10 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB II LANDASAN TEORI
A. KAJIAN TEORI 1. Teori tentang Demokrasi a. Konsep Demokrasi Secara Umum Pemikiran teori hukum tidak terlepas dari keadaan lingkungan dan latar belakang permasalahan hukum atau menggugat suatu pikiran hukum yang dominan pada saat itu. Pemikiran teori hukum adalah akumulasi
keresahan
maupun
sebuah
jawaban
dari
masalah
kemasyarakatan yang dihadapi oleh generasi pada saat tertentu.12 Teori hukum merupakan studi tentang sifat dari hal-hal yang penting dalam hukum yang lazim terdapat dalam sistem-sistem hukum, dimana salah satu obyek kajianya adalah pembahasan mengenai unsur-unsur dasar dari hukum yang membuat hukum itu berbeda dengan aturan standar lain yang bukan hukum.13 Teori hukum berkembang dari zaman ke zaman, tergantung kondisi dan fenomena yang terjadi pada saat itu. Teori hukum akan tepat ketika dipakai menganalisa sebuah fenomena dalam waktu itu, teori hukum satu belum tentu cocok diterapkan dinegara lain, karena berbeda situasi dan kondisi walaupun kadang masalahnya sama, sehingga teori hukum merupakan derivatif dari sebuah filsafat hukum. Teori tentang demokrasi lahir ketika dark age mengalami ambang kehancuran, karena masyarakat mulai bangkit dengan mulai berfikir secara rasional tidak dihalang-halangi teori kedaulatan tuhan dan raja pada saat itu, ketika zaman masyarakat mulai berfikir luas kembali atau yang disebut zaman reinansance atau aliran yang menghidupkan kembali minat sastra dan budaya Yunani Kuno dampak dari reinansance tersebut telah membawa eropa masuk kedalam 12
Teguh Prasetyo dan Abdul Halim Barkatullah, Filsafat, Teori, dan Ilmu Hukum, Jakarta, Rajawali Presss, 2012, hlm. 138. 13 Munir Fuady, Teori-Teori Besar (Grand Theory) dalam Hukum, Jakarta, Kencana, 2013, hlm. 2.
11 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Aufklarung (Abad Pemikiran) dimana muncul kebebasan-kebebasan berfikir, dari kebebasan berfikir tersebut menelorkan lahirnya pikiranpikiran tentang kebebasan politik. Dari situlah timbul gagasan tentang hak-hak politik rakyat yang tidak boleh diselewengkan oleh raja.14 Kecaman
dan
dobrakan
terhadap
absolutisme
monarki
didasarkan pada teori rasionalitas sebagai contract social yang salah satu asasnya menentukan bahwa dunia ini dikuasai oleh hukum yang timbul dari alam (natural) yang mengandung prinsip-prinsip keadilan yang universal. Dari pemikiran tersebut muncul kembali ide pemerintahan rakyat (demokrasi) yang dahulu pernah diberlakukan pada masa Yunani Kuno antara abad keempat sampai keenam sebelum masehi. Tetapi dalam perkembangnya teori tentang demokrasi telah melahirkan dua konsep besar yaitu berkaitan dengan demokrasi konstitusional abad ke 19 dan demokrasi abad ke-20 yang kedua senantiasi dikatikan dengan konsep negara hukum.15 Hampir seluruh negara di dunia yang tidak mengkalim dirinya menjalankan demokrasi, kecuali beberapa negara yang memang menjalankan sistem politik komunisme seperti di China dan Korea Utara. Sejak berakhirnya perang dunia II dan semakin banyaknya negara yang bebas dari penjajahan, maka negara-negara mulai menata negara dengan bentuk negara demokratis. Demokrasi dipilih sebagai suatu cita untuk tidak lagi membiarkan penindasan atas manusia. Demokrasi dipilih untuk membebaskan manusia dari segala bentuk penindasan, penjajahan, dan perbudakan yang dilakukan oleh kolonialisme penjajah.16 Menguatnya pilihan atas sistem demokrasi, di era modern, tidak bisa dilepaskan dari dampak kemenangan sekutu, khususnya
14
Moh. Mahfud MD, Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia, Jakarta,Rineka Cipta, 2003, hlm. 2325. 15 Ibid. hlm. 26. 16 Isharyanto dalam Tesis yang bejudul Perkembangan Pelaksanaan Sistem Pengambilan Keputusan Dalam Majelis Permusyawaratan Rakyat, Universitas Gajah Mada, 2003, hlm. 31.
12 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Amerika Serikat (A.S.), setelah negara tersebut keluar sebagai pemenang dalam Perang Dunia II (1945). Sebelum A.S. menerjunkan diri dalam peperangan, boleh dikata hampir tidak ada pihak luar, bahkan mungkin rakyatnya sendiri, yang mengetahui seberapa besar sesungguhnya kekuatan militer yang dimilikinya. Kendati sejarah mencatat negara tersebut telah cukup lama berkiprah dalam percaturan kekuatan politik dunia, di era modern, namun tetap saja A.S. masih lebih dikenal sebagai negara demokrasi yang memiliki wilayah luas dan makmur, terlebih setelah mereka berhasil keluar dari krisis ekonomi yang melanda dunia. Namun presepsi terhadap demokrasi dikala itu lebih sebagai urusan dalam negeri, belum terkait dengan kepentingan kebijakan politik luar negeri suatu negara. Kembali kepada masalah PD II, yang melibatkan secara langsung A.S. dalam kancah
peperangan.
Agaknya ketidakakuratan
dalam
menakar
kekuatan lawan adalah alasan yang paling masuk akal hingga Jerman dan Italia berani menyatakan perang terhadap A.S. dan/atau Jepang berani mengempur pangkalan angkatan laut A.S. di Pearl Habour (7 Desember 1941), menyusul permakluman perangnya pada A.S.17 Pada perjalananya walaupun A.S harus mengahadapi dua lawan sekaligus yaitu menghadapi Jeman dan Italia di Samudra Atlantik dan Menghadapi Jepang di Samudra Pasifik, akan tetapi A.S. mampu memenangkan pertempuran tersebut. Dengan dijatuhkanya bom atom 9000 pounds) di Hiroshima (6 Agustus 1945) dan bom atom (Fat Man, 10000 pounds) di Nagasaki (9 Agustus 1945) benda relatif
kecil
tersebut
mampu
meluluhlantakan
kota
sekaligus
merenggut ratusan ribu nyawa dalam sekejap. Kemenangan A.S. tersebut diklaim A.S. sendiri sebagai kemenangan demokrasi. 18 Sementara pengertian dari demokrasi sendiri bersumber pada pengertian termnya (harfiah) yakni pemerintahan rakyat, berasal dari 17
Hendarmin Ranadireksa, Arsitektur Konstitusi Demokrasi, Bandung, Fokus Media, 2009, hlm. 1-2. 18 Ibid, hlm. 2-3.
13 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
bahasa yunani demos dan kratia. Jadi demokratia (demokrasi) artinya Arti demokrasi (umum) atau banyak sumber menyebutkan adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.19 Demokrasi banyak disepakati oleh para ahli hukum sebagai suatu hal yang ensensial dalam suatu negara demokasi. Setiap negara memiliki masing-masing interprestasi berkaitan apa itu demokrasi dan mencoba diterapkan dalam penyelenggaraan pemerintahanya. Hans Kelsen menitik beratkan demokrasi lebih kepada ide kebebasan politik, kebebasan politik ialah orang yang tunduk kepada suatu tatanan hukum dan turut serta dalam pembentukanya. Seseorang memiliki kebebasan bila apa ya
dilakukan menurut tatanan sosial
dinyatakan dalam tatanan hukum negara identik dengan kehendak dari para subyek tatanan hukum tersebut.20 Salah satu unsur yang esensial dalam negara demokrasi menurut Hans Kelsen adalah adanya ide persamaan,
yaitu pandangan bahwa
derajat kebebasan dalam
masyarakat sebanding dengan jumlah individu yang merdeka atau dengan kata lain setiap individu mempunyai nilai politik yang sama dan bahwa setiap orang mempunyai tuntutan yang sama atas kebebasan.21 Menurut Abdul Aziz Hakim demokrasi adalah suatu pola pemerintahan dimana kekuasaan untuk memerintah berasal dari meraka yang diperintah atau demokrasi adalah pola pemerintahan yang mengikut sertakan secara aktif semua anggota masyarakat dalam keputusan yang diambil oleh mereka yang diberi wewenang. Maka
19
Abdul Aziz Hakim, Negara Hukum dan Demokrasi di Indonesia, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2011, hlm. 174. 20 Hans Kelsen, Teori Umum tentang Hukum dan Negara (terjemahan), Nusamedia, Bandung, 2011 (cetakan Ke VI), hlm. 402. 21 Ibid, hlm, 406
14 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
legitimasi pemerintah adalah kemauan rakyat yang memilih dan mengontrolnya.Rakyat memilih wakil-wakilnya dengan bebas dan melalui mereka ini pemerintahan.22 Robert Dahl dalam buku yang ditulis Abdul Aziz Hakim menyatakan bahwa paling tidak ada delapan hal cermin demorkasi, antara lain: 1. Kebebasan membentuk dan bergabung dalam organisasi (berserikat dan berkumpul); 2. Kebebasan berekspresi (mengeluarkan pendapat); 3. Hak memilih dan dipilih; 4. Kesempatan yang relatif terbuka untuk menduduk jabatanjabatan publik; 5. Hak bagi pemimpin politik untuk berkompetisi mendapatkan dukungan atau memberi dukungan; 6. Alternatif sumber-sumber informasi; 7. Pemilu yang bebas dan adil; 8. Pelembagaan pembuatan kebijakan pemerintah yang merujuk atau tergantung suara rakyat lewat pemungutan suara maupun cara-cara lain yang sejenis. 23 Joseph A. Schemeter dalam buku yang ditulis Titik Triwulan Tutik menyatakan bahwa demokrasi merupakan suatu perencanaan institusional untuk memcapai keputusan politik dimana individu-individu memperoleh kekuasaanya untuk memutuskan cara perjuangan kompetitif atas suara rakyat. 24 Sementara itu Jimly Asshidiqie menyatakan bahwa sistem demokrasi dewasa ini, sistem kekuasaan kehidupan bersama dibedakan dalam tiga wilayah atau domain, yaitu negara (state), pasar (market), dan masyarakat (civil society). Ketiga domain tersebut memiliki logika dan hukumnya sendiri-sendiri. Ketiganya berjalan seiring dan sejalan, sama-
22
Ibid. Ibid. hlm 176-177. 24 Titik Triwulan Tutik, Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945, Jakarta, Kencana, 2010, hlm. 68. 23
15 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sama kuat dan saling mengendalikan satu sama lain, tetapi tidak boleh saling mencampuri atau dicampuradukan.25 Sementara Henry B. Majo dalam buku yang ditulis Anwar C. menyatakan bahwa demokrasi memiliki nilai-nilai yaitu menyelesaikan perselisihan
dengan
damai
dan
secara
melembaga,
menjamin
terselenggaranya perubahan secara damai dalam masyarakat yang sedang berubah,
menyelenggarakan
pergantian
pemimpin
secara
teratur,
membatasi kekerasan sampai minimum, mengakui serta mengangap wajar adanya keanekaragaman, dan menjamin tegaknya keadilan. 26 Mahfud MD dalam tesis yang ditulis Isharyanto mengambarkan adanya alasan memilih sistem demokrasi oleh suatu negara dikatikan dengan negara hukum dan HAM: Ada tiga konsepsi dasar penyelenggaraan negara berdasarkan penelusuran historik lahir dari rahim yang sama yakni perlindungan HAM, demokrasi, dan negara hukum. Ketiga konsep ini lahir dari paham yang menolak kekuasaan absolut menyusul Renaissance yang bergelora di dunia barat sejak abad XIII.Dalam paham yang baru dikatakan bahwa pemerintah itu berkuasa karena rakyat, bukan lagi sebagai wakil Tuhan atau Tuhan itu sendiri. Pemerintah berkuasa karena rakyat memberi kekuasaan untuk menyelenggarakan pemerintahan negara, agar negara dapat memberi perlindungan atas HAM. Untuk melindungi HAM itu negara harus dibangun atas prinsip negara hukum agar instrumen yang mengawasi dan mengadili jika terjadi pelanggaran HAM.Dan untuk meletakan rakyat sebagai penentu dalam kehidupan bernegara, sistem politik yang dibangun adalah sistem yang demokratis.27
Para ahli ilmu hukum dan politik selalu memberikan pendapatnya
mengenai
penyelenggaraan
negara
parameter dapat
yang
dijadikan
ukuran
dikatakan
demokratis
dengan
memberikan beberapa parameter tertentu. Biasanya indikator tersebut melingkupi penilaian tentang pemilihan umum, kekuasaan negara, 25
Jimly Ashhdiqie, Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi, Jakarta, Sinar Grafika, 2011, hlm. 133. 26 Anwar C, Teori dan Hukum Konstitusi, Malang, Instrans Publishing, 2011, hlm. 40. 27 Isharyanto, op. cit. 2003, hlm. 31
16 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
serta hak asasi manusia yang diatur dalam peraturan perundangundangan. Berkaitan dengan hal tersebut Dahl (1989) dalam buku yang ditulis oleh Widjanarko Puspuyo memberikan penilaian berkaitan dengan ada tidaknya demokrasi dalam penyelenggaraan negara antara lain; (1) Pemilu yang dilakukan secara bebas dan teratur dengan derajat kompetisi yang tinggi diantara partai-partai yang terlibat di dalamnya; (2) sebagai konsekuensi logis dari pemilu itu terbuka peluang terjadinya pergantian kekuasaan. Kalau salah satu partai politik memenangkan pemilu maka partai tersebut berhak membentuk eksekutif, demikian pula dengan partai-partai lain kalau memenangkan pemilihan mempunyai hak yang sama; (3) adanya rekrutment politik yang terbuka untuk mengisi jabatan politik yang ada, mulai dari jabatan eksekutif tertinggi sampai terendah demikian juga dalam jabatan legislatif. Setiap warga negara yang telah memenuhi syarat menurut UU mempunyai peluang mengisi jabatan tersebut; (4) warga masyarakat bisa menikmati apa yang merupakan hak dasar mereka, seperti kebebasan memilih dan dipilih, kebebasan berkumpul, berserikat, dan menyatakan pendapat; dan (5) hak mendapat informasi dari pemerintah atau mengkritik pejabat pemerintah. Semua dimaksud untuk mempengaruhi kebijakan pemerintah melalui kompetisi dalam pemilu dengan cara yang teratur, tertib, dan demokratis. b. Konsep Demokrasi Partisipatoris (Polyarchy) Demokrasi sebagai sebuah sistem yang digunakan oleh sebuah negara, hampir semua para ahli meyebutkan bahwa adanya pemilihan umum merupakan sebuah elemen penting bagi suatu negara disebut sebagai negara demokrasi atau tidak. Demokrasi Di Indonesia sendiri 28
Sejak lama (sejak era orde lama
sampai orde baru) wujud dari demokrasi sendiri lebih banyak dijalankan secara representative terutama dalam hal pemilihan umum untuk
memilih
pemimpin
negara.
Rakyat
sebagai
pemegang
kedaulatan tidak ikut terlibat langsung dalam memilih pemimpinya, 28
Kedaulatan rakyat (demokrasi) juga dijadikan sebagai prinsip yang pentind dalam penyelenggaran negara dan sebagai sumber kedaulatan (soverigty) berdirinya negara Indonesia, sebagaimana terjamin dalam Pasal rakyat dan dilaksanakan menurut undang-und
17 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
akan tetapi hal tersebut berubah ketika runtuhnya era orde baru ketika rakyat mulai diikutkan langsung dalam pemilihan pemimpin negara. Model demokrasi representative di Indonesia kemudian berangsung-angsur berubah ke model demokrasi parsisipatoris.Atau dalam bahasa Abdul Haziz Hakim menyebut bergesernya model demokrasi elistis ke demokrasi partisipatoris.29 Elza Faiz dalam tulisanya mengatakan bahwa bola panas yang semula ada di parlemen, kini berada di tangan rakyat langsung akibat berubahnya paradigma demokrasi tersebut diatas.30 Affan Gaffar juga menyatakan bahwa jiwa demokrasi di Indonesia harus mengandung lima konsep yaitu, pertama
untuk mengisi jabatan politik dengan pemilihan
umum yang fair dilakukan secara periodik. Kedua, adanya partisipasi warga dalam memilih pejabat negara dan membentuk kebijakan publik. Ketiga, adanya intergritas kompetisi politik dan partisipasi. Keempat, adanya sistem peradilan yang bebas. Serta kelima, ada mekanisme check and balances antar lembaga negara. 31 Hal tersebut berarti bahwa model demokrasi di Indonesia adalah Demokrasi Partisipatoris. Ramlan Surbakti menyatakan demokrasi partisipatoris secara umum lahir akibat dua alasan. Pertama, mekanisme perwakilan politik, sistem perwakilan rakyat, sistem kepartaian dan sistem pemilihan umum, semakin kurang efektif mewujudkan tujuan utama sistem politik demokrasi, yaitu mefasilitasi keterlibatan aktif para warga negara dan Kedua, dari pemilihan umum yang satu ke pemilihan umum yang berikutnya semakin sedikit warga negara yang memilih akibat ketidak percayaan masyarakat berkaitan dengan calon-calon yang disajikan.32 29
Abdul Aziz Hakim, Op. Cit. hlm. 193. Elza Faiz, Urgensi Calon Independen dalam pemilihan presiden dan pemilihan kepala daerah, tulisan diambil dari Pusat Studi Hukum Konstitusi FH UII Yogyakarta, 31 Romi Libryanto, Trias Politica dalam Struktur Ketatanegaraan di Indonesia, Makasar, PuKap, 2008, hlm. 84. 32 Ramlan Surbakti, Demokrasi Deliberatif dan Partisipatif, Jakarta, MIPI, 2009, hlm. 25. 30
18 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Model demokrasi partisipatoris merupakan sebuah model demokrasi yang dilahirkan akibat pengaruh gerakan
yang
memunculkan demokrasi partisipatoris sebagai the main counter models in the left to the legal democracy. Gagasan demokrasi minimalis juga sudah dintodusir para terotisi yang membidani konsepsi demokrasi minimalis.33 Bachrach dalam paper yang ditulis oleh Lorenzo Cini bahkan menyatakan bahwa practitioners spelled out a concepstion of democrazy based on the premise that citizens participating in collective decision makin on matters that affect their lives should be an intergral moral value of contemporary democratic theory
34
Lebih dari lima puluh tahun yang lalu, masyarakat liberal tidak hanya
dihadapkan
terhadap
tantangan
yang
tidak
demokratis
(undemocratic chalengges) seperti tidak ada pertanggung jawaban antara yang mengatur dengan yang diatur atau krisis dari pemisahan kekuasaan) dan tantanggan berakaitan dengan ekonomi dan pemegang kekuasaan elit yang tidak tersentuh, tetapi meraka juga dihadapkan pertanyaan berkaitan dengan dan parsipasi ideal dari demokrasi (participatory ideals of democrazy).35 Sampai pada akhirnya di awal tahun 1960an, aliran mengenai demokrasi partisipatoris ini mulai marak dikenal sebagai
karena lahir sebagai
era bantahan atau pertentangan dari keadaan politik pada saat itu. Lebih jauh kebelakang konsep demokrasi partisipatoris juga merupakan hasil refleksi dari demokrasi langsung yang terjadi di Yunani zaman dahulu yang dinilai tidak merepresentasikan seluruh masyarakat dan bahkan cenderung diskriminatif. Hal tersebut
33
Ibid. Lorenzo Cini, Between Participation and Deliberation : Toward a New Standard for Assessing Democracy?, Paper disampaikan dalam 9th Graduate Conference in Political Philosophy pada 4-6 July 2011. 35 Ibid. hlm 3 34
19 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dikarenakan dulu konsep demokrasi langsung hanya dijalankan orangorang yang disebut citizen, yakni orang-orang merdeka, sedangkan para budak, wanita-wanita, anak-anak, orang yang sakit ingatan dan orang-orang asing serta orang-orang yang tidak mampu membayar pajak tidak berhak duduk dalam pemerintahan dan persidangan.36 Dalam konsep demokrasi partisipatoris Gbikpi dalam papers yang ditulis oleh Lorenzo Cini menyatakan bahwa hal yang paling penting dan menjadi jiwa demokrasi adalah bahwa setiap individu harus
mengambil
semua
kemungkinan
kesempatan
untuk
berpartisipasi.37 Jiwa berpartisipasi dalam konteks electoral tidak hanya
berupa
memiliki
kesempatan
untuk
memilih
langsung
pemipinya, tetapi juga dalam konteks kesempatan yang sama dalam hal berjuang berkompetisi dengan warga lainya untuk menjadi pemimpin. Kesempatan berkompetsi harus dibuka seluas-luasnya agar setiap individu dapat mengambil kesempatan berpartisipasi sebagai wujud jiwa demokrasi partisipatoris. Lebih lanjut Robert Dahl sebagai kemudian memunculkan istilah poliarchy untuk mengkonsepsikan sebagai sebuah sikap tanggung jawab yang terus menerus terhadap preferensi atau keinginan warga negaranya.38
we use term
poliarchy to cover political system in which virtually all adults have a rights of suffrage, political expresion, association, and office holding, as well as acces to diverse sources of information, in which elected officials control public policy; and citezen choose those officials 39
Noam Chomsky dalam tulisanya
meyebutkan polyarchy merupakan it is neccessary to safeguard a
36
Muhammad Alim, Trias Politica dalam Negara Madinah, Jakarta, Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, 2008, Hlm. 60. 37 Lorenzi Cini, Op. Cit. hlm. 4 38 Elza Faiz, Op. Cit. hlm. 4. 39 Joshua Cohen and Charles Sabel, Paper yang berjudul Directly-Deliberative Polyarchy, diakses dalam http://www2.law/columbia.edu/sabel/papers/DDP.html diakses pada selasa tanggal 12 November 2013 pukul 10.40 WIB.
20 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
system of elite decision making and public ratifications.40 Dahl memberikan konsep bahwa demokrasi bukan sistem yang kaku yang hanya menitik beratkan subyek utama pada rakyat semata, akan tetapi memberikan konsep sebagai sebuah respons pemerintah sebagai pemegang kedaulatan untuk aktif melihat kondisi kekinian yang terjadi dalam masyarakatnya, sehingga bentuk dari demokrasi cenderung elastis. Bentuk sebuah demokrasi harus mampu mengkolaborasikan sinergi sistem top-down sebagai wujud responsif pemerintah dalam melihak kemauan rakyat dan sistem bottom-up sebagai bentuk peran aktif masyarakat. Terinspirasi dari pendapat Dahl tersebut kemudian Larry Diamond menyatakan bahwa;
vote, as Joseph Schumpter defined. It also a poltical system in which goverment must be held accountable to the people and which mechanism must exist for making it responsive to their passions, preference, and interest. More over, if it liberal democracy that we have in mind, then the political system must also provide for a rule of law, and rigofosily protect the right of individual and groups to speak, publish, assemble, demonstrate, lobby, and organize to pursue their interest and 41
Lebih lanjut Larry Diamond Kemudian mendefinisakan demokrasi atas kriteria-kriteria sebagai berikut; pertama rakyat berpartisipasi dalam pemilihan pemimpin pemerintahanya, kedua kandidat pemimpin yang akan dipilih memiliki ruang kompetisi dengan yang lainya, dan ketiga pemerintah mengizinkan adanya kebebasan politik dan kebebasan sipil.42 Berangkat dari pemikitan Larry 40
Diamond
tersebut,
maka
Elza
Faiz
dalam
tulisanya
Noam Chomsky, The Ideology of the Polyarchy, http://www.chomsky.info/books/survival01.htm (diakses pada hari selasa 12 November 2013, pukul 10.36 WIB) 41 Larry Diamond, Civil Society and The Development of Democracy, Estudio/Working Paper, June 1997. 42 Elza Faiz, Op. Cit, hlm. 4
21 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menyimpulkan bahwa ada dua elemen penting yang harus ada dalam kaitan electoral di negara demokrasi, yaitu adanya suatu partisipasi langsung rakyat dalam menentukan pemimpinya sebagai perwujudan right to vote dan yang kedua adalah perlunya dibuka lebar-lebar kran kompetisi dalam
proses kandadatisasi jabatan politik sebagai
ejawantah dari right to be candidate. Kedua elemen itu menjadi syarat imperative yang mutlak diberlakukan.43 Dalam
konteks
demokrasi
partisipatoris
yang
perlu
diperhatikan adalah dibukanya lebar-lebar partisipasi rakyat untuk ikut aktif di dalam pemerintahanya sebagai perwujudan sebuah persamaan hak antar setiap warga negara (free and aqual member of the poltical society) serta dalam konteks electoral adalah adanya partisipasi rakyat langsung dalam memilih pemerintahanya serta dibukanya kesempatan seluas-luasnya bagi warganya yang berkompeten untuk dapat ikut dalam kompetisi menjadi pemimpin, tanpa ada batasan-batasan yang rights to be candidate). 2. Teori tentang Hak Asasi Warganegara Dalam setiap negara hukum yang demokratis jaminan terhadap persamaan Hak Asasi Manusia (HAM) dan Hak Asasi Warganegara (HAW) merupakan suatu yang sangat penting.Berdasarkan teori kontrak sosial yang dicetuskan oleh J.J. Rousseau bahwasanya rakyat yang hidup bebas dan memiliki kesamaan visi kemudian menyerahkan sebagaian hakhaknya untuk diberikan kepada seseorang agar mengatur hak tersebut supaya tidak tumpang tindih dengan hak-hak rakyat lainya. Kontrak sosial tersebut merupakan cikal bakal dalam terbentuknya suatu negara. Berdasarkan teori tersebut raja yang kemudian dipercaya rakyat banyak untuk memimpin dan mengelola hak-hakya sehingga tidak saling tumpang tindih antara hak satu dengan hak lainya.
43
Elza Faiz, Op. Cit, hlm. 4.
22 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Institusionalisasi insturumen HAM ke dalam hukum nasional dan internasional mulai berkembang ketika masa setelah perang dunia kedua.Diskusi internasional di PBB mengenai hak asasi manusia telah menghasilkan beberapa piagam penting antara lain Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia atau yang lebih sering disebut dengan DUHAM, dua perjanjian yaitu Konvenan Internasional Hak Sipil dan Politik dan Konvenan Internasional Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, dan berikutnya Dekalrasi Wina.44 Bahkan ada yang mengatakan bahwa cikal bakal adanya suatu HAM adalah saat nabi Muhammad Saw. Hijrah dari Makkah ke Madinah dan membentuk suatu piagam politik yang bernama Piagam Madinah untuk mengatur kehidupan bersama antara bebeberapa golongan di madinah yaitu muslim (muhajirrin dan anshar) dengan golongan yahudi.45 a. Definisi Hak Asasi Manusia Secara etimologi, hak merupakan unsur normatif yang berfungsi sebagai pedoman perilaku, melindungi kebebasan, kekebalan serta menjamin adanya peluang bagi manusia dalam menjaga harkat dan martabatnya. Adapun asasi berarti yang bersifat yang paling medasar atau fundamental. Dengan demikian hak asasi berarti hak yang paling mendasar yang dimiliki oleh manusia sebagai fitrah, sehingga tak satupun makhluk dapat mengintervensinya apalagi mencabutnya. Misalnya hak hidup-yang mana tak satupun manusia ini memiliki kewenangan untuk mencabut kehidupan manusia lain.46 Istilah hak asasi manusia sendiri berasal dari istilah droits (Prancis), menslijke recten (Belanda), fitrah (Arab) dan human right (Inggris), istilah human right semula berasal dari yang menggantikan istilah 44
yang selanjutnya
Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta, Gramedia, 2010 (edisi revisi-cetakan kedua), hlm. 211. 45 Dahlan Thaib dkk.,Teori dan Hukum Konstitusi, Jakarta, Rajawali Press, 2012 (cetakan ke-10), hlm. 29. 46 Titik Triwulan Tutik, Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945, Jakarta, Kencana, 2010, hlm. 281.
23 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
oleh Eleanor Roosevelt diubah dengan istilah
yang
memiliki konotasi lebih netral dan universal.47 Menurut Jan Materson dari Komisi Ham PBB sebagaimana dikutip dalam Baharudin Lopa menegaskan, bahwa hak asasi manusia adalah hak-hak yang melekat pada setiap manusia, yang tanpanya manusia mustahil dapat hidup sebagai manusia.48 Jhon Locke sebagaimana dikutip dalam Titik Triwulan Tutik menyatakan bahwa hak-hak asasi manusia adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan sebagai hak yang kodrati.49 Selanjutnya dalam mahzab hukum alam konsepsi dasar hak-hak asasi manusia meliputi tiga hal, yaitu: hak hidup (the right of life), hak kemerdekaan (the right ti liberty), dan hak milik (the right to propery). Pada perkembangan selanjutnya konsepsi-konsepsi hak dasar manusia tersebut mengalami sebuah transformasi. Franklin D. Roosevelt sebagaimana dikutip dalam Titik Triwulan Tutik pada tanggal 6 Januari 1941, memformulasikan empat macam hak-hak asasi (the four freedoms) di depan Konggres Amerika Serikat, yaitu bebas untuk berbicara (freedom to speech), bebas dalam memeluk agama (freedom of religion), bebas dari rasa takut (freedom of fear), dan bebas terhadap suatu keingan/kehendak (freedom of from want).50 Dalam Mukadimah -hak ini berasal dari harkat martabat yang melekat pada manusia (these rights derive from the inherent dignity of the human person).51 Sampai dewasa ini konsep tersebut selalu dituangkan dalam sebuah konstitusi setiap negara yang merdeka. Dalam konstitusi setiap negara pasti mengatur mengenai apa yang disebut tentang HAM dan
47
Satya Arinanto, Hak Asasi Manusia dalam Transisi Politik di Indonesia, Jakarta, Universitas Indonesia Press, 2003, hlm. 65. 48 Burhanudin Lopa, Al-hak Asasi Manusia, Yogyakarta, Dana Bhakti Prima Yasa, 2006, hlm. 52. 49 Titik Triwulan Tutik, op. cit, hlm. 282. 50 Ibid. 51 Miriam Budiarjo, Op. Cit, hlm. 212.
24 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
konsep negara hukum harus memuat elemen-elemen yang meliputi; 1. Adanya jaminan atau hak dasar manusia; 2. Adanya pembagian kekuasaan; 3. Pemerintahan berdasarkan peraturan hukum; 4. Adanya peradilan adminstrasi negara.52 Sementara A.V. Dicey yang menganut sistem anglo saxonatau the rule of law juga mengemukanan dalam setiap negara hukum menurutnya harus mengandung tiga unsur pentung yaitu; 1. Supermacy of law; 2. Equality before the law; 3. Human Rights. Selanjutnya para jurist Asia Tenggara dan Pasifik seperti tercantum dalam sebagaimana ditulis dalam buku Abdul Aziz Hakim mengemukan syarat-syarat rule of law sebagai berikut; 1. Perlindungan konstitusional dalam arti bahwa konstitusi selain daripada menjamin hak-hak individu harus menentukan pula cara-cara prosedur untuk memperoleh perlindungan atas hak-hak yang dijamin; 2. Badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak; 3. Kebebasan untuk menyatakan pendapat; 4. Pemilihan umum yang bebas; 5. Kebebasan untuk berorganisasi dan beroposisi; 6. Pendidikan civil (kewarganegaraan).53 b. Hak Sipil dan Hak Politik Hak sipil dan hak politik merupakan warisan dari aliran liberalisme pada abad ke-17 dan ke-18. Hak-hak alam (natural rights) yang merupakan hasil pemikiran itu, dalam masa berikutnya berubah nama menjadi hak-hak asasi manusia (human rights) lewat perjuangan janda dari F.D.Roosevelt yaitu Eleanor Rosevelt. Konsep natural rights dianggap tidak mecakup ham secara luas karena pada saat itu
52 53
Abdul Aziz Hakim, Op .Cit. hlm. 118. Ibid, hlm. 119.
25 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
natural rights seringkali dilekatkan dengak kosen the right of man.54 Dari konsep tersebut kemudian berkembanglah HAM yang sering kita dengar sebutanya sebagai HAM generasi pertama, yaitu HAM yang berkaitan dengan hak-hak sipil dan politik. Lahirnya hak-hak sipil dan politik dimaksudkan untuk melindungi individu dari penyalahgunaan kekuasaan oleh pihak penguasa, karena negara sedikit banyak dianggap sebagai ancaman bagi manusia. Bentuk dari hak-hak tersebut merupakan suatu asas persamaan politik dan bernegara kepada semua rakyat yang dianggap berpotensi untuk memajukan negara untuk ikut serta bertasipasi dalam pemerintahan. Hak-hak tersebut pada dasarnya dimiliki oleh setiap warga negara Indonesia yang dengan kententuan-ketentuan tertentu yang rasional dan tidak diskriminatif berhak atau cakap untuk duduk dalam pemerintahan. Pengakuan mengenai hak sipil dan politik kemudian baru berkembang di dunia internasional, ketika dalam diskusi-diskusi PBB melahirkan dua generasi HAM melalui dua konvenant. Hak sipil dan politik merupakan generasi pertama sebagai refleksi atas penentangan kekuasaan yang absolut dan semena-mena. Pengaturan mengenai hak sipil dan politik kemudian dituangkan dalam sebuah konvenant yang bernama convenant on civil and poltical rights. Lahirnya konvenant tersebut tidaklah begitu mudah saja disepakati, akan tetapi perlu beberapa tahun untuk para negara-negara anggota sepakat mengenai konvenant tersebut. Hak sipil dan politik mengadung beberapa perlindungan, berkaitan dengan hak atas hidup (right to life), hak untuk tidak disiksa (no one shall be subjected to torture), hak atas kebebasan dan kemanan dirinya (right to liberty and security of person), hak atas kebebasan berfikir, berkeyakinan, dan beragama (right to freedom of thought, 54
Satya Arinanto, Hak Asasi Manusia dalam Transisi Politik di Indonesia, Jakarta, Universitas Indonesia Press, 2003, hlm. 65.
26 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
conscience and religion), hak atas kebebasan berkumpul secara damai (right to peaceful assembly), hak kesempatan yang sama duduk dalam pemerintahan (right and the oppurtunity without any of the distinction), dll. Pengaturan tentang hak-hak sebagaimana diatur dalam convenant on civil and poltical rights sedikit banyak merupakan hasil refleksi dari pertentangan absolutisme kekuasaan yang semena-mena oleh pemerintahan. Kejadian tersebut mengilhami butir-butir yang kemudian menjadi obyek pengaturan dari konvenant tersebut. Berkaitan dengan hal pemilihan umum, dalam article 25 convenant on civil and poltical rights mengatur apa saja hak-hak seorang warga negara berkaitan dengan pemilihan, Pasal tersebut berbunyi; any of the distinctions mentioned in article 2 and without unreasonable restrictions: (a) To take part in the conduct of public affairs, directly or through freely chosen representatives; (b) To vote and to be elected at genuine periodic elections which shall be by universal and equal suffrage and shall be held by secret ballot, guaranteeing the free expression of the will of the electors; (c) To have access, on general terms of equality, to public 55
Implikasi dari pengaturan berkaitan dengan hak sipil dan politik untuk tidak ada diskriminasi dalam menduduki jabatan pemerintahan, adalah adanya suatu hak pilih (right to vote) dan hak untuk menjadi kandidat (right to be a candidate). Ketentuan berkaitan dengan hak tersebut adalah tanpan ada pembatasan bagi terwujudnya partisipasi warga sebagai bentuk dari jaminan-jaminan kesempatan yang sama duduk dalam pemerintahan. Pembatasan, diskriminasi atau penghalangan kepada warga negara untuk bersaing secara fair dalam menduduki
jabatan-jabatan
terhadap konvenant tersebut. 55
Convenant on Civil and Political Rights.
pemerintah
merupakan
pelanggaran
27 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dalam negara indonesia juga mengadopsi ketentuan dalam article 25 covenant on civil and political rights tersebut dalam konstitusinya atau UUD 1945. Salah satu bentuk HAM dan HAW diatur dalam Pasal 28 a-j UUD 1945. Salah satu bentuk HAM dan HAW yang fundamental dalam berpolitik yang diatur dalam konstitusi tersebut dalam Pasal 28D ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapat kesempatan yang sama dalam duduk di pemerintahan. Dilain Pasal juga tertulis bahwa setiap warga negara berhak untuk memilih dan dipilih dalam pemilihan umum. Implikasi dari jaminan hak tersebut, maka kompetsi berkaitan untuk menduduki jabatan-jabatan publik harus dibuka lebar-lebar dengan maksud dan tujuan menjaring bibit-bibit terbaik bangsa untuk berkompetisi secara fair, termasuk dalam pemilihan umum presiden. Pencalonan presiden tidak boleh hanya dimonopoli oleh pihak-pihak tertentu saja dan menghalang-halangi pihak lain untuk berkompetisi secara fair. Tindakan membatasi dan mempersulit pencalonan sama e
-nilai demokrasi yang telah diatur dalam
insturumen hukum internasional dan nasional berkaitan dengan HAM dan lebih spesifik lagi berkaitan dengan hak sipil dan politik.
3. Tinjauan Tentang Presiden dan Wakil Presiden Berangkat dari pemikiran Montesquieu untuk mecegah absolutisme kekuasaan maka ia membagi cabang kekuasaan negara menjadi 3 (tiga) bagian yaitu eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Masing-masing kekuasaan memiliki tugas dan fungsi masing-masing. Kekuasaan eksekutif menurut Stephen Leacock dalam buku Titik Triwulan Tutik dalam hal ini sebagai penyelenggara pemerintah atau sebagai penjalan undang-undang yang dibuat DPR56 dan sewajarnya dapat dipimpin oleh presiden dibantu wakil presiden atau perdana menteri. Suatu negara dipimpin presiden dalam sistem ketatanegaraan dan pemerintahanya adalah negara dengan 56
Titik Triwulan Tutik, op, cit, 2010, hlm. 199.
perpustakaan.uns.ac.id
28 digilib.uns.ac.id
menggunkan sistem pemerintahan presidensiil, sedangkan yang dipimpin oleh perdana menteri adalah negara yang memilih sistem pemerintahan parlementer.Masing-masing sistem memiliki perbedaan masing-masing. a. Jabatan Presiden derivative dari to preside (verbum) yang artinya memimpin atau tampil di depan. Kalau dicermati dari bahasa latin, yaitu prae yang artinya di depan dan sedere yang berarti menduduki. Presiden adalah suatu nama jabatan yang digunakan untuk pimpinan suatu organisasi, perusahaan, peruguruan tinggi, atau negara. Pada awalnya, istilah ini digunakan untuk seseorang yang memimpin suatu acara atau rapat (ketua); tapi kemudian secara umum berkembang menjadi istilah untuk seseorang yang memiliki kekuasaan eksekutif. digunakan untuk kepala negara yang berbentuk republik, baik dipilih secara langsung, ataupun tidak secara langsung. 57 Sejarah mencatat, untuk pertama kalinya di dunia, jabatan presiden di Eropa berasal dari negara Perancis, yang dibentuk pada era Republik Kedua Prancis (1848-1851). Ketika itu yang menjabat sebagai presiden adalah Louis-Napoleon Bonaparte. Namun, setahun kemudian diubah statusnya menjadi Kaisar Napoleon III (1852). Jabatan presiden baru muncul kembali pada era Republik ketiga Perancis (1875-1940). Namun, presiden pertama yang diakui oleh masyarakat Internasional adalah Presiden Amerika Serikat, sewaktu revolusi Amerika yaitu George Washington yang menjabat pada 30 April 1789 sampai 3 maret 1797. Sementara itu berkaitan dengan peran utama seorang presiden Menurut Clinton Rossiter dalam buku yang ditulis Abdul Ghoffar58 ada lima peran utama seorang presiden di Amerika Serikat yang dalam perkembanganya diadopsi oleh Negara-negara yang memiliki jabatan presiden di negaranya, yaitu: 57
Abdul Ghoffar, Perbandingan Kekuasaan Presiden di Indonesia Setelah Perubahan UUD 1945 dengan Delapan Negara Maju, Jakarta, Kencana, 2009, hlm. 13. 58 Ibid
29 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1. Presiden sebagai kepala Negara. Tugas sebagai kepala Negara adalah tugas-tugas yang lazim dilakukan oleh Ratu Inggris, Presiden Republik Prancis, Maupun Gubernur Jendral di Kanada. Posisi kepala Negara adalah sebagai lambang dari sebuah Negara. Dia menyambut tamutamu penting dari segala bagian dunia, dia meletakkan bunga di kuburan prajurit yang tidak dikenal, memberikan bintang-bintang kehormatan, dan lain sebagainya. 2. Presiden sebagai kepala eksekutif atau pemerintahan. Dia memegang mahkota, akan tetapi dia juga memerintah. Dia menjadi lambang rakyat, tetapi dia juga memimpin pemerintahan rakyat. Hanya presiden yang berhak mengangkat dan memberhentikan jutaan pegawai
kepala eksekutif. 3. Presiden sebagai diploma utama. Peran ini sebagai wujud dari tugas seorang presiden dalam melakukan fungsi sebagai perwakilan di negaranya dalam melakukan hubungan diplomatic dengan Negara asing. Biasanya presiden menjalankan fungsi ini dibantu oleh menteri luar negeri, namun dalam hal-hal tertentu presiden mengambil peranan itu sendiri. 4. Presiden sebagai legislator utama bukan berarti presiden sebagai pembuat undang-undang akan tetapi presiden sebagai orang yang terakhir mengesahkan undang-undang. 5. Presiden sebagai panglima tertinggi angkatan bersenjata. Dalam masa damai maupun perang seorang presiden adalah panglima tertinggi angkatan perang. Ini adalah merupakan jaminan yang hidup dari kepercayaan Amerika Serikat dalam :keutamaan kekuasaan sipil atas
Selain kelima peran utama tersebut, Clinton Rossiter mencatat ada beberapa peran lagi yang dimiliki oleh Presiden Amerika Serika. Pertama, dia sebagai pimpinan partai politik. Kedua, dia sebagai
30 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Ketiga, presiden bertin
Keempat,
presiden berperan sebagai pelindung perdamaian, dan kelima, presiden berperan sebagai manajer kemakmuran.59 Sementara di Indonesia tugas eksekutif sendiri diamanatkan dalam UUD 1945 Pasal 4 Ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan bahwa presiden menjalankan pemerintahan berdasarkan UndangUndang
Dasar,
sedangkan
ayat
(2)-nya
menyatakan
dalam
menjalankan pemerintahan presiden dibantuk oleh satu orang wakil presiden. Presiden dan wakil presiden di Indonesia setelah amandemen dipilih oleh rakyat secara langsung, dan harus dicalonkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi syarat sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Bahkan ketentuan tersebut langung diamantkan oleh Pasal 6A ayat (2) UUD 1945 yang mensyaratkan presiden dan wakil presiden diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik, tanpa menyisakan sedikit ruang bagi calon presiden dan wakil presiden dari luar partai politik (independen). Masalah tersbut yang akan menjadi kajian dalam tesis ini. Sebelum ada perubahan UUD 1945 presiden dan wakil presiden di Indoneseia belum pernah dipilih melalui pemilihan umum yang melibatkan rakyat secara langsung untuk ikut aktif berpartisipasi. Pemilu hanya dilaksanakan untuk memilih Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP), DPR, anggota konstituante, anggota MPR, dan anggota DPRD. Sebelumnya pemilihan presiden dan wakil presiden di Indonesia dipilih oleh MPR sebagai lembaga tertinggi negara saat itu dan dianggap sebagai perwujudan kedaulatan rakyat (Pasal 1 Ayat (2) UUD 1945 sebelum amandemen). Pemilihan oleh MPR dilaksanakan secara voting.
59
Ibid, hlm. 14-15.
31 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kekuasan presiden dan wakil presiden sebagai pemegang kekuasaan eksekutif di Indonesia yang diamanatkan oleh UUD 1945 meliputi kekuasan penyelenggaraan pemerintahan, kekuasaan di bidang peraturan perundang-undangan, kekuasaan di bidang yudisial, kekuasaan di dalam hubungan dengan luar negeri, kekuasaan menyatakan keadaan bahaya, kekuasaan sebagai pemegang kekuasaan tertinggi angkatan bersenjata, kekuasaan memberi gelar dan tanda kehormatan lainya, kekuasaan mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri, serta kekuasaan menganggat, menetapkan atau meresmikan pejabat-pejabat negara lainya. b. Pengisian Jabatan Presiden Presiden menjadi pemegang perang yang penting dan vital dalam
sebuah negara
yang menerapkan
sistem
pemerintahan
presidensial. Jabatan presiden tidak begitu saja dapat diisi oleh sembarang orang. Dengan peran pentingnya jabatan presiden tersebut maka hanya orang-orang tertentu yang memiliki kriterai-kriteria dan kompetensi tertentu juga yang dapat mengisinya, karena tidak semua orang mampu menanggung beban berat tersebut. Jabatan presiden merupakan sebuah jabatan politis, bukan jabatan karier. Konsekuensi dari jabatan politik adalah pengisianya dilakukan melalaui jalan pemilihan umum, bukan melalui jalur berjenjang sebagaimana jalur karier. Masalah
pengisian
jabatan
presiden,
Harun
Alrasid
mengklasifikasikan empat cara pengisian jabatan presiden. Yang pertama, adalah pengisisan jabatan presiden melalui pemilihan umum. Kedua, Pengisian jabatan presiden dengan jalan perwakilan. Ketiga, pengisian jabatan presiden dengan jalan pergantian. Dan yang terakhir keempat, adalah pengisian jabatan presiden dengan jalan pemangkuan sementara.60 Dalam hal ini penulis ingin menyoroti lebih dalam berkaitan dengan pengisian jabatan presiden melalui pemilihan umum 60
Harun Alrasid, Pengisian Jabatan Presidenan, Jakarta, Grafiti, 1999, hlm. 23-135.
32 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang relevan dalam konteks untuk mengakomodir calon presiden perseorangan. Dalam negara yang mengatasnamakan negara demokrasi, pengisian jabatan presiden dilakukan dengan cara pemilihan umum yang bisa berbentuk melibatkan rakyat langsung untuk memilih atau merepresentasikan hak rakyat untuk memilih kepada lembaga-lembaga perwakilan.61 Namun pada prinsipnya, di negara demokrasi pengisian jabatan presiden harus dilakukan berdasarkan pemilihan umum, entah apa itu bentuknya apakah dilakukan secara langsung atau tidak langsung sebagaiman tersebut diatas. Dalam pemilihan langsung, rakyat memilih calon presiden yang sudah diketahui orangnya. Pada pemilihan tidak langsung, terlebih dahulu rakyat memilih wakil-wakilnya yang akan duduk dalam suatu badan, baru kemudian badan ini yang akan melakukan pemilihan presiden. Dengan memakai sistem yang pertama, ada kemungkinan presiden akan berbeda dengan partai mayoritas yang menguasai parlemen.62 Di Indonesia sendiri tentang pengisian jabatan presiden pernah memakai sistem pengisian jabatan dengan pemilihan secara tidak langsung, ketika itu pada masa orde baru pemilihan presiden dilakukan oleh MPR. Dengan cara tersebut, pada waktu itu Soeharto melanggengkan kekuasaanya sebagai presiden selama kurang lebih 32 tahun lamanya sebagaimana daitur dalam konstitusi.63 Pemilihan dengan cara tidak langsung tersebut, kemudian berlanjut sampai pada pemilihan B.J. Habibie, Abdurrahman Wahid (Gus Dur), dan Megawati sebagai presiden. Hingga pada akhirnya momentum pemilihan presiden yang
61
Janedri M. Gaffar, Politik Hukum Pemilihan Umum, Jakarta, Konstitusi Press, 2012, hlm. 45 Harun Alrasid, Op. Cit. hlm. 23. 63 Sobirin Malian, Perkembangan Lembaga-Lembaga Negara di Indonesia, Yogyakarta, Total Media, 2011, hlm. 62. 62
33 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
melibatkan rakyat dimulai dari mengamandemen UUD
1945
khususnya mengenai klausul mengenai tata cara pemilihan umum.64 Bergersernya sistem pengisian jabatan presiden dari tidak langsung menjadi langsung tersebut adalah hasil dari semangat reformasi yang sejalan dengan kesepakatan untuk mempertahankan (dalam arti mempertegas) sistem pemerintahan presidensial, presiden (dan wakil presiden) haruslah memiliki legitimasi yang kuat. Legitimasi yang kuat menurut A.M Fatwa hanya bisa diperoleh jika presiden dan wakil presiden dipilih secara langsung oleh rakyat.65 Dalam
sebuah
pengisan
jabatan presiden dengan cara
pemilihan, banyak faktor-faktor penting yang harus diperhatikan agat kualitas dari pemilihan umum presiden tersebut menjadi baik dan demokratis. Sejalan dengan ungkapan Janedri M. Gaffar yang meyatakan bahwa pemilihan umum harus dijadikan sebagai substansi membentuk kekuasaan, tidak hanya sekedar sebatas legitimasi kekuasaan semata.66 Substani pembentukan kekuasan agak berkualitas harus diperhatikan dari aspek proses seleksi calon presiden sampai pada saat pemilihanya. Dalam hal tersebut peran dari partai politik sangatlah penting sebagai sebuah sarana penyalut aspirasi masyarakat. Dalam suatu pendapat yang ekstrim, Radbuch dalam buku Harun .67
demokrasi, harus mampu memberikan suatu yang baik baik dari segi organ-organ penyelenggaranya ataupun cara pandang masyarakat itu sendiri. Pemilihan umum presiden yang baik akan menghasilkan pula
64
Rumusan Pasal setelah
amandemen ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 65
A.M. Fatwa, Potret Konstitusi Pasca Amandemen UUD 1945, Jakarta, Kompas, 2009, hlm. 62. Janedri M. Gaffar, Op. Cit. 67 Harul Alrasid, Op. Cit, hlm. 24. 66
34 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sebuah sistem kepimpinan negara yang baik, berkualitas, serta memiliki legitimasi yang kuat. Sebaliknya, apabila sistem pemilihan presiden kurang baik maka bisa dibayangkan bahwa pemilihan presiden hanya menjadi ajang kompetisi dari oknum-oknum tertentu yang haus akan kekuasaan semata, sehingga rakyat hanya dijadikan sarana legitimasi kekuasaan semata. Peran partai politik dalam hal ini haruslah berjalan baik, namun faktanya partai politik hanya seringkali dijadikan sebuah kendaraan bagi orang-orang tertentu yang rakus akan kekuasaan. Pengisian jabatan presiden dengan cara pemilihan langsung juga memberikan sebuah sebuah pembenaran persepsi masyarakat berkaitan dengan tanggung jawab presiden. Apabila presiden dipilih langsung oleh rakyat maka berarti presiden karena sudah berjanji atau menurut
Kansil
disebut
juga
teori
perjanjian
masyarakat.68
Bertanggung jawab kepada rakyat sebagai wujud contract social antara rakyat dengan yang dipimpinya 69 dan rakyat wajib menaatinya sebagaimana
pendapat
Rousseau
bahwa
rakyat
memberikann
sebagaian hak-haknya untuk diserahkan oleh sebuah pemimpin sehingga menghasilkan sesuatu yang berdaulat dan memiliki hubungan timbal balik antara keduanya.70 Sebaliknya, apabila pengisian jabatan presiden dilakukan dengan cara tidak langsung menggunakan lembagalembaga perwakilan, maka presepsi yang muncul bahwa presiden bertanggung jawab dengan lembaga yang memilihnya tersebut.
4. Tinjauan Tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Hampir tidak ada sistem pemerintahan yang bersedia menerima cap tidak demokratis, maka hampir tak ada sistem pemerintahan yang 68
C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, 1986, hlm. 62. 69 Dalam hal ini presiden tidak bertanggung jawab kepada lembaga lain yang memilih atau kepada partai politik yang mengusungnya akan tetapi bertanggung jawab kepada rakyat sebagai pemegang kedaulatan (Pasal 1 Ayat (2) UUD 1945. 70 Jean Jacques Rousseau, Perihak Kontrak Sosial, Jakarta, Dian Rakyat, 2010, hlm.18.
35 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tidak menjalankan pemilu. Hanya sejumlah kecil saja negara yang tidak menjalankan pemilu seperti di Brunei Darussalam dan sejumlah negara monarki di Timur Tengah. Bahkan sistem pemerintahan komunis-pun, sebelum mereka runtuh menngadakan pemilu; sekalipun lebih merupakan formalitas politik belaka.71 Pemilu hakikatnya merupakan sistem penjaringan pejabat publik yang banyak digunakan oleh negara-negara di dunia dengan sistem pemerintahan yang demokratis.72 Seymour Martin berpendapat bahwa essensi pemilihan umum dikaitkan dengan demokrasi adalah leave office office upon losing an election, to follow rules even when they 73
work aga
Dikebanyakan negara demokrasi, pemilihan umum dianggap lambang sekaligus tolak ukur dari demokrasi itu. Hasil pemilihan umum yang diselenggarakan dalam suasana keterbukaan dengan kebebasan berpendapat dan kebebasan berserikat, dianggap mencerminkan dengan agak akurat partisipasi serta aspirasi masyarakat. Sekalipun demikian, disadari bahwa pemilihan umum tidak merupakan satu-satunya tolok ukur dan perlu dilengkapi dengan pengukuran beberapa kegiatan lain yang lebih bersifat berkesinambungan, seperti partisipasi dalam kegiatan partai, lobying, dan sebagainya.74 Pemilihan umum merupakan sebuah momen yang bersejarah bagi sebuah pemerintahan dan pergantian rezim pemerintahan, Yudhoyona
sebagaimana
disampaikan
oleh
Susilo
Bambang
ic elections ensure poltical accountability and .75
71
Eep Saefullah Fatah, Pemilu dan Demokratisasi:Evaluasi Terhadap Pemilu-Pemilu Orde baru, Jakarta, Ghalia Indonesia, 1997, hlm. 14. 72 Titik Triwulan Tutik, op. cit, 2010, hlm. 329. 73 Lisa Anderson, The Ex-President, Journal of Democracy, volume 21, Nomor 2, 2 April 2010, National Endowment for Democracy and The Johns Hopskins University Press. 74 Miriam Budiardjo, op. cit, 1991, hlm. 461. 75 Susilo Bambang Yudhoyono, The Democratic Instinct in The 21st Century , Journal of Democracy, volume 21, Nomor 3, 3 July 2010, National Endowment for Democracy and The Johns Hopskins University Press.
perpustakaan.uns.ac.id
36 digilib.uns.ac.id
Bagi sejumlah negara yang menerapkan atau mengklaim diri sebagai negara demokrasi (berkedaulatan rakyat), pemilu memang dianggap sebagai lambang sekaligus tolak ukur utama dan pertama dari demokrasi. Artinya, pelaksanaan dan hasil pemilhan umum merupakan refleksi dari suasana keterbukaan dan aplikasi dari nilai dasar demokrasi, di samping cerminan pendapat warga negara. Alasanya, pemilu dianggap akan melahirkan suatu representatif aspirasi rakyat yang tentu saja berhubungan erat dengan legitimasi bagi pemerintah. Melalui pemilu, demokrasi sebagai sistem yang menjamin kebebasan warga negara terwujud melalui penyerapan suara sebagai bentuk partisipasi publik secara luas. Dengan kata lain bahwa pemilu merupakan simbol daripada kedaulatan rakyat. 76 Pemilu sendiri menurut A.S.S. Tambunan dalam buku yang ditulis Titik Triwulan Tutik adalah merupakan sarana pelaksanaan asas kedaulatan rakyat pada hakikatnya merupakan pengakuan dan perwujudan daripada hak-hak politik rakyat dan sekaligus merupakan pendelegasian hak-hak tersebut oleh rakyat kepada wakil-wakilnya untuk menjalankan pemerintahan. Sementara M. Rusli Karim dalam buku Titik Triwulan Tutik menyatakan bahwa pemilu merupakan salah satu sarana utama untuk menegakan tatanan demokrasi (kedaulatan rakyat), yang berfungsi sebagai alat menyehatkan dan menyempurnakan demokrasi, bukan sebagai tujuan demorkasi.77 Berkaitan dengan desain sistem pemilihan umum sendiri, Ramlan Surbakti menyatakan bahwa berkaitan dengan metoda pencalonan yang dipilih dapat ditentukan lewat; (a) siapakah yang melakukan pencalonan, apakah partai politik peserta pemilihan umum atau perseorangan, atau keduanya?; (b) bagaimana calon ditentukan: Apakah ditentukan secara sentral oleh DPP Partai;atau diusulkan oleh cabang, ataukan metoda melibatkan anggota partai di daerah pemilihan melalui pemilihan dahulu; 76 77
Titik Triwulan Tutik, op. cit, 2010, hlm. 330. Ibid, hlm. 331.
perpustakaan.uns.ac.id
37 digilib.uns.ac.id
(c) bagaimana daftar calon disusun, yaitu apakah menurut nomor urut atau tidak?; (d) apakah syarat pemilihan calon diat persaingan terbuka dan adil tetapi dipilih anggota partai tanpa kriteria persyaratan yang ketat atau kriteria dan persayaratan yang diatur secara rinci dengan Pasal.78 Berkaitan dengan pemilu presiden dan wakil presiden sendiri, di Indonesia pemilihan umum presiden dan wakil presiden dengan melibatkan rakyat secara aktif turut berpartisipasi dalam pemilihan umum mulai terjadi sejak adanya amandemen UUD 1945 pasca jatuhnya rezim pemerintahan orde baru pada tahun 1999. Sebelum itu pemilihan presiden yang dinamakan lembaga tertinggi negara yaitu MPR.MPR pada saat sebelum amandemen UUD 1945 memiliki kewenangan untuk memilih presiden dan wakil presiden bahkan sampai kewenangan memberhentikan presiden ditengah masa jabatanya atau yang lebih terkenal dengan istilah impeachtment atau pemakzulan. Pemilihan presiden dan wakil presiden di Indonesia sebelum amandemen dipilih melalui voting anggota MPR pada saat itu. Pemilihan umum yang melibatkan rakyat secara langsung hanya digunakan untuk memilih anggota KNIP (tahun 1946), anggota Konstituante (Tahun 1950), DPR, dan DPRD. Barulah setelah rezim orde baru runtuh pada tahun 1999 dan setelah adanya amandemen UUD 1945 pemilihan presiden dan wakil presiden di pilih melalui pemilihan umum dengan melibatkan rakyat secara aktif. Presiden dan wakil presiden di Indonesia setalah amandemen dipilih oleh rakyat secara langsung, dan harus dicalonkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi syarat sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Bahkan ketentuan tersebut langung diamantkan oleh Pasal 6A ayat (2) UUD 1945 yang 78
Ramlan Surbakti, Demokrasi Menurut Pendekatan Kelembagaan Baru, Jakarta, MIPI, 2009, hlm. 47.
38 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mensyaratkan presiden dan wakil presiden diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik, tanpa menyisakan sedikit ruang bagi calon presiden dan wakil presiden dari luar partai politik (independen). Masalah tersbut yang akan menjadi kajian dalam tesis ini.
5. Tinjauan tentang Sistem Pemerintahan Secara umum, seringkali terjadi kesulitan dalam memahami istilah
pada intinya ketiga istilah tersebut memiliki arti yang berbeda satu sama lain. Bentuk negara dalam beberapa literatur dijelaskan ada dua bentuk, yaitu yang pertama, bentuk negara kesatuan, dan yang kedua bentuk negara federasi. Namun, tidak sedikitpula ahli yang memiliki pendapat bentuk negara ada tiga bentuk, dengan menambahkan bentuk ketiga, yaitu bentuk negara konfederasi. Jimly Asshiddiqie misalnya, beliau merupakan ahli yang meklasifikasikan bentuk negara menjadi tiga bentuk tersebut diatas.79 Sementara itu, berkaitan dengan bentuk pemerintahan. Hans Kelsen, dalam teori politik klasik, bentuk pemerintahan diklarifikasikan menjadi dua, yaitu bentuk pemerintahan monarki dan republik.80 Untuk membedakan dua bentuk negara tersebut, L. Dugoit sebagaimana ditulis dalam buku Saldi Isra menyatakan bahwa jika kepala negara diangkat berdasarkan hak waris atau keturunan maka disebut dengan monarki. Sedangkan jika kepala negara dipilih melalui pemilihan umum untuk masa jabatan tertentu maka bentuk negaranya disebut republik. 81 Ada
banyak
pendapat
ahli
hukum
berkaitan
dengan
pengelompokan sistem pemerintahan. Ada ahli hukum yang membagi sistem pemerintahan kedalam dua, tiga atau empat bentuk. Jimly
79
Jimly Asshidiqqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jakarta, Sekretarian Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, 2006, hlm. 6. 80 Hans Kelsen, Op. Cit. hlm. 401. 81 Saldi Isra, Pergeseran Fungsi Legislasi (Menguatnya Model Legislasi Parlementer dalam Sistem Presidensial di Indonesia), Jakarta, Rajawali Press, 2010, hlm. 23.
39 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Asshidiqqie misalnya, membagi empat model sistem pemerintahan, yaitu model Inggris, Amerika Serikat, Prancis, dan Swiss. Amerika Serikat menganut sistem presidensial. Hampir seluruh negara di Benua Amerika, kecuali beberapa seperti Kanada, meniru Amerika Serikat dalam hal ini. Di benua Eropa dan
kebanyakan negara Asia pada umumnya
menggunakan model Inggris, yaitu sistem Parlementer. Akan tetapi, Prancis memiliki model tersendiri yang bersifat campuran atau yang dikenal dengan hybrid system. Model keempat yang agak khas adalah Swiss yang dikenal dengan collegial system yang sangat berbeda dengan ketiga model tersebut diatas.82 Masing-masing negara memakai sistem pemerintahanya sendirisendiri
sebagaimana
yang
cocok
dirasakan
oleh
masing-masing
negara.Penerepan sistem pemerintahan negara sangatlah bergantung pada kebudayaan masing-masing negara. Soepomo dalam buku yang ditulis Hamdam Zoelva menyatakan bahwa dasar sistem pemerintahan sangat bergantung pada Staatsidee (aliran pikir tentang negara).83 A. Sistem Pemerintahan Presidensial a. Ciri-ciri Umum Sistem Pemerintahan Presidensial Sistem pemerintahan presidensial berasal dari negara Amerika Serikat, maka tidaklah jarang kita mendengar bahwa Amerika Serika adalah the mother of presidensial. Hendarmin Ranadireksa dalam bukunya menyatakan bahwa sejarah sistem presidensial berawal dari lahirnya negara baru Amerika Serikat buah dari perjuangan rakyat koloni Inggris di Benua Amerika untuk memiliki pemerintahan sendiri lepas dari pusat kekuasaan, Kerajaan Inggris. Dengan panjang sejarah perjuangan, sampai pada akhirnya rakyat Amerika yang banyak dipengaruhi oleh pemikiran-
82
Jimly Asshidiqqie, Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi, Jakarta, SInar Grafika, 2011, hlm. 98-99. 83 Hamdan Zoelva, Pemakzulan Presiden di Indonesia, Jakarta, Sinar Grafika, 2011, hlm. 66.
40 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pemikiran pemikiran-pemikiran filsuf eropa berkaitan dengan teori .84 Ciri yang paling menonjol dalam sistem pemerintahan presidensial adalah, sesuai dengan namanya, obyek utama yang diperbutkan, adalah presiden. Hendarmin Ranadireksa menyatakan peran dan karakter individu presiden lebih menonjol dibanding dengan peran kelompok, organisasi, atau partai. Oleh karena jabatan presiden hanya dapat dijabat oleh seorang yang dipilih rakyat dalam pemilu yang berarti pula bahwa presiden (secara individu) bertanggung jawab langsung kepada rakyat, maka tidak ada alasan yang bisa membatasi bahwa calon presiden harus berasal dari partai. Calon presiden dapat berasal dari perseorangan sebagai figur independen85 sejauh rakyat, sebagai pemilik kedaulatan rakyat, mempercayai dirinya. Kompetisi antara calon presiden,
dalam
sistem
presidensial,
adalah
pada
tataran
kapabilitas, performansi, karakter pemimpinm dan wawasan kenegaraan yang dimiliki calon.86 Jimly Asshidiqqie mengemukan sembilan karakter sistem pemerintahan presidensial yang bersifat universal sebagai berikut; 1. Terdapat pemisahan kekuasaan yang jelas antara cabang kekuasan eksekutif dan legislatif; 2. Presiden merupakan eksekutif tunggal. Kekuasaan eksekutif presiden tidak terbagi dan yang ada hanya presiden dan wakil presiden saja; 3. Kepala pemerintahan adalah sekaligus kepala negara atau sebaliknya, kepala negara adalah sekaligus merupakan kepala pemerintahan; 4. Presiden mengangkat para menteri sebagai pembantu atau sebagai bawahan yang bertanggung jawab kepadanya; 84
Hendarmin Ranaderiksa, Op. Cit. hlm. 127-130. Arti kata presiden independen disini dapat berarti en refering to politics an independent candidate is a person tuns without a specific political party. An independent candidat ussualy has view that are central of main parties. You do not run behind the ticket of any spesific political diakses dari www.ask.com/question/what-is-an-independent-candidate , diakses pada senin, 18 November 2013 pukul 12.03 Wib. 86 Hendarmin Ranadireksa, Op. Cit, hlm. 133. 85
perpustakaan.uns.ac.id
41 digilib.uns.ac.id
5. Anggota parlemen tidak boleh menduduki jabatan eksekutif dan demikian pula sebaliknya; 6. Presiden tidak dapat membubarkan ataupun memaksa parlemen; 7. Jika dalam sistem pemerintahan parlementer belaku prinsip supremasi parlemen, maka dalam sistem presidensial berlaku prinsip supremasi kosntitusi. Karena itu, pemerintahan eksekutif bertanggung jawab kepada konstitusi; 8. Eksekutif bertanggung jawab langsung kepada rakyat yang berdaulat; 9. Kekuasaan tersebar secara tidak terpusat seperti dalam sistem pemerintahan parlementer yang terpusat pada parlemen.87 Dalam sistem presidensial, presiden dan legislatif masingmasing dipilih langsung oleh rakyat dalam pemilu. Artinya keduanya bertanggung jawab kepada rakyat. Kedudukan eksekutif dan legislatif terpisah tegas, hubungan eksekutif legislatif bukan sebagai sebuah kerja sama88 namum sebuah kontrol.89Maka implikasinya dalam praktek, semisal ada perdebatan mengenai rancangan undang-undanga APBN dalam sistem presidensial, kendati ada saja nuansa ideologis, namun sifat perdebatan tidak pada pro dan kontra terhadap program yang diajukan presiden (sejauh hal tersebut berkaitan dengan kontrak sosial) melainkan lebih ditujukan untuk mempertajam isi dan materi program.90 Dalam sistem pemerintahan presidensial presiden adalah sebagai subyek pemerintahan. Kekuataan presiden adalah pada kenyataan bahwa dirinya dipilih langsung oleh rakyat. Dalam pemilihan umum untuk memilih presiden, kandidat presiden 87
Jimy Asshidiqqie, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta, Bhuana Ilmu Populer, 2008, hlm. 316. 88 Saldi Isra, Op. Cit..hlm. 42. 89 Hendarmin Ranadireksa, Op. Cit. hlm. 133. 90
oleh pesiden sehingga menjadi gagal, akan tetapi jiwa dari demokrasi harus diimplementasikan dalam bentuk perdebatan terhadap besar-kecilnya kenaikan APBN, atau dalam hal rancangan undang-undanga pendidikan misalnya yang diperdebatkan adalah besar-kecilnya prosentasi APBN yang dialokasikan ke pendidikan. Hal tersebut merupakan wujud dari penghormatan pemenang dalam sebuah kompetisi yang fair.
42 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
bersaing memaparkan dan menawarkan visi dan progamnya untuk berlomba-lomba medapatkan suara pemilih 91. Ruang lingkup visi dan program biasanya menyangkut sejumlah pilihan prioritas atas isu pokok yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan, masing-masing
memiliki
dipertarungkan
dalam
visi
dan
kampanye
program adalah
yang
pilihan
biasa seperti;
pemotongan pajak pendapatan, pemotongan/peningkatan
pajak
penjualan, perlindungan terhadap produk pertaninan dalam negeri, perlindungan
hak
dan
kepentingan
kaum
buruh,
masalah
pengangguran, pencemaran lingkungan, peningkatan anggaran riset dan pendidikan,92 dan di Indonesia biasanya berkaitan dengan masalah korupsi, penegakan hukum, dan peningkatan ekonomi. Terpilihnya presiden dalam pemilu subsatansinya adalah pengakuan dan persetujuan rakyat atas visi dan program yang ditawarkan. melaksanakan apa yang dijanjikan didalam pemilu. Rakyat perlu Maka fungsi legislatif adalah mengemban mandat rakyat untuk mesukseskan misi
dan
program
eksekutif/presiden.
Peran
legislatif
mentransformasikan ke dalam kebijakan negara. Artinya fungsi legislatif dalam sistem presidensial adalah lembaga yang harus ikut mensukseskan misi presiden dengan cara mempertajam program dan melakukan sejumlah koreksi. Hal yang sangat mendasar dari kecuali oleh pemberi mandat, yakni rakyat.93
91
Pemilih dapat dibedaka menjadi dua kelompok, Felsenthal dan Brichta membedakan menjadi pemilih yang tulus (sincere voters) dan pemilih stategik (strategic voters) (baca lebih jelas dalam buku Ign. Ismanto dkk, Pemilihan Presiden Secara Langsung 2004 Dokumentasi, Analitis, dan Kritik, Yogyakata, Galang Prees, 2004, hlm.139). Calon presiden dalam hal ini biasanya memperebutkan pemilih strategik atau dalam bahasa lain bisa disebut pemilih yang belum menentukan pilihanya atau floating voters. 92 Hendarmin Ranadireksa, Op. Cit, hlm. 141. 93 Ibid. hlm. 142.
43 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dalam sistem presidensial pemilihan umum presiden memiliki bobot lebih dibandingkan dengan pemilihan umum anggota legislatif. Pemilu presiden adalah untuk memilih satu orang untuk menjadi kepala pemerintahan merangkap kepala negara dalam istilah Hendarmin Ranadireksa disebut sebagai pemilu mayor. Sementara, pemilihan umum anggota legislatif disebut sebagai pemilu minor karena memilih beberapa ratus orang untuk menjadi anggota legislatif.94 Fungsi presiden yang sangat strategis sebagai kepala pemerintahan dan kepala negara di dalam sistem presidensial sangat membutuhkan sosok orang yang mampu membantu tugasnya tersebut. Dalam sistem presidensial, Wakil presiden adalah figur yang penting yang dapat menjalankan tugas-tugas presiden apabila berhalangan hadir.95 Kehadiran wakil presiden sangat penting untuk mencegah terjadinya vacum of power. b. Peran Partai dalam sistem Presidensial Partai politik memegang peran penting dalam sistem demokrasi di setiap negara. Partai politik sebagai penyalur aspirasiaspirasi dalam masyarakat menjadi sangat sentral peranya dalam penyelenggaraan negara. -kebijakan publik yang diambil negara. Akan tetapi, peran partai politik dalam sistem
masing-masing. Peran partai politik dalam sistem pemerintahan presidensial, pasti berbeda porsinya dengan peranya di dalam sistem pemerintahan parlementer. Sistem pemerintahan presidensial memisahkan secara jelas antara eksekutif dan legislatif sehingga praktis tidak tersedia ruang bagi partai untuk menawarkan atau menjanjikan visi program 94
Ibid. Berbeda dengan sistem pemerintahan parlementer, karena presiden dalam sistem pemerintahan parlementer bertugas sebagai kepala negara, maka tidak lazim ketika presiden memiliki wakil. 95
44 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pemerintahan
seperti
halnya
dalam
sistem
pemerintahan
parlementer. Oleh sebab itu kampanye calon anggota legislatif tidak mungkin lagi berisi tawaran visi/program pemerintahan karena hal tersebut merupakan materi kampanye calon presiden sebagai pemegang kepala pemerintahan. Nuansa pemilu legislatif akan lebih diwarnai oleh kompetisi wawasan atau masalah kenegaraan secara umum.96 Dominanya peran presiden, selaku individu, sebagai pertanggung
jawaban
atas
keberhasilan
atau
kegagalan
pemerintahan, maka langsung atau tidak langsung mempersempit ruang partai politik memunculkan isu-isu politik yang berkaitan dengan isu-isu pemerintah. Dalam sistem presidensial sulit dan hampir tidak memberikan menawarkan
ideologi
arti
tertentu
apapun atau
bagi partai untuk menawarkan
warna
pemerintahan tertentu karena presidenlah yang secara nyata dipilih oleh sebagaian besar rakyat. 97 Di Amerika Serikat, peran partai dalam praktek lebih sebagai organisasi yang menfasilitasi calon-calon eksekutif. Partai lebih sebagai
kandidat presiden, khusunya dalam
mencari dan mengumpulkan dana dari simpatisan kandidat presiden). Partaiumum.98 Dalam sistem presidensial, partai berfungsi sebagai
menduduki jabatanya. Hal tersebut berimpikasi bahwa presiden
terpilih. Presiden bebas dari intervensi-intervensi kepentingan partai dalam menjalankan pekerjaanya.
96
Hendarmin Ranadireksa, Op. Cit, hlm. 147. Ibid. hlm. 148. 98 Ibid. 97
45 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Melihat fenomena tersebut diatas bukan lantas menjadikan partai s
Ranadireksa menjelaskan bahwa partai yang berhasil menempatkan kadernya patut berbangga karena berarti calon presiden dari partai tersebut langsung ataupun tidak langsung adalah yang paling banyak memiliki kesamaan dengan aspirasi masyarakat. Lebih lanjut Hendarmin mengatakan, artinya partai telah melaksanakan fungsinya dengan benar, mencari dan menemukan kader terbaik bangsa.99 Iklim kepartaian sistem presidensial memiliki nuansa yang berbeda dengan sistem parlementer. Peran utama partai bukan sebagai pengusung ideologi sebagainya halnya dalam sistem parlementer. Peran utama partai lebih sebagai fasilitator pemilu. Konstitusi
Amerika
Serikat
bahkan
sama
sekali
tidak
mencantumkan secara eksplisit tentang fungsi dan tempat partai dalam sistem politiknya.100 Keadaan yang sepertu tersebut diatas bukan berarti juga bahwa peran partai tidak penting, peran partai tetap sama lazimnya peran partai di dalam negara demokrasi, yang meliputi sarana komunikasi politik, sarana sosialisasi politik, rekrutment politik, dan sarana pengatur konfilk.101 Akan tetapi dalam hal pemerintahan, partai hanya mengawasi presiden apakah presiden sudah menjalankan kontrak sosialnya sebagaimana dijanjikan dalam kampanye dahulu atau tidak. Melihat peran partai politik dalam sistem pemerintahan presidensial sebagaimana diuraiakan diatas, maka tidak dikenal adanya partai oposisi. Meskipun presiden dicalonkan melalui partai, akan tetapi tanggung jawab presiden adalah tanggung jawab individu selaku kepala negara dan kepala pemerintahan. Bahkan 99
Ibid, hlm. 149. Ibid 101 Baca lebih jelas dalam Mirian Budiardjo, Op. Cit, hlm 405-409. 100
46 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menurut Hendarmin Ranadireksa, secara etika kenegaraan, sudah harus melepaskan keterikatanya dengan partai begitu dia terpilih.102 Hal tesebut sejalan dengan kata F.D. Rosevelt mantan Presiden Amerika Serikat .103
rakyat, tidak terkecuali partai/calon presiden yang kalah. Peran partai dalam menyikapi program atau isu tertentu (baik berasal partai pengusung presiden atau sebaliknya), terletetak dalam fatsun demokrasi sistem presidensial. Partai lebih mepresentasikan dirinya sebagai figus figur yang mewakili aspirasi rakyat. B. Sistem Pemerintahan Parlementer Hampir semua ahli hukum menyebutkan bahwa sistem pemerintahan parlementer berasal dari negara Inggris. Lahirnya sistem pemerintahan parlementer, direfleksi dari peristiwa Magna Charta, Habeas Corpus, Bill of Rights, dan revolusi yang terjadi di Inggris. 104 Lahirnya sistem pemerintahan parlementer, merupakan sebuah revolusi dalam sistem ketatanegaraan pada saat itu, untuk menentang absolutisme raja di Inggris. Seperti halnya namanya, objek yang menjadi perebutan dalam sistem ini adalah parlemen. Pemilihan umum parlemen menjadi sangat penting karena kekuasaan eksekutif hanya mungkin diperoleh setelah partai kontestan pemilu berhasil meraih kursi mayoritas dalam parlemen. Etika yang umum dianut dalam sistem parlementer adalah bahwa pimpinan tertinggi partai, bisa ketua atau sekjen partai, adalah figur yang harus bertanggung jawab atas ideologi partai. Demikian pula visi dan/atau program yang ditawarkan partai dalam pemilu harus
102
Hendarmin Ranadireksa, Ibid, hlm. 150. Jilmy Asshidiqqie, Memperkuat Sistem Pemerintahan Presidiensial, makalah disampaikan pada orasi ilmiah pada dies natalis Universitas Negeri Jember Ke-47, pada hari senin 14 November 2011. 104 Untuk lebih jelas baca Hendarmin Ranadireksa, Op. Cit. hlm 101-106. 103
47 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menjadi tanggung jawab pimpinan partai. Maka atas dasar tersebut pimpinan tertinggi partai, yang memenangkan pemilu, secara otomatis menjadi Perdana Menteri.105 Sistem pemerintahan parlementer juga memisahkan secara tegas antara jabatan kepala negara dan kepala pemerintahan. Kepala pemerintahan adalah perdana menteri yaitu pimpinan partai pemenang pemilu, sedang kepala negara adalah presiden dalam negara berbentuk republik atau dalam negara berbentuk monarki adalah raja/ratu. Kepala pemerintahan, perdana menteri menjalan kekuasan eksekutif. Kepala negara dalam sistem parlementer merupakan simbol representasi negara atau sebagai pemersatu bangsa. Didalam sistem pemerintahan parlementer pemilihan umum juga bisa dikategorikan sebagai pemilihan umum mayor dan minor. Pemilihan
umum
mayor
adalah
pemilihan
umum
untuk
memperebutkan kursi di parlemen yang nanti dijadikan dasar untuk menyusun eksekutif bagi partai pemenang. Dalam hal ini diperlukan suatu koalisi untuk memperebutkan kursi mayoritas di dalam parlemen. Sementara pemilu minor adalah pemilu yang digunakan untuk pemilih presiden sebagai kepala negara. Dalam sistem peemerintahan parlementer ini dikenal adanya partai koalisi sebagai perwujudan sistem check and balances. Dinamika poltiik
dalam
sistem
parlementer
lahir
dari
persaingan antar partai untuk merebut dukungan dan simpati publik. Saling kritik antara partai satu dengan partai lainya, atau upaya memperoleh sekutu taktis di antara partai-partai terjadi hampir tidak mengenal jeda. Partai dalam hal tersebut dituntut lebi
p
isu-isu publik yang faktual dan aktual. Bambang Cipto dalam Hendarmin Ranadireksa juga menyatakan bahwa sistem pemerintahan
105
Ibid. hlm. 106.
48 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
parlementer juga disebut dengan sebutan sistem pemerintahan dengan 106
Secara umum Titik Triwulan Tutik mengambarkan ciri-ciri umum dari sistem pemerintahan parlementer antara lain: 1. Kabinet yang dipimpin oleh perdana menteri dibentuk oleh atau atas dasar kekuatan dan/atau kekuatan yang menguasai parlemen; 2. Para anggota kabinet mungkin seluruhnya atau para anggota kabinet mungkin seluruh anggota parlemen, atau tidak seluruhnya dan mungkin pula seluruhnya bukan anggota parlemen; 3. Kabinet dengan ketentuanya (eksekutif) bertanggung jawab kepada parlemen (legislatif). Apabila kabinet atau seseorang atau beberapa orang anggotanya mendapat mosi tidak percaya kepada parlemen, maka kabinet atau seseorang atau beberapa orang daripadanya harus mengundurkan diri; 4. Sebagai imbalan dapat dijatuhkanya kabinet, maka kepala negara (presiden;raja atau ratu) dengan saran atau nasehat perdana menteri dapat membubarkan parlemen; 5. Kekuasaan kehakiman secara prinsipiil tidak digantungkan kepada lembaga eksekutif dan legislatif, hal ini untuk mencegah intimidasi dan intervensi negara lain. 107 C. PENULISAN YANG RELEVAN Penelitian yang relevan dengan penelitian ini antara lain: 1. Analisis Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 5 Tahun 2007 tentang Calon Perseorangan dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah (Perspektif Hukum Progresif). Suryo Gilang Romadlon, Tesis Universitas Sebelas Maret. 2011. 2. Latar Belakang Pembaharuan Sistem Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Dengan Pengajuan Calon Secara Independen. Lukman Hakim. Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Brawijaya. 2009. B. KERANGKA PEMIKIRAN Dalam penelitian hukum ini, peneliti mempunya kerangka/pola berfikir seperti yang tertuang dalam bagan sebagai berikut: 106
Ibid, hlm. 118. Titik Triwulan Tutik, Op. Cit. hlm. 149.
107
49 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
NEGARA DEMOKRASI
PEMILIHAN UMUM
PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN DI INDONESIA
PEMILIHAN UMUM (DEMOKRATIS) TEORI DEMOKRASI (POLYARCHY)
-
ADANYA PARTISIPASI RAKYAT DIBUKANYA PINTU KOMPETISI YANG SELEBAR-LEBARNYA DIAKOMODIRNYA KEBEBASAN HAK SIPIL DAN POLITIK OLEH PEMERINTAH
-
IUS CONSTITUTUM
IUS CONSTITUENDUM
CALON DIAJUKAN PARTAI POLITIK ATAU GABUNGAN PARTAI POLITIK PESERTA PEMILU
CALON DIAJUKAN DARI PARTAI POLITIK ATAU PERSEORANGAN
ADANYA PEMBATASAN RUANG KOMPETISI (RIGHT TO BE A CANDIDATE)
DIBUKANYA PINTU KOMPETISI YANG SELEBAR-LEBARNYA
RIGHT TO VOTE RIGHT TO BE A CANDIDATE
Keterangan: Pemilihan umum presiden dan wakil prsiden di Indonesia dalam ius contitutum diatur Dalam Pasal 6A ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi bahwa calon pasangan presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu.Pasal 6A ayat (5) kemudian mendelegasikan pengaturan tentang pemilihan presiden dan wakil presiden tersebut kedalam suatu undang-undang.Berdasarkan hal tersebut lahirnya undang-undang organik yaitu Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang
50 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden. Berdasarkan ketetentuan tersebut pasangan calon presiden dan wakil presiden harus diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik byang mendapat suara 20% (dua puluh persen) di DPR atau 25% (dua puluh lima persen) suara secara nasional. Ketentuan Pasal 6A ayat (2) UUD 1945 jelas mewajibakan calon presiden dan wakil presiden diusung oleh partai politik, sehingga menutup kemungkinan adanya calon presiden dan wakil presiden dari luar partai politik. Pemilihan Umum merupakan pintu gerbang bagi demokrasi. Pemilihan umum
merupakan
representasi
dari
kedaulatan
rakyat.Penyenggaraan
pemilihan umum harus dibuka selebar-lebarnya partisipasi rakyat.Bentuk partisipasi rakyat tersebut harus dengan right to be vote dan right to be a candidate, kedua unsur tersebut merupakan hal yang imperative harus ada dalam pemilihan umum.Wujud dari right to be a candidate adalah dibukanya ebar-lebar berkaitan persaingan untuk menjadi pemimpin di dalam sebuah negara demokrasi. Negara tidak boleh melakukan pembatasan dengan cara-cara tertentu. Dalam ius contituendum sistem pemilihan umum presiden dan wakil presiden di Indonesia diharapkan hadir aturan yang mampu menngurangi monopoli dan oligarki partai politik dalam mengajukan calon presiden. Aturan tersebut dilatarbelakangi pengembalian prinsip-prinsip pemilihan umum sesusai dengan teori demokrasi (polyarchy) yaitu adanya right to vote dan right to be a candidate. Implementasi
dari
bentuk
right
to
be
a
candidate
adalah
diakomodirnya seluruh hak-hak warga yang memiliki kompetensi menjadi pemimpin
dengan
cara
memberikan
aturan-aturan
yang
mampu
mengakomodir hal tersebut. Partai politik tidak boleh memonopoli pencalonan kandidat dalam pemilihan umum. Sebagai alternatif terhadap ketidak percayaan publik terhadap partai politik dan wujud dari penerapan asas right to be a candidate maka harus ada alternatif lain yaitu calon perseoranganan yang kompeten memimpin negara, tapi tidak diakomodir oleh partai-partai politik yang ada. Penerapan kedua alternatif tersebut merupakan sebuah
perpustakaan.uns.ac.id
51 digilib.uns.ac.id
metode untuk mewujudkan sistem pemilihan umum terutama pemilihan umum presiden dan wakil presiden menjadi lebih demokratis yang jauh dari dominasi dan oligarki partai politik sebagai pemeran utama.