13
Bab II LANDASAN TEORI
2.1 Kualitas Konsep quality merupakan sebuah hal yang menarik, banyak orang memiliki konsep masing-masing terhadap kualitas, tapi ketika diharuskan untuk mendefinisikan kualitas dalam sebuah definisi baku dapat ditemukan bahwa kualitas merupakan sebuah konsep yang sulit di secara tepat dan akurat didefinisikan. Untuk memahami konsep kualitas, maka kita perlu mengetahui pengertian kualitas itu sendiri dan pandangannya dari beberapa ahli. M enurut Gasperz (1998, p1), definisi kualitas adalah konsistensi peningkatan atau perbaikan dan penurunan variasi karakteristik dari suatu produk (barang dan/atau jasa) yang dihasilkan, agar memenuhi kebutuhan yang telah dispesifikasikan, guna meningkatakan kepuasan pelanggan internal maupun external. M ontgomery (2009, p6) membagi kualitas menjadi 2 definisi berdasarkan definisi tradisional dan modern. Definisi kualitas secara tradisional menurut M ontgomery adalah fitness for use, atau keadaan di mana barang atau jasa harus memenuhi kebutuhan dari penggunanya. Secara modern, kualitas menurut M ontgomery adalah “inversely proportional to variability”. Definisi pertama memiliki arti di mana barang berkualitas harus dapat memenuhi kesesuaian dengan kebutuhan penggunanya. Sedangkan pada definisi ke dua M ontgomery menekankan bahwa semakin sedikit variasi yang terjadi pada produk, maka produk akan memiliki desain yang sama sesuai yang diharapkan, sehingga juga sesuai dengan standar kualitas yang telah dijanjikan dan diharapkan konsumen.
14
Dengan seluruh definisi yang disebutkan di atas, maka kualitas dapat disimpulkan sebagai kesesuaian antara apa yang diharapkan pelanggan dengan produk dan jasa yang ditawarkan. Fokus utama di sini adalah selalu pelanggan, menjaga kepuasan pelanggan adalah apa yang selalu dilakukan dalam pengendalian kualitas. Kualitas untuk setiap orang tidaklah sama, karena kebutuhan dan standar setiap orang berbeda-beda tergantung daripada situasi orang itu berada saat itu. Ukuran kualitas yang berbeda ini perlu diketahui agar kita dapat menawarkan produk yang sesuai dengan harapan daripada pengguna produk atau jasa.
2.1.1 Aspek Kualitas Aspek kualitas atau dimensi kualitas menurut Garvin (1987) ada delapan, dimensi tersebut yaitu (M ontgomery, 2009, p7-8: 1. Performance Dimensi ini menekankan pada apakah sebuah produk yang diciptakan bisa berfungsi seperti yang ditentukan ketika pembuatan produk, dan seberapa baik produk itu dapat berfungsi. 2. Reliability Sebuah produk yang baik pun suatu saat akan membutuhkan perbaikan, misalkan mobil, dimensi ini berfokus pada seberapa sering perbaikan ini harus dilakukan untuk sebuah produk. Semakin jarang perbaikan dilakukan, tentunya produk itu berkualitas tinggi.
15 3. Durability Konsumen selalu menginginkan produk yang tahan lama, semakin lama produk itu dapat digunakan, maka produk itu memiliki kualitas yang tinggi. 4. Serviceability Sebuah produk membutuhkan maintenance yang rutin agar dapat berperforma bagus, dimensi ini berfokus pada seberapa mudah dan seberapa cepat sebuah produk dapat diservice atau diperbaiki perusahaan ketika perlu maintenance. Semakin cepat dan semakin mudah maka kualitas baik. 5. Aesthetics Tampilan visual atau tampilan luar dari produk, konsumen akan menilai bentuk, warna, style, kemasan produk yang menarik memiliki nilai yang tinggi. 6. Features Biasanya konsumen mengasosiasikan kualitas yang tinggi dengan produk yang memiliki fungsi lebih di luar fungsi utamanya. 7. Perceived Quality Banyak konsumen yang bergantung pada reputasi perusahaan di masa lalu mengenai kualitas produknya. Reputasi ini dipengaruhi oleh tingkat kegagalan produknya, jumlah komplain, jumlah retur, dan bagaimana cara perusahaan menangani komplain pelanggannya. 8. Conformance to standards Apakah produk dibuat sesuai dengan yang diinginkan pembuatnya? Dimensi ini melihat produk yang berkualitas tinggi adalah produk yang dapat dengan tepat dapat bekerja sesuai dengan rancangan utamanya.
16 2.2 Prinsip Pengendalian Kualitas Deming menuangkan 14 dasar prinsip dalam pengendalian kualitas, yaitu:
1. Ciptakan tujuan yang mantap ke arah perbaikan barang maupun produk dan jasa, dengan tujuan menjadi lebih kompetitif dan tetap dalam bisnis serta memberikan lapangan kerja. 2. Adopsikan filosofi yang baru. Kita berada dalam era ekonomi yang baru. Karena itu, diperlukan tranformasi manajemen untuk menghadapi tantangan dan memahami
tanggung
jawabnya serta melakukan
kepemimpinan
untuk
perubahan. 3. Hentikan ketergantungan pada inspeksi massal untuk memperoleh kualitas. Hilangkan kebutuhan untuk inspeksi massal dengan cara membangun kualitas kedalam produk itu sejak awal. 4. Akhiri praktek bisnis dengan hanya bergantung kepada harga. Sebaliknya, meminimumkan biaya total. Bergeraklah menuju pemasok (supplier) tunggal untuk setiap barang (item) dengan membina hubungan jangka panjang yang berdasarkan kesetiaan dan kepercayaan. 5. Tingkatkan perbaikan secara terus menerus pada sistem produksi dan pelayanan serta meningkatkan kualitas dan produktivitas dan dengan demikian secara terus menerus akan mengurangi biaya. 6. Lembagakan pelatihan kerja. 7. Lembagakan kepemimpinan. tujuan dari kepemimpinan seharusnya untuk membantu pekerja, mesin, dan intrumentasi ke arah hasil kerja yang lebih baik.
17 8. Hilangkan ketakutan, sehingga setiap orang dapat bekerja dengan efektif untuk perusahaan. 9. Hilangkan hambatan-hambatan diantara departemen. Orang-orang yang berada pada bagian riset, desain, penjualan dan produksi harus bekerja sama sebagai satu tim untuk mengatasi masalah-masalah dalam produksi dan penggunaan dari barang dan jasa. 10. hilangkan slogan-slogan, desakan-desakan dan target-target kepada pekerja untuk mencapai” Zero defect (kerusakan nol)” dan tingkat produktivitas baru yang lebih tinggi. 11. Hilangkan kuota produksi kerja di lantai pabrik. seubsitusikan dengan kepemimpinan. Hilangkan “manajemen berdasarkan sasaran” (management by objective). Hilangkan manajemen berdasarkan angka produksi. Subsitusikan dengan kepemimpinan. 12. Hilangkan penghalang yang merampok para pekerja dari hak kebanggaan kerja mereka. Tanggung jawab para pengawas (supervisor) harus diganti dari angkaangka produksi ke kualitas produk. Hilangkan penghalang yang merampok orang-orang yang berada dalam posisi manajemen dan rekayasa dari hak kebanggaan mereka bekerja. Ini berarti menghentikan praktek sistem tahunan dan manajemen serba sasaran serta manajemen berdasarkan pada angka produksi. 13. Lembagakan program pendidikan dan pengembangan diri secara serius. 14. Gerakan setiap anggota perusahaan untuk mencapai transformasi di atas. Transformasi menjadi tugas dan tanggung jawab setiap orang dalam perusahaan itu.
18 2.3 Statistical Process Control (S PC) 2.3.1
Tujuan S PC
Berdasarkan Smith (1996, p4), tujuan dari Statistical Process Control (SPC) adalah : o
M eminimasi biaya untuk kegiatan operasional dan produksi.
o
M enciptakan peluang untuk semua angggota dalam memberikan kontribusi terhadap adanya peningkatan kualitas.
o
M enghasilkan produk dan jasa layanan yang dapat memenuhi spesifikasi dan ekspektasi dari konsumen.
o
M embantu pihak manajerial dan produksi untuk membuat keputusan yang ekonomis mengenai tindakan-tindakan yang akan diambil sehingga dapat mempengaruhi proses.
2.3.2
Check Sheet
Tujuan pembuatan lembar
pengecekan
adalah menjadmin bahwa data
dikumpulkan secara teliti dan akurat oleh karyawan operasional untuk diadakannya pengendalian proses dan penyelesaian masalah. Data dalam lembar pengecekan tersebut nantinya akan digunakan dan dianalisis secara cepat dan mudah.
2.3.3
Pareto Chart
Pareto Chart memiliki komponen bar dan garis, di mana nilai individual ditandai dengan grafik batang dan garis menandakan nilai kumulatif. Dalam diagram pareto dikenal istilah “Vital few – trivial many”, yang artinya sedikit tapi vital atau sangat penting, banyak tetapi kurang vital atau hasilnya kurang penting (sedikit).
19 Pareto chart adalah data distribusi frekuensi atau data atribut yang disusun berdasar kategori. Pareto chart digunakan untuk mengidentifikasi dengan cepat secara visual frekuensi penyebab cacat yang sering terjadi.
2.3.4
Cause And Effect Diagram
Diagram ini menggambarkan penyebab dari sebuah kejadian. Biasa digunakan dalam desain produk dan pengendalian kualitas, untuk mengidentifikasi faktor petensial penyebab keseluruhan efek. Setiap penyebab memiliki alasan terhadap terjadinya variasi.
Penyebab
biasa
dikelompokkan
dalam
kategori
utama
untuk
mengidentifikasi sumber-sumber penyebab variasi. Kategori yang biasa digunakan adalah: 1. People – Orang yang terlibat di dalam proses 2. Method – Bagaimana proses dilakukan dan standard spesifik dalam melakukannya, seperti kebijakan, prosedur, peraturan, dan hukum. 3. Machine – berbagai perlengkapan, komputer, peralatan, dst yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan. 4. Materials – bahan baku, komponen, yang digunakan untuk menciptakan produk akhir. 5. Measurements – Data hasil dari proses yang digunakan untuk mengevaluasi kualitas. 6. Environtment – Kondisi dari lingkungan, lokasi, waktu, temperature, dan budaya di mana proses berlangsung
20 M anfaat diagram sebab-akibat antara lain : a. Dapat menggunakan kondisi yang sesungguhnya untuk tujuan perbaikan kualitas produk atau jasa, lebih efisien dalam penggunaan sumber daya, dan dapat mengurangi biaya. b. Dapat
mengurangi
dan
menghilangkan
kondisi
yang
menyebabkan
ketidaksesuaian produk atau jasa dan keluhan pelanggan. c. Dapat membuat suatu standardisasi operasi yang ada maupun yang direncanakan. d. Dapat memberikan pendidikan dan pelatihan bagi karyawan dalam kegiatan pembuatan keputusan dan melakukan tindakan perbaikan.
2.3.5
Control Chart (peta kontrol)
Peta kontrol merupakan bagan atau grafik garis yang menunjukkan perubahan data dari waktu ke waktu sehingga dengan pencantuman batas maksimum dan minimum yang merupakan batas daerah pengendalian, dapat diketahui apakah data yang ada masih dalam batas pengendalian atau tidak. Tujuan membuat peta pengendalian secara rutin adalah untuk mengetahui secepatnya jika terjadi penyimpangan-penyimpangan dalam suatu proses, sehingga dapat segera dicari penyebabnya dan segera dicari pemecahannya sebelum persoalan semakin memburuk yang dapat menyebabkan kerugian besar. Dalam pengendalian kualitas, dikenal ada 2 tipe peta kontrol, yaitu peta kontrol variabel dan peta kontrol atribut. Berikut adalah contoh masing-masing peta kontrol:
21 1. Peta kontrol untuk data variabel a. Peta kontrol x-bar dan R b. Peta kontrol x dan M R 2. Peta kontrol untuk data atribut a. Peta kontrol p b. Peta kontrol np c. Peta kontrol c d. Peta kontrol u
2.3.5 FMEA (Failure Mode and Effect Analysis) FM EA adalah suatu prosedur terstruktur untuk mengidentifikasi dan mencegah sebanyak mungkin mode kegagalan (failure modes). Suatu mode kegagalan adalah apa saja yang termasuk dalam kecacatan / kegagalan dalam desain, kondisi diluar batas spesifikasi yang ditetapkan, atau perubahan-perubahan dalam produk yang menyebabkan terganggunya fungsi produk tersebut. Dengan menghilangkan mode kegagalan, FM EA diharapkan akan meningkatkan keandalan dari produk sehingga meningkatkan kepuasan pelanggan yang menggunakan produk tersebut. Perbaikan yang dilakukan dengan menggunakan FM EA berdasarkan pada ranking dari severity dan probability dari kegagalan. M anfaat dari FM EA diantaranya: •
M embantu dalam mengidentifikasi dan mengeliminasi atau mengendalikan mode kegagalan yang membahayakan serta mengurangi kerusakan terhadap system dan penggunanya.
22 •
M eningkatkan keakuratan dari perkiraan terhadap peluang dari kegagalan yang akan dikembangkan.
•
Peningkatan realibilitas dari produk karena waktu untuk identifikasi dan perbaikan dari masalah-masalah dalam produk yang telah ada akan meningkat. Hal ini tentu meningkatkan realibilitas produk yang sama dalam pengeluaran berikutnya.
Berkut adalah penjelasan mengenai pengisian dan pemberian ranking pada FM EA 1. M ode kegagalan potensial (Potential Failure Mode) Suatu mode kegagalan yang terkait dengan proses adalah setiap penyimpangan dari spesifikasi yang disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam variabelvariabel yang mempengaruhi proses. 2. Penyebab potesial dari mode kegagalan (Potential Effect of Failure) Setiap perubahan dalam variable yang mempengaruhi proses akan menyebabkan proses itu menghasilkan produk di luar batas spesifikasi. Pada kolom ini didaftarkan nama-nama variabel yang akan mempengaruhi proses dan menghasilkan kecacatan produk. 3. Severity M erupakan suatu estimasi atau perkiraan yang bersifat subyektif tentang bagaimana buruknya pelanggan akan merasakan akibat kegagalan yang terjadi. Pemberian rating dapat berdasarkan pada pengalaman di masa lampau atau berdasarkan pengetahuan dan keahlian yang dimiliki pembuat. Berikut adalah criteria dari severity
23 Tabel 2.1 Tabel Kriteria Severity Efek
Kriteria (Severity of Effect)
Skala
Berbahaya tanpa
M emungkinkan untuk membahayakan mesin atau operator,
10
peringatan
kegagalan akan timbul tanpa peringatan
Berbahaya dengan M emungkinkan untuk membahayakan mesin atau operator, peringatan
kegagalan akan timbul dengan adanya peringatan
Sangat tinggi
Gangguan utama pada lini produksi, semua hasil produksi
9
8
(100%) harus dibuang, produk kehilangan fungsi utama. Konsumen sangat tidak puas Tinggi
Gangguan minor pada lini produksi, produksi harus dipilih
7
dan sebagian besar produk (dibawah 100%) harus dibuang, fungsi produk menurun. Konsumen tidak puas Sedang
Gangguan minor pada lini produksi, sebagian kecil produk
6
harus dibuang, produk dapat digunakan, namun kenyamanan terganggu. Konsumen kurang puas. Rendah
Gangguan minor pada lini produksi, 100% produk mungkin harus
di
re-work.
Produk dapat
digunakan
5
namun
kemampuan rendah. Onsumen merasa sedikit kecewa. Sangat rendah
Gangguan minor pada lini produksi, produk jadi harus dipilah-pilah
dan
sebagian
kecil
harus
4
di re-work.
Ketidaksesuaian produk kecil, kerusakan dapat dideteksi oleh kebanyakan konsumen. M inor
Sebagian kecil produk harus di-rework, namun dilakukan di
3
24 lini produksi dan di luar stasiun kerja, kerusakan diketahui oleh sebagian besar konsumen Sangat minor
Sebagian kecil produk harus di-rework, namun dilakukan di
2
lini produksi dan di dalam stasiun kerja, kerusakan diketahui oleh sangat sedikit konsumen. Tidak ada
Tidak ada efek
1
Sumber: Gasperz (2002, p250) 4. Occurrence M erupakan
suatu
perkiraan
kemungkinan
dari
penyebab
yang
akan
menghasilkan kegagalan yang menyebabkan akibat tertentu. Berikut adalah skala rating occurance. Tabel 2.2 Tabel Kriteria Occurence Probability of Failure
Possible Failure rate
Cpk
Rank
>=1 dari 2
< 0,33
10
dihindari
1 dari 3
>=0,33
9
Tinggi: Kegagalan sangat mirip dengan
1 dari 8
>=0.51
8
beberapa kegagalan sebelumnya yang memang
1 dari 20
>=0,67
7
Sedang: Dapat dikaitkan dengan kegagalan
1 dari 80
>=0,83
6
sebelumnya yang sering terjadi, namun tidak
1 dari 400
>=1,00
5
dalam proporsi besar
1 dari 2000
>=1,17
4
Rendah: Kegagalan yang terisolasi dan dapat
1 dari 15000
>=1,33
3
Sangat Tinggi: Kegagalan hampir tak dapat
sering sekali gagal
diasosiasikan dengan beberapa proses serupa
25 Sangat Rendah: Hanya kegagalan-kegagalan
1 dari 150000
>=1,5
2
<=1 dari 1500000
>=1,67
1
terisolasi yang serupa dengan proses yang identik Sangat kecil: Kegagalan hampir tidak mungkin, belum pernah terjadi kegagalan serupa dip roses lain yang identik Sumber : Gasperz (2002, p251)
5. Detection M erupakan perkiraan subjektif tentang kemungkinan untuk mendeteksi penyebab dari kegagalan yang ada sebelum produk keluar dari proses produksi. Berikut adalah criteria detection
Tabel 2.3 Tabel Kriteria Detectibility Detection
Kriteria: Keberadaan dari cacat dapat dideteksi oleh
Rank
control proses sebelum komponen atau hasil produksi lolos ke proses selanjutnya. Hampir tidak
Tidak ada control yang tersedia untuk jenis kegagalan
mungkin
ini
Sangat kecil
Sangat tidak mungkin untuk control yang ada dapat
kemungkinannya
mendeteksi kegagalan ini
Kecil
Tidak mungkin control yang ada tidak dapat mendeteksi
kemungkinannya
kegagalan yang ada
10
9
8
26 Sangat rendah
Sangat rendah kemungkinan untuk control yang ada
7
dapat mendeteksi kegagalan ini Rendah
Rendah kemungkinan untuk control yang ada dapat
6
mendeteksi kegagalan ini Sedang
Ada kemungkinan untuk control yang ada dapat
5
mendeteksi kegagalan ini Agak tinggi
Cukup kemungkinan untuk control yang ada dapat
4
mendeteksi kegagalan ini Tinggi
M ungkin untuk control yang ada dapat mendeteksi
3
kegagalan ini. Sangat tinggi
Sangat mungkin untuk control yang ada dapat
2
mendeteksi kegagalan ini. Hamir pasti
Hampir pasti control yang ada dapat menangkap
terdeteksi
kegagalan proses seperti ini, karena sudah diketahui dari
1
proses yang serupa. Sumber : Gasperz (2002, p254)
6. Risk Priority Number (RPN) M erupakan hasil perkalian dari rating severity, detection dan occurance dengan rumus: RPN = S x O x D
27 Nilai ini digunakan untuk mengurutkan perhatian yang harus diberikan pada proses tersebut. Untuk RPN yang besar nilai resiko harus mampu diturunkan, dan pada umumnya perhatian terbesar harus diberikan pada tingkat severity tertinggi. 7. Recommended Action Adalah satu atau lebih tindakan yang dibuat untuk mengatasi permasalahan dan meningkatkan Risk Priority Number (RPN)
2.4 Analisa S WOT Analisa SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strengths) peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weakness) dan ancaman (threats).
Proses penyusunan perencanaan strategis melalui tiga tahap analisis, yaitu: 1. Tahap pengumpulan data 2. Tahap analisis 3. Tahap pengambilan keputusan
28 Tabel 2.4 Kerangka formulasi strategis 1. Tahap pengumpulan data Evaluasi faktor eksternal
Evaluasi Faktor internal
2. Tahap analisis M atriks
M atrik Internal
TOWS
Eksternal
M atrik Grand Strategy
3. Tahap pengambilan keputusan M atrik perencanaan strategis kuantitatif Sumber : Rangkuti, F. 2004, p21.
2.4.1 Tahap Pengumpulan Data 2.4.1.1 Matrik Faktor S trategi External Sebelum membuat matrik faktor strategi eksternal, kita perlu mengetahui terlebih dahulu faktor strategi eksternal (EFAS). Berikut ini adalah cara-cara penentuan faktor strategi eksternal (EFAS) 1. Susunlah dalam kolom 1 (5 sampai dengan 10 peluang dan ancaman) 2. Beri bobot masing-masing faktor dalam kolom 2, mulai dari 1,0 (sangat penting) sampai dengan 0,0 (tidak penting). Faktor-faktor tersebut kemungkinan dapat memberikan dampak terhadap faktor strategis. 3. Hitung rating (dalam kolom 3) untuk masing-masing faktor dengan memberikan skala mulai dari 4 (Outstanding) sampai dengan 1 (poor) berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap kondisi perusahaan yang bersangkutan. Pemberian nilai
29 rating untuk faktor peluang bersifat positif (peluang yang semakin besar diberi rating +4, tetapi jika peluangnya kecil, diberi rating +1). Pemberian nilai rating ancaman adalah kebalikannya. M isalnya, jika nilai ancamannya sangat besar, ratingnya adalah 1. Sebaliknya, jika nilai ancamannya sedikit ratingnya 4. 4. Kalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3, untuk memperoleh faktor pembobotan dalam kolom 4. Hasilnya berupa skor pembobotan untuk masing-masing faktor yang nilainya bervariasi mulai dari 4,0 (outstanding) sampai dengan 1,0 (poor) 5. Gunakan kolom 5 untuk memberikan komentar atau catatan mengapa faktorfaktor tertentu dipilih dan bagaimana skor pembobotannya dihitung. 6. Jumlahkan skor pembobotan (pada kolom 4), untuk memperoleh total skor pembobotan bagi perusahaan yang bersangkutan. Nilai total ini menunjukkan bagaimana perusahaan tertentu bereaksi terhadap
faktor-faktor strategis
eksternalnya. Total skor ini dapat digunakan untuk membandingkan perusahaan ini dengan perusahaan lainnya dalam kelompok industri yang sama.
30 Tabel 2.5 M atriks EFAS Faktor-faktor strategi eksternal
Bobot
Rating
Bobot X Rating
Komentar
Peluang: A B C D Ancaman A B C D Total Sumber: Rangkuti, F, 2004, p25
2.4.1.2 Matrik Faktor S trategi Internal Setelah faktor-faktor strategis internal suatu perusahaan diidentifikasi, suatu tabel IFAS (Internal Strategic Factors Analysis Summary) disusun untuk merumuskan faktor-faktor strategis internal tersebut dalam kerangka Strength and Weakness perusahaan. Tahapnya adalah 1. Tentukan faktor-faktor yang menjadi kekuatan serta kelemahan perusahaan dalam kolom 1
31 2. Beri bobot masing-masing faktor tersebut dengan skala mulai dari 1,0 (paling penting) sampai 0,0 (tidak penting), berdasarkan pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap posisi strategis perusahaan. (semua bobot tersbut jumlahnya tidak boleh melebihi skor total 1,0) 3. Hitung rating (dalam kolom 3) untuk masing-masing faktor dengan memberikan skala mulai dari 4 (outstanding) sampai dengan 1 (poor), berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap kondisi perusahaan yang bersangkutan. Variabel yang bersifat positif (semua variabel yang masuk kategori kekuatan) diberi nilai mulai dari +1 sampai dengan +4 (sangat baik) dengan membandingkannya dengan ratarata industri atau dengan pesaing utama. Sedangkan variabel yang bersifat negatif, kebalikannya. 4. Kalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3, untuk memperoleh faktor pembobotan dalam kolom 4. Hasilnya berupa skor pembobotan untuk masing-masing faktor yang nilainya bervariasi mulai dari 4,0 (outstanding) sampai dengan 1,0 (poor) 5. Gunakan kolom 5 untuk memberikan komentar atau catatan mengapa faktorfaktor tertentu dipilih, dan bagaimana skor pembobotannya dihitung. 6. Jumlahkan skor pembobotan (pada kolom 4), untuk memperoleh total skor pembobotan bagi perusahaan yang bersangkutan. Nilai total ini menunjukkan bagaimana perusahaan tertentu bereaksi terhadap
faktor-faktor strategis
internalnya. Skor total ini dapat digunakan untuk membandingkan perusahaan ini dengan perusahaan lainnya dalam kelompok industri yang sama.
32 Tabel 2.5 M atriks IFAS Faktor-faktor strategi Internal
Bobot
Rating
Bobot X Rating
Komentar
Kekuatan: Budaya kualitas M aytag Pengalaman top manager Integrasi vertikal Hubungan yang baik dengan SDM M emiliki orientasi internasional Kelemahan Proses produksi (R&D) Saluran distribusi Dukungan kondisi keuangan kurang begitu baik Posisi global sangat kurang Fasilitas manufaktur Total Sumber : Rangkuti, F. 2004, p24
2.4.2 Tahap Analisis Data Setelah mengumpulkan semua informasi yang berpengaruh terhadap kelangsungan perusahaan, tahap selanjutnya adalah memanfaatkan semua informasi tersebut dalam model-model kuantitatif perumusan strategi.
33 2.4.2.1 matriks TOWS atau S WOT Alat yang dipakai untuk menyusun faktor-faktor strategis perusahaan adalah matriks SWOT. M atrik ini dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi perusahaan dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. M atrik ini dapat menghasilkan empat set kemungkinan alternatif strategis.
Tabel 2.7 M atrik SWOT IFAS
STRENGTHS (S)
WEAKNESS (W)
Tentukan 5-10 faktor-faktor Tentukan 5-10 faktor-faktor EFAS
kekuatan internal
kelemahan internal
OPPORTUNITIES (O)
STRATEGI SO
STRATEGI WO
Tentukan 5-10 faktor
Ciptakan strategi yang
Ciptakan strategi yang
peluang eksternal
menggunakan kekuatan
meminimalkan kelemahan
untuk memanfaatkan
untuk memanfaatkan
peluang
peluang
TREATS (T)
STRATEGI ST
STRATEGI WT
Tentukan 5-10 Faktor
Ciptakan strategi yang
Ciptakan strategi yang
ancaman eksternal
menggunakan kekuatan
meminimalkan kelemahan
untuk mengatasi ancaman
dan menghindari ancaman
Sumber: Rangkuti, Fredy. 2004. P31
34 Berikut adalah keterangan dari matriks SWOT 1. Strategi SO Strategi ini dibuat berdasarkan jalan pikiran perusahaan, yaitu dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya. 2. Strategi ST Ini adalah strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki perusahaan untuk mengatasi ancaman. 3. Strategi WO Strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada 4. Strategi WT Strategi ini didasarkan pada kegiatan yang bersifat defensif dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta mengatasi ancaman.
2.4.2.2 Matrik Internal Eksternal (IE) M atrik internal eksternal ini dikembangkan dari model general electric (GE). Parameter yang digunakan meliputi parameter kekuatan internal perusahaan dan pengaruh eksternal yang dihadapi. Tujuan penggunaan model ini adalah untuk memperoleh strategi bisnis di tingkat korporat yang lebih detail.
35 Tabel 2.8 M atriks Internal - Eksternal
Ke kuatan inte rnal bisnis Tinggi
Rata-rata
Lemah
1
2
3
GROWT H
GROWT H
RET RENCHMENT
Konsentrasi melalui
Konsentrasi melalui
T urnaround
integrasi vertikal
integrasi horizontal
4
5
6
ST ABILIT Y
GROWT H
RET RENCHMENT
hati-hati
Konsentrasi melalui
Captive Company
Daya tarik
integrasi horizontal
Atau Divestment
Industri
ST ABILIT Y
Tinggi
Se dang
T ak ada perubahan Profil Strategi
8
9
GROWT H
RET RENCHMENT
Difersifikasi
Difersifikasi
Bangkrut atau
Konsentrik
konglomerat
likuidasi
7
Rendah GROWT H
Konsentrik
Sumber: Rangkuti, F. 2004. P42
36 Diagram tersebut dapat mengidentifikasikan 9 Sel strategi perusahaan, tetapi pada prinsipnya kesembilan sel itu dapat dikelompokkan menjadi tiga strategi utama, yaitu: a. Growth strategy yang merupakan pertumbuhan perusahaan itu sendiri (sel 1,2, dan 5) atau upaya diversifikasi (sel 7 dan 8). b. Stability strategy adalah strategi yang diterapkan tanpa mengubah arah strategi yang telah ditetapkan. c. Retrenchment strategy (sel 3,6 dan 9) adalah usaha memperkecil atau mengurangi usaha yang dilakukan perusahaan. Untuk memperoleh penjelasan secara lebih detail mengenai kesembilan strategi yang terdapat pada sembilan sel IE matrik tersebut di atas, berikut ini akan dijelaskan tindakan dari masing-masing strategi tersebut. 1. Strategi pertumbuhan (Growth Strategy) Didesain untuk mencapai pertumbuhan, baik dalam penjualan, asset, profit, atau kombinasi dari ketiganya. Hal ini dapat dicapai dengan cara menurunkan harga, mengembangkan produk baru, menambah kualitas produk atau jasa, atau meningkatkan akses ke pasar yang lebih luas. Usaha yang dapat dilakukan dengan cara meminimalkan biaya (minimize cost) sehingga dapat meningkatkan profit. Cara ini merupakan strategi yang terpenting apabila kondisi perusahaan tersebut berada dalam pertumbuhan yang cepat dan terdapat kecenderungan pesaing untuk melakukan perang harga dalam usaha untuk meningkatkan pangsa pasar. Dengan demikian perusahaan yang belum mencapai critical mass (mendapat profit dari large-scale production) akan mengalami kekalahan, kecuali jika perusahaan ini dapat memfokuskan diri pada pasar tertentu yang menguntungkan.
37 2. Strategi pertumbuhan melalui konsentrasi dan diversifikasi Ada dua strategi dasar dari pertumbuhan pada tingkat korporat, yaitu konsentrasi pada satu industri atau diversifikasi ke industri lain. Jika perusahaan tersebut memilih strategi konsentrasi, dia dapat tumbuh melalui integrasi (integration) horizontal maupun vertikal, baik secara internal melalui sumber dayanya sendiri atau secara eksternal dengan menggunakan sumber daya dari luar. Jika perusahaan tersebut memilih strategi diversifikasi, dia dapat tumbuh melalui konsentrasi atau diversifikasi konglomerat, baik secara internal melalui pengembangan produk baru, maupun eksternal melalui akuisisi. 3. Konsentrasi melalui integrasi vertikal (Sel 1) Pertumbuhan melalui konsentrasi dapat dicapai melalui integrasi vertikal dengan cara backward integration (mengambil alih fungsi supplier) atau dengan cara forward integration (mengambil alih fungsi distributor). Hal ini merupakan strategi utama untuk perusahaan yang memiliki posisi kompetitif pasar yang kuat (high market share) dalam industri yang berdaya tarik tinggi. 4. Konsentrasi melalui integrasi horizontal (sel 2 dan 5) Strategi pertumbuhan melalui integrasi horizontal adalah suatu kegiatan untuk memperluas perusahaan dengan cara membangun di lokasi yang lain, dan meningkatkan jenis produk serta jasa. 5. Diversifikasi Konsentris (sel 7) Strategi pertumbuhan melalui diversifikasi umumnya dilakukan oleh perusahaan yang memiliki kondisi competitive position sangat kuat tetapi nilai daya tarik industrinya sangat rendah.
38 6. Diversifikasi konglomerat (sel 8) Strategi pertumbuhan melalui kegiatan bisnis yang tidak saling berhubungan dapat dilakukan jika perusahaan menghadapi competitive position yang tidak begitu kuat (average) dan nilai daya tarik industrinya sangat rendah.
2.4.3 Tahap Pengambilan Keputusan Langkah terakhir dari perumusan strategi adalah dengan menggunakan matriks perencanaan strategi kuantitatif (QSPM ). M atriks perencanaan strategi kuantitatif berguna untuk mengevaluasi strategi alternatif yang telah diperoleh dari tahap analisa yaitu dengan membandingkan nilai total attractiveness dari strategi. Untuk membuat matriks perencanaan strategis kuantitatif melalui tahapan: 1. M embuat daftar faktor eksternal perusahaan (Opportunity / threats) dan faktor internal (strength / weakness) pada kolom kiri matriks QSPM . Informasi ini harus diambil langsung dari matriks EFE dan IFE. M inimal 10 faktor eksternal dan 10 faktor internal harus dimasukkan ke dalam Q SPM . 2. M emberikan bobot kepada setiap faktor eksternal dan interna. Bobot ini identuk dengan yang digunakan dalam matriks EFE dan EFE. Bobot dituliskan pada kolom kanan tepat disamping faktor eksternal dan internal. 3. M emeriksa matriks yang dihasilkan dari proses tahap II, mengidentifikasi alternatif strategi yang dapat dipertimbangkan untuk diimplementasikan. Catat seluruh strategi ini pada baris teratas dari QSPM . 4. M enentukan nilai attractiveness scores (AS), digambarkan dengan nilai numeric yang menggambarkan tingkat kemenarikan dari setiap strategi yang telah dicatat
39 pada tahap II. Range untuk tingkat attractiveness scores ini adalah 1=tidak menarik, 2=agak menarik, 3=cukup menarik, 4=sangat menarik. 5. M enghitung total attractiveness scores (TAS). Total attaractiveness scores ditetapkan sebagai hasil kali antara bobot (langkah 2) dengan nilai attractiveness scores dari setiap baris. Semakin tinggi TAS maka semakin menarik sebuah alternatif strategi. 6. Jumlahkan TAS dalam setiap
kolom. Jumlah total nilai TAS akan
mengungkapkan strategi yang paling menarik dari seluruh pilihan strategi. Besarnya perbedaan antara jumlah TAS dalam satu set alternatif strategi akan menunjukkan seberapa besar sebuah strategi lebih menarik terhadap strategi yang lain.
Tabel 2.9 M atriks Perencanaan Strategis Kuantitatif Alternatif Strategi Faktor-faktor Kunci Internal dan Eksternal
Strategi1 Bobot
AS
Strength
Weakness
O pportunity
Thre at
Total
Sumber: David, Fred R. 2002. P.199
T AS
Strategi2 AS
T AS
Strategi3
Strategi4
AS
AS
T AS
T AS