BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Persediaan Persediaan merupakan penyimpanan dari setiap item atau sumber daya yang digunakan dalam sebuah organisasi1. Dalam pengertian lain bahwa inventory merupakan suatu aset yang ada dalam bentuk barang-barang yang dimiliki untuk dijual dalam operasi perusahaan maupun barang-barang yang sedang di dalam proses pembuatan. Membutuhkan biaya untuk mempertahankan inventarisasi, sehingga persediaan pada dasarnya tidak diinginkan dalam arti bahwa menyimpan mereka tidak memberikan kontribusi pada transformasi langsung dari material tersebut.2 Inventory merupakan sumber daya yang menganggur atau biasa disebut dengan idle resource yang hanya menunggu tanpa memberikan nilai tambah. Secara financial, inventory yang dikeluarkan oleh sebuah perusahaan berkisar diantara 20-60% dari total asset yang dimiliki perusahaan tersebut. Bukan hanya itu, inventory juga memiliki biaya-biaya yang dapat meningkatkan biaya operasi
1
Arnold, J. R. Tony & Chapman, Stephen N. (2004). Introduction to Materials Management (5thedition). Pearson Prentice Hall : New Jersey 2 Hick, E, Philip ( Second Edition ). Industrial Engineering and Management( a new perspective ). McGraw-Hill Companies Inc, 1994.
8
http://digilib.mercubuana.ac.id/
9
dan menurunkan profit perusahaan. Maka dari itu, pengendalian inventory yang baik sangatlah penting, dalam arti tidak berlebih dan tidak pula kekurangan. 2.2 Klasifikasi Persediaan Terdapat
beberapa
jenis
persediaan2
dalam
sebuah
manajemen
pengendalian persediaan, diantaranya adalah : a.
Persediaan Bahan baku (raw material) Merupakan persediaan yang dibutuhkan dalam sebuah proses produksi
untuk menghasilkan barang setengah jadi atau barang jadi. Persediaan ini pada umumnya diperoleh dari para pemasok yang menghasilkan barang tersebut. Persediaan jenis ini bersifat dependent demand karena bergantung pada jumlah barang setengah jadi atau barang jadi yang ingin diproduksi. b.
Persediaan Barang Setengah Jadi (Work In Process/WIP) Persediaan dengan jenis ini memiliki fungsi sebagai penyeimbang dalam
menjaga kelancaran proses produksi dalam lini produksi. Barang – barang setengah jadi masih perlu diproses lebih lanjut agar menjad barang jadi.Persediaan WIP bersifat dependent demand karena bergantung dari cadangan yang dibutuhkan untuk memproses barang jadi. c.
Persediaan Barang Jadi (Finished Goods) Persediaan dengan jenis ini merupakan barang – barang yang selesai
diproses atau diproduksi dalam perusahaan dan siap disalurkan kepada distributor, atau konsumen.Persediaan ini bersifat independent demand karena jumlah produk yang disediakan disesuaikan dengan tingkat kebutuhan.
2
Schroeder, Roger G., Operations Management(Fourth Edition). New York : McGraw-Hill Companies Inc, 2008.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
10
d.
Persediaan Distribusi (Distribution Inventories) Persediaan jenis ini memberikan kelancaran dalam proses distribusi barang
dari distributor kepada pengecer (retailer). Persediaan distribusi terdapat di distribution centre, dan siap disalurkan kepada pengecer untuk kemudian digunakan oleh konsumen (end user). Persediaan distribusi bersifat independent demand, karena jumlah produk yang disediakan disesuaikan dengan tingkat kebutuhan. e.
Pesediaan Peralatan Perawatan, Perbaikan dan Operasional atau Repair & Maintenance Inventory (RMI) Persediaan jenis ini adalah bagian yang menjadi pendukung dalam
kelancaran operasional proses produksi. Contohnya yaitu, suku cadang mesin, minyak pelumas, bahan bakar. Persediaan jenis ini memiliki sifat independent demand karena disesuaikan dengan tingkat kebutuhan perusahaan ataupun nilai reorder level untuk persediaan ini. 2.3 Biaya Persediaan Biaya – biaya persediaan yang terkait dengan penyediaan persediaan, dapat dirinci menjadi empat macam. a.
Purchase cost (biaya satuan barang) Merupakan biaya yang harus dibayar untuk membeli sebuah satuan
barang, jika diperoleh dari sumber luar, atau biaya yang digunakan untuk memproduksi satuan barang tersebut, jika dibuat secara internal di perusahaan tersebut. Biaya satuan barang ini biasanya diungkapkan sebagai suatu biaya per unit yang digandakan oleh kuantitas yang diperoleh atau diproduksi.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
11
b.
Ordering cost/set up cost Biaya ini berasal dari pengeluaran (expense) penerbitan suatu lembar
pemesanan (purchase order) kepada pemasok diluar perusahaan, atau dari biaya set up produksi internal. Ordering
cost meliputi pembuatan permintaan
(requisition), analisis pemasok, pembuatan surat pesanan, penerimaan material, pemeriksaan barang, pelacakan (follow up) pesanan, dan hal – hal lain yang berkenaan dengan penyelesaian proses pemesanan yang dimaksud. Sedangkan set up cost terdiri dari biaya perubahan proses produksi untuk membuat barang yang dipesan, dan juga termasuk persiapan perintah kerja, penjadwalan kerja, set up produksi, ekspedisi, dan penerimaan kualitas. c.
Carrying cost Merupakan biaya yang berkaitan dengan investasi dalam persediaan dan
pemeliharaan physical investment di gudang. Jenis biaya yang termasuk jenis ini cukup banyak, antara lain : biaya kapital, asuransi, handling, penyimpanan, kadaluarsa, dan turun mutunya barang persediaan. Pada umumnya jenis biaya ini bervariasi antara 20 – 40 % dari investasi. Dalam beberepa dekade terakhir, pelayanan pelanggan merupakan salah satu
faktor
terpenting
dalam
kelangsungan
dan
pertumbuhan
sebuah
perusahaan.Dalam pengendalian inventory, menyediakan tingkat pelayanan yang prima menjadi penting dan sulit ketika lead time pemasok dan permintaan pelanggan fluktuatif secara cepat, karena ketersediaan dari barang secara langsung mempengaruhi kualitas pelayanan. Sering kali perusahaan perlu berinvestasi dengan berinventory, tetapi ketika mengambil keputusan mengenai inventory potensi biaya yang tinggi dari biaya penyimpanan safety stock, dan tujuan dalam
http://digilib.mercubuana.ac.id/
12
mencapai tingkat pelayanan yang diharapkan menghadirkan dilema bagi manager inventory yang tidak mudah dipecahkan. 2.4 Permintaan ( Demand ) Terdapat asumsi dalam pola dan karakteristik dari permintaan sering kali menjadi hal yang sangat signifikan dalam penentuan kekomplekkan dari pengendalian persediaan. Jika data historis untuk permintaan dihubungkan dengan skala satuan waktu, maka akan membentuk pola yang ada. Pola yang membentuk pada umumnya berupa time series. Berikut ini merupakan bentuk – bentuk pola permintaan3 : a.
Pola trend, menunjukkan bahwa permintaan meningkat dalam pola yang stabil dari tahun ke tahunnya. Pola trend ini, dapat berupa level, tidak ada perubahan dari periode ke periode, pola trend tersebut dapat naik atau turun.
b.
Pola musiman atau seasonal, menunjukkan fluktuasi permintaan tahunan yang bergantung pada waktu tahunan. Fluktuasi ini dapat dihasilkan dari cuaca, musim liburan, atau acara khusus yang terjadi secara tahunan.
c.
Pola acak (random), terjadi ketika banyak faktor yang mempengaruhi tingkat permintaan selama periode tertentu. Variasi pola acak mungkin akan sangat kecil, tetapi membentuk pola yang tidak menentu.
d.
Pola siklus (cycle), permintaan dipengaruhi oleh fluktuasi jangka panjang yang memiliki pengaruh pada permintaan ekonomi.
3
Arnold, J. R. Tony & Chapman, Stephen N. (2004). Introduction to Materials Management (5thed). Pearson Prentice Hall : New Jersey p. 202-203
http://digilib.mercubuana.ac.id/
13
2.5 Metode Manajemen Persediaan Dalam manajemen persediaan terdapat metode yang dapat dikelompokan menjadi dua kelompok besar dalam melaksanakan manajemen persediaan yaitu qualitative technique dan quantitative technique. Berikut adalah beberapa penjelasan dari masing-masing metode : 2.5.1 Qualitative Technique Metode qualitative ini menggunakan prinsip Pareto Rule (80-20). Metode yang sering digunakan yaitu : 2.5.1.1 Klasifikasi ABC Analisis klasifikasi ABC adalah membagi persediaan kedalam 3 golongan berdasarkan nilai finansialnya atau harga/ sebuah aplikasi persediaan dari prinsip pareto. Prinsip pareto menyatakan bahwa terdapat sedikit hal yang penting dan banyak hal yang sepele, Tujuannya adalah membuat kebijakan persediaan yang memusatkan sumberdaya pada komponen persediaan yang penting yang sedikit dan bukan pada hal yang banyak dan sepele. Tidaklah realistis untuk mengontrol persediaan yang murah dengan intensitas yang sama dengan persediaan yang mahal. Proporsi pembagiannya adalah sebagai berikut : Tabel 2.1 Komposisi klasifikasi berdasarkan analisis ABC No Kelas Jumlah Komponen Total Nilai Prioritas 1 A 20% 80% Sangat Penting 2 B 20% 10% Penting 3 C 60-70% 10% Kurang Penting
Pada kelas A, hanya terdapat 20% dari total keseluruhan jumlah komponen tetapi memiliki tingkat pembobotan financial mencapai 80% dari total keseluruhan nilai. Sedangkan kelas B dari jumlah komponen hanya berkisar di
http://digilib.mercubuana.ac.id/
14
angka 20% dengan pembobotan nilan financial mencapai 10% dari total keseluruhan nilai, dan kelas C merupakan 60-70% dari total jumlah komponen dan memiliki 10% dari pembobotan nilai finansialnya. 2.5.2 Quantitative Technique Teknik ini dibedakan berdasarkan jenis permintaan yaitu dependent demand dan independent demand. Untuk tipe dependent demand metode yang dapat digunakan Material Requirement Planning (MRP), dengan tujuan untuk memiliki material apa yang dibutuhkan dengan jumlah yang dibutuhkan dan pada waktu yang dibutuhkan pula dalam memenuhi kebutuhan pelanggan. Sedangkan untuk tipe independent demand, terdapat dua jenis metode yaitu Continuous Review System dan Periodic Review System. 2.5.2.1 Continuous Review System Metode ini melakukan pengontrolan material secara terus menerus sehingga memiliki kelebihan sedikitnya jumlah safety stock. Namun,biaya pengamatan akan lebih tinggi dibandingkan periodic cost serta jumlah tenaga kerja yang diperlukan sewaktu-waktu dapat berubah karena tergantung dari kebutuhan material. Pemesanan dilakukan ketika persediaan material telah mencapai titik RoP (reorder point). Safety stock hanya digunakan untuk menjawab ketidakpastiaan dari lead time sehingga model ini memberikan persediaan material yang lebih rendah. Beberapa metode yang dapat dilakukan, meliputi :
http://digilib.mercubuana.ac.id/
15
a.
Economic Order Quantity ( EOQ ) Salah satu persamaan sederhana yang dapat dilakukan dalam
penentuan jumlah pemesanan yang optimal dalam pengendalian persediaan adalah dengan menggunakan EOQ ini. Persamaan EOQ ini menentukan jumlah pemesanan
yang optimal dengan
mempertimbangkan biaya
pemesanan dan biaya penanganan persediaan tersebut. Ada beberapa asumsi dalam memakai metode ini meliputi permintaan tetap dan terus menerus, waktu antara pemesanan sampai dengan pesanan datang (leadtime) harus tetap, tidak pernah ada kejadian persediaan habis atau stock out, material dipesan dalam paket atau lot dan pesanan datang pada waktu yang bersamaan dan tetap dalam bentuk paket, harga per unit tetap dan tidak ada pengurangan harga walaupun pembelian dalam jumlah volume yang besar, besar carrying cost tergantung secara garis lurus dengan rata-rata jumlah persediaan, besar ordering cost atau set up cost tetap untuk setiap lot yang dipesan dan tidak tergantung pada jumlah item pada setiap lot. Rumusan yang digunakan pada Economic Order Quantity (EOQ) yaitu :
√ (2.1)
Keterangan : Q=
Order Size Quantity (units)
D=
Permintaan material dalam waktu tertentu
S=
Biaya pemesanan
I = Persentase Biaya penyimpanan dari harga suatu barang
http://digilib.mercubuana.ac.id/
16
C=
Harga suatu barang
I.C = H = Biaya Penyimpanan
b.
Safety Stock
Safety
stock
merupakan
persediaan
yang
disiapkan
untuk
mengantisipasi adanya perbedaan antara forecast dengan actual permintaan, antara lead time yang diharapkan dengan actual, dan peristiwa yang tidak terduga sebelumnya. Berikut merupakan rumusan yang digunakan untuk menentukan nilai safety stock yaitu : √
(2.2)
Keterangan : SS = Safety Stock =
Standar Deviasi Forecast Permintaan (unit)
Z=
Probabilitas dari keadaan tidak terjadi stockout
LT = Jangka Waktu Kedatangan (Lead Time)
c.
Reorder Point Reorder point adalah titik pemesanan kembali dimana adanya asumsi
bahwa permintaan terjadi secara terus menerus sehingga mengurangi jumlah persediaan yang ada. Nilai reorder point adalah sejumlah unit yang akan dipesan kembali dalam rentang lead time.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
17
Untuk mencari besarnya titik pesan kembali/reorder point, digunakan rumus : (2.3) Keterangan :
d.
ROP
= Titik pemesanan kembali (unit)
D
= Permintaan material dalam waktu tertentu
LT
= Jangka Waktu Kedatangan (Lead Time)
SS
= Safety Stock (units)
Total Biaya Persediaan Total biaya merupakan total keseluruhan biaya yang disebabkan oleh
persediaan, berguna untuk membandingkan kebijakan persediaan yang ada sekarang dengan kebijakan yang baru. Menentukan nilai total cost bagi setiap item, digunakan rumus :
(2.4) (
)
(
)
(
Keterangan : TC = Total biaya yang dibutuhkan dalam setiap item Q=
Order Size Quantity (units)
D=
Permintaan material untuk waktu tertentu
S=
Biaya pemesanan
I=
Persentase Biaya penyimpanan dari harga suatu barang
C=
Harga suatu barang
I.C = H = Z=
Biaya penyimpanan
Probabilitas dari keadaan tidak terjadi stockout
http://digilib.mercubuana.ac.id/
)
18
’ d = Standar deviasi k=
Biaya kekurangan persediaan
E(z) = Probabilitas dari Unit Normal Loss
2.5.2.2 Periodic Review System Metode
periodic
review
system
melibatkan,
menghitung
dan
mendokumentasikan persediaan pada waktu tertentu.Misalnya, operasi toko ritel di bawah kebijakan periodic review mungkin menghitung persediaan pada akhir setiap bulan.Persediaan terus-menerus meninjau, juga dikenal sebagai tinjauan abadi, melibatkan sistem yang melacak setiap item dan update persediaan, menghitung setiap kali item dihapus dari persediaan.Sebagai contoh, pengecer dapat menggunakan scanner barcode untuk merekam pembelian pelanggan dan memperbarui jumlah persediaan setiap kali kasir memindai kode produk tersebut. 2.6
Peramalan Permintaan ( Forecasting ) Peramalan ( forecasting ) merupakan bagian vital bagi setiap organisasi
bisnis dan untuk setiap pengambilan keputusan manajemen yang sangat signifikan. Peramalan menjadi dasar bagi perencanaan jangka panjang perusahaan. Dalam area fungsional keuangan, peramalan memberikan dasar dalam menentukan anggaran dan pengendalian biaya. Pada bagian pemasaran, peramalan penjualan dibutuhkan untuk merencanakan produk baru, kompensasi tenaga penjual, dan beberapa keputusan penting lainnya. Selanjutnya, pada bagian produksi dan operasi menggunakan data-data peramalan untuk perencanaan kapasitas, fasilitas, produksi, penjadwalan, dan pengendalian persedian (inventory control). Untuk menetapkan kebijakan ekonomi seperti tingkat pertumbuhan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
19
ekonomi, tingkat pengangguran, tingkat inflasi, dan lain sebagainya dapat pula dilakukan dengan metode peramalan. 2.6.1 Definisi Peramalan Peramalan atau yang biasa disebut dengan forecasting merupakan sebuah aktivitas yang dilakukan sebelum membuat rencana dengan mengestimasi berdasarkan kondisi yang ada sekarang untuk memprediksi kondisi yang akan terjadi dalam periode waktu kedepan4. Dengan adanya peramalan ini, para pembuat keputusan bisa mengambil keputusan sesuai dengan kejadian masa lalu. Hasil peramalan tidak akan selalu tepat atau sesuai dengan keadaan sebenarnya, kesalahan peramalan yang terjadi dari hasil peramalan data historis perlu dilihat nilainya. 2.6.2 Tujuan Peramalan Tujuan dari setiap peramalan adalah : a. Mengurangi ketidak pastian produksi b. Sebagai langkah antisipasi yang dapat dilakukan sebelum dating permintaan actual c. Sebagai bahan pembuatan jadwal produksi d. Sebagai langkah awal dalam membuat kebijakan persediaan 2.6.3 Proses Peramalan Adapun beberapa proses dalam melakukan peramalan atau forecasting adalah sebagai berikut :
4
Arnold, J. R. Tony & Chapman, Stephen N. (2004). Introduction to Materials Management (5thed). Pearson Prentice Hall : New Jersey p. 199
http://digilib.mercubuana.ac.id/
20
a. Definisikan Tujuan Peramalan Misalnya peramalan dapat digunakan selama masa pra-produksi untuk mengukur tingkat dari suatu permintaan. b. Memilih model peramalan yang tepat Melihat dari kecenderungan data, maka dapat dipilih beberapa model peramalan yang diperkirakan dapat mewakili pola tersebut. c. Lakukan Peramalan Setelah model peramalahn ditentukan, lalu data historis diolah agar menghasilkan suatu data perkiraan kondisi di masa yang akan dating. d. Hitung kesalahan peramalan (forecast error)/ Revisi Keakuratan suatu model peramalan bergantung pada seberapa dekat nilai hasil peramalan terhadap nilai data yang sebenarnya. Perbedaan atau selisih antara nilai aktual dan nilai ramalan disebut b
“
h
(forecast error)”.
e. Pilih Metode Peramalan dengan kesalahan yang terkecil ( Evaluasi ). Apabila nilai kesalahan tersebut tidak berbeda secara signifikan pada tingkat ketelitian tertentu, maka pilihlah secara sembarang metode-metode tersebut.Untuk mengevaluasi apakah pola data menggunakan metode peramalan tersebut sesuai dengan pola data sebenarnya.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
21
2.6.4 Metode Peramalan Terdapat beberapa metode peramalan berdasarkan time series, diantaranya adalah metode moving average, metode exponential smoothing, metode dekomposisi, metode ARIMA, dan lain-lain. Metode exponential smoothing terdiri dari single exponential smoothing, double exponential smoothing, dan metode Holt-Winter exponential smoothing, dll. Berikut penjelasan detailnya : 2.6.4.1 Metode Rata-Rata ( Average ) Peramalan dilakukan dengan caramengambil kelompok data masa lalu kemudian dibuat rata – rata permintaan tersebut.Rata-rata data tersebut untuk melakukan peramalan periode selanjutnya. Metode moving average dapat dirumuskan sebagai berikut : ∑
(2.5)
x adalah jumlah data permintaan N adalah jumlah periode
Metode ini biasa disebut dengan rata-rata bergerak ( moving average) karena terdapat pergerakan data setiap ada hasil dari rata-rata sebelumnya atau terdapat observasi baru maka rata-rata observasi yang baru dihitung dan digunakan untuk menghitung rata-rata periode selanjutnya. Metode rata-rata dibagi atas empat bagian, yaitu : a. Nilai tengah ( mean ) b. Rata-rata bergerak tunggal ( single moving average ) c. Rata-rata bergerak ganda ( double moving average ) d. Kombinasi rata-rata bergerak lainnya.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
22
Moving average mampu meratakan dan menghaluskan fluktuasi pola data yang ada.Tentu saja semakin panjang periodenya, semakin rata kurvanya. Metode ini dapat diterapkan pada jenis data apa saja. 2.6.4.2 Metode Single Exponential Smoothing Metode ini digunakan jika data cukup konstan atau mengandung trend yang tidak terlalu signifikan.Metode ini banyak digunakan karena metode yang sederhana, perhitungannya efisien, dan ketelitian metode ini cukup besar.Metode single exponential smoothing banyak digunakan untuk peramalan jangka pendek. Metode single exponential smoothing dapat dirumuskan sebagai berikut : (2.6)
Keterangan : merupakan exponentially smoothed forecast untuk periode t merupakan exponentially smoothed forecast untuk periode sebelumnya merupakan smoothing constant
α
merupakan data forecast di periode sebelumnya D . J
p p
α, d p d
h
d
b
d d
d w
w
p ,
d
h α
dipilih mendekati 1, apabila nilainya rendah maka akan memberikan bobot yang lebih kecil dari permintaan sekarang yang ada.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
23
2.6.4.3 Metode Double Exponential Smoothing Metode yang merupakan pengembangan dari metode single exponential smoothing, metode yang mempertimbangkan adanya level dan trend pada pola permintaan.. Metode double exponential smoothing dapat dirumuskan sebagai berikut :
(2.7)
Keterangan : α
merupakan smoothing constant
St
merupakan smoothed di akhir periode t
β
merupakan trend smoothing constant
bt
merupakan smoothed trend in period t
m
merupakan forecast horizon
2.6.4.4 Metode Holt-Winter Exponential Smoothing Metode peramalan yang sesuai digunakan ketika permintaan diasumsikan memiliki level dan trend. Metode ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
(2.8)
̂
http://digilib.mercubuana.ac.id/
24
Keterangan : α
merupakan smoothing constant St merupakan nilai actual permintaan pada akhir periode t adalahsmoothing value pada akhir t setelah penyesuaian Seasonality
β
merupakan smoothing constant, digunakan untuk menghitung tren bt
bt
merupakn smoothed value dari tren periode t merupakan smoothed seasonal index L periode yang lalu merupakan length of seasonal cycle merupakan smoothing constant, untuk menghitung seasonal indexperiode t
m
merupakan horizon length di forecast ̂
2.6.5 Kesalahan Peramalan Kesalahan peramalan dapat diartikan sebagai perbedaan nilai dari hasil peramalan dengan keadaan aktualnya. Suatu peramalan pasti akan memiliki kesalahan antara hasil peramalan dan aktual, nilai kesalahan tersebut perlu diketahui agar bisa melihat keakuratan hasil perhitungan yang telah diperoleh. Uji keakuratan hasil peramalan dapat diketahui dengan menghitung : 2.6.5.1 Mean Square Error (MSE) ∑
(2.9)
MSE menunjukan rata-rata dari kuadrat kesalahan yang terjadi,
http://digilib.mercubuana.ac.id/
25
2.6.5.2 Mean Absolute Deviation (MAD) ∑
(2.10)
Pengukuran tingkat kesalahan forecast diperoleh dari selisih dari data aktual dengan nilai fitted untuk data aktual tersebut.
2.6.5.3 Mean Absolute Percentage Error (MAPE) ∑(
̂
)
(2.11)
MAPE merupakan cara pengukuran tingkat akurasi forecasting dengan melihat rata – rata persentase dari nilai absolut kesalahan yang terjadi selama periode peramalan dengan terhadap nilai aktual Keterangan : MAPE = Mean Absolute Percentage Error = Data aktual pada saat t ̂
= Nilai fitted pada saat waktu t = Jumlah data untuk forecasting
http://digilib.mercubuana.ac.id/