BAB II LANDASAN TEORI
A. Bank Syariah Dalam bank syariah, hubungan antara bank dengan nasabahnya bukan hubungan debitur dengan kreditur, melainkan hubungan kemitraan antara penyandang dana dengan pengelola dana. Oleh karena itu, tingkat laba bank syariah tidak saja berpengaruh terhadap tingkat bagi hasil untuk para pemegang saham tetapi berpengaruh juga terhadap bagi hasil yang dapat diberikan kepada nasabah penyimpan dana. Hubungan kemitraan ini merupakan bagian dari proses berjalannya mekanisme bank syariah. 1. Pengertian Bank Syariah Pengertian bank syariah menurut Hari Sudarso (2008:27) : Lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa lain dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang beroperasi disesuaikan dengan prinsip-prinsip syariah.
2. Fungsi dan Peran Bank Syariah Fungsi dan peran bank syariah menurut imamul arifin (2007:144) adalah sebagai berikut:
6
7
a. Sebagai tempat menghimpun dana dari masyarakat atau dunia usaha dalam bentuk tabungan (mudharabah), dan giro (wadiah) serta menyalurkan kepada sektor riil yang membutuhkan. b. Sebagai tempat investasi bagi dunia usaha (baik dana modal maupun dana rekening investasi) dengan menggunakan alat-alat investasi yang sesuai dengan syariah. Seperti al murabahah (pembiayaan jual beli barang), al mudharabah (pembiayaan bagi hasil), al musyarakah (pembiayaan penyertaan modal), dan al ijaraha. c. Menawarkan berbagai jasa keuangan berdasarkan upah dalam suatu kontrak perwakilan atau penyewaan seperti garansi, transfer kawat dan L/C. d. Memberikan jasa sosial seperti pinjaman kebajikan (qardhul hasan), zakat dan dana sosial lainnya yang sesuai dengan ajaran islam. 3. Tujuan Bank Syariah Sama seperti bank konvensional, bank syariah mempunyai beberapa tujuan, menurut Slamet Wiyono (2005:56) tujuan bank syariah diantaranya sebagai berikut: a. Mengarahkan kegiatan ekonomi umat untuk bermuamalat secara islam. Khususnya muamalat yang berhubungan dengan perbankan, agar terhindar dari praktik-praktik riba atau jenis-jenis usaha/ perdagangan lain yang mengandung unsur gharar (tipuan), dimana jeni-jenis usaha tersebut selain dilarang islam, juga telah menimbulkan dampak negatif terhadap kehidupan ekonomi rakyat.
8
b. Untuk menciptakan suatu keadilan dibidang ekonomi dengan jalan meratakan pendapatan melalui investasi, agar tidak terjadi kesenjangan yang amat besar antara pemilik modal dengan pihak yang membutuhkan dana. c. Untuk meningkatkan kualitas hidup umat dengan jalan membuka peluang berusaha yang lebih besar terutama kelompok miskin yang diarahkan kepada kegiatan usaha yang produktif menuju terciptanya kemandirian usaha. d. Untuk menanggulangi masalah kemiskinan, yang pada umumnya merupakan
program
utama
dari
negara-negara
yang
sedang
berkembang. Upaya bank syariah di dalam mengetaskan kemiskinan ini berupa pembinaan nasabah yang lebih menonjol sifat kebersamaan dari siklus usaha yang lengkap seperti program pembinaan pengusaha produsen, pembinaan pedagang perantara, program pembinaan konsumen, program pengembangan program kerja dan program pembinaan konsumen, program pengembangan modal kerja dan program pengembangan usaha bersama. e. Untuk menjaga stabilitas ekonomi dan moneter. Dengan aktivitas bank syariah akan mampu menghindari pemanasan ekonomi diakibatkan adanya inflansi, menghindari persaingan yang tidak sehat antara lembaga keuangan. f. Untuk menyelamatkan ketergantungan umat islam terhadap bank syariah.
9
4. Ciri-Ciri Bank Syariah 1. Beban biaya yang telah disepakati pada waktu akad perjanjian diwujudkan dalam bentuk jumlah nominal yang besarnyan tidak kaku dan dapat ditawar dalam batas yang wajar. 2.Penggunaan prosentasi dalam hal kewajiban untuk melakukan pembayaran selalu dihindarkan. Karena prosentase bersifat melekat pada sisa hutang meskipun utang bada batas waktu perjanjian telah berakhir. 3. Didalam kontrak pembiayaan proyek bank tidak menetapkan perhitungan berdasarkan keuntungan yang pasti (Fiset Return) yang ditetapkan dimuka. Bank Syari'ah menerapkan system berdasarkan atas modal untuk jenis kontark al mudharabah dan al musyarakah dengan system bagi hasil (Profit and losery) yang tergantung pada besarnya keuntungan. Sedangkan penetapan keuntungan dimuka ditetapkan pada kontrak jual beli melalui pembiayaan pemilkikan barang (al murabahah dan al bai’u bithaman ajil, sewa guna usaha (al ijarah), serta kemungkinan rugi dari kontrak tersebut amat sedikit. 4. Pegarahan dana masyarakat dalam bentuk deposito atau tabungan oleh penyimpan dianggap sebagai titipan (al-wadi’ah) sedangkan bagi bank dianggap sebagai titipan yang diamanatkan sebagai pernyataan dana pada proyek yang dibiayai oleh bank sesuai dengan prinsip-prinsip syari'ah hingga kepada penyimpan tidak dijanjikan imbalan yang pasti (fixed return). Bentuk yang lain yaitu giro dianggap sebagai titipan
10
murni (al-wadiah) karena sewaktu-waktu dapat ditarik kembali dan dapat dikenai biaya penitipan. 5. Bank Syari'ah tidak menerapkan jual beli atau sewa-menyewa uang dari mata uang yang sama dan transaksinya itu dapat menghasilkan keuntungan. Jadi mata uang itu dalam memberikan pinjaman pada umumnya tidak dalam bentuk tunai melainkan dalam bentuk pembiayaan pengadaan barang selama pembiayaan, barang tersebut milik bank. 6. Adanya dewan syari'ah yang bertugas mengawasi bank dari sudut syari'ah. Bank Syari'ah selalu menggunakan istilah-istilah dari bahasa arab dimana istilah tersebut tercantum dalam fiqih Islam 7. Adanya produk khusus yaitu pembiayaan tanpa beban murni yang bersifat
social,
dimana
nasabah
tidak
berkewajiban
untuk
mengembalikan pembiayaan (al-qordul hasal) 8. Fungsi lembaga bank juga mempunyai fungsi amanah yang artinya berkewajiban menjaga dan bertanggung jawab atas keamanan dana yang telah dititipkan dan siap sewaktu-waktu apabila dana ditarik kembali sesuai dengan perjanjian. Selain ciri ciri tersebut diatas, ternyata bank syariah juga memiliki ciri ciri lain. Yaitu : 1. Dalam Bank Syari'ah hubungan bank dengan nasabah adalah hubungan kontrak (akad) antara investor pemilik dana (shohibul maal) dengn
11
investor pengelola dana (mudharib) bekerja sama untuk melakukan kerjasama untuk yang produktif dan sebagai keuntungan dibagi secara adil (mutual invesment relationship). Dengan demikian dapat terhindar hubungan eskploitatif antara bank dengan nasabah atau sebaliknya antara nasabah dengan bank. 2.Adanya larangan-larangan kegiatan usaha tertentu oleh Bank Syari'ah yang bertujuan untuk menciptakan kegiatan perekonomian yang produktif (larangan menumpuk harta benda (sumber daya alam) yang dikuasai sebagian kecil masyarakat dan tidak produktif, menciptakan perekonomian yang adil (konsep usaha bagi hasil dan bagi resiko) serta menjaga lingkungan dan menjunjung tinggi moral (larangan untuk proyek yang merusak lingkungan dan tidak sesuai dengan nilai moral seperti miniman keras, sarana judi dan lain-lain. 3. Kegiatan uasaha Bank Syari'ah lebih variatif disbanding bank konvensional, yaitu bagi hasil sistem jual beli, sistem sewa beli serta menyediakan jasa lain sepanjang tidak bertentangan dengan nilai dan prinsip-prinsip syari’ah.
5. Prinsip Pembiayaan Bank Syariah Pembiayaan merupakan salah satu tugas pokok bank, yaitu pemberian fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang merupakan defisit unit.
12
Menurut sifat penggunaannya, pembiayaan dapat dibagi menjadi: a. Pembiayaan produktif, yaitu pembiayaan yang ditunjukan untuk memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas, yaitu untuk peningkatan usaha, baik usaha produksi, perdagangan, maupun investasi. b. Pembiayaan konsumtif, yaitu pembiayaan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi, yang akan habis digunakan untuk dipakai memenuhi kebutuhan. Menurut keperluaannya, pembiayaan produktif dapat dibagi menjadi: a. Pembiayaan modal kerja, yaitu pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan: 1) Peningkatan produksi, baik secara kuantitatif, yaitu jumlah hasil produksi, maupun secara kualitatif, yaitu peningkatan kualitas atau mutu hasil produksi, dan 2) Untuk keperluan perdagangan atau peningkatan utility of place dari suatu barang. b. Pembiayaan investasi, yaitu untuk memenuhi kebutuhan barangbarang modal serta fasilitas-fasilitas yang erat kaitannya dengan itu. bank syariah dapat membantu memenuhi seluruh kebutuhan modal kerja tersebut, bukan dengan meminjamkan uang melainkan dengan menjalin hubungan (partnership) dengan nasabah
13
Prinsip penyaluran dana (pembiayaan) dalam bank syariah terbagi menjadi empat akad perjanjian, yaitu: (muhammad 2005:87) : a. Akad jual beli (bai’) Murabahah adalah akad jual beli dimana bank syariah menyebutkan keuntungannya. Bank bertindak sebagai pejual dan nasabah bertindak sebagai pembeli. Harga jual bank adalah harga beli bank ditambah keuntungan. Salam adalah transaksi jual beli dimana barang yang diperjual belikan belum ada sehingga barang diserahkan secara tangguh dan pembayaran dilakukan secara tunai. Istishna adalah transaksi jual beli yang mirip salam tetapi pembayaran dapat dilakukan beberapa kali (termin) pembayaran. b. Akad sewa (ijarah) Transaksi ijarah dilandasi adanya perpindahan manfaat. Pada prinsipnya, ijarah sama dengan prinsip jual beli, perbedaannya terletak pada objek transaksinya. Jika pada jual beli objek transaksinya adalah barang, maka ijarah adalah jasa. c. Akad bagi hasil (syirkah) Musyarakah merupakan bentuk umum dari usaha bagi hasil. Transaksi musyarakah dilandasi keinginan para pihak yang bekerja sama untuk meningkatkan nilai aset secara bersama-sama. Mudharabah adalah bentuk spesifik dari musyarakah dalam produk perbankan syariah. Mudharabah adalah bentuk kerja sama antara dua
14
atau
lebih
pihak
dimana
pemilik
modal
(shahibul
maal)
mempercayakan sejumlah uang kepada pengelola (mudharib) dengan suatu perjanjian pembagian keuntungan. d. Akad pelengkap (hiwalah) Hiwalah (alih utang piutang), bertujuan untuk membantu supplier mendapatkan modal tunai agar dapat melanjutkan produksinya. Bank mendapatkan ganti biaya atas jasa pemindahan piutang. Rahn (gadai), bertujuan untuk memberikan jaminan pembayaran kembali kepada bank dalam memberikan pembiayaan. Barang yang akan digadaikan harus mempunyai kriteria, yaitu: milik nasabah sendiri, jenis ukuran, sifat, dan nilainya ditentukan berdasarkan nilai riil pasar, dan dapat dikuasai tetapi tidak boleh dimanfaatkan oleh bank. Qardh adalah pinjaman uang. Aplikasi qardh dalam perbankan syariah biasanya dalam hal: pinjaman talangan haji, pinjaman tunai sari produk kartu kredit syariah, pinjaman kepada pengusaha kecil, dan sebagai pinjaman kepada pengurus bank. Wakalah (perwakilan), aplikasi yang terjadi apabila nasabah melakukan kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu.
15
B. Sistem Bagi Hasil Sistem bagi hasil dapat didefinisikan sebagi berikut: ”suatu yang meliputi tata cara pembagian hasil usaha antara penyedia dana dengan pengelola dana. Pembagian hasil usaha ini dapat terjadi antara bank dengan penyimpan dana, maupun antara bank dengan nasabah penerima dana.” (muhammad 2005:176) Sistem
bagi
hasil
menurut
Slamet
Wiyono
(2008:57)
dapat
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu: a. Berdasarkan revenue sharing Revenue sharing yaitu perhitungan bagi hasil yang didasarkan kepada total selurruh pendapatan yang diterima sebelum dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut atau sistem pembagian keuntungan berdasarkan hasil penjualan. Perhitungan bagi hasil dilakukan atas dasar nisbah yang telah disepakati dengan nasabah pada saat nasabah menandatangani akad pembiayaan. b. Berdasarkan profit and loss sharing Profit and loss sharing yaitu perhitungan bagi hasil didasarkan kepada hasil bersih dari total pendapatan setelah dikurangi biaya-biaya yang dikeluarkan
untuk
memperoleh
pendapatan
tersebut
atau
sistem
pembagian keuntungan berdasarkan hasil laba bersih setelah dikurangi dengan biaya-biaya.
16
C. Pembiayaan Musyarakah 1. Pengertian Musyarakah Al musyarakah adalah salah satu pembiayaan yang dilakukan bank syariah melalui akad bagi hasil. Pengertian musyarakah menurut Sunarto Zulkifli (2007: 53) adalah: Musyarakah adalah akad kerja sama atau percampuran antara dua pihak atau lebih untuk melakukan suatu usaha tetentu yang halal atau produktif dengan kesepakatan bahwa keuntungan akan dibagikan sesuai nisbah yang disepakati dan resiko akan ditanggung sesuai porsi kerjasama. Pengertian lain tentang musyarakah berdasarkan psak no.106, adalah: Musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan sedangkan kerugian berdasarkan porsi kontribusi dana. Dana tersebut meliputi kas atau aset non kas yang diperkenankan oleh syariah. Gambar 2.1 Skema musyarakah Mitra 1
Akad musyarakah
Mitra 2
Proyek usaha
Laba/rugi mitra 1
Laba/rugi mitra 2
Hasil usaha: apabila untung akan dibagi sesuai nisbah, apabila rugi akan ditanggung sesuai proporsi modal
17
2. Landasan Hukum Musyarakah a. Al-qur’an Surat Shad ayat 24 : “…dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang bersyarikat itu sebagian dari mereka berbuat zalim kepada sebagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan amat sedikitlah mereka ini…” Surat An-nisa’ ayat 12 : “…maka mereka berserikat dalam sepertiga…”
b. Al hadist Hadist Qudsi riwayat Abu Daud Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW berkata: “sesungguhnya Allah SWT berfirman: “aku adalah pihak ketiga dari dua orang yang bersyarikat selama salah satu pihak tidak mengkhianati pihak lain, jika salah satu pihak telah berkhianat aku keluar dari mereka (keduanya)”. (HR Abu Daud) Hadist Riwayat Imam Duruqutni Diriwayatkan dari Nabi SAW. Beliau bersabda bahwa tangan (perlindungan) Allah atas dua orang bersyarikat selama keduanya tidak berkhianat. c. Ijma Bahwa keabsahan syirkah telah menjadi kesepakatan para ulama. Abdullah bin Ahmad ibnu Qudamah dalam kitabnya Al mughni dan Abdurahman bin Muhammad ibnu Qudamah dalam kitabnya Al-syarh Al kabir berkata: “kaum muslimin telah berkonsensus (ijma) terhadap legitimasi musyarakah secara global, hanya saja mereka berbeda pendapat dalam beberapa elemen dari padanya”.
18
3. Jenis-Jenis Musyarakah a. Syirkah al milk, mengandung arti kepemilikan bersama (co-ownership) yaang keberadaannya muncul apabila dua orang atau lebih memperoleh kepemilikan bersama (joint ownership) atas suatu kekayaan (asset). b. Syirkah al ‘uqud (kontrak), yaitu kemitraan yang tercipta dengan kesepakatan dua orang atau lebih untuk bekerjasama dalam mencapai tujuan tertentu. Setiap mitra dapat berkontribusi dengan modal/dana dan atau dengan bekerja, serta berbagi keuntungan dan kerugian. Syirkah al ‘uqud dapat dibagi menjadi: 1) Syirkah abdan (syirkah fisik) Syirkah abdan, disebut juga syirkah a’mal (syirkah kerja) atau syirkah shanaa’i (syirkah para tukang) atau syirkah taqabbul (syirkah penerimaan). Syirkah abdan adalah bentuk kerja sama antara dua pihak atau lebih dari kalangan pekerja/profesional di mana mereka sepakat untuk bekerja sama mengerjakan suatu pekerjaan dan berbagi penghasilan yang diterima. 2) Syirkah wujuh Syirkah wujuh adalah kerja sama antara dua pihak dimana masingmasing pihak sama sekali tidak menyertakan modal. Mereka menjalankan usahanya berdasarkan kepercayaan pihak ketiga.
19
Masing-masing mitra menyumbangkan nama baik, reputasi, credit worthiness, tanpa menyetorkan modal. 3) Syirkah ‘inan Syirkah ‘inan (negosiasi) adalah bentuk kerja sama di mana posisi dan komposisi pihak-pihak yang terlibat di dalamnya adalah tidak sama, baik dalam modal maupun pekerjaan. Tanggung jawab para mitra dapat berbeda dalam pengelolaan usaha. 4) Syirkah mufawwadhah Syirkah mufawwadhah adalah bentuk kerja sama di mana posisi dan komposisi pihak-pihak yang terlibat didalamnya harus sama, baik dalam hal modal, pekerjaan, agama, keuntungan maupun resiko kerugian. Berdasarkan PSAK No.106, musyarakah dapat dibagi menjadi : a. Musyarakah permanen Musyarakah permanen adalah musyarakah dengan ketentuan bagian dana setiap mitra ditentukan saat akad dan jumlahnya tetap hingga akhir masa akad. b. Musyarakah menurun/musyarakah muntanaqisah Musyrakah menurun adalah musyarakah dengan ketentuan bagian dana salah satu mitra akan dialihkan secara bertahap kepada mitra lainnya sehingga bagian dananya akan menurun dan pada akhir masa akad mitra lain tersebut akan akan menjadi pemilik penuh usaha musyarakah tersebut.
20
4. Karakteristik dan Ketentuan Umum Musyarakah a. Karakteristik pembiayaan musyarakah Firdaus Furywardhana (2009:43) menguraikan beberapa karakteristik dari pembiayaan mussyarakah adalah sebagai berikut : 1) Kerjasama diantara para pemilik dana yang mencampurkan dana mereka untuk tujuan mencari keuntungan. 2) Untuk membiayai suatu proyek tertentu, di mana mitra dapat mengembalikan dana tersebut berikut bagi hasil yang disepakati baik secara bertahap maupun sekaligus. 3) Dapat diberikan dalam bentuk kas atau setara kas dan aset nonkas termasuk aset tidak berwujud, seperti lisensi, hak paten dan lainlain. 4) Setiap mitra tidak dapat menjamin modal itra lainnya, namun mitra yang satu dapat meminta mitra yang lainnya untuk menyediakan jaminan atas kelalaian atau kesalahan yang disengaja. 5) Keuntungan musyarakah dapat dibagi diantara mitra secara proposional sesuai modal disetor atau sesuai nisbah yang disepakati. 6) Kerugian dibebankan secara proposional sesuai dengan modal yang disetor.
21
b. Ketentuan umum pembiayaan musyarakah Adiwarman A. Karim (2008:102) menguraikan beberapa ketentuan umum pembiayaan musyarakah sebagai berikut : 1) Semua modal disatukan untuk dijadikan modal proyek musyarakah dan dikelola bersama-sama. Setiap pemilik modal berhak turut serta dalam menetukan kebijakan usaha yang dijalankan oleh pelaksana proyek. Pemilik modal dipercaya untuk menjalankan proyek musyarakah dan tidak boleh melakukan tindakan seperti: a) Menggabungkan dana proyek dengan harta pribadi. b) Menjalankan proyek musyarakah dengan pihak lain tanpa izin pemilik modal lainnya. c) Memberi pinjaman kepada pihak lain. d) Setiap pemilik modal dapat mengalihkan penyertaan atau digantikan oleh pihak lain. e) Setiap pemilik modal dianggap mengakhiri kerjasama apabila menarik diri dari perserikatan, meninggal dunia, atau menjadi tiak cakap hukum. 2) Biaya yang timbul dalam pelaksaan proyek dan jangka waktu proyek harus diketahui bersama. Keuntungan dibagi sesuai porsi kesepakatan bersama sedangkan kerugian dibagi sesuai dengan kontribusi modal.
22
3) Proyek yang akan djalankan harus disebutkan di dalam akad. Setelah proyek selesai, nasbah mengembalikan dana tersebut bersama bagi hasil yang telah disepakati untuk bank.
5. Rukun dan Syarat Musyarakah kerja sama yang dilakukan dengan prinsip musyarakah menurut Wendra Yunaldi (2007:80), harus memenuhi syarat dan rukun yang telah diatur oleh islam. Syarat dan rukun tersebut harus dipenuhi sebagai syarat sahnya perjanjian pembiayaan yang dilakukan. a. Rukun musyarakah 1) Ucapan (siqot); penawaran dan penerimaan (ijab) Tidak ada bentuk khusus dari kontrak musyarakah. Ia dapat berbentuk pengucapan yang menunjukan tujuan, misal, “aku mengadakan perseroan dengan anda dalam masalah ini”. Kemudian pihak lain menjawab, “aku terima”. Akad dianggap sah jika diucapkan secara formal dan tulisan. 2) Pihak yang berkontrak Pihak ini harus pandai dan tahu tentang hukum, berakal dan mampu bertransaksi. 3) Objek kesepakatan Objek kesepakatan harus jelas, yaitu terdiri dari modal dan kerja.
23
b. Syarat musyarakah 1) Akad dianggap sah apabila diucapkan secara lisan atau dengan disaksikan oleh para saksi. 2) Baik pemilik maupun pengelola keduanya cakap hukum. 3) Modal harus tunai, dalam jumlah yang dapat dihitung dan modal yang diberikan haruslah memiliki nilai yang sama. Modal dapat berupa aset perdagangan seperti barang-barang properti. 4) Kerja, keikutsertaan para mitra dalam pekerjaan musyarakah adalah sebuah dasar hukum kerjasama tersebut. 5) Nisbah bagi hasil disepakti bersama.
6. Manfaat Musyarakah
Terdapat banyak manfaat dari pembiyaan secara Musyarakah ini diantaranya sebagai berikut: 1) Bank akan menikmati penigkatan dalam jumlah tertentu pada saat keuntungan usaha nasabah meningkat.
2) Bank tidak berkewajiban membayar dalam jumlah tertentu kepada nasabah pendanaan secara tetap, tetapi disesuaikan dengan pendapatan /hasil usaha bank, sehingga bank tidak akan pernah mengalami negative spread. 3) Pengambilan pokok pembiyaan disesuaikan dengan cash flow/arus kas usaha nasabah, sehingga tidak memberatkan nasabah.
24
4) Bank akan lebih selektif dan hati-hati (prudent) mencari usaha yang benar-benar halal, aman, dan menguntungkan. Hal ini karena keuntungan yang riil dan benar-benar terjadi itulah yang akan dibagikan. 5) Prinsip bagi hasil dalam Musyarakah ini berbeda dengan prinsip bunga tetap dimana bank akan menagih penerima pembiyaan (nasabah) satu jumlah bunga tetap berapapun keuntungan yang dihasilkan nasabah, bahkan sekalipun merugi dan terjadi krisis ekonomi.
7. Resiko Musyarakah a. Sisi negatifnya, nasabah menggunakan dana itu bukan seperti yang disebut dalam kontrak. b. Lalai dan kesalahan yang disengaja c. Penyembunyian keuntungan oleh nasabah, bila nasabahnya tidak jujur.
8. Berakhirnya Akad Musyarakah Akad musyarakah akan berakhir (sri nurhayati-wasilah 2011: 149), jika a. Salah seorang mitra menghentikan akad b. Salah seorang mitra meninggal, atau hilang akal, dalam hal ini mitra yang meninggal atau hilang akal dapat digantikan oleh salah seorang ahli warisnya yang cakap hukum (baligh dan berakal sehat) apabila disetujui oleh semua ahli waris lain dan mitra lainnya. c. Modal musyarakah hilang atau habis.
25
D. PSAK Tentang Akuntansi Musyarakah Berdasarkan perkembangan per 1 september 2007, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) telah membuat standar baru untuk transaksi syariah berbagai entitas bisnis, yaitu PSAK 101 sampai dengan PSAK 106 sebagi pengganti PSAK 59. Dimana PSAK 106 sebagai pengganti PSAK 59, tentang akuntansi perbankan syariah yang berhubungan dengan pengakuan, pengukuran, penyajian dan pengungkapan musyarakah. Akuntansi Musyarakah Pendahuluan Tujuan 1. Pernyataan ini bertujuan untuk mengatur pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan transaksi musyarakah.
Ruang Lingkup 2. pernyataan ini diterapkan untuk entitas yang melakukan transaksi musyarakah. 3. Pernyataan ini tidak mencakup pengaturan perlakuan akuntansi atas obligasi syariah (sukuk) yang menggunakan akad musyarakah.
26
Definisi 4. Berikut ini adalah pengertian istilah yang digunakan dalam pernyataan ini: Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan sedangkan kerugian berdasarkan porsi kontribusi dana. Dana tersebut meliputi kas atau aset nonkas yang diperkenankan oleh syraiah. Musyarakah permanen adalah musyarakah dengan ketentuan bagian dana setiap mitra ditentukan sesuai akad dan jumlahnya tetap hingga akhir masa akad. Musyarakah menurun (musyarakah muntanaqisha) adalah musyarakah dengan ketentuan bagian dana salah satu mitra akan dialihkan secara bertahap kepada mitra lainnya sehingga bagian dananya akan menurun dan pada akhir masa akad mitra lain tersebut akan menjadi pemilik penuh usaha tersebut. Mitra aktif adalah mitra yang mengelola usaha musyarakah, baik mengelola sendiri atau menunjuk pihak lain atas nama mitra tersebut. Mitra pasif adalah mitra yang tidak ikut mengelola usaha musyarakah.
Karakteristik 5. Para mitra (syarik) bersama-sama menyediakan dana untuk mendanai suatu usaha tertentu dalam musyarakah, baik usaha yang sudah berjalan maupun yang baru. Selanjutnya salah satu mitra dapat mengembalikan dana tersebut dan bagi hasil yang telah disepakati nisbahnya secara bertahap atau sekaligus kepada mitra lain. 6. Investasi musyarakah dapat diberikan dalam bentuk kas, setara kas, atau aset nonkas. 7. Karena setiap mitra tidak dapat menjamin dana mitra lainnya, maka setiap mitra dapat meminta mitra lainnya untuk menyediakan jaminan atas kelalaian atau kesalahan yang disengaja. Beberapa hal yang menunjukan adanya kesalahan yang disengaja adalah: (a) Pelanggaran terhadap akad, antara lain, penyalahgunaan dana investasi, manipulasi biaya dan pendapatan operasional; atau
27
(b) Pelaksanaan yang tidak sesuai dengan prinsip syariah. 8. Jika tidak terdapat kesepakatan antara pihak yang bersengketa maka kesalahan yang disengaja harus dibuktikan berdasarkan keputusan institusi yang berwenang. 9. Keuntungan usaha musyarakahdibagi di antara para mitra secara proposional sesuai dengan dana yang disetorkan (baik berupa kas maupun aset nonkas) atau sesuai nisbah yang disepakati oleh para mitra. Sedangkan kerugian dibebankan secara proporsional sesuai dengan dana yang disetorkan (baik berupa kas atau aset nonkas). 10. Jika salah saatu mitra memberikan kontribusi atau nilai lebih dari mitra lainnya dalam akad musyarakah maka mitra tersebut dapat memperoleh keuntungan lebih besar untuk dirinya. Bentuk keuntungan lebih tersebut dapat berupa pemberian porsi keuntungan yang lebih besar dari porsi dananya atau bentuk tambahan keuntungan lainnya. 11. Porsi jumlah bagi hasil untuk para mitra ditentukan berdasarkan nisbah yang disepakatidari hasil usaha yang diperoleh selama periode akad, bukan dari jumlah investasi yang disalurkan. 12. Pengelola musyarakah mengadministraasikan transaksi usaha yang terkait dengan investasi musyarakah yang dikelola dalam catatan akuntansi tersendiri.
Pengakuan Dan Pengukuran 13. Untuk pertanggung jawaban pengelolaan usaha musyarakah dan sebagai dasar penentuan bagi hasil, maka mitra aktif atau pihak yang mengelola usaha musyarakah harus membuat catatan akuntansi yang terpisah untuk usaha musyarakah tersebut.
Akuntansi Untuk Mitra Aktif Pada Saat Akad 14. Investasi musyarakah diakui pada saat penyerahan kas atau aset nonkas untuk usaha musyarakah. 15. Pengukuran investasi musyarakah: (a) Dalam bentuk kas dinilai sebesar jumlah yang diserahkan; dan
28
(b) Dalam bentuk aset nonkas dinilai sebesar nilai wajar dan jika terdapat selisih antara nilai wajar dan nilai buku aset nonkas, maka selisih tersebut diakui sebagai selisih penilaian aset musyarakah dalam ekuitas. Selisih penilaian aset musyarakah tersebut diamortisasi selama masa akad musyarakah. 16. Aset nonkas musyarakah yang telah dinilai sebesar nilai wajar disusutkan dengan jumlah penyusutan yang mencerminkan: (a) Penyusutan yang dihitung dengan model biaya historis; ditambah dengan (b) Penyusutan atas kenaikan nilai aset karena penilaian kembali saat penyerahan aset nonkas untuk usaha musyarakah. 17. Jika proses penilaian pada nilai wajar menghasilkan penurunan nilai aset, maka penurunan nilai ini langsung diakui sebagai kerugian. Aset nonkas musyarakah yang telah dinilai sebesar nilai wajar disusutkan berdasarkan nilai wajar yang baru. 18. Biaya yang terjadi akibat akad musyarakah (misalnya, biaya studi klayakan) tidak dapat diakui sebagai bagian investasi musyarakah kecuali ada persetujuan dari seluruh mitra musyarakah. 19. Penerimaan dana musyarakah dari mitra pasif (misalnya, bank syariah) diakui sebagai investasi musyarakah dan di sisi lain sebagai dana syirkah temporer sebesar: (a) Dana dalam bentuk kas dinilai sebesar jumlah yang diterima; dan (b) Dana dalam bentuk aset nonkas dinilai sebesar nilai wajar dan disusutkan selama masa akad atau selama umur ekonomis jika aset tersebut tidak akan dikembalikan kepada mitra pasif.
Selama Akad 20. Bagian mitra aktif atas investasi musyarakah dengan pengembalian dana mitra pasif di akhir akad dinilai sebesar : (a) Jumlah kas yang diserahkan untuk usaha musyarakah pada awal akad dikurangi dengan kerugian (jika ada); atau (b) Nilai wajar aset musyarakah nonkas pada saat penyerahan untuk usaha musyarakah setelah dikurangi penyusutan dan kerugian (jika ada).
29
21. Bagian mitra aktif atas investasi musyarakah menurun (dengan pengembalian dana mitra pasif secara bertahap) dinilai sebesar jumlah kas atau nilai wajar aset nonkas yang diserahkan untuk usaha musyarakah pada awal akad ditambah dengan jumlah dana syirkah temporer yang telah dikembalikan kepada mitra pasif, dan dikurangi kerugian (jika ada).
Akhir Akad 22. Pada saat akad diakhiri, investasi musyarakah yang dikembalikan kepada mitra pasif diakui sebagai kewajiban.
belum
Pengakuan Hasil Usaha 23. Pendapatan usaha musyarakah yang menjadi hak mitra aktif diakui sebesar haknya sesuai dengan kesepakatan atas pendapatan usaha musyarakah. Sedangkan pendapatan usaha untuk mitra pasif diakui sebagai hak pihak mitra pasif atas bagi hasil dan kewajiban. 24. Kerugian investasi musyarakah diakui sesuai dengan porsi dana masing-masing mitra dan mengurangi nilai aset musyarakah. 25. Jika kerugian akibat kelalaian atau kesalahan mitra aktif atau pengelola usaha, maka kerugian tersebut ditanggung oleh mitra aktif atau pengelola usaha musyarakah. 26. Pengakuan pendapatan usaha musyarakah dalam praktik dapat diketahui berdasarkan laporan bagi hasil atas realisasi pendapatan usaha dari catatan akuntansi mitra aktif atau pengelola usaha yang dilakukan secara terpisah.
Akuntansi Untuk Mitra Pasif Pada Saat Akad 27. Investasi musyarakah diakui pada saat pembayaran kas atau penyerahan aset nonkas kepada mitra aktif. 28. Pengukuran investasi musyarakah: (a) Dalam bentuk kas dinilai sebesar jumlah yang dibayarkan; dan
30
(b) Dalam bentuk aset nonkas dinilai sebesar nilai wajar dan jika terdapat selisih antara nilai wajar dan nilai tercatat aset nonkas, maka selisih tersebut diakui sebagai: (i) Keuntngan tangguhan dan diamortisasi selama masa akad; atau (ii) Kerugian pada saat terjadinya. 29. Investasi musyarakah nonkas yang diukur dengan nilai wajar aset yang diserahkan akan berkurang nilainya sebesar beban penyusutan atas aset yang diserahkan, dikurangi dengan amortisasi keuntungan tangguhan (jika ada). 30. Biaya yang terjadi akibat akad musyarakah (misalnya, biaya studi kelayakan) tidak dapat diakui sebagai bagian investasi musyarakah kecuali ada persetujuan dari seluruh mitra.
Selama Akad 31. Bagian mitra pasif atas investasi muayarakah dengan pengembalian dana mitra pasif diakhir akad dinilai sebesar: (a) Jumlah kas yang dibayarkan untuk usaha musyarakah pada awal akad dikurangi dengan kerugian (jika ada); atau (b) Nilai wajar aset musyarakah nonkas pada saat penyerahan untuk usaha musyarakah setelah dikurangi penyusutan dan kerugian (jika ada).
32. Bagian mitra pasif atas invetasi musyarakah menurun (dengan pengembalian dana mitra pasif secara bertahap) dinilai sebesar jumlah kas yang dibayarkan untuk usaha musyarakah pada awal akad dikurangi jumlah pengembalian dari mitra aktif dan kerugian (jika ada).
Akhir Akad 33. Pada saat akad diakhiri, investasi musyarakah yang belum dikembalikan oleh mitra aktif diakui sebagai piutang.
31
Pengakuan Hasil Usaha 34. Pendapatan usaha investasi musyarakah diakui sebesar bagian mitra pasif sesuai kesepakatan. Sedangkan kerugian investasi musyarakah diakui sesuai dengan porsi dana.
Penyajian 35. Mitra aktif menyajikan hal-hal sebagai berikut yang terkait dengan usaha musyarakah dalam laporan keuangan: (a) Kas atau aset nonkas yang disisihkan oleh mitra aktif dan yang diterima dari mitra pasif disajikan sebagai investasi musyarakah; (b) Aset musyarakah yang diterima dari mitra pasif disajikan sebagai unsur dana syirkah temporer untuk; (c) Selisih penilaian aset musyarakah, bila ada, disajikan sebagai unsur ekuitas. 36. Mitra pasif menyajikan hal-hal sebagai berikut yang terkait dengan usaha musyarakah dalam laporan keuangan: (a) Kas atau aset nonkas yang diserahkan kepada mitra aktif disajikan sebagai investasi musyarakah. (b) Keuntungan tangguhan dari selisih penilaian aset nonkas yang diserahkan pada nilai wajar disajikan sebagai pos lawan (contra account) dari investasi musyarakah.
Pengungkapan 37. Mitra mengungkapkan hal-hal yang terkait transaksi musyarakah, tetapi tidak terbatas, pada: (a) Isi kesepakatan utama usaha musyarakah, seperti porsi dana, pembagian hasil usaha, aktivitas usaha musyarakah, dan lain- lain (b) Penglola usaha, jika tidak ada mitra aktif; dan (c) Pengungkapan yang diperlukan sesuai PSAK 101: Penyajian Laporan Keuangan Syariah.
Ketentuan Transisi 38. Pernyataan ini berlaku secara prospektif untuk transaksi musyarakah yang terjadi setelah tanggal efektif. Untuk meningkatkan daya banding laporan keuangan maka entitas dianjurkan menerapkan pernyataan ini secara retrospektif.
32
Tanggal Efektif 39. Pernyataan ini berlaku untuk untuk penyusunan dan penyajian laporan keuangan entitas yang dimulai pada atau setelah tanggal 1 januari 2008.
Penarikan 40. Pernyataan ini menggantikan PSAK 59: Akuntansi Perbankan Syariah yang berhubungan dengan pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan musyarakah.