11
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Tinjauan Umum Bank Syariah 2.1.1 Perbankan Syariah
Perbankan Islam adalah suatu sistem perbankan yang dikembangkan
berdasarkan syariah (hukum) islam. Usaha pembentukan sistem ini didasari oleh
larangan dalam agama islam untuk memungut maupun meminjam dengan bunga
atau yang disebut dengan riba serta larangan investasi untuk usaha-usaha yang dikategorikan haram, dimana hal ini tidak dapat dijamin oleh sistem perbankan konvensional. sejarah perbankan syariah pertama kali muncul di mesir pada tahun 1963. Sedangkan di Indonesia sendiri perbankan syariah baru lahir pada tahun 1991 dan secara resmi dioperasikan tahun 1992. Berbagai prinsip perbankan syariah telah diterapkan dengan aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang sesuai dengan syariah. Adapun jenis produk atau jasa perbankan syariah adalah jasa untuk peminjam dana dan jasa untuk penyimpan dana. (http://duniabaca.com/sejarah–prinsip–serta–produk-perbankansyariah.html)
Bank Islam adalah institusi keuangan yang memiliki hukum, aturan dan prosedur sebagai wujud dari komitmen kepada prinsip syariah dan melarang menerima dan membayar bunga dalam proses operasi yang dijalankan (Ali dan Sarkar, 1995). Bank Islam menurut Veithzal Rivai dan Arviyan Arifin adalah bisnis bank islam berarti bisnis bank yang memiliki tujuan dan operasi tidak memasukan elemen yang tidak diijinkan oleh agama islam, dengan menerapkan prinsip islam sebagai berikut (2010:32): a. Menolak adanya bunga (riba). b. Melarang gharar (ketidakpastian, risiko, spekulasi).
12
c. Fokus pada kegiatan-kegiatan yang halal (yang diizinkan oleh agama). d. Secara umum mencari keadilan, dan sesuai etika dan tujuan keagamaan.
e. Pembagian keuntungan dan kerugian antara bank dan konsumen atau nasabah.
Dalam pasal 1 ayat (1) UU No. 21 tentang Bank Syariah, dinyatakan bahwa:
“Perbankan Syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah
dan Unit Usaha Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya” (Veithzal Rivai dan Arviyan
Arifin:2010:32).
Menurut Latifa M. Alqaoud dan Mervyn K.Lewis dalam bukunya
Perbankan Syariah, Perbankan Islam memberikan layanan bebas-bunga kepada para nasabahnya. Pembayaran dan penarikan bunga dilarang dalam semua bentuk transaksi. Islam melarang kaum muslim menarik atau membayar bunga (riba). Pelarangan inilah yang membedakan sistem perbankan Islam dengan sistem perbankan konvensional. Secara teknis, riba adalah tambahan pada jumlah pokok pinjaman sesuai dengan jangka waktu peminjaman dan jumlah pinjamannya. 2.1.2 Prinsip Perbankan Syariah Prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang sesuai dengan syariah. Beberapa prinsip/hukum yang dianut oleh sistem perbankan syariah antara lain :
Pembayaran terhadap pinjaman dengan nilai yang berbeda dari nilai pinjaman dengan nilai ditentukan sebelumnya tidak diperbolehkan.
Pemberi dana harus turut berbagi keuntungan dan kerugian sebagai akibat hasil usaha institusi yang meminjam dana.
Islam tidak memperbolehkan “menghasilkan uang dari uang”. Uang hanya merupakan media pertukaran dan bukan komoditas karena tidak memiliki nilai intrinsik.
Unsur Gharar (ketidakpastian, spekulasi) tidak diperkenankan. Kedua belah pihak harus mengetahui dengan baik hasil yang akan mereka peroleh dari
13
sebuah transaksi. http : // duniabaca.com / sejarah – prinsip – serta – produk -
perbankansyariah.html
2.1.3 Tujuan Sistem Keuangan Syariah
Dari perspektif Islam, tujuan utama perbankan dan keuangan Islam menurut
Latifa M. Alqaoud dan Mervyn K.Lewis dalam bukunya Perbankan Syariah dapat
disimpulkan sebagai berikut : Penghapusan bunga dari semua transaksi keuangan dan pembaharuan semua aktivitas bank agar sesuai dengan prinsip-prinsip Islam.
Pencapaian distribusi pendapatan dan kekayaan yang wajar. Promosi pembangunan ekonomi. (2004: 63)
2.1.4 Produk Perbankan Syariah Beberapa produk jasa yang disediakan oleh bank berbasis syariah antara lain: Jasa untuk peminjam dana: a.
Mudharobah, adalah perjanjian antara penyedia modal dengan pengusaha. Setiap keuntungan yang diraih akan dibagi menurut rasio tertentu yang disepakati. Resiko kerugian ditanggung penuh oleh pihak Bank kecuali kerugian yang diakibatkan oleh kesalahan pengelolaan, kelalaian dan penyimpangan pihak nasabah seperti penyelewengan, kecurangan dan penyalahgunaan.
b.
Musyarokah (Joint Venture), konsep ini diterapkan pada model partnership atau joint venture. Keuntungan yang diraih akan dibagi dalam rasio yang disepakati sementara kerugian akan dibagi berdasarkan rasio ekuitas yang dimiliki masing-masing pihak. Perbedaan mendasar dengan mudharabah ialah dalam konsep ini ada campur tangan pengelolaan manajemennya sedangkan mudharabah tidak ada campur tangan
c.
Murabahah, yakni penyaluran dana dalam bentuk jual beli. Bank akan membelikan barang yang dibutuhkan pengguna jasa kemudian menjualnya kembali ke pengguna jasa dengan harga yang dinaikkan sesuai margin keuntungan yang ditetapkan bank, dan pengguna jasa dapat mengangsur barang
14
tersebut. Besarnya angsuran flat sesuai akad diawal dan besarnya angsuran =
harga pokok ditambah margin yang disepakati. d.
Takaful (asuransi islam)
Jasa untuk penyimpan dana:
a. Wadi’ah (jasa penitipan), adalah jasa penitipan dana dimana penitip dapat
mengambil dana tersebut sewaktu-waktu. Dengan sistem wadiah Bank tidak berkewajiban, namun diperbolehkan, untuk memberikan bonus kepada nasabah.
b. Deposito Mudhorobah, nasabah menyimpan dana di Bank dalam kurun waktu
yang
tertentu. Keuntungan dari investasi terhadap dana nasabah yang
dilakukan bank akan dibagikan antara bank dan nasabah dengan nisbah bagi hasil tertentu. (http://duniabaca.com/sejarah-prinsip-serta-produk-perbankansyariah.html). 2.2 Tinjauan Umum Pembiayaan Bank Syariah Pembiayaan menurut M. Syafi’i Antonio merupakan salah satu tugas pokok bank, adalah pemberian fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang merupakan defisit unit, yaitu: (2001: 87) 1.
Menurut sifat penggunaannya, pembiayaan dapat dibagi menjadi dua, yaitu : a. Pembiayaan produktif: adalah pembiayaan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas, yaitu untuk peningkatan usaha, baik usaha produksi, perdagangan, maupun investasi. b. Pembiayaan konsumtif: Adalah pembiayaan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi, yang akan habis digunakan untuk dipakai memenuhi kebutuhan.
2.
Menurut keperluannya, pembiayaan produktif dapat dibagi menjadi dua, yaitu: a. Pembiayaan modal: adalah pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan peningkatan produksi, baik secara kuantitatif, yaitu jumlah hasil produksi, maupun secara kualitatif, yaitu peningkatan kualitas atau mutu hasil
15
produksi; dan untuk keperluan perdagangan atau peningkatan utility of
place dari suatu barang.
b. Pembiayaan investasi: adalah untuk memenuhi kebutuhan barang-barang
modal (capital goods) serta fasilitas-fasilitas yang erat kaitannya dengan itu.
2.2.1 Prinsip-prinsip Pembiayaan Syariah
Untuk menyesuaikan dengan aturan-aturan dan norma-norma Islam, lima
segi religius yang berkedudukan kuat dalam literatur, harus diterapkan dalam
perilaku investasi. Lima segi tersebut adalah: Tidak ada transaksi keuangan berbasis bunga (riba). Pengenalan pajak religius atau pemberian sedekah, zakat. Pelarangan produksi barang dan jasa yang bertentangan dengan sistem nilai Islam (haram). Penghindaran aktivitas ekonomi yang melibatkan maysir (judi) dan gharar (ketidakpastian). Penyediaan Takaful (asuransi Islam). (Antonio Syafi’i:2001) 2.3 Rasio Keuangan Sebagai Alat Analisis Rasio keuangan bagi sebuah perusahaan merupakan merupakan suatu alat atau cara yang paling umum digunakan dalam membuat analisis laporan keuangan. Analisis rasiomenggambarkan hubungan matematis antara suatu jumlah dengan jumlah lainnya. Karena penginterprestasikan terhadap rasio – rasio ini cukup kompleks, maka keefektifan rasio keuangan ini sebagai suatu alat analisis sangat tergantung dan kemampuan dan keahlian analisis dalam menginterprestasikannya. Berikut beberapa analisis rasio keuangan yang digunakan
dalam
suatu
bank,
yaitu
sebagai
berikut:
(http://id.wikipedia.org/wiki/Neraca (akuntansi). a. Cash Ratio (CR) Adalah rasio alat likuid terhadap dana pihak ketiga yang dihimpun bank yang harus segera dibayar. Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan bank
16
dalam membayar kembali simpanan nasabahpada saat ditari dengan menggunkaan alat likuid yang dimilikinya. Menurut ketentuan Bank Indonesia,
alat likuid terdiri atas uang kas ditambah denganrekening giro bank yang disimpan pada Bank Indonesia. Semakin tinggi rasiomi semakin tinggi pula
kemampuan likuiditas bank yang bersangkutan, namun dalam praktik akan mempengaruhi produktifitasnya.
CR =
Kas + Surat Berharga Hutang Lancar
b. Financing to Deposit Ratio (FDR) Adalah rasio antara seluruh jumlah kredit yangdiberikan bank dengan dana yang diterima oleh bank. Rasio ini menunjukkan salah satu penilaian likuiditas bank. Semakin tinggi rasio tersebut memberikanindikasi semakin rendahnya kemampuan likuiditas bank yang bersangkutan. Hal ini disebabkan karena jumlah dana yang diperlukan untuk membiayai kredit menjadi semakin besar.
c. Return on Assets (ROA) Rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam memperoleh keuntungan secarakeseluruhan. Semakin besar ROA bank, semakin besar pula tingkatkeuntungan yang dicapai bank tersebut dan semakin baik pula posisi banktersebut dan segi penggunaan asset.
d. Return on Equity (ROE) Adalah perbandingan antara laba bersih bank dengan ROE modal sendiri. Rasio ini banyak diamati oleh para pemegang saham bank serta para investor di pasar modal yang ingin membeli saham bank yang bersangkutan. Kenaikan dalam rasio ini berarti terjadi kenaikan laba bersih dan bank yang
17
bersangkutan. Selanjutnya, kenaikan tersebut akan menyebabkan kenaikan harga saham bank.
e. Capital Adequacy Ratio (CAR) Adalah rasio yang memperlihatkan seberapa jauh seluruh aktiva bank yang mengandung resiko (kredit, penyertaan,, surat berharga, tagihan pada bank lain) ikut dibiayai dan dana modal sendiri bank,disamping memperoleh dana-dana
dan sumber-sumber di luar bank, seperti dana masyarakat, pinjaman, dan lain
lain. Rasio ini merupakan indikator terhadap kemampuan bank untuk menutupi penurunan aktiva nya sebagai akibat dan kerugian-kerugian bank yang disebabkan oleh aktiva yang berisiko.
f. Debt to Equity Ratio (DER) Adalah rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam menutup sebagian atau seluruh utang-utangnya, baik
jangka panjang maupun jangka
pendek dengan dana yang berasal dari modal bank. DER =
Total Hutang Ekuitas Pemegang Saham
Sedangkan Fatah Toha dalam penelitiannya (2007) dalam penelitiannya mengelompokkan rasio keuangan menjadi lima yaitu: 1) Rasio likuiditas digunakan untuk mengetahui mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban finansial dalam jangka pendek. Tiga rasio yang sering dipergunakan adalah current ratio, quick ratio,dan cash ratio. 2) Rasio Leverage digunakan untuk mengukur seberapa besar aktiva yang ada dibelanjai dari hutang. Beberapa ratio leverage yang sering digunakan antara lain total debt to total aset ratio, total debt to total equity ratio, long term
18
debt to equity ratio, funded debt to net working capital, cash flow to debt,
time interest earned, fixed charge coverage, debt service coverage dan
internal cash generation ratio.
3) Rasio aktivitas merupakan kemampuan manajemen dalam memanfaatkan fasilitas perusahaan. Ratio ini meliputi total aset turnover, fixed aset
turnover, net working capital turnover, receivable turnover, average
collection period, inventory turnover, cash turnover, average days cash, dan
net worth turnover.
4) Rasio Profitabilitas, dimaksudkan sebagai pengukur kemampuan perusahaan
dalam menghasilkan keuntungan. Rasio profitabilitas dipandang sebagai ratio kunci yang menunjukkan posisi perusahaan secara keseluruhan. Beberapa ratio profitabilitas yang perlu adalah gross profit margin, net profit margin, return on total aset, return on equity, dan profit margin on sales rate of return on common stock equity. 5) Rasio Modal Sendiri adalah terfokus terhadap saham perusahaan. Termasuk dalam ratio ini adalah price to earning ratio, dividend payout, dividend yield dan book value per share. 1.4 Rasio Keuangan Bank sebagai Alat Analisis dalam Penelitian Dalam penelitian ini hanya digunakan empat rasio keuangan untuk mengukur profitabilitas bank BRI Syariah, diantaranya adalah: 2.4.1 Capital Adequacy Ratio (CAR) Capital adequacy ratio menurut Lukman Dendawijaya dalam blognya (2000) adalah “ Rasio yang memperlihatkan seberapa jauh seluruh aktiva bank yang mengandung risiko ( kredit, penyertaan, surat berharga, tagihan pada bank lain ) ikut dibiayai dari dana modal sendiri bank disamping memperoleh dana-dana dari sumber- sumber-sumber diluar bank, seperti dana dari masyarakat, pinjaman, dan lain-lain. Capital adequacy ratio merupakan indikator terhadap kemampuan bank untuk menutupi penurunan aktivanya sebagai akibat dari kerugian- kerugian bank yang disebabkan oleh aktiva yang berisiko.
19
Menurut Fanny Roswita Ria Pasaribu dan Hasan Sakti Siregar (2011), Modal
merupakan faktor yang sangat penting dalam rangka pengembangan usaha dan
untuk menampung risiko kerugiannya. Modal juga berfungsi untuk membiayai operasi, sebagai instrument untuk mengantisipasi rasio, dan sebagai alat untuk ekspansi usaha. Penelitian aspek permodalan suatu bank lebih dimaksudkan untuk
mengetahui bagaimana atau apakah modal bank tersebut telah memadai untuk menunjang kebutuhan. Artinya, permodalan yang dimiliki oleh bank yang
didasarkan kepada kewajiban penyediaan modal minimum bank. Capital adalah perbandingan atau imbangan pendanaan jangka panjang perusahaan yang ditunjukkan oleh perbandingan hutang jangka panjang terhadap modal sendiri. Pemenuhan kebutuhan dana perusahaan dari sumber modal sendiri berasal dari modal saham, laba ditahan, dan cadangan. Jika dalam pendanaan perusahaan yang berasal dari modal sendiri masih memiliki kekurangan (deficit) maka perlu dipertimbangkan pendanaan perusahaan yang berasal dari luar, yaitu dari hutang (debt financing). Namun dalam pemenuhan kebutuhan dana, perusahaan harus mencari alternatif-alternatif pendanaan yang efisien. Pendanaan yang efisien akan terjadi bila perusahaan mempunyai capital yang optimal. Capital yang optimal dapat diartikan sebagai struktur modal yang dapat meminimalkan biaya penggunaan modal keseluruhan atau biaya modal rata-rata, sehingga memaksimalkan nilai perusahaan menurut (Ratnawati, 2007) dalam penelitiannya. Capital Adequacy Ratio merupakan rasio permodalan yang menunjukkan kemampuan bank dalam menyediakan dana untuk keperluan pengembangan usaha serta menampung kemungkinan risiko kerugian yang diakibatkan dalam operasional bank. Semakin besar rasio tersebut akan semakin baik posisi modal (Achmad dan Kusuno, 2003). Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/15/PBI/2008 pasal 2 ayat 1 tercantum bank wajib menyediakan modal minimum sebesar 8% dari aset tertimbang menurut resiko (ATMR), CAR adalah rasio yang memperlihatkan
20
seberapa besar jumlah seluruh aktiva bank yang mengandung resiko (kredit, penyertaan, surat berharga, tagihan pada bank lain) ikut dibiayai dari modal
sendiri disamping memperoleh dana-dana dari sumber-sumber diluar bank (Peraturan Bank Indonesia: 2008).
Capital Adequacy ratio adalah kecukupan modal yang menunjukkan
kemampuan bank dalam mempertahankan modal yang mencukupi dan kemampuan manajemen bank dalam mengidentifikasi, mengukur, mengawasi,
dan mengontrol resiko-resiko yang timbul yang dapat berpengaruh terhadap besarnya modal menurut Almilia dalam penelitiannya (2005).
Perhitungan Capital Adequacy ratio didasarkan pada prinsip bahwa setiap penanaman yang mengandung risiko harus disediakan jumlah modal sebesar persentase tertentu terhadap jumlah penanamannya. Sejalan dengan standar yang ditetapkan Bank of International Settlements (BIS), seluruh bank yang ada di Indonesia diwajibkan untuk menyediakan modal minimum sebesar 8% dari ATMR (Kuncoro dan Suhardjono : 2002: 67 ). Menurut Fanny Roswita Ria Pasaribu dan Hasan Sakti Siregar dalam penlitiannya (2011), Modal merupakan faktor yang sangat penting dalam rangka pengembangan usaha dan untuk menampung risiko kerugiannya. Modal juga berfungsi untuk membiayai operasi, sebagai instrument untuk mengantisipasi rasio, dan sebagai alat untuk ekspansi usaha. Penelitian aspek permodalan suatu bank lebih dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana atau apakah modal bank tersebut telah memadai untuk menunjang kebutuhan. Artinya, permodalan yang dimiliki oleh bank yang didasarkan kepada kewajiban penyediaan modal minimum bank. Manullang dalam penelitiannya (2002) menyatakan bahwa rasio permodalan yang lazim digunakan untuk mengukur kesehatan bank adalah Capital Adequacy Ratio (CAR). Besarnya CAR diukur dari rasio antara modal sendiri terhadap Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR). Sesuai dengan SE BI No. 26/5/BPPP tanggal 29 Mei 1993 besarnya CAR yang harus dicapai oleh suatu bank minima l8% sejak akhir tahun 1995. Tetapi karena kondisi perbankan nasional sejak akhir1997 terpuruk yang ditandai dengan banyaknya bank yang
21
dilikuidasi, maka sejak Oktober tahun 1998 besarnya CAR diklasifikasikan dalam 3 kelompok. Klasifikasi bank sejak 1998 dikelompokkan dalam: (1) Bank sehat
dengan klasiflkasi A, jika memiliki CAR lebih dari 4%., (2) Bank take over atau penyehatan oleh BPPN (Badan Penyehatan Perbankan Nasional) dengan dalam
klasifikasi B, jika bank tersebut memiliki CAR antara -25% sampai dengan < dari 4%, (3) Bank Beku Operasi (BBO) dengan klasiflkasi C, jika memiliki CAR kurang dari -25%. Bank dengan klasiflkasi C inilah yang di likuidasi.
Modal sendiri adalah total modal yang berasal dari perusahaan (bank) yang
dari modal disetor, laba tak dibagi dan cadangan yang dibentuk bank. terdiri
Sedangkan ATMR adalah merupakan penjumlahan ATMR aktiva neraca dan ATMR aktiva administratif. ATMR aktiva neraca diperoleh dengan cara mengalihkan nilai nominal aktiva dengan bobot resiko. ATMR aktiva administratif diperoleh dengan cara mengalihkan nilai nominalnya dengan bobot resiko aktiva administratif (Manullang, 2002). Semakin likuid, aktiva resikonya nol dan semakin tidak likuid bobot resikonya 100, sehingga resiko berkisar antara 0 - 100%. 2.4.2 Sumber Dana Sebagai Permodalan Bank Perusahaan membutuhkan modal dalam menjalankan aktifitasnya. Modal merupakan hal yang sangat penting dalam perusahaan. Terdapat tiga jenis usaha yaitu perusahaan dagang, perusahaan manufaktur, perusahaan jasa. Perusahaan memiliki kebutuhan modal yang berbeda-beda sesuai jenis usaha yang dijalankan. Pengertian modal menurut Brigham (2006:62) modal adalah “jumlah dari utang jangka panjang, saham preferen, dan ekuitas aham biasa, atau mungkin pos-pos saham tersebut ditambah utang jangka pendek yang dikenakan bunga”. Definisi modal dalam Standar Akuntansi Keuangan (IAI,2007:9) “modal adalah hak residual atas asset perusahaan setelah dikurangi semua kewajiban. Modal bank sekurang-kurangnya memiliki tiga fungsi utama yaitu fungsi operasional, fungsi perlindungan, fungsi pengamanan dan pengaturan. Menurut Siamat (2004:99), keseluruhan fungsi modal bank tersebut dijelaskan sebagai berikut:
22
memberikan perlindungan kepada nasabah. modal bank dapat mencegah terjadinya kejatuhan bank.
untuk memenuhi kebutuhan gedung kantor dan inventaris. untuk memenuhi ketentuan permodalan minimum.
meningkatkan kepercayaan masyarakat.
untuk menutupi kerugian aktiva produktif bank. sebagai indikator kekayaan bank.
meningkatkan efisiensi bank.
Modal akan mempunyai berbagai fungsi yang penting bagi setiap jenis usaha
terutama bagi bank untuk menjadi dasar di dalam pengembangan usaha dikemudian hari ataupun sebagai alat untuk menampung timbulnya suatu kerugian. Modal bank memiliki fungsi (Abdullah:2005:59) yaitu: a. Melindungi para kreditur Kreditur (mereka yang menyimpan dananya di bank) mengharapkan adanya kepastian kemampuan bank dalam membayar kembali simpanan kreditur sewaktu-waktu. Modal bank merupakan penyangga pengembalian dana kreditur manakala bank kesulitan menarik kembali investasi jangka pendek atau kesulitan likuiditas. b. Menjamin kelangsungan operasional Bank memulai kegiatan operasi mereka dengan modal sendiri termasuk membangun atau membeli kantor dan peralatan. c. Memenuhi standar modal minimal Berdasarkan rasio kecukupan modal Capital Adequacy Ratio (CAR) apabila bank akan menambah kredit kepada masyarakat, maka dengan sendirinya bank harus menambah modal yang dimiliki. Apabila bank tidak menambah jumlah kredit maka akan memperkecil CAR yang akan dicapai.
Menurut H.Malayu SP Hasibuan (2005:56) sumber dana bank terdiri dari:
23
1) Dana sendiri, yaitu dana yang berasal dari dalam bank, seperti setoran modal/penjualan saham, pemupukan cadangan, laba yang ditahan. Dana ini
sifatnya tetap. Modal sendiri ini dibedakan atas modal inti dan modal pelengkap.
2) Dana asing, yaitu dana yang bersumber dari pihak ketiga seperti deposito, giro, callmoney, dan lain-lain. Dana ini sifatnya sementara atau harus dikembalikan.
Masyhud Ali (2004:264-268) menyatakan bahwa : “sumber dana bank
mencakup; Dana Pihak Kedua dana Pihak Ketiga merupakan modal sendiri bank
yang berasal dari penyetoran modal pemegang saham ; Dana Pihak Kedua berasal
dari pinjaman diluar bank serta Dana Pihak Ketiga yang berasal dari pinjaman dana masyarakat yang berupa Giro, Tabungan, Deposito, dan lain-lain. Komaruddin Sastradi Poera (2004:292-293) mengemukakan sumber dana bank antara lain berasal dari : a) Bank, sumber dana yang diperoleh dari bank itu sendiri merupakan modal disetor. b) Masyarakat, sumber dana dapat dipergunakan bank yang berasal dari masyarkat yang dibedakan dalam cara penarikannya : Giro, dapat menarik dananya dananya sewaktu-waktu. Deposito, dapat menarik dalam jangka waktu yang telah disepakati. Tabungan, dapat menarik dananya sewaktu-waktu. Sumber lain, antara lain setoran jaminan, uang dari nasabah yang belum ditarik. c) Lembaga keuangan kredit likuidasi BI, call money, pinjaman antar bank, fasilitas diskonto, surat berharga pasar uang, dana valas.
2.4.3 Sumber Dana Sendiri
24
Sesuai Surat Edaran Bank Indonesia No 23/67/Kep/Dir.Tgl 28 Februari 1991 pasal 3 ayat (1) menurut H Malayu SP Hasibuan (2005:62-64) modal bank terdiri
dari modal inti dan modal pelengkap, yaitu sebagai berikut : a. Modal Inti
b. Modal Pelengkap
2.4.3.1 Modal Inti
Modal inti terdiri dari atas modal disetor dan cadangan-cadangan yang
dibentuk dari laba setelah pajak dengan perincian :
1. Modal disetor, yaitu modal yang telah disetor secara efektif oleh pemiliknya.
2. Agio saham, selisih lebih dari setoran modal yang dierima bank sebagai akibat harga saham yang melebihi nilai nominalnya. 3. Cadangan umum, yaitu cadangan yang dibentuk dari penyisihan laba yang ditahan atau laba bersih setelah dikurangi pajak. 4. Cadangan tujuan, bagian laba setelah dikurangi pajak yang disisihkan untuk tujuan tertentu dan mendapat persetujuan RUPS. 5. Laba yang ditahan ( retained earnimg ) yaitu saldo laba bersih setelah dikurangi pajak yang diputuskan untuk tidak dbagikan. 6. Laba tahun lalu Laba tahun berjalan. Bagian
kekayaan
bersih
anak
perusahaan
yang laporan
keuangan
dikonsolidasikan, yaitu modal inti perusahaan setelah dikompensasikan dengan nilai penyertaan bank pada anak perusahaan lain, lembaga keuangan / lembaga pembiayaan yang mayoritas sahamnya dimiliki bank. 2.4.3.2 Modal Pelengkap Modal pelengkap terdiri dari cadangan-cadangan yang dibentuk tidak dari laba setelah pajak serta pinjaman yang sifatnya dapat dipersamakan dengan modal. Modal pelengkap berupa : 1. Cadangan revaluasi aktiva tetap, cadangan yang dibentuk dar selisih penilaian kembali aktiva tetap yang telah mendapat persetujuan Dirjen Pajak.
25
2. Cadangan penghapusan aktiva yang diklasifikasikan, cadangan dibentuk dengan cara membebani laba rugi tahun berjalan dengan maksud untuk
menampung kerugian yang mungkin timbul sebagai akibat dari tidak diterimanya kembali sebagian atau seluruh aktiva produktif.
3. Modal kuasa, yaitu modal ya yanng didukung oleh instrumen atau warkat yang memiliki sifat seperti modal atau utang dan mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
Tidak dijamin oleh bank yang bersangkutan dengan modal (subordinated). Tidak dapat dilunasi atau ditarik atas inisatif pemilik tanpa persetujuan Bank Indonesia.
Mempunyai kedudukan yang sama dengan modal dalam hal jumlah kerugian bank yang melebihi
retained earning dan cadangan-cadangan
yang termasuk modal inti, meskipun bank belum dilikuidasi. Pembayaran bunga dapat ditangguhkan apabila bank alam keadaan rugi/labanya tidak mendukung untuk membayar bunga tersebut. 4. Pinjaman subordinasi yaitu pinjaman yang memenuhi syarat sebagai berikut : Ada pinjaman tertulis antara bank dan pemberi jaminan. Mendapat persetujuan terlebih dahulu dari Bank Indonesia. Tidak dijamin oleh bank yang bersangkutan dan telah dibayar penuh minimal berjangka waktu 5 tahun. Pelunasan sebelum jatuh tempo harus mendapat persetujuan dari Bank Indonesia. Hak tagihannya dalam hal terjadi likuidasi berlaku paling aktif. 2.4.3.3 Fungsional Modal Sendiri Malayu SP Hasibuan (2005: 64-65) mengungkapkan dana sendiri mempunyai fungsi yang strategis, sifatnya tetap, bunganya tidak dibayar dan operasional bank baru dapat dilakukan setelah dana efektif ini ada. Fungsi-fungsi dana ini terdiri dari: a) Membiayai kegiatan operasional bank b) Investasi primer dan investasi sekunder
26
c) Memberikan proteksi atau perlindungan deposan d) Memenuhi CAR terhadap ketentuan Bank Indonesia
e) Menanggung resiko kredit atau kerugian bank f) Mempertinggi tingkat kepercayaan kepada bank
g) Memberikan keamanan bagi modal asing h) Sebagai bukti pemilikan bank. Sedangkan menurut american banker association dalam H. Malayu SP
Hasibuan (2005:64-65) fungsi modal sendiri adalah: a) Sebagi bantalan untu menyerap kerugian dalam rangka melindungi
kepentingan penabung. b) Merupakan sumber dana bagi pembelian gedung, peralatan kantor, dan aktiva produktif lainnya yang diperlukan dalam operasi bank. c) Untuk memenuhi ketentuan persyaratan permodalan yang ditetapkan bank sentral. d) Untuk memberikan jaminan kepada masyarakat bahw bank mampu memenuhi kewajiban-kewajibannya. 2.5 Non Performing Financing Dalam menjalankan bisnis perbankan yang penuh dengan resiko Bank Syariah juga tidak terlepas dari resiko pembiayaan bermasalah atau (Non Performing Finanngcing) sehingga Bank Syariah perlu mengatur strategi agar tingkat Non Performing Financing di Bank Syariah tidak dalam kondisi yang mengkhawatirkan. Pembiayaan bermasalah adalah suatu kondisi pembiayaan, dimana ada suatu penyimpangan utama dalam pembayarn kembali pembiayaan, yang menyebabkan kelambatan dalam pengembalian atau diperlukan tindakan yuridis dalam pengembalian atau kemungkinan potensial loss. http: // Alihozi77 . blogspot . com Non Performing Financing adalah rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengelola kredit bermasalah yang ada dapat dipenuhi dengan aktiva produktif yang dimiliki oleh suatu bank. (Teguh Pudjo Mulyono, 1995). Kredit dalam hal ini adalah kredit yang diberikan kepada pihak
27
ketiga dan tidak termasuk kredit kepada bank lain. Sedangkan kredit bermasalah adalah kredit dengan kualitas kurang lancar, diragukan, dan macet (Arthesa,2006).
Menurut Bayu Edhi dan Heriyanto dalam penelitiannya (2009) NPF
berpengaruh negatif terhadap profitabilitas (ROA) perbankan. Semakin tinggi
NPF maka semakin menurun kinerja atau profitabilitas perbankan. Besarnya kredit bermasalah dibandingkan dengan aktiva produktifnya dapat mengakibatkan kesempatan untukmemperoleh pendapatan dari kredit yang diberikan, sehingga
mengurangi laba dan berpengaruh negatif pada profitabilitas bank (Limpaphayom dan Polwitoon,2004). Agar kinerja bank meningkat, maka setiap bank harus
menjaga NPF-nya dibawah 5%. Hal ini sejalan dengan ketentuan Bank Indonesia (Ahmad Buyung:2009). Kualitas aktiva produktif pada bank syariah diukur dengan Non Performing Financing/NPF (Muhammad:2009). NPF digunakan untuk mengukur tingkat permasalahan pembiayaan yang dihadapi oleh bank syariah. NPF mencerminkan risiko pembiayaan. Semakin tinggi rasio ini, menunjukkan kualitas pembiayaan bank syariah semakin buruk. Aktiva produktif bank syariah diukur dengan perbandingan antara pembiayaan bermasalah dengan total pembiayaan yang diberikan (Muhammad, 2005 : 265). Dalam PSAK No.31 tentang akuntansi perbankan (revisi 2000), Kredit nonperforming pada umumnya merupakan kredit yang pembayaran angsuran pokok dan/atau bunganya telah lewat sembilan puluh hari atau lebih setelah jatuh tempo, atau kredit yang pembayarannya secara tepat waktu sangat diragukan. Kredit Non Performing terdiri atas kredit yang digolongkan sebagai kredit kurang lancar, diragukan, dan macet. Sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia No.09/01/PBI/2007 besarnya NPL yang baik adalah dibawah 5%. Pemberian pembiayaan berdasarkan prinsip syariah menurut UU No. 10 Tahun 1998 Pasal 8 dilakukan berdasarkan analisis dengan menerapkan prinsif kehati-hatian agar nasbah debitur mampu melunasi utangnaya atau mengendalikan pembiayaan sesuai perjanjian sehingga resiko kegagalan atau kemacetan dalam pelunasannya dapat dihindari. Walaupun demikian pembiayaan yang diberikan pada nasbah tidak akan lepas dari resiko terjadinya Non Performing Financing
28
yang pada akhirnya dapat mempengaruhi terhadap kinerja bank syariah. Adapun Non Performing Financing (NPF) dapat dihitung dengan rumus :
Kriteria tingkat kesehatan
tetepkan oleh Bank Indonesia dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut ini:
Non Performing Financing (NPF) yang di
Peringkat
Tabel 2.1 Kriteria Kesehatan NPF Nilai NPF Predikat
1
NPF < 2%
Sangat Baik
2
2% ≤ NPF < 5%
Baik
3
5% ≤ NPF <8%
Cukup Baik
Sumber: Bank Indonesia (data diolah kembali)
2.5.1 Faktor Penyebab timbulnya NPF Analisa faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya Non Performing Financing atas aset-aset penanaman dana pada perbankan syariah. Hal ini karena mayoritas aset bank syariah adalah dalam bentuk penanaman dana, baik sebagai piutang (murabahah), investasi (mudharabah dan musyarakah), dan atau aktiva sewa (ijarah), yang semua ini identik dengan resiko. www.zonaeksis.com. Ketidakpahaman atas faktor faktor yang menyebabkan terjadinya Non Performning Financing dapat menimbulkan kondisi perbankan syariah melakukan aktivitas pembiayaan atau penanaman dana tanpa perencanaan matang, analisis kelayakan tidak mendalam dan komprehensif, serta mengbaikan faktor-faktor utama atau signifikan yang dapat menjadi pemicu potensial terjadinya non performing financing. Dalam persfektif Islam, jaminan berfungsi sebagia kewajiban moral. Dalam kasus terjadinya penipuan, moral hazard, atau pelanggaran syarat-syarat akad/perjanjian, nasabah wajb bertanggung jawab atas tindaknya tersebut dan wajib membayar ganti rugi yang diderita mitra pemodalnya, yaitu bank.
29
Faktor utama yang menjadi penyebab terjadinya Non Performing Financing menjadi modal yang sangat berharga bagi bank yang bersangkutan untuk
membangun kebijakan analisis penanaman dana yang komprehensif, prudensial, serta memerhatikan berbagai resiko yang inherin atas setiap keputusan penanam
dana. Analisis penanaman dana pada perbankan syariah mempunyai banyak persamaan dengan analisis kredit pada perbankan konvensional. Sehinngga
faktor-faktor penyebab Non Performing Loan sangat relevan menjadi rujukan bagi bank syariah dalam menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi
terjadinya Non Performing Financing. Hal ini dapat dilihat pada penjelasan Koch dan MacDonald pada penelitiannya (2000) bahwa setiap kali seorang nasabah mengajukan permohonan kredit, pejabat bank akan melakukan analisis seluruh informasi yang tersedia (data gathering) untuk menentukan apakah kredit yang akan diberikan dapat memenuhi sasaran resiko keuntungan (risk-return) yang diinginkan bank. Esensi analisis kredit adalah analisis resiko kredit macet (default risk) dimana petugas bank berusaha mengevaluasi kemampuan (ability) dan keinginan (willingness) debitur untuk membayar kembali. Berikut adalah faktor penyebab pembiayaan bermasalah yang dipaparkan secara luas: a. Faktor Internal Bank: Kelemahan dalam analisis pembiayaan Kelemahan dalam dokumen pembiayaan Kelemahan dalam supervisi pembiayaan Kecerobohan petugas bank Kelemahan bidang agunan Kelemahan kebijakan pembiayaan Kelemahan sumber daya manusia Kecurangan petugas bank b. Faktor Internal Nasabah: Kelemahan karakter nasabah
30
Kecerobohan nasabah Kelemahan kemampuan nasabah
Musibah yang dialami nasabah Kelemahan manajemen nasabah
c. Faktor Eksternal: Situasi ekonomi yang ngatif Situasi politik dalam negeri yang bersifat merugikan
Politik negara lain yang merugikan
Situasi alam merugikan
d. Faktor kegagalan Bisnis: Aspek hubungan yang memburuk Aspek yuridis yang merugikan Aspek manajemen yang tidak mendukung keberhasilan pembiayaan Aspek pemasaran yang bersifat negatif Aspek teknik produksi yang tidak kompetitif Aspek keuangan yang tidak mendukung Aspek sosial ekonomi yang mengalami penurunan e. Faktor Ketidakmampuan Manajemen: Pencatatan tidak memedai (inadequqte record) Informasi biaya tak memedai (inadequate costing information) Modal jangka panjang tak cukup ( insufficient long term capital) Gagal mengendalikan biaya (failure to budget expenses) Overhead cost yang berlebihan Kurangnya pengawasan (no internal control) Gagal melakukan penjualan (faulty furchasing) Investasi berlebihan (excessive investment) Kurang menguasai teknis (technical incompetence) Perselisihan antas pengurus f. Kebijakan Pemerintah dan Bank Indonesia
31
2.5.2 Dampak NPF Bank Syariah adalah suatu badan usaha yang memiliki tujuan Profit dan
Falah Oriented menurut Mulya (2010) dalam penelitiannya, yang pada dasarnya menginginkan keuntungan yang sangat besar. Penghasilan terbesar bank syariah
adalah dari penyeluran dana /pembiayaan. Adapun penghambat penyaluran dana adalah kredit bermasalah yang disebut Non Performing Financing (NPF) yang berdampak terhadap bank itu sendiri, yang meliputi :
a) Laba-Rugi Moral
Dengan adanya NPF yang tinggi akan mengurangi kepercayaan dari
masyarakat, Bank Indonesia, bank/lembaga lain dan dunia internasional. Jadi, kepercayaan terhadap suatu bank yang memiliki tingkat NPF tinggi akan semakin berkurang dan kesehatan suatu bank pasti dipertanyakan walaupun bank yang sehat masih memiliki NPF namun dalam tingkatan yang rendah (tidak ada bank yang tidak memiliki pembiayaan bermasalah/NPF). b) Laba-Rugi Material, diantaranya: Kehilangan memperoleh pendapatan, akibat NPF pihak dibitur kesulitan membayar utangnya, Ini sangat berdampak bagi bank dari penyaluran dana tersebut bank akan mengalami kerugian. Pokok pembiayaan tidak tertagih. Biaya Pencadangan pembiayaan bermasalah (PPAP/ Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif). Ingat Tingkat NPF makin tinggi cadangan/ PPAP makin besar dan ini termasuk beban buat bank. Penghapusanpembiayaan (WriteOff). Ada berbagai sebab kenapa pembiayaan itu dihapus, salah satunya usaha debitur terkena bencana alam. Biaya hukum/ penyelesaina pembiayaan bermasalah. Jika sudah masuk ke ranah hukum bank pasti mengeluarkan lebih besar dana utuk penyelesaiannya Biaya administrasi penyelsaian pembiayaan.
32
2.5.3 Strategi Penanganan NPF
Penanganan pembiayaan bermasalah (NPF) bisa disesuaikan dengan
kolektabilitas pembiayaannya. Ada dua hal penting yang harus dilakukan dalam
penanganan pembiayaan bermasalah. Yaitu analisis dan penyelesaian pembiayaan
bermasalah serta penyitaan barang jaminan nasabah. (Muhammad.2002:168).
1) Analisis dan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah a. Analisa sebab kemacetan
Analisa sebab-sebab kemacetan pembiayaan dapat dilakukan pada aspek internal dan eksternal nasabah yang bersangkutan.
b. Menggali potensi peminjam Seorang nasabah yang telah mengalami kemacetan dalam pembayaran pembiayaannya harus dimotivasi untuk memulai kembali atau membenahi dan mengantisipasi penyebab kemacetan usaha atau angsuran. Sehingga pihak bank berkepentinagan untuk menggali potensi yang dimiliki nasabah agar dana yang telah dipinjamkan lebih efektif digunakan. 2) Penyitaan Barang Jaminan Penyitaan atau eksekusi jaminan ini sangat tergantung pada kebijakan manajemen. Jika terpaksa harus dilakukan penyitaan, maka penyitaan dilakukan pada nasabah yang memang punya niat yang tidak baik dan tidak dapat mengembalikan pembiayaannya. Namun penyitaan ini tetap dilakukan dengan cara yang diajarkan menurut ajaran Islam, yaitu simpati, empati dan menekan jika kedua tindakan sebelumnya tidak diperhatikan nasabah. Selain kedua cara diatas, terdapat 2 cara lagi yang biasa dilakukan oleh pihak bank: a) Menjual barang jaminan b) Menyita barang yang senilai dengan nilai pinjaman 2.5.4 Upaya Meminimalisir NPF Pembiayaan bermasalah adalah suatu kondisi pembiayaan, dimana ada suatu penyimpangan utama dalam pembayaran kembali pembiayaan yang menyebabkan kelambatan dalam pengembalian atau diperlukan tindakan yuridis dalam
33
pengembalian atau kemungkinan potensial loss. Sehingga Bank Syariah perlu mengatur strategi agar tingkat NPF di Bank Syariah tidak dalam kondisi yang
mengkhawatirkan. Berikut merupakan upaya lain yang dapat dilakukan bank syariah dalam meminimalisir pembiayaan bermasalah (Non Performing
Financing). Mencegah tindakan korupsi di Bank Syariah Meningkatkan mutu para bankir syariah
Jaminan (collateral) yang marketable. (www.zonaekis.com)
2.6 Financing to Deposit Ratio
Financing to Deposit Ratio (FDR) adalah salah satu rasio likuiditas yang digunakan untuk menunjukan kesehatan bank dalam memberikan pembiayaan. Istilah FDR sama dengan Loan to Deposit Ratio (FDR) dalam perbankan konvensional. Terdapat beberapa definisi mengenai FDR selama ini, diantaranya adalah seperti yang dikemukakan oleh Kasmir mengungkapkan bahwa “FDR merupakan rasio untuk mengukur komposisi jumlah pembiayaan yang diberikan dibandingkan dengan jumlah dana masyarakat dan modal sendiri yang digunakan”. (Kasmir, 2005:51). 2.6.1 Indikator yang Mempengaruhi FDR Financing to Deposit Ratio (FDR) dapat dipengaruhi oleh dua faktor yaitu : 1) Total pembiayaan yang diberikan Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyedia uang atau tagihan yangdipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayi untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil. (Pasal 2, Ayat 12, UU No 10 Tahun1998). 2) Total dana yang di himpun Sering FDR diartikan sebagai rasio untuk mengukur komposisi jumlah pembiayaan yang diberikan dibandingkan dengan jumlah dana pihak ketiga tanpa ditambah modal sendiri, jadi deposit hanya berasal dari dana pihak ketiga saja. Namun ketentuan tersebut telah berubah sebagai berikut:
34
Berdasarkan paket kebijakan 29 mei 1993, FDR dibatasi hanya sampai dengan 110% dan disamping itu pengertian deposit diperlunak. Ketentuan
tersebut member pengertian deposit tidak hanya dana pihak ketiga tetapi juga modal sendiri menurut Susilo dalam penelitiannya (2007). Berdasarkan
penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa total dana yang dihimpun (total deposit) adalah total dana pihak ketiga dan ditambah dengan modal sendiri.
2.6.2 Sumber Dana Perbankan Sebagai lembaga keuangan, bank memiliki usaha pokok berupa menghimpun
dana yang (sementara) tidak dipergunakan untuk kemudian menyalurkan kembali dana tersebut kedalam masyarkat untuk jangka waktu tertentu. Dalam usaha mengimpun dana tersebut, sudah tentu bank harus mengenal sumber-sumber dana yang terdapat didalam berbagai lapisan masyarakat dengan bentuk yang berbedabeda. Sumber dana pada bank terbagi menjadi tiga yaitu (Thomas Suyatno: 1999: 43) : a) Dana yang bersumber dari bank sendiri Modal setor yang berasal dari para pemegang saham dapat dikatakan bersifat tetap (permanen) dalam arti selamanya tetap mengendap dalam bank dan tidak akan mudah ditarik begitu saja oleh penyetorannya. b) Dana yang berasal dari masyarakat luas Dana berasal dari masyarakat ini,merupakan suatu tulang punggung (basic) dari dana yang harus diolah atau dikelola oleh bank untuk memperoleh keuntungan. Dalam dunia perbankan, dana yang berasal dari masyarakat luas ini terdiri dari: Simpanan Giro (demand-deposit) Simpanan Deposito (time-deposit) Tabungan (saving) c) Dana yang berasal dari Lembaga Keuangan, baik berbentuk bank maupun nonbank.
35
Kasmir (2002:61) mengemukakan dalam bukunya Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya adalah “ Sumber-sumber dana bank adalah usaha bank dalam
menghimpun dana untuk membiayai operasinya”. Hal ini sesuai dengan fungsinya bahwa bank adalah lembaga keuangan
dimana kegiatan sehari-harinya adalah dalam bidang jual beli uang. Tentu saja sebelum menjual uang (menghimpun dana) bank harus lebih dulu membeli uang (menghimpun dana) sehingga dari selisih bunga tersebutlah bank mencari
keuntungan.
2.6.3 Penghimpunan Dana
Penghimpunan dana atau disebut funding adalah kegiatan penarikan dana atau penghimpunan dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan investasi berdasarkan prinsip syariah. Dalam prinsip syariah dibedakan antara simpanan yang tidak memberikan imbalan dan simpanan yang mendapatkan imbalan. Dana simpanan atau tabungan yang tidak memberikan imbalan bagi nasabah dimaksudkan semata-mata hanya sebagai cara untuk menyimpan atau menitipkan uang. Prinsip operasional syariah yang telah diterapkan secara luas dalam penghimpunan dana masyarakat adalah prinsip Al-Wadi’ah dan Al-Mudharabah.(Dahlan siamat :2005) Bentuk-bentuk simpanan berdasarkan prinsip syariah dapat disebutkan sebagai berikut: Giro berdasarkan prinsip Al-Wadi’ah Tabungan berdasarkan prinsip Al-Wadi’ah dan atau Al-Mudharabah Deposito berjangka berdasarkan prinsip Al-Mudharabah. 2.6.3.1 Prinsip Al-Wadi’ah Prinsip titipan atau simpanan dalam fiqhi dikenal dengan prinsip Al-Wadi’ah. Al-Wadi’ah berarti titipan murnig dari nasabah kepada bank atau pihak lain yang harus dijaga dan dikembalikan kepada penitip (penabung) kapan saja ia inginkan (Dahlan siamat: 2005). Prinsip Al-Wadi’ah yang berlaku baik untuk simpanan dalam bentuk giro maupun tabungan dapat dijelaskan sebagai berikut:
36
Berdasarkan karakteristik Giro dan Tabungan menggunakan prinsip syariah AlWadi’ah yad dhamanah. Artinya, bank dapat memanfaatkan dan menyalurkan
kedua jenis sumber dana tersebut serta mejamin simpanan dan ditarik setiap oleh pemilik dana (penabung). saat
Keuntungan atau kerugian dari penyaluran dana menjadi hak milik atau
ditanggung bank, sedangkan pemilik dana tidak memperoleh imbalan atau menanggung kerugian.
Manfaat yang diperoleh pemilik dana (penabung) adalah jaminan keamanan
terhadap dana titipannya serta fasilitas-fasilitas pelayanan giro dan tabungan
lainnya. Misalnya buku cek, bilyet giro atau buku tabungan, serta kartu ATM. Pada dasarnya bank dapat memberikan bonus kepada pemilik dana namun tidak ada perjanjian di muka. Bank harus membuat akad pembukaan rekening yang isinya mencakup izin penyaluran dana yang disimpan dan persyaratan lain yang disepakati selama tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Terhadap pembukaan rekening ini bank dapat mengenakan biaya administrasi, maka biaya administrasi harus dinyatakan dengan nominal bukan persentase. Ketentuan-ketentuan lain yang berkaitan dengan rekening giro dan tabungan tetap berlaku selama tidak bertentangan dengan prinsip syariah. 2.6.3.2 Prinsip Al-Mudharabah Al-Mudharabah adalah perjanjian antara penanm dana dan pengelola dana untuk melakukan kegiatan usaha tertentu, dengan pembagian keuntungan antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya. Sementara M. Syafi’i Antonio (2001) mendefinisikan Al-Mudharabah sebagai akad kerja sama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (shhibul maal) menyediakan seluruh modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Produk pendanaan yang dapat menggunakan prinsi Al-Mudharabah adalah Tabungan dan Deposito Berjangka. Berdasarkan kewenangan yang dberikan oleh pihak pemilik dana (penabung), prinsip Al-Mudharabah dapat dibedakan menjadi dua jenis (Dahlan siamat: 2005) :
37
a. Mudharabah Muthlaqah b. Mudharabah Muqayyadah
2.6.4 Penyaluran Dana
Kegiatan penyaluran dana atau pembiayaan Bank Syariah harus tetap
berpedoman pada prinsip-prinsip kehati-hatian yang diatur oleh Bank Indonesia.
Oleh karena itu, bank diwajibkan untuk meneliti secara seksama calon nasabah penerima dana berdasarkan azas pembiayaan yang sehat. Bentuk penyaluran dan
atau pembiayaan yang dlakukan Bank Syariah dalam melaksanakan operasinya
secara garis besar dapat dibedakan kedalam empat kelompok yaitu (Dahlan
siamat:2005): a. Prinsip Jual beli (Bai’) b. Prinsip bagi hasil c. Prinsip sewa menyewa (Ijarah) d. Prinsip pinjam meminjam berdasarkan akad qardh 2.6.4.1 Prinsip Jual Beli ( Bai’ ) Dalam penerapan prinsip syariah terdapat 3 jenis prinsip jual beli ( bai’) yang banyak dikembangkan oleh perbankan syariah dalam kegiatan pembiayaan modal kerja dan produksi, yaitu sebagai berikut: a. Bai’ al-Murabahah b. Bai’ as-Salam c. Bai’ al-Istishna 2.6.4.2 Prinsip Bagi Hasil Prinsip kedua dalam penyaluran dana adalah prinsip bagi hasil. Bagi hasil atau profit sharing dalam perbankan berdasarkan prinsip syariah terdiri dari empat jenis akad yaitu: a. al-Mudharabah Antonio Syafi’i mendefinisikan al-mudharabah sebagai suatu perjanjian kerja sama antara dua pihak dimana pihak pertama (pemilik modal atau shahibul maal) menyediakan seluruh kebutuhan modal, sedangkan pihak lainnya menjadi
38
pengelola (mudharib). Prinsip al-mudharabah dapat digolongkan kedalam 2 jenis yaitu:
al-mudharabah muthlqah muqayyadah. al-mudharabah
b. al-Musyarakah Antonio Syafi’i (2003) mendefiniskan al-Musyarakah secara singkat namun jelas yaitu, akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu diamana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana atau keahlian dengan
kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai
dengan kesepakatan. Jenis-jenis al-musyarakah dapat dibagi kedalam lima jenis, yaitu sebagai berikut: Syirkah al-Inan Syirkah Mufawadhah Syirkah A’maal (Syirkah Abdan atau Sanaa’i) Syirkah Wujuh Syirkah al-Mudharabah c. al-Muzara’ah d. al-Musaqah 2.6.4.3 Prinsip Sewa-Menyewa Prinsip ketiga dalam penyaluran dana Bank Syariah adalah sewa-menyewa. Sewa menyewa pada dasarnya merupakan transaksi sewa guna usaha atau leasing. Dalam syariah, prinsip sewa-menyewa ini dibedakan berdasarkan akad yaitu (Dahlan siamat:2005): a. al-Ijarah Al-Ijarah adalah perjanjian pemindahan hak guna atau manfaat atas suatu barang atau jasa dengan membayar sewa untuk suatu jangka waktu tertentu tanpa diikuti pemindahan hak kepemilikan atas barang tersebut.
39
b. al-Ijarah al-muntahiya bit-tamlik Al-Ijarah Al-Muntahiya Bit-tamlik adalah akad atau perjanjian yang merupakan
kombinasi antara jual-beli dan sewa-menyewa suatu barang antara bank dengan nasabah dimana nasabah (penyewa) diberi hak untuk membeli atau memiliki
obyek sewa pada akhir akad. 2.6.4.4 Prinsip pinjam meminjam berdasarkan akad Al-Qardh
Prinsip keempat dalam penyaluran dana Bank Syariah yaitu prinsip pinjam
meminjam berdasarkan Qardh. Bank Indonesia mendefinisikan Al-Qardh sebagai
penyediaan dana atau tagihan antara Bank Syariah dengan pihak peminjam yang mewajibkan pihak peminjam melakukan pembayaran sekaligus atau secara cicilan dalam jangka waktu tertentu. Sedangkan Antonio Syafi’i memberikan pengertian al-qardh sebagai pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali (Dahlan siamat:2005). 2.7 Profitabilitas Manajemen adalah faktor utama yang mempengaruhi profitabilitas bank. Seluruh manajemen suatu bank, baik yang mencakup manajemen permodalan, manajemen kualitas aktiva, manajemen umum, manajemen rentabilitas dan manajemen likuiditas pada akhirnya akan mempengaruhi dan bermuara pada perolehan laba (profitabilitas) pada perusahaan perbankan (Payamta, Machfoedz, 1999). Menurut Syofyan dalam penelitiannya (2003), kinerja perbankan dapat diukur dengan menggunakan rata-rata tingkat bunga pinjaman, rata-rata tingkat bunga simpanan, dan profitabilitas perbankan. Lebih lanjut lagi dalam penelitiannya menyatakan bahwa tingkat bunga simpanan merupakan ukuran kinerja yang lemah dan menimbulkan masalah, sehingga dalam penelitiannya disimpulkan bahwa profitabilitas merupakan indikator yang paling tepat untuk mengukur kinerja suatu bank. Untuk mengevaluasi kondisi keuangan dan kinerja suatu perusahaan, analisa keuangan membutuhkan suatu ukuran. Ukuran yang sering dipergunakan dalam
40
hal ini adalah rasio atau index yang dihubungkan antara dua data keuangan. Salah satu bentuk penggunaan rasio keuangan adalah analysis trend. Menurut Horne
(1995), analisis trend dari rasio keuangan mempunyai dua tipe perbandingan salah satunya adalah rasio keuangan dituangkan dalam pembukuan untuk periode
beberapa tahun, sehingga dapat mempelajari komposisi dan faktor-faktor yang menyebabkan perusahaan tersebut berkembang atau bahkan menurun. Ukuran profitabilitas yang digunakan adalah rate of return equity (ROE)
untuk perusahaan pada umumnya dan return on asset (ROA) pada industri perbankan. Return on Asset (ROA) memfokuskan kemampuan perusahaan untuk
memperoleh earning dalam operasi perusahaan, sedangkan Return on Equity (ROE) hanya mengukur return yang diperoleh dari investasi pemilik perusahaan dalam bisnis tersebut (Siamat, 2002). Return On Equity (ROE) merupakan perbandingan antara laba bersih bank dengan rasio modal sendiri.
2.7.1 Rasio Profitabilitas Adalah analisis yang dilakukan terhadap kemampuan Bank dalam memenuhi perolehan laba. Keuntungan sudah menjadi tujuan utama dan setiap perusahaan, dan keuntungan tersebut modal akan bertambah yang pada gilirannya akan meningkatkan kemampuan bank dalam melaksanakan operasinya. Keuntungan yang diperoleh selain ditentukan oleh kecakapan dan keterampilan pimpinan bank, juga tidak lepas dan kepercayaan para pemegang saham dan masyarakat yang menyimpan uangnya berupa giro, tabungan, maupun deposito. Untuk memupuk kepercayaan masyarakat yang menyimpan dananya, bank dituntut untuk memelihara alat-alat likuid yang cukup besar tanpa menghilangkan kesempatan untuk memperoleh laba optimal. Keuntungan yang rendah merupakan hambatan bagi pertumbuhan bank danjuga dapat menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap bank dan sebaliknya. Dalam analisis ini hubungan timbal balik dengan pos-pos yang ada
41
pada laporan laba / rugi bank dengan pos pada neraca bank guna memperoleh berbagai indikasi yang bermanfaat dalam mengukur tingkat efisiensi dan
profitabilitas bank yang bersangkutan. Analisis Rasio Profitabilitas suatu bank lain adalah Return on Assets, Return on Equity, Rasio biaya operasional, antara
dan Net profit margin. Rasio profitabilitas bank masuk dalam kelompok earning yang secara umum dibedakan dalam beberapa rasio antara lain: (1)return on assets, (2)return on
equity, (3)net interest margin, dan (4) biaya operasi terhadap pendapatan operasi (BOPO). http://id.wikipedia.org/wiki/Neraca_(akuntansi)
Rasio ini disebut juga sebagai Rasio Profitabilitas yaitu rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba atau keuntungan, profitabilitas suatu perusahaan mewujudkan perbandingan antara laba dengan aktiva atau modal yang menghasilkan laba tersebut. Profitabilitas menurut Sofyan dalam penelitiannya (2007) adalah menggambarkan kemampuan perusahaan mendapatkan laba melalui semua kemampuan, dan sumber yang ada seperti kegiatan penjualan, kas, modal, jumlah karyawan, jumlah cabang, dan sebagainya. Rasio profitabilitas yang menggambarkan kemampuan perusahaan mengahasilkan laba dapat disebut juga Operating Ratio. Keuntungan yang akan diraih dari investasi yang akan ditanamkan merupakan pertimbangan utama bagi sebuah perusahaan dalam rangka pengembangan bisnisnya. Disamping itu sehubungan dengan masalah dari ketidakpastian dari kondisi yang akan dihadapi maka besarnya investasi yang ditanamkan harus diperhitungkan dalam pengambilan kebutuhan dana. Adapun salah satu dari rasio profitabilitas adalah: a) Return On Equity Merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan dari modal sendiri untuk menghasilkan keuntungan bagi seluruh pemegang saham, baik saham biasa maupun saham preferen. Menurut Agus Sartono (2001), Return On Equity merupakan pengembalian hasil atau ekuitas yang jumlahnya dinyatakan sebagai suatu parameter dan diperoleh atas investasi dalam saham biasa perusahaan untuk suatu periode waktu tertentu. Menurut Robert Ang (1997), bahwa menggunakan modal sendiri untuk untuk menghasilkan laba atau
42
keuntungan bersih. Besarnya Return On Equity sangat dipengaruhi oleh besarnya laba yang diperoleh perusahaan, semakin tinggi laba yang diperoleh maka akan
semakin meningkatkan Return On Equity. Sedangkan Return On Equity merupakan rasio antara laba sesudah pajak terhadap total modal sendiri (ekuitas)
yang berasal dari setoran pemilik, laba tidak dibagi dan cadangan lain yang dimiliki oleh perusahaan. Menurut Gandawijaya (2005) bahwa rasio ini banyak diamati oleh para pemegang saham serta para investor di pasar modal yang ingin
membeli saham perusahaan yang bersangkutan. Dalam praktiknya, para investor di pasar modal mempunyai beberapa motif atau tujuan dalam membeli saham baik
yang telah melakukan beberapa emisi sahamnya. Adapun motif-motif tersebut adalah : Memperoleh deviden berdasarkan keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Mengejar capital gain jika bermain di Bursa Efek. Menguasai perusahaan melalui pencapaian mayoritas saham. Dengan demikian, rasio Return On Equity ini merupakan indikator yang amat penting bagi para pemegang saham dan calon investor untuk mengukur kemampuan suatu perusahaan dalam memperoleh laba bersih yang dihasilkan dengan pembayaran deviden. Kenaikan dalam rasio ini berarti terjadi kenaikan laba bersih. Selanjutnya kenaikan tersebut akan memyebabkan kenaikan harga saham. 2.8 Kerangka Pemikiran Penelitian yang dilakukan selalu berdasarkan atas ilmu pengetahuan yang sudah ada, yang diantaranya adalah berdasarkan pendapat para peneliti yang dapat menghasilkan pendapat yang kredibel dari penelitiannya. Penelitian terdahulu yang dapat saya jadikan sebagai acuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Penelitian yang dilakukan oleh Deyoung dan Nolle (1996), dengan menggunakan studi deskriptif diperoleh hasil bahwa Loan berpengaruh positif terhadap ROA dan ROA berpengaruh positif terhadap karakter lain yang dimiliki
43
oleh bank. Penelitian yang dilakukan oleh Peek et al (1999), dengan metode CAMEL diperoleh hasil bahwa Capital dan NPL berpengaruh terhadap ROA.
Peneliti selanjutnya adalah yang menghubungkan ROE dengan CAR
dilakukan oleh Sugiyanto dkk (2002), hasil penelitiannya menunjukkan bahwa
ROE mampu mcmprcdiksi kebangkrutan bank nasional di Indonesia satu tahun sebelum gagal (salah satunya diproksi melalui CAR). Hasil penelitian Sugiyanto dkk (2002) tersebut bertentangan dengan hasil penelitian dari Manullang (2002)
yang menyatakan bahwa ROE tidak signifikan untuk mempengaruhi nilai CAR sehingga perlu dilakukan penelitian lanjutan. ROE merupakan salah satu ukuran
profitabilitas yang menunjukkan tingkat pencapaian laba bersih (setelah pajak) terhadap modal sendiri yang digunakan oleh bank. Semakin tinggi ROE yang dicapai oleh bank menunjukkan kinerja bank semakin baik, sehingga CAR semakin meningkat. Siti Nurkhosidah (2010) meneliti tentang Analisis Pengaruh Variabel Non Performing Financing, Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif, Financing To Deposit Ratio, Biaya Operasional Per Pendapatan Operasional Terhadap Profitabilitas Pada Bank Syariah periode 2005-2007. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh yang signifikan dan bagaimana pengaruhnya NPF, PPAP, FDR dan BOPO terhadap profitabilitas bank syariah yang dinyatakan dengan Return on Asset (ROA). Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel FDR dan PPAP tidak berpengaruh signifikan terhadap ROA. BOPO dan NPF berpengaruh signifikan negatif terhadap ROA bank syariah. Peneliti berikutnya adalah Lyla Rahma Adyani dalam penelitiannya yang berjudul”Analisis Faktor-faktor yang mempengaruhi Profitabilitas (ROA)” pada Bank Umum Syariah yang terdaftar di BEI periode Desember 2005- September 2010 dimana Capital Adequacy Ratio (CAR) berpengaruh secara positif terhadap profitabilitas (ROA) Bank, sedangkan Non Performing Financing Ratio dan Biaya Operasional Pendapatan Operasional (BOPO) berpengaruh secara negatif terhadap profitabilitas (ROA) bank. “Profitability Determinants of Commercial Banks in Malaysia After 1997 Financial Crisis” yang diteliiti oleh Mona Abduilalh Yousef Al-Ademi (2009).
44
Penelitian dilakukan untuk mengetahui CAR, Expenses Management (EXPS), Interest Coverage (INC), Bank size, Total Deposits, Total Loans, Total Income,
Base Lending Rate (BLR), Inflation rate, Gross Domestic Product (GDP). Hasil penelitiannya CAR dan GDP tidak berpengaruh signifikan terhadap ROA. INC
dan BLR berpengaruh signifikan positif terhadap ROA, EXPS dan LOANS berpengaruh signifikan negatif terhadap ROA. Pada tahun (2008) Budi Ponco menganalisa pengaruh CAR, NPL, BOPO,
NIM, LDR terhadap ROA pada perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI tahun 2004-2007. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel CAR, NIM, LDR
berpengaruh signifikan positif terhadap ROA perbankan, sedangkan BOPO berpengaruh signifikan negatif terhadap ROA perbankan, dan NPL tidak berpengaruh signifikan terhadap ROA perbankan. Menurut Shinta Tri Furi (2005) dalam penelitiannya tentang Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Profitabilitas Sektor Perbankan di Indonesia tahun 20012003. Penelitian dilakukan untuk mengetahui pengaruh LDR, GWM, CAR, NPL, BOPO, dan NIM terhadap Profitabilitas. Hasil penelitian menyatakan bahwa LDR, GWM, CAR, NPL, BOPO, dan NIM secara simultan berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas bank. Namun secara parsial LDR dan GWM tidak berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas bank. CAR, BOPO secara signifikan berpengaruh negatif. Adi
Stiawan
(2009)
meneliti
tentang
Analisis
Pengaruh
Faktor
Makroekonomi, Pangsa Pasar Dan Karakteristik Bank Terhadap Profitabilitas Bank Syariah (Studi Pada Bank Syariah Periode 2005-2008). Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis pengaruh kondisi ekonomi makro yang diproksi dengan inflasi dan GDP, pengaruh karakteristik bank yang diproksi dari FDR, CAR, NPF, BOPO dan SIZE , dan pengaruh pangsa pasar yang diproksi dengan pembiayaan bank syariah terhadap profitabilitas bank syariah yang diproksikan dengan ROA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel Inflasi dan GDP, tidak berpengaruh terhadap ROA. Pangsa Pembiayaan, CAR, FDR berpengaruh signifikan positif terhadap ROA perbankan, sedangkan BOPO, NPF, dan SIZE berpengaruh signifikan negatif terhadap ROA Bank Syariah, terhadap
45
profitabilitas, serta NPL, NIM secara signifikan berpengaruh positif terhadap profitabilitas.
Peneliti selanjutnya adalah Penelitian yang dilakukan Hesti Werdaningtyas
tentang Analisa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Profitabilitas Bank Take Over
(BTO) Pramerger di Indonesia selama tahun 1990-1998. Penelitian dilakukan untuk mengetahui pengaruh, CAR, LDR, dan variabel dummy, pangsa aset, pangsa dana, pangsa kredit terhadap profitabilitas dan untuk mengetahui variabel
yang dominan pengaruhnya terhadap profitabilitas BTO di Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan variabel pangsa pasar yang diukur dengan pangsa aset,
pangsa dana, dan pangsa kredit tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap profitabilitas secara partial. CAR secara signifikan berpengaruh positif terhadap profitabilitas, sedangkan LDR secara signifikan berpengaruh negatif terhadap profitabilitas. Faktor yang dominan mempengaruhi profitabilitas BTO berturut-turut adalah CAR, LDR, dan kondisi perekonomian. Berdasarkan variabel-variabel yang terdapat dalam penelitian ini yaitu diantaranya Capital Adequacy Ratio (CAR), Financing to Deposit Ratio (FDR), dan Non Performing Financing (NPF), merupakan data yang diperlukan untuk diolah dan dapat dipeoleh dari Laporan Keuangan Bank Syariah. Dari Neraca, CAR merupakan kecukupan modal yang harus dipenuhi suatu bank yang telah ditetapkan Bank Indonesia (BI), serta Financing to Deposit Ratio (FDR) yang juga terdapat didalam Neraca merupakan ukuran perbandingan sumber dana yang diperoleh dibandingkan dengan pembiayaan yang diberikan oleh bank (terutama dana masyarakat) melalui produk giro wadiah, tabungan mudharabah dan deposito mudharabah. Dari dua variabel tersebut maka muncul Non Performing Financing (NPF), yang kesemuanya memepengaruhi profitabilitas Bank Syriah yang diukur menggunakan Reurn On Equity (ROE) yaitu tingkat laba yang diperoleh dibandingkan dengan modal sendiri bank syariah. Dengan teori yang telah diuraikan diatas, serta penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, maka peneliti dapat memebuat kerangka pemikiran mengenai penelitian ini sebagai berikut:
46
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
Laporan Keuangan Bank Syariah
Neraca Neraca Non Perf
Income Statement
Arus Kas
Financing to Deposit Ratio (FDR), Capital Adequacy Ratio (CAR)
Profitabilitas
Non Performing Financing (NPF)
Return On Equity (ROE)
2.9 Hipotesis Berdasarkan uraian pada Kajian Pustaka dan Kerangka Pemikiran di atas, maka hipotesis yang diajukan pada penelitian ini, adalah: 1. Diduga, bahwa Capital Adequacy Ratio (CAR), Financing to Deposit Ratio (FDR), dan Non Performing Financing (NPF) secara simultan/bersama sama berpengaruh terhadap Return on Equity (ROE). 2. Diduga, bahwa Secara parsial: a. Capital Adequacy Ratio (CAR) berpengaruh terhadap Return On Equity (ROE) b. Financing to Deposit Ratio (FDR) berpengaruh terhadap Return On Equity (ROE) c. Non Performing Financing (NPF) berpengaruh terhadap Return On Equity
(ROE)