa (Pipe support symbol) (Sumber: General Specification of Maleo Project)
2.18
Perangkat Bantu CAESAR II dalam Analisa Tegangan Pipa Caesar adalah sebuah program software yang berbasis komputer untuk
menganalisa tegangan pipa. Paket software ini merupakan sebuah alat teknik yang digunakan untuk desain mekanik dan analisa sistem perpipaan. Pengguna Caesar membuat sebuah model sistem perpipaan yang menggunakan elemen Fakultas Teknik-Jurusan Teknik Mesin Universitas Mercu Buana
33
balok sederhana dan menjelaskan kondisi beban yang diberikan oleh sistem. Dengan masukan ini, Caesar memberikan hasil dalam bentuk perpindahan beban – beban, dan tegangan melalui sistem. Sebagai tambahan Caesar juga membandingkan hasil tersebut dengan kode dan standar yang berlaku.
2.19
Aplikasi CAESAR II CAESAR sering digunakan untuk desain mekanis sistem-sistem
perpipaan baru. Sistem perpipaan panas memberikan sebuah masalah unik bagi mechanical engineer, struktur tak beraturan mengalami strain yang besar yang harus dibebani oleh sistem perpipaan, penyangga dan perlengkapan yang ditambahkan. Struktur ini harus cukup kaku untuk mendukung beratnya sendiri dan juga cukup fleksibel untuk menerima pengingkatan suhu. Beban-beban perpindahan dan tegangan-tegangan ini dapat diperkirakan melalui analisis model perpipaan Caesar. Untuk menambah dan memperbaiki desain analisis, Caesar bekerja sama dengan banyak batasan-batasan pada sistem ini dan perlengkapan yang diikutsertakan. Batasan-batasan ini pada dasarnya dispesifikasikan oleh badan engineering seperti ASME B31 Comittees, ASME Section VIII, dan Welding Research council, oleh pembuat peralatan-peralatan yang berhubungan dengan pipa (API, NEMA). Caesar tidak terbatas pada analisa suhu juga memiliki kemampuan pemodelan dan analisa beban statik dan dinamik, oleh karena itu Caesar bukan hanya sebuah alat untuk desain baru tapi juga bernilai untuk mengatasi troubleshooting dan desain ulang sistem yang sudah ada. Disini kita dapat menentukan alasan
Fakultas Teknik-Jurusan Teknik Mesin Universitas Mercu Buana
34
kegagalan dan megevaluasi kelangkaan kondisi operasi yang tak terantisipasi seperti interaksi fluida atau getaran mekanik yang disebabkan oleh peralatan.
2.20
Input Caesar II Parameter yang menjadi masukan kedalam program Caesar II sebagai
data yang akan diproses adalah sebagai berikut : a.
Memasukan nilai node yaitu titik awal perencanaan yang akan disediakan oleh Caesar II dalam dialog box. Biasanya nilai 10 dan 20 akan menjadi titik awal dari perencanaan jalur perpipaan yang akan dilakukan. Sesuai dengan stress sketch yang sudah bibuat.
b.
Memasukan data-data desain dari pipa seperti data temperature dan tekanan pada saat operasi maupun pada saat-saat yang dipandang perlu untuk dilakukan analisis, dimana data-data tersebut sudah ada di stress sketch yang sudah dibuat sebelumnya.
c.
Memasukan data diameter pipa ketebalan pipa atau schedule pipa serta corrosion allowance untuk material yang dipilih berdasarkan line list atau stress sketch.
d.
Memasukan data Restaint, yaitu jenis pipe support yang akan digunakan.
e.
Memasukan pengaruh beban angin (wind load) atau uniform load
f.
Memasukan apakah dipertimbangkan gaya dan momen akibat beban luar atau juga akibat beban dalam seperti slug flow, water hammer.
g.
Memasukan jenis material pipa yang digunakan apakah carbon steel atau material lainnya. Program caesar II akan secara otomatis memberikan properti dari material
Fakultas Teknik-Jurusan Teknik Mesin Universitas Mercu Buana
tersebut
seperti modulus
elastisitas untuk
35
temperature ambient sampai temperatur operasi, sesuai dengan jumlah temperature yang kita masukan pada awalnya. h.
Memasukan data properties dari fluida (memasukan data density dari fluida).
i.
Memasukan
kode dan
standar yang akan digunakan sebagai dasar
perhitungan stress analysis misalnya ASME B31.3, maka program Caesar II secara otomatis akan memberikan besarnya allowable stress untuk setiap temperature yang kita masukan. j.
Keseluruhan data diatas hanya sekali dimasukan dan akan terus digunakan sampai proses input selesai kecuali ada perubahan diameter atau perubahan jenis material sehingga harus mengubah data pada bagian tersebut.
2.21
Analisa Statis (Batch Run Caesar II) Analisa statis dimulai dengan melakukan proses yang disebut dengan
error checking. Sebaiknya untuk tahap awal memulai analisis untuk pertama kalinya maka disarankan untuk memulai analisis dengan menekan tombol error checking yang berbentuk seperti gambar dibawah ini.
Gambar 1.10. Tombol untuk memulai analisa statis dan Error Checking (Sumber: Program Caesar II)
Fakultas Teknik-Jurusan Teknik Mesin Universitas Mercu Buana
36
Batch Run ini merupakan proses dimana data input pada Caesar II dicompile untuk mendapatkan hasil analisa oleh Caesar II dalam bentuk output Caesar II. Hasil pemeriksaan biasanya akan diberikan dalam bentuk sebagai berikut:
•
Warning : Jika dianggap kesalahan yang ditemukan tidaklah berbahaya dalam arti tidak mengakibatkan kesalahan fatal dalam hitungan.
•
Fatal Error : Jika kesalahan input sedemikian besar dikhawatirkan hasil perhitungan akan sangat menyimpang dari kode dan standar yang digunakan. Sedapat mungkin jumlah warning yang ada tidaklah banyak dan tidak mempunyai pengaruh terhadap perhitungan atau analisis yang dikerjakan.
2.22
Output Caesar II Hasil output dari Caesar II merupakan hasil perhitungan fleksibilitas
dan kekuatan jalur pipa berdasarkan data-data input, dan disajikan dalam bentuk tampilan animasi 3 dimensi dan berupa data-data dalam bentuk angka sebagai indikasi letak dan arah gaya-gaya, momen dan besar tegangan yang terjadi.
Fakultas Teknik-Jurusan Teknik Mesin Universitas Mercu Buana
37