6
BAB II. LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka Perencanaan pengembangan dan pemanfaatan sumberdaya air harus memperhatikan jenis pemakaian air, berbagai jenis aspek dan tujuan. Metode yang digunakan untuk meninjau dan mengevaluasi alternatif pegembangan dan pemanfaatan sumberdaya air yaitu dengan cara pendekatan sistem. Metode pendekatan sistem bertugas untuk menolong, meninjau dan melakukan evaluasi dengan cukup rinci tentang sumberdaya air. Louct,e.al., (1981) mengemukakan bahwa pendekatan dalam perencanaan dan pengembangan sumberdaya air terdiri dari metode simulasi, optimasi dan kombinasi antara keduanya. Simulasi merupakan suatu metode yang sering digunakan dalam pendekatan model pada fenomena alam yang sesungguhnya. Dapat diartikan bahwa simulasi pada dasarnya adalah model tiruan perilaku dari sebuah sistem (system behavior) (Rachmad Jayadi, 2000). Penggunaan model matematik sebagai alat analisis untuk dapat memanfaatkan sumberdaya air secara optimal merupakan cara umum dipakai. Para pembuat keputusan dalam pengembangan dan pemanfaatan sumberdaya air sering mempertimbangkan dalam mengambil keputusan yang optimal, dengan cara pendekatan “system engineering” dan “system analysis” (Rahmad Jayadi, 2000). Triatmodjo (2007), dalam suatu struktur jaringan pipa dikatakan optimal menyangkut banyak hal, sebagian dapat dinilai dengan uang (tangible) sebagian lagi mungkin tidak (intangible). Triatmodjo (2007) kriteria optimal yang berkaitan dengan proses distribusi dianggap tercapai bila: 1. Tinggi tekanan di setiap titik mendekati (lebih besar) dari yang disyaratkan, 2. Pemanfaatan reservoir semaksimal mungkin (mendekati kapasitasnya), 3. Pompa beroperasi pada debit rencananya (design discharge) 4. Elevasi muka air dalam reservoir pernah mencapai titik terendah dan titik tertinggi. Kriteria optimal juga dibatasi untuk variasi tata letak jaringan yang direncanakan. Stephenson (1984) dalam Triatmodjo (2007), menyatakan bahwa kebanyakan jaringan pipa yang optimal baik secara teknis maupun ekonomis adalah dalam bentuk pohon, artinya sistem jaringan yang dapat memenuhi suatu kondisi tekanan air yang diinginkan namun secara ekonomis paling murah.
7
1.
Persamaan Bernoulli Jaringan distribusi air bersih pada umumnya dilayani menggunakan pipa, baik berupa pipa besi, pipa beton atau PVC. Pipa sebagai saluran tertutup biasanya berpenampang lingkaran. Apabila air dalam pipa tidak penuh, maka alirannya termasuk dalam kriteria saluran terbuka, dan tekanan di permukaan zat cair di sepanjang saluran
adalah tekanan atmosfir (Triatmodjo, 1993). Air mengalir melalui pipa mempunyai tiga bentuk energi yaitu satu bentuk energi karena geraknya dan dua bentuk energi potensial karena posisinya di atas garis referensi tertentu dan ke dalamannya. Ketiga bentuk energi ini dikenal dengan persamaan Bernoulli. Energi adalah kemampuan untuk melakukan kerja sedangkan kerja merupakan gaya yang bekerja dalam suatu jarak. Jumlah energi dalam aliran fluida yang melewati akan bertambah bersamaan dengan bertambahnya waktu. Untuk mempermudah analisis energi dinyatakan dalam energi per unit masa fluida yang dapat ditulis sebagai berikut (Triatmodjo, 1993).
(1) Dimana
z = elevasi fluida (m), tinggi tekan (m), = berat volume air (kg/m3), P = tekanan (kg/m2), V = kecepatan aliran (m/det), g = percepatan gravitasi (m/det2),
2.
Kehilangan Energi Persamaan energi untuk fluida ideal adalah konstan di sepanjang aliran, sehingga garis tenaga selalu mendatar. Untuk fluida real, garis tenaga akan berubah menurun karena adanya gesekan antara partikel fluida, antara fluida dengan dinding pipa dan kehilangan energi mikro akibat turbulensi di belokan atau sambungan-sambungan pipa dan penambahan energi dari luar, misalnya dengan pompa. Zat cair riil yang mengalir melalui suatu bidang batas (pipa, saluran terbuka atau bidang datar) akan terjadi tegangan geser dan gradien kecepatan pada seluruh medan aliran karena adanya kekentalan. Tegangan geser tersebut akan menyebabkan terjadinya
8
kehilangan tenaga selama pengaliran. Oleh sebab itu persamaan energi untuk fluida real dapat ditulis sebagai berikut (Triatmodjo 1993, Giles 1984:73) (2) Dimana:
ha = energi yang ditambahkan (m), hf = energi yang hilang akibat gesekan di sepanjang pipa (m), he = energi yang hilang pada belokan-belokan (m).
Bila persamaan di atas diterapkan pada aliran fluida yang tidak ada tambahan energi dari luar, maka kehilangan energi utama hanya diakibatkan oleh gesekan di sepanjang pipa dan persamaannya menjadi: (3) Pada aliran turbulen dan mantap melalui pipa berdiameter D, dengan sudut kemiringan α seperti Gambar 1 di bawah ini, dianggap hanya terjadi kehilangan tenaga karena gesekan. Gaya yang bekerja pada aliran seperti itu adalah gaya tekan, berat zat cair dan gaya geser (Triatmodjo, 1993).
Gambar 1. Kehilangan Tenaga Karena Gesekan Pada Pipa (Penurunan Darcy-Weisbach) Kehilangan energi pada Gambar 1 disebabkan oleh kehilangan energi utama hf akibat gesekan aliran di sepanjang pipa dan kehilangan energi sekunder he yang terdiri dari
9
perubahan penampang pipa, ujung pipa yang berawal dan berakhir di kolam dan belokan-belokan pipa. Oleh sebab itu kehilangan energi total ditulis: HL = hf + he
(4)
a. Kehilangan Energi Utama Kehilangan energi utama dapat dihitung dengan formula Darcy-Weisbach (Triatmodjo, 1992:39) (5) Dimana:
f = koefisien kekasaran pipa, L = panjang pipa (m), D = diameter pipa (m).
Koefisien kekasaran f menurut pengujian yang dilakukan Nikuradse (1933) tergantung pada dua parameter yaitu bilangan Reynolds (Re) dan kekasaran relatif dinding pipa ε/D. Bilangan Reynolds menyatakan perbandingan antara gaya inersia terhadap gaya kekentalan, yang dituliskan sebagai berikut: (6) Dimana:
ν = kekentalan kinematik fluida (m2/det), ρ = rapat massa (kg/m3), µ = kekentalan kinematik (Pa/det).
Nilai Re digunakan untuk menentukan jenis aliran dengan batasan sebagai berikut: Re< 2000
aliran laminer,
Re> 4000
aliran turbulen,
2000
aliran transisi.
Pada aliran laminer, nilai Re<2000, koefisien gesek dihitung dengan persamaan Blasius sebagai berikut (Giles, 1984:102, Triatmodjo, 1993)
10
(7) Sedangkan untuk aliran turbulen pada pipa-pipa halus dimana 4000
b. Kehilangan energi minor Kehilangan energi minor disebabkan oleh adanya sambungan dalam jaringan pipa yang biasa terpasang antara lain pembesaran atau pengecilan penampang pipa, katup, belokan, alat ukur atau meter air seperti venturi meter dan lain-lain. Tabel 1. Penurunan Tinggi Energi yang Khas No 1
Uraian Dari tangki ke pipa -
Sambungan sama tinggi (saringan jalan masuk)
-
Sambungan proyeksi
-
Sambungan dibulatkan
2
Dari pipa ke tangki
3
Pembesaran tiba-tiba
4
Pembesaran perlahan
Energi kinetik turun ratarata
11
No 5
Uraian
Energi kinetik turun ratarata
Venturi meter, nozel dan mulut sempit
6
Penyusutan tiba-tiba
7
Siku-siku, sambungan, kran
8
Beberapa harga K yang khas: -
Belokan 45°
0,35 sampai 0,45
-
Belokan 90°
0,50 sampai 0,75
-
Sambungan T
Kira-kira 0,25
-
Kran pintu (terbuka)
Kira-kira 0,25
-
Kran uji (terbuka)
Kira-kira 3,0
Sumber: Ranald V. Giles (1986)
Menurut Darcy Weisbach kehilangan energi pada pengaliran dalam pipa berbanding lurus dengan tinggi kecepatan, yang ditulis dengan persamaan sebagai berikut: (10) Dimana K adalah koefisien energi minor sebagai akibat penyusutan atau pembesaran dan belokan pipa. Kehilangan energi pada belokan dapat diabaikan jika panjang pipa lebih besar dari 500 kali diameternya. Nilai K untuk berbagai jenis sambungan dan belokan pipa pada umumnya telah diteliti dan ditabelkan pada tabel 1. (Giles, 1984:1990).
3.
Debit Aliran Debit aliran air pada pengaliran dalam pipa dianggap konstan karena air dianggap fluida yang tidak termampatkan. Oleh sebab itu berlaku persamaan kontinuitas: Q = konstan. Kecepatan aliran di dalam pipa dianggap kecepatan rata-rata, yang menganggap bahwa kecepatan di setiap titik di dalam suatu penampang adalah sama, sehingga berlaku persamaan. Q = V.A
(11)
12
Q = debit aliran (m3/det),
Dimana :
A = luas penampang aliran atau pipa (m2), V = kecepatan aliran (m/det).
V A
D
Gambar 2. Penampang Aliran Dalam Pipa
Pada fluida riil, kecepatan aliran dalam suatu penampang adalah tidak sama karena adanya gesekan dengan dinding pipa (lihat Gambar. 2). Oleh sebab itu anggapan penggunaan kecepatan rata-rata ini akan menyebabkan kesalahan dalam menghitung tinggi energi. Oleh sebab itu, untuk mengoreksi kesalahan ini perlu diberikan suatu koefisien koreksi energi yang biasa disimbolkan dengan α, sehingga tinggi energi pada persamaan Bernoulli menjadi 4.
. Koefisien ini dalam praktik diambil α = 1.
Pola Jaringan Distribusi Pola jaringan yang sesuai untuk diterapkan pada suatu daerah perencanaan ditentukan oleh beberapa aspek sebagai berikut a. Jenis pengaliran sistem distribusi. b. Pola jaringan jalan. c. Letak dan kondisi topografi seluruh kota. d. Tingkat dan jenis pengembangan kota. e. Lokasi instalasi dan reservoirnya. f. Luas daerah pelayanan. Terdapat beberapa pola jaringan distribusi yang dapat dipergunakan untuk mendistribusikan air kepada konsumen, di antaranya adalah: a. Pola Cabang (Branch Pattern) Pola ini merupakan pola yang menggunakan sistem dead end. Pada sistem ini pipa distribusi utama akan dihubungkan dengan pipa distribusi sekunder dan selanjutnya pipa distribusi sekunder akan dihubungkan dengan pipa pelayanan ke
13
konsumen. Aliran air yang terdapat dalam pipa merupakan aliran searah dengan air hanya akan mengalir melalui satu pipa induk yang semakin mengecil ke arah hilirnya. Pola ini banyak diterapkan pada daerah perkotaan yang berkembang pesat dan pada daerah yang memiliki kondisi topografi berbukit seperti Gambar 3 berikut ini:
Gambar 3. Pola Cabang (Branch Pattern)
Pola ini merupakan sistem pengaliran dengan desain perpipaan yang sederhana khususnya dalam perhitungan sistem, tekanan sistem juga dapat dibuat relatif sama, serta dimensi pipa yang lebih ekonomis dan bergradasi secara beraturan dari pipa induk hingga pipa pelayanan ke konsumen. Selain itu juga terdapat beberapa kerugian bagi pola distribusi yang seperti ini. Beberapa diantaranya adalah: 1)
Kemungkinan terjadinya air mati pada ujung pipa yang dapat menyebabkan air menjadi memiliki rasa dan bau. Untuk mengatasi hal ini perlu dilakukan pengurasan jaringan secara berkala.
2)
Jika terjadi kerusakan pada pipa, maka dapat dipastikan daerah pelayanan yang dilayani oleh pipa tersebut hingga jaringan yang berada di bawahnya tidak akan mendapatkan air.
3)
Bila terjadi pengembangan pada daerah pelayanan, maka penambahan sambungan dapat
menyebabkan pengurangan tekanan sehingga
mengganggu pengaliran air pula.
akan
14
4)
Jika terjadi kebakaran, suplai air pada fire hydrant lebih sedikit karena alirannya hanya satu arah.
b. Pola Kisi (Grid Pattern/Loop) Pola ini memiliki kondisi pipa yang satu dihubungkan dengan pipa yang lain sehingga membentuk suatu lingkaran. Melalui pola jenis ini air dapat mengalir ke konsumen dari beberapa arah sehingga tidak terdapat dead end dengan ukuran atau dimensi pipa yang relatif sama.
Gambar 4. Pola Kisi (Grid Pattern/Loop)
Kondisi daerah yang sesuai dengan pola ini adalah daerah yang telah memiliki jaringan jalan yang saling berhubungan, elevasi tanah yang relatif datar dan luas, dan pola pengembangan kota yang menyebar ke semua arah. Keuntungan dari penggunaan pola ini adalah: 1) Air akan didistribusikan ke lebih dari satu arah dan tidak akan terjadi stagnasi. 2) Jika terjadi kerusakan ataupun perbaikan pada pipa tidak dapat dipergunakan dulu, maka daerah yang dilayani oleh pipa tersebut akan tetap memperoleh air. 3) Pola ini dapat mengantisipasi tekanan yang diakibatkan bervariasinya konsumsi air di daerah pelayanan maupun penambahan jumlah sambungan pada jalur pipa yang telah ada.
15
4) Gangguan lebih sedikit. Sistem ini juga masih memiliki kelemahan, di antaranya adalah: a) Biaya investasi pembangunan lebih besar atau relatif mahal. b)
Perhitungan sistem lebih rumit karena membutuhkan perhitungan khusus, untuk mengontrol tekanan.
Pola kisi biasanya digunakan pada daerah pelayanan dengan karakteristik: 1)
Bentuk dan arah perluasan memanjang dan terpisah, maupun daerah pelayanan yang sedang berkembang dengan pola pengembangan yang tidak teratur.
2)
Jalur jalan yang ada berhubungan satu dengan yang lainnya.
3)
Elevasi permukaan tanahnya mempunyai perbedaan yang cukup tinggi dan menurun secara teratur ataupun bervariasi.
4) Luas daerah pelayanan relatif kecil.
c. Pola Gabungan Pola ini merupakan gabungan dari kedua pola di atas yang biasanya diterapkan pada daerah yang memiliki karakteristik sebagai berikut: 1)
Daerah pelayanan sedang berkembang.
2)
Pola jalan pada daerah pelayanan tidak berhubungan satu sama lain dengan pola pengembangan juga yang tidak teratur.
3)
Daerah pelayanan memiliki elevasi yang bervariasi.
Gambar 5. Pola Gabungan
16
5.
Alat Ukur Debit Flowmeter HydrINS 2 Flowmeter HydrINS 2 dapat digunakan di seluruh jaringan distribusi air untuk mengukur laju aliran di waduk, saluran air, stasiun pompa, pipa air dan zona DMA. Alat ukur ini menggunakan sensor elektromagnetik untuk mengukur laju aliran bidirectional untuk berbagai ukuran pipa, dapat digunakan sebagai portable atau instrument khusus/permanen. Unit ini memiliki output langsung mengenai informasi pemantauan ke perangkat data logging, dan mendukung sebuah layar LCD untuk tampilan pembacaan. Flowmeter HydrINS 2 dilengkapi perangkat lunak winfluid untuk mengatur probe dan profil pipa untuk menghitung factor profil riil (dalam kasus gangguan aliran). Alat ini memiliki dua probe dan tampilan yang kedap air. Tergantung pada pengaturan, baterai bisa bertahan sampai10 tahun.
Gambar 6. Flowmeter HydrINS 2
17
Alat ini memiliki batang, rantai anti-ejeksi diperkuat, penguncian kacang dan penyisipan titik penjepit untuk kemudahan instalasi, juga mudah dihubungkan dengan produk hydreka lainnya.
6.
Aplikasi EPANET 2.0 a. Aplikasi Epanet 2.0 dalam Analisis Jaringan Distribusi Air Bersih Di masa lalu software jaringan distribusi hanya dapat digunakan untuk melakukan desain awal sistem distribusi. Dengan software yang un-user friendly membuat operator kesulitan untuk menggunakan software-software yang ada. Namun seiring dengan perkembangan teknologi, software distribusi telah berkembang sehingga menjadi lebih mudah digunakan. Dengan software distribusi, operator dapat mensimulasikan berbagai kemungkinan pengoperasian jaringan tanpa harus turun ke lapangan dan bahkan tanpa harus mengganggu kesinambungan pelayanan terhadap pelanggan. Epanet 2.0 adalah suatu program komputer yang berbasis windows yang merupakan program simulasi dalam perekayasaan suatu jaringan pipa sistem penyediaan air bersih, yang di dalamnya terdiri dari titik/node/junction pipa, pompa, valve (acesoris) dan reservoir baik ground reservoir maupun elevated reservoir. Output yang dihasilkan dari program Epanet 2.0 ini antara lain debit yang mengalir dalam pipa, tekanan air dari masing–masing titik/node/junction yang dapat dipakai sebagai analisis dalam menentukan operasi instalasi, pompa dan reservoir serta besarnya konsentrasi unsur kimia yang terkandung dalam air bersih yang didistribusikan serta penentuan umur air dan dapat digunakan sebagai simulasi penentuan lokasi sumber sebagai arah pengembangan. Epanet 2.0 didesain sebagai alat untuk mengetahui perkembangan dan pergerakan air serta degradasi unsur kimia yang terkandung dalam air di pipa distribusi air bersih, yang dapat digunakan untuk analisis berbagai macam sistem distribusi, detail desain, model kalibrasi hidrolis, analisis sisa khlor dan beberapa unsur lainnya. Jika pada awalnya operator harus turun ke lapangan dan mengumpulkan data sebanyak mungkin untuk mengetahui gambaran jaringannya maka kini operator hanya perlu turun ke lapangan untuk mengumpulkan data seminimal mungkin dalam memahami jaringan distribusinya. Epanet adalah salah satu software distribusi yang user friendly dan banyak digunakan untuk menganalisis jaringan sistem distribusi. Epanet 2.0 adalah program
18
komputer yang berbasis windows yang merupakan program simulasi perkembangan waktu dari profil hidrolis dan diperlukan kualitas air bersih dalam suatu jaringan pipa distribusi, yang di dalamnya terdiri dari titik/node/junction pipa, pompa, valve (asesoris) dan reservoir baik ground reservoir maupun reservoir menara.
b. Kegunaan EPANET 2.0 dalam Analisis Jaringan Distribusi Air Bersih. 1) Didesain sebagai alat untuk mengetahui perkembangan dan pergerakan air serta degradasi unsur kimia yang ada dalam air pada pipa distribusi. 2) Dapat digunakan sebagai dasar analisis dan berbagai macam sistem distribusi, detail desain, model kalibrasi hidrolik, analisis sisa khlor dan berbagai unsur lainnya. 3) Dapat membantu menentukan alternatif strategis managemen dan sistem jaringan pipa distribusi air bersih. 4) Sebagai penentuan alternatif sumber/instalasi, apabila terdapat banyak sumber/ instalasi. 5) Sebagai simulasi dalam menentukan alternatif pengoperasian pompa dalam melakukan pengisian reservoir maupun injeksi ke sistem distribusi. 6) Digunakan sebagai pusat treatment seperti digunakan proses khlorinasi, baik di instalasi maupun dalam sistem jaringan. 7) Dapat digunakan sebagai penentuan prioritas terhadap pipa yang akan dibersihkan/diganti. 8) Epanet merupakan analisis hidrolis yang terdiri dari: a) Analisis ini tidak dibatasi oleh letak lokasi jaringan b) Kehilangan tekanan akibat gesekan (friction) dihitung dengan menggunakan persamaan Hazen-Williams, Darcy-Weisbach atau Chezy-Manning formula. c) Disamping mayor losses, minor losses (kehilangan tekanan di bend, elbow, fitting) dapat dihitung. d) Model konstanta atau variabel kecepatan pompa e) Perhitungan energi dan biaya pompa f) Berbagai tipe model valve yang dilengkapi dengan shut off, check. pressure regulating dan valve yang dilengkapi dengan kontrol kecepatan. g) Reservoir dalam berbagai bentuk dan ukuran h) Faktor fluktuasi pemakaian air.
19
i) Sebagai dasar operating system untuk mengontrol level air di reservoir dan waktu, Epanet 2.0 juga memberikan analisis kualitas air. j) Model pergerakan unsur material non reaktif yang melalui jaringan tiap saat. k) Model perubahan material reaktif dalam proses desinfektan dan sisa khlor. l) Model unsur air yang mengalir dalam jaringan. m) Model reaksi kimia sebagai akibat pergerakan air dan dinding pipa.
c. Input data dan cara kerja dalam Epanet 2.0 Dalam operasi Epanet 2.0 dibutuhkan data masukan (input data) yang digunakan untuk simulasi jaringan air bersih. Data ini sangat penting artinya dalam memulai analisis jaringan air bersih dan mendapatkan output data yang diinginkan. Adapun input data yang dibutuhkan adalah peta jaringan, node/junction/titik dari komponen distribusi, elevasi, panjang pipa, diameter pipa, jenis pipa yang digunakan, umur pipa, jenis sumber (mata air, sumur bor, IPA, dan lain–lain), spesifikasi pompa (bila menggunakan pompa), bentuk dan ukuran reservoir, beban masing–masing node (besarnya tapping), faktor fluktuasi pemakaian air dan konsentrasi khlor pada sumber. Sedangkan output data yang dihasilkan adalah hidrolik head masing–masing titik, tekanan dan kualitas air. Data yang dibutuhkan dalam Epanet 2.0 sangat penting sekali dalam proses analisis, evaluasi dan simulasi jaringan air bersih berbasis Epanet. Input data yang dibutuhkan adalah: 1)
Peta jaringan
2)
Node/junction/titik dari komponen distribusi.
3)
Elevasi
4)
Panjang pipa
5)
Diameter dalam pipa
6)
Jenis pipa yang digunakan
7)
Umur pipa
8)
Jenis sumber (mata air, sumur bor, IPAM, dan lain lain)
9)
Spesifikasi pompa (bila menggunakan pompa)
10) Bentuk dan ukuran reservoir. 11) Beban masing-masing node (besarnya tapping) 12) Faktor fluktuasi pemakaian air 13) Konsentrasi khlor di sumber
20
Cara Kerja Program ini adalah: a) Menginstal EPANET pada komputer: i. Pilih Run dari Windows Start Menu ii. Masukkan full path dan nama file en2 setup.exc. Atau klik tombol browse untuk menempatkan pada computer anda. iii. Klik tombol OK untuk memulai proses. b) Menjalankan program: I. Gambar jaringan sebagai file tect. II. Mengedit properties dari object. III. Menggambarkan bagaimana system beroperasi. IV. Memilih type analisis. V. Menjalankan (Run) analisis hidrolis/kualitas air. VI. Lihat hasil analisis. c) Output yang dihasilkan di antaranya adalah: I. Hidrolik head masing - masing titik. II. Tekanan dan kualitas air. (Epanet 2.0 Users Manual).
7.
Air Bersih Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari dan akan menjadi air minum setelah dimasak terlebih dahulu. Sebagai batasannya, air bersih adalah air yang memenuhi persyaratan bagi sistem penyediaan air bersih. Adapun persyaratan yang dimaksud adalah persyaratan dari segi kualitas air yang meliputi kualitas fisik, kimia, biologi dan radiologis, sehingga apabila dikonsumsi tidak menimbulkan efek samping (Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 492/ MENKES/ PER/ IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum).
8.
Persyaratan dalam Penyediaan Air Bersih a. Persyaratan Kualitas Persyaratan kualitas keperluan air bersih dinyatakan sebagai berikut: 1)
Persyaratan fisik Secara fisik air bersih harus jernih, tidak berbau dan tidak berasa. Selain itu juga suhu air bersih sebaiknya sama dengan suhu udara atau kurang lebih 25oC, dan apabila terjadi perbedaan maka batas yang diperbolehkan adalah 25oC ± 3oC.
2)
Persyaratan kimiawi (lihat tabel halaman 21)
21
Air bersih tidak boleh mengandung bahan-bahan kimia dalam jumlah yang melampaui batas. Beberapa persyaratan kimia antara lain adalah pH, total solid, zat organik, CO2 agresif, kesadahan, kalsium (Ca), besi (Fe), mangan (Mn), tembaga (Cu), seng (Zn), chlorida (Cl), nitrit, flourida (F), serta logam berat. 3) Persyaratan bakteriologis Air bersih tidak boleh mengandung kuman patogen dan parasitik yang mengganggu kesehatan. Persyaratan bakteriologis ini ditandai dengan tidak adanya bakteri E. coli atau fecal coli dalam air. 4) Persyaratan radioaktifitas Persyaratan radioaktifitas mensyaratkan bahwa air bersih tidak boleh mengandung zat yang menghasilkan bahan-bahan yang mengandung radioaktif, seperti sinar alfa, beta dan gamma. Tabel 2. Parameter Wajib Persyaratan Kualitas Air Minum
No
Jenis Parameter
Satuan
Kadar maksimum yang diperbolehkan
1 Parameter yang berhubungan langsung dengan kesehatan a. Parameter Mikrobiologi Jumlah per 100 ml 1) E. Coli 0 sampel Jumlah per 100 ml 2) Total Bakteri Coliform 0 sampel b. Kimia anorganic 1) Arsen mg / l 0,01 2) Flourida mg / l 1,5 3) Total Kromium mg / l 0,05 4) Kadmium mg / l 0,003 5) Nitrit, ( sebagai NO2- ) mg / l 3 6) Nitrat, ( sebagai NO3- ) mg / l 50 7) Sianida mg / l 0,07 8) Selenium mg / l 0,1 2 Parameter yang tidak langsung berhubungan dengan kesehatan a. Parameter Fisik 1) Bau Tidak berbau 2) Warna TCU 15 3) Total Zat Padat Terlarut mg / l 500 (TDS) 4) Kekeruhan NTU 5 5) Rasa Tidak berasa 6) Suhu ⁰C Suhu udara ± 3 b. Parameter Kimiawi 1) Aluminium mg / l 0,2 2) Besi mg / l 0,3 3) Kesadahan mg / l 500
22
4) Khlorida 5) Mangan 6) pH 7) Seng 8) Sulfat 9) Tembaga 10) Amonia
mg / l mg / l
250 0,4 6,5 – 8,5
mg / l mg / l mg / l mg / l
3 250 2 1,5
Sumber: PERMENKES NO. 492/MENKES/PER/IV/2010
b. Persyaratan Kuantitas (debit) Aliran Air Persyaratan kuantitas dalam penyediaan air bersih adalah ditinjau dari banyaknya air baku yang tersedia. Artinya air baku tersebut dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan sesuai dengan kebutuhan daerah dan jumlah penduduk yang akan dilayani. Persyaratan kuantitas juga dapat ditinjau dari standar debit air bersih yang dialirkan ke konsumen sesuai dengan jumlah kebutuhan. Kebutuhan air bersih masyarakat bervariasi, tergantung pada letak geografis, kebudayaan, tingkat ekonomi dan skala perkotaan tempat tinggalnya. Besarnya konsumsi air berdasarkan kategori kota dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 3. Konsumsi Air Berdasarkan Kategori Kota Katergori Metropolitan
Jumlah Penduduk (orang)
Konsumsi Air (lt/org/hari)
1.000.000
210
500.000 – 1.000.000
170
Sedang
100.000 – 500.000
150
Kecil
20.000 – 100.0000
90
Besar
Sumber: Kriteria Perencanaan Ditjen Cipta Karya Dinas Pekerjaan Umum1996
c. Persyaratan Kontinuitas Aliran Air Air baku untuk air bersih harus dapat diambil terus menerus dengan fluktuasi debit yang relatif tetap, baik pada saat musim kemarau maupun musim hujan. Kontinuitas juga dapat diartikan bahwa air bersih harus tersedia 24 jam per hari, atau setiap saat diperlukan, kebutuhan air tersedia. Akan tetapi kondisi ideal tersebut hampir tidak dapat dipenuhi pada setiap wilayah di Indonesia, sehingga untuk menentukan tingkat kontinuitas pemakaian air dapat dilakukan dengan cara pendekatan aktifitas konsumen terhadap prioritas pemakaian air.
23
Prioritas pemakaian air yaitu minimal selama 12 jam per hari, yaitu pada jamjam aktifitas kehidupan, yaitu pada pukul 06.00–18.00. Kontinuitas aliran sangat penting ditinjau dari dua aspek. Pertama adalah kebutuhan konsumen. Sebagian besar konsumen memerlukan air untuk kehidupan dan pekerjaannya dalam jumlah yang tidak ditentukan. Karena itu, diperlukan reservoir pelayanan dan fasilitas energi yang siap setiap saat. Sistem jaringan perpipaan didesain untuk membawa suatu kecepatan aliran tertentu. Kecepatan dalam pipa tidak boleh melebihi 0,6–1,2 meter/detik (menurut Kepmen. PU. No 18 tahun 2007). Ukuran pipa harus tidak melebihi dimensi yang diperlukan dan juga tekanan dalam sistem harus tercukupi. Dengan analisis jaringan pipa distribusi, dapat ditentukan dimensi atau ukuran pipa yang diperlukan sesuai dengan tekanan minimum yang diperbolehkan agar kuantitas aliran terpenuhi.
d. Persyaratan Tekanan Air Konsumen memerlukan sambungan air dengan tekanan yang cukup, dalam arti dapat dilayani dengan jumlah air yang diinginkan setiap saat. Untuk menjaga tekanan akhir pipa di seluruh daerah layanan, pada titik awal distribusi diperlukan tekanan yang lebih tinggi untuk mengatasi kehilangan tekanan karena gesekan, yang tergantung kecepatan aliran, jenis pipa, diameter pipa dan jarak jalur pipa tersebut. Dalam pendistribusian air, untuk dapat menjangkau seluruh area pelayanan dan untuk memaksimalkan tingkat pelayanan, maka hal wajib untuk diperhatikan adalah sisa tekanan air. Sisa tekanan air tersebut paling rendah adalah 5 muka kolom air (mka) atau 0,5 atmosfir (satu atmosfir = 10 m) dan paling tinggi adalah 22 muka kolom air (mka) setara dengan gedung 6 lantai). Menurut standar dari Kementerian Pekerejaan Umum, air yang dialirkan ke konsumen melalui pipa transmisi dan pipa distribusi, dirancang untuk dapat melayani konsumen hingga yang terjauh, dengan tekanan air minimum sebesar 10 muka kolom air atau 1 atmosfir. Angka tekanan ini harus dijaga, idealnya merata pada setiap pipa distribusi. Jika tekanan terlalu tinggi akan menyebabkan pecahnya pipa, serta merusak alat-alat plambing (kloset, urinoir, faucet, lavatory, dan lainlain). Tekanan juga dijaga agar tidak terlalu rendah, karena jika tekanan terlalu rendah akan menyebabkan terjadinya kontaminasi antara air tanah dengan air bersih dalam aliran pipa distribusi
24
9.
Tinjauan Kebijakan Sumberdaya Air Bersih Kedepan Tinjauan kebijakan sumberdaya air bersih ini akan menguraikan mengenai kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan sumberdaya air bersih, tinjauan kebijakan nasional dan tinjauan kebijakan wilayah. Berikut ini adalah uraiannya.
a. Tinjauan Kebijakan Nasional Menurut Permen PU No.20 Tahun 2006, Tahun 2004 penduduk Indonesia yang telah memiliki akses terhadap air bersih yang aman baik melalui sistem perpipaan maupun non perpipaan telah mencapai 55,43%. Sesuai kriteria MDG’s, diharapkan pada tahun 2015 tingkat akses terhadap air bersih aman dapat mencapai 80% atau sekitar 196 juta jiwa dari 246 juta jiwa penduduk dengan sistem perpipaan sebesar 48% dan nonperpipaan terlindungi sebesar 32%. Untuk lebih jelasnya mengenai target Millenium Development Goals (MDG’s) di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 4. sebagai berikut: Tabel 4. Target Cakupan Pelayanan MGD’s hingga 2015 TARGET
1990
2004
2009
2015
Cakupan RPJM – Perpiaan (%)
-
18
40
-
Cakupan MDGs – Nasional (%)
42,29
55,43
67
80
-
Cakupan MDGs Perkotaan (%)
62,70
61,69
73
87
-
Cakupan MDGs Pedesaan (%)
35,84
50,27
60
72
14,11
17,96
32
48
Cakupan MDGs – Perpipaan (%) -
Cakupan MDGs – Perpipaan Perkotaan (%)
37,75
32,84
49
47
-
Cakupan MDGs – Perpipaan Pedesaan (%)
5,57
6,95
15
20
28,18
37,47
33
32
Cakupan MDGs Non Pipa Terlindungi (%) -
Cakupan MDGs Non Pipa Terlindungi Perkotaan (%)
24,95
28,85
25
15
-
Cakupan MDGs Non Pipa Terlindungi Pedesaan (%)
30,27
43,32
45
24
55,71
44,57
33
20
Cakupan Non Pipa Tidak Terlindungi (%) -
Cakupan Non Pipa Tidak Terlindungi Perkotaan (%)
37
38
27
13
-
Cakupan Non Pipa Tidak Terlindungi Pedesaan (%)
64
50
40
28
75,86
120,32
158
202
-
38,99
98,7
-
Cakupan MDG Nasional – Perpipaan dan Non-perpipaan (juta jiwa) Cakupan RPJMN Nasional – Perpipaan (juta jiwa) Sumber data: Permen PU No.20/PRT/M/2006.
25
Memperhatikan kebutuhan peningkatan cakupan, kecepatan pelaksanaan dan kemampuan investasi di atas, maka untuk mengejar sasaran cakupan pelayanan MDG 2015 serta untuk memenuhi sasaran RPJMN 2010-2014, 40% perpipaan perlu kebijakan dan strategi nasional untuk menyelaraskan peningkatan pembangunan dari nonperpipaan tidak terlindungi menjadi nonperpipaan terlindungi dan dari nonperpipaan khususnya nonperpipaan terlindungi menjadi perpipaan. Arahan strategi pencapaian sasaran RPJMN dan MDG’s meliputi: 1) Sasaran pencapaian RPJMN tahun 2009 dimaknai sebagai sasaran antara (interim target) mencapai sasaran MDG’s tahun 2015, meskipun disadari bahwa pencapaian sasaran RPJM sangat berat dibandingkan pencapaian sasaran MDG’s 2015 karena keterbatasan waktu dan sumberdaya. 2) Sasaran peningkatan pelayanan air bersih melalui sistem perpipaan menjadi 48% pada tahun 2015 diimbangi dengan penurunan jumlah non-perpipaan tidak terlindungi. Sasaran pengembangan SPAM untuk keseluruhan (perkotaan dan pedesaan) sistem penyediaan air bersih melalui perpipaan, non-perpipaan terlindungi, dan nonperpipaan tidak terlindungi antara lain sebagai berikut: 1) Peningkatan cakupan pelayanan melalui sistem perpipaan yang semula 17,96% pada tahun 2004 menjadi paling tidak berkisar antara 32%-40% pada tahun 2009 dan selanjutnya terus diupayakan meningkat menjadi 48% pada tahun 2015. 2) Penurunan persentase penggunaan SPAM melalui sistem non-perpipaan tidak terlindungi menjadi sistem non-perpipaan terlindungi dan sistem perpipaan dari 45% pada tahun 2004 menjadi 33% pada tahun 2009 dan 20% pada tahun 2015. Penurunan persentase cakupan pelayanan air bersih dengan sistem non-perpipaan terlindungi dari tahun 2004 sebesar 37,47% menjadi 32% pada tahun 2015. 3) Penurunan kawasan rawan air tercermin dari penurunan jumlah non-perpipaan tidak terlindungi sebesar 45% pada tahun 2004 menjadi sebesar 35% pada tahun 2009 dan 20% pada tahun 2015.
b. Sasaran Kebijakan Mengacu pada Peraturan Pemerintah No.16/2005 dan peraturan lainnya serta skenario pengembangan SPAM, sasaran dari Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) melalui perpipaan, nonperpipaan terlindungi, antara lain sebagai berikut:
26
a) Terwujudnya pengelolaan dan pelayanan air bersih yang berkualitas dengan harga terjangkau dengan peningkatan cakupan pelayanan melalui system perpipaan yang semula 18% pada tahun 2004 menjadi 32% pada tahun 2009 dan selanjutnya meningkat menjadi 60% pada tahun 2015. b) Tercapainya peningkatan efisiensi dan cakupan pelayanan air dengan menekan tingkat kehilangan air direncanakan hingga pada angka 20% dengan melibatkan peran serta masyarakat dan dunia usaha. c) Penurunan persentase cakupan pelayanan air bersih dengan system nonperpipaan terlindungi dari tahun 2004 sebesar 37,47% menjadi 33% pada tahun 2009 dan 20% pada tahun 2015, sehingga persentase penggunaan SPAM melalui sistem non-perpipaan tidak terlindungi semakin menurun dari tahun ke tahun. d) Pembiayaan pengembangan SPAM meliputi pembiayaan untuk membangun, memperluas serta meningkatkan sistem fisik (teknik) dan sistem non-fisik. Dalam hal pemerintah daerah tidak mampu melaksanakan pengembangan SPAM. Pemerintah dapat memberikan bantuan pendanaan sampai dengan pemenuhan standar pelayanan minimal sebesar 60 liter/orang/hari yang dibutuhkan secara bertahap. Bantuan Pemerintah diutamakan untuk kelompok masyarakat berpenghasilan rendah dan miskin. e) Tercapainya kepentingan yang seimbang antara konsumen dan penyedia jasa pelayanan.
c. Kebijakan Dan Strategi Pengembangan SPAM Kebijakan pengembangan SPAM dirumuskan dengan menjawab isu strategis dan permasalahan dalam pengembangan SPAM. Secara umum kebijakan dibagi menjadi lima kelompok yaitu berdasarkan kelompok kebijakan yang telah dirumuskan di atas,
ditentukan arahan kebijakan sebagai dasar dalam mencapai sasaran pengembangan SPAM yang diarahkan juga untuk memenuhi sasaran MDG’s baik jangka pendek tahun 2009 maupun jangka panjang 2015. Bagan alir pendekatan perumusan kebijakan dan strategi SPAM, serta sasaran yang akan dicapai dipaparkan pada bagian lampiran. Adapun arahan kebijakan tersebut adalah: 1) Peningkatan cakupan dan kualitas air bersih bagi seluruh masyarakat Indonesia. 2) Pengembangan pendanaan untuk penyelenggaraan SPAM dari berbagai sumber secara optimal. 3) Pengembangan kelembagaan, peraturan dan perundang-undangan.
27
4) Peningkatan penyediaan Air Baku secara berkelanjutan. 5) Peningkatan peran dan kemitraan dunia usaha, swasta dan masyarakat.
d. Sumberdaya Air Sumberdaya air merupakan bagian dari sumberdaya alam. Air adalah sumberdaya yang diperbaharui, bersifat dinamis mengikuti siklus hidrologi yang secara alamiah berpindah-pindah serta mengalami perubahan bentuk dan sifat, tergantung pada waktu dan lokasinya, air dapat berupa zat padat sebagai es dan salju. Dapat berupa zat cair yang mengalir sebagai air permukaan, berada dalam tanah sebagai air tanah, berada di udara sebagai air hujan, berada di laut sebagai air laut, dan bahkan berupa uap air yang didefinisikan sebagai air udara (kabut). Konsep siklus hidrologi merupakan hal yang sangat penting, karena air (baik air permukaan maupun air tanah) bagian dari siklus hidrologi. Siklus hidrologi pada Gambar 7. dimulai dengan terjadinya panas matahari yang sampai pada permukaan bumi, sehingga menyebabkan penguapan. Akibat penguapan ini terkumpul massa uap air, yang dalam kondisi atmosfer tertentu dapat membentuk awan. Akibat dari berbagai sebab klimatologi awan tersebut dapat menjadi awan yang potensial menimbulkan hujan. Sebagian air hujan tersebut akan tertahan oleh butiran-butiran tanah, sebagian akan bergerak dengan arah horisontal sebagai limpasan (run off), sebagian akan bergerak vertikal ke bawah sebagai infiltrasi, sebagian kecil akan kembali ke atmosfer melalui penguapan. Air yang terinfiltrasi ke tanah mula-mula akan mengisi pori-pori tanah sampai mencapai kadar air jenuh. Apabila kondisi tersebut telah tercapai, maka air tersebut akan bergerak dalam dua arah, arah horisontal sebagai interflow dan arah vertikal sebagai perkolasi, seperti gambar 7. Siklus Hidrologi di bawah ini:
28
Sumber Data: United States Geological of Survey (USGS) Amerika Serikat 2009
Gambar 7. Siklus Hidrologi
e. Daya Dukung Sumberdaya Air Daya dukung sumberdaya air pada suatu wilayah adalah tersedianya potensi sumberdaya air yang dimanfaatkan oleh makhluk hidup yang ada dalam wilayah tersebut (Delinom & Marganingrum, 2007). Masih menurut Delinom & Marganingrum (2007), secara umum beberapa sumber air yang dapat digunakan sebagai alternatif sumber air bersih adalah sebagai berikut: 1) Air Permukaan (AP) Air permukaan adalah air yang ada dan mengalir di permukaan tanah, yang termasuk pada golongan air permukaan antara lain adalah: air laut, air danau, air sungai, air waduk dan air rawa. Mata air yaitu permunculan air tanah yang keluar di permukaan tanah secara alamiah. Debit air yang ada berubah-ubah (fluktuatif) yang umumnya disebabkan oleh penggantian musim, ada juga yang relatif tetap. Beberapa jenis mata air pada musim kemarau tidak mengalirkan air sama sekali, namun pada musim penghujan airnya akan mengalir kembali (mata air musiman). Secara kuantitas, debit aliran sungai umumnya sangat dipengaruhi oleh musim, begitu juga dengan kualitasnya. Pada musim penghujan sungai mengalami pengenceran sehingga tingkat pencemaran mengalami penurunan akibat pengenceran tersebut. Perairan tawar di permukaan bumi dapat
29
membentuk suatu ekosistem, misalnya ekosistem danau atau sungai. Faktor yang paling mempengaruhi ekosistem perairan adalah oksigen terlarut untuk berlangsungnya proses
fotosintesis, respirasi dan penguraian dalam perairan
cahaya matahari untuk pengaturan suhu dan berlangsungnya proses fotosintesis. Beberapa masalah utama yang terjadi pada air permukaan adalah pengeringan dan gangguan terhadap kondisi alami (misalnya dampak pembuatan waduk, irigasi), pencemaran pada badan air misalnya pembuangan limbah industri domestik, limbah pertanian yang dapat menyebabkan terjadinya eutrofikasi yaitu proses perubahan fisik, kimia dan biologis yang terjadi dalam suatu badan perairan (biasanya yang alirannya lambat) akibat melimpahnya masukan zat hara (umumnya N dan P) dari luar.
2) Air Bawah Tanah (ABT) Secara kuantitas, jumlah air tanah yang ada di suatu daerah dapat berbeda dengan daerah lainnya, tergantung dari jumlah cadangan air yang terkandung pada setiap lapisan pembawa air (aquifer) yang ada di daerah yang bersangkutan dan kapasitas infiltrasi pada daerah tangkapan air hujan. Air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan tanah. Keberadaan air tanah tersebut tidak dapat dilepaskan dari siklus hidrologi sebagaimana terlihat pada Gambar 9. Sedangkan lapisan batuan jenuh air yang dapat menyimpan dan meneruskan air tanah dalam jumlah cukup dan ekonomis disebut sebagai akuifer. Hujan yang jatuh, mengalami hambatan oleh adanya vegetasi/tumbuhan ataupun bangunan dan apabila tidak ada vegetasi/tumbuhan maka hujan akan jatuh mengenai permukaan tanah secara langsung walaupun peresapan masih mungkin terjadi karena adanya sampah, kotoran maupun adanya benda lain di permukaan tanah. Air yang meresap ke dalam tanah ditahan oleh tanah sebagai cadangan kelembaban tanah dan penambahan cadangan air tanah, sedangkan cadangan permukaan akan mengalir ke daerah yang lebih rendah dan sebagai anakan meresap kembali ke dalam tanah selama pengaliran. Di lain pihak air tanah yang mengalir di dalam batuan (akuifer) dapat keluar kembali menjadi air permukaan sebagai mata air jika akuifer tersebut terpotong oleh kemiringan topografi permukaan tanah.
30
Perjalanan air dari masuknya air hujan ke dalam tanah hingga mencapai lapisan akuifer maupun keluar sebagai mata air membutuhkan waktu yang sangat bervariasi dari orde bulanan, tahunan, puluhan tahun, ratusan tahun, bahkan hingga ribuan tahun (Hochstein dan Soengkono 1997) Air bawah tanah (ground water) atau akuifer adalah air yang terdapat pada pori-pori tanah, pasir, kerikil, batuan yang telah jenuh terisi air. Akuifer tidak tertekan (unconfined aquifer) mendapatkan air dari proses infiltrasi, sedangkan akuifer tertekan (confined aquifer) airnya berasal dari daerah pengisian (recharge area) atau resapan air. Muka air tanah (water table) adalah garis batas antara air tanah dengan air bawah tanah yang jenuh. Pada musim penghujan, permukaan air tanah akan mengalami kenaikan pada saat musim kemarau akan mengalami penurunan. Jumlah cadangan air tanah akan sangat ditentukan oleh kondisi cekungan air tanahnya, yaitu suatu wilayah yang dibatasi oleh batas hidrologeologis, tempat semua kejadian hidrogeologis seperti proses pengimbuhan, pengaliran dan pelepasan air tanah berlangsung. Dengan demikian potensi air tanah pada suatu wilayah akan sangat ditentukan oleh: a) Kondisi curah hujan serta hubungan antara air permukaan dan air tanah. b) Kondisi akuifer yang meliputi geometri dan sebarannya, konduktifitas hidrolik dan litologi pada batas-batas akuifer. c) Kondisi daerah imbuhan air tanah, yaitu daerah resapan air yang mampu menambah air tanah secara alamiah pada cekungan air tanah. d) Kondisi daerah resapan air tanah, yaitu daerah keluaran air tanah yang berlangsung secara alamiah pada cekungan air tanah. Secara umum terdapat dua jenis akuifer, yaitu akuifer bebas dan akuifer tertekan (Gambar 8). Eksploitasi air tanah pada akuifer bebas biasanya dilakukan dengan membuat sumur gali ataupun kolam, sedangkan eksploitasi air tanah pada akuifer tertekan umumnya dilakukan dengan pembuatan sumur bor dalam. Dalam kenyataan di lapangan, dalam suatu daerah dijumpai beberapa akuifer tertekan pada berbagai kedalaman yang dipisahkan oleh lapisan kedap air. Oleh karena itu identifikasi posisi kedalaman dan ketebalan akuifer-akuifer tersebut menjadi penting untuk menentukan konstruksi sumurnya. Gambar 8 di bawah ini menunjukkan perjalanan resapan air dan gambar 9 menunjukkan jenis akuifer dan jenis eksploitasinya.
31
Sumber Data: After Foster dan Hirata, 1988
Gambar 8. Perjalanan Resapan Air
32
Sumber Data: Todd, 1959 dalam Kodoatie dan Syarif, 2005
Gambar 9. Jenis Akuifer dan Eksploitasinya
Permasalahan air tanah pada suatu wilayah perkotaan biasanya berupa penurunan kualitas air tanah yang disebabkan antara lain adanya pencemaran pertambangan, pembuangan sampah, penimbunan senyawa berbahaya (radio aktif) penurunan kualitas antara lain disebabkan oleh perusakan daerah resapan, pengambilan air berlebihan yang dapat mengakibatkan turunnya muka air tanah dan terjadinya interusi air laut (pergeseran batas air laut dan air tawar ke arah daratan), terjadinya kerucut depresi dan penurunan muka tanah. Peranan air di alam dan dalam kegiatan manusia sangat kompleks, sehingga perlu pendekatan yang menyeluruh untuk melihat interaksi manusia dengan air dalam konteks ekonomi, lingkungan, dan sosial. Sifat air mengalir dari tempat yang tinggi menuju tempat yang lebih rendah dan tidak dipengaruhi oleh batasan administrasi suatu wilayah, oleh sebab itu untuk mengetahui potensi air tanah pada suatu tempat dibatasi oleh Cekungan Air Bawah Tanah (CABT) sedangkan potensi air permukaan dalam suatu wilayah dibatasi oleh Daerah Aliran Sungai (DAS). Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah daerah yang dibatasi oleh punggungpunggung gunung atau pegunungan, sehingga air hujan yang jatuh di daerah tersebut akan mengalir menuju sungai utama atau DAS yang besar tersusun atas DAS yang kecil-kecil atau disebut sub DAS dan sub DAS tersusun atas beberapa
33
sub-sub DAS. DAS adalah suatu ekosistem, sehingga di dalamnya terjadi suatu proses interaksi antara faktor-faktor biotik, abiotik dan manusia. Komponen masukan pada suatu DAS adalah curah hujan, sedangkan komponen keluaran adalah debit air dan muatan sedimen. Luas DAS mempengaruhi jumlah aliran permukaan, sehingga semakin luas DAS, jumlah aliran permukaan atau debit sungai juga semakin besar. Aktifitas di dalam DAS dapat menyebabkan perubahan ekosistem, misalnya perubahan tata guna lahan khususnya di daerah hulu dapat memberikan dampak di daerah hilir berupa perubahan fluktuasi debit air dan kandungan sedimen serta material terlarut lainnya. Adanya hubungan antara masukan dan keluaran pada suatu DAS ini dapat dijadikan sebagai dasar untuk menganalisis dampak suatu tindakan atau aktifitas pembangunan di dalam DAS terhadap lingkungan. Koefisien aliran permukaan disingkat (C) adalah bilangan yang menyatakan perbandingan antara besarnya aliran permukaan terhadap jumlah curah hujan. Sebagai contoh nilai C = 0,65, artinya 65% dari curah hujan akan mengalir secara langsung sebagai aliran permukaan (surface run off). Nilai C yang kecil menunjukkan kondisi DAS masih baik, sebaliknya nilai C yang besar menunjukkan kondisi DAS yang rusak. Nilai C berkisar antara nol sampai dengan satu. Koefisien Rejim Sungai (KRS) adalah bilangan perbandingan antara debit harian rata-rata maksimum dan debit harian minimum. Makin kecil harga KRS berarti makin baik kondisi hidrologis suatu DAS. Selain KRS, kondisi DAS juga dapat dievaluasi secara makro dengan nisbah debit maksimum minimum (Qmaks/Qmin). Apabila nisbah Qmaks/Qmin cenderung terus naik dari tahun ke tahun, maka hal ini menunjukkan kondisi suatu DAS yang mulai terganggu. Menurut Asdak (1995), untuk mengevaluasi kondisi suatu DAS berdasarkan nilai KRSnya, dapat dipakai ketentuan sebagai berikut: 1) Apabila KRS kurang dari 50 (KRS<50), maka kondisi DAS dikategorikan baik. 2) Apabila KRS bernilai 50-120, maka kondisi DAS dikategorikan terganggu tapi dalam tingkatan sedang. 3) Apabila KRS lebih dari 120 (KRS>120), maka DAS dikategorikan dalam kondisi buruk.
34
Karakteristik suatu DAS dan sub DAS dapat dilihat dari fluktuasi debit sungainya. Idealnya perbandingan antara debit minimum dan debit maksimum tidak terlalu besar, artinya dalam kondisi yang seperti ini air hujan yang jatuh ke permukaan sebagian besar tidak berubah menjadi air limpasan. Ketersediaan air pada suatu DAS pada prinsipnya mengikuti siklus hidrologi. Hujan yang jatuh di atas daerah penangkapan (catchment area) sebuah DAS, mula-mula diterima oleh vegetasi, kemudian sebagian dilepaskan melalui proses intersepsi (interception), dan sebagian lagi jatuh langsung ke bawah pohon, dan sebagian lainnya dialirkan melalui proses aliran batang (steamflow). Dari batang diteruskan ke dalam tanah melalui akar, yaitu yang kemudian dilepaskan ke poripori tanah melalui proses infiltrasi. Infiltrasi adalah proses aliran air hujan masuk ke dalam tanah. Air dalam tanah selanjutnya dengan daya gravitasi bergerak menuju tempat yang lebih rendah dengan proses perkolasi, menuju ground water storage, penampungan air di bawah tanah, dan dari tempat ini akan mengalir ke sungai secara teratur. Berdasarkan siklus hidrologi, untuk memperkirakan potensi air pada suatu DAS, kajian yang dilakukan meliputi hujan pada DAS, kemampuan tanah menampung air hujan dan debit limpasan yang mengalir ke sungai. Pada konsep dan mekanisme daur hidrologi, yang dimaksud air bawah tanah adalah semua bentuk aliran air hujan yang mengalir di bawah permukaan tanah sebagai akibat struktur pelapisan geologi, beda potensi kelembaban tanah dan gaya gravitasi bumi. Laju maksimal gerakan air masuk ke dalam tanah dinamakan kapasitas infiltrasi yang dinyatakan dalam satuan sama dengan satuan intensitas curah hujan, yaitu mililiter per jam (mm/jam). Ketika air hujan jatuh di atas permukaan tanah, tergantung pada kondisi biofisik tanah, sebagian atau seluruh air hujan tersebut mengalir masuk ke dalam tanah melalui pori-pori permukaan tanah. Proses mengalirnya air hujan ke dalam tanah disebabkan oleh gaya gravitasi dan gaya kapiler tanah. Laju air infiltrasi dibatasi oleh besarnya diameter pori-pori tanah. Di bawah pengaruh gaya gravitasi, air hujan mengalir vertikal ke dalam tanah melalui profit tanah. Pada sisi yang lain, gaya kapiler bersifat mengalirkan air tersebut tegak lurus ke atas, ke bawah, dan ke arah horizontal (lateral). Gaya kapiler tanah ini bekerja nyata pada tanah dengan pori-pori yang relatif kecil. Pada tanah dengan pori-pori besar, gaya ini dapat diabaikan pengaruhnya dan air mengalir ke tanah yang lebih dalam oleh pengaruh gaya gravitasi. Dalam
35
perjalanannya tersebut, air juga mengalami penyebaran ke arah lateral akibat tarikan gaya kapiler tanah, terutama ke arah tanah dengan pori-pori yang lebih sempit dan tanah lebih kering. Mekanisme infiltrasi, dengan demikian melibatkan tiga proses yang tidak saling mempengaruhi, yaitu: 1) Proses masuknya air hujan melalui pori-pori permukaan tanah. 2) Tertampungnya air hujan tersebut ke dalam tanah. 3) Proses mengalirnya air tersebut ke tempat lain (bawah, samping dan atas). Meskipun tidak saling mempengaruhi secara langsung, ketiga proses tersebut di atas saling terkait. Uraian di atas menunjukkan bahwa besarnya laju infiltrasi pada permukaan tanah tidak bervegetasi tidak akan pernah melebihi laju intensitas hujan. Untuk wilayah berhutan, besarnya laju infiltrasi tidak akan pernah melebihi laju intensitas curah hujan efektif. Curah hujan efektif adalah volume hujan total dikurangi air hujan yang mengalir ke dalam tanah (air infiltrasi). Aplikasi praktis peranan air infiltrasi adalah kaitannya dengan usaha konservasi air. Konservasi air biasanya diprioritaskan di daerah resapan (recharge area) yang umumnya terletak di daerah dengan karakteristik wilayah yang didominasi vegetasi (hutan dan bentuk komunitas vegetasi lainnya) dan dengan curah hujan besar. Daerah resapan biasanya memiliki nilai koefisien resapan yang besar. Koefisien resapan adalah banyaknya volume curah hujan yang mengalir sebagai air infiltrasi terhadap total curah hujan. Manusia berinteraksi dengan daur air melalui berbagai kegiatannya, antara lain dengan menggunakan air permukaan dan air tanah, melepaskan limbah atau pencemar dari berbagai sumber (perumahan, perkantoran, pertanian, industri) ke dalam perairan, bahkan mempengaruhi uap air di atmosfer, mengubah bentang alam sehingga mempengaruhi air larian dan kualitas air permukaan dan air tanah.
f. Daya Dukung Lingkungan Konsep daya dukung lingkungan sudah mulai banyak dibahas. Mengingat semakin besarnya penduduk dan pembangunan terhadap lingkungan. Pertambahan jumlah penduduk dengan aktifitasnya menyebabkan kebutuhan akan lahan tidak terbangun makin berkurang. Selain itu, pertambahan jumlah penduduk juga dibarengi dengan peningkatan konsumsi sumberdaya alam sejalan meningkatnya tingkat sosial ekonomi masyarakat.
36
Peningkatan jumlah penduduk dan perubahan pola konsumsi masyarakat akan mempengaruhi daya dukung lingkungannya. Pengertian daya dukung lingkungan (supportive capacity) dalam kontek ekologis adalah jumlah populasi atau komunitas yang dapat didukung oleh sumberdaya dan jasa yang tersedia dalam ekosistem tersebut (Rees, 1990). Faktor yang mempengaruhi keterbatasan ekosistem untuk mendukung perikehidupan adalah faktor jumlah sumberdaya yang tersedia, jumlah populasi dan pola konsumsinya. Konsep daya dukung lingkungan dalam konteks ekologis tersebut terkait erat dengan modal alam. Akan tetapi, dalam konteks pembangunan yang berlanjut (sustainable development), suatu komunitas tidak hanya memiliki modal alam, melainkan juga modal manusia, modal sosial dan modal lingkungan buatan. Oleh karena itu, dalam konteks berlanjutnya suatu kota, daya dukung lingkungan kota adalah jumlah populasi atau komunitas yang dapat didukung oleh sumberdaya dan jasa yang tersedia karena terdapat modal alam, manusia, sosial dan lingkungan buatan yang dimilikinya. Pengertian daya dukung lingkungan menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yaitu kemampuan lingkungan untuk mendukung perikehidupan manusia, makhluk hidup lain dan keseimbangan antar keduanya. Menurut Graymore (2005), daya dukung lingkungan adalah jumlah maksimum manusia yang dapat didukung oleh bumi dengan sumber daya alam yang tersedia. Jumlah maksimum tersebut adalah jumlah yang tidak menyebabkan kerusakan pada lingkungan dan kehidupan di bumi dapat berlangsung secara“sustainable”. Graymore juga menyatakan bahwa daya dukung lingkungan sangat ditentukan oleh pola konsumsi, jumlah limbah yang dihasilkan, dampak bagi lingkungan, kualitas hidup dan tingkat teknologi. Dalam perkembangan kemudian, konsep daya dukung lingkungan diaplikasikan sebagai suatu metode perhitungan untuk menetapkan jumlah organisme hidup yang dapat didukung oleh suatu ekosistem secara berlanjut, tanpa merusak keseimbangan di dalam ekosistem tersebut. Penurunan kualitas dan kerusakan pada ekosistem kemudian didefinisikan sebagai indikasi telah terlampauinya daya dukung lingkungan. Menurut Fletcher (1986) mengenai supportive capacity, suatu ekosistem adalah jumlah populasi yang dapat didukung oleh ketersediaan sumberdaya dan jasa pada ekosistem tersebut. Batas daya dukung ekosistem tergantung pada tiga faktor yaitu: 1) Jumlah sumberdaya alam yang tersedia dalam ekosistem tersebut
37
2) Jumlah/ukuran populasi atau komunitas 3) Jumlah sumberdaya alam yang dikonsumsi oleh setiap individu dalam komunitas tersebut. Pengertian modal alam tersebut adalah meliputi: 1) Sumberdaya alam yaitu semua yang diambil dari alam dan digunakan dengan atau tanpa melalui proses produksi yang meliputi air, tanaman, hewan dan material alam seperti bahan bakar fosil, logam dan mineral. Penggunaan sumberdaya alam ini akan menghasilkan produk akhir dan limbah. 2) Jasa ekosistem yaitu proses alami yang dibutuhkan bagi kehidupan seperti sumber daya perikanan, lahan untuk budidaya, kemampuan asimilasi air, udara dan lain sebagainya. 3) Estetika dan keindahan alam yang memiliki kontribusi dalam meningkatkan kualitas hidup dan potensi ekonomi untuk pengembangan pariwisata dan rekreasi. Modal alam tersebut memiliki kemampuan untuk menghasilkan sumberdaya yang dibutuhkan untuk menyerap limbah yang dihasilkan (bicapacity). Berdasarkan pengertian
tersebut,
maka
sumberdaya
alam
memiliki
kemampuan
untuk
mengasimilasi limbah. Kemampuan mengasimilasi disebut bioasimilasi yang didefinisikan sebagai kemampuan dari lingkungan alam untuk mengabsorbsi berbagai material termasuk antropogenik dalam konsentrasi tertentu tanpa mengalami degradasi (Cairns, 1999 diambil dari Cairns, 1997).
1) Daya Dukung Lingkungan dan Kota yang Berkelanjutan Konsep dasar dari pembangunan yang berlanjut ada dua konsep kebutuhan (concept of needs) dan konsep keterbatasan (concept of limitations). Konsep pemenuhan kebutuhan difokuskan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia, sementara konsep keterbatasan adalah ketersediaan dan kapasitas yang dimiliki lingkungan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Berlanjutnya pembangunan dapat terwujud apabila terjadi keseimbangan antara kebutuhan dan keterbatasan yang ada saat itu. Upaya keseimbangan itu dapat dilakukan dua arah yaitu dengan mengendalikan kebutuhan dengan mengubah perilaku
konsumsi
dan
sebaliknya
meningkatkan
kemampuan
untuk
meminimalkan keterbatasan melalui pengembangan teknologi, finansial, dan institusi.
38
Aktivitas yang dilakukan saat ini untuk memenuhi kebutuhan harus mempertimbangkan keberlanjutan jangka panjang. Daya dukung alam sangat menentukan bagi keberlangsungan hidup manusia, maka kemampuan daya dukung alam tersebut harus dijaga agar tidak rusak dan berakibat buruk pada kehidupan mahluk hidup di dalamnya. Secara umum kerusakan daya dukung alam dipengaruhi oleh dua faktor: a) Faktor internal Kerusakan karena faktor internal adalah kerusakan yang berasal dari alam itu sendiri. Kerusakan karena faktor internal pada daya dukung alam sulit untuk dicegah karena adalah proses alami yang terjadi pada alam yang sedang mencari keseimbangan dirinya, misalnya letusan gunung berapi, gempa bumi dan badai. b) Faktor eksternal Kerusakan karena faktor eksternal adalah kerusakan yang diakibatkan oleh ulah manusia dalam rangka meningkatkan kualitas dan kenyamanan hidupnya, misalnya kerusakan yang diakibatkan oleh kegiatan industri yang berupa pencemaran darat, air dan udara. Lingkungan tidak hanya lingkungan alamiah saja, namun juga lingkungan sosial dan lingkungan binaan. Lebih lanjut lagi daya dukung dapat diperluas menjadi daya dukung alamiah (lingkungan alam), daya dukung sosial (yang berupa ketersediaan sumberdaya manusia dan kemampuan finansial) jadi dengan adanya pengelolaan lingkungan yang baik dan input teknologi, maka daya dukung lingkungan dapat ditingkatkan kemampuannya, sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup mahluk yang ada di dalam lingkungan tersebut. Kota sustainable adalah kota yang perkembangan dan pembangunannya mampu memenuhi kebutuhan masyarakat masa kini, mampu berkompetisi dalam ekonomi global dengan mempertahankan keserasian lingkungan vitalitas sosial, budaya politik dan pertahanan keamanannya. Tanpa mengabaikan dan atau mengurangi kemampuan generasi mendatang dalam pemenuhan kebutuhan mereka (Budihardjo, 1999) untuk menciptakan kota yang berkelanjutan diperlukan lima prinsip dasar, yaitu Environment (Ecology), Economy (Employment), Equity Engagement, dan Energy.
39
Kemampuan berkembangnya komponen ekonomi komunitas didasarkan atas preservasi dan pengembangan dari stok kapital produktif. Stok capital produktif dari suatu kota adalah: a) Lingkungan atau sumber-sumberdaya alam b) Rakyat atau sumberdaya manusia c) Keuangan atau sumberdaya finansial d) Infrastruktur, fasilitas produktif atau sumberdaya buatan e) Institusi atau sumberdaya kelembagaan
2) Kajian Dampak Permasalahan Air Permasalahan menyangkut sumberdaya air di antaranya peningkatan jumlah penduduk yang ekivalen dengan peningkatan kebutuhan air, penurunan kualitas lingkungan perairan sebagai akibat penggunaan lahan yang tidak memperhatikan fungsi lindung suatu kawasan, penurunan kuantitas dan kualitas air tawar sebagai akibat dari kegiatan domestik maupun non domestik, penyebaran air yang tidak merata secara ruang dan waktu (apabila musim hujan terjadi banjir dan apabila musim kemarau terjadi kekeringan), penggunaan bersama sumber daya air oleh beberapa wilayah sehingga terjadi persaingan. Sumber pencemaran air di antaranya: limbah rumah tangga misalnya: sabun, tinja, sedimen anorganik misalnya: N dan P dari pupuk, logam berat, senyawa organik misalnya: pestisida, minyak, bahan radiokatif misalnya: limbah pertambangan; agen penyebab penyakit misalnya: bakteri, virus, pencemar biologis misalnya: spesies tumbuhan yang tumbuh di perairan sehingga menghalangi fotosintesis tumbuhan air, pencemar dari kegiatan industri misalnya: air limbah.
10. Sistem Distribusi dan Sistem Pengaliran Air Bersih a. Sistem Distribusi Air Bersih Sistem distribusi adalah sistem yang langsung berhubungan dengan konsumen, yang mempunyai fungsi pokok mendistribusikan air yang telah memenuhi syarat ke seluruh daerah pelayanan. Sistem ini meliputi unsur sistem perpipaan dan perlengkapannya, hidran kebakaran, tekanan tersedia, sistem pemompaan (bila diperlukan), dan reservoir distribusi (Enri Damanhuri, 1989).
40
Sistem distribusi air bersih terdiri atas perpipaan, katup-katup, dan pompa yang membawa air yang telah diolah dari instalasi pengolahan menuju pemukiman, perkantoran dan industri yang mengkonsumsi air. Juga termasuk dalam sistem ini adalah fasilitas penampung air yang telah diolah (reservoir distribusi), yang digunakan saat kebutuhan air lebih besar dari suplai instalasi, meter air untuk menentukan banyak air yang digunakan, dan keran kebakaran. Dua hal penting yang harus diperhatikan pada sistem distribusi adalah tersedianya jumlah air yang cukup dan tekanan yang memenuhi (kontinuitas pelayanan), serta menjaga keamanan kualitas air yang berasal dari instalasi pengolahan. Tugas pokok sistem distribusi air bersih adalah menghantarkan air bersih kepada para pelanggan yang akan dilayani, dengan tetap memperhatikan faktor kualitas, kuantitas dan tekanan air sesuai dengan perencanaan awal. Faktor yang didambakan oleh para pelanggan adalah ketersedian air setiap waktu. Suplai air melalui pipa induk mempunyai dua macam sistem; yaitu (Kamala, bab VII hal 97): 1) Continuous sistem Dalam sistem ini air bersih yang disuplai ke konsumen mengalir terus menerus selama 24 jam. Keuntungan sistem ini adalah konsumen setiap saat dapat memperoleh air bersih dari jaringan pipa distribusi di posisi pipa manapun. Sedang kerugiannya pemakaian air cenderung lebih boros dan bila terjadi sedikit kebocoran saja, air yang hilang akan sangat besar jumlahnya. 2) Intermitten sistem Dalam sistem ini air bersih disuplai 2-4 jam pada pagi hari dan 2-4 jam pada sore hari. Kerugiannya adalah pelanggan air tidak bisa setiap saat mendapatkan air dan perlu menyediakan tempat penyimpanan air dan bila terjadi kebocoran maka air untuk fire fighter (pemadam kebakaran) akan sulit didapat. Dimensi pipa yang digunakan akan lebih besar karena kebutuhan air untuk 24 jam hanya disuplai dalam beberapa jam saja. Sedang keuntungannya adalah pemborosan air dapat dihindari dan juga sistem ini cocok untuk daerah dengan sumber air yang terbatas.
b. Sistem Pengaliran Air Bersih Untuk mendistribusikan air bersih kepada konsumen dengan kuantitas, kualitas dan tekanan yang cukup memerlukan sistem perpipaan yang baik, reservoir, pompa dan peralatan yang lain. Metode dari pendistribusian air tergantung pada kondisi topografi
41
dari sumber air dan posisi para konsumen berada. Menurut Howard S Peavy et.al (1985, Bab 6 hal. 324-326) sistem pengaliran yang dipakai adalah sebagai berikut; 1) Cara Gravitasi Cara pengaliran gravitasi digunakan apabila elevasi sumber air mempunyai perbedaan cukup besar dengan elevasi daerah pelayanan, sehingga tekanan yang diperlukan dapat dipertahankan. Cara ini dianggap cukup ekonomis, karena hanya memanfaatkan beda ketinggian lokasi. 2) Cara Pemompaan Pada cara ini pompa digunakan untuk meningkatkan tekanan yang diperlukan untuk mendistribusikan air dari reservoir distribusi ke konsumen. Sistem ini digunakan jika elevasi antara sumber air atau instalasi pengolahan dan daerah pelayanan tidak dapat memberikan tekanan yang cukup. 3) Cara Gabungan Pada cara gabungan, reservoir digunakan untuk mempertahankan tekanan yang diperlukan selama periode pemakaian tinggi dan pada kondisi darurat, misalnya saat terjadi kebakaran, atau tidak adanya energi. Selama periode pemakaian rendah, sisa air dipompakan dan disimpan dalam reservoir distribusi. Karena reservoir distribusi digunakan sebagai cadangan air selama periode pemakaian tinggi atau pemakaian puncak, maka pompa dapat dioperasikan pada kapasitas debit rata-rata.
c. Kebutuhan Air 1) Kebutuhan Air Rata-rata Kebutuhan air bersih suatu daerah berinteraksi dengan kegiatan daerah tersebut, lazimnya semakin tinggi tingkat kegiatan semakin besar kebutuhan akan air. Variabel yang menentukan besaran kebutuhan akan air antara lain adalah sebagai berikut : a) Jumlah penduduk b) Jenis kegiatan c) Standart konsumsi air untuk individu dan kegiatan. d) Jumlah sambungan Besarnya kebutuhan air rata-rata adalah penjumlahan dari kebutuhan air domestik, kebutuhan air non domestik dan angka kehilangan air.
42
2) Kebutuhan Air Maksimum (Q max) Yaitu periode satu minggu, bulan atau tahun terdapat hari-hari tertentu dimana pemakaian airnya maksimum. Keadaan ini dicapai karena adanya pengaruh musim. Pada saat pemakaian demikian disebut pemakaian hari maksimum. Besarnya faktor hari maksimum berdasarkan pengamatan karakteristik daerah tersebut adalah sekitar 110 % dikalikan debit rata-rata. Kebutuhan air produksi direncanakan sama dengan kebutuhan maksimum.
3) Hari Kebutuhan Puncak (Q peak) Yaitu dalam periode satu hari, terdapat jam-jam tertentu dimana pemakaian airnya maksimum. Keadaan ini dicapai karena adanya pengaruh pola pemakaian air harian. Pada saat pemakaian demikian disebut pemakaian puncak. Besarnya faktor puncak adalah berdasarkan pengamatan karakteristik daerah tersebut adalah sekitar 140-170% dikalikan debit rata-rata. Kapasitas pipa induk dan retikulasi direncanakan sama dengan kebutuhan puncak. a) Kehilangan Air Dalam suatu sistem penyediaan air bersih biasanya tidak seluruhnya air yang diproduksi instalasi sampai kepada konsumen. Biasanya terdapat kebocoran/kehilangan air berasal dari instalasi itu sendiri, pada pipa transmisi, distribusi dan sekunder, pada alat meter air, kesalahan administrasi dan juga untuk pemadam kebakaran/penyiraman tanah. Kehilangan air pada sistem ini diusahakan sekecil mungkin, di antaranya dilakukan dengan mengoperasikan instalasi
yang benar, pemasangan
sambungan pipa transmisi dan distribusi dengan baik, penggunaan peralatan meter air yang baik dan ketelitian dalam laporan administrasi. Kehilangan air dari data pengamatan umumnya adalah antara 20% sampai 40%, hal ini sangat tergantung dari pola pengelolaannya. Kehilangan air dapat dibagi menjadi 3 kategori yaitu: i.
Kehilangan air rencana (unacounted for water /UFW) Kehilangan air rencana memang dialokasikan khusus untuk kelancaran operasi dan pemeliharaan fasilitas, faktor ketidaksempurnaan komponen fasilitas dan hal lain yang direncanakan beban biaya.
43
ii. Kehilangan air insidentil Penggunaan air yang sifatnya insidentil, misalnya penggunaan air yang tidak dialokasikan khusus, seperti pemadam kebakaran. iii. Kehilangan air secara administratif Kehilangan air secara administratif adalah dapat disebabkan oleh : (a) Kesalahan pencatatan meteran (b) Kehilangan air akibat sambungan liar (c) Kehilangan akibat kebocoran dan pencurian Dalam Rencana Induk SPAM Kabupaten Karanganyar Propinsi Jawa Tengah, kehilangan air pada awal tahun perencanaan ditetapkan berdasarkan data eksisting dari masing-masing wilayah pelayanan di PDAM Tirta Lawu Kabupaten Karanganyar. Kriteria dan standar kebutuhan air dalam penyusunan master plan air bersih/air minum dapat dilihat pada Tabel. 5. Tabel 5. Kriteria dan Standar Kebutuhan Air Dalam Perencanaan SPAM Kategori Kota No.
1
Uraian Kriteria
Cakupan Pelayanan (%)
Metro (>1 jt) jiwa
Besar (500 rb 1 jt) jiwa
Sedang (100 500) rb jiwa
Kecil (20 100)rb jiwa
Desa < 20 rb jiwa
90
90
90
90
70 Perpipaan 25
Perpipaan 60
Perpipaan 60
Perpipaan 60
Perpipaan 60
BJP 30
BJP 30
BJP 30
BJP 30
BJP 45
2
Konsumsi SR (lt/org/hr)
190
170
150
130
30
3
Konsumsi HU (lt/org/hr)
30
30
30
30
30
4
Jumlah Jiwa/SR
5
5
6
6
10
5
Jumlah Jiwa/HU
100
100
100
(100 - 200)
200
6
SR : HU
(50 : 50) s/d
(50 : 50) s/d
80 : 20
70 : 30
70 : 30
(80 : 20)
(80 : 20)
7
Konsumsi Non Domestik (%)
(20 : 30)
(20 : 30)
(20 : 30)
(20 : 30)
(20 : 30)
8
Kehilangan Air (%)
(20 : 30)
(20 : 30)
(20 : 30)
(20 : 30)
20
9
Faktor max day
1,1
1,1
1,1
1,1
1,1
10
Faktor peak hour
1,5
1,5
1,5
1,5
1,5
11
Tekanan air dalam pipa min & max (mka)
10 & 70
10 & 70
10 & 70
10 & 70
10 & 70
12
Jam operasi
24
24
24
24
24
13
Vol reservoir (%) (max day demand)
20
20
20
20
20
Tr (0,6 - 4,0)
Tr (0,6 - 4,0)
Tr (0,6 - 4,0)
Tr (0,6 - 4,0)
Tr (0,6 - 4,0)
Di (0,6 - 2,0)
Di (0,6 - 2,0)
Di (0,6 - 2,0)
Di (0,6 - 2,0)
Di (0,6 - 2,0)
14
Kecepatan pengaliran dalam pipa (m/det)
44
Kategori Kota No.
Uraian Kriteria
15
Koefisien HW
Metro (>1 jt) jiwa
Besar (500 rb 1 jt) jiwa
PVC (120 - 140)
PVC (120 - 140)
Steel 120, GIP 110
Steel 120, GIP 110
Sedang (100 500) rb jiwa
Kecil (20 100)rb jiwa
Desa < 20 rb jiwa
PVC (120 140) Steel 120, GIP 110
PVC (120 140) Steel 120, GIP 110
PVC (120 140) Steel 120, GIP 110
Sumber Data : SK-SNI Air Minum
b)
Air pada kegiatan rumah tangga dipakai untuk : i. Memasak ii. Minum iii. Kegiatan mandi iv. Cuci Sedangkan untuk kegiatan non rumah tangga air dipakai umumnya untuk cuci dan proses produksi. Pemakaian air persatuan pengguna bervariasi tergantung pada tingkat sosial-ekonomi-budaya, cuaca dan pasokan air dari pengelola air.
c)
Kebutuhan Domestik Perkiraan satuan kebutuhan air untuk keperluan domestik dapat di analisis dari pemakaian air yang tercatat di rekening air per bulannya yang diambil sampel secara proporsional di suatu daerah pelayanan. Angka ini kemudian dapat dijadikan patokan satuan kebutuhan air domestik. Satuan kebutuhan air untuk rumah tangga dijabarkan menjadi 2 golongan yaitu Sambungan Umum dan Sambungan Rumah Tangga. Untuk sambungan rumah tangga dapat dibagi lagi menurut sub golongannya. Pemakaian air untuk Sambungan Rumah (SR) adalah antara 20-30 m3/bulan atau apabila di rumah ada 6 orang maka pemakaian adalah antara 30-190 l/o/h. Sedangkan untuk pemakaian umum adalah antara 30-50 liter/orang/hari. Pada perencanaan rencana induk SPAM ini dipakai angka kebutuhan air sebesar 180 liter/orang/hari. Tingkat pemakaian air bersih domestik (rumah tangga) sesuai dengan kategori kota dapat dilihat pada Tabel. 6. berilut ini:
45
Tabel 6. Tingkat Pemakaian Air Bersih Domestik (Rumah Tangga) Sesuai Kategori Kota Jumlah Penduduk
Kategori Kota
1
Kota Metropolitan
> 1.000.000
Non Standar
190
2
Kota Besar
500.000 1.000.000
Non Standar
170
3
Kota Sedang
100.000 - 500.000
Non Standar
150
4
Kota Kecil
20.000 - 100.000
Standar BNA
130
5
Kota Kecamatan
< 20.000
Standar IKK
100
< 3.000
Standar DPP
30
6
Kota Pusat Pertumbuhan
Sistem
Tingkat Pemakaian Air
No.
Sumber Data : SK-SNI Air Minum
d)
Kebutuhan Non Domestik Kebutuhan air non domestik adalah kebutuhan air untuk memenuhi ssarana penunjang kota, seperti sarana sosial, perkantoran, industri dan niaga. Perkiraan satuan kebutuhan air tersebut tergantung dari jenis kegiatan non domestik tersebut. Hal ini dapat dilihat dari rekening pembayaran PDAM untuk non domestik. Satuan kebutuhan air non domestik untuk sosial, niaga/ruko dan kantor umumnya berkisar antara 25-50 m3 per bulan atau sekitar 0,75-1,60 m3/hari. Sedangkan untuk industri harus dilihat dari jenis industrinya dan pelabuhan dari jumlah dan jenis kapal yang berlabuh. Tingkat pemakaian air bersih non domestik dapat dilihat pada Tabel. 7 di bawah ini.
Tabel 7. Tingkat Pemakaian Air Bersih Non Domestik No
Non Rumah Tangga Tingkat Pemakaian Air (fasilitas)
1
Sekolah
10 liter/org/hari
2
Rumah Sakit
200 liter/unit/hari
3
Puskesmas
(0,5 - 1) m3/unit/hari
4
Peribadatan
(0,5 - 2) m3/unit/hari
46
No
Non Rumah Tangga Tingkat Pemakaian Air (fasilitas)
5
Kantor
(1 - 2) m3/unit/hari
6
Toko
(1 - 2) m3/unit/hari
7
Rumah Makan
1 m3/unit/hari
8
Hotel/losmen
(100 - 150) m3/unit/hari
9
Pasar
(6 - 12) m3/unit/hari
10
Industri
(0,5 - 2) m3/unit/hari
11
Pelabuhan/Terminal
(10 - 20) m3/unit/hari
12
SPBU
(0,50 - 20) m3/unit/hari
13
Pertamanan
25 m3/unit/hari
Sumber Data : SK-SNI Air Minum
d. Proyeksi Kebutuhan Air Proyeksi kebutuhan air PDAM Karanganyar dihitung berdasarkan proyeksi jumlah penduduk dan tingkat kebutuhan yang mengacu pada Tabel. 6. dan Tabel. 7. Dalam menentukan proyeksi kebutuhan air tersebut adalah: 1) Laju pertambahan penduduk 2) Jenis aktivitas penduduk 3) Iklim setempat 4) Cakupan daerah pelayanan dan rencana perluasannya 5) Kondisi instalasi penyediaan air bersih dan pemakaiannya sekarang Perkembangan jumlah pelanggan air bersih dengan berbagai kriteria pelanggan di atas dapat diprediksi dengan metode linearisasi kurva tidak linear.
e. Metode Perhitungan Kebutuhan Air Dalam praktik sering dijumpai bahwa pertumbuhan penduduk apabila diplot titiktitiknya dalam sistem koordinat mempunyai trend yang berupa kurva lengkung. Untuk itu perlu dilakukan transformasi koordinat sedemikian sehingga ploting data bisa dipresentasikan dalam kurva lengkung. 1) Transformasi log Persamaan kurva untuk menentukan proyeksi jumlah penduduk berbentuk:
47
𝑦 = 𝑎𝑏 𝑥
(1)
menentukan b dengan menghitung terlebih dahulu: 𝑞̅ = Dimana:
∑ log 𝑥𝑖
(2)
𝑛
xi = tahun ke n = jumlah data 𝑝̅ =
∑ log 𝑦𝑖
(3)
𝑛
Yi adalah jumlah penduduk tahun ke. Kemudian dapat dihitung: 𝑏=𝐵=
𝑛 ∑ 𝑞𝑖𝑝𝑖− ∑ 𝑞𝑖𝑝𝑖 2 𝑛 ∑ 𝑞𝑖 2 − (∑ 𝑞𝑖)
𝐴 = 𝑝̅ − 𝐵𝑞̅
(4) (5)
𝐴 = log 𝑎
(6)
2) Transformasi ln Bentuk persamaan: 𝑦 = 𝑎. 𝑒 𝑏𝑥
(7) 𝑞̅ =
∑ 𝑞𝑖
𝑝̅ =
∑ 𝑝𝑖
(8)
𝑛
(9)
𝑛
Koefisien A dan B dapat dihitung dengan persamaan (2.4) dan (2.5). A = ln a
(10)
B=b
(11)
Untuk memilih salah satu dari kedua hasil terbaik, dihitung nilai koefisien korelasi yang dihitung dengan menggunakan persamaan: 𝑟= Dimana:
√𝐷𝑡 2 − 𝐷2 𝐷𝑡 2
(12)
48
𝐷𝑡2 = ∑𝑛𝑖=1(𝑦𝑖 − 𝑦̅)2
(13) 𝐷2 = ∑𝑛𝑖=1(𝑦𝑖 − 𝑎0 − 𝑎1𝑥 )2 (14
f. Analisis Jaringan Pipa Distribusi Air Bersih Analisis sistem distribusi dapat dilakukan untuk merencanakan pengembangan jaringan distribusi maupun analisis jaringan eksisting. Sistem yang didesain dapat dioptimasi sedemikan rupa sehingga memenuhi standar teknis yang disyaratkan. Halhal yang perlu diperhatikan dalam analisis sistem jaringan pipa distribusi air bersih: 1) Peta distribusi beban, berupa peta tata guna lahan, kepadatan dan batas wilayah. Juga pertimbangan dari kebutuhan/beban (area pelayanan). 2) Daerah pelayanan sektoral dan besar beban. Juga titik sentral pelayanan (junction points). 3) Kerangka induk, baik pipa induk primer maupun pipa induk sekunder. 4) Untuk sistem induk, ditentukan distribusi alirannya berdasarkan debit puncak. 5) Pendimensian (dimensioneering), dengan besar debit diketahui dan kecepatan aliran yang diijinkan, dapat ditentukan diameter pipa yang diperlukan. 6) Kontrol tekanan dalam aliran distribusi, menggunakan prinsip kesetimbangan energi. Kontrol atau analisis tekanan ini dapat dilakukan dengan beberapa metode, disesuaikan dengan rangka distribusi. 7) Detail sistem pelayanan (sistem mikro dari distribusi) dan perlengkapan distribusi (gambar alat bantu). 8) Gambar seluruh sistem, berupa peta tata guna lahan, peta pembagian distribusi, peta kerangka, peta sistem induk lengkap, gambar detail sistem mikro. Pada saat ini, tingkat kerumitan real system telah melebihi kemampuan engineer untuk memodelkan setiap valve, bend, fitting dan setiap kemungkinan operasional yang akan terjadi dalam suatu jaringan distribusi air bersih. Pertanyaan dalam menganalisis suatu jaringan distribusi air bersih adalah bagaimana menggabungkan teknik numerik dan mewujudkannya dalam model komputer dengan deskripsi yang sederhana sehingga model tersebut dapat digunakan dengan tingkat keyakinan yang tinggi.
11. Indikator Keberlanjutan Sumberdaya Air Air adalah kebutuhan yang mendasar untuk mendukung kehidupan manusia, ekosistem dan pembangunan ekonomi, yaitu untuk kebutuhan domestik suatu
49
wilayah, untuk produksi bahan pangan, perikanan, industri, pembangkit tenaga listrik, navigasi dan sarana rekreasi. Isu global tentang kesehatan, kemiskinan, perubahan iklim, penggundulan hutan, kekeringan dan perubahan lahan sangat berhubungan dengan manajemen sumberdaya air. Berlanjutnya daya dukung air dalam waktu yang panjang perlu dipikirkan agar tidak terjadi bencana. Untuk mencapai berlanjutnya daya dukung air setidaknya memenuhi kriteria kuantitas, kualitas dan kontinuitas. Commission on Sustainable Development (2001), menetapkan indikator berlanjutnya daya dukung air di suatu wilayah sebagai berikut: a. Dari aspek kuantitas indikator untuk berlanjutnya daya dukung air adalah persentase pengambilan tahunan dari air tanah dan air permukaan. Persentase pengambilan air tanah dan air permukaan merefleksikan perbandingan kebutuhan air dan tersedianya air pada suatu wilayah. b. Dari aspek kualitas, indikator untuk berlanjutnya daya dukung air adalah BOD pada badan air dan konsentrasi bakteri E.Coli (Faecal Coliform) pada badan air. Nilai BOD dan bakteri E.Coli merefleksikan kondisi sanitasi suatu ekosistem dan kesehatan manusia di dalamnya. Prioritas manajemen sumberdaya air menurut Commission on Sustainable Development (2001) adalah: 1) Kemudahan akses suplai air dan sanitasi untuk daerah perkotaan maupun pedesaan. 2) Kecukupan air untuk berlanjutnya produksi pangan dan di daerah pedesaan. 3) Penerapan teknologi ramah lingkungan dan produksi bersih untuk industri. 4) Efisiensi penggunaan air berdasarkan nilai ekonomis. 5) Memperkuat peranan institusi untuk program managemen sumberdaya air. Menurut The United Nations World Water Development (2006), ketika penggunaan air melebihi kemampuan suplai lokal wilayah tersebut, sehingga masyarakat lokal tergantung pada infrastruktur dari luar untuk mendukung suplai lokal (misalnya melalui sistem perpipaan dan saluran-saluran air) atau masyarakat menggantungkan kebutuhannya pada air tanah, maka kondisi ini dikatakan tidak berlanjut (unsustainable).
12. Konsep dan Strategi Pembangunan Berkelanjutan Pembangunan berkelanjutan merupakan suatu paradigma baru yang masih perlu terus dicari tentang implementasi operasionalisasinya. Beberapa langkah yang
50
diuraikan berikut ini tidak hanya dapat dijadikan suatu rujukan bagi semua tingkat perencanaan tetapi lebih merupakan langkah generik yang bisa disesuaikan atau dimodifikasi sejalan dengan kebutuhan dan kondisi. Berikut ini adalah penjelasannya.
a. Pendekatan Perencanaan Pembangunan Berkelanjutan Jika mengadopsi definisi pembangunan berkelanjutan dari World Comission on Environment and Development (WCED) yang menyebutkan bahwa pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang diorientasikan untuk memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa mengorbankan kemampuan generasi yang akan datang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri maka ada empat prinsip dalam mencapai pembangunan yang harus dipenuhi yang meliputi: 1) Pemenuhan kebutuhan manusia (fulfillment of human needs) 2) Memelihara integritas ekologi (maintenance of ecological integrity) 3) Keadilan sosial (social equity) 4) Kesempatan menentukan nasib sendiri (self determination) Empat komponen yang diajukan tersebut di atas dapat dijelaskan sebagai berikut: 1) Pemenuhan kebutuhan dasar meliputi: a) Kebutuhan materi b) Kebutuhan non-materi 2) Pemeliharaan Lingkungan meliputi: a) Konservasi b) Mengurangi konsumsi 3) Keadilan Sosial mencakup: a) Keadilan masa depan b) Keadilan masa kini 4) Kesempatan menentukan nasib sendiri dapat berupa: a) Masyarakat mandiri b) Partisipatori demokrasi
b. Pemenuhan Kebutuhan Dasar Dalam kaitan dengan pemenuhan kebutuhan dasar, yang disebut kebutuhan materi termasuk di dalamnya sandang, pangan dan papan. Kebutuhan non-materi meliputi rasa aman, hak asasi manusia, memiliki kesempatan untuk berkumpul dan mengekspresikan pendapat. Pemenuhan kebutuhan materi sangat penting
51
karena kemiskinan dipandang baik sebagai penyebab maupun hasil dari penurunan kualitas lingkungan. Hal ini sejalan rumusan UNDP (1997:1) yang mendefinisikan human development as expanding the choices for all people insociety. This means that men and women particularly the poor and vulnarableareat the centre of the development process. Fokus perhatian terhadap kaum miskin kini menjadi hal yang esensial. Kerusakan lingkungan seperti menipisnya tanaman bakau, terumbu karang, erosi tanah, abrasi pantai dan sedimentasi, kerusakan lahan di beberapa daerah penambangan disebabkan oleh rendahnya kondisi sosial ekonomi masyarakat. Tanaman bakau ditebang untuk kayu bakar, terumbu karang dieksploitasi untuk pondasi bangunan, lahan konservasi dibuka untuk daerah pertanian. Rusaknya lingkungan juga menyebabkan timbulnya kemiskinan dan penurunan kualitas hidup, karena masyarakat tidak lagi memiliki sumberdaya alam yang bisa dijadikan aset untuk menopang kehidupan. Misalnya kondisi laut yang sudah over fishing, daerah bekas penambangan yang telah rusak seperti di Hampalit, Kalimantan Tengah, kawasan industri yang polluted, hutan yang telah rusak seperti di Kalimantan dan Riau dan sebagainya. Kebutuhan non-materi yang dicerminkan dalam suasana keterbukaan, bebas dari rasa tertekan, demokratis yang merupakan syarat penting bagi masyarakat untuk bisa mengambil bagian dalam pengambilan keputusan yang mempengaruhi kehidupan mereka. Keikutsertaan masyarakat akan mampu meningkatkan kualitas keputusan, karena sesungguhnya masyarakat adalah para pakar lokal dalam arti lebih memahami kondisi dan karakter lingkungan di sekitar tempat tinggal mereka. Adanya kesempatan menyampaikan pendapat akan menumbuhkan perasaan sebagai part of the process. Kebutuhan non-materi ini terkait erat dengan komponen keempat yakni partisipatori demokrasi.
c. Pemeliharaan Lingkungan Berkaitan dengan pemeliharaan lingkungan, prinsip yang pertama adalah konservasi; maksudnya adalah perlindungan lingkungan. Lingkungan, baik sebagai sumberdaya maupun ruang harus dilindungi, karena masing-masing memiliki keterbatasan daya dukung. Jika sumberdaya dieksploitasi melebihi daya dukung akan terjadi kerusakan. Setiap usaha/kegiatan harus diatur agar tidak menimbulkan dampak bagi lingkungan sebagai ruang. Prinsip ini sebenarnya
52
sangat terkait dengan prinsip sebelumnya, dimana kerusakan lingkungan akan rnenghambat pemenuhan kebutuhan manusia. Bahkan jika kerusakan telah sedemikian parah akan mengancam eksistensi manusia itu sendiri. Hal ini bisa kita lihat di daerah bekas penambangan, daerah industri yang berpolusi tinggi, sungai yang berpolusi yang tidak lagi bisa dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan manusia bahkan menimbulkan gangguan kenyamanan dan kesehatan. Tidak berlebihan kalau dikatakan bahwa penyebab pencemaran dan kerusakan lingkungan merupakan salah satu bentuk pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Prinsip mengurangi konsumsi bermakna ganda. Pertama, mengurangi konsumsi ditujukan pada negara maju sehubungan dengan pola konsumsi energi yang besar yang menyebabkan terjadinya polusi dan penurunan kualitas lingkungan. Negara-negara maju yang jumlah penduduknya hanya sepertiga penduduk dunia tetapi konsumsi energinya mencapai dua pertiga konsumsi energy dunia. Pada negara-negara berkembang, yang terjadi adalah sebaliknya. Jumlah penduduknya mencapai dua pertiga penduduk dunia tetapi konsumsi energinya hanya sepertiga. Dalam konteks ini para pakar lingkungan menjuluki negara maju sebagai high consumption countries, sedangkan negara berkembang sebagai less consumption countries. Kedua, perubahan pola konsumsi merupakan seruan yang ditujukan kepada siapa saja (sebagai individu) baik di negara maju maupun negara berkembang agar mengurangi beban bumi. Seperti diketahui, menurut temuan UNEP (1995) pencemaran udara di Jakarta yang menempati urutan ketiga setelah Kota Mexico dan Bangkok 70% disumbang oleh emisi bergerak (kendaraan bermotor). Pemecahan utamanya seharusnya merubah pola berkendaraan dari pribadi ke umum atau berkelompok (car pool). Sampah yang merupakan salah satu persoalan pelik di perkotaan hanya bisa dipecahkan jika ada perubahan pola konsumsi barang-barang yang non-plastic dan less waste. Wackernagel (1997) dalam penelitiannya yang dituangkan dalam laporan berjudul Ecological Footprints of Nations menemukan bahwa pada tahun 1996, konsumsi sumberdaya alam penduduk di 52 negara yang merupakan 80% penduduk dunia telah melebihi sepertiga kemampuan alam untuk memulihkannya. Pada tahun 1992 over consumption baru mencapai seperempat dari kemampuan alam untuk memulihkan. Persoalan lingkungan yang dipicu oleh pola
53
konsumsi dalam bentuk pencemaran dan kemacetan lalu lintas di perkotaan akan memicu keberingasan sosial, sikap yang tidak saling menenggang. d. Keadilan Sosial Berkaitan dengan keadilan, prinsip keadilan masa kini menunjukkan perlunya pemerataan dalam prinsip pembangunan. Tanpa pemerataan akan menimbulkan ketimpangan sebagaimana yang terjadi pada pembangunan di masa lampau, yang menikmati hasil pembangunan hanya sekelompok kecil masyarakat. Keadilan masa kini juga berdimensi luas termasuk di dalamnya pengalokasian sumberdaya alam antara daerah dan pusat. Keinginan memisahkan diri pada daerah-daerah yang kaya sumberdaya alam seperti Riau, Aceh, Papua menjadi indikasi adanya perasaan diperlakukan tidak adil atas pengalokasian sumberdaya alam. Sedangkan keadilan masa depan berarti perlunya solidaritas antar generasi. Hal ini ditunjukkan perlunya pengakuan akan adanya keterbatasan (limitations) atas sumberdaya alam yang harus diatur penggunaannya agar tidak mengorbankan kepentingan generasi yang akan datang. Komitmen untuk melindungi ekosistem itu sebenarnya harus tertuang dalam prinsip berbangsa dan bernegara yakni pada UUD 1945. Pasal 33 ayat 3 dari UUD 1945 menyebutkan bahwa bumi air dan kekayaaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pasal ini baru menyiratkan penggunaan sumberdaya alam untuk kesejahteraan masyarakat (pro jobs, pro people), tetapi tidak menyiratkan perlunya dipergunakan secara rasional agar tidak merusak tata lingkungan hidup (pro nature). Karena itu amandemen UUD 1945 harus memasukkan klausul perlunya perlindungan terhadap fungsi lingkungan.
e. Penentuan Nasib Sendiri Penentuan nasib sendiri meliputi prinsip terwujudnya masyarakat mandiri dan partisipatori demokrasi. Masyarakat mandiri (self reliant community) adalah masyarakat yang mampu mengambil keputusan sendiri atas hal-hal yang berkaitan dengan nasib dan masa depannya. Hal ini termasuk penentuan alokasi sumbersumberdaya alam. Sedangkan prinsip partisipatori demokrasi adalah adanya keterbukaan dan transparansi. Dengan memberikan kesempatan bagi masyarakat
54
untuk mengambil bagian dalam setiap proses pengambilan keputusan yang menyangkut nasib mereka maka masyarakat akan merasa menjadi bagian dari proses sehingga tumbuh rasa memiliki dan pada gilirannya bisa memperoleh manfaat atas perubahan yang terjadi di sekitar mereka. Seperti diketahui, ketidakpuasan pada pemerintah pusat yang diekspresikan dalam bentuk keinginan untuk memisahkan diri, protes dan demonstrasi dipicu oleh pola pengambilan keputusan yang otokratis, sentralis dan top down. Ruang untuk dialog yang mempertemukan keinginan masyarakat (daerah) dengan para pengambil keputusan hampir tidak ada, karena pintu-pintu demokrasi ditutup. Prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan di atas, akan bisa terwujud jika didukung oleh Pemerintahan yang baik (good governance). Governance dikategorikan baik jika sumber-sumberdaya dan masalah-masalah publik dikelola secara efektif, efisien yang merupakan respon terhadap kebutuhan masyarakat. Good governance sebagaimana dirumuskan oleh ICEL (1999) dalam Sudharto (2010) mempersyaratkan lima hal: 1) Lembaga perwakilan yang mampu menjalankan fungsi kontrol dan penyalur aspirasi masyarakat (effective representative system). 2) Pengadilan yang mandiri, bersih dan profesional (judicial independence). 3) Birokrasi yang responsif terhadap kebutuhan masyarakat dan memiliki integritas (reliable and responsive bureaucracy). 4) Masyarakat sipil yang kuat sehingga mampu melaksanakan fungsi kontrol (strong and participatory civil society). Masyarakat yang partisipatif yang dicerminkan dalam bentuk public pressure akan membantu penegakan hukum lingkungan. 5) Desentralisasi
dan
lembaga
perwakilan
yang
kuat
(democratic
decentralization). UNDP (1997:3) menekankan bahwa good governance is, among other things, participatory, transparent and accountable. Good governance ensures that political, social and economic priorities are based on broad consensus in society and the voices of the poorest and the most vulnarable are heard in decisionmaking over the allocation of development resources. Dari uraian tentang prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan di atas, nampak bahwa konsep ini menghendaki suatu transformasi dalam pola kehidupan
55
dan kelembagaan. Menurut Roseland (1990) dalam Sudharto (2010), konsep pembangunan berkelanjutan mengarahkan pada prinsip-prinsip berikut ini: 1) Pertumbuhan ekonomi, peningkatan derajat kesehatan dan pengenalan teknologi baru dapat dilakukan dengan wawasan lingkungan. 2) Peran Pemerintah dalam mewujudkan integrasi antara prinsip ekonomi dengan prinsip ekologi. 3) Asosiasi industri dan perdagangan dapat didorong untuk mewujudkan integrasi antara ekonomi dengan ekologi. 4) Bentuk pengaturan kelembagaan yang diperlukan untuk mengajak para pengambil keputusan mewujudkan pembangunan berkelanjutan.
f. Teori-Teori Perencanaan Terhadap Pembangunan Berkelanjutan Menurut Friedman (1987) dalam bukunya Planning in the Public Domain, tujuan utama dari teori perencanaan adalah bagaimana mengkaitkan pengetahuan teknis (technical knowledge) untuk diterjemahkan dalam public actions. Friedman menawarkan tiga konsep dalam mengkaitkan pengetahuan ilmiah pada pengetahuan teknis melalui (1) actions dalam domain public, (2) proses arah social, (3) proses transformasi sosial. Friedman merangkum teori-teori perencanaan selama dua abad dalam empat tradisi. Teori Reformasi Sosial dan Mobilisasi Sosial yang bisa dilacak kembali pada pertengahan abad ke sembilan belas (19). Teori Analisis Kebijakan (Policy Analysis) dan Pembelajaran Sosial (Social Learning) berasal dari periode antara masa depresi dan perang dunia kedua. Air merupakan komponen pokok dalam memenuhi kebutuhan makhluk hidup di bumi ini, khususnya bagi manusia. Namun ketersediaan air, terutama air tawar dan atau air bersih, semakin lama semakin sulit karena perkembangan jumlah penduduk dunia yang pesat serta adanya perusakan alam yang menyebabkan berkurangnya atau tercemarnya keberadaan air tawar dan air bersih. Perusakan kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS) dan pencemaran terhadap tubuh air dianggap sebagai penyebab utama terjadinya krisis air. Untuk itu upaya konservasi air perlu segera ditingkatkan dalam rangka menanggulangi krisis air dan menjaga kelestariannya. Upaya konservasi air dapat dilakukan dengan perbaikan di daerah tangkapan air (catchment area) berupa penghutanan kembali (reboisasi), pembuatan bangunan penghambat aliran permukaan dan penegakan
56
aturan penggunaan air dibatasi hanya untuk keperluan rumah tangga, serta menekan perkembangan pemukiman di kawasan tersebut. Pembatasan eksploitasi air juga perlu dilakukan pada daerah aliran air yang terletak antara daerah tangkapan air dan wilayah perkotaan (daerah eksploitasi air). Sedangkan upaya konservasi air di wilayah perkotaan dapat dilakukan antara lain dengan penegakan aturan dan pengawasan pengolahan semua limbah di bawah ambang batas yang berbahaya, pembuatan sumur-sumur resapan yang disesuaikan dengan luas bangunan, penghijauan, dan pembatasan aturan eksploitasi air yang melebihi besarnya air masukan ke wilayah tersebut. Tujuan utama konservasi air adalah meningkatkan volume air tanah, meningkatkan efisiensi pemakaian air dan memperbaiki kualitas air sesuai peruntukannya. Pengelolaan air permukaan dilakukan dengan cara pengendalian aliran permukaan, pemanenan air hujan dan peningkatan kapasitas infiltrasi tanah. Pengelolaan air tanah dapat dilakukan dengan cara pengisian air tanah secara buatan dan pengendalian pengambilan air tanah. Upaya konservasi air, baik air permukaan maupun air tanah, dapat dilakukan antara lain dengan cara pembangunan waduk, relokasi tempat-tempat industri, mengelola air secara efisien, menjaga kelestarian sawah sebagai preservasi air, pembuatan zone konservasi air dan reboisasi dengan pendekatan partisipatif. Pada prinsipnya konservasi air merupakan tindakan yang diperlukan untuk melestarikan
sumberdaya
air.
Namun
dalam
konteks
pemanfaatannya,
penggunaan air hujan yang jatuh ke permukaan tanah secara efisien merupakan tindakan konservasi. Strategi konservasi air diarahkan untuk mengupayakan peningkatan cadangan air pada zona perakaran tanaman melalui pengendalian aliran permukaan (run off) yang biasanya merusak dengan cara pemanenan aliran permukaan, peningkatan infiltrasi dan mengurangi evaporasi. Aliran permukaan merupakan komponen penting dalam hubungannya dengan konservasi air. Oleh karena itu tindakan-tindakan yang berhubungan dengan pengendalian aliran permukaan dapat diformulasikan dengan strategi konservasi air. Aspek yang perlu diperhatikan adalah sebanyak mungkin air hujan meresap ke dalam tanah untuk ditahan sebanyak-banyaknya di daerah-daerah cekungan atau lembah, sehingga dapat digunakan sebagai sumber air untuk pengairan di musim kemarau maupun pada periode pendek saat dibutuhkan oleh tanaman pada musim
57
hujan. Konservasi air juga dapat dilakukan dengan mengurangi penguapan air melalui evaporasi dengan meningkatkan penutupan permukaan tanah. Sekarang ini permasalahan yang dihadapi oleh pemerintah maupun masyarakat dalam kaitannya dengan pemanfaatan sumberdaya air meliputi: 1) Adanya kekeringan di musim kemarau dan kebanjiran di musim hujan 2) Persaingan dan perebutan air antara daerah hulu dan hilir atau konflik antara berbagai sektor 3) Penggunaan air yang berlebihan dan kurang efisien 4) Penyempitan dan pendangkalan sungai, danau karena desakan lahan untuk pemukiman dan industri 5) Pencemaran air permukaan dan air tanah 6) Erosi sebagai akibat penggundulan hutan. Permasalahan air yang semakin kompleks ini menuntut pemerintah untuk dapat mengelola sumberdaya air sehingga dapat menunjang kehidupan masyarakat dengan baik, berdasarkan UU No 7/2004 tentang Sumberdaya Air. Pengelolaan sumberdaya air adalah upaya merencanakan, melaksanakan, memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan konservasi sumberdaya air, pendayagunaan sumberdaya air dan pengendalian daya rusak air. Berikut ini adalah berbagai alternatif dalam usaha konservasi sumberdaya air.
13. Konservasi Sumberdaya Air Untuk konservasi air di daerah seperti sungai, danau, waduk tentunya tak lepas dari pengelolaan yang dilakukan demi diperolehnya tatanan air yang setimbang. Tujuan konservasi itu meliputi: a. Pencegahan Banjir dan Kekeringan Banjir terjadi karena sungai dan saluran-saluran drainase lain tidak mampu menampung air hujan yang turun ke bumi. Penuhnya air permukaan pada sungai dan danau serta saluran drainase lain disebabkan karena air hujan itu tidak merembes ke bumi, melainkan mengalir menjadi air permukaan. Penyebab terjadinya banjir antara lain curah hujan yang tinggi, penutupan hutan dan lahan yang tidak memadai, serta perlakuan atas tanah yang salah. Agar banjir dan kekeringan dapat diantisipasi, maka perlu dibuat peta rawan banjir dan kekeringan pada tiap daerah, menyusun rencana penanggulangan banjir
58
dan kekeringan dan menyiapkan sarana dan prasarana untuk menanggulanginya. Adapun kegiatan yang dapat dilakukan untuk mencegah banjir adalah: 1) Mematuhi ketentuan tentang Koefisien Dasar Bangunan (KDB) sehingga kemampuan peresapan air ke dalam tanah meningkat; 2) Menjaga sekurang-kurangnya 70% kawasan pegunungan tertutup dengan vegetasi tetap; 3) Melakukan penanaman, pemeliharaan dan kegiatan konservasi tanah lainnya pada kawasan lahan yang gundul dan tanah kritis lainnya terutama pada kawasan hulu suatu DAS; 4) Menyelenggarakan pembuatan teras pada kawasan budidaya di daerah berlereng; 5) Membangun sumur dan kolam resapan; 6) Membangun dam penampung dan pengendali air pada tempat-tempat yang dimungkinkan; 7) Pengaturan tata guna lahan yang harus lebih berorientasi kepada lingkungan 8) Meningkatkan ruang terbuka hijau; 9) Alokasi lahan harus lebih berorientasi ke fungsi sosial, lingkungan dan keberpihakan kepada rakyat kecil, sehingga perlu dilakukan pendataan tanah dan land form. Pada kawasan resapan air tidak diperkenankan mendirikan bangunan di kawasan ini karena akan menghalangi meresapnya air hujan secara besarbesaran. Pembangunan jalan raya juga dihindari agar tidak menyebabkan pemadatan tanah dan terganggunya fungsi akuifer, vegetasi yang ada dijaga dan tidak dilakukan penebangan komersial.
b. Pencegahan Erosi dan Sedimentasi Erosi dan sedimentasi adalah peristiwa terkikisnya lapisan permukaan bumi oleh angin atau air. Faktor penentu sedimentasi ini adalah iklim, topografi dan sifat tanah serta kondisi vegetasi. Faktor penyebab erosi yang terbesar adalah pengikisan oleh air. Oleh karena itu upaya pencegahan yang dilakukan berkaitan dengan upaya pencegahan banjir. Erosi juga dapat terjadi pada tepi sungai karena tebing sungai tidak bisa memegang tanah yang terkena arus air. 1) Kegiatan untuk mencegah erosi dan sedimentasi yang dapat dilakukan adalah tidak melakukan penggarapan tanah pada lereng terjal. Bila kelerengan lebih
59
dari 40% maka tidak diperkenankan sama sekali untuk bercocok tanam tanaman semusim. Sedangkan bercocok tanam pada kawasan yang berlereng antara 15-25% dilakukan dengan membuat teraster lebih dahulu; 2) Untuk mencegah terjadinya sedimentasi pada sungai, maka pada berbagai lokasi di kawasan berlereng dibuat bangunan jebakan lumpur, berupa paritparit buntu sejajar kontur dengan berbagai variasi panjang, lebar dan dalamnya parit. Secara periodik parit ini dibersihkan agar dapat berfungsi sebagai penjebak lumpur, terutama pada musim penghujan; 3) Mencegah pemanfaatan lahan secara intensif pada lahan yang berada di atas ketinggian lebih dari 1000 m di atas permukaan laut; 4) Mencegah pemanfaatan lahan yang memiliki nilai erosi lebih tinggi dari erosi yang diperbolehkan.
c. Pencegahan Kerusakan Bantaran Sungai Kerusakan bantaran sungai dapat diakibatkan oleh pengikisan aliran air dan aktivitas manusia yaitu dengan pembuangan sampah, material dan pengurukan untuk melindungi tempat tinggal. Pencegahan timbulnya kerusakan bantaran sungai dapat dilakukan melindungi bantaran sungai secara teknis dengan pembetonan dan secara vegetasi yaitu penanaman pada bantaran sungai dengan pohon supaya tahan terhadap proses pengikisan; melarang dan menindak kepada orang atau pihak yang menggunakan bantaran sungai untuk bangunan tempat tinggal; melarang kegiatan pembuangan sampah dan material sehingga menyebabkan kerusakan bantaran sungai.
d. Konservasi Sumberdaya Air Bawah Tanah Sedikit berbeda, untuk konservasi secara sederhana yang dapat diterapkan di rumah-rumah penduduk, ada konservasi untuk air bawah tanah yaitu sumur resapan air hujan (SRAH), adalah lubang galian berupa sumur untuk menampung dan meresapkan air hujan. Sesuai dengan namanya air yang boleh masuk ke dalam sumur resapan adalah air hujan yang disalurkan dari atap bangunan atau air hujan yang mengalir di atas permukaan tanah pada waktu hujan. Air dari kamar mandi, WC dan dapur tidak dimasukkan ke dalam SRAH karena air tersebut merupakan limbah. Air dari WC harus dimasukkan ke dalam septic tank kedap air agar bakterinya tidak mencemari air tanah.
60
Manfaat sumur resapan air hujan terhadap lingkungan adalah untuk mengurangi angka imbangan air yaitu sebagai pemasok air tanah untuk memenuhi kebutuhan air bersih guna menopang kehidupan, mengatasi interusi air laut, memperbaiki mutu air tanah, mengatasi kekeringan di musim kemarau, menanggulangi banjir di musim hujan, mengendalikan air larian (run off) yang mengakibatkan pengikisan humus tanah. Dengan terkendalinya erosi tanah, secara tidak langsung mengurangi sedimentasi yang menyebabkan pendangkalan sungai.
B. Kerangka Pemikiran Dari hasil analisis teknis dengan menggunakan software Epanet, akan diketahui permasalahan yang terjadi pada kondisi eksisting dan juga mengambil langkah dalam upaya penyelesaian masalah tersebut. Simulasi dilakukan dengan menggunakan software Epanet dengan asumsi: 1. Kualitas air dianggap baik 2. Kondisi pipa dianggap baik 3. Kekasaran pipa yang digunakan adalah kekasaran pipa yang tersedia pada software Epanet 4. Fluktuasi kebutuhan untuk konsumsi menggunakan pola konsumsi Gupta 5. Kebutuhan pada node adalah kebutuhan untuk mengalirkan kapasitas produksi pada sumber mata air. Pemecahan masalah ini meliputi aspek-aspek yang dapat menjadi alternatif yang didasarkan pada hasil analisis program, sehingga akan dijadikan solusi yang terbaik. Baik buruknya suatu sistem penyediaan air bersih suatu kota/kawasan, sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain adalah air baku, yang meliputi kualitas dan kuantitas, faktor kinerja sistem distribusi yang meliputi kuantitas, tekanan dan kontinuitas aliran, serta faktor kinerja sistem penyediaan air bersih. Dalam sistem penyediaan air bersih yang baik, diperlukan suatu pasokan air yang baik dan dalam jumlah yang cukup, sehingga masyarakat sebagai pengguna jasa akan mendapatkan pasokan air secara kontinu, serta dengan kualitas yang baik sesuai dengan tingkat pemakaian air standar. Berdasarkan kerangka pikir, selanjutnya dirumuskan tahapan kegiatan sebagai berikut :
61
Gambar 10. Kerangka Pemikiran