BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Teknologi Telekomunikasi Bergerak 3G Teknologi komunikasi selular sebenarnya sudah berkembang dan banyak digunakan pada awal tahun 1980-an, diantaranya sistem C-NET yang dikembangkan di Jerman dan Portugal oleh Siemens, sistem RC-2000 yang dikembangkan di Prancis, sistem NMT yang dikembangkan di Belanda dan Skandinavia oleh Ericsson, serta sistem TACS yang beroperasi di Inggris. Namun teknologinya yang masih analog membuat sistem yang digunakan bersifat regional sehingga sistem antara negara satu dengan yang lain tidak saling kompatibel dan menyebabkan mobilitas pengguna terbatas pada suatu area sistem teknologi tertentu saja (tidak bisa melakukan roaming antar negara). Teknologi analog yang berkembang, semakin tidak sesuai dengan perkembangan masyarakat Eropa yang semakin dinamis, maka untuk mengatasi keterbatasannya, negara-negara Eropa membentuk sebuah organisasi pada tahun 1982 yang bertujuan untuk menentukan standar-standar komunikasi selular yang dapat digunakan di semua negara Eropa. Organisasi ini dinamakan Group Special Mobile (GSM). Organisasi ini memelopori munculnya teknologi digital selular yang kemudian dikenal dengan nama Global System for Mobile Communication atau GSM. GSM merupakan suatu standarisasi untuk komunikasi bergerak yang dikenal dengan Telekomunikasi Bergerak Generasi 2 (2G). GSM muncul pada pertengahan 1991 dan akhirnya dijadikan standar telekomunikasi selular untuk 6
7
seluruh Eropa oleh ETSI (European Telecomunication Standard Institute). Pengoperasian GSM secara komersil baru dapat dimulai pada awal kuartal terakhir 1992 karena GSM merupakan teknologi yang kompleks dan butuh pengkajian yang mendalam untuk bisa dijadikan standar. Pada September 1992, standar type approval untuk handphone disepakati dengan mempertimbangkan dan memasukkan puluhan item pengujian dalam memproduksi GSM. Pada awal pengoperasiannya,
GSM
telah
mengantisipasi
perkembangan
jumlah
penggunanya yang sangat pesat dan arah pelayanan per area yang tinggi, sehingga arah perkembangan teknologi GSM adalah DCS (Digital Cellular System) pada alokasi frekuensi 1800 Mhz. Dengan frekuensi tersebut, akan dicapai kapasitas pelanggan yang semakin besar per satuan sel. Selain itu, dengan luas sel yang semakin kecil akan dapat menurunkan kekuatan daya pancar handphone, sehingga bahaya radiasi yang timbul terhadap organ kepala akan dapat di kurangi. Pemakaian GSM kemudian meluas ke Asia dan Amerika, termasuk Indonesia. Indonesia awalnya menggunakan sistem telepon selular analog yang bernama AMPS (Advances Mobile Phone System) dan NMT (Nordic Mobile Telephone). AMPS ini merupakan sebuah standarisasi untuk komunikasi bergerak yang pertama yang sering dikenal dengan standarisasi 1G. Namun seiring dengan hadirnya 2G / Standarisasi GSM dan dijadikannnya standar sistem komunikasi selular membuat sistem analog perlahan menghilang, tidak hanya di Indonesia, tapi juga di Eropa. Pengguna GSM pun semakin lama semakin bertambah. Pada akhir tahun 2005, pelanggan GSM di dunia telah mencapai 1,5 triliun pelanggan. Akhirnya GSM tumbuh dan berkembang sebagai sistem telekomunikasi seluler yang paling banyak digunakan di seluruh dunia.
8
Dengan adanya Booming jejaring social dan teknologi internet menyebabkan jaringan bergerak 2G tidak lagi hanya digunakan untuk komunikasi voice namun juga data. Seiring dengan waktu yang berjalan standarisasi 2G tidak lagi dirasakan cukup untuk menangani laju lalu lintas data yang bergerak dan semakin membesar volumenya. Meskipun standarisasi 2G tersebut telah di optimalkan dengan penggunaan teknologi Edge atau yang dikenal dengan standarisasi telekomunikasi bergerak 2,5G tetap saja dirasakan tidak cukup. Maka pada akhir tahun 2005 munculah standarisasi baru untuk telekomunikasi bergerak 3G. 3G adalah standarisasi baru yang diharapkan mampu untuk menangani volume lalu lintas data yang besar. Standarisasi ini merupakan pengembangan dari teknologi yang digunakan pada jaringan 2G. pada 2G teknologinya menggunakan sistem TDMA, namun pada 3G teknologi yang digunakan menggunakan sistem CDMA dan dikembangkan lagi menjadi W-CDMA. Pada awal standarisasi ini (Sering disebut Release 99) kecepatan transfer data secara teoritis mencapai 384 Kbps. Standarisasi 3G (Release 8) telah memiliki kecepatan transfer data yang secara teoritis mencapai 45Mbits dengan dikenalkannya teknologi HSPA+.
2.2 Arsitektur 3G Di Eropa, pada awalnya GSM didesain untuk beroperasi pada frekuensi 900 Mhz. Pada frekuensi ini, untuk jalur uplink menggunakan frekuensi 890–915 MHz , sedangkan untuk jalur downlink menggunakan frekuensi 935–960 MHz. Bandwidth yang digunakan adalah sebesar 25 Mhz (915–890 = 960–935 = 25
9
Mhz), dan lebar kanal sebesar 200 Khz. Dari keduanya, maka didapatkan 125 kanal, dimana 124 kanal digunakan untuk suara dan satu kanal untuk signalling. Pada perkembangannya, jumlah kanal 124 semakin tidak mencukupi dalam pemenuhan kebutuhan yang disebabkan pesatnya pertambahan jumlah pengguna. Untuk memenuhi kebutuhan kanal yang lebih banyak, maka regulator GSM di Eropa mencoba menggunakan tambahan frekuensi untuk GSM pada band frekuensi di range 1800 Mhz dengan frekuensi 1710-1785 Mhz sebagai jalur uplink dan frekuensi 1805-1880 Mhz sebagai jalur downlink. GSM dengan frekuensinya yang baru ini kemudian dikenal dengan sebutan GSM 1800, yang menyediakan bandwidth sebesar 75 Mhz (1880-1805 = 1785–1710 = 75 Mhz). Dengan lebar kanal yang tetap sama yaitu 200 Khz untuk GSM pada frekuensi 900 Mhz, maka pada GSM 1800 ini akan tersedia sebanyak 375 kanal. Di Eropa, standar-standar GSM kemudian juga digunakan untuk komunikasi railway, yang kemudian dikenal dengan nama GSM-R. Pada 3G frekuensi yang dialokasikan adalah 1885–2025 MHz dari MS ke Node-B (Uplink) dan 2110–2200 MHz (Downlink) dengan lebar bandwidth 5 MHz perkanal. Bandwidth yang sangat lebar ini menyebakan timbulnya banyak kritik sehingga menyebabkan tertundanya implementasi ini di beberapa Negara. Secara umum, network element dalam arsitektur jaringan GSM dapat dibagi menjadi:
2.2.1 •
User Equipment (UE) Mobile Station (MS) merupakan perangkat yang digunakan oleh pelanggan untuk melakukan pembicaraan.
10
•
Mobile Equipment (ME) atau handset, merupakan perangkat 3G yang berada di sisi pengguna atau pelanggan yang berfungsi sebagai terminal transceiver (pengirim dan penerima sinyal) untuk berkomunikasi dengan perangkat 3G lainnya.
•
Universal Subscriber Identity Module (USIM) atau SIM Card, merupakan kartu yang berisi seluruh informasi pelanggan dan beberapa informasi pelayanan. ME tidak akan dapat digunakan tanpa SIM didalamnya, kecuali untuk panggilan darurat. Data yang disimpan dalam SIM secara umum, adalah: o International Mobile Subscriber Identity (IMMSI), merupakan penomoran pelanggan. o Mobile Subscriber ISDN (MSISDN), nomor yang merupakan nomor panggil pelanggan.
2.2.2 •
Universal Terrestrial Radio Access Network (UTRAN) Node-B, perangkat BTS yang berhubungan langsung dengan MS dan berfungsi sebagai pengirim dan penerima sinyal radio.
•
RNC, Radio Network Controller, perangkat yang mengontrol kerja BTSBTS Node-B yang berada di bawahnya dan sebagai penghubung BTS dan MSC. RNC menangani protocol-protocol penting seperti RRC (Radio Resource Control), RLC (Radio Link Control), MAC (Media Access Control) protocols, dan beberapa protokol tambahan seperti Radio Bearer, Chippering dan Integrity.
11
2.2.3 •
Core Network (CN) Mobile Switching Center atau MSC, merupakan sebuah network element central dalam sebuah jaringan GSM. MSC sebagai inti dari jaringan seluler, dimana MSC berperan untuk interkoneksi hubungan pembicaraan, baik antar selular maupun dengan jaringan kabel PSTN, ataupun dengan jaringan data. Pada 3G MSC hanya berfungsi untuk mengatur cara kerja dari MGW sehingga tidak lagi mengatur langsung dalam Interkoneksi hubungan pembicaraan.pada 3G MSC ini disebut dengan nama MSCServer.
•
Serving GPRS Support Node atau SGSN pada GSM berfungsi untuk melakukan pengaturan transfer data dengan mode PS (Packet Switched). Namun pada 3G SGSN hanya berfungsi untuk melakukan pengaturan fungsi kerja MGW sehingga tidak lagi mengatur langsung dalam Interkoneksi packed Switched .pada 3G SGSN ini disebut dengan nama GSN-Server.
•
Media Gateway atau MGW berfungsi untuk melakukan pengaturan transfer data, baik pada mode CS (Circuit Switched) maupun pada mode PS (Packet Switched).
•
Home Location Register atau HLR, yang berfungsi sebagai sebuah database untuk menyimpan semua data dan informasi mengenai pelanggan agar tersimpan secara permanen.
•
Visitor Location Register atau VLR, yang berfungsi untuk menyimpan data dan informasi pelanggan sementara.
12
•
Authentication Center atau AuC, yang diperlukan untuk menyimpan semua data yang dibutuhkan untuk memeriksa keabsahaan pelanggan. Sehingga pembicaraan pelanggan yang tidak sah dapat dihindarkan.
•
Equipment Identity Registration atau EIR, yang memuat data-data pelanggan.
2.2.4
Operation and Support System (OSS)
Operation and Support System atau OSS, merupakan sub sistem jaringan GSM yang berfungsi sebagai pusat pengendalian, diantaranya : •
Fault management merupakan sebuah fungsi untuk melakukan monitoring alarm dan untuk mensupport bila ada clearance alarm pada suatu site
•
Configuration management merupakan sebuah fungsi untuk melakukan penambahan dan pengurangan perangkat keras pada jaringan 3G.
•
Performance management merupakan sebuah fungsi untuk melakukan optimisasi baik perangkat keras maupun perangkat lunak pada jaringan GSM tersebut. Biasanya optim ini erat berkaitan dengan optimisasi traffic. Pada nokia sistem ini disebut dengan nama ND (Network Doctor)
•
Inventory management merupakan sebuah fungsi untuk melakukan pendataan mengenai besaran traffic yang ditangani oleh network tersebut.
13
Gambar 2.1 Struktur dari Jaringan Celluler 3G
Secara bersama-sama, keseluruhan network element di atas akan membentuk sebuah PLMN (Public Land Mobile Network).
2.3 Perencanaan Jaringan Cellular 3G Berdasarkan Cakupan wilayah (Coverage Network Planning) Perencanaan jaringan atau yang sering disebut dengan network planning merupakan suatu langkah-langkah yang digunakan untuk menghasilkan suatu layanan jaringan komunikasi bergerak yang optimal namun tetap memenuhi kapasitas dan cakupan layanan dengan penggunaan biaya yang efisien sesuai dengan yang diinginkan oleh penyedia layanan telekomunikasi. Perencanaan jaringan komunikasi bergerak 3G mutlak diperlukan, hal tersebut disebabkan selain diperlukan untuk memenuhi akan kebutuhan permintaan layanan komunikasi bergerak 3G pada masa sekarang, juga diharapkan dapat memberikan
14
kemudahan akan pengembangan jaringan tersebut dimasa mendatang. Ada 4 buah perencanaan jaringan yang digunakan yaitu berdasarkan coverage, Capacity, Quality of Service (QOS), dan Cost operator. Dari 4 buah hal tersebut dalam tugas akhir ini hanya akan dibahas 3 buah Perencanaan saja yaitu QOS, Coverage, dan capacity. sedangkan untuk capacity, cost, dan QOS tidak akan dibahas pada tugas akhir ini.
2.3.1 Coverage Planning – Okumura Hatta Extended model Coverage planning pada jaringan 3G dihitung berdasarkan pendekatanpendekatan standarisasi yang telah ada sebelumnya. Pendekatan-pendekatan tersebut kemudian dijadikan sebuah table link budget. Link budget tersebut kemudian dihitung dengan permodelan Okumura-Hatta Urban area / COST 231 sehingga menghasilkan coverage maksimum yang diinginkan sesuai dengan link budget. Karena daya pemancar mobile phone adalah yang paling kecil bila dibandingkan dengan daya pemancar BTS, maka link budget yang digunakan adalah link budget untuk uplink (Mobile Phone Transmit – BTS Receive) dan bukan link budget untuk downlink (Mobile Phone Receive – BTS Transmit). Berikut adalah link budget yang digunakan untuk menghitung nilai maksimum daya yang dikeluarkan oleh antenna Handphone :
Tabel 2.1 Uplink Mobile Phone Link Budget Abjad A
Variabel – Variabel Daya Pemancar Mobile Phone
Satuan 21 dBm
15
(Maksimum daya transmit yang dipancarkan oleh handphone) B
Antenna Gain Mobile Phone (Perbandingan
densitas
energi
0 dBi antara
antenna
isotropic dengan antenna microstrip handphone) C
Loss body Mobile Phone
3dB
(Kerugian daya pancar yang diakibatkan oleh material bahan pada handphone pada saat sinyal dipancarkan menuju BTS) D
Equivalent Isotropic Radiated Power
18 dBm
(EIRP adalah daya sinyal yang diradiasikan oleh antenna di udara bebas) D=A+B–C
Kemudian selanjutnya adalah link budget pada penerimaan BTS WCDMA 3G yang merupakan parameter system dari BTS itu sendiri, link budget ini menghasilkan pathloss maksimum antara mobile phone dengan base station :
Tabel 2.2 Node-B Parameter system Link Budget Abjad E
Variabel – Variabel Thermal Noise Density (Adalah Noise elektronik yang dihasilkan oleh agitasi termal dari elektron di dalam konduktor listrik, yang
Satuan -174 dBm / Hz
16
terjadi ketika ada tegangan yang diterapkan) F
Node-B Receive noise Figure (Perbedaan
dalam
desibel
5 dB antara
output
dari
penerima sebenarnya untuk output suara dari penerima
yang ideal
dengan
penguatan
pada
bandwidth yang sama ketika penerima) G
Receiver noise density G = E + F
-169 dBm / Hz
(Total Noise yang dihasilkan oleh perangkat radio penerima dalam bandwidth tertentu) H
Receiver noise power H = G + 10 x log (3840000)
-103.2 dBm
(Adalah gangguan total per unit bandwidth pada input dari perangkat ketika sinyal tidak ada) I
Interference margin
3 dB
(Batas gangguan yang diperbolehkan pada sinyal masuk pada terminal penerima biasanya terjadi akibat fading) J
Total effective noise + Interference J = H + I
-100.2 dBm
(total noise yang terjadi pada terminal penerima ditambah dengan gangguan yang terjadi akibat fading) K
Processing gain K = 10 x log (3840/12.2)
25 dB
(penguatan yang dihasilkan oleh sistem ) L
Required Eb/No (Energi
per
bit
5 dB terhadap
noise
listrik
yang
17
dibandingkan dengan kerapatan spektral) M
Receiver sensitivity M = L – K + J
-120.2 dB
(Sensitifitas dari modul penerima BTS) N
Node B antenna gain (Perbandingan
densitas
18.0 d energi
antara
antenna
isotropic dengan antenna microstrip antenna sectoral) O
Cable loss in the Node-B
5 dB
Jumper ½” 3 m + Feeder 1¼” 70 m + Jumper ½” 5m (Pembulatan ke atas) P
Fast fading margin
0.0 dB
(Fitur untuk mengatur amplitudo dan perubahan fasa yang jalankan pada kanal bervariasi selama periode waktu) Q
Maximum Path loss Q = D – M + N – O – P
151.2 dB
(Nilai total kerugian daya yang dihasilkan oleh jalur transmisi sinyal)
Setelah nilai maksimum pathloss telah didapatkan proses selanjutnya adalah menghitung nilai probabilitas cakupan wilayah yang dibutuhkan untuk menentukan margin sehingga dapat menjamin kualitas layanan terhadap masalah shadowing dan ketika berada di dalam sebuah mobil atau sebuah bangunan.
18
Tabel 2.3 Uplink Probability coverage Link Budget R
Log normal fading margin
7.3 dB
(Standar deviasi dari sinyal datang yang diterima) S
Soft handover gain
3.0 dB
(Fitur yang menggabungkan sinyal yang diterima sedemikian rupa dari banyak BTS sehingga aliran bit diterjemahkan jauh lebih andal daripada jika hanya satu BTS yang mengirimkan ke stasiun pelanggan. Jika salah satu dari sinyal ini memudar secara signifikan, maka akan ada probabilitas yang relatif tinggi memiliki kekuatan sinyal yang memadai dari salah satu stasiun radio base lainnya) T
Car loss / building loss
8.0 dB
(Kerugian daya pancar yang diakibatkan oleh material bahan pada saat sinyal dipancarkan menuju BTS melewati Mobil atau sebuah gedung) U
Allowed propagation loss for cell range
143.9
dB
(Kerugian daya pancar yang diperbolehkan pada saat (pembulatan 144 sinyal berjalan dari penerima menuju pemancar)
dB)
U=Q–R+S–T
Propagation Model pada suatu area akan berpengaruh terhadap propagasi dari transmisi informasi, model propagasi ini berfungsi untuk mengubah satuan
19
kuat daya pancar menjadi satuan jarak panjang. Model propagasi ini memiliki banyak tipe tergantung dari jenis wilayah dari BTS itu sendiri berada, namun untuk daerah perkotaan menggunakan okumura-hatta cost 231 sehingga persamaannya adalah :
Dimana :
dan
L = Median path loss. Unit: Decibel (dB) f = Frequency of Transmission. Unit: Megahertz (MHz) h B = Base Station Antenna effective height. Unit: Meter (m) d = Link distance. Unit: Kilometer (km) h R = Mobile Station Antenna effective height. Unit: Meter (m) a(h R ) = Mobile station Antenna height correction factor as described in the Hata Model for Urban Areas.
2.3.2
Coverage Planning Timming Advanced Dalam standar telepon bergerak selular GSM, Timming advanced
menunjukan berapa lamanya waktu yang dibutuhkan sebuah sinyal untuk mencapai base station dari ponsel. GSM menggunakan teknologi TDMA dalam antarmuka radio untuk membagi satu frekuensi ke beberapa pengguna. Setiap user mengirimkan secara berkala sinyal dengan waktu untuk kurang dari seperdelapan timeslots. Karena masing-masing user memiliki jarak yang berlainan dari base
20
station dan perjalanan gelombang radio memiliki kecepatan cahaya, maka waktu kedatangan sebuah sinyal ponsel dalam slot dapat digunakan oleh base station untuk menentukan jarak ke ponsel. Waktu di mana telepon diperbolehkan untuk mengirimkan sinyal lalu lintas dalam timeslot harus disesuaikan untuk mencegah tabrakan dengan pengguna yang berdekatan. Timming Advanced (TA) adalah variabel pengaturan untuk ini. Spesifikasi Teknis 3GPP TS 05.10 dan 3GPP TS 45,010 menjelaskan prosedur penyesuaian nilai TA. TA memiliki nilai antara 0 dan 63, dengan setiap 1 nilai mewakili periode satu bit (sekitar 3,69 mikrodetik). Dengan gelombang radio perjalanan sekitar 300.000.000 meter per detik (yaitu 300 meter per mikrodetik). satu langkah jelajah TA merupakan jarak bulak balik (dua kali rentang propagasi) dari 1.100 meter. Hal ini menunjukan bahwa perubahan nilai TA untuk 1 nilai adalah setiap perubahan 550 meter dalam jarak antara ponsel dan base station. Maka total batas 63 × 550 meter adalah maksimal 35 kilometer, perangkat ponsel dapat berkomunikasi dengan base station atau maksimum 1sel jarak maksimum coveragenya. Nilai TA harus terus disesuaikan sehingga dapat menghindari gangguan dari dan pengguna lain di timeslots yang berdekatan, sehingga meminimalkan kehilangan data dan memelihara kualitas dari jangan selular itu sendiri (QOS, Quality of service). Fitur TA sangat penting bagi privasi dan keamanan pengguna jaringan selular, dengan menggabungkan dengan variable lain sehingga dapat menghasilkan kemampuan lokalisasi ponsel user, sehingga posisi perangkat dan pelacakan pengguna ponsel dapat dilakukan dengan mudah.
21
TA menghasilkan coverage sebuah sel GSM sebesar 35km. Jarak maksimum tersebut adalah waktu maksimum dari sinyal sebuah ponsel / BTS yang akan dapat diterima radio penerima lawannya sehingga sinyal tersebut dapat dikatakan didengar secara sukses. Penundaan antara transmisi downlink (BTS) dan uplink (mobile) memiliki offset 3 timeslots. Sampai sekarang Mobile station telah menggunakan TA untuk mengkompensasi delay propagasi sebagai perubahan jarak antara ponsel dengan BTS. Nilai dari TA dikodekan dengan 6 bit, sehingga secara teoritis pemisahan jarak maksimum antaraponsel dengan BTS adalah 35 Km.
2.4 BTS NSN Base Transceiver Station (BTS) merupakan perangkat yang ada pada setiap site pada jaringan komunikasi bergerak. BTS terdiri dari radio dan perangkat interface transmisi yang dibutuhkan sehingga masing-masing dari nodal dapat berkomunikasi. NSN telah mengeluarkan banyak versi dari BTS, namun yang dibahas pada Tugas akhir ini hanyalah BTS Supreme WCDMA dan BTS Flexi Multi Radio (FMR).
2.4.1 Arsitektur BTS Supreme NSN BTS supreme NSN adalah merupakan BTS generasi pertama yang dikembangkan untuk 3G. BTS ini memiliki daya output 46 dBm sesuai dengan standarisasi IEEE. BTS jenis ini sudah tidak lagi diproduksi oleh vendor NSN disebabkan BTS jenis ini memiliki banyak kelemahan-kelemahan. Kelemahankelemahan tersebut antara lainnya adalah membutuhkan tempat yang luas disebabkan cabinet yang besar dan berat. Kelemahan lainnya juga adanya
22
kerugian dari daya pancar yang dikeluarkan oleh modul radio BTS disebabkan oleh adanya loss pada feeder akibat transmisi data dari modul radio BTS menuju Antenna. Dikarenakan banyaknya kelemahan-kelemahan tersebut maka BTS supreme WCDMA ini tidak lagi diproduksi dan untuk menggantikannya dikembangkanlah sistem feeder menggunakan optic yang kemudian dikenal dengan BTS FMR. Pada BTS modul radio dan modul processing unit diletakan pada 1 cabinet yaitu di shelter tempat peralatan yang lain. Modul tambahan tatap muka transmisi juga diletakan dalam 1 cabinet.
Gambar 2.2 BTS Node-B WCDMA Supreme NSN (Sumber Flexi Multi radio Installation, NSN)
2.4.2 Arsitektur BTS Flexi Multi Radio NSN BTS Flexi multi radio (FMR) NSN adalah merupakan BTS generasi terbaru yang dikembangkan untuk 2G dan 3G. BTS ini dikembangkan untuk meminimalisir penggunaan ruangan yang digunakan oleh BTS. BTS ini juga memiliki fungsi sebagai BTS untuk jaringan 2G tersendiri, BTS untuk jaringan 3G tersendiri, maupun BTS untuk mendukung baik jaringan 2G maupun jaringan
23
3G dalam 1 sistem BTS. hal ini membuat BTS FMR ini sangat disukai oleh banyak
operator
telekomunikasi,
tidak
terhitung
banyaknya
operator
telekomunikasi sudah menerapkan BTS ini. Beberapa operator tersebut adalah Telkomsel, Indosat, dan Axis. BTS FMR terbagi menjadi beberapa bagian yaitu :
2.4.2.1 System Module ESMB / ESMC System module adalah unit processing dari BTS FMR. Pada module ini terdapat modul tambahan transmisi yang berfungsi sebagai tatap muka kanal akses masuk kedalam jaringan 3G dari mobile phone user.
Gambar 2.3 Processing unit / Sistem module BTS FMR (Sumber Flexi Multi radio Installation, NSN)
Jalur Transmisi data yang digunakan pada sistem module ini dapat menggunakan protocol komunikasi yang canggih seperti IP namun juga masih dapat menggunakan protocol yang lama seperti E1. Namun pada masa kini dengan digunakannya protocol IP pada sistem module ini, akan memiliki kemampuan untuk mengatur bandwidth yang akan digunakan untuk media transmisi data, sehingga sangat memudahkan dalam pengembangan jaringan sehingga penggunaan protocol IP pada module tambahan ini sangat sering diterapkan bila dibandingkan dengan penerapan protocol E1.
24
Gambar 2.4 Sub Sistem module Transmisi BTS FMR (Sumber Flexi Multi radio Installation, NSN)
2.4.2.2 RF Modul RF Modul pada FMR memiliki daya output 46 dBm. RF modul ini memiliki tatap muka berupa optic untuk komunikasi dengan system module yang berada jauh dibawah. Penggunaan optik ini sangat efisien dan menghasilkan bandwidth yang besar bila dibandingkan dengan penggunaan feeder. Loss yang ditimbulkan oleh optik juga sangat kecil bila dibandingkan dengan rugi daya yang dihasilkan oleh feeder sehingga BTS FMR ini sangat efisien dalam hal penggunaan daya listrik.
Gambar 2.5 Radio modul BTS FMR (Sumber Flexi Multi radio Installation, NSN)