BAB II. LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka 1.
Air Air merupakan unsur yang mempunyai peran utama dalam kehidupan di bumi
ini. Air dikenal sebagai sumber daya yang terbarukan, namun dari segi kualitas maupun kuantitas membutuhkan upaya dan waktu untuk dapat berlangsung baik. Kriteria dan standar kualitas air didasarkan atas beberapa hal antara lain keberadaan logam berat, anorganik, tingkat toksisitas, dan teremisinya pencemar ke lingkungan. Air adalah pelarut yang baik, oleh sebab itu di dalamnya paling tidak terlarut sejumlah kecil zat-zat anorganik dan organik. Dengan kata lain, tidak ada air yang benar-benar murni dan hal ini menyebabkan dalam setiap analisis air ditemukan zat-zat terlarut (Wijayanti, 2008). Air sebagai komponen lingkungan hidup akan mempengaruhi dan dipengaruhi oleh komponen lainnya. Air yang kualitasnya buruk akan mengakibatkan kondisi lingkungan hidup menjadi buruk sehingga akan mempengaruhi kondisi kesehatan (Slamet, 2002; Azwar, 1990). Penyakit yang ditularkan melalui air yang tidak saniter kerap disebut sebagai water borne disease diantaranya adalah diare, penyakit kulit, dan konjungtivitis (Djohari, 1998). Penurunan kualitas air pada sumber air mengancam kualitas kesehatan dari air minum yang disuplai dan telah banyak tindakan peningkatan kualitas air yang sudah dilakukan melalui instalasi pengolahan air minum dengan proses rekayasa teknologi. Tujuan kesemua aktivitas tersebut adalah untuk menjamin kualitas air minum yang dikonsumsi oleh manusia (Jiuhui et al., 2007). Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001 mengelompokkan kualitas air menjadi beberapa kelas menurut peruntukkannya, yaitu : a.
Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
6
7
b.
Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
c.
Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
d.
Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
2.
Lempung Lempung termasuk batuan rombakan (sedimen) yang dapat berupa endapan
residu ataupun endapan sedimen. Mineral penyusun batuan asal pembentuk lempung adalah felsfar, olivin, piroksin, amfibol dan mika. Istilah lempung mempunyai arti dan pengertian yang sangat luas. Bagi orang awam nama lempung dipakai untuk menerangkan jenis tanah yang mempunyai sifat plastis (liat) tanpa membedakan jenisnya, baik menurut istilah perdagangan, maupun istilah geologi. Lempung dan mineral lempung sering ditemukan di permukaan tanah. Lempung merupakan salah satu komponen tanah yang tersusun atas senyawa alumina silikat dengan ukuran partikel lebih kecil dari 2μm (Lestari, 2002). Lempung memiliki kandungan silika (SiO2) dan alumina (Al2O3) masing-masing sebesar 61,43% dan 18,99% (Tamam, 2010). Menurut Urabe (2006), lempung alam merupakan material yang berpori sehingga memiliki kemampuan untuk mengadsorpsi serta memiliki ion yang bisa dipertukarkan dengan ion dari luar. Lempung memiliki luas permukaan spesifik, stabil secara kimia dan mekanik, dengan sifat dan struktur permukaan yang bervariasi serta memiliki kapasitas pertukaran ion yang tinggi. Sifat-sifat ini yang membuat lempung dapat berperan sebagai adsorben yang unggul. Adanya asam-asam Bronsted dan Lewis pada permukaan lempung juga menambah kapasitas adsorpsinya pada suhu tinggi tanpa
8
mengubah bentuknya. Ada 3 jenis fire clay, yaitu flin fire clay yang memiliki struktur kuat, plastic fire clay yang memiliki kemampuan kerja yang baik, serta high alumina clay yang sering digunakan sebagai refraktori dan bahan tahan api. Kandungan mineral tanah lempung dibedakan menjadi bentonit (smektit), kaolinit, haloisit, klorit dan ilit. Peningkatan efektivitas penyerapan pada adsorben dapat dilakukan dengan aktivasi. Aktivasi dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan luas permukaan spesifik pori dan situs aktifnya (Widihati, 2008). Lihin, dkk (2012) telah membandingkan aktivitas antara lempung alam yang diaktivasi kimia (NaOH 1M) dengan lempung alam tanpa aktivasi kimia. Hasilnya, daya serap antara lempung alam tanpa aktivasi kimia dengan lempung alam yang diaktivasi kimia ialah tidak berbeda signifikan, yaitu 95,23% dan 95,73% terhadap ion logam timbal (Pb) pada suhu sistem 30oC. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa lempung alam dapat langsung dimanfaatkan tanpa dilakukan aktivasi kimia. Aktivasi secara fisika dapat dilakukan dengan kalsinasi pada suhu tinggi. Suhu aktivasi yang baik untuk lempung berada pada 100 ≤ T ≤ 200oC (Igbokwe et al., 2011). Daya adsorpsi lempung dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah luas permukaan, struktur lapis molekul, kapasitas tukar kation dan keasamaan permukaan. Semakin tinggi nilai karakter-karakter tersebut maka semakin baik daya adsorpsinya (Battacharyya dan Gupta, 2008). Lempung alam memiliki kelemahaan antara lain, struktur lapis yang mudah rusak dan porositasnya dapat hilang bila mengalami pemanasan pada suhu tinggi. Kelemahan tersebut dapat diatasi dengan melakukan aktivasi secara kimia dan fisika sehingga diperoleh lempung dengan karakter yang lebih baik dengan daya serap yang tinggi. Kelemahan lempung alam dapat diatasi dengan melakukan aktivasi secara kimia dan fisika. Aktivasi lempung secara kimia dilakukan dengan menggunakan asam (Butar-butar, 1998), basa, kation surfaktan dan polihidroksikation (Sirait, 2012). Aktivasi secara fisika dapat dilakukan melalui pemanasan, yaitu kalsinasi. Proses kalsinasi bermanfaat untuk menjaga stabilitas termal lempung dan memperbesar pori-pori permukaannya (Sukamta dkk., 2009). Lempung kalsinasi memiliki beberapa kelebihan antara lain stabilitas termal yang lebih tinggi hingga
9
suhu 600oC, volume pori dan luas permukaan yang lebih besar (Nusyirwan, 2005).
3.
Andisol Andisol di Jawa terdapat di daerah lereng pada ketinggian 700 - 1.500 meter
di atas permukaan laut, dengan kondisi iklim agak dingin dan lebih basah daripada di dataran rendah. Pada tempat yang tinggi, keadaan iklim kurang cocok untuk terjadinya kristalisasi mineral, oleh karena itu andisol banyak dijumpai alofan dan bahan-bahan amorf. Curah hujan tahunan bervariasi dari 2.000 - 7.000 mm, temperatur tahunan bervariasi antara 18oC – 22oC (Munir, 1996). Andisol merupakan tanah yang berwarna hitam kelam, sangat porous, mengandung bahan organik dan liat tipe amorf, terutama alofan serta sedikit silika dan alumina atau hidroksida besi, daya pengikat airnya sangat tinggi, jika ditutup vegetasi selalu jenuh air, sangat gembur tetapi mempunyai derajat ketahanan struktur yang tinggi sehingga mudah diolah (Darmawijaya, 1990). Tanah ini mempunyai sifat andik, yaitu kadar bahan organik kurang dari 25% dan kandungan bahan amorf (alofan, imogolit, ferrihidrit, atau senyawa komplek Alhumus) cukup tinggi. Alofan merupakan mineral liat tanah yang paling reaktif karena mempunyai daerah permukaan khas yang sangat luas dan mempunyai banyak gugus fungsional aktif (Farmer et al., 1991). Adanya alofan memberikan sifat-sifat unik pada andisol. Hal ini karena alofan mempunyai muatan variasi yang besar, struktur acak dan terbuka, serta dapat mengikat fosfat (Wada, 1989; Tan, 1982; Ranst, 1995). Akibat kuatnya fiksasi fosfat oleh mineral ini, maka ketersediaan fosfat yang mudah larut akan berkurang. Andisol hanya 10% dari pupuk P yang diberikan yang dapat digunakan tanaman akibat tingginya fiksasi fosfat tanah ini. Tingginya persentase kehilangan pupuk P merupakan masalah serius yang banyak dijumpai pada andisol. Alofan diklasifikasikan sebagai bahan yang bersifat “short range-ordered” karena memilki struktur yang berulang pada skala molekul dan komposisinya relatif teratur. Bahan “short range-ordered” umumnya terbentuk sangat cepat
10
melalui proses kristalisasi, dimana “inti” benih kristal terjadi dengan mudah dan banyak benih yang dibentuk. Besarnya jumlah benih disebabkan pembentukan mikrokristal yang memiliki lebar dimensi sekitar 10-1000 Å (Wada, 1989). Alofan yang mempunyai Al/Si molar ratio 2,0 telah diidentifikasi pada andisol di Selandia Baru dan Jepang serta di tanah Podzol di Skotlandia (Parfitt dan Hemni, 1980). Hasil identifikasi tersebut menjadi data dasar dalam menentukan pengelolaan andisol disana. Oleh karena itu estimasi dan identifikasi alofan di Indonesia perlu dilakukan, agar manajemen dan produktifitas andisol bisa optimal. Alofan sendiri termasuk kelompok alumino silikat alam yang bersifat amorf terhadap difraksi sinar X, yang komponen utamanya terdiri dari Si, Al, dan HB2BO. Molekul rasio Si/Al mineral ini 1/1 atau 2/1, serta mempunyai struktur mineral yang acak dan terbuka/berpori. Antara lembar tetrahedral dan oktahedral terdapat banyak daerah kosong sehingga molekul air dapat dengan mudah ke luar masuk, dan anion seperti fosfat dan nitrat dapat terjerap. Alofan mempunyai daerah permukaan spesifik yang luas. Luas permukaan yang besar ini mengakibatkat sistem koloid tanah menjadi sangat reaktif sehingga pertukaran kation, anion, jerapan air, dan fiksasi menjadi lebih tinggi (Tan, 1982). Identifikasi alofan dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain: a.
Pengukuran pH setelah diperlakukan dengan pengekstrak kuat seperti NaF yang akan menghasilkan data kualitatif dan semi kuantitatif.
b.
Pengukuran retensi fosfat yang menghasilkan data kualitatif (Blakemore, 1977).
c.
Pengukuran
dengan
DTA
(Differntial
Thermal
Analysis)
yang
mengungkapkan keberadaan alofan secara kualitatif dan kuantitatif. d.
Penggunaan mikroskop elektron yang menghasilkan data kualitatif.
e.
Pemakaian larutan ammonium oksalat, DCB (Dithionite Citrate Bicarbonate) dan asam pirofosfat, ketiga larutan ini dikenal sebagai larutan selective dissolution menghasilkan data kualitatif dan kuantitatif.
f.
Pemakaian spektroskopi inframerah yang menghasilkan data kualitatif.
11
g.
Menurut Taxonomy dalam Munir (1996), menyebutkan bahwa alofan mempunyai ciri-ciri dari tanah andisol antara lain: 1) Mengandung bahan piroklastik (bahan vulkanik) tinggi (lebih dari 80%). 2) Mengandung bahan organik lebih dari 1% dan sedikit Al dapat ditukar. 3) Kapasitas Tukar Kation (KTK) lebih dari 150 meq/100 g pada pH 8,2. 4) Luas permukaan besar dan banyak menahan air. 5) pH dari 1 gram tanah 50 cc NaF 1N lebih dari 9,4 setelah 2 menit.
4.
Logam Berat Kadmium (Cd) Logam berat merupakan unsur alam yang diperoleh dari laut, erosi batuan,
vulkanisme dan sebagainya (Carlk, 1986). Logam berat tidak dapat dihancurkan secara alami dan cenderung terakumulasi dalam rantai makanan (Darmono, 1995). Logam berat menjadi berbahaya karena tidak dapat didegradasi oleh tubuh, memiliki sifat toksisitas (racun) pada makhluk hidup walaupun pada konsentrasi yang rendah dan dapat terakumulasi dalam jangka waktu tertentu (Buhani, 2009). Menurut Khasanah (2009), logam berat digolongkan menjadi dua jenis, yaitu logam berat esensial dan non esensial. Logam berat esensial adalah logam yang keberadaannya dalam jumlah tertentu sangat dibutuhkan oleh organisme hidup tapi dalam jumlah berlebihan dapat menimbulkan efek racun. Contoh logam berat ini adalah Cu, Zn, Fe, CO, Mn, dan lain sebagainya. Sedangkan logam berat non esensial adalah logam yang keberadaannya dalam tubuh belum diketahui manfaatnya atau bahkan dapat bersifat racun, seperti merkuri (Hg), kadmium (Cd), timbal (Pb), khrom (Cr), dan lain-lain. Logam kadmium (Cd) memiliki karakteristik berwarna putih keperakan seperti logam aluminium, tahan panas, tahan terhadap korosi.
Kadmium (Cd)
digunakan untuk elektrolisis, bahan pigmen untuk industri cat, enamel dan plastik. Logam kadmium (Cd) biasanya selalu dalam bentuk campuran dengan logam lain terutama dalam pertambangan timah hitam dan seng (Darmono 1995). Unsur kadmium (Cd) dalam Sistem Periodik Unsur (SPU) terletak dalam golongan IIB dengan nomor atom 48, jari-jari ion 0,97 Å dan konfigurasi elektron [Kr]4d105s2. Kadmium (Cd) hampir selalu ditemukan pada tingkat valensi 2+.
12
Kadmium (Cd) merupakan logam yang di alam biasanya bersama-sama dengan logam seng (Zn). Kadmium (Cd) merupakan logam berat yang paling banyak ditemukan pada lingkungan, khususnya lingkungan perairan, serta memiliki efek toksik yang tinggi, bahkan pada konsentrasi yang rendah (Almeida et al., 2009). Logam kadmium (Cd) digunakan untuk elektrolisis, bahan pigmen untuk industri cat, enamel dan plastik. Logam kadmium (Cd) masuk ke dalam jaringan tubuh makhluk hidup melalui beberapa cara seperti pernafasan, pencernaan dan penetrasi melalui kulit (Krisnawati dkk, 2013). Kadmium (Cd) diketahui memiliki waktu paruh yang panjang dalam tubuh organisme hidup dan umumnya terakumulasi di dalam hepar dan ginjal (Flora, 2009). Pada manusia, kadmium (Cd) dapat bersifat karsinogenik, merusak kelenjar endokrin, sistem kardiovaskular dan juga terdapat pada sistem saraf yang memicu kerusakan neurologis dan berasosiasi dengan kanker paru-paru, prostat, pankreas dan ginjal (Bobocea et al., 2008 & Flora, 2009). Pal (2006) menjelaskan bahwa pada konsentrasi yang tinggi, kadmium merupakan logam berat yang bersifat karsinogen, mutagenik dan teratogenik pada beberapa jenis hewan. Hal ini menunjukan bahwa logam berat kadmium memberikan efek terhadap proses genomic dan postgenomic pada liver, ginjal, paru-paru, dan otak. Sifat karsinogenik kadmium menyebabkan logam berat tersebut diurutkan sebagai peringkat pertama (Class 1) agen mutagenik bagi organisme hidup (Nordic, 2003 dan Flora et al., 2008). Kadmium (Cd) memiliki sifat reaktif yang sangat tinggi dan dapat menginaktifkan berbagai macam aktivitas enzim yang diperlukan oleh sel. Setelah diadsorpsi, logam berat kadmium (Cd) akan terakumulasi di dalam organ target yang utamanya adalah ginjal kemudian menimbulkan toksisitas. Di dalam ginjal, akumulasi kadmium (Cd) terjadi umumnya di dalam tubulus proximal serta segmen-segmen nefron lainnya yang hanya terjadi pada akhir tahap intoksifikasi (Yokouchi et al., 2007). Selain itu, Ohta et al. (2000) melaporkan bahwa pemberian logam berat kadmium (Cd) terhadap tikus putih jantan (Male Wistar Rats) dapat menyebabkan osteoporosis serta umumnya terdeposit di dalam organ liver dan ginjal.
13
Kadmium (Cd) masuk dalam tubuh manusia dan hewan melalui makanan, minuman dan pernapasan. Dalam tubuh, kadmium (Cd) dapat mengganti ion Ca2+ dalam tulang, sehingga tulang menjadi keropos. Kadmium (Cd) mempunyai waktu paruh 30 tahun sehingga dapat terakumulasi pada ginjal dan dapat menyebabkan disfungsi ginjal. Kadmium (Cd) juga dapat menyebabkan tekanan darah tinggi dan menimbulkan penyakit anemia karena kadmium (Cd) dapat menghambat kerja enzim –SH dalam protein (Darmono, 1995). Menurut badan dunia FAO/WHO, konsumsi per minggu yang ditoleransikan bagi manusia adalah 400 – 500 gram per orang atau 7 mg per kilogram berat badan. Kadmium (Cd) dalam tubuh manusia diperoleh melalui makanan, tembakau, air minum dan udara. Keracunan oleh kadmium (Cd) menunjukkan gejala yang mirip dengan gejala penyakit akibat keracunan senyawa merkuri (Hg) atau penyakit Minamata. Berdasarkan baku mutu air minum yang dikeluarkan oleh WHO (1971), kadar kadmium maksimum dalam air minum yang dibolehkan yakni 0,01 mg/l sedangkan menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 492 Tahun 2010, kadar maksimum kadmium dalam air minum yang dibolehkan yakni 0,003 mg/l. Kadmium (Cd) juga dapat menginduksi kerusakan pada fungsi membran dengan merusak komposisi lipid pada membran sel.
5.
Adsorpsi Adsorpsi adalah akumulasi suatu zat pada antar muka (interface) diantara dua
fase. Zat yang dijerap disebut adsorbat/solute dan zat yang menjerap disebut adsorben. Banyak zat dipakai sebagai adsorben untuk menjerap zat pengotor dalam cairan. Adsorben yang umum dipakai secara komersial misalnya, silika gel, alumina, molekul-molekul penyaring dan karbon aktif. Adsorben adalah bahanbahan yang sangat berpori, dan adsorpsi berlangsung terutama pada dinding pori atau pada letak-letak tertentu di dalam partikel itu. Pemisahan terjadi karena perbedaan bobot molekul atau karena perbedaan polaritas yang menyebabkan sebagian molekul melekat pada permukaan itu menjadi lebih erat daripada molekul-molekul lainnya. Efektivitas adsorpsi sangat dipengaruhi oleh beberapa
14
faktor, antara lain konsentrasi awal larutan, luas permukaan adsorben, temperatur, ukuran partikel, pH, dan waktu kontak (Cheremisinof , 2000). Jenis adsorpsi yang umum dikenal adalah adsorpsi kimia (kemisorpsi) dan adsorpsi fisika (fisisorpsi). a.
Adsorpsi kimia (kemisorpsi)
Adsorpsi kimia terjadi karena adanya gaya-gaya kimia dan diikuti oleh reaksi kimia. Pada afsorpsi kimia hanya stu lapisan gaya yang terjadi. Besarnya energi adsorpsi kimia ±100 kJ/mol. Adsorpsi jenis ini menyebabkan terbentuknya ikatan kimia sehingga diikuti dengan reaksi kimia, maka adsorpsi jenis ini akan menghasilkan produksi reaksi berupa senyawa yang baru. Ikatan kimia yang terjadi pada kemisorpsi sangat kuat mengikat molekul gas atau cairan dengan permukaan padatan sehingga sangat sulit untuk dilepaskan kembali (irreversibel). Dengan demikian dapat diartikan bahwa pelepasan kembali molekul yang terikat di adsorben pada kemisorpsi sangat kecil (Alberty and Daniel, 1997). b.
Adsorpsi fisika (fisisorpsi)
Adsorpsi fisika terjadi karena adanya gaya-gaya fisika. Pada jenis adsorpsi fisika ini, terjadi beberapa lapisan gas. Besarnya energi adsorpsi fisika ±10 kj/mol. Molekul-molekul yang diadsorpsi secara fisika tidak terikat kuat pada permukaan, dan biasanya terjadi proses balik cepat (reversibel), sehingga mudah untuk diganti dengan molekul yang lain. Adsorpsi fisika didasarkan pada gaya Van Der Waals, dan dapat terjadi pada permukaan yang polar dan non polar. Adsorpsi juga mungkin terjadi dengan mekanisme pertukaran ion. Permukaan padatan dapat mengadsorpsi ion-ion dari larutan dengan mekanisme pertukaran ion. Oleh karena itu, ion pada gugus senyawa permukaan padatan adsorbennya dapat bertukar tempat dengan ion-ion adsorbat. Mekanisme pertukaran ini merupakan penggabungan dari mekanisme kemisorpsi dan fisisorpsi, karena adsorpsi jenis ini akan mengikat ion-ion yang diadsorpsi dengan ikatan secara kimia, tetapi ikatan ini mudah dilepaskan kembali untuk dapat terjadi pertukaran ion (Atkins, 1990). Isoterm adsorpsi merupakan suatu keadaan kesetimbangan, yaitu tidak ada lagi perubahan konsentrasi adsorbat baik di fase terjerap maupun pada fase gas
15
atau cair. Isoterm adsorpsi biasanya digambarkan dalam bentuk kurva berupa plot distribusi kesetimbangan adsorbat antara fase padat dengan fase gas atau cair pada suhu konstan. Isoterm adsorpsi merupakan hal yang mendasar dalam penentuan kapasitas dan afinitas adsorpsi suatu adsorbat pada permukaan adsorben (Kundari dkk., 2008). a. Isoterm Langmuir Model isoterm Langmuir diterapkan dengan asumsi bahwa seluruh permukaan penjerap mempunyai afinitas yang relatif sama atau perbedaannya tidak signifikan terhadap logam. Proses jerapan berlangsung secara kemisorpsi satu lapisan. Pada setiap situs aktif hanya ada satu molekul yang dapat dijerap, sehingga sekali molekul terjerap menempati tempat tidak ada lagi penjerapan yang terjadi pada tempat tersebut.
Gambar 1. Ilustrasi Adsorbsi dengan persamaan Langmuir Isoterm Langmuir menggambarkan bahwa pada permukaan adsorben terdapat sejumlah tertentu situs aktif yang sebanding dengan luas permukaan. Pada setiap situs aktif hanya ada satu molekul yang dapat diadsorpsi, sehingga sekali molekul adsorbat menempati tempat tidak ada lagi penyerapan yang terjadi pada tempat tersebut. Oleh karena itu, model Langmuir valid untuk adsorpsi monolayer pada permukaan dengan jumlah terbatas. Isoterm Langmuir biasanya digunakan untuk menggambarkan proses kemisorpsi. Persamaan adsorpsi isoterm Langmuir dapat dituliskan sebagai berikut (Tan, 1982) :
Xe = k1. Ce m 1 + k2. Ce Keterangan : Ce
= konsentrasi adsorbat pada keadaan setimbang (mg/L)
16
Xe
= jumlah teradsorp (mg/L)
k1, k2 = konstanta m
= massa adsorben (gram)
b. Isoterm Freundlich Isoterm Freundlich merupakan isoterm yang umumnya digunakan untuk menggambarkan karakteristik adsorpsi padatan terhadap suatu limbah. Isoterm Freundlich menyatakan bahwa penyerapan senyawa organik oleh permukaan adsorben dalam kondisi tertentu yang meliputi waktu kontak dan konsentrasi terjadi karena adanya penyerapan secara fisika. Persamaan Freundlich dapat ditulis sebagai berikut (Tan, 1982) :
Xe m
=
k. Ce 1/n
Keterangan: Xe
= jumlah teradsorp (mg/L)
m
= massa adsorben (gram)
Ce
= konsentrasi larutan pada keadaan setimbang (mg/L)
k dan n = konstanta
6.
Bakteri Patogen dan Indikator Air Minum Beberapa mikroorganisme patogen dan parasit biasanya ditemukan di dalam
air limbah domestik dan juga di dalam efluen dari unit pengolahan air limbah. Tinja atau kotoran binatang (fecal matter) mengandung lebih dari 1012 bakteria per gram. Kandungan bakteria di dalam tinja mecapai kira-kira 9% dari berat basah (Dean and Lund, 1981). Bakteria yang ada di dalam air limbah telah diklasifikasikan menjadi beberapa grup yakni : a.
Bakteria
gram
negatif
fakultatif
anaerobik
misalnya
Aeromonas,
Plesiomonas, Vibrio, Enterobacter, Klebsiella dan Shigella. b.
Bakteria gram negatif aerobik misalnya Pseudomonas, Alcalligenes, Lavobacterium dan Acinetobacter.
c.
Bakteria gram positif pembentuk spora misalnya Bacillus spp.
17
d.
Bakteria gram positif non spora misalnya Arthrobacter, Corynebacterium, Rhodococcus. Kompilasi dari bakteria yang terpenting yang mungkin bersifat patogen
terhadap manusia dan yang dapat berpindah baik secara langsung atau tak langsung melalui air limbah. Bitton (1994) menyatakan bahwa beberapa mikroorganisme patogen penting yang ada di dalam air limbah antara lain Salmonella, Vibrio Cholerae, E. Coli, Yersina, Campylobacter dan Lepstospira. Dalam bidang mikrobiologi pangan dikenal dengan istilah bakteri indikator sanitasi. Dalam hal ini, pengertian pangan adalah pangan seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 yang mencakup makanan dan minuman (termasuk air minum). Bakteri indikator sanitasi adalah bakteri yang keberadaannya dalam pangan menunjukkan bahwa air atau makanan tersebut pernah tercemar oleh feses manusia. Bakteri-bakteri indikator sanitasi umumnya adalah bakteri yang lazim terdapat dan hidup pada usus manusia. Jadi, adanya bakteri tersebut pada air atau makanan menunjukkan bahwa dalam satu lebih tahap pengolahan air atau makanan pernah mengalami kontak dengan feses yang berasal dari usus manusia dan oleh karenanya mungkin mengandung bakteri patogen lain yang berbahaya. Koliform merupakan suatu grup bakteri yang digunakan sebagai indikator adanya polusi kotoran dan kondisi yang tidak baik terhadap air, makanan, susu dan produk-produk susu. Koliform sebagai suatu kelompok yang dicirikan sebagai bakteri berbentuk batang, gram negatif, tidak membentuk spora, aerobik dan anerobik fakultatif yang memfermentasi laktosa dengan menghasilkan asam dan gas dalam waktu 48 jam pada suhu 350C. Adanya bakteri Koliform di dalam makanan atau minuman menunjukkan kemungkinan adanya mikroba yang bersifat enteropatogenik dan atau toksigenik yang berbahaya bagi kesehatan. Bakteri Koliform dapat dibedakan menjadi 2 grup yaitu Koliform fekal misalnya Escherichia Coli dan Koliform non fekal misalnya Enterobacter aerogenes. Escherichia Coli merupakan bakteri yang berasal dari kotoran hewan atau manusia, sedangkan Enterobacter Aerogenes biasanya ditemukan di hewan atau tanaman yang telah mati (Fardiaz, 1993). Escherichia Coli yang ada dalam air
18
minum menunjukkan bahwa air minum itu pernah terkontaminasi feses manusia dan mungkin dapat mengandung patogen usus. Oleh karena itu, standar air minum mensyaratkan Escherichia Coli harus nol dalam 100 ml (Ni Luh dan Ni Putu, 2004). Beberapa persyaratan kualitas air minum menentukan bahwa air minum aman bagi kesehatan apabila memenuhi persyaratan fisika, mikrobiologis, kimiawi, dan radioaktif. Hal tersebut tertulis dalam Pasal 3 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 492/MENKES/PER/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum. Syarat-syarat dan pengawasan kualitas air minum menyebutkan bahwa dalam rangka pengawasan air minum maka parameter kualitas air minimal yang perlu diuji adalah sebagai berikut: a.
Parameter yang berhubungan langsung dengan kesehatan meliputi parameter mikrobiologi dan kimia an-organik seperti E.coli, total koliform, arsen, fluoride, kromium-val.6, kadmium, sianida dan selenium.
b.
Parameter yang tidak langsung berhubungan dengan kesehatan meliputi parameter fisik seperti bau, warna, jumlah zat padat terlarut, rasa, suhu, kekeruhan, dan parameter kimiawi seperti aluminium, besi, kesadahan, klorida, mangan, pH, seng, sulfat, tembaga, ammonia.
7.
Teknologi Penjernihan Air Penjernihan air dapat dilakukan secara sederhana melalui teknik penjernihan
air menggunakan filter keramik. Beberapa bahan yang digunakan untuk penjernih air yang lain yaitu: a.
Lempung berfungsi sebagai perangkap alami polutan-polutan seperti logam berat yang mengalir bersama air di permukaan tanah melalui peristiwa adsorpsi atau pertukaran ion.
b.
Andisol berfungsi sebagai adsorben logam berat dalam limbah industri
c.
Membran berfungsi untuk memisahkan partikel berukuran lebih kecil. Yofita (2012) pada penelitiannya menyatakan bahwa terdapat penghilangan bakteri patogen pada air yang melalui proses biofiltrasi menggunakan metode membran.
19
d.
Metode reverse osmosis (RO) adalah teknik penjernihan air dengan membran reverse osmosis yang mempunyai ukuran pemfilteran sebesar 0.0001 mikron, yang akan berfungsi menurunkan Total Dissolved Solids (TDS) dalam air. Membran ini terbuat dari bahan semi permeable dan mampu menyaring
kandungan logam, virus dan bakteri dalam air (Endarko dkk, 2013). William (2003) mengatakan bahwa membran untuk kebutuhan komersial harus memiliki sifat
permeabilitas
yang
tinggi
terhadap
air
dan
memiliki
derajat
semipermeabilitas yang tinggi dalam arti laju transportasi air melewati membran harus jauh lebih tinggi dibandingkan laju transportasi ion-ion yang terlarut dalam umpan. Membran juga harus memiliki ketahanan (stabil) terhadap variasi pH dan suhu. Kestabilan dari sifat-sifat tersebut dalam periode waktu dan kondisi tertentu dapat didefinisikan sebagai umur membran yang biasanya berkisar antara 3-5 tahun. Membran reverse osmosis (RO) bertindak sebagai ”barrier” yang bersifat semi permeabel yang dengan mudah melewatkan komponen secara selektif (pelarut, biasanya air) dan menghalangi zat terlarut secara parsial maupun keseluruhan. Air akan berpindah dari sisi umpan ke sisi permeat dengan proses difusi dengan tekanan sebagai driving force (Mustofa, 2007). Gradien potensial kimia pada membran menghasilkan driving force -Δμs yaitu gradien potensial kimia zat terlarut, biasanya berupa perbedaan konsentrasi dan -Δμw yaitu gradien potensial kimia pelarut, biasanya berupa perbedaan tekanan yang mendorong larutan untuk melewati membran (William, 2003). Tekanan operasi pada membran RO berkisar antara 3,4-60 bar. Proses yang terjadi pada membran RO merupakan proses hiperfiltrasi yang dapat menahan komponen-komponen seperti bakteri, garam, gula, protein, serta komponen lain yang memiliki berat molekul lebih dari 150-250 daltons (Mustofa, 2007). Tipe membran RO dibagi menjadi dua kategori yaitu, membran asimetrik yang terdiri dari satu jenis polimer dan membran komposit dengan lapisan tipis (thin film composite membrane) yang terdiri dari dua atau lebih jenis lapisan polimer. Membran asimetrik memiliki lapisan permselektif yang sangat tipis (0.11 μm) pada bagian permukaannya yang berpengaruh pada fluks serta selektifitas
20
dari membran. Lapisan bawah berupa lapisan penyangga berpori merupakan penyangga mekanis yang tidak terlalu berpengaruh pada proses pemisahan. Membran komposit dengan lapisan tipis (Thin film composite membrane) terdiri dari lapisan polimer yang sangat tipis (≤ 0,1μm) bertindak sebagai ”barrier” yang menghasilkan fluks air tinggi. Biasanya lapisan ini menggunakan jenis polimer yang berbeda dengan lapisan permukaan. Membran RO yang paling sering digunakan dalam industri pemurnian air adalah membran yang berbahan selulosa asetat (CA), selulosa triasetat (CTA), dan poliamida (PA) (Mustofa, 2007). Desain modul membran juga berpengaruh pada keefektifan membran RO sebagai salah satu teknologi pemisahan. Jenis modul membran antara lain plateand-frame, tubular, spiral-wound, dan hollow-fiber. Modul plate-and-frame terdiri dari lembaran membran yang disusun pada rangka yang memiliki jarak tertentu satu dengan yang lainnya. Modul tubular terdiri dari membran berbentuk pipa berdiameter 1,3 cm, disusun pada pipa stainless steel. Modul spiral-wound terdiri dari lembaran membran yang disusun lalu digulung menyerupai gulungan kain. Modul ini lebih efektif dari segi teknis dan ekonomi apabila dibandingkan dengan modul plate-and-frame dan tubular. Modul hollowfiber terdiri dari banyak membran berbentuk pipa kapiler dengan diameter ≤ 200 μm yang ditempatkan pada vessel bertekanan. Modul ini memiliki kelemahan antara lain sangat mudah terkena fouling dan tidak dapat diterapkan pada beberapa proses pemisahan (William, 2003).
Gambar 2. Membran spiral wound atau Lilit-spiral
21
William (2003) mengatakan bahwa osmosis merupakan fenomena alam yaitu peristiwa mengalirnya pelarut (biasanya air) mengalir melewati dinding lapisan semi permeabel, dari larutan konsentrasi zat terlarut rendah ke larutan dengan konsentrasi zat terlarut tinggi. Pada sistem pemisahan air, akan dihasilkan air murni dari konsentrasi zat terlarut tinggi ke konsentrasi rendah dengan menggunakan konsep reverse osmosis. Memban reverse osmosis telah banyak diterapkan di berbagai bidang termasuk desalinasi air laut dan air payau, penanganan air limbah, industri makanan dan minuman, separasi biomedical, purifikasi air untuk air minum dan kebutuhan industri. Selain itu membran reverse osmosis juga digunakan untuk memproduksi ”ultra pure water” untuk industri semikonduktor (Dessy, 2009). Agmalini, dkk (2013) menyatakan bahwa membran keramik terbentuk dari kombinasi logam (aluminium, titanium, zirkonium) dengan non logam dalam bentuk oksida, nitrida atau karbida. Contohnya adalah membran alumina atau zirkonia. Adanya oksida logam pada membran keramik menghasilkan muatan listrik sehingga performance permukaan material keramik lebih kuat. Secara fisik, membran keramik dapat berbentuk tube atau disk, bersifat porous. Hartopo (2014) menyatakan bahwa filter air keramik bekerja berdasarkan porositas bahan-bahannya (lempung) yang mampu melewatkan molekul air dan menahan partikulat dan mikroba berbahaya. Li and Lee (2009) meneliti pembuatan membran keramik sebagai penjernih air. Pori membran keramik berperan besar dalam pemurnian air karena sifat-sifatnya, yaitu stabil pada suhu tinggi, kekuatan mekanis tinggi dan mudah regenerasinya. Filter keramik dibuat dengan mencampurkan lempung dengan serbuk gergaji, kulit beras (Henry et al.,2013). Setelah dibentuk dengan cara di pres, lalu bahan filter di bakar pada suhu 700oC – 950oC. Ketika campuran lempung dan material organik dibakar, maka material organik yang terbakar akan meninggalkan lubang pori kecil berukuran kira-kira 1 μm, yang mampu menyaring mikroba-mikroba berbahaya. Penyaring lempung sederhana dapat menghilangkan 97,86% sampai 99,97% bakteri E. Coli yang merupakan indikator utama pencemaran air. Selain itu,
22
penyaring lempung juga mampu menghilangkan partikulat dan protozoa (~3-30 μm) yang mempunyai ukuran lebih besar dari bakteri (~0,5-3μm). Agmalini, dkk. (2013) menggunakan membran keramik berbahan tanah liat dan abu terbang batubara untuk meningkatkan kualitas air rawa.
23
B. Kerangka Berpikir
Lempung Bekonang Sukoharjo
Mineral alumino silikat (Si-OH, Al-OH, -OH)
Tanah andisol (Alofan) Gunung Lawu
Adsorben ion logam Kadmium (Cd)
L:A Lempung lekat sewaktu basah
Aktivasi
Pembukaan pori dan peningkatan luas permukaan.
Adsorben ion logam berat Kadmium (Cd)
Isoterm Adsorpsi (Freundlich/Langmuir)
kondisi optimum
FT-IR, XRD, Adsorpsi Amonia
Filter Keramik bahan L:A
Metode reverse osmosis menggunakan filter keramik
Air Layak Minum
Uji Bakteri E Coli, Koliform, Kadmium (Cd) sesuai PERMENKES
Gambar 3. Kerangka Berpikir
24
C. Hipotesis
Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka pemikiran di atas dapat diajukan hipotesis sebagai berikut : 1.
Komposisi tanah lempung dan andisol, suhu aktivasi dan waktu kontak berpengaruh terhadap kapasitas adsorpsi ion logam kadmium (Cd) dalam larutan model.
2.
Pada kondisi optimum penjerap campuran tanah lempung dan andisol mampu menjerap ion logam kadmium (Cd) dalam larutan model dengan maksimal.
3.
Pengolahan air minum menggunakan filter keramik campuran lempung dan andisol efektif untuk mengurangi kandungan ion logam kadmium (Cd) dan bakteri patogen dalam air.