1
BAB II LANDASAN TEORI
A. TINJAUAN PUSTAKA 1. ASI Eksklusif a. Pengertian ASI Eksklusif ASI eksklusif adalah pemberian ASI (air susu ibu) sedini mungkin setelah persalinan. Diberikan tanpa jadwal dan tidak diberi makanan lain. Walaupun hanya air putih, sampai bayi berumur 6 bulan. Setelah 6 bulan bayi baru diperkenalkan dengan makanan lain dan tetap diberikan ASI sampai bayi berusia 2 tahun (Purwanti,2004). Sedangkan ASI eksklusif menurut Prasetyono (2009) adalah pemberian ASI kepada bayi selama 6 bulan tanpa tambahan cairan lain, seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, dan air putih, serta tanpa tambahan makanan padat, misalnya pisang, bubur susu, biskuit, bubur nasi, dan nasi
tim, kecuali
vitamin, mineral, dan obat. ASI eksklusif atau lebih tepat pemberian ASI secara eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI saja, tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih dan tanpa tambahan makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi dan tim (Roesli,2005).
10
2
Para ahli menemukan bahwa manfaat ASI akan sangat meningkat bila bayi hanya diberi ASI saja selama 6 bulan pertama kehidupannya. Peningkatan ini sesuai dengan lamanya pemberian ASI eksklusif serta lamanya pemberian ASI bersama-sama dengan makanan padat setelah bayi berumur 6 bulan. UNICEF memberikan klarifikasi tentang rekomendasi jangka waktu pemberian ASI eksklusif. Rekomendasi terbaru UNICEF bersama World Health Asembly (WHA) dan banyak negara lainnya adalah menetapkan jangka waktu pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan (Roesli,2005). b. ASI Menurut Stadium Laktasi Menurut Roesli (2005) bahwa berdasarkan stadium laktasi ASI dibagi menjadi 3 yaitu : 1). Kolustrum merupakan cairan yang pertama kali disekresi oleh kelenjar payudara yang disekresi dari hari pertama sampai hari ketiga atau keempat. Kolostrum berupa cairan viscous kental dengan warna kekuning-kuningan. Kolostrum ini merupakan pencahar yang ideal untuk membersihkan mekoneum dari usus bayi yang baru lahir dan mempersiapkan saluran pencernaan bayi untuk makanan yang akan datang. Kolostrum mengandung lebih banyak protein dibandingkan dengan ASI matur dengan protein utamanya adalah globulin (gamma globulin). Kolostrum mengandung lebih banyak antibodi dibandingkan ASI matur sehingga dapat memberikan perlindungan bagi bayi sampai umur 6 bulan, kadar karbohidrat lemaknya rendah tetapi kadar mineral
3
terutama natrium, kalium dan kloridanya lebih tinggi. Total energi rendah, 58 Kal/100 ml kolostrum. Bila dipanaskan, kolostrum akan menggumpal. Volume kolostrum sekitar 150-300 ml/24 jam. 2). ASI transisi / peralihan merupakan peralihan dari kolostrum sampai menjadi ASI yang matur. ASI transisi ini disekresi dari hari ke-4 sampai hari ke-10 dari masa laktasi, tetapi ada pula pendapat yang mengatakan bahwa ASI matur baru terjadi pada minggu ketiga sampai minggu kelima. Kadar protein dalam ASI transisi semakin merendah sedangkan kadar karbohidrat dan lemak semakin meninggi. Volume ASI transisi akan semakin meningkat. 3). ASI matur merupakan ASI yang disekresi pada hari ke-10 dan seterusnya dimana komposisinya relatif konstan (ada pula yang menyatakan bahwa komposisi relatif konstan baru mulai minggu ketiga sampai kelima). Pada ibu yang sehat dimana produksi ASI cukup, ASI ini merupakan makanan satu-satunya yang paling baik dan cukup untuk bayi sampai umur 6 bulan. ASI matur merupakan suatu cairan berwarna putih kekuningan yang diakibatkan warna dari garam Ca-caseinat, riboflavin, dan karoten yang terdapat di dalamnya. ASI matur ini tidak akan menggumpal jika dipanaskan dan terdapat beberapa antimikrobial, antara lain: antibodi terhadap bakteri dan virus, sel (fagosit granulosit, makrofag dan limfosit T), enzim, protein (laktoferin, B12 binding protein), resisten terhadap stafilokokus, komplemen, interferron producting cell, dan hormon-hormon.
4
c. Komposisi Komposisi ASI ternyata tidak konstan dan tidak sama dari waktu ke waktu. Faktor-faktor yang mempengaruhi komposisi ASI adalah: stadium laktasi, ras, keadaan nutrisi, diet ibu. ASI mengandung sebagian besar air sebanyak 87,5% oleh karena itu bayi yang mendapat cukup ASI tidak perlu mendapat tambahan air walaupun berada ditempat yang mempunyai suhu udara panas. Kekentalan ASI sesuai dengan saluran cerna bayi sedangkan susu formula lebih kental dibandingkan ASI, hal tersebut yang menyebabkan diare pada bayi yang di berikan susu formula. Komposisi ASI diantaranya adalah sebagai berikut : 1). Protein ASI mengandung protein lebih rendah dari susu sapi tetapi protein dalam ASI mempunyai nilai nutrisi yang tinggi dan mudah dicerna. ASI mengandung asam amino esensial taurin yang tinggi yang penting untuk pertumbuhan retina dan konjugasi bilirubin. ASI juga mengandung sistin yang tinggi dan merupakan asam amino yang sangat penting untuk pertumbuhan otak bayi. 2). Karbohidrat ASI mengandung karbohidrat yang relatif lebih tinggi dari pada susu sapi. Karbohidrat yang utama terdapat pada ASI adalah laktosa. Kadar laktosa yang tinggi ini sangat menguntungkan karena laktosa ini akan difermentasi menjadi asam laktat yang akan memberikan kondisi asam dalam usus bayi. Kadar laktosa ditemukan pada susu sapi atau susu
5
formula, namun angka kejadian diare yang disebabkan karena tidak dapat mencerna laktosa jarang ditemukan pada bayi yang mendapat ASI, hal ini karena penyerapan ASI lebih baik dibanding laktosa susu sapi atau susu formula. Selain laktosa, juga terdapat glokosa, galaktosa, dan glukosamin. Galaktosa penting untuk pertumbuhan otak dan medula spinalis. Glukosamin merupakan bifidus faktor disamping laktosa, yang dapat
memacu
pertumbuhan
lactobacilus
bifidus
yang
sangat
menguntungkan bayi (IDAI,2008). 3). Lemak Kadar lemak dalam ASI relatif lebih tinggi dibandingkan dengan susu sapi atau susu formula. Kadar lemak yang tinggi dibutuhkan untuk mendukung pertumbuhan otak yang cepat selama masa bayi. ASI mengandung asam lemak jenuh dan tak jenuh yang seimbang dibanding susu sapi yang lebih banyak mengandung asam lemak jenuh (IDAI,2008). 4). Mineral Kadar mineral dalam ASI tidak begitu dipengaruhi oleh makanan yang dikonsumsi ibu dan tidak dipengaruhi oleh status gizi ibu. Mineral didalam ASI mempunyai kualitas yang lebih baik dan lebih mudah diserap dibandingkan dengan mineral yang terdapat pada susu sapi. ASI mengandung mineral yang lengkap, walaupun kadarnya relatif rendah tetapi cukup untuk bayi sampai berumur 6 bulan.
6
Mineral utama yang terdapat dalam ASI adalah kalsium. Kadar kalsium ASI lebih rendah dari susu sapi namun tingkat penyerapanya lebih besar. Bayi yang mendapatkan ASI mempunyai resiko lebih kecil kekurangan zat besi, karena zat besi yang berasal dari ASI lebih mudah diserap. Zink dibutuhkan karena banyak membantu berbagai proses metabolisme tubuh. Selenium sangat di butuhkan pada saat pertumbuhan anak cepat (IDAI,2008). 5). Vitamin ASI cukup mengandung vitamin yang diperlukan bayi. Vitamin K berfungsi sebagai katalisator pada proses pembekuan darah terdapat dalam ASI dalam jumlah yang cukup dan mudah diserap. ASI banyak mengandung vitamin E, terutama di kolostrum. Dalam ASI terdapat vitamin A dimana berfungsi untuk mendukung pembelahan sel, kekebalan tubuh, dan pertumbuhan dan ASI juga mengandung vitamin D meskipun hanya sedikit (Suradi,2004). 6). Kalori Jumlah kalori dalam ASI relatif rendah, yaitu hanya 77 kal/100 ml ASI. Sekitar 90% dari jumlah kalori tersebut berasal dari karbohidrat dan lemak, sedangkan 10% berasal dari protein (Suradi,2004). 7). Unsur-unsur lainnya Unsur-unsur lainnya yang terkandung dalam ASI laktorom, kreatinin,urea, xanthin, amonia, dan asam sitrat (Soetdjiningsih,2012).
7
d. Manfaat Pemberian ASI Eksklusif 1). ASI sebagai nutrisi ASI merupakan sumber gizi yang sangat ideal dengan komposisi yang seimbang dan disesuaikan dengan kebutuhan pertumbuhan bayi. ASI adalah makanan bayi yang paling sempurna, baik kualitas maupun kuantitasnya. Dengan tata laksana menyusui yang benar, ASI sebagai makanan tunggal akan cukup memenuhi kebutuhan tumbuh bayi normal sampai usia 6 bulan. Setelah usia 6 bulan, bayi harus mulai diberi makanan padat, tetapi ASI dapat diteruskan sampai usia 2 tahun atau lebih (Wijayanti,2011). 2). ASI meningkatkan daya tahan tubuh bayi Bayi yang baru lahir secara alamiah mendapat imunogloblalin (zat kekebalan tubuh) dari ibunya melalui ari-ari. Kolostrum mengandung zat kekebalan 10-17 kali lebih banyak dari susu matang (matur). Zat kekebalan yang terdapat pada ASI antara lain akan melindungi bayi dari penyakit mencret (diare). ASI juga akan menurunkan kemungkinan bayi terkena penyakit infeksi telinga, batuk, pilek, dan penyakit alergi. Bayi ASI eksklusif ternyata akan lebih sehat dan lebih jarang sakit dibandingkan dengan bayi yang tidak mendapat ASI eksklusif (Roesli,2005) 3). ASI eksklusif meningkatkan kecerdasan Dengan memberikan ASI secara eksklusif sampai bayi berusia 6 bulan akan menjamin tercapainya pengembangan potensi kecerdasan
8
anak secara optimal. Hal ini karena selain sebagai nutrien yang ideal, dengan komposisi yang tepat, serta disesuaikan dengan kebutuhan bayi, ASI juga mengandung nutrien-nutrien khusus yang diperlukan otak bayi agar tumbuh optimal. Nutrien-nutrien khusus tersebut tidak terdapat atau hanya sedikit terdapat pada susu sapi (Roesli,2005). IQ lebih tinggi 1,5-4,5 poin pada bayi yang diberi ASI selama 8 bulan dibandingkan bayi yang mendapatkan susu formula. Bayi yang mendapat ASI 4-6 bulan lebih jarang mengalami keterlambatan perkembangan berbicara dan motorik (IDAI,2008). 4). ASI eksklusif meningkatkan jalinan kasih sayang Bayi yang sering berada dalam dekapan ibu karena menyusu akan merasakan kasih sayang ibunya. Ia juga akan merasa aman dan tenteram, terutama karena masih dapat mendengar detak jantung ibunya yang ia kenal sejak dalam kandungan. Perasaan terlindung dan disayangi inilah yang akan menjadi dasar perkembangan emosi bayi dan membentuk kepribadian yang percaya diri dan dasar spiritual yang baik (Roesli,2005). Menyusui dapat menciptakan ikatan antara ibu dengan bayi yang juga dapat mengurangi biaya dengan pemakaian susu formula (Proverawati,2010). e.
Faktor – Faktor Pendorong Pemberian ASI Eksklusif 1). Banyaknya informasi tentang pemberian ASI eksklusif yang didapat ibu baik dari media massa maupun dari tenaga kesehatan.
9
2). Pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif bertambah karena mendapatkan informasi tersebut. 3). Dukungan dari suami yang mendukung terhadap pemberian ASI eksklusif (Roesli,2005). 4). Faktor sosial budaya ekonomi meliputi pendidikan formal ibu, pendapatan keluarga dan status kerja ibu (Ferawati,2010). f.
Faktor – Faktor yang Menghambat Pemberian ASI Eksklusif : Alasan ibu untuk tidak menyusui terutama yang secara eksklusif sangat bervariasi. Namun yang sering dikemukakan sebagai berikut : 1). ASI tak cukup Alasan ini tampaknya merupakan alasan utama para ibu untuk tidak memberikan ASI secara eksklusif. Walaupun banyak ibu – ibu yang merasa ASI-nya kurang, tetapi hanya sedikit sekali (2–5%) yang secara biologis memang kurang produksi ASI-nya, 95%-98% ibu dapat menghasilkan ASI yang cukup untuk bayinya. 2). Ibu bekerja dengan cuti hamil tiga bulan Bekerja bukan alasan untuk tidak memberikan ASI eksklusif, karena waktu ibu bekerja, bayi dapat diberi ASI perah yang diperah sehari sebelumnya. 3). Takut di tinggal suami Dari sebuah survei yang dilakukan oleh Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) pada tahun 1995 terhadap ibu–ibu se Jabotabek, diperoleh data bahwa alasan pertama berhenti memberikan
10
ASI pada anaknya adalah takut di tinggal suami. Ini semua karena mitos yang salah, yaitu menyusui akan mengubah bentuk payudara menjadi jelek. Sebenarnya mengubah bentuk payudara adalah kehamilan bukan menyusui. 4). Bayi akan tumbuh menjadi anak yang tidak mandiri dan manja. Pendapat bahwa bayi akan tumbuh menjadi anak manja karena terlalu sering didekap dan dibelai, ternyata salah. Anak akan tumbuh menjadi kurang mandiri, manja dan agresif karena kurang perhatian bukan karena terlalu diperhatikan oleh orang tua. 5). Susu formula lebih praktis Pendapat ini tidak benar, karena untuk membuat susu formula diperlukan api atau listrik untuk memasak air, peralatan yang harus steril, dan perlu waktu untuk mendinginkan susu formula yang baru dibuat. Sementara itu, ASI yang siap pakai dengan suhu yang tepat setiap saat serta tidak memerlukan api, listrik dan perlengkapan yang harus steril jauh lebih praktis dari pada susu formula. 6). Takut badan tetap gemuk Pendapat bahwa ibu menyusui akan sukar menurunkan berat badan adalah tak benar. Pada waktu hamil, badan telah mempersiapkan timbunan lemak untuk membuat ASI. Didapatkan bahwa menyusui akan membantu ibu – ibu menurunkan berat badan lebih cepat dari pada ibu yang tidak menyusui secara eksklusif (Roesli,2005 dan Kabir,2011).
11
g.
Suasana yang Mendukung Pemberian ASI Eksklusif, yaitu : Menyusui sambil mendengarkan musik klasik agar lebih rileks. Selain itu musik klasik juga dapat menstimulasi otak perkembangan otak bayi. Apabila dirumah ada pembantu, beritahu agar tidak menggangu pada saat proses menyusui, karena gangguan juga akan mengganggu bayi. Jauhkan segala macam bentuk pikiran yang bisa membuat stres, jengkel, dan marah, karena keadaan tersebut akan memancing kurangnya produksi ASI. Menyiapkan beberapa bantal untuk membantu menopang bayi agar tidak kelelahan saat duduk sambil menyusuinya. Selalu menyiapkan air atau makanan ringan dikamar agar pada saat lapar bisa langsung meminum atau memakannya karena biasanya ibu menyusui lebih sering lapar. Salah satu cara yang dapat dilakukan agar produksi ASI tidak tersendat, makan dan minum pada saat menyusui (Setyowati,2006).
h. Masalah Ibu Menyusui 1). Kelelahan berlebihan Menyusui memang melelahkan. Diperkirakan kegiatan menyusui membutuhkan kalori hingga sepertiga dari seluruh kalori. Memberikan ASI eksklusif berarti harus memberikan ASI on demand (setiap saat pada waktu bayi mengginginkan).
Termasuk dijam-jam istirahat,
seperti tengah malam hingga menjelang subuh, pulang kantor atau setelah beraktifitas berat. Oleh sebab itu selain membutuhkan pendampingan dari suami dan orang-orang terdekat, serta harus mempunyai strategi untuk mengatasi kondisi ini.
12
2). Ibu menderita sakit tertentu Meskipun ASI keluar dari tubuh ibu yang menderita sakit, tidak semua penyakit mudah menular. Batuk, pilek, flu, diare bukan penyakit yang bisa menular lewat ASI. Meskipun ibu sakit bayi tetap berhak mendapatkan ASI. 3). Anemia Anemia bisa terjadi karena pola makan yang salah, kemampuan pengadaan makanan, serta ketidaktahuan ibu sejak semasa hamil. Cara mengatasi harus lewat perbaikan asupan gizi yang terus menerus selama menyusui. 4). Mual Muntah Mual muntah bisa menyerang ibu menyusui. Mual muntah biasanya karena ibu sudah ada kelainan pada lambung sebelumnya. Meskipun tidak berkaitan langsung dengan kualitas ASI yang diproduksi. Keluhan tersebut harus segera diatasi sehingga tidak mengganggu pada saat pemberian ASI. 5). Perut kembung Perut kembung terjadi karena ada perubahan ukuran perut dari besar ke kecil. Hal tersebut disebabkan adanya kontraksi untuk mengeluarkan sisa-sisa jaringan yang mungkin masih tertinggal didalam perut. 6). Konstipasi Keluhan yang umumnya muncul diawal masa menyusui. Hal tersebut merupakan gangguan psikis berupa ketakutan akan merasa sakit pada saat
13
harus BAB pasca melahirkan, padahal menahan untuk tidak BAB akan menyebabkan konstipasi. 7). Wasir Keluhan ini sebetulnya tidak ada hubunganya dengan menyusui. Karena menyusui tidak menyebabkan wasir begitupun sebaliknya. Wasir merupakan pelebaran pembuluh
darah yang terjadi pada saat hamil
namun pada saat kehamilan berakhir keluhan ini akan berkurang. 8). Kaki Bengkak Keluhan ini juga sering muncul pada ibu menyusui sebagai bagian dari rangkaian panjang proses kehamilan. 9). Kurang Mendapat Dukungan Keluarga (Rosita,2008). i. Sepuluh Langkah Menuju Keberhasilan Menyusui yang Ditetapkan oleh World Health Assembly (WHA) 1). Sarana pelayanan kesehatan mempunyai kebijakan tentang penerapan 10 langkah menuju keberhasilan menyusui dan melarang promosi PASI. 2). Sarana pelayanan kesehatan melakukan pelatihan untuk staf sendiri atau lainnya. 3). Menyiapkan ibu hamil untuk mengetahui manfaat ASI dan langkah keberhasilan menyusui. Memberikan konseling apabila ibu penderita infeksi HIV positif. 4). Melakukan kontak menyusui dini bayi bari lahir (1/2-1 jam setelah melahirkan). 5). Membantu ibu melakukan teknik menyusui yang benar.
14
6). Hanya memberikan ASI saja tanpa tambahan apapun sejak lahir. 7). Melaksanakan rawat gabung ibu dan bayi. 8). Memberikan ASI sesuai keinginan bayi. 9). Tidak memberikan dot buatan kepada bayi yang diberikan ASI. 10).Menindak lanjuti ibu bayi setelah pulang dari sarana pelayanan kesehatan. (Fraser,2009 dan Wilopo,2009).
j. Tujuh Langkah Keberhasilan ASI Eksklusif Langkah - langkah untuk keberhasilan pemberian ASI eksklusif diantaranya yaitu : 1). Mempersiapkan payudara, bila diperlukan. 2). Mempelajari ASI dan tatalaksana menyusui. 3). Menciptakan dukungan keluarga, teman dan sebagainya. 4). Memilih tempat melahirkan yang sayang bayi, seperti rumah sakit sayang bayi atau rumah bersalin yang sayang bayi. 5). Memilih tenaga kesehatan yang mendukung pemberian ASI eksklusif. 6). Mencari ahli persoalan menyusui seperti klinik laktasi dan atau konsultasi laktasi, untuk persiapan apabila kita menemui kesukaran. 7). Menciptakan suatu sikap yang positif tentang ASI dan menyusui (Roesli,2005).
15
k. Faktor-Faktor yang Dapat Mempengaruhi Pemberian ASI Eksklusif Khususnya di Indonesia, Hal Ini Bisa Dipengaruhi Oleh : 1). Adanya perubahan struktur masyarakat dan keluarga. 2). Hubungan kerabat yang luas di daerah pedesaan menjadi renggang setelah keluarga pindah ke kota. Pengaruh orang tua seperti nenek, kakek, mertua dan orang terpandang di lingkungan keluarga secara berangsur menjadi berkurang, karena mereka itu umumnya tetap tinggal di desa sehingga pengalaman mereka dalam merawat makanan bayi tidak dapat diwariskan. 3). Kemudahan-kemudahan yang didapat sebagai hasil kemajuan teknologi pembuatan makanan bayi seperti pembuatan tepung makanan bayi, susu buatan bayi, mendorong ibu untuk mengganti ASI dengan makanan olahan lain. 4). Iklan yang menyesatkan dari produksi makanan bayi menyebabkan ibu beranggapan bahwa makanan-makanan itu lebih baik dari pada ASI. 5). Para ibu sering keluar rumah baik karena bekerja maupun karena tugastugas sosial, maka susu sapi adalah satu-satunya jalan keluar dalam pemberian makanan bagi bayi yang ditinggalkan dirumah. 6). Adanya anggapan bahwa memberikan susu botol kepada anak sebagai salah satu simbol bagi kehidupan tingkat sosial yang lebih tinggi, terdidik dan mengikuti perkembangan zaman. 7). Ibu takut bentuk payudara rusak apabila menyusui dan kecantikannya akan hilang.
16
8). Pengaruh melahirkan di rumah sakit atau klinik bersalin. Belum semua petugas paramedis diberi pesan dan diberi cukup informasi agar menganjurkan setiap ibu untuk menyusui bayi mereka, serta praktek yang keliru dengan memberikan susu formula botol kepada bayi yang baru lahir (Siregar,2004).
l. Penundaan Pemberian Makanan Padat Selain ASI Penundaan pemberian makanan padat hingga bayi berusia 6 bulan untuk bayi yang mendapat ASI. ASI merupakan makanan dan minuman yang dibutuhkan oleh bayi sampai berumur 6 bulan. ASI juga bertindak sebagai makanan bernutrisi dan berenergi tinggi yang mudah dicerna tubuh bayi. ASI mengandung zat-zat tertentu yang dapat membantu penyerapan nutrisi. Penundaan pemberian makanan padat kepada bayi dapan memberikan perlindungan yang lebih baik terhadap berbagai penyakit. Bayi terus menerima imunitas melalui ASI selama disusui, namun kekebalan tubuh bayi terbaik adalah saat diberi ASI eksklusif. ASI mengandung 50 faktor imunitas yang sudah diketahui dan faktor lainya yang belum diketahui. Menunda pemberian makanan padat kepada bayi bisa membuat sistem pencernaan bayi berkembang semakin matang dan akan memperpanjang pemberian ASI eksklusif kepada bayi sehingga bisa mengurangi rendahnya angka insiden terjadinya alergi makanan (Prasetyono,2009).
17
Pemberian makanan padat/tambahan
yang terlalu dini dapat
mengganggu pemberian ASI eksklusif serta meningkatkan angka kesakitan pada bayi. Selain itu, tidak ditemukan bukti yang menyokong bahwa pemberian makanan padat/tambahan pada usia 4 atau 5 bulan lebih menguntungkan. Bahkan sebaliknya, hal ini akan mempunyai dampak yang negatif terhadap kesehatan bayi dan tidak ada dampak positif untuk perkembangan pertumbuhannya (Roesli,2005). Pengenalan pemberian makanan padat di dasarkan pada pertimbangan kesiapan perkembangan, kebutuhan gizi, dan kemungkinan efek samping. Dalam 6 bulan pertama setelah lahir, pemberian makanan padat tidak dianjurkan. Pada periode ini, enzim-enzim saluran pencernaan belum cocok mencerna karbohidrat kompleks, pati, dan protein dan usus masih inmatur yang memungkinkan melintasinya makromolekul menembus sawar usus, yang menyebabkan bayi mudah mengalami alergi dikemudian hari (Rudolph,2006).
2. Pertumbuhan dan Perkembangan a. Definisi 1). Pertumbuhan (growth) berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar, jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu, yang bisa diukur dengan ukuran berat (gram, pound, kilogram), ukuran panjang (cm,m), umur tulang dan keseimbangan metabolik (retensi kalsium dan nitrogen tubuh).
18
Pertumbuhan pada bayi dan balita merupakan gejala kuantitatif. Pada konteks ini, berlangsung perubahan ukuran dan jumlah sel, serta jaringan intrasesluler pada tubuh anak. Dengan kata lain, berlangsung proses multiplikasi organ tubuh anak, disertai penambahan ukuran – ukuran tubuhnya. Hal ini ditandai oleh : meningkatnya berat badan dan tinggi badan, bertambahnya ukuran lingkar kepala, muncul dan bertambahnya gigi dan geraham, menguatnya tulang dan membesarnya otot – otot, bertambahnya organ – organ tubuh lainnya, seperti rambut, kuku dan sebagainya. Penambahan ukuran – ukuran tubuh ini tentu tidak harus drastis. Sebaliknya,
berlangsung
perlahan,
bertahap,
dan
terpola
secara
prrporsional pada tiap bulannya. Ketika didapati penambahan ukuran tubuhnya, artinya proses pertumbuhannya berlangsung baik. Sebaliknya jika yang terlihat gejala penurunan ukuran, itu merupakan tanda terjadinya gangguan dan hambatan proses pertumbuhan (Choirunisa,2009) 2). Perkembangan (development) adalah bertambahnya kemampuan (skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan. Perkembangan yaitu hasil dari proses pematangan yang merupakan adanya proses diferensiasi dari sel – sel tubuh, jaringan tubuh, organ – organ dan sistem organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga masing – masing dapat memenuhi fungsinya. Termasuk juga perkembangan emosi, intelektual dan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkunannya (Sulistyawati,2014).
19
Perkembangan pada masa batita merupakan gejala kualitatif, artinya pada diri batita berlangsung proses peningkatan dan pematangan (maturasi)
kemampuan
personal
(Soetjiningsih,2005). Frankenbeurg Development
Stimulating
Test
et II
dan al
kemampuan
sosial
(1996) melalui
Denver
mengemukakan
4
parameter
perkembangan yang dipakai dalam menilai perkembangan anak balita yaitu : 1. Personal sosial, 2. Fine motor adaptive, 3. Language, 4. Gross motor b. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Tumbuh Kembang 1). Faktor genetik Faktor genetik ditentukan oleh pembawa faktor keturunan (gen) yang terdapat dalam sel tubuh. Gen akan diwariskan orang tua kepada keturunannya, yang termasuk faktor genetik antara lain adalah berbagai faktor bawaan yang normal dan patologik, jenis kelamin, suku bangsa atau bangsa. Seperti sindrom Down, sindrom Turner yang disebabkan oleh kelainan kromosom. 2). Lingkungan Faktor lingkungan berperan pada proses pertumbuhan dan perkembangan seorang anak, ada beberapa macam yang termasuk dari faktor lingkungan, dan dibedakan menjadi dua faktor antara lain yaitu: a). Faktor lingkungan pra natal : i. Gizi ibu pada waktu hamil ii. Mekanis (trauma dan cairan ketuban yang kurang, posisi janin)
20
iii. Toksin / zat kimia (zat teratogen: obat-obatan teralidomide, pkenitoin, methadion, obna-obat anti kanker) iv. Endokrin (defisiensi hormon somatotropin, hormon plasenta, hormon tiroid, insulin) v. Radiasi vi. Infeksi (Torch, Varisela, Coxsakie, Echovirus, Malaria, Lues, HIV, polio, campak, teptospira, virus influenza, virus hepatitis) vii. Stres viii. Imunitas ix. Anoksia embrio b). Faktor lingkungan post natal : i. Lingkungan Biologis, antara lain: Ras/suku bangsa, jenis kelamin, umur, gizi, perawatan kesehatan, kepekaan terhadap penyakit, penyakit kronis, fungsi metabolisme, hormon. ii. Faktor Fisik, antara lain: cuaca, musim, keadaan geografis suatu daerah, sanitasi, keadaan rumah, radiasi. iii. Faktor psikososial, antara lain: stimulasi, motivasi belajar, hukuman yang wajar, kelompok sebaya, stres, sekolah, cinta dan kasih sayang, kualitas interaksi anak-orang tua. iv. Faktor keluarga dan adat istiadat, antara lain: pekerjaan/ pendapatan keluarga, pendidikan ayah/ibu, jumlah saudara, jenis kelamin dalam keluarga, stabilitas rumah tangga, kepribadian ayah/ibu, adat-istiadat, norma-norma, agama, urbanisasi, kehidupan politik dalam masyarakat
21
yang mempengaruhi prioritas kepentingan anak, angaran, dan lain lain. (1). Tempat tinggal Bayi yang tinggal di tempat yang udaranya segar (cukup oksigen) dapat melakukan proses pembakaran dengan baik dibandingkan dengan bayi yang tinggal di tempat yang udaranya penuh dengan polusi, apabila suhu dan kelembapan udaranya cukup nyaman (tidak terlalu panas/dingin dan tidak terlalu lembab atau kering), akan mempengaruhi proses metabolisme tubuh dan secara tidak langsunga akan mempengaruhi tumbuh kembang bayi. (2). Lingkungan pergaulan Pergaulan pertama bagi bayi adalah ibu dan bapaknya serta anggota keluarga lainnya, berikutnya adalah tetangga, apabila hubungan bayi dengan orang –orang sekitarnya mesra dan penuh kehangatan, maka suasana kondusif tersebut akan membuat bayi dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. (3). Sinar matahari yang diterima Sinar matahari berhubungan erat dengan proses pembentukan vit. D guna pertumbuhan tulang dan gigi. (4). Status gizi Bayi yang mendapat asupan gizi yang seimang baik kualitas maupun kuantitasnya meliputi air, karbohidrat, lemak, protein, vitamin dan mineral, akan memperoleh energi yang cukup untuk pertumbuhan dan
22
perkembangannya. Bayi yang bersangkutan akan memperoleh protein yang sangat berguna untuk pembelahan sel tubuh, memperoleh vitamin yang cukup untuk kelancaran metabolisme tubuh, dan akan memperoleh cukup mineral untuk pertumbuhan tulang serta gigi. Kecukupan gizi ini secara keseluruhan akan membuat pertumbuhan anak menjadi optimal. (5). Tingkat kesehatan orang tua Bayi yang dialhirkan dari pasangan suami istri yang sehat dan senantiasa dijaga kesehatnnya, akan dapat tumbuh dan berkembang, namun bayi yang memiliki penyakit bawaan dari orang tuanya atau sedang sakit maka gizi yang dimakannya akan digunakan terlebih dahulu untuk mengatasi berbagai penyakit tadi, kemudian sisanya baru digunakan untuk pertumuhan dan perkembangan, sehingga bayi tentu akan terhambat pertumbuhanan perkembangannya. (6). Tingkat emosi dan latihan fisik Pada dasarnya bayi memiliki tempramen yang berbeda – beda. Ada bayi yang tenang dan ada bayi yang mudah rewel. Tugas sebagai orang tua adalah memperhatikan temperamen dasar seorang anak sehingga tingkat emosi yang ditunjukkan oleh bayi pada saat membutuhkan sesuatu atau merasa tidak nyaman dapat di tangkap secara tepat, yang selanjutnya mengupayakan keadaan yang nyaman bagi bayi. Pijat bayi sangat diperlukan agar otot - otot dan tulang - tulangnya dapat terangsang sehingga akan berfungsi optimal dan dapat menjalin hubungan emosional antara orang tua dan bayinya yang erat (Sulistyawati,2014)
23
c. Tahap – Tahap dalam Proses Tumbuh Kembang 1). Pertumbuhan Fisik Pertumbuhan fisik berupa tinggi dan berat badan akan terus terjadi hingga seseorang berusia 15 – 20 tahun, dimulai dari bayi dengan berat badan 3,5 kg dan panjang badan 50 cm pada kelahiran cukup bulan hingga mencapai ukuran dewasa yang berbeda – beda pada masing – masing individu. Faktor genetik memiliki peran utama dalam menentukan tingkat dan kecepatan dari pertumbuhan fisik. Meskipun demikian pertumbuhan yang optimal hanya dapat tercapai pada kondisi lingkungan yang mendukung, seperti nutrisi dan tingkat kesehatan yang baik. 2). Perkembangan Motorik Pertumbuhan fisik berkaitan erat dengan perkembangan motorik anak. Perkembangan motorik merupakan perkembangan pengendalian gerakan tubuh melalui kegiatan yang terkoordinir antara susunan saraf, otot, otak, dan spinal cord. Perkembangan meliputi perkembangan motorik kasar dan halus. Motorik kasar adalah gerakan tubuh yang menggunakan otot – otot besar atau sebagian besar atau seluruh anggota tubuh yang dipengaruhi oleh kematangan anak itu sendiri. Contohnya kemampun duduk, emnendang, berlari, naik turun tangga, dan sebagainya. Motorik halus adalah gerakan yang menggunakan otot – otot halus atau sebagian anggota tubuh tertentu, yang dipengaruhi oleh kesempatan
24
untuk belajar dan berlatih. Sebagai contoh kemampuan memindahkan benda dari tangan, mencoret – coret, menyusun balok, menggunting, menulis, dan sebagainya. Kedua kemampuan tersebut sanggat penting agar anak dapat berkembang dengan optimal. Perkembangan kognitif / intelektual anak usia 1 – 2 tahun (12–24 bulan) sangat pesat perkembangannya. Pada usia tersebut anak memiliki rasa ingin tahu yang sangat besar. Pada usia ini anak menggembangkan rasa keingintahuannya melalui hal–hal seperti : belajar melalui pengamatan / mengamati, meniru orang tua, belajar konsentrasi, mengenal anggota badan, mampu berpikir antisipatif, memahami kalimat yang terdiri dari beberapa kata, dan cepat mengakap kata- kata baru. Perkembangan kognitif / intelektual anak usia 2–3 tahun (24–36 bulan) semakin kompleks. Perkembangan anak usia 2–3 tahun ditandai dengan beberapa tahap kemampuan yang dapat dicapai anak, yaitu sebagai berikut : berpikir simbolik, menghitung, berkembangnya pemahaman konsep, puncaknya perkembangan bicara dan bahasa (Hurlock,1992 dalam Sujana,2010).
d. Pengukuran Tumbuh Kembang 1). Denver Development Screening Test (DDST) a). Definisi Denver Development Screening Test (DDST) DDST merupakan salah satu metode screening terhadap kelainan perkembangan anak (Sulistyawati,2014).
25
b). Fungsi DDST ((Denver Development Screening Test) DDST digunakan untuk menaksir perkembangan personal sosial, motorik halus, bahasa dan motorik kasar pada anak umur 1 bulan sampai 6 tahun (Nugroho,2009). c). Aspek-aspek perkembangan yang dinilai Dalam DDST terdapat 125 tugas-tugas perkembangan dimana semua tugas perkembangan itu disusun berdasarkan urutan perkembangan dan diatur dalam 4 kelompok besar yang disebut sektor perkembangan, yang meliputi : i. Personal sosial (perilaku sosial) Aspek yang berhubungan dengan kemampuan mandiri, bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungannya. ii. Fine Motor Adaptive (gerakan motorik halus) Aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak untuk mengamati sesuatu. Melakukan gerakan yang melibatkan bagian – bagian tubuh tertentu. iii. Language (bahasa) Kemampuan untuk memberikan respon terhadap suara, mengikuti perintah dan berbicara spontan. iv. Gross Motor (gerak motorik kasar) Aspek yang berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh. d). Cara mengukur perkembangan anak dengan Denver Development Screening Test (DDST)
26
Pada waktu tes, tugas yang perlu diperiksa setiap kali skrining hanya berkisar antara 20-30 tugas, sehingga memakan waktu sekitar 15-20 menit. i. Alat yang digunakan (1). Alat peraga : benang wol merah, kismis/manik-manik, kubus warna merah-kuning-hijau-biru, permainan anak, botol kecil, bola tenis, bel kecil, kertas, dan pensil. (2). Lembar formulir DDST (3). Buku petunjuk sebagai referensi yang menjelaskan cara-cara melakukan tes dan cara menilainya. ii. Prosedur DDST terdiri dari dua tahap, yaitu: (1) Tahap pertama : secara periodik dilakukan pada semua anak yang berusia 3-6 bulan, 9–12 bulan, 18–24 bulan, 3 tahun, 4 tahun, 5 tahun. (2) Tahap kedua : dilakukan pada mereka yang dicurigai adanya hambatan perkembangan pada tahap pertama, kemudian dilakukan dengan evaluasi diagnostik yang lengkap. (3) Penilaian Penilaian apakah lulus (Passed: P), gagal (Fail: F), ataukah anak tidak mendapat kesempatan melakukan tugas (No Opportunity: N.O). Kemudian ditarik garis berdasarkan umur kronologis, yang memotong garis horisontal tugas perkembangan pada formulir DDST. Setelah itu dihitung pada masing-masing sektor, berapa yang P dan berapa yang F, selanjutnya berdasarkan pedoman, hasil tes diklasifikasi dalam normal, abnormal, meragukan (Questionable) dan tidak dapat dites (Untestable).
27
(a) Abnormal (i). Bila didapatkan 2 atau lebih keterlambatan, pada 2 sektor atau lebih (ii). Bila dalam 1 sektor atau lebih didapatkan 2 atau lebih keterlambatan plus 1 sektor atau lebih dengan 1 keterlambatan dan pada sektor yang sama tersebut tidak ada yang lulus pada kotak yang berpotongan dengan garis vertikal usia. (b) Meragukan (i). Bila pada 1 sektor didapatkan 2 keterlambatan atau lebih. (ii). Bila pada 1 sektor atau lebih didapatkan 1 keterlambatan dan pada sektor yang sama tidak ada yang lulus pada kotak yang berpotongan dengan garis vertikal usia. (c) Tidak dapat dites Apabila terjadi penolakan yang menyebabkan hasil tes menjadi abnormal atau meragukan. (d) Normal Semua yang tidak tercantum dalam kriteria tersebut di atas. Agar lebih cepat dalam melaksanakan skrining, maka dapat digunakan tahap pra skrining dengan menggunakan : 1. DDST Short Form, yang masing-masing sektor hanya diambil 3 tugas (sehingga seluruhnya ada 12 tugas) yang ditanyakan pada ibunya. Bila didapatkan salah satu gagal atau ditolak, maka dianggap “suspect” dan perlu dilanjutkan dengan DDST lengkap. 2. PDQ (Pra-Screening Development Questionnaire)
28
Bentuk kuisioner ini digunakan bagi orang tua yang berpendidikan SLTA ke atas dapat diisi orang tua di rumah atau pada saat menunggu di klinik. Dipilih 10 pertanyaan pada kuisioner yang sesuai dengan umur anak. Kemudian dinilai berdasarkan kriteria yang sudah ditentukan dan pada kasus yang dicurigai dilakukan tes DDST lengkap (Nugroho,2009).
3. Stimulasi Psikososial a. Definisi Menurut Soetjiningsih (2002) dan Supartini (2002) dalam Amanda (2013) stimulasi adalah sebuah rangsangan dari luar atau dari lingkungan yang merupakan hal penting dalam tumbuh kembang anak. Anak yang mendapatkan stimulasi yang terarah dan teratur akan lebih cepat berkembang dibandingkan dengan anak yang kurang atau tidak mendapat stimulasi. Dan psikososial adalah peristiwa – peristiwa sosial atau psikologis yang datang dari lingkungan luar diri seseorang atau anak yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. b. Stimulasi Dasar atau Kebutuhan Dasar untuk Tumbuh-Kembang yang Diberikan Ibu pada Anak Secara umum dapat digolongkan menjadi 3 kebutuhan dasar, yaitu : 1). Kebutuhan fisik–biomedis (ASUH) 2). Kebutuhan emosi / kasih sayang (ASIH) 3). Kebutuhan stimulasi mental (ASAH)
29
c. Stimulasi dalam Tumbuh Kembang Anak Kemampuan dan tumbuh kembang anak perlu dirangsang oleh orang tua agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal dan sesuai umurnya. Stimulasi adalah perangsangan (penglihatan, bicara, pendengaran, perabaan) yang datang dari lingkungan anak. Anak yang mendapat stimulasi yang terarah akan lebih cepat berkembang dibandingkan anak yang kurang bahkan tidak mendapat stimulasi. Stimulasi juga dapat berfungsi sebagai penguat yang bermanfaat bagi perkembangan anak. Berbagai macam stimulasi seperti stimulasi visual (penglihatan), verbal (bicara), auditif (pendengaran), taktil (sentuhan) dll dapat mengoptimalkan perkembangan anak. Pemberian stimulasi akan lebih efektif apabila memperhatikan kebutuhan – kebutuhan anak sesuai dengan tahap-tahap perkembangannya. Pada tahap perkembangan awal anak berada pada tahap sensori motorik. Pemberian stimulasi visual pada ranjang bayi akan meningkatkan perhatian anak terhadap lingkungannya, bayi akan gembira dengan tertawa tawa dan menggerak-gerakkan seluruh tubuhnya. Tetapi bila rangsangan itu terlalu banyak, reaksi dapat sebaliknya yaitu perhatian anak akan berkurang dan anak akan menangis. Pada tahun-tahun pertama anak belajar mendengarkan. Stimulus verbal pada periode ini sangat penting untuk perkembangan bahasa anak
30
pada tahun pertama kehidupannya. Kualitas dan kuantitas vokal seorang anak dapat bertambah dengan stimulasi verbal dan anak akan belajar menirukan kata-kata yang didengarnya. Tetapi bila simulasi auditif terlalu banyak (lingkungan ribut) anak akan mengalami kesukaran dalam membedakan berbagai macam suara. Stimulasi visual dan verbal pada permulaan perkembangan anak merupakan stimulasi awal yang penting, karena dapat menimbulkan sifat-sifat ekspresif misalnya mengangkat alis, membuka mulut dan mata seperti ekspresi keheranan, dll. Selain itu anak juga memerlukan stimulasi taktil, kurangnya stimulasi taktil dapat menimbulkan penyimpangan perilaku sosial, emosional dan motorik. Perhatian dan kasih sayang juga merupakan stimulasi yang diperlukan anak, misalnya dengan bercakap-cakap, membelai, mencium, bermain dll. Stimulasi ini akan menimbulkan rasa aman dan rasa percaya diri pada anak, sehingga anak akan lebih responsif terhadap lingkungannya dan lebih berkembang. Pada anak yang lebih besar yang sudah mampu berjalan dan berbicara, akan senang melakukan eksplorasi dan manipulasi terhadap lingkungannya. Motif ini dapat diperkuat atau diperlemah oleh lingkungannya melalui sejumlah rekasi yang diberikan terhadap perilaku anak tersebut. Anak yang dibesarkan dalam lingkungan yang responsif akan memperlihatkan perilaku eksploratif yang tinggi. Stimulasi verbal juga dibutuhkan pada tahap perkembangan ini. Dengan penguasaan bahasa, anak
31
akan mengembangkan ide-idenya melalui pertanyaan-pertanyaan, yang selanjutnya akan mempengaruhi perkembangan kognitifnya (kecerdasan). Pada masa sekolah, perhatian anak mulai keluar dari lingkungan keluarganya, perhatian mulai teralih ke teman sebayanya. Melalui sosialisasi anak akan memperoleh lebih banyak stimulasi sosial yang bermanfaat bagi perkembangan sosial anak. APE (Alat Permainan Edukatif) adalah alat permainan yang dapat mengoptimalkan perkembangan anak disesuaikan dengan usianya dan tingkat perkembangannya, serta berguna untuk pengembangan aspek fisik (kegiatankegiatan yang menunjang atau merangsang pertumbuhan fisik anak), aspek bahasa (dengan melatih berbicara, menggunakan kalimat yang benar), aspek kecerdasan (dengan pengenalan suara, ukuran, bentuk, warna, dan lain - lain), dan aspek sosial (khususnya dalam hubungannya dengan interaksi antara ibu dan anak, keluarga, dan masyarakat). Bermain, mengajak anak berbicara, dan kasih sayang adalah hal yang penting untuk perkembangan anak. Bermain bagi anak berfungsi untuk mengendalikan dan mengkoordinasikan otot-ototnya, melibatkan persaan, emosi, dan pikirannya. Sehingga dengan bermain anak mendapat berbagai pengalaman hidup, selain itu bila dikakukan bersama orang tuanya hubungan orang tua dan anak menjadi semakin akrab dan orang tua juga akan segera mengetahui kalau terdapat gangguan perkembangan anak secara dini. Buku bacaan anak juga penting karena akan menambah kemampuan berbahasa, berkomunikasi, serta menambah wawasan terhadap lingkungannya.
32
Untuk perkembangan motorik serta pertumbuhan otot-otot tubuh diperlukan stimulasi yang terarah dengan bermain, latihan-latihan atau olah raga. Anak perlu diperkenalkan dengan olah raga sedini mungkin, misalnya melempar, menangkap bola, melompat, main tali, naik sepeda, dan lainlain). Seorang ahli mengatakan bahwa prioritas untuk anak adalah makanan, perawatan kesehatan, dan bermain. Makanan yang baik, pertumbuhan yang adekuat, dan kesehatan yang terpelihara adalah penting, tetapi perkembangan intelektual juga diperlukan. Bermain merupakan ”sekolah” yang berharga bagi anak sehingga perkembangan intelektualnya optimal (Agustin,2013 dan Sulistyawati,2014). d. Home Observation for Measurement of the Invironment (HOME) Latifah (2007) dalam Amanda (2014) menjelaskan salah satu metode untuk mengukur stimulasi orang tua terhadap anaknya adalah dengan menggunakan kuesioner Home Observation for Measurement of the Invironment (HOME) dari Bettye M. Caldwell dan Robert H. Bradley (1983). Chandriyani (2009) dalam Amanda (2014) menjelaskan bahwa kualitas lingkungan anak dilihat dari apakah orang tua memberikan reaksi emosi yang tepat, apakah orang tua mampu memberikan dorongan positif kepada anak, apakah orang tua memberikan suasana yang nyaman kepada anak, menunjukkan kasih sayang, menyediakan sarana tumbuh kembang dan belajar bagi anak, turut berpartisipasi dan ikut serta dalam kegiatan positif bersama anak, terlibat aktif dalam kegiatan bersama anak, dan juga
33
apakah orang tua memberikan lingkungan fisik yang nyaman di rumah serta mengikuti kegiatan belajar. Kuesioner ini dirancang untuk mengukur kuantitas dan kualitas stimulasi dan penyediaan dukungan untuk anak di lingkungan rumah. Fokusnya adalah pada anak di dalam lingkungan, anak sebagai penerima masukan dari objek, peristiwa dan interaksi yang terjadi dalam hubungan dengan lingkungan. Kuesioner ini dirancang untuk penggunaan untuk anak usia 0 sampai 3 tahun. Kuesioner ini terdiri dari 24 buah pertanyaan yang dilakukan dengan wawancara dan observasi dan terbagi menjadi 6 sub skala yaitu : emotional and verbal responsivity, avoidance of restriction and punishment, organisation of the physical and temporal environment, provision of appropriate play materials, parental involvement with the child, opportunities for variety in daily.
4. Pendapatan Keluarga (Orang Tua) a. Definisi Pendapatan Keluarga Pendapatan keluarga adalah jumlah penghasilan riil dari seluruh anggota rumah tangga yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan bersama maupun perseorangan dalam rumah tangga. b. Asal dari Pendapatan Keluarga 1. Usaha itu sendiri : misalnya berdagang, bertani, membuka usaha sebagai wiraswastawan
34
2. Bekerja pada orang lain: misalnya sebagai pegawai negeri atau karyawan 3. Hasil dari pemilihan: misalnya tanah yang disewakan dan lain-lain. c. Metode Perhitungan Pendapatan 1. Pendekatan hasil produksi Besarnya pendapatan dapat dihitung dengan mengumpulkan data tentang hasil akhir barang dan jasa untuk suatu unit produksi yang menghasilkan barang dan jasa. 2. Pendekatan Pendapatan Pendapatan dapat dihitung dengan mengumpulkan data tentang pendapatan yang diperoleh oleh suatu rumah tangga keluarga. 3. Pendekatan Pengeluaran Menghitung besarnya pendapatan dengan menjumlahkan seluruh pengeluran
yang
dilakukan
oleh
suatu
unit
ekonomi
(Reksoprayitno,2009). d. Tingkat Pendapatan Keluarga Tingkat
pendapatan
keluarga
merupakan
pendapatan
atau
penghasilan keluarga yang tersusun mulai dari rendah, sedang, hingga tinggi. Tingkat pendapatan setiap keluarga berbeda-beda. Terjadinya perbedaan tersebut dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain jenis pekerjaan, jumlah anggota keluarga yang bekerja. Menurut Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Kediri sesuai dengan Peraturan Gubernur Jawa Timur No. 72 Tahun 2012
35
Upah Minimum Kabupaten (UMK) Kediri tahun 2013 adalah sebesar Rp. 1.089.950,-. Adapun tingkat pendapatan keluarga dibagi menjadi 2 tingkatan, yaitu : 1). Tingkat Pendapatan Rendah : Kurang dari Rp. 1.089.950,-/bulan 2). Tingkat Pendapatan Tinggi : Lebih dari atau sama dengan Rp. 1.089.950,-/bulan.
5. Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan Tumbuh Kembang Tumbuh kembang dipengaruhi oleh berbagai kondisi dari dalam diri anak itu sendiri maupun kondisi lingkungan sekitarnya. Pada dasarnya kebutuhan dasar anak untuk tumbuh kembang agar optimal dapat dikelompokkan kedalam 3 kelompok, yaitu 1. kebutuhan fisis-biomedis (asuh), 2. kebutuhan kasih sayang/emosi (asih), dan 3. kebutuhan stimulasi/latihan/bermain (asah). Dalam pertumbuhannya seorang bayi memerlukan nutrisi yang adekuat, sehingga dapat menjamin tumbuh kembang berlangsung seoptimal mungkin. Nutrisi terbaik bayi pada 6 bulan pertama kehidupannya adalah ASI. Air Susu Ibu merupakan cairan yang mengandung dan memenuhi semua nutrien yang diperlukan untuk pertumbuh fisik dan perkembangan seorang anak. ASI disesuaikan dengan keperluan, laju pertumbuhan bayi, dan kebiasaannya menyusu, oleh karena itu ASI merupakan faktor yang
36
penting untuk proses pertumbuhan dan perkembangan seorang anak (Widyastuti,2015).
6. Hubungan Pemberian Stimulasi Psikososial dengan Tumbuh Kembang Interaksi antara lingkungan stimulasi dalam perkembangan otak dipandang sebagai cara untuk menyusun struktur sistem saraf jangka panjang. Dengan adanya stimulasi atau pengalaman dari lingkungan maka akan mengaktifkan letupan atau loncatan elektik antar neuron yang akan membentuk jaringan otak yang akan membantu pencapaian kemampuan
kognitif
yang baik.
Dengan
demikian
otak
akan
berkembang apabila stimulasi yang diberikan semakin banyak, sehingga anak perlu mendapatkan lingkungan yang merangsang pertumbuhan otak dan selalu mendapatkan stimulasi psikososial (Canadian Institute of Child Health,2008 & Santrock,2012). Studi
longitudinal
di
Brazil
menunjukkan
hubungan
yang
signifikan antara stimulasi psikososial dengan kemampuan kognitif pada anak usia prasekolah (Santos,2008). Penelitian lainnya di Indonesia menunjukkan hubungan antara stimulasi psikososial dengan kemampuan maupun
perkembangan
kognitif
Gamayanti,2006; Warsito,2012).
(Andarwati,
Prawirohartono,&
37
7. Hubungan Pendapatan dengan Tumbuh Kembang Tingkat pendapatan dalam suatu keluarga sangat mempengaruhi konsumsi pangan keluarga yang akan berdampak pada keadaan gizi anak, keadaan ekonomi keluarga yang kurang mampu merupakan faktor yang kurang mendukung bagi pertumbuhan dan perkembangan anak balita (Sarah,2008). Menurut Suhardjo (2003), menyatakan bahwa pada umumnya jika pendapatan naik, jumlah dan jenis makanan cenderung meningkat pula. Peningkatan pendapatan perorangan akan menyebabkan perubahan dalam susunan makanan, namun pengeluaran uang lebih banyak untuk pangan tidak menjamin lebih beragamnya konsumsi. Tingkat pendapatan akan mempengaruhi mutu fasilitas perumahan, penyediaan air bersih dan sanitasi yang pada dasarnya sangat berperan terhadap timbulnya penyakit infeksi. Selain itu, penghasilan keluarga akan menentukan daya beli keluarga termasuk makanan, sehingga mempengaruhi kualitas dan kuantitas makanan yang tersedia dalam rumah tangga dan pada akhirnya mempengaruhi asupan zat gizi (Suhardjo,2003). Inilah yang mendasari pengoptimalisasian tumbuh-kembang anak balita. Pendapatan keluarga yang memadai akan menunjang tumbuh kembang anaknya karena orang tua dapat menyediakan semua kebutuhan anak baik yang primer maupun yang sekunder. Sebaliknya, pendapatan keluarga yang tidak cukup untuk menyediakan kebutuhan primer ataupun
38
sekunder
akan
mempengaruhi
kualitas
tumbuh
kembang
anak
(Suhardjo,2003).
8. Penelitian yang Relevan a. Indraswati (2011) melakukan penelitian dengan judul hubungan tingkat pengetahuan ibu dan pemberian ASI eksklusif dengan kecerdasan otak bayi di Puskesmas Juwiring Kabupaten Klaten. Penelitian
tersebut
merupakan
penelitian
analitik
dengan
pendekatan cross sectional, dengan menggunakan 40 subjek penelitian dan diambil menggunakan teknik sampling random, data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner, dengan olah data regresi linier. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel tingkat pengetahuan ibu mempunyai hubungan yang tidak signifikan terhadap kecerdasan otak bayi, tingkat pengetahuan ibu mempunyai koefisien regresi sebesar 0.21. Berarti apabila tingkat pengetahuan ibu (X1) meningkat 1% maka kecerdasan otak bayi (Y) juga meningkat 0,21% (p=0.101). Pemberian ASI eksklusif mempunyai hubungan yang signifikan terhadap kecerdasan otak bayi. ASI eksklusif mempunyai koefisien regresi sebesar 0.64, artinya apabila pemberian ASI (X1) meningkat 1% maka kecerdasan otak bayi (Y) juga akan meningkat sebesar 0,64% (p<0,001), sehingga dapat disimpulkan tingkat pengetahuan ibu tidak mempunyai hubungan yang signifikan terhadap kecerdasan otak bayi,
39
sedangkan ASI eksklusif mempunyai hubungan yang signifikan terhadap kecerdasan otak bayi. b. Ernawati (2012) melakukan penelitian dengan judul pengaruh pengetahuan dan motivasi kerja terhadap hasil screening stimulasi deteksi dini tumbuh kembang balita (SDIDTK) pada bidan di Puskesmas Kabupaten Boyolali. Jenis penelitian observasional analitik dengan rancangan cross sectional, teknik pengambilan sampling dengan menggunakan total sampling sebanyak 58 responden. Penelitian ini menunjukkan ada pengaruh motivasi kerja terhadap hasil skrining SDIDTK baik secara parsial maupun simultan (p < 0.001) dan pengetahuan berpengaruh dominan terhadap hasil skrening SDIDTK pada di Puskesmas Kabupaten Boyolali (p < 0.001). c. Juliastuti (2011) melakukan penelitian dengan judul hubungan tingkat pengetahuan, status pekerjaan ibu, dan pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini dengan pemberian ASI eksklusif. Penelitian
tersebut
merupakan
penelitian
kuantitatif
dengan
pendekatan cross sectional, sampel sebesar 85 ibu bayi berumur 6 – 12 bulan, menggunakan instrumen kuesioner. Hasil analisis regresi logistik ganda menunjukkan bahwa makin tinggi tingkat pengetahuan ibu maka semakin tinggi kemungkinan pemberian ASI eksklusif (OR=4.8 , p=0.011). Ibu yang tidak bekerja akan semakin tinggi kemungkinan pemberian ASI eksklusif (OR=3.7 , p=0.033). Makin dilaksanakan inisiasi menyusu dini maka akan semakin tinggi pemberian ASI eksklusif (OR=5.3 , p=0.002), dan secara simultan semakin tinggi tingkat pengetahuan ibu, ibu bekerja dan
40
inisiasi menyusu dini meningkatkan kemungkinan pemberian ASI eksklusif sebesar 35,8%. d. Astuti (2013) melakukan penelitian dengan judul perbedaan tumbuh kembang anak 1–6 bulan yang diberikan ASI eksklusif dengan yang tidak di wilayah kerja Puskesmas Karang Malang Sragen. Jenis penelitian non eksperimental dengan desain penelitian deskriptif komparatif. Teknik pengambilan data penelitian adalah cross sectional. Sampel penelitian adalah 28 ibu dengan ASI ekslusif dan pengambilan sampel menggunakan total sampel, sementara 49 ibu dengan ASI tidak esklusif dengan pengambilan sampel yaitu simple random sampling untuk tiap–tiap desa. Instrumen penelitian menggunakan alat timbangan berat badan dan lembar perkembangan DDST II. Analisis data penelitian menggunakan uji Chi Square. Hasil penelitian diketahui sebagian besar pertumbuhan anak 1-6 bulan yang diberikan ASI eksklusif maupun ASI tidak ekslusif dalam kategori normal. Sebagian besar perkembangan anak 1-6 bulan yang diberikan ASI eksklusif maupun ASI tidak ekslusif adalah normal. Tidak terdapat perbedaan pertumbuhan anak antara yang diberikan ASI ekslusif dengan yang diberi ASI tidak ekslusif. Tidak terdapat perbedaan perkembangan anak antara yang diberikan ASI ekslusif dengan yang diberi ASI tidak ekslusif .
41
e. Febriana (2015) melakukan penelitian dengan judul hubungan pemberian ASI eksklusif dengan perkembangan bayi usia 9–12 bulan di Puskesmas Gamping I Sleman. Penelitian ini menggunakan studi korelasi dengan pendekatan cross sectional. Responden penelitian ini terdiri dari 25 responden ASI eksklusif dan 5 responden tidak ASI eksklusif menggunakan teknik accidental sampling. Analisa data menggunakan Chi-Square. Berdasarkan analisa data dengan uji Chi Square dengan nilai p sebesar 0.001 (p<0.05), menunjukkan bahwa hipotesis yang menyatakan ada hubungan pemberian ASI eksklusif dengan perkembangan bayi usia 9-12 bulan dapat diterima. f. Conita (2014) melakukan penelitian dengan judul perbedaan pertumbuhan bayi usia 3–6 bulan yang diberi ASI eksklusif dan yang tidak diberi ASI eksklusif di Puskesmas Gang Sehat Kecamatan Pontianak Selatan. Penelitian ini merupakan studi analitik dengan pendekatan cross sectional yang dilakukan terhadap 44 bayi usia ≥6 bulan di poli Gizi Puskesmas Gang Sehat Pontianak Selatan. Data diperoleh melalui kuesioner dan Kartu Menuju Sehat (KMS) kemudian dianalisis menggunakan uji t tidak berpasangan, dan diperoleh hasil rerata kenaikan berat badan per bulan bayi yang diberi ASI eksklusif 0.44 ± 0.03 kg sedangkan yang tidak diberi ASI eksklusif 0.62 ± 0.03 kg dengan selisih rerata 0,18 kg. Hasil analisis statistik menunjukkan terdapat perbedaan rerata bermakna dengan p<0.001. Adapun rerata kenaikan panjang badan per bulan bayi yang diberi ASI eksklusif 1.96 ± 0.14 cm sedangkan yang tidak
42
diberi ASI eksklusif 2.08 ± 0.15 cm dengan selisih rerata 0.11 cm. Hasil analisis statistik menunjukkan tidak terdapat perbedaan rerata bermakna dengan p=0.582 (p>0.05). g. Lepita (2013) melakukan penelitian dengan judul evaluasi pengaruh lamanya pemberian ASI saja terhadap pertumbuhan anak. Penelitian ini merupakan penelitian kohort retrospektif yaitu mencari efek yang muncul pada balita usia antara 12 sampai 36 bulan yang ketika bayinya menggunakan ASI saja di wilayah Kecamatan Ledo. Jumlah subjek yang diteliti sebanyak 101 anak. Sampel diambil dengan teknik cluster berdasarkan kriteria inklusi. Analisis statistik memakai analisis varians, uji Mann-Whitney, Kruskal-Walls, dan korelasi regresi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa lamanya pemberian ASI saja mempengaruhi pertumbuhan anak berdasarkan persen terhadap median Berat Badan (BB)/Usia (U) dan Berat Badan (BB)/Tinggi Badan (TB) (p<0.001); tidak tampak pengaruh lamanya pemberian ASI dengan pertumbuhan anak berdasarkan persen terhadap median TB/U baku rujukan WHO-NCHS (p>0.05). Kesimpulan pada penelitian ini adalah lamanya pemberian ASI saja berpengaruh positif terhadap pertumbuhan yang diukur berdasarkan persen terhadap median BB/U dan BB/TB baku rujukan WHONCHS. h. Latifah (2010) melakukan penelitian dengan judul pengaruh pemberian ASI dan stimulasi psikososial terhadap perkembangan sosial emosi anak balita pada keluarga ibu pekerja dan tidak bekerja.
43
Penelitian tersebut menggunakan desain penelitian cross sectional study, dengan sampel balita yang berusia 2 – 5 tahun dengan teknik pengambilan sampel purposive. Cara pengumpulan datanya di peroleh dengan pengamatan dan wawancara dengan menggunakan alat bantu kuesioner, analisis data menggunakan uji Man-whitney untuk data yang minimal berskala minimal nominal dan uji T-test untuk data minimal berskala interval. Analisis korelasi Rank Spearman dilakukan untuk melihat hubungan antar variabel yang diteliti, selanjutnya untuk melihat faktor – faktor dominan yang memperngaruhi perkembangan sosial emosi anak dilakukan Regresi Linear Berganda. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa baik pada keluarga ibu bekerja maupun pada keluarga ibu tidak bekerja, memberikan ASI dengan lama pemberian ASI 13-24 bulan dan telah memberikan stimulasi psikososial yang cukup baik kepada anaknya di rumah. Berdasarkan hasil analisis, variabel pendidikan ayah dan pendapatan keluarga berhubungan signifikan (negatif) dengan variabel lama pemberian ASI. Sementara itu, pendidikan ayah, pendidikan ibu, pendapatan keluarga, dan pengetahuan ibu mengenai tumbuh kembang berhubungan secara signifikan (positif) dengan stimulasi psikososial. Jenis kelamin berhubungan secara signifikan (negatif) dengan stimulasi psikososial, yaitu anak yang berjenis kelamin perempuan memperoleh stimulasi psikososial yang lebih baik dari pada anak yang berjenis kelamin laki-laki. Stimulasi psikososial dan umur anak merupakan faktor yang dominan dalam mempengaruhi
44
perkembangan sosial-emosi anak, sedangkan pemberian ASI tidak mempengaruhi perkembangan sosial-emosi anak. i. Lisa (2012) dengan penelitian hubungan pemberian ASI eksklusif dengan perkembangan motorik
kasar balita di
Kelurahan
Brontokusuman
Kecamatan Mergangsan Yogyakarta. Jenis penelitian Survei Analitik, dengan pendekatan crossectional. Lokasi penelitian di Keluraha Brontokusuman Kecamatan Mergangsan Yogyakarta. Obyek penelitian adalah balita 7-60 bulan, dengan jumlah sampel sebanyak 231 balita yang diambil secara random sampling. Teknik analisis data dengan perhitungan chi square dan odd ratio untuk mengetahui hubungan pemberian ASI eksklusif dengan perkembangan motorik kasar balita, dengan jenis skala nominal. Hasil penelitian menunjukkan Balita di Kelurahan Brontokusuman Kecamatan Mergangsan Yogyakarta yang diberi ASI eksklusif sebanyak 39 Balita (16.9%), sedangkan yang tidak diberi ASI Eksklusif sebanyak 192 Balita (83.1%). Berkembang sesuai umur sebanyak 88 Balita (38.1%), sedangkan yang tidak berkembang sesuai umur sebanyak 143 Balita (61.9%). Terdapat hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan perkembangan motorik kasar balita, pemberian ASI tidak eksklusif beresiko 5.6 kali terjadi perkembangan motorik kasar balita tidak sesuai umur dibandingkan dengan balita yang diberi ASI eksklusif.
45
j. Rahardjo (2014) melakukan penelitian dengan judul hubungan pemberian Asi eksklusif dengan perkembangan bayi usia 6 – 12 bulan di Desa Ngerong Kecamatan Gempol Kabupaten Pasuruan. Penelitian ini menggunakan metode analitik dengan pendekatan Korelasi Sperman’s Rank. Populasi pada penelitian ini terdapat 36 bayi usia 6-12 bulan. Teknik pengambilan sampel proportional random sampling dengan mengambil sampel sebagian bayi usia 6-12 bulan di Desa Ngerong sebanyak 33 bayi. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner dan lembar observasi. Sedangkan Analisis data menggunakan uji statistik Korelasi Sperman’s Rank. Hasil analisa menggunakan uji statistik Korelasi Sperman’s Rank didapatkan nilai p=0.000 dengan menggunakan α=0.05. Maka p < α. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan perkembangan bayi usia 6-12 bulan di Desa Ngerong Kecamatan Gempol Kabupaten Pasuruan. k. Warsito, Oktarina et al (2012) melakukan penelitian dengan judul Relationship between nutritional status, psychososial stimulation, and cognitive development in preschool children in Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode regresi. Pengambilan sampel menggunakan metode cross sectional, Subjek penelitian adalah ibu dan anak usia pra sekolah sejumlah 58 ibu dan anaknya. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti hubungan antara status gizi, stimulasi psikososial, dengan perkembangan kognitif anak pra sekolah di Indonesia. Variabel independent
46
pada penelitian ini adalah status nutrisi dan stimulasi psikososial, dan variabel dependentnya adalah perkembangan kognitif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa stimulasi psikososial (p=<0.001), partisipasi pada pendidiakn anak (p=<0.001) dan status nutrisi berdasar indeks TB/U (P=0.028) memiliki hubungan positif dan signifikan terhadap perkembangan kognitif pada anak pra sekolah (R2=0.434, p=0.028). l. Departemen of Nutrition, World Health Organization, Acta Pediatrica (2010) dengan judul penelitin Relationship between physial growth and motor development in the WHO Child Growth Standars. Penelitian perkembangan
ini fisik
bertujuan dengan
untuk
meneliti
perkembangan
hubungan
motorik.
antara
Penelitian
perkembangan motorik dilakukan secara longitudinal dengan desain penelitian secara case control dengan subjek penelitian pada 816 anak balita. Variabel
independentnya
adalah
pertumbuhan
fisik
dan
variabel
dependentnya adalah perkembangan motorik. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara perkembangan motorik kasar dan beberapa indikator pertumbuhn fisik. Hasil ini menunjukkan bahwa dalam populasi yang sehat, pencapaian kemampuan motorik kasar sebagaian besar independen variasi dalam pertumbuhan fisik.
47
m. Mari V Wang, Ratib Lekhal et al (2014) dengan judul penelitian The developmental relationship between language and motor performance from 3 to 5 years of age : a prospective longitudinal population study. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti hubungan antara perkembangan motorik dan perkembangan bahasa pada anak usia 3 – 5 tahun. Metode penelitian dengan menggunakan analisis dilakukan dengan menggunakan laporan orang tua dalam sampel dari 11 999 anak– anak
dari
studi
prospektif.
Variabel
independentnya
adalah
perkembangan bahasa, variabel dependentnya adalah perkembangan motorik. Hasil dari penelitian ini adalah terdapat prediksi positif antara kemampuan bahasa dan kemampuan motorik. Bahasa dan motorik baik keterampilan yang stabil dari 3 sampai 5 tahun.
9. Kebaharuan Penelitian Kebaharuan penelitian ini dengan penelitian yang terdahulu selain terletak pada tingkatan analisis yang digunakan, yaitu sampai pada analisis multivariat dengan menggunakan analisis Jalur, kemudian penelitian ini menyertakan variabel pendapatan dalam penelitiannya, serta dalam variabel dependennya sekaligus menggunakan sebanyak 6 variabel antara lain yaitu berat badan, lingkar kepala, motorik kasar, motorik halus, bahasa dan personal sosial.
48
B.
Kerangka Berpikir
Gambar 2.1 : Kerangka Berpikir
C. Hipotesis 1. Ada hubungan positif antara perkembangan motorik halus pada anak usia 7 sampai 24 bulan dengan sejumlah variabel sesuai berikut : a.
Pemberian ASI eksklusif
b.
Stimulasi psikososial
c.
Pendapatan keluarga saat ibu hamil
d.
Pendapatan keluarga setelah ibu melahirkan
2. Ada hubungan positif antara perkembangan motorik kasar pada anak usia 7 sampai 24 bulan dengan sejumlah variabel sesuai berikut : a.
Pemberian ASI eksklusif
49
b. Stimulasi psikososial c. Pendapatan keluarga saat ibu hamil d. Pendapatan keluarga setelah ibu melahirkan 3.
Ada hubungan positif antara perkembangan personal sosial pada anak usia 7 sampai 24 bulan dengan sejumlah variabel sesuai berikut : a. Pemberian ASI eksklusif b. Stimulasi psikososial c. Pendapatan keluarga saat ibu hamil d. Pendapatan keluarga setelah ibu melahirkan
4.
Ada hubungan positif antara perkembangan bahasa pada anak usia 7 sampai 24 bulan dengan sejumlah variabel sesuai berikut : a. Pemberian ASI eksklusif b. Stimulasi psikososial c. Pendapatan keluarga saat ibu hamil d. Pendapatan keluarga setelah ibu melahirkan
5.
Ada hubungan positif antara pertumbuhan berat badan pada anak usia 7 sampai 24 bulan dengan sejumlah variabel sesuai berikut : a. Pemberian ASI eksklusif b. Stimulasi psikososial c. Pendapatan keluarga saat ibu hamil d. Pendapatan keluarga setelah ibu melahirkan
6.
Ada hubungan positif antara pertumbuhan lingkar kepala pada anak usia
50
7 sampai 24 bulan dengan sejumlah variabel sesuai berikut : a. Pemberian ASI eksklusif b. Stimulasi psikososial c. Pendapatan keluarga saat ibu hamil d. Pendapatan keluarga setelah ibu melahirkan