9
BAB II LANDASAN TEORI
A. Teori Sinyal (Signalling Theory) Menurut Brigham dan Scott (2008:517) isyarat atau signal adalah suatu tindakan yang diambil manajemen perusahaan yang memberikan petunjuk bagi investor tentang bagaimana manajemen memandang prospek perusahaan. Teori signaling menyatakan bahwa perusahaan yang berkualitas baik dengan sengaja akan memberikan signal pada pasar dengan demikian pasar diharapkan dapat membedakan perusahaan yang berkualitas baik dan buruk. Perusahaan dengan prospek yang menguntungkan akan mencoba menghindari penjualan saham dan mengusahakan setiap modal baru yang diperlukan dengan cara-cara lain. Perusahaan dengan prospek yang kurang menguntungkan akan cenderung untuk menjual sahamnya, yang berarti mencari investor baru untuk berbagi kerugian. Pengumuman emisi saham oleh suatu perusahaan umumnya merupakan suatu isyarat (signal) bahwa manajemen memandang prospek perusahaan tersebut suram. Apabila suatu perusahaan menawarkan penjualan saham baru lebih sering dari biasanya, maka harga sahamnya akan menurun karena menerbitkan saham baru berarti memberikan isyarat negatif yang kemudian dapat menekankan harga saham sekalipun prospek perusahaan cerah.
9
http://digilib.mercubuana.ac.id/
10
B. Pengertian Bank Menurut UU No. 10 Tahun 1998 bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Dari pengertian bank
menurut Undang – Undang Negara Republik
Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 dapat disimpulkan bahwa usaha perbankan meliputi tiga kegiatan, yaitu menghimpun dana, menyalurkan dana, dan memberikan jasa bank lainnya. Kegiatan menghimpun dana dan menyalurkan dana merupakan kegiatan pokok bank sedangkan memberikan jasa bank lainnya hanya kegiatan pendukung. Kegiatan menghimpun dana, berupa mengumpulkan dana dari masyarakat dalam bentuk simpan giro, tabungan, dan deposito. Biasanya sambil diberikan balas jasa yang menarik seperti, bunga dan hadiah sebagai rangsangan bagi masyarakat agar lebih senang menabung. Kegiatan menyalurkan dana, berupa pemberian pinjaman kepada masyarakat. Sedangkan jasa-jasa perbankan lainya diberikan untuk mendukung kelancaran kegiatan utama tersebut. Dendawijaya (2008) mendefinisikan bahwa bank adalah suatu badan usaha yang
tugas
utamanya
sebagai
lembaga
perantara
keuangan
(financial
intermediaries), yang menyalurkan dana dari pihak yang berkelebihan dana (idle fund/surplus unit) kepada pihak yang membutuhkan dana atau kekurangan dana (deficit unit) pada waktu yang ditentukan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
11
C.
Laporan Keuangan Laporan keuangan merupakan alat yang sangat penting untuk memperoleh
informasi sehubungan dengan posisi keuangan dan hasil yang telah dicapai oleh perusahaan yang bersangkutan. Data keuangan tersebut akan lebih berarti bagi pihak-pihak yang berkepentingan apabila data tersebut dapat diperbandingkan untuk dua periode atau lebih. Suatu laporan keuangan yang menggambarkan kinerja operasional suatu perusahaan operasi sepanjang waktu disebut income statemen (laporan laba rugi). Laporan keuangan yang menggambarkan posisi keuangan dari operasional perusahaan pada titik waktu tertentu disebut balance sheet (neraca keuangan). Laporan retained earning (laba ditahan) menunjukan perubahan dari posisi pemilik selama siklus operasional. Akhirnya, laporan cash flow (arus kas) menjelaskan perubahan dalam arus kas tunai untuk suatu siklus operasional. Laporan keuangan belum dapat dikatakan mencerminkan keadaan keuangan perusahaan secara keseluruhan. Hal ini disebabkan adanya hal-hal yang belum atau tidak tercatat dalam laporan keuangan tersebut. Sebagai contoh seperti adanya kontrak-kontrak penjualan atau pembelian yang telah disetujui, atau pemesanan yang tidak dapat dipengaruhi, namun belum dilaporkan dalam laporan keuangan pada periode tersebut. Kemudian, ada hal-hal yang tidak dapat dinyatakan dalam angka-angka seperti reputasi, prestasi manajernya, dan lainnya (Catur, 2013). Keterbatasan laporan keuangan tidak akan mengurangi arti nilai keuangan secara langsung karena hal ini memang harus dilakukan agar dapat menunjukkan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
12
kejadian yang mendekati sebenarnya, meskipun perubahan berbagai kondisi dari berbagai sektor terus terjadi. Artinya selama laporan keuangan disusun sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan, maka inilah yang dianggap telah memenuhi syarat sebagai suatu laporan keuangan (Catur, 2013). Kasmir (2013) berpendapat bahwa : “Laporan keuangan adalah laporan yang menunjukkan kondisi keuangan perusahaan pada saat ini atau dalam suatu periode tertentu”. Susanto (2005) mengemukakan bahwa : “Laporan keuangan adalah neraca dan perhitungan rugi-laba serta segala keterangan-keterangan yang dimuat dalam lampiran-lampirannya antara lain laporan sumber dan penggunaan dana”. Ditinjau dari segi intern perusahaan, laporan keuangan dapat digunakan untuk berbagai tujuan. Dana laporan keuangan terutama akan memberikan informasi bagi manajemen sebagai bahan analisa dan bahan interprestasi untuk mengadakan evaluasi terhadap aktivitas perusahaan. laporan keuangan akan menunjukan sampai seberapa jauh efisiensi pelaksanaan kegiatan serta perkembangan perusahaan yang terlah dicapai oleh manajemen. Karena manajemen diserahi tugas yang ada dalam perusahaan manajemen ingin mengetahui apakah tujuaan perusahaan yang telah diterapkan dapat dicapai. Dengan demikian manajemen dapat melepaskan tanggung jawabnya dalam pelaksanaan kegiatan perusahaan untuk satu periode kepada pemilik perusahaan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
13
D. Kinerja Perusahaan Perbankan Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, kinerja (performance) dapat didefisikan sebagai sesuatu yang dicapai atau prestasi yang diperlihatkan. Penilaian kinerja perusahaan bagi manajemen dapat diartikan sebagai prestasi yang dapat dicapai oleh perusahaan. kinerja perusahaan merupakan pengukuran prestasi perusahaan
yang timbul sebagai akibat dari proses pengambilan
keputusan manajeman yang kompleks dan sulit, karana menyangkut efektivitas pemanfaatan
modal,
efisiensi,
dan
rentabilitasdari
kegiatan
perusahaan
(Meriewaty, 2005). Peniilaian kinerja perusahaan dapat menggunakan parameter laba yang dihasilkan oleh perusahaan tersebut. Laba merupakan salah satu indikator kinerja suatu perusahaan. dalam hal ini laba dapat digunakan sebagai ukuran dari prestasi yang dicapai dalam suatu perusahaan. Laba dapat menjadi sinyal positif mengenai prospek perusahaan di masa depan yang dapat mencerminkan kinerja perusahaan. Informasi mengenai laba perusahaan dapat diperoleh dari laporan keunagan yang dilaporkan oleh perusahaan. Penilaian kinerja perusahaan penting dilakukan, baik oleh manajemen, pemegang saham, pemerintah, maupun pihak lain yang mempunyai kepentingan terhadap laporan keunagan perusahaan.
E. Pertumbuhan Laba Laba merupakan indikator bagi suatu usaha dalam menilai kinerja ussaha tersebut selama periode tertentu. Semakin tinggi laba yang diperoleh menunjukkan semakin baik kinerja dari manajemen perusahaan khususnya adalah
http://digilib.mercubuana.ac.id/
14
perbankan. Penilaian tersebut didasarkan pada laporan keuangan atas perusahaan tersebut. Hal ini dapat dilihat dari besarnya pendapatan yang diterima dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan. Penyajian informasi laba pada laporan keuangan merupakan fokus dari perusahaan khususnya perbankan dibandingkan dengan pengukuran kinerja yang mendasarkan pada meningkatnya atau menurunnya modal bersih. Laba juga dapat digunakan untuk peramalan pertumbuhan laba tahu berikutnya. Kinerja suatu perusahaan merupakan hasil dari serangkaian proses dengan mengorbankan berbagai sumber daya. Secara umum, menurut SFAC No.1 dalam Savitri (2011), kinerja perusahaan dapat dilihat dari kemampuan manajemen dalam memperoleh laba. Ikatan Akuntan Indonesia IAI dalam Sapariyah (2010), memiliki pengertian sendiri mengenai income. IAI menerjemahkan istilah income dengan istilah penghasilan, buakan istilah laba. Penghasilan dalam perbankan dilakukan dengan aktivitas pengelolaan aktiva yang lebih diarahkan kepada pengelola aktiva produktif dengan maksud untuk memperoleh penghasilan (Cahyono, 2008). Laba perusahaan dapat tercermin dalam laporan keuangan yang dihasilkan oleh perusahaan yang bersangkutan dalam laporan laba rugi. Dalam penelitian ini laba oleh perusahaan perbankan diproksikan dengan ukuran pertumbuhan laba yang dihasilkan oleh perusahaan. oleh karena itu, laporan keuangan merupakan alat yang dapat digunakan untuk mengevaluasi pertumbuhan laba perbankan. Kasmir (2008 : 5) menjelaskan bahwa bank memperoleh keuntungan yang didapat dari selisih antara bunga pinjaman dengan bunga simpanan yang disebut
http://digilib.mercubuana.ac.id/
15
dengan spread based pada umumnya dihasilkan oleh bank yang melakukan operasional perbankan berdasarkan pada prinsip konvensional. Informasi laba yang disajikan dalam laporan keuangan merupakan fokus kinerja perusahaan yang penting karena laba mengindikasikan sejauh mana perusahaan mampu secara efektif mengelola penerimaan dengan pengorbanan berbagai sumber daya (Sapariyah, 2010). Pertumbuhan laba berupa ∆NII dapat diukur dengan menggunakan model repricing. Menurut Saunders dkk (2011 : 208), repricing model adalah sebuah model sederhana dengan konsep dasar berupa nilai buku (book value) yang melibatkan analisis arus kas secara akuntansi. Pendekatan repricing gap sendiri dimaksudkan pada konsep berupa perbedaan antara asset dimana suku bunganya diasumsikan akan berubah selama bebrapa periode mendatang (rate sensitive assets) dan liabilities dimana suku bunganya diasumsikan akan berubah selama beberapa periode mendatang (rate sensitive assets). Sehingga rumus perhitungan pertumbuhan laba dapat diuraikan sebagai berikut (Hapsari, 2007) : ( Yn – Yn – 1 ) Y =
x 100% Yn – 1
Dimana : Y
= Pertumbuhan Laba
Yn
= Laba pada tahun sekarang
Yn – 1 = Laba pada tahun sebelumnya
http://digilib.mercubuana.ac.id/
16
F. Penilaian Kesehatan Bank Menurut Metode CAMELS Menjadi kewajiaban bank wewenang bank sentral di seluruh negara untuk menjaga dan mgendalikan kesehatan bank-bank yang ada di dalam industri perbankannya. Untuk melakukan konntrol terhadap tingkat bank maka bank sentral mewajibkan bank-bank unutk mengirim laporan keuangan secara berkala baik berupa laporan mingguan, triwulan, semesteran, maupun laporan tahunan. Bagi bank yang dapat menunjukkan tingkat kesehatan yang baik dalam laporn keuangan maka akan diberikan kesempatan yang lebih luas dalam mengembangkan usahanya. Berbeda dengan bank yang menunjukkan tingkat kesehatan yang rendah maka Bank Sentral akan memberikan perhatian khusus berupa batasan-batasan dalam operasional bank tersebut. Dalam melakukan penilaian terhadap tingkat kesehatan bank, Bank Sentral biasanya menggunakan Analisis rasio CAMELS yaitu Capital Adequacy, asset Quality, Management Quality, Earning, Liquidity, dan Sensitivity to market risk. Analisis rasio CAMELS merupakan salah satu bagian di teknik analisis laporan keuangan bank. Analisis CAMELS ini adalah perkembangan dari analisis CAMEL terdahului, dimana analisis ini menambahkan faktor Sensitivitas dalam perhitungan rasionya. Rasio CAMELS digunakan untuk mengukur kinerja keuangan
yang
diperoleh
suatu
bank
terhadap
perhitungan
kegiatan
operasionalnya dengan suatu tingkat persentasi tertentu yang telah ditetapkan sehingga dapat diketahui tingkat kesehatan suatu bank dalam bentuk peringkat komposit.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
17
Penilaian terhadap faktor-faktor tersebut dilakukan melalui penilaian kuantitatif dan atau kualitatif setelah mempertimbangkan unsur judgement yang didasarkan atas materialitas dan signifikansi dari faktor-faktor penilaian serta pengaruh dari faktor lainnya seperti kondisi industri perbankan dan perekonomian nasional. Penilaian kuantitatif adalah penilaian terhadap posisi, perkembangan atau proyeksi rasio-rasio keuangan bank. Penilaian kualitatif adalah penilaian terhadap faktor-faktor yang mendukung hasil penelitian kuantitatif, penerapan manajemen risiko dan kepatuhan bank. Sedangkan pertimbangan unsur judgement merupakan pengambilan kesimpulan yang dilakukan secara obyetif dan independent berdasarkan hasil analaisis yang didukung oleh fakta, data dan informasi yang memadai serta terdokumentasi dengan baik guna memperoleh hasil penilaian yang mencerminkan kondisi bank yang sebenarnya (Surat Edaran Bank Indonesia no. 6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004). Meskipun secara umum faktor CAMEL relevan dipergunakan untuk semua bank, tetapi bobot masing-masing faktor akan berbeda untuk masingmasing jenis bank. Dengan dasar ini, maka penggunaan faktor CAMEL dalam penilaian tingkat kesehatan dibedakan antara bank umum dan BPR. Adapun cara menilai kesehatan bank dengan menggunakan metode CAMEL yang dapat dilihat pada tabel dibawah ini (http//mdhaqiqi.wordpress.com) :
http://digilib.mercubuana.ac.id/
18
Tabel 2.1 Bobot CAMEL Bobot Bank Umum 1. Permodalan (capital ) 25% 2. Kualitas Aktiva Produktif (asset quality ) 30% 3. Kualitas Manajemen (management quality ) 25% Rentabilitas (earning ) 4. 10% Likuiditas (liquidity ) 5. 10% Sumber : denda wijaya, 2003. Manajemen Perbankan No.
Faktor CAMEL
BPR 30% 30% 20% 10% 10%
Penilaian tingkat kesehatan ditetapkan dalam empat golongan predikat tingkat kesehatan bank, antara lain : Penilaian kesehatan bank dengan metode CAMEL, dimulai dengan perhitungan rasio-rasio dari masing-masing faktor. Penjelasan dari setiap faktor adalah sebagai berikut : Menurut Mudrajad dan Suhardjono (2002) CAMELS pada dasarnya merupakan metode penilaian kesehatan bank yang meliputi lima kriteria, yaitu : 1) Capital (Permodalan) Capital (permodalan) merupakan kecukupan modal yang menunjukkan kemampuan bank dalam mempertahankan modal yang mencukupi dan kemampuan menejemen bank dalam mengidentifikasikan, mengukur, mengawasi, dan mengontrol risiko-risiko yang timbul yang dapat berpengaruh terhadap besarnya modal bank. Perhitungan Capital (permodalan) didasarkan atas prinsip bahwa setiap penanaman yang mengandung risiko harus disediakan jumlah modal sebesar persentase tertentu (risk margin) terhadap jumlah penanamannya.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
19
Penilaian berdasarkan kepada permodalan yang dimiliki oleh salah satu bank adalah dengan metode Capital Adequacy Ratio (CAR), yaitu dengan membandingkan modal terhadap aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR). Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) adalah jumlah aset yang dimiliki perusahaan perbankan yang mengandung risiko. Karena didalamnya mengandung risiko maka diberikan pembobotan sesuai dengan Kewajiaban Penyediaan Modal Minimum Bank (KPMM). Kewajiaban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) adalah pertimbangan antara modal dengan Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR). (Kasmir, 2003:185). Menurut Simat (2005), rasio CAR dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : Modal CAR =
x 100% Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR)
Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia No. 3/21/PBI/2001 besarnya CAR perbankan pada waktu itu minimal 8%, sedangakan dalam Arsitektur Perbankan Indonesia (API) untuk menjadi bank jangkar, bank umum harus memiliki CAR minimal 12%. Menurut Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004 besarnya rasio CAR perbankan minimal 12%. Predikat kesehatan bank dari segi CAR ditunjukkan dalam tabel berikut : Tabel 2.2 Tingkat Peringkat Komponen CAR Rasio Peringkat CAR > 12% Sangat Sehat 9% ≤ CAR ≤ 12% Sehat 8% ≤ CAR < 9% Cukup Sehat 6% < CAR < 8% Kurang Sehat CAR ≤ 6% Tidak Sehat Sumber : SE BI No. 6/23/DPNP/ tahun 2004
http://digilib.mercubuana.ac.id/
20
2) Asset Quality (Kualitas Aktiva) Asset Quality (Kualitas Aktiva Produktif) menunjukkan kualitas aset sehubungan dengan resiko kredit yang dihadapi bank akibat pemberian kredit dan investssi dana bank pada portofolio yang berbeda. Setiap penanaman dana bank dalam aktiva produktif dinilai kualitasnya dengan menentukan tingkat kolektibilitasnya. Menurut Sigit Triandaru (2008:58), sesuai lampiran dari Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004 kepada semua bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional perihal sistem penilaian tingkat kesehatan bank umum, Matriks Perhitungan / Analisis Komponen atas setiap faktor. Aktiva yang diklasifikasikan adalah aktiva produktif baik yang sudah maupun yang mengandung potensi tidak memberikan penghasilan atau menimbulkan kerugian, yang besarnya ditetapkan dalam sebagai berikut : a)
25% dari kredit yang digolongkan Dalam Perhatian Khusus (DPK)
b) 50% dari kredit yang digolongkan Kurang Lancar (KL) c)
75% dari kredit yang digolongkan Diragukan (D)
d) 100% dari kredit yang digolongkan Macet (M) Penilaian berdasarkan kualitas aktiva adalah Non Performing Loan (NPL). Non Performing Loan (NPL) menghitung tingkat kredit bermasalah bila dibandingkan dengan total kredit yang telah diberikan kepada pihak ketiga namun tidak termasuk kredit yang diberikan ke bank lain. Kredit bermasalah adalah kredit yang diklasifikasikan dalam kredit yang kurang lancar, diragukan, dan macet. Sedangkan kredit bermasalah itu sendiri dihitung secara kotor (gross)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
21
dengan tidak mengurangkan dengan penyisihan penghapusan aktiva produktif. Secara umum NPL dirumuskan sebagai berikut :
Total Kredit Bermasalah NPL =
x 100% Total Kredit
Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/23/DPNP/ tahun 2004 tanggal 31 Mei 2004, kredit adalah sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai penilaian kualitas aset bank umum. Predikat kesehatan bank dari segi NPL ditunjukkan dalam tabel sebagai berikut : Tabel 2.3 Tingkat Peringkat Komponen NPL Rasio 0% < NPL < 2% 2% ≤ NPL < 5% 5% ≤ NPL ≤ 8% 8% < NPL ≤ 11% NPL > 11% Sumber : SE BI No. 6/23/DPNP/ tahun 2004
Peringkat Sangat Sehat Sehat Cukup Sehat Kurang Sehat Tidak Sehat
3) Management Quality (Kualitas Manajemen) Management quality (kuaitas manajemen) menunjukkan kemampuan manajemen bank untuk mengidentifikasikan, mengukur, mengawasqi dan mengontrol resiko-resiko yang timbul melalui kebijakan-kebijakan dan strategi bisnisnya untuk mencapai target. Penilaian terhadap faktor manajemen antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen manajemen umum,
http://digilib.mercubuana.ac.id/
22
penerapan sistem manajemen risiko, kepatuhan bank terhadap ketentuan yang berlaku, komitmen kepada Bank Indonesia dan pihak lainnya. Aspek manajemen pada penelitian analisis kesehatan perbankan tidak dapat menggunakan pola yang ditetapkan Bank Indonesia, komponen tersebut terdiri dari manajemen permodalan, manajemen kualitas aktiva, manajemen umum, manajemen rentabilitas, dan manajemen likuiditas pada akhirnya akan mengetahui dan bermuara pada perolehan laba yang keseluruhannya meliputi 250 aspek. Manajemen bank dapat diklasifikasikan sehat apabila sekurang-kurangnya telah memenuhi 81% dari seluruh aspek tersebut. 4) Earnings (Rentabilitas) Analisis rasio rentabilitas adalah alat untuk menganalisis atau mengukur tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai oleh bank yang bersangkutan. Rasio-rasio dalam kategori ini dapat pula digunakan untuk mengukur tingkat kesehatan bank. Analisis rentabilitas suatu bank antara lain : (1) Biaya Operasional pada Pendapatan Operasional (BOPO) Dendawijaya (2005:119), BOPO adalah perbandingan antara biaya operasional dan pendapatan operasional. Rasio ini digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dan kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasionalnya. Menurut Riyadi (2006:159), BOPO adalah rasio perbandingan antara biaya operasional dengan pendapatan operasional, semakin rendah tingkat rasio BOPO berarti semakin baik kinerja manajemen bank tersebut, karena lebih efisiensi dalam menggunakan sumber daya yang ada di perusahaan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
23
Menurut Bank Indonesia (SE BI Nomor 12/11/DPNP tanggal 31 Maret 2010), efisiensi operasi diukur dengan membandingkan total biaya operasi dengan total pendapatan operasi atau yang sering disebut dengan BOPO. Rasio BOPO ini bertujuan unutk mengukur kemampuan pendapatan operasional dalam menutupi biaya operasional. Rasio yang semakin meningkat mencerminkan kurangnya kemampuan bank dalam menekan biaya operasional dan meningkatkan pendapatan operasionalnya yang dapat menimbulkan kerugian karena bank kurang efisiensi dalam mengelola usahanya (SE BI Nomor 12/11/DPNP tanggal 31 Maret 2010). Bank Indonesia menetapkan angka terbaik untuk rasio BOPO adalah dibawah 90%, karena jika rasio BOPO melebihi 90% hingga mendekati 100% maka bank tersebut dapat dikategorikan tidak efisien dalam menjalankan operasinya. Semakin kecil rasio ini berarti semakin efisien biaya operasional yang diikeluarkan bank yang bersangkutan sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil. Secara matematis rumus BOPO dapat ditulis sebagai berikut : Beban Operasional BOPO =
x 100% Pendapatan Operasional
BOPO (Biaya Operasional pada Pendapatan Operasional) adalah salah satu komponen faktor earning yang digunakan dalam penelitian ini. BOPO digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengendalikan biaya operasional terhadap pendapatan operasioanl. Rasio BOPO menunjukkan rasio efisiensi perusahaan, karena semakin efisien biaya operasional yang
http://digilib.mercubuana.ac.id/
24
dikeluarkan oleh bank. Semakin kecil angka rasio BOPO, maka kondisi bermasalah di bank semakin kecil. Jika kondisi bermasalah di bank semakin kecil maka kemungkinan kondisi bank semakin baik. kondisi bank yang semakin baik akan menyebabkan kinerja perusahaan juga mengalami peningkatan. Predikat kesehatan bank dari segi BOPO ditunjukkan dalam tabel berikut : Tabel 2.4 Tingkat Peringkat Komponen BOPO Rasio BOPO ≤ 94% 94% < BOPO ≤ 95% 95% < BOPO ≤ 96% 96% < BOPO ≤ 97% BOPO > 97% Sumber : SE BI No. 6/23/DPNP/ tahun 2004
Peringkat Sangat Sehat Sehat Cukup Sehat Kurang Sehat Tidak Sehat
(2) Pengembalian atas aktiva (Return On Asset – ROA) Menurut Riyadi (2006:155), ROA adalah perbandingan antara laba sebelum pajak pada bank dengan total aktiva bank, rasio yang menunjukkan kemampuan dari modal yang diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva untuk menghasilkan keuntungan. Menurut Dendawijaya (2005:118), ROA digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam memperoleh keuntungan (laba) secara keseluruhan. Semakin besar ROA suatu bank, semakin besar pula tingkat keunntungan yang dicapai bank tersebut dan semakin baik pula posisi bank tersebut dari segi penggunaan aset. Return On Asset (ROA) sebagai indikator performance suatu bank merupakan rasio yang digunakan unutk mengukur ke efektivan bank dalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan seluruh aktiva yang dimiliki
http://digilib.mercubuana.ac.id/
25
oleh bank. Semakin tinggi pula ke efektivan bank dalam menghasilkan laba. Menurut Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004 besaran rasio ROA perbankan yang baik berada diatas 1,5%. Secara sistematis menurut Siamat (2005), pengukuran rasio Return On Asset (ROA) dapat dihitung dengan rumus : Laba Bersih ROA =
x 100% Total Aset
Predikat kesehatan bank dari segi ROA ditunjukkan dalam tabel berikut : Tabel 2.5 Tingkat Peringkat Komponen ROA Rasio ROA > 1.5% 1,25% < ROA ≤ 1.5% 0,5% < ROA ≤ 1,25% 0% < ROA ≤ 0,5% ROA ≤ 0% Sumber : SE BI No. 6/23/DPNP/ tahun 2004
Peringkat Sangat Sehat Sehat Cukup Sehat Kurang Sehat Tidak Sehat
Earnings (rentabilitas) menunjukkan tidak hanya kuantitas dan trend earning tetapi juga faktor-faktor yang mempengaruhi ketersediaan dan kualitas earning. Keberhasilan bank didasarkan pada penilaian kuantitatif terhadap rentabilitas bank yang diukur dengan dua rasio yang berbobot sama. Menurut Ali (2004:489) penilaian terhadap faktor rentabilitas didasarkan pada : a)
Rasio laba sebelum pajak dalam 12 bulan terakhir terhadap rata-rata volume usaha dalam periode yang sama.
b) Rasio biaya operasional dalam 12 bulan terakhir tgerhadap pendapatan operasional dalam periode yang sama.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
26
Bank Indonesia menilai keberhasilan profitabilitas dengan menggunakan dua macam tolak ukur yaitu Return On Asset (ROA) minimal 1,2%, pendapatan operasional dan rasio perbandingan antara biaya operasional dengan pendapatan operasionnal (BOPO) minimal 93,5% dari pendapatan operasional. 5) Liquidity (Likuiditas) Liqudity (likuiditas) menunjukkan ketersediaan dana dan sumber dana bank pada saat ini dan masa yang akan datang. Pengaturan likuiditas bank terutama dimaksudkan agar bank setiap saat dapat memenuhi kewajibankewajiban yang harus segera dibayar. Menurut Kasmir (2003:268), Likuiditas adalah kemammpuan bank untuk mambayarkan semua hutang-hutangnya terutama simpanan tabungan, giro dan deposito pada saat ditagih dan dapat pula memenuhi semua permohonan kredit yang layak dibiayai. Adapun faktor likuiditas yang dinilai dalam analisis CAMELS ini adalah rasio kredit terhadap dana pihak ketiga (LDR). Loan to Deposit Rasio (LDR) ini menggambarkan kemampuan suatu bank membayar kembali sebagian sumber likuiditasnya. Menurut Kasmir (2010 : 286) rasio likuiditas (LDR) merupakan rasio untuk mengukur kemampuan bank dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya
pada saat ditagih. Semakin besar rasio ini maka semakin likuid.
Pendapatan yang hampir sama juga dikemukakan oleh Dendawijaya (2009 : 118), bahwa “likuiditas adalah kemampuan bank dalam memenuhi kewajiban-kewajian jangka pendeknya atau kewajiban yang sudah jatuh tempo”. Menurut Brigham dan Houston (2006 : 95) “Likuiditas adalah rasio yang menunjukan hubungan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
27
antara kas dan aktiva lancar lainnya dari sebuah perusahaan dengan kewajiban lancarnya”. Menurut Dendawijaya (2005:116), LDR adalah rasio antara seluruh jumlah kredit yang diberikan bank dengan dana yang diterima oleh bank. Loan to Deposit Rasio (LDR) tersebut menyatakan seberapa jauh kemampuan bank dalam membayar
kembali
penarikan
dana
yang
dilakukan
deposan
dengan
mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya. Dengan kata lain, seberapa jauh pemberian kredit kepada nasabah kredit dapat mengimbangi kewajiban bank untuk segera memenuhi permintaan deposan yang ingin menarik kembali uangnya yang telah digunakan bank untuk memberikan kredit. Semakin tinggi rasio tersebut memberikan indikasi semakin rendahnya kemapuan likuiditas bank yang bersangkutan. Hal ini disebabkan karena jumlah dana yang diperlukan untuk membiayai kredit semakin besar. Batas aman tingkat LDR yang ditetapkan oleh Bank Indonesia adalah adalah 110%. Tolak ukur untuk tingkat LDR yang baik menurut BI tampak pada tabel : Tabel 2.6 Tingkat Peringkat Komponen LDR Tingkat LDR < 75% 75% < LDR ≤ 85% 85% < LDR ≤ 100% 100% < LDR ≤ 120% LDR > 120% Sumber : SE BI No. 6/23/DPNP/ tahun 2004
Peringkat Sangat Sehat Sehat Cukup Sehat Kurang Sehat Tidak Sehat
Tujuan penting dari perhitungan LDR adalah unutk mengetahui serta menilai sampai berapa jauh bank memiliki kondisi sehat dalam menjalankan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
28
operasi atau kegiatan usahanya. Dengan kata lain LDR digunakan sebagai suatu indikator unutk mengetahui tingkat kerawanan suatu bank. LDR dapat pula digunakan unutk menilai strategi manajemen suatu bank. Manajemen bank yang konservatif biasanya cenderung memiliki LDR yang tinggi atau melebihi batas toleransi. Jadi apabila ada perusahaan perbankan memiliki LDR tinggi, maka bank tersebut mempunyai risiko yang tinggi sehingga potensi perolehan laba juga menurun (Dendawijaya, 2009 : 120). Dalam lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004 tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum, jumlah kredit merupakan jumlah total kredit yang diberikan kepada pihak ketiga termasuk kredit kepada bank lain dan dana pihak ketiga adalah jumlah dana pihak ketiga yang terdiri dari giro, tabungan dan deposito dari bank lain. LDR dapat dirumuskan sebagai berikut : Total Kredit LDR =
x 100% Total Dana Pihak Ketiga
6) Sensitivity to Market Risk (Sensitivitas Terhadap Risiko Pasar) Rasio sensitivitas adalah modal yang dialokasikan untuk mengantisipasi risiko pasar. Modal dalam hal ini terdiri dari modal inti, modal pelengkap dan modal pelengkap tambahan. Jika sensitivitas tinggi maka modal untuk membayar risiko pasar semakin besar juga, sehingga tingkat profitabilitas juga meningkat (SE BI No. 6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004) Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor sensitivitas terhadap risiko pasar dilakukan melalui komponen-komponen sebagai berikut :
http://digilib.mercubuana.ac.id/
29
a)
Modal atau cadangan yang dibentuk unutk mengatasi flukuasi suka bunga.
b) Modal atau cadangan yang dibentuk untuk mengatasi fluktuasi nilai tukar dibandingkan dengan potensi kerugian sebagai akibat fluktuasi nilai tukar. c)
Kecukupan penerapan sistem manajemen risiko pasar. Dalam penelitian ini faktor sensitivitas terhadap resiko pasar diproksikan
dengan resiko suku bunga yang merupakan variabel yang paling dominan dalam menilai resiko pasar. Resiko bunga merupakan potensi timbulnya kerugian akibat bergeraknya suku bunga pasar kearah yang berlawanan dengan portofolio pasar. Resiko suku bunga dalam penelitian ini dilihat melalui rasio IRR (Interest Risk Ratio), yaitu rasio yang digunakan untuk mengukur kemungkinan bunga yang diterima oleh bank lebih kecil dibandingkan dengan bunga yang dibayarkan oleh bank. Pengaruh perubahan tingkat bunga terhadap pendapatan bunga bersih pada bank secara umum tergantung pada pendapatan bunga dan beban bunga. Semakin besar rasio ini maka menunjukkan arah yang positif dalam menghadapi resiko pasar sehingga kemungkinan bank mengalami kondisi tidak sehat semakin kecil. Interest Rate Risk (IRR) merupakan rasio kerugian bank yang dikarenakan selisih/gap tingkat suku bunga. Interest Rate Risk (IRR) merupakan salah satu model yang digunakan untuk mendeteksi secara umum sensitivitas bank terhadap pergerakan suku bunga. Rasio ini memperlihatkan risiko yang mengukur besaran bunga yang diterima oleh bnak dibandingkan dengan bunga yang dibayarkan (Sawir, 2005). Semakin tinggi rasio ini maka kemungkinan bank mengalami kerugian semakin rendah secara otomatis laba akan meningkat (positif). Dan akan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
30
berpengaruh juga terhadap return saham bagi para pemegang saham. Besarnya rasio ini dapat diukur dengan rumus sebagai berikut : Pendapatan Bunga IRR =
x 100% Beban Bunga
G. Analisi Rasio Keuangan Analisis rasio keuangan adalah metode analisis untuk mengetahui hubungan dari pos-pos tertentu dalam neraca atau laporan laba rugi secara individu ataupun secara kombinasi dari kedua laporan tersebut (Munawir, 2010 : 64). Rasio keuangan menggambarkan suatu hubungan atau pertimbangan antara suatu jumlah tertentu dengan jumlah yang lain dalam laporan keuangan, dan dengan menggunakan alat analisis berupa rasio ini akan dapat menjelaskan atau memberi gambaran kepada penganalisa tentang baik atau buruknya keadaan atau posisi keuangan suatu perusahaan terutama apabila angka rasio tersebut dibandingkan dengan angka rasio perbandingan yang digunakan sebagai satandar. (Munawir, 2010:64). Analisis
rasio
keuangan
digunakan
sebagai
dasar
perencanaan
pengambilan keputusan untuk memperoleh gambaran perkembangan keuangan dan posisi keuangan perusahaan dimasa yang akan datang, dan juga digunakan untuk pihak manajemen perusahaan dalam menentukan kebijakan pemberian kredit dan penanaman modal suatu peruusahaan (Usman, 2003). Seorang
penganalisa
memerlukan
adanya
ukuran
tertentu
untuk
menginterpretasikan suatu laporan keuangan suatu perusahaan. ukuran yang
http://digilib.mercubuana.ac.id/
31
sering digunakan adalah rasio. Analisis keuangan rasio keuangan menggambarkan hubungan matematis atara suatu jumlah tertentu dengan jumlah yang lain dalam laporan keuangan, dengan cara mengembangkan ukuran-ukuran kinerja bank yang telah distandarisasi, yang dapat memberikan petunjuk, gejala, serta informasi keuangan lainnya mengenai keadaan keuangan suatu bank (Wahyuningsih dan Hadinugroho, 2004). Dengan menggunakan analisis rasio, kita dapat menentukan tingkat kinerja keuangan suatu bank. Oleh karena itu rasio keuangan bermanfaat dalam menilai suatu kondisi bank.
H. Penelitian Terdahulu Sebagai dasar pijakan dalam rangka penyusunan penelitian ini, sangat penting untuk mengetahui hasil yang dilakukan oleh penelitian terdahulu yang kaitannya dengan variabel-variabel yang mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan laba dalam melakukan sebuah penelitian. 1. Desy Natalia Harjono (2006) meneliti pengaruh rasio CAMEL (CAR, NPL, BOPO, NIM, LDR dan Size) terhadap pertumbuhan laba. Menunjukkan bahwa secara persial tidak ada pengaruh signifikan rasio CAMEL dan Size terhadap pertumbuhan laba Bank Pembangunan Daerah di Indonesia. 2. Sunarwan Triono (2007) meneliti pengaruh rasio CAMEL (CAR, ROA, BOPO, LDR, NPL dan GWM) terhadap perubahan laba satu tahun dan dua tahun mendatang. Menunjukkan bahwa secara persial tidak ada pengaruh signifikan rasio CAR, LDR, NPL, BOPO dan GWM, namun rasio ROA
http://digilib.mercubuana.ac.id/
32
menunjukkan bahwa secara persial berpengaruh signifikan terhadap perubahan laba satu tahun dan dua tahun mendatang. 3. Teddy Rahman (2009) meneliti pengaruh rasio CAR, NIM, BOPO, LDR, dan NPL terhadap perubahan laba pada bank Non Devisa. Menunjukkan bahwa secara persial rasio CAR dan LDR berpengaruh positif signifikan, rasio BOPO dan NPL berpengaruh negatif dan signifikan, sedangkan rasio NIM menunjukkan berpengaruh positif tidak signifikan terhadap perubahan laba pada Non Devisa. 4. Nur Artwienda (2009) meneliti pengaruh rasio CAR, NPL, BOPO, NIM, dan LDR terhadap perubahan laba pada bank besar dan bank kecil di Indonesia. Menunjukkan bahwa secara persial rasio CAR dan NIM berpengaruh signifikan positif, rasio NPL dan BOPO berpengaruh signifikan negatif, dan rasio LDR menunjukkan tidak berpengaruh signifikan positif terhadap perubahan laba pada bank besar. Sedangkan untuk bank kecil menunjukkan bahwa secara persial rasio CAR dan NIM tidak berpengaruh signifikan positif, rasio NPL dan LDR tidak berpengaruh signifikan, sedangkan rasio BOPO berpengaruh signifikan negatif terhadap perubahan laba pada bank kecil. 5. Adhista Setyarini (2009) meneliti pengaruh rasio CAR, NIM, BOPO, LDR dan GWM terhadap perubahan laba pada bank pembangunan daerah di Indonesia. Menunjukkan bahwa secara persial rasio CAR, NIM, dan LDR berpengaruh secara positif dan signifikan, sedangkan rasio BOPO dan GWM
http://digilib.mercubuana.ac.id/
33
berpengaruh secara negatif namun tidak signifikan terhadap perubahan laba pada bank pembangunan daerah di Indonesia. 6. Hestina Wahyu Dewanti (2009) meneliti pengaruh rasio NPM, LDR, NPL, dan BOPO terhadap Perubahan Laba pada Bank Devisa dan Non Devisa periode Juni 2004-Juni 2007). Menunjukkan bahwa secara persial rasio NPM berpengaruh positif dan signifikan terhadap perubahan laba bank non devisa, rasio LDR berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap perubahan laba semua bank devisa dan non devisa, rasio NPL berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap perubahan laba semua bank devisa dan non devisa, dan rasio BOPO berpengaruh negatif dan signifikan terhadap perubahan laba pada bank devisa. 7. Nu’man (2009) meneliti pengaruh rasio CAR, NIM, NPL, LDR, BOPO, EAQ terhadap perubahan laba pada bank umum di Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya LDR dan NPL saja yang mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap perubahan laba. CAR, NIM, BOPO, dan EAQ tidak berpengaruh signifikan terhadap perubahan laba pada bank umum di Indonesia. 8. Lilis Erna Ariyanti (2010) meneliti pengaruh rasio CAR, NIM, LDR, NPL, BOPO, ROA, dan KAP terhadap perubahan laba pada bank umum di Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara persial rasio CAR, NIM dan ROA tidak berpengaruh signifikan positif, rasio LDR berpengaruh signifikan positif, rasio NPL, BOPO dan KAP tidak berpengaruh signifikan negatif terhadap perubahan laba pada bank umum di Indonesia.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
34
9. Tio Arriela (2010) meneliti pengaruh CAR, NPL, NIM, BOPO dan LDR terhadap pertumbuhan laba pada bank umum tahun 2007-2011. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rasio CAR dan NPL berpengaruh positif signifikan terhadap pertumbuhan laba. Sedangkan rasio NIM, BOPO dan LDR tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan laba. 10. Suci Ayu Lestari (2012) meneliti pengaruh ROA, CAR, LDR dan BOPO terhadap pertumbuhan laba pada Bank Umum di Indonesia tahun 2007-2011. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rasio ROA dan BOPO berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan laba. Sedangkan rasio CAR berpengaruh positif, tetapi tidak signifikan terhadap pertumbuhan laba dan rasio LDR berpengaruh negatif, tetapi tidak signifikan terhadap pertumbuhan laba. Dan rasio yang memiliki pengaruh paling dominan terhadap pertumbuhan laba adalah rasio BOPO 11. Rizki Yudha (2013) meneliti rasio NPL, Liquidity Risk, IRR, Deposito Ratio, FACR, ROA, ROE, NIM, BOPO, dan CAR terhadap pertumbuhan laba pada BUMN sektor perbankan di Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rasio NPL, BOPO secara persial berpengaruh negatif dan signifikan negatif, rasio Liquidity Risk, IRR, ROA. ROE, NIM berpengaruh positif dan signifikan, rasio Deposit Ratio FACR dan CAR tidak memiliki pengaruh terhadap perubahan laba pada BUMN sektor perbankan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
35
Beberapa hasil penelitian sebelumnya dapat dilihat pada tabel sebagai berikut : Tabel 2.7 Penelitian Terdahulu No.
Peneliti / Judul Penelitian
1.
Teddy Rahman (2009)
2.
“Analisis Pengaruh CAR, NIM, BOPO, LDR, NPL Terhadap Perubahan Laba (Studi Kasus Pada Bank Non Devisa di Indonesia Periode Tahun 20032007)” Nur Artwienda (2009)
Variabel dan Metode Penelitian Dependen : Perubahan Laba Independen : CAR, NIM, BOPO, LDR, dan NPL Regresi Linier Berganda Dependen : Perubahan Laba Independen : CAR, NPL, BOPO, NIM, dan LDR
“Analisis Pengaruh Capital Adequacy Ratio, Non Performing Loan, BOPO, Net Interest Margin, dan Regresi Linier Loan to Deposit Ratio Terhadap Perubahan Berganda Laba (Studi Komparatif : Pada Bank Besar dan Bank Kecil di Indonesia Periode Tahun 2004-2007)”
3.
Lilis Erna Ariyanti (2010) “Analisis Pengaruh CAR, NIM, LDR, NPL, BOPO ROA dan
Dependen : Perubahan Laba Independen : CAR, NIM, LDR, NPL, BOPO ROA dan
Hasil Penelitian
Secara persial rasio CAR dan LDR berpengaruh positif signifikan, rasio BOPO dan NPL berpengaruh negatif dan signifikan, sedangkan rasio NIM berpengaruh positif tidak signifikan terhadap perubahan laba pada Non Devisa Secara persial rasio CAR dan NIM berpengaruh signifikan positif, rasio NPL dan BOPO berpengaruh signifikan negatif, dan rasio LDR menunjukkan tidak berpengaruh signifikan positif terhadap perubahan laba pada bank besar. Sedangkan untuk bank kecil menunjukkan bahwa secara persial rasio CAR dan NIM tidak berpengaruh signifikan positif, rasio NPL dan LDR tidak berpengaruh signifikan, sedangkan rasio BOPO berpengaruh signifikan negatif terhadap perubahan laba pada bank kecil Menunjukkan bahwa secara persial rasio CAR, NIM dan ROA tidak berpengaruh signifikan positif, rasio LDR berpengaruh signifikan positif, rasio NPL, BOPO
http://digilib.mercubuana.ac.id/
36
4.
Kualitas Aktiva Produktif Terhadap Perubahan laba pada Bank Umum di Indonesia” Suci Ayu Lestari (2012)
Kualitas Aktiva Produktif Regresi Linier Berganda Dependen : Pertumbuhan Laba Independen : ROA, CAR, LDR, dan BOPO
“Pengaruh ROA, CAR, LDR dan BOPO Terhadap Pertumbuhan Laba pada Bank Umum Regresi Linier Tahun 2007-2011” Berganda
5.
Tio Arriela (2012) “Pengaruh Rasio Indikator Tingkat Kesehatan Bank Terhadap Pertumbuhan Laba Perusahaan Perbankan Go Public”
6.
Rizki Yudha (2013) “Analisis Tingkat Kesehatan Keuangan Terhadap Pertumbuhan Laba pada Perusahaan BUMN Sektor Perbankan di Indonesia”
Dependen : Pertumbuhan laba Independen : CAR, NPL, NIM, BOPO dan LDR Regresi Linier Berganda Dependen : Pertumbuhan Laba Independen : NPL, Liquidity Risk, IRR, Deposit Ratio, FACR, ROA, ROE, NIM, BOPO, dan CAR Regresi Linier Berganda
dan KAP tidak berpengaruh signifikan negatif terhadap perubahan laba pada bank umum di Indonesia Hasil penelitian menunjukkan bahwa rasio ROA dan BOPO berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan laba. Sedangkan rasio CAR berpengaruh positif, tetapi tidak signifikan terhadap pertummbuhan laba dan LDR berpengaruh negatif, tetapi tidak signifikan terhadap pertumbuhan laba. Dan rasio yang memiliki pengaruh paling dominan terhadap pertumbuhan laba adalah rasio BOPO
Hasil Penelitian menunjukkan bahwa rasio CAR dan NPL berpengaruh positif signifikan terhadap pertumbuhan laba. Sedangkan rasio NIM, BOPO dan LDR tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan laba Hasil penelitian menunjukkan bahwa rasio NPL, BOPO secara persial berpengaruh negatif dan signifikan negatif, rasio Liquidity Risk, IRR, ROA. ROE, NIM berpengaruh positif dan signifikan, rasio Deposit Ratio FACR dan CAR tidak memiliki pengaruh terhadap perubahan laba pada BUMN sektor perbankan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
37
I.
Kerangka Pemikiran dan Model Konseptual
1. Pengaruh Capital Adequacy Ratio (CAR) Terhadap Pertumbuhan Laba Capital Adequacy Ratio (CAR) merupakan indikator untuk menilai aspek permodalan pada suatu bank. Terdapat komponen modal dan Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) didalam perhitungannya. Modal yang semakin tinggi akan meningkatkan rasio CAR, yang berarti bank memiliki modal yang cukup dan mampu meng-cover risiko kerugian akibat aktivitas bank. Peningkiatan pada modal khususnya adalah modal sendiri akan menurunkan biaya dana karena bank dapat menggunakan modal sendiri tersebut untuk dialokasikan kepada aktiva produktif yang kemudian mampu meningkatkan profitabilitas. Capital Adequacy Ratio (CAR) juga bisa disebut dengan rasio kecukupan modal, yang berarti jumlah modal sendiri yang diperlukan untuk menutuo resiko kerugian yang timbul dari penanaman aktiva-aktiva yang mengandung resiko serta membiayai seluruh benda tetap dan investasi bank. Seluruh bank yang ada di Indonesia diwajibkan untuk untuk menyediakan modal minimal 8% dari ATMR. Semakin besar Capital Adequacy Ratio (CAR) maka keuntungan bank semakin besar. Dengan kata lain, semakin kecil resiko suatu bank maka semakin besar keuntungan yang diperoleh bank (Kuncoro dan Suhardjono, 2005) CAR menunjukkan seberapa besar modal bank telah memadai untuk menunjang kebutuhannya dan sebagai dasar untuk menilai prospek kelanjutan usaha bank bersangkutan. Semakin besar CAR maka akan semakin besar daya tahan bank yang bersangkutan dalam menghadapi penyusutan nilai harta bank yang timbul karena adanya harta bermasalah.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
38
Hasil penelitian Teddy Rahman, Nur Artwienda, Adhista Setyarini (2009) dan Tio Arriela (2010) menenjukkan bahwa Capital Adequacy Ratio (CAR) berpengaruh positif dan signifikan terhadap Return On Asset (ROA). Bedasarkan uraian diatas maka dapat diperoleh hipotesis yaitu : H1 : Capital Adequacy Ratio (CAR) berpengaruh positif dan signifikan terhadap Pertumbuhan Laba. 2. Pengaruh Non Performing Loan (NPL) Terhadap Pertumbuhan Laba Non Performing Loan (NPL) merupakan rasio kredit yang dihadapi bank karena menyalurkan dananya kepada masyarakat dalam bentuk pinjaman. Non Performing Loan (NPL) merefleksikan besarnya risiko kredit yang dihadapi bank, semakin kecil Non Performing Loan (NPL), maka semakin kecil pula resiko kredit yang ditanggung pihak bank. Jika Non Performing Loan (NPL) tinggi maka kesempatan bank dalam memperoleh laba dari bunga kredit dan pengembalian kredit akan hilang. Hilangnya kesempatan memperoleh laba dari kredit yang macet mempengaruhi proyeksi keuntungan yang direncanakan sehingga secara langsung berpengaruh terhadap pertumbuhan laba. Maka bank dalam memberikan kredit harus melakukan analisis terhadap kemampuan debitur untuk membayar kembali kewaibannya. Setelah kredit diberikan, bank wajib melakukan pemantauan terhadap penggunaan kredit serta kemampuan dan kepatuhan debitur dalam memenuhi kewajiaban. Bank melakukan peninjauan, penilaian, dan pengikatan terhadap agunan untuk memperkecil resiko kredit (Ali, 2004). Dengan demikian apabila suatu bank mempunyai Non Performing Loan (NPL) yang tinggi, maka akan memperbesar
http://digilib.mercubuana.ac.id/
39
biaya baik biaya pencadangan aktiva produktif maupun baiya lainnya, sehingga berpengaruh terhadap pertumbuhan laba pada bank tersebut. Hasil penelitian Desy (2006), Nur Artwienda, Teddy (2009) dan Rizki (2013) menunjukkan bahwa ada pengaruh negatif dan signifikan resiko kredit (NPL) terhadap pertumbuhan laba. Berdasarkan uraian tersebut maka dapat diajukan hipotesis yaitu : H2 : Non Performing Loan (NPL) berpengaruh positif terhadap dan signifikan terhadap Pertumbuhan Laba 3. Pengaruh Biaya Operasional pada Pendapatan Operasional (BOPO) Terhadap Pertumbuhan Laba Rasio BOPO yang semakin tinggi meningkat mencerminkan kurangnya kemampuan bank dalam menekan biaya operasionalnya yang dapat menimbulkan kerugian karena bank kurang efisien dalam mengelola usahanya (Bank Indonesia, 2004). Bank Indonesia menetapkan angka terbaik untuk rasio BOPO adalah di bawah 90%, karena jika rasio BOPO melebihi 90% hingga mendekati angka 100% maka bank tersebut dapat dikategorikan tidak efisien dalam menjalankan operasinya. Rasio yang sering disebut rasio efisiensi ini digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengendalikan biaya operasional terhadap pendapatan operasional. Semakin kecil rasio ini berarti semakin efisien biaya operasional yang dikeluarkan bank yang bersangkutan sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil. Menurut Bank Indonesia, efisiensi operasi diukur dengan membandingkan total biaya operasi dengan total
http://digilib.mercubuana.ac.id/
40
pendapatan operasi atau yang sering disebut BOPO. Sehingga dapat disusun suatu logika bahwa variabel efisien operasi yang diproksikan dengan BOPO. Maka bank yang efisien dalam menekan biaya operasionalnya dapat mengurangi kerugian akibat ketidak efisienan bank dalam mengelola usahanya sehingga laba yang diperoleh juga akan meningkat. Semakin besar rasio BOPO menunjukkan bahwa kemampuan bank dalam menghasilkan laba menurun karena bank tidak efisien dalam pengelolaan biaya operasionalnya. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Hestina, Teddy, Nur Artwienda (2009), dan Rizki (2013) semuanya menunjukkan hasil bahwa BOPO berpengaruh negatif dan signifikan pertumbuhan laba. Berdasarkan uraian diatas maka dapat diperoleh hipotesis yaitu : H3 : Biaya Operasional pada Pendapatan Operasional (BOPO) berpengaruh positif dan signifikan terhadap Pertumbuhan Laba. 4.
Pengaruh Return On Asset (ROA) Terhadap Pertumbuhan Laba Return On Asset (ROA) merupakan kemampuan dari modal yang
diinvestasikan ke dalam seluruh aktiva perusahaan untuk menghasilkan (Pontie, 2007), atau dengan kata lain ROA adalah salah satu bentuk dari rasio profitabilitas untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dengan menggunakan total aktiva yang ada dan setelah biaya-biaya modal (biaya-biaya yang digunakan untuk mendanai aktiva). Pertumbuhan rasio ROA dilakukan dengan cara membandingkan laba sebelum pajak dan rata-rata total aset. semakin tinggi rasio ROA menandakan semakin efektif bank dalam penggunaan aktivanya
http://digilib.mercubuana.ac.id/
41
dalam menghasilkan keuntungan, makan semakin baik tinggat pertumbuhan laba pada bank tersebut. Hasil penelitian yang dilakukan yang dilakukan oleh Sunarwan (2007), Suci (2012) dan Rizki (2013), semuanya menunjukkan bahwa rasio ROA berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan laba. Berdasarkan uraian diatas maka dapat diperoleh hipotesis sebagai berikut : H4 : Return On Asset (ROA) berpengaruh positif dan sinifikan terhadap Pertumbuhan Laba 5.
Pengaruh Biaya Loan to Deposit Ratio (LDR) Terhadap Pertumbuhan Laba Loan to Deposit Ratio (LDR) merupakan perbandingan kredit yang
diberikan terhadap dana pihak ketiga. Semakin besar rasio ini mengindikasikan bank itu semakin agresif likuiditasnya, sebaliknya semakin kecil rasio ini juga semakin besar dana pihak ketiga yang tidak digunakan untuk penempatan ke kredit (banyak dana menganggur) Taswan (2010 : 167). Standar yang digunakan Bank Indonesia untuk rasio Loan to Deposit Ratio (LDR) adalah 80% hingga 110%. Jika angka rasio Loan to Deposit Ratio (LDR) suatu bank berada pada angka di bawah 80% (misalkan 70%), maka dapat disimpulkan bahwa bank tersebut hanya dapat menyalurkan 70% dari seluruh dana yang berhasil dihimpun. Jika rasio LDR bank mencapai lebih dari 110%, berarti total kredit yang diberikan bank tersebut melebihi dana yang dihimpun. Semakin tinggi LDR menunjukkan semakin riskan kondisi likuiditas bank, sebaliknya semakin rendah LDR menunjukkan kurangnya efektifitas bank dalam
http://digilib.mercubuana.ac.id/
42
menyalurkan kredit sehingga hilangnya kesempatan bank untuk memperoleh laba. Perubahan Loan to Deposit Ratio (LDR) bank yang berada pada standar yang ditetapkan oleh Bank Indonesia (80% - 110%), maka perubahan laba yang diperoleh oleh bank tersebut akan meningkat (dengan asumsi bahwa bank tersebut mampu menyalurkan kreditnya dengan efektif). Jika rasio LDR bank mencapai lebih dari 110%, berarti total kredit yang diberikan bank tersebut melebihi dana yang dihimpun. Oleh karena dana yang dihimpun dari masyarakat sedikit, maka bank dalam hal ini juga dapat dikayakan tidak menjalankan fungsinya sebagai pihak intermediasi (prantara) dengan baik. jika rasio LDR bank berada pada standar yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, maka laba yang diperoleh oleh bank tersebut akan meningkat (dengan asumsi bank tersebut mampu menyalurkan kreditnya dengan efektif). Dengan kata lain apabila rasio Loan to Deposit Ratio (LDR) dalam standar yang ditetapkan Bank Indonesia, maka laba yang diperoleh bank akan semakin meningkat. Hasil Penelitian yang dilakukan Adhista, Teddy, Nu’man (2009) dan Lilis (2010) menunjukkan bahwa Loan to Deposit Ratio (LDR) berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan laba. Berdasarkan uraian tersebut maka dapat diperoleh hipotesis yaitu : H5 : Loan to Deposit Ratio (LDR) berpengaruh positif dan signifikan terhadap Pertumbuhan Laba.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
43
6.
Pengaruh Biaya Interest Rate Risk Ratio (IRR) Terhadap Pertumbuhan Laba Faktor sensitivitas terhadap resiko pasar diproksikan dengan resiko suku
bunga yang merupakan variabel yang paling dominan dalam penilaian resiko pasar. Resiko bunga merupakan potensi timbulnya kerugian akibat bergeraknya suku bunga pasar ke arah yang berlawanan dengan portofolio pasar. Resiko suku bunga dalam penelitian ini dilihat melalui rasio Interest Risk Ratio (IRR), dimana IRR itu sendiri merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemungkinan bunga yang diterima oleh bank lebih kecil dibandingkan dengan bunga yang dibayarkan oleh bank. Pengaaruh perubahan tingkat bunga terhadap pendapat bunga bersih pada bank secara umum tergantung pada pendapatan bunga dan beban bunga. Semakin besar rasio ini maka menunjukkan arah yang positif dalam menghadapi resiko pasar sehingga kemungkinan bank dalam kondisi yang sehat. Sebaliknya semakin kecil angka rasio ini menunjukkan resiko semakin besar. Penelitian tentang pengaruh Interest Risk Ratio (IRR) terhadap pertumbuhan laba belum banyak dilakukan. Penelitian tentang IRR pernah dilakukan oleh Rizki (2013) dengan hasil Interest Risk Ratio (IRR) mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan dalam memprediksi tingkat pertumbuhan laba. Berdasarkan uraian diatas maka dapat diperoleh hipotesis sebagai berikut : H6 : Interest Risk Ratio (IRR) berpengaruh positif dan signifikan terhadap Pertumbuhan Laba.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
44
Gambar 2.1 Metode Konseptual
CAR (X1)
NPL (X2) BOPO (X3) PERTUMBUHAN ROA (X4)
LABA
LDR (X5)
IRR (X6)
http://digilib.mercubuana.ac.id/