BAB II LANDASAN TEORI
A. Konsep dan Teori Perpajakan Indonesia 1. Pengertian Pajak Pajak merupakan iuran masyarakat kepada Negara yang wajib dibayarkan oleh wajib pajak tanpa mengharapkan adanyan balas jasa secara langsung. Dalam memahami arti perpajakan yang sesungguhnya banyak para ahli memberikan batasan mengenai arti pajak itu sendiri. Santoso mengemukakan beberapa pendapat pakar mengenai beberapa definisi pajak diantaranya, yaitu : Pajak adalah prestasi yang sepihak oleh terutang kepada penguasa (menurut norma-norma yang ditetapkan secara umum) tanpa adanya kontra prestasi dan semata semata digunakan untuk menutup pengeluaran pengeluaran umum. Sedangkan menurut Soeparman, definisi pajak adalah sebagai berikut : Pajak adalah iuran wajib, berupa uang atau barang yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma norma hukum, guna menutup biaya produksi barang barang dan jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum. Sedangkan menurut smeets definisi pajak adalah sebagai berikut : “Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui norma norma umum, dan yang dapat dipaksakan, tanpa adanya kontra prestasi
8
yang dapat dipaksakannya, tanpa adanya kontra prestasi yang dapat ditujukan dalam hal individual “. Maksudnya adalah untuk membiayai pengeluaran pemerintah. Smeets mengakui bahwa definisinya hanya menonjolkan fungsi budgeter saja, baru kemudian ia menambahkan fungsi mengatur pada definisinya. Mencantumkan istilah iuran wajib dengan harapan terpenuhinya ciri bahwa pajak dipungut dengan bantuan dari dan pengguna istilah “paksaan” selanjutnya ia berpendapat terlalu berlebihan kalau khusus mengenai pajak ditekankan pentingnyaunsur paksaan karena dengan mencantumkan unsur paksaan seakan-akan tidak ada kesadaran masyarakat untuk melakukan kewajibannya. Menurut Rochmat Soemitro yang dikutip oleh Siti Resmi (2011:1) adalah sebagai berikut : Pajak adalah iuran rakyat kepada negara berdasarkan Undang-Undang (yang
dapat
dipaksakan)
dengan
tidak
mendapat
jasa
timbal
(kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum Definisi tersebut kemudian disempurnakan menjadi : Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan “surplus”-nya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment.
9
Dari beberapa pengertian pajak diatas dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur yang melekat dalam pemgertian pajak menurut Siti Resmi (2011:2) adalah sebagai berikut : a) Pajak
dipungut
berdasarkan
undang-undang
serta
aturan
pelaksanaannya. b) Siftanya dapat dipaksakan. Hal ini berarti pelanggaran atas aturan perpajakan berakibat adanya sanksi. c) Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukan adanya kontraprestasi secara langsung oleh pemerintah. d) Pajak dipungut oleh nagara baik pemerintah pusat maupub pemerintah daerah,
apabila
dari
pemasukannya
masih
terdapat
surplus,
dipergunakan untuk membiayai public investment Menurut Mardiasmo (2006:6), jenis perpajakan di indonesia dapat dibedakan berdasarkan : a) Menurut golongannya 1) Pajak langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contohnya : Pajak Penghasilan 2) Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang poada akhirnya dapat dilimpahkan pada orang lain. Contohnya : Pajak Pertambahan Nilai b) Menurut sifatnya
10
1) Pajak subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri wajib pajak Contohnya : Pajak Penghasilan 2) Pajak Objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak Contohnya : PPN dan PPnBM c) Menurut lembaga pemungutnya 1) Pajak pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Contohnya : Pajak Penghasilan, PPN dan PPnBM, PBB DAN Bea materai 2) Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, pajak daerah terdiri: a. Pajak Propinsi Contoh : Pajak kendaraan Bermotor dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor. b. Pajak Kabupaten/Kota Contoh : Pajak Hotel, Pajak Restoran, dan Pajak Hiburan. Kemudian berdasarkan sistem pemungutannya, pajak dapat dibedakan menjadi 3 golongan, yaitu :
11
a. Official Assesment System adalah sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak terhutang yang harus dibayar oleh wajib pajak. Ciri-ciri Official Assesment System : 1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus. 2) Wajib pajak bersifat pasif 3) Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus b. Self assesment system adalah sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang kepada wajib untuk menentukan besarnya pajak terutang. Ciri-ciri Self Assesment System : 1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada Wajib Pajak itu sendiri. 2) Wajib pajak bersifat aktif 3) fiskus hanya bertugas mengawasi c) With Holding System adalah sistem pemungutan pajak yang meberikan wewenang kepada pihak ketiga dalam penghitungan pajak terutangnya. Contohnya adalah penghitunga PPh 23,royalti dan dividen yang langsung di potong oleh pihak ke 3.
12
B. Laporan Keuangan Komersial 1. Pengertian Laporan Keuangan Komersial Laporan keuangan komersial adalah laporkan keuangan yang
disusun
dengan Standar Akuntansi Keuangan yang meliputi Neraca, laporan laba rugi, laporan perubaan arus kas, laporan perubahan posisi keuangan dan catatan atas laporan keuangan yang merupakan ringkasan dari proses transaksi-transaksi keuangan
pencatatan
yang terjadi selama satu tahun buku
bersangkutan. Laporan keuangan merupakan produk yang dihasilkan dari akuntansi yang harus disajikan pada akhir periode untuk disajikan kepada pihak-pihak pemakai laporan keuangan. Setiap pertanggung jawaban didefinisikan sebagai laporan kegiatan apapun yang dilakukan dalama aperiode tertentu. Tujuan pokok akuntansi komersial adalah menyajikan secara wajar keadaan atau posisi keuangan perusahaan sebagai suatu entitas
.
informasi
berupa
laporan keuangan dapat dipakai sebagai dasar untuk mebuat keputusan ekonomi. Penyajian informasi keuangan memerlukann proses penetapan dan penandinagan secara periodic antara pendapatan dan beban sehingga dapat menentukan besarnya laba (rugi) komersial.
2. Pendapatan dan Beban Akuntansi Pendapatan dapat diartikan sebagai tambahan kemampuan ekonomis seseorang atau badan yang bisa dijadiakan ukuran terbaik orang atau badan
13
tersebut dalam memikul biaya yang diperlukan untuk kegiatan rutin dan pembangunan. Untuk menentukan kapan pendapatan diterima atau di peroleh undangundang
perpajakan
menunjuk
kepada
metode
pembukuan
yang
diselenggarakan wajib pajak berdasarkan accrual basis atau cash basis. Pendekatan accrual basis mengakui pada saat diproleh, sedangkan cash basis mengakui pendapatan pada saat diterima. Beban adalah penurunan manfaat ekonomi selama satu periode akuntansi dalam bentuk arus kas keluar atau berkurangnya aktiva atau terjadinya kewajiban yang mengakibatan penurunan ekuitas yang tidak menyangkut pembagian kepada penanaman modal.
3. Laba Akuntansi Laba akuntansi (accounting income) atau disebut juga laba komersial adalah pengukuran laba yang lazim digunakan dalam dunia bisnis Menurut Mamduh dalam Djoko (2005:16) laba di artikan : Selisih antara pendapatan dikurangi biaya, dimana pendapatan mengukur aliran masuk dengan hutang dari penjualan barang atau jasa, sedangkan biaya mengukur aliran keluar asset bersih karena digunakan
atau
dikonsumsi untuk memperoleh pendapatan. Laba akuntansi dihitung berdasarkan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia di atur dalam standar akuntansi keuangan , laba akuntansi tersebut perhitungannya bertumpu pada prinsip penandingan antara
14
pendapatan dengan biaya biaya terkait, dalam salah satu prinsip tersebut terdapat konsep bahwa pengeluaran perusahaan yang tiak mempunyai manfaat untuk masa yang akan datang bukanlah asset sehingga harus di bebankan sebagai biaya atau beban.
C. Laporan Keuangan Fiskal 1. Pengertian Laporan Keuangan Fiskal Keutamaan perpajakan mempunyai kriteria tentang
pengukuran
dan
pengakuan komponen yang terdapat dalam laporan keuangan. Pengukuran tersebut tidak selamanyan sejalan dengan prinsip akuntansi komersial karena argumentasi dari motivasi laporan keuangan fiskal adalah untuk memperkecil area potensi pengenaan pajak dan memberi dorongan untuk merelokasi dalam bentuk bentuk investasi. Penyusunan laporan keuangan fiskal seperti yang dikemukakan oleh Gunadi (2005:31), praktek laporan keuangan fiskal sebagai solusi antara ketentuan akuntansi dan ketentuan pajak terdiri dari tiga pendekatan yaitu : a. Ketentuan pajak secara dominan mewarnai praktik akuntansi, walaupun laporan keuangan disusun berdasarkan prinsip akuntansi tapi sangat di warnai oleh ketentuan perpajakan, Wajib Pajak harus menyelenggarakan pembukuan sesuai dengan ketentuan perpajakan tanpa kelonggaran terhadap
ketidaksamaan
prinsip
akuntansi
dan
perpajakan.
Pada
pembukuan ini terlihat adanya dua perangkat pembukuan yaitu kepentingan komersial dan fiskal.
15
b. Wajib pajak menyelenggarakan pembukuan dengan metode
prinsip
akuntansinya, laporan keuangan fiskal disusun terpisah diluar proses pembukuannya yang hanya berfungsi sebagai tambahan laporan keuangan komersial. Pendekatan kedua ini lebih banyak digunakan sebagai pilihan yaitu dengan menyusun laporan keuangan fiskal melalui rekonsiliasi. Umumnya praktik pembukuan di indonesia menyusun laporan keuangan fiskal yang disertai dengan rekonsiliasai. c. Pendekatan ketiga menyatakan ketentuan perpajakan sebagai sisipan standar akuntansi keuangan. Dalam dasar ini laporan keuangan disusun berdasarkan Standar Akuntasnsi Keuangan, tapi apabila terdapat aturan lain dalam akuntansi komersial, maka preferensi diberikan pada ketentuan perpajakan Dalam fungsi budgeter, pajak sebagai alat mentrasfer sumber daya
dari
masyarakat kepada negara. Oleh karena itu laporan keuangan yang dilampirkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) lebih berkepentingan terhadap informasi laba rugi perusahaan.
2. Penghasilan dan Biaya Fiskal a. Penghasilan Fiskal Dalam Undang-Undang perpajakan penghasilan di bagi menjadi dua yaitu penghasilan yang menjadi objek pajak dan penghasilan bukan objek pajak. Penghasilan yang merupakan objek pajak akan dikenakan PPh bersifat final dan ada juga yang dikenakan PPh tidak Final.
16
Yang menjadi Objek Pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk : 1. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun,atau imbalan dalam bentuk lainnya,kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang ini. 2. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan ,dan penghargaan. 3. Laba usaha. 4. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk: a) Keuntungan
karena
pengalihan
harta
kepada
perseroan,
persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal b) Keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan dan badan lainnya karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota c) Keuntungan
karena
likuidasi,
penggabungan,
peleburan,
pemekaran, pemecahan, atau pengambialihan usaha; d) Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan badan keagamaan atau
17
badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan 5. Penerimaaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya. 6. Bunga termasuk premium, diskonto dan imbalan karena jaminan pengembalian utang. 7. Dividen dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan pembagian sisa hasil usaha koperasi; 8. Royalti, sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta; 9. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala. 10. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah; 11. Keuntungan karena sesilisih kurs mata uang asing; 12. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva. 13. Premi asuransi. 14. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas, 15. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak.
18
Atas penghasilan sebagaimana di bawah ini, dikenakan pajak final. Yaitu penghasilan berupa: 1. Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota. 2. Koperasi orang pribadi; 3. Penghasilan berupa hadiah undian; 4. Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura; 5. Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan; dan; 6. Penghasilan tertentu lainnya, yang diatur dengan atau berdasarkan peraturan pemerintah. Sementara dalam perpajakan, biaya atau pengeluaran ada yang apat dikeluarkan atau dikurangkan dari penghasilan bruto (deductible expense)dan ada juga yag tidak dapat dikurangkan dari penghaasilan bruto (non deductible expense)
19
b. Biaya Fiskal Biaya biaya yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto di atur dalam Undang-Undang No 36 tahun 2008 yang menyatakan bahwa : 1. Biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha, antara lain: a)
Biaya pembelian bahan;
b)
Biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, Bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang;
c)
Bunga, sewa, dan royalti;
d)
Biaya perjalanan;
e)
Biaya pengolahan limbah;
f)
Premi asuransi;
g)
Biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan peraturan Menteri keuangan;
h)
Biaya administrasi; dan
i)
Pajak kecuali pajak penghasilan;
2. Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun. 3. Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh menteri keuangan;
20
4. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan 5. Kerugian selisih kurs mata uang asing; 6. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di indonesia; 7. Biaya beasiswa, magang, dan pelatihan; 8. Piutang yang nyata‐nyata tidak dapat ditagih dengan syarat: a) Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial; b) Wajib pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada direktorat jenderal pajak; dan; c) Telah diserahkan perkara penagihannya kepada pengadilan negeri atau instansi pemerintah yang menangani piutang negara; atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang antara
kreditur
dan
debitur
yang
bersangkutan;
atau
telah
dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; atau adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu; d) Tidak berlaku untuk penghapusan piutang tak tertagih debitur kecil, yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan peraturan menteri keuangan; 9. Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang ketentuannya diatur dengan peraturan pemerintah;
21
10. Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di indonesia yang ketentuannya diatur dengan peraturan pemerintah; 11. Biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur dengan peraturan pemerintah 12. Sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan peraturan pemerintah;dan 13. Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya diatur dengan peraturan pemerintah.
Sedangkan biaya yang tidak boleh dikurangkan dalam rangka mengitung penghasilan kena pajak, menurut Undang-undang Perpajakan Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 9 Ayat (1) adalah sebagai berikut: 1. Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen, termasuk dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi; 2. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, Sekutu, atau anggota; 3. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali: a) Cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan. b) Konsumen, dan perusahaan anjak piutang;
22
c) Cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang dibentuk oleh badan penyelenggara jaminan sosial; d) Cadangan penjaminan untuk lembaga penjamin simpanan; e) Cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan; f) Cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan; dan g) Cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri untuk usaha pengolahan limbah industri, yang ketentuan dan syarat‐syaratnya diatur dengan atau berdasarkan peraturan menteri keuangan. 4. Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa, yang dibayar oleh wajib pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi wajib pajak yang bersangkutan; 5. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang diatur dengan atau berdasarkan peraturan menteri keuangan; 6. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan;
23
7. Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan serta zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui diindonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan peraturan pemerintah; 8. Pajak penghasilan; 9. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi wajib pajak atau orang yang menjadi tanggungannya 10. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham; 11. Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundangundangan di bidang perpajakan.
Erly Suandy (2011:130) berpendapat, biaya-biaya yang hanya boleh dikurangkan sebesar 50% dalam rangka menghitung Penghasilan Kena Pajak adalah sebagai berikut: a. Atas biaya perolehan atau pembelian telepon selular yang dimililki dan dipergunakan perusahaan untuk pegawai tertentu karena jabatan atau pekerjaannya.
24
b. Atas biaya berlangganan atau pengisian ulang pulsa dan perbaikan telepon selular yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk pegawai tertentu karena jabatan atau pekerjaannya. c. Atas biaya perolehan atau pembelian atau perbaikan besar kendaraan sedan atau sejenis yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk pegawai tertentu karena jabatan atau pekerjaaanya. d. Atas biaya pemeliaharaan atau perbaikan rutin kendaraaan sedan atau sejenis yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk pegawai tertentu karena jabatan atau pekerjaannya.
3. Rekonsiliasi Fiskal Rekonsiliasi dilakukan oleh wajib pajak karena terdapat perbedaan perhitungan khususnya laba menurut akuntansi (komersial) dan menuruk pajak (fiskal). Rekonsiliasi fiskal yaitu suatu mekanisme penyesuaian pelaporan penghasilan wajib pajak secara komersil menurut ketentuan peraturan perundang undangan perpajakan yang akhirnya dihasilkan laba atau rugi fiskal. Erly Suandy (2011:87), menjelaskan adanya perbedaan antara laporan keuangan komersial dengan laporan keuangan fiskal dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu: a. Perbedaan Waktu. Perbedaan yang bersifat sementara karena adanya ketidaksamaan waktu pengakuan penghasilan dan beban antara peraturan perpajakan dengan
25
SAK. Perbedaan waktu dapat dibagi menjadi perbedaan waktu positif dan perbedaan waktu negatif. Perbedaan waktu positif terjadi apabila pengakuan beban untuk akuntansi lebih lambat dari pengakuan beban untuk pajak atau pengakuan pendapatan untuk tujuan pajak lebih lambat dari pengakuan pendapatan untuk tujuan akuntansi. Perbedaan waktu negatif terjadi jika ketentuan perpajakan mengakui beban lebih lambat dari pengakuan
beban
akuntansi
komersial
atau
akuntansi
mengakui
pendapatan lebih lambat dari pengakuan pendapatan menurut ketentuan perpajakan b. Perbedaan Tetap. Perbedaan yang terjadi karena peraturan perpajakan menghitung laba fiskal berbeda dengan perhitungan laba menurut SAK tanpa ada koreksi dikemudian hari. Perbedaan permanen dapat positif apabila ada laba akuntansi yang tidak diakui oleh ketentuan perpajakan dan pembebasan pajak, sedangkan perbedaan permanen negatif disebabkan adanya pengeluaran sebagai beban laba akuntansi yang tidak diakui oleh ketentuan fiskal. Berikut daftar tabel biaya fiskal dan undang undang yang mendasarinya
No.
1
Deductibl
Non
e
Deductible
Beban Usaha
Biaya yang Dikeluarkan untuk Mendapatkan, Menagih dan memelihara penghasilan -Prinsip Realisasi
Ket
V
Dasar Hukum
Pasal 28 UU KUP
26
-Konservatis/penyisihan
V
Pasal 28 UU KUP
Biaya yang Dikeluarkan untuk Mendapatkan, Menagih dan 2
Memelihara Penghasilan
V
yang Bukan Obyek Pajak atau Pengenaan PPh-nya Final
3
Gaji/Upah
PPh
Pasal 6 huruf a UU
21
PPH
V
PPh 4
Tunjangan PPh Pasal 21
V
Kep-545/PJ./2000 21 Pasal 9 Huruf h UU
5
PPh Dibayar Perusahaan
V
PPh Kep-545/PJ./2000
Premi Asuransi Jiwa Pegawai Dibayar
PPh Pasal 9 Huruf d UU
6
Perusahaan Sepanjang
V
Pasal PPh
Menambah Penghasilan
21
Pegawai Premi Asuransi Jiwa Pasal 9 Huruf j UU 7
Pemilik/Pemegang Saham
V PPh
dan Keluarganya
27
PP No.14 tahun 8
Iuran Jamsostek
V 1993 PPh
a. Jaminan Kecelakaan
Pasal 9 Huruf d UU V
Pasal
Kerja (JKK)
PPh 21 PPh
b. Jaminan Kematian
PP No.14 tahun V
Pasal
(JKM)
1993 21 PPh
c. Jaminan Pelayanan
PP No.14 tahun V
Pasal
Kesehatan
1993 21
d. Iuran Jaminan Hari Tua
PP No.14 tahun V
(JHT) (Jamsostek) :
1993 Pasal 6 Huruf a UU
- Dibayar Perusahaan
V PPh
-Dibayar Pegawai (Bagi Pegawai untuk V
Kep-545/PJ./2000
Menghitung PPh Pasal 21 Iuran Pensiun ke Dana Pensiun yang Disahkan 9
Kep-545/PJ./2000 Menteri Keuangan Baik dibayar oleh pegawai
28
maupun oleh perusahaan Iuran Pensiun ke Dana Pensiun yang Belum
Pasal 6 Huruf c UU
10
V Disahkan Menteri
PPh
Keuangan Pasal 6 Huruf a UU 11
Tunjangan Hari Raya
V PPh PPH Pasal 6 Huruf a UU
12
Uang Lembur
V
pasal PPh 21
Pengobatan Cuma Cuma
Pasal 6 Huruf a UU
13
V (Langsung ke rumah sakit)
PPh PPH
Penggantian Pengobatan
V
pasal
Kep-545/PJ./2000
21 PPH Tunjangan Pengobatan
V
pasal
Kep-545/PJ./2000
21 Pemberian Imbalan dalam Bentuk Natura dan
Pasal 9 Huruf e UU
14
V Kenikmatan (Misal
PPh
Makan/Minum, Beras dsb) 15
Pemberian Makan kepada
V
466/KMK.04/2000
29
Crew Kapal dan Pesawat dalam Perjalanan Pemberian dalam Bentuk 16 Natura dan Kenikmatan a.Pengeluaran untuk Penyediaan Makanan/Minuman bagi Seluruh Pegawai, V
466/KMK.04/2000
termasuk Dewan Direksi dan Dewan Komisaris di Tempat Kerja b. Penggantian dalam Bentuk Natura dan 466/KMK.04/2000 Kenikmatan di Daerah Tertentu Pembebanan yang Masa Manfaatnya Lebih dari Satu Tahun, dengan 17
Pasal 6 Ayat (1) UU V
Cara Penyusutan Sesuai
PPh
Pasal 11 UU No.17 Tahun 2000
30
19
Perjalanan DinasPegawai a. Didukung Bukti-Bukti yang Sah/Dipertanggung
Penjelasan Pasal 6 V
Ayat (1) Huruf a
jawabkan
UU PPh
b. Lumpsum (Tidak
Pasal 9 Huruf e UU V
Didukung Bukti-Bukti)
PPh PPH
Penjelasan Pasal 6
Pasal
Ayat (1) Huruf a
21
UU PPh
PPH
Penjelasan Pasal 6
Pasal
Ayat (1) Huruf a
21
UU PPh
c. Lumpsum Dianggap V Honor Pegawai
d. Honor/Uang Saku
V
e. Fiskal Luar Negeri Dibayar Perusahaan, Merupakan PPh Pasal 25 Dibayar dengan SSP, PP No.42 tahun
Ditulis Nama Pegawai q.q. V
2000
Nama Perusahaan dengan NPWP Perusahaan atau dengan Tanda Bukti FLN 19
Bonus atas Prestasi Kerja
V
PPH
Kep-545/PJ./2000
31
pada Tahun Berjalan
21
Pembagian Laba berupa Bonus, Tantiem, PPH
Pasal 9 Ayat (1) UU
Pasal
PPh
23
SE-11/PJ.42/1992
Gratifikasi, Jasa Produksi 20
V yang Dibebankan Laba Ditahan (Retained Earning) Biaya Seminar, Penataran,
Pasal 6 Ayat (1) UU 21
Kursus (Pendidikan) di
V PPh
Dalam Negeri Honor/Uang Saku Pegawai Pasal 6 Ayat (1) UU 22
yang Mengikuti Seminar
V PPh
dsb Penjelasan Pasal 6 Sumbangan ke Karyawan 24
PPH V
Ayat (1) Huruf a
dalam Bentuk Uang
21 UU PPh
Kendaraan Perusahaan Pasal 6 Ayat (1) 25
yang Dibawa Pulang dan Huruf b UU PPh Dikuasai Pegawai Penjelasan Pasal 9 Perumahan Perusahaan
26
Ayat (1) Huruf b V
dan Asrama
UU PPh jo Penjelasan Pasal 6
32
Ayat (1) Mess untuk Transit, 27
466/KMK.04/2000 Pendidikan (Sementara) Sewa Rumah Pegawai yang Tidak Diberi
PPh Pasal 9 Huruf e UU
28
Tunjangan Sewa Minimal
V
Pasal4 PPh
Sebesar Sewa Rumah
(2)
Tersebut Penjelasan Pasal 6 PPh Sewa Rumah Dibayar 29
V
Ayat (1) Huruf a
Perusahaan UU PPh Pph
Penjelasan Pasal 6
pasal
Ayat (1) Huruf a
21
UU PPh
Diberikan Uang Sewa 30
V Rumah
Pph 31
Uang Pesangon
V
pasal
Kep-545/PJ./2000
21 Imbalan ke Pegawai yang Penjelasan Pasal 6 Merupakan Pemegang 32
Ayat (1) Huruf a Saham (25% Ke UU PPh Atas) Gaji yang Dibayarkan ke
33
Pasal 9 Ayat (1) V
Anggota/Sekutu
Huruf j UU PPh
33
Persekutuan, CV, Firma 34
Biaya Entertainment : a.tidak dibuat daftar V
SE-27/PJ.22/1986
normatif b. Dibuat Daftar Nominatif : Nomor Urut, Jenis, Nama Tempat, Alamat dan Jumlah V
SE-27/PJ.22/1986
Entertainment Diberikan Relasi : Nama, Posisi, Nama dan Jenis Perusahaan Pasal 6 Ayat (1) 35
Rugi Selisih Kurs : Huruf e UU PPh a. Kurs Tengah BI Akhir V
Pasal 6 Ayat (1) Huruf e UU PPh
V
Pasal 6 Ayat (1) Huruf e UU PPh
Tahun b. Pada Waktu Pembayaran Sumber : www.pajak.go.id
D. Manajemen Pajak Manajemen perpajakan (Tax Management ) merupakan suatu proses untuk meminimalkan beban pajak (minimizing tax burden), dimana dalam hal ini
34
tetap berada pada jalur (on the track
)ketentuan peraturan per-UU-an
perpajakan (lawful) dan tidak melanggarnya (unlawful ). Untuk mendapatkan penghematan pajak (tax benefit atau tax saving dan kemanfaatan usaha lainnyadilakukan melalui fungsi-fungsi manajemen pajak yang terdiri dari perencanaan pajak (Tax Planning ), pengimplementasian pajak ( tax implementation ), pengendalian pajak (tax control )yang berkesinambungan. Tax Management merupakan pelaksanaan dari peran pengaturan dan pengawasan dalam bidang perpajakan (organization and controlling ). Pelaksanaannya bersifat rutin/regular, karena bersangkutan dengan transaksi yang berulang kali terjadi.Tax Management bertujuan untuk meminimalisasi tax exposure/risiko hutang pajak yang mungkin akan timbul dalam suatutransaksi yang rutin tersebut. Upaya dalam melakukan penghematan pajak secara legal dapat dilakukan melalui manajemen pajak. Lumbantoruan yang dikutip oleh Suandy (2005) mendefinisikan Manajemen pajak adalah sarana untuk memenuhi kewajiban pajak dengan benar tetapi dengan jumlah pajak yang dapat ditekan serendah mungkin untuk memperoleh laba dan likuiditas yang diharapkan. Strategi mengefisienkan beban pajak (penghematan pajak) yang dilakukan oleh perusahaan haruslah bersifat legal, agar dapat menghindari sanksi-sanksi pajak dikemudian hari. Secara umum penghematan pajak menganut prinsip the last and latest, yaitu membayar dalam jumlah seminimal mungkin dan pada waktu terakhir yang masih diizinkan oleh undang-undang dan peraturan
35
perpajakan. Menurut Erick & Suwarta (2004) strategi mengefisienkan beban pajak tersebut seperti: 1. Mengambil keuntungan dari berbagai pilihan bentuk badan hukum yang tepat sesuai dengan kebutuhan dan jenis usaha. Bila dilihat dari persepektif perpajakan, pemilihan bentuk badan hukum perseorangan, firma dan kongsinyasi lebih menguntungkan dibanding Perseroan Terbatas. Pada Perseroan Terbatas yang memegang sahamnya kurang dari 25% akan mengakibatkan PPh perseroan akan dikenakan dua kali yakni pada saat penghasilan diperoleh oleh pihak perseroan dan pada saat penghasilan dibagikan sebagai dividen kepada pemegang saham yang memiliki saham kurang dari 25%. 2. Memilih lokasi perusahaan yang didirikan. Umumnya Pemerintah memberikan semacam insentif pajak khususnya untuk daerah tertentu atau daerah terpencil (misalnya Indonesia Timur) seperti pengurangan PPh, penyusutan dan amortisasi yang dipercepat, kompensasi kerugian yang lebih lama dari seharusnya dan pemberian natura/kenikmatan yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto dan tidak menambah penghasilan karyawan karena bukan objek PPh Pasal 21. 3. Mengambil keuntungan sebesar-besarnya atau semaksimal mungkin dari berbagai pengecualian, potongan, atau pengurangan atas Penghasilan Kena Pajak yang diperbolehkan oleh undang-undang. Sebagai contoh, jika diketahui bahwa Penghasilan Kena Pajak (laba) perusahaan besar dan akan dikenakan tarif pajak tinggi, maka sebaiknya perusahaan membelanjakan
36
sebagian laba perusahaan untuk hal-hal yang bermanfaat secara langsung untuk perusahaan, dengan catatan tentunya biaya yang dikeluarkan adalah biaya yang dapat dikurangkan (deductible). Sebagai contoh, biaya untuk riset dan pengembangan, biaya pendidikan dan latihan pegawai, biaya perbaikan kantor dan biaya pemasaran. 4. Memberikan tunjangan kepada karyawan dalam bentuk uang atau natura dan kenikmatan dapat sebagai salah satu pilihan untuk menghindari lapisan tarif pajak maksimum. Karena pada dasarnya pemberian dalam bentuk kenikmatan/natura dapat dikurangkan sebagai biaya oleh pemberi kerja sepanjang pemberian tersebut diperhitungkan sebagai penghasilan yang dikenakan pajak bagi pegawai. 5. Pemilihan metode penilaian persediaan. Ada dua metode yang diizinkan dalam perpajakan, yaitu metode rata-rata (average) dan metode masuk pertama keluar pertama (first in first out). Dalam keadaan inflasi, metode average akan menghasilkan HPP yang lebih tinggi dibandingkan dengan metode FIFO, otomatis akan mengakibatkan laba kotor menjadi lebih kecil sehingga penghasilan kena pajak juga akan menjadi lebih kecil. 6. Melalui pemilihan metode penyusutan yang diperbolehkan peraturan perpajakan yang berlaku. Jika perusahaan mempunyai prediksi laba yang cukup besar maka dapat dipakai metode saldo menurun sehingga biaya penyusutan tersebut dapat mengurangi laba kena pajak dan sebaliknya jika pada awal tahun investasi diperkirakan belum bisa memberikan keuntungan maka penyusutan menggunakan metode garis lurus karena
37
memberikan biaya yang lebih kecil sehingga biaya penyusutan dapat ditunda untuk tahun berikutnya. 7. Menghindari pelanggaran peraturan perpajakan yang berlaku dan menghindari pemeriksaan pajak oleh DirJen Pajak yang dikarenakan SPT lebih bayar, SPT rugi, tidak menyerahkan atau terlambat menyampaikan SPT,
terdapat informasi pelanggaran, memenuhi kriteria tertentu yang
telah ditetapkan. 8. Mengoptimalkan kredit pajak yang diperkenankan, Wajib Pajak sering kurang memperoleh informasi mengenai pembayaran pajak yang dapat dikreditkan yang merupakan pajak dibayar dimuka. Misalnya, PPh Pasal 22 atas impor, PPh Pasal 23 atas penghasilan jasa atau sewa dll 9. Menunda pembayaran kewajiban pajak, Menunda pembayaran kewajiban pajak tanpa melanggar peraturan yang berlaku dapat dilakukan melalui penundaan pembayaran PPN. Penundaan ini dilakukan dengan menunda penerbitan faktur pajak keluaran hingga batas waktu yang diperkenankan, khususnya untuk penjualan kredit. Dalam hal ini, penjual dapat menerbitkan faktur pajak pada akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan barang. 10. Pada umumnya, perencanaan pajak (tax planning) merujuk kepada proses merekayasa usaha dan transaksi Wajib Pajak agar utang pajak berada dalam jumlah yang minimal, tetapi masih dalam bingkai peraturan perpajakan. Namun demikian, perencanaan pajak juga dapat diartikan sebagai perencanaan pemenuhan kewajiban perpajakan secara lengkap,
38
benar, dan tepat waktu sehingga dapat secara optimal menghindari pemborosan sumber daya.
Konsep dasar strategi dan perencanaan pajak (tax planning) umumnya, merujuk kepada proses merekayasa usaha dan transaksi Wajib Pajak agar utang pajak berada dalam jumlah yang minimal, tetapi masih dalam bingkai peraturan perpajakan. Namun demikian, perencanaan pajak juga dapat diartikan sebagai perencanaan pemenuhan kewajiban perpajakan secara lengkap, benar, dan tepat waktu sehingga dapat secara optimal menghindari pemborosan sumber daya. Perencanaan pajak merupakan langkah awal dalam manajemen pajak. Manajemen pajak itu sendiri merupakan sarana untuk memenuhi kewajiban perpajakan dengan benar, tetapi jumlah pajak yang dibayarkan dapat ditekan seminimal mungkin untuk memperoleh laba dan likuiditas yang diharapkan. Langkah
selanjutnya
implementation) dan
adalah
pelaksanaan
kewajiban
pengendalian pajak (tax
perpajakan
(tax
control). Pada tahap
perencanaan pajak ini, dilakukan pengumpulan dan penelitian terhadap peraturan perpajakan. Tujuannya adalah agar dapat dipilih jenis tindakan penghematan pajak yang akan dilakukan. Pada umumnya, penekanan perencanaan pajak (tax planning) adalah untuk meminimimalisasi kewajiban pajak. Perencanaan pajak umumnya selalu dimulai dengan meyakinkan apakah suatu transaksi atau kejadian mempunyai dampak perpajakan. Apabila
39
kejadian tersebut mempunyai dampak pajak, apakah dampak tersebut dapat diupayakan untuk dikecualikan atau dikurangi jumlah pajaknya. Selanjutnya, apakah pembayaran pajak tersebut dapat ditunda. Pada dasarnya, perencanaan pajak harus memenuhi syarat-syarat berikut: (1) tidak melanggar ketentuan perpajakan,
(2)
secara
bisnis
dapat
diterima,
dan
(3)
bukti-bukti
pendukungnya memadai.
Mohammad Zain (2005 : 43) mendefinisikan bahwa : “Perencanaan pajak adalah proses mengorganisasi usaha Wajib Pajak atau kelompok Wajib Pajak sedemikian rupa sehingga utang pajaknya, baik wajib pajak penghasilan maupun pajak-pajak lainnya, berada dalam posisi yang paling minimal sepanjang hal ini dimungkinkan oleh ketentuan perundang-undangan perpajakan maupun secara komersial.” Secara khusus tax planning memiliki tujuan untuk menghilangkan/menghapus pajak sama sekali, menghilangkan / menghapus dalam tahun
berjalan,
menunda pengakuan penghasilan pajak, mengubah penghasilan rutin berbentuk capital gain. Perencanaan Pajak merupakan langkah awal dalam manajemen pajak. Manajemen pajak itu sendiri merupakan sarana untuk memenuhi kewajiban perpajakan dengan benar, tetapi jumlah pajak yang dibayarkan dapat ditekan seminimal mungkin untuk memperoleh laba dan likuiditas yang diharapkan. Langkah selanjutnya adalah pelaksanaan kewajiban perpajakan (tax implementation) dan
pengendalian pajak (tax
control). Pada tahap
40
perencanaan pajak ini, dilakukan pengumpulan dan penelitian terhadap peraturan perpajakan. Tujuannya adalah agar dapat dipilih jenis tindakan penghematan pajak yang akan dilakukan. Pada umumnya, penekanan perencanaan pajak (tax planning) adalah untuk meminimimalisasi kewajiban pajak. Pengendalian pajak adalah tahap pekerjaan untuk memastikan bahwa peraturan perpajakan telah dilaksanakan. Dalam pengendalian pajak yang paling penting adalah pengecekan saat pembayaran pajak. Pengendalian pajak di dalamnya termasuk juga pemeriksaan jika perusahaan telah membayar pajak lebih besar dari pada pajak terutang. Apabila jumlah pajak yang dibayar telah melampaui pajak yang terutang segera mengajukan permohonan kepada fiskus untuk mendapatkan izin agar tidak membayar pajak lebih lanjut. Apabila pajaknya sudah terlanjur dibayar lebih besar dari pada pajak yang terutang,perusahaan
dapat
segera
mengupayakan
untuk
mengajukan
permohonan restitusi. Menurut pengalaman orang,pengurus restitusi tidak semudah yang diatur dalam ketentuan. Karena itu pengurusan Restitusi harus dipantau sedemikian rupa sehingga restitusi dapat diterima pada waktunya.
E. Perbedaan antara penghindaran pajak (Tax Avoidance), penggelapan pajak (Tax evasion) dan penghematan pajak (Tax Saving) Suatu
perencanaan
pajak
atau
disebut
juga
sebagai
perbuatan
penghindaran pajak yang sukses, haruslah dibedakan secara jelas dengan
41
perbuatan penyelundupan pajak. Pembahasan mengenai penghindaran pajak dan penyelundupan pajak telah banyak dilakukan dalam beberapa literature, namun hingga saat ini tidak ada satu pun yang memberikan indikasi dan rincian yang tegas tentang perbedaan dimaksud. Semua ahli sependapat bahwa sesungguhnya antara penghindaran pajak dan penyelundupan pajak terdapat perbedaan yang fundamental, akan tetapi kemudian ternyata bahwa perbedaan tersebut menjadi kabur, baik secara teori maupun aplikasinya. Secara konseptual. Justru dalam menentukan perbedaan antara penghindaran pajak dan penyelundupan pajak. Kesulitanya terletak pada penentuan perbedaanya, akan tetapi berdasarkan konsep perundangundangan, garis pemisahnya antar melanggar undang-undang (unlawful) dan tidak melanggar undang-undang (lawful). Penghindaran pajak yang juga disebut tax planning, adalah proses pengendalian tindakan agar terhindar dari konsekwensi pengenaan pajak yang tidak dikehendaki. Penghindaran pajak adalah suatu tindakan yang benarbenar legal. Seperti halnya suatu pengadilan yang tidak enghukum seseorang karena perbuatannya tidak melanggar hokum atau tidak termasuk dalam kategori pelanggaran atau kejahatan, begitu pula mengenai pajak yang tidak dipajaki, apabila tidak ada tindakan tindakan/transaksi yang dapat dipajaki. Dalam hal ini sama sekali tidak ada suatu pelanggaran hokum yang dilakukan dan malahan sebaliknya diperoleh penghematan (tax saving) dengan cara mengatur tindakan yang menghindarkan aplikasi pengenaan pajak melalui
42
pengendalian fakta-fakta sedemikian rupa, sehingga terhindar dari pengenaan pajak yang lebih besar atau sama sekali tidak kena pajak. Walaupun pada dasarnya antar penghindaran pajak dan penyelundupan pajak mempunyai sasaran yang sama, yaitu mengurangi beban pajak, akan tetapi cara penyelundupan pajak jelas-jelas merupakan illegal dalam usaha mengurangi beban pajak tersebut. Selanjutnya dikemukakan bahwa suatu hal yang wajar apabila seseorang wajib pajak membayar pajaknya tidak melebihi apa yang menjadi kewajibannya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku dengan mengingat asumsi yang dbuat pada waktu merencankan undang-undang pajak tersebut bahwa wajib pajak akan melaporkan semua penghasilannya dengan benar dan mengklaim semua potongan-potongan yang diperkenankan oleh undang-undang perpajakan, sehingga secara moral pun tianggap tidak salah, apabila pengurangan beban pajak melalui penghindaran pajak tersebut dianggap masih dalam batas ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
F. Motivasi dilakukannya Perencanaan Pajak Motivasi yang mendasari dilakukannya suatu perencanaan pajak. Terdiri dari 3 (tiga) unsur perpajakan: 1) Kebijaksanaan Perpajakan (Tax Policy)
43
Kebijakan perpajakan merupakan alternatif dari berbagai sasaran yang hendak dituju dalam sistem perpajakan. Terdapat faktor yang mendorong dilakukannya suatu perencanaan pajak, yaitu: a. Jenis Pajak yang akan dipungut. Erly Suandi (2011) menjelaskan bahwa dalam sistem perpajakan modern terapat bebagai jenis pajak langsung maupun tidak langsung dan cukai. Terdapat berbagai kewajiban jenis pajak yang harus dibayar dimana masing masing jeniys pajak tersebut mempunyai sifat perlakuan pajak sendiri sendiri. Misalnya bea masuk dianggap sebagai biaya yag dapat di kurangkan dari penghasilan kena pajak yang dapat mengurangkan penghasilan bersih setelah pajak, maka agar tidak menganggu atau tidak memberatkan arus kas perusahaan diperlukan perencanaan pajak yang baik untuk bisa menganalisis transaksi apa yang akan terkena pajak yang mana dan berapa dana yang diperlukan sehingga dapat diketahui berapa penghasilan bersih setelah pajak.
b. Siapa yang akan dijadikan subjek pajak Indonesia merupakan salah satu negara yang menganut sistem klasik dimana ada pemisahaan antara badan usaha dengan pribadi pemiliknya (pemegang saham) yang akan menimbulkan pajak ganda. Perbedaan perlakuan pajak atas pembayaran dividen badan usaha kepada pemegang saham perorangan dan kepada pemegang saham berbentuk badan usaha menyebabkan timbulnya usaha untuk merencanakan pajak dengan baik
44
agar beban pajak rendah sehingga sumber daya perusahaan bisa dimanfaat kan untuk tujuan yang lain
c. Apa saja yang merupakan objek pajak Adanya perlakuan perpajakan yang berbeda atas objek pajak yang secara ekonomis hakikatnya sama akan menimbulkan usaha perencanaan pajak agar pajak nya rendah. Karena objek pajak merupakan basis perhitungan (tax bases) besarnya pajak, maka untuk optimalisasi alokasi sumber
dana,
manajemen
akan
mengusahakan
agar
melakukan
pembayaran pajak yang tidak kurang sehingga tidak menimbulkan sanksi atau pun denda dan mengusahakan pembayaran pajak tidak lebih supaya bisa menggunakan sumber daya untuk kepentingan perusahaan yang lain.
d. Berapa besarnya tarif pajak Adanya penerapan scheduler taxation
tarif yang siterapkan di
indonesia mengakibatkan seorang perencana pajak berusaha sedapat mungkin agar dikenakan tarif yang paling rendah. Barry Bracewell dan Milnes (1980) mengatakan : “the heavier the burden, the stronger the motive and the widder the scope for tax avoidance, since the tax payer may avoid the higher rates of tax while still remaining liable to the lower” Terjemahan :
45
Semakin besar beban pajak, semakin kuat motif dan semakin luas ruang lingkup e. Bagaimana prosedurnya Sistem self assessment dan sistem pembayaran mengharuskan perencanaan pajak untuk merencanakan pajakny dengan baik. Saat ini sistem pemungutan witholding tax di indonesia makin ditingkatkan penerapannya. Hal ini disamoing mengganggu arus kas perusahaan juga bisa mengakibatkan kelebihan pembayaran atas pemungutan pendahuluan tersebut, padahal untuk memperoleh restitusi atas kelebihan tersebut di perlukan waktu dan biaya.
2. Undang-undang Perpajakan (Tax Law) Kita menyadari bahwa kenyataannya di manapun tidak ada undangundang yang mengatur setiap permasalahan secara sempurna, maka dalam pelaksanaannya selalu diikuti oleh ketentuan-ketentuan lain(Peraturan Pemerintah Keputusan Presiden, Keputusan Menteri Keuangan dan DIrektur Jendral Pajak), maka tidak jarang ketentuan pelaksanaan tersebut bertentangan dengan Undang-undang itu sendiri karena disesuaikan dengan kepentingan pembuat kebijaksanaan dalam mencapai tujuan lain yang ingin dicapainya.
3. Administrasi Perpajakan (Tax Administration) Secara
umum
motivasi
dilakukannya
perencanaan
pajak
adalah
memaksimalkan laba setelah pajak karena pajak itu ikut mempengaruhi dalam
46
pengembalian keputusan atas suatu tindakan dalam operasi perusahaan untuk melakukan
investasi
dengan
cara
menganalisis
secara
cermat
dan
memanfaatkan peluang atau kesempatan yang ada dalam ketentuan peraturan yang sengaja dibuat oleh pemerintah untuk memberikan perlakuan yang berbeda atas objek yang secara ekonomi hakikatnya sama (karena pemerintah mempunyai tujuan lain tertentu) dengan memanfaatkan: a) Perbedaan tarif pajak (Tax Rates) b) Perbedaan perlakuan atas objek pajak sebagai dasar pengenaan pajak (Tax Base) c) Loopholes (celah) , Shelters ( berlindung) dan Have
G. Aspek Perpajakan Dalam Perusahaan Penjualan Batubara Secara umum proses pembukaan sebuah pertambangan batubara mempunyai siklus seperti, penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, pertambangan /eksploitasi dan reklamasi. Namun di dalam tahapan-tahapan tersebut akan timbul banyak sekali aspek perpajakan baik yang
meliputi
penggunaan
Jasa
Professional,
Sewa-Menyewa,
Jasa
Konstruksi, hingga Jasa Barging. Pajak-pajak yang biasa terjadi di seputar lingkup usaha batu bara yaitu: 1. Pajak Penghasilan, yang meliputi: a. PPh Pasal 21/26, biasanya atas gaji pekerja dan penggunaan tenaga ahli. b. PPh Pasal 23/26, biasanya atas jasa penunjang pertambangan.
47
c. PPh Pasal 4 ayat 2, untuk jasa konstruksi dan persewaan tanah dan bangunan. d. PPh Pasal 15, untuk jasa barging pengangkutan batu bara melalui jalan air. e. PPh Pasal 25, angsuran PPh pasal 29 f. PPh Pasal 29, pajak penghasilan badan selama satu tahun
Khusus mengenai sewa tanah atas lokasi stockpile batu bara, apabila tanah tersebut disewakan tanpa memberikan jasa apapun maka selayaknya diperlakukan sebagai PPh pasal 4 ayat 2. Namun apabila pemilik stockpile juga memberikan jasa-jasa lain yang menunjang penyimpanan, loading dan unloading, stevedoring, bahkan port service, maka selayaknya diperlakukan sebagai PPh pasal 23 jasa penunjang pertambangan.
2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Adapun batu bara ini termasuk barang yang tidak dikenai pajak pertambahan nilai bagi badan usaha yang hanya bergerak di bidang pertambangan dan produknya dijual langsung tanpa pengolahan lebih lanjut, sehingga tidak terdaftar sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). Oleh karena bukan terdaftar sebagai PKP maka tidak terdapat mekanisme pajak masukan (PM) dan pajak keluaran (PK).
48
Namun apabila penyedia jasa penunjang adalah PKP, maka pengusaha tersebut tetap harus mengenakan PPN, namun pajak masukan atas jasa tersebut tidak dapat dikreditkan melainkan dibiayakan.
H. Perencanaan Pajak Untuk Pajak Penghasilan Straegi mengefisiensikan beban pajak yang dilakukan oleh perusahaan hauslah bersifat legal, supaya tidak menghindarai sanksi sanksi pajak di kemudian hari. Secara penghematan pajak menganut prinsip the last and latest, yaitu membayar dalam jumlah seminimal mungkin dan dalam waktu terakhir yang masih diizinkan oleh undang undang dan peraturan perpajakan Strategi Yang Dapat Digunakan Untuk Mengefisienkan Beban PPh Badan yaitu : 1. Pemilihan alternatif dasar pembukuan , basis kas, atau basis akrual Dasar pembukuan yang diakui oleh Dirjen Pajak adalah basis akrual dan basis kas yang dimodifikasi. Pada basis akrual, pendapatan dan biaya dicatat dan dilaporkan pada saat timbulnya hak dan kewajiban, meskipun utangnya belum diterima atau dibayar. Sedangkan pada basis kas, pendapatan dan biaya dicatat dan dilaporkan pada saat terjadinya penerimaan dan pengeluaran uang. Basis kas yang dimodifikasi dalam rangka menghitung PPh badan sebagai berikut : a. Penghitungan jumlah penjualan dalam suatu periode harus meliputi penjualan baik tunai maupun non tunai.
49
b. Biaya biaya yang telah di bebankan adalah biaya biaya yang telah di bayar. c. Dalam perolehan harta yang dapat disusutkan dan hak hak yang dapat diamortisasi, biaya yang boleh di bebankan hanya dapat dilakukan melalui penyusutan dan amortisasi. Jadi, perbedaan antara basis akrual dan basis kas yang dimodifikasi menurut versi perpajakan terletak pada biaya administrasi dan umum. Pada basis akrual biaya administrasi dan umum di bebankan pada saat timbulnya kewajiban ; sedangkan pada basis kas, biaya tersebut baru di bebankan pada saat terjadinya pembayaran. Dengan demikian , dari efisiensi beban pajak lebih menguntungkan memilih basis akrual.
2. Pengelolaan Transaksi yang berhubungan dengan pemberian kesejahteraan karyawan perusahaan memiliki banyak peluang untuk melakukan efisiensi PPh badan terhadap biaya biaya yang berkaitan dengan kesejahteraan karyawan. Strategi efisiensi PPh badan yang berkaitan dengan biaya kesejahteraan karyawan ini sangat tergantung dari kondisi perusahaan sebagai berikut. a) Pada perusahaan yang memeproleh penghasilan kena pajak yang telah dikenakan tarif tertingi (di atas Rp 100.000.000) dan pengenaan PPh badannya tidak final, diupayakan seminimal mungkin memberikan kesejahteraan karyawan dalam bentuk natura dan kenikmatan karena pengeluaran ini tidak dapat di bebankan sebagai biaya.
50
b) Untuk perusahaan yang PPh badannya dikenakan pajak secara final, sebaiknya memberikan kesejahteraan karyawan dalam bentuk natura dan kenikmatan. c) Bagi perusahaan yang masih rugi pemberian natura dan kenikmanatan akan menurunkan PPh pasal 21 sementara PPh bandan tetap nihil 3. Pemilihan metode penilaian persediaan 4. Untuk efisiensi pajak, terutama dalam kondisi perekonomian yang inflasi dimana harga cenderung naik, maka metode rata- rata akan menghasilkan harga pokok penjualan yang lebih tinggi dibanding dengan metoda FIFO. HPP yang tinggi akan mengakibatkan laba kotor menjadi lebih sangat kecil sehingga penghasilan kena pajak juga akan lebih kecil. 5. Pendanaan aset tetap dengan sewa guna usaha dengan hak opsi 6. Untuk efisiensi beban pajak, sewa guna usaha dengan hak opsi sebaiknya dipilih karena jangka waktu sewa guna usaha umumnya lebih pendek dari umur aset dan pembayaran sewa guna usaha dapat dibiayakan seluruhnya. 7. Pemilihan metode penyusutan aset tetap dan amortisasi atas aset tak berwujud 8. Untuk efisiensi beban pajak, sebelum menentukan metode mana yang akan digunakan terlebih dahulu seorang rencana pajak adalah harus melihat kondisi dari suatu perusahaan. Jika kondisi perusahaan laba dan besarnya PKP sudah mencapai tarif pajak yang tinggi , maka metode saldo menurun akan lebih menguntungkan. Sebaiknya jika perusahaan rugi maka akan lebih baik memilih metode garis lurus.
51
9. Transaksi yang berkaitan dengan perusahaan sebagai pemungut pajak 10. optimalisasi pengkreditan pajak penghasilan yang telah dibayar 11. Pengajuan penurunan Angusuran Masa PPh Pasal 25 12. Rekonsiliasi SPT 13. Penyertaan modal pada perseroan terbatas dalam negeri
52