BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Proses Produksi Proses produksi vaksin tidak semudah proses produksi obat pada umunya, melalui penelitian terkini maka vaksin yang aman dan berkualitas internasional dapat diproduksi dengan kualitas terbaik sehingga dengan adanya vaksin yang berkualitas maka dapat berpartisipasi dalam meningkatkan dunia kesehatan hewan. Bahan Baku yang digunakan dalam pembuatan vaksin merupakan bahan baku berkualitas. Sebelum digunakan untuk proses produksi dilakukan pemeriksaan uji bahan baku di laboratorium kimia dengan seraingkaian uji yang sesuai dengan prosedur dan standar yang telah ditetapkan, jika hasil uji memenuhi spesifikasi maka bahan baku tersebut dapat digunakan untuk produksi. Vaksin Aktif dibuat setelah produksi antigen aktif. Antigen aktif inilah yang menjadi bahan baku pembuatan vaksin aktif, yang selanjutnya digunakan untuk pembuatan vaksin aktif. Bahan baku pada pembuatan antigen aktif yaitu berasal dari telur ayam SPF (Specific Phatogen Free) atau telur yang bebas dari patogen atau mikroba lain. Telur SPF (Specific Phatogen Free) diinkubasi dalam inkubator (370C), selanjutnya
8
9
dilakukan proses inokulasi yaitu proses pengembangbiakan telur dalam media telur SPF (Specific Phatogen Free). Inkubasikan kembali telur yang telah diinokulasikan virus kedalam inkubator. Proses selanjutnya yaitu Chilling dimana memasukan telur kedalam Cool Room 40C yang bertujuan untuk mematikan embryo. Setelah proses chilling maka panen cairan alantois yang telah mengandung virus untuk selanjutnya dilakukan pengujian terhadap antigen virus tersebut. Antigen diterima sebagai bahan baku vaksin apabila telah lulus uji kualitas dan selanjutnya dilakukan formulasi vaksin dengan pencampuran antigen dengan stabilizer, setelah proses tersebut dilakukan proses filling kedalam vial sesuai dengan volume dan dosis yang diinginkan. Proses terakhir yaitu proses Freeze Drying untuk mengubah bentuk vaksin menjadi kering beku dengan alat Freeze Dryer. Setelah vaksin selasai proses pembuatannya maka dilakukan Capping atau penutupan vial dan uji kevakuman. Selanjutnya dilakukan Test kualitas yang mencakup kadar air (Moisture test), Sterilitas, VCT, Safety, Potensi, dan karakter Vaksin. Berikut akan dijelaskan dalam gambar.
10
11
Gb. 2.2 Produksi Antigen Aktif
12
Gb.2.3 Produksi Vaksin Aktif 2.2 Kualitas Produk Secara konseptual Crosby (1984) menyatakan bahwa Kualitas Produk adalah kesesuaian spesifikasi produk untuk memenuhi kebutuhan pelanggan sesuai dengan permintaannya, pada relevansi semua kriteria dimensi yang terkandung dalam produk
13
yang bersangkutan. Selanjutnya, Crosby (1996) dalam Demirbag et al. (2006) mendefinisikan kualitas sebagai “conformance to requirements or specifications” that is based on customer needs. Sehingga suatu produk atau jasa dikatakan berkualitas apabila produk atau jasa tersebut dapat memenuhi kebutuhan, keinginan dan kepuasan konsumen. Beberapa metode pendekatan yang selama ini digunakan untuk menjamin sebuah kualitas yang sesuai standar telah banyak dikembangkan diantaranya TQM (Total Quality Management), CI (Continous Improvement), Kaizen, Process Reengineering, Failure Mode and Effect Analysis, Design Reviews, Voice of the Customer, Cost of Quality (COQ).
14
Total Quality Management (TQM) adalah suatu pendekatan manajemen yang menempatkan mutu sebagai strategi usaha, dengan cara melibatkan seluruh anggota organisasi dalam upaya peningkatan mutu secara berkesinambungan dan sepenuhnya berorientasi pada kepuasan pelanggan. Total Quality Management (TQM) merupakan paradigma baru dalam menjalankan bisnis, yang berupaya untuk memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan secara berkesinambungan atas kualitas produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan organisasi. TQM merupakan pendekatan yang seharusnya dilakukan organisasi masa kini untuk memperbaiki kualitas produknya, menekan biaya produksi dan meningkatkan produktivitasnya. Sukses tidaknya implementasi TQM sangat ditentukan oleh kompetensi SDM perusahaan untuk merealisasikannya. Penerapan manajemen sumber daya manusia tidak berdiri sendiri tetapi terikat dengan paket TQM dan harus selaras dengan perubahan proses. Garvin (1987) menyebutkan bahwa ada delapan dimensi untuk menilai kualitas produk, yaitu: performance, reliability, serviceability, conformance, durability, features, aesthetic, perceived quality. Lakhal et al. (2006) menyebutkan bahwa kuailitas produk dapat diukur dari empat dimensi, yaitu: reliability, durability, tenacity, regularity. Konteks penelitian ini, untuk mengukur konstruk kualitas produk mereplikasi dari Garvin (1987) yang mengukur kualitas produk dengan delapan dimensi, yang meliputi indikator-indikator sebagaiberikut: 1. Performance (kinerja), yaitu karakteristik pokok dari produk inti 2. Features, yaitu karakteristik pelengkap atau tambahan 3. Reliability (kehandalan), yaitu tingkat kegagalan pemakaian
15
4. Conformance (Kesesuaian), yaitu sejauh mana karakteristik desain dan operasi memenuhi standar-standar yang telah ditetapkan sebelumnya 5. Durability (daya tahan), yaitu berapa lama produk dapat terus digunakan 6. Serviceability, yaitu meliputi kecepatan, kompetensi, kenyamanan, kemudahan dalam pemeliharaan dan penanganan keluhan yang memuaskan 7. Estetika, yaitu menyangkut corak, rasa dan daya tarik produk 8. Perceived, yaitu menyangkut citra dan reputasi produk serta tanggung jawab perusahaan terhadapnya 2.3 Six Sigma Awal tahun 1980-an, metode Six Sigma mulai diperkenalkan aplikasinya pada perusahaan manufaktur oleh Motorola dan secara bertahap diaplikasikan juga pada sektor bisnis lain seperti perbankan, hotel, rumah sakit, migas, dan sektor lainnya (Mayor, 2003). Tidak hanya Motorola, tetapi masih banyak perusahaan besar seperti General Electric, Texas Instruments, Allied Signal, Eastman Kodak, Borg-Warner Automotive, GenCorp, Navistar International and Siebe plc juga menerapkan Six Sigma (Murphy, 1998). Pendekatan Six Sigma didasarkan atas teori kualitas Jepang seperti: Total Quality Management (TQM), Kaizen, dan Quality Control Cycle (QCC) yang sering diaplikasikan pada proses manufaktur. Motorola mulai menerapkan Six Sigma pada tahun 1982 ketika program peningkatan kualitas mulai diimplementasikan secara terfokus pada proses manufaktur dengan target mereduksi biaya kualitas sebesar setengahnya. Usaha mereduksi biaya merupakan titik awal untuk melakukan perbaikan dan desain produk secara kontinu dengan memfokuskan pada desain kualitas dan
16
sejumlah tools kualitas yang baru bagi karyawan. Pengembangan tools baru dan membuat kualifikasi Six Sigma yang praktis merupakan usaha awal bagi Motorolla untuk memenangkan Malcolm Baldrige Award pada tahun 1988. Tabel 2.1. Perbandingan Six sigma dengan TQM Kelemahan (TQM) Solusi ( Six sigma) Kurangnya Integrasi
Link (hubungan) ke ‘lini dasar’ bisnis dan personal
Kepemimpinan yang apatis
Kepemimpinan di barisan depan
Konsep yang tidak jelas
Pesan sederhana yang diulang-ulang secara konsisten
Tujuan yang tidak jelas
Menetapkan tujuan ambisius yang tidak mungkin
Sikap yang puritan dan fanatik teknis
Mengadaptasi alat dan tingkat kekakuan lingkungan
Gagal untuk menghancurkan penghalang-
Prioritas terhadap manajemen proses
penghalang internal
lintas fungsi
Perubahan inkremental vs perubahan
Perubahan inkremental eksponensial
eksponensial Pelatihan yang tidak efektif
Blackbelts, greenbelts, master blackbelts
Fokus pada kualitas produk
Perhatian pada semua proses bisnis
Dalam Six Sigma ada siklus 5 fase DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve, Control) yaitu proses peningkatan terus menerus menuju target six sigma. DMAIC dilakukan secara sistematik berdasarkan pengetahuan dan fakta. DMAIC merupakan suatu proses closed–loop yang menghilangkan langkah–langkah proses yang tidak produktif, sering berfokus pada pengukuran–pengukuran baru teknologi untuk peningkatan kualitas menuju target six sigma.
dan menerapkan
17
DMAIC terdiri atas lima tahap utama, yaitu : 1.
Define Salah satu tantangan six sigma yang cukup sulit adalah identifikasi masalah yang terpenting untuk diselesaikan. Proyek six sigma dapat berkisar dari masalah kecil yang membahas satu wilayah kerja hingga masalah lintas organisasi. Salah satu persyaratan untuk mencapai status sabuk hijau adalah penyelesaian proyek six sigma dasar dengan sukses dengan cara memecahkan masalah bisnis penting yang secara positif memengaruhi kinerja bisnis ataupun pelanggan. Define merupakan langkah pertama dalam pendekatan Six Sigma. Langkah ini mengidentifikasi masalah penting dalam proses yang sedang berlangsung.
2.
Measure Proses pengukuran bertujuan untuk mengetahui tingkat kecacatan produk yang mungkin dipengaruhi oleh tingkat repeatibility dan reproductibility (variansi peralatan dan variansi operator) serta untuk mengetahui kemampuan proses atau kinerja dari proses produksi. Pada tingkatan proyek six sigma, indikator kualitas produk dan jasa difokuskan pada output dari proses manufaktur dan jasa, maka dari itu pengukuran ini dilakukan pada kinerja proses. Indikator yang umum digunakan dalam pengukuran kualitas six sigma adalah ketidaksesuaian per unit atau cacat per unit. Measure merupakan tindak lanjut dari langkah Define dan merupakan sebuah jembatan untuk langkah berikutnya yaitu Analyze. Langkah measure memiliki dua sasaran utama, yaitu :
18
1. Mendapatkan data untuk memvalidasi dan mengkuantifikasi masalah atau peluang. 2. Memulai menyentuh fakta dan angka-angka yang memberikan petunjuk tentang akar masalah. Milestone (batu loncatan) pada langkah measure adalah mengembangkan ukuran sigma awal untuk proses yang sedang diperbaiki. 3.
Analyze Langkah ini mulai masuk kedalam hal-hal detail, meningkatkan pemahaman terhadap proses dan masalah, serta mengidentifikasi akar masalah. Pada langkah ini, pendekatan Six Sigma menerapkan statistical tool untuk memvalidasi akar permasalahan. Tujuan dari tahap ini adalah untuk mengetahui seberapa baik proses yang berlangsung dan mengidentifikasi akar permasalahan yang mungkin menjadi penyebab timbulnya variasi dalam proses. Untuk mengetahui seberapa baik proses berlangsung, maka perlu adanya suatu nilai atau indeks yaitu Indeks Kemampuan Proses (Process Capability Index).
4.
Improve Selama tahap ini, diuraikan ide-ide perbaikan atau solusi-solusi yang mungkin untuk dilaksanakan.
5.
Control Sebagai bagian dari pendekatan Six Sigma, perlu adanya pengawasan untuk meyakinkan bahwa hasil-hasil yang diinginkan sedang dalam proses pencapaian.
19
Gb. 2.4 Penentuan Peta Kendali
20
Tabel 2.2. Perbedaan Konsep True 6-Sigma Process dan Motorola’s 6-Sigma Process Motorola Company's 6-Sigma
True 6-Sigma Process(Normal
Process
Distribustion Centered)
(Normal Distribution Shifted 1,5σ)
Spec Limit
Percent
DPMO
Spec Limit
Percent
DPMO
± 1 SIGMA
68,27
317300
± 1 SIGMA
30,23
697700
± 2 SIGMA
95,45
45500
± 2 SIGMA
69,13
308700
± 3 SIGMA
99,73
2700
± 3 SIGMA
93,32
66810
± 4 SIGMA
99,9937
63
± 4 SIGMA
99,379
6210
± 5 SIGMA
99,999943
0,57
± 5 SIGMA
99,9767
233
± 6 SIGMA
99,999999
0,002
± 6 SIGMA
99,99966
3,4
Tabel 2.3. Hubungan antara Indeks Kapabilitas Proses (Cp) dan Defect Per Million Opportunities (DPMO) Cp
DPMO
Cp
DPMO
0,33
317500
1,4
27
0,5
133600
1,5
6,8
0,67
45500
1,6
1,6
1
2700
1,67
0,6
1,1
967
1,7
0,34
1,2
318
1,8
0,06
1,3
96
2
0,0018
2.4 Statistical Process Control (SPC) Statistical Process Control (SPC) metode telah secara luas diakui sebagai pendekatan yang efektif untuk memantau proses dan diagnosis. Pengendalian proses
21
statistik menyediakan penggunaan prinsipal statistik dan teknik di setiap tahap produksi. Statistical Process Control (SPC) merupakan bagian dari Six Sigma. Statistical Process Control (SPC) bertujuan untuk mengontrol kualitas karakteristik pada metode, mesin, produk, peralatan baik bagi perusahaan dan operator dengan megah tujuh. Beberapa teknik sederhana seperti "tujuh pengendalian kualitas dasar (QC) alat" menyediakan sangat cara yang berharga dan biaya yang efektif untuk memenuhi tujuan ini. Namun, untuk membuat mereka sukses sebagai biaya alat penyelesaian sengketa yang efektif dan masalah, komitmen yang kuat dari manajemen puncak diperlukan. Statistik proses kontrol (SPC) adalah salah satu alat yang penting dalam kontrol kualitas (QC). Untuk dapat bertahan dalam pasar yang kompetitif, peningkatan kualitas dan produktivitas produk atau proses adalah suatu keharusan bagi setiap perusahaan. Pengendalian proses statistik bertujuan untuk menghasilkan produk dengan cara yang paling ekonomis dan berguna dengan menggunakan prinsip statistik dan teknik di setiap tahap produksi. Dengan cara ini, pengendalian proses statistik bertujuan kesetiaan dengan standar, memberikan kebugaran dari spesifikasi yang telah ditentukan sebelumnya. Hal ini digunakan untuk mengurangi produk cacat sebanyak mungkin. Proses kontrol statistik adalah kumpulan kuat alat pemecahan masalah yang berguna dalam rangka tercapainya stabilitas proses dan peningkatan kemampuan melalui pengurangan variabilitas. Perusahaan telah menggunakan beberapa "tujuh alat pengendalian kualitas dasar" dalam teknik pemecahan masalah mereka. Ketujuh alat mutu (Ishikawa, K. 1985). Alat ini, sering disebut tujuh megah adalah; 1. Check Sheet 2. Pareto Chart
22
3. Histogram 4. Scatter Diagram 5. Process Flow Chart 6. Fish Bone Diagram 7. Control Chart Alat yang dipakai dalam pengendalian kualitas vaksin hewan disini yaitu Fish bone Diagram atau diagram Ishikawa. Dinamakan Ishikawa sesuai dengan nama penemunya yang berasal dari negara jepang yang bernama Kaaru Ishikawa dalam tahun 1943. Diagram ishikawa juga dikenal sebagai diagram sebab akibat atau Fishbone. Fungsi dasarnya adalah untuk mengindentifikasi dan mengorganisasi penyebab-penyebab yang mungkin timbul dari suatu efek spesifik dan kemudian memisahkan akar penyebabnya.
Pada statistik, kita harus mengenal istilah istilah yang nantinya akan digunakan dalam pembuatan grafik, diantaranya adalah: -
Mean (rata-rata) adalah jumlah suatu nilai terhadap banyaknya nilai.
-
Variability (variasi) adalah perbedaan produk yang dihasilkan dalam suatu proses.
-
Deviasi (penyimpanan) adalah kumpulan variasi dari sejumlah data pengukuran terhadap rata-rata. Suatu proses yang baik adalah jika variasi atau deviasinya terhadap rata-rata
(Mean) sekecil mungkin dan rata-ratanya (Mean) sama atau mendekati target/standart. Variasi hasil dari suatu proses dapat disebabkan oleh 4M, yaitu: 1. Man (kesalahan manusia) 2. Machine (kesalahan mesin) 3. Material (kesalahan material)
23
4. Method (kesalahan metode/cara) Untuk mencapai berat standart/target dalam suatu produksi kita mengenal adanya batas-batas toleransi yang disebut spesifikasi ada 2 macam spesifikasi, yaitu: 1. Spesiikasi extern (spesifikasi dari development/pemerintah) Jika hasil diluar spesifikasi external, maka produk akan direject dan tindakan yang dilakukan adalah memperbaiki, sehingga hasil selanjutnya masuk spesifikasi (corrective action). Terdiri dari : a. Batas spesifikasi atas (Upper Specification Limit, USL) b. Batas spesifiksi bawah (Lower Specification Limit, LSL) c. Standart/target. 2. Spesifikasi intern/proses (spesifiksi dari data) Jika hasil diluar spesifikasi internal, tindakan yang dilakukan adalah mencegah, sehungga hasil berikutnya tidak diluar Spesifikasi Eksternal (preventive action). Terdiri dari: a. Batas control atas (Upper Control Limit, UCL) b. Batas control bawah (Lower Control Limit,LCL) c. Rata-rata (Mean) Untuk menggambarkan sebaran variasi data-data, dibutuhkan pengolahan data supaya terbaca menjadi sebuah grafik. Suatu grafik yang digunakan untuk memonitor agar hasil selalu dalam spesifikasi dan mencapai target/standar adalah control chart.
24
2.5 Kapabilitas Proses Indeks kapabilitas dan indeks kinerja dalam fungsional yang tersebar secara luas diukur berdasarkan tolok ukur umum dari kapabilitas proses atau kinerja dalam relasi kebutuhan spesifikasinya. Tiga indeks kapabilitas untuk kestabilan aktivitas proses dalam distribusi normal dapat dihitung dengan rumus:
Keterangan :
=
Toleransi Spesifik = 6 Standar Deviasi
− 6
USL = Upper Specification Limit (Batas Pengendali Atas) LSL = Lower Specification Limit (Batas Pengendali Bawah) s
= Standard deviation (standar deviasi) Pendekatan pengendalian proses Six Sigma dari Motorola (Motorola Company’s
Six Sigma Process Control) mengijinkan adanya pergeseran nilai rata – rata (mean) dari proses industri sebesar ± 1,5σ, sehingga akan menghasilkan tingkat ketidaksesuaian sebesar 3,4 per sejuta kesempatan (3,4 DPMO = Defect Per Million Opportunities), artinya setiap satu juta kesempatan akan terdapat kemungkinan 3,4 ketidaksesuaian [5]. Konsep ini berbeda dengan “True 6 – Sigma Process” yang secara teori statistika dihitung berdasarkan distribusi normal terpusat (normal distribution centered) akan menghasilkan tingkat ketidaksesuaian sebesar 0,002 DPMO. 2.6 Vaksin Aktif (NDLS) Vaksin aktif dibuat dari strain virus
yang telah dilemahkan (attenuated) di
labolatorium sehingga pada saat diberikan kepada hewan tidak akan menimbulkan
25
penyakit namun sebaliknya akan menggertak pembentukan kekebalan tubuh. Dalam proses pembuatan Vaksin Aktif, strain virus tersebut disuntikan pada telur ayam SPF tertunas kemudian dibiakkan untuk menghasilkan bahan baku utama yaitu Fluida Aktif. Tahapan selanjutnya dilakukan proses kering bekukan (freezed dried) agar supaya kandungan virus hidupnya dapat bertahan lebih lama. Salah satu vaksin yang akan dibahas yaitu vaksin ND LS. Newcastle Disease yang di Indonesia lebih dikenal dengan Tetelo merupakan penyakit lama yang tetap aktual untuk dikaji ulang, karena penyakit ini sangat berbahaya dan sewaktu-waktu dapat menyerang ternak unggas. ND merupakan masalah besar dan momok bagi dunia peternakan, karena penyakit ini dapat menimbulkan angka kematian yang sangat tinggi (mencapai 100%) dan waktu penyebarannya yang sangat cepat, baik pada ayam ras, ayam buras maupun jenis unggas lainnya. Menurut para ahli, penyakit ini dapat menular pada manusia dengan gejala klinis conjunctivitis (radang konjunctiva mata) walaupun kasusnya sangat jarang dijumpai. Sedangkan pada unggas dan burung liar lainnya dengan gejala klinis berupa gejala syaraf, gejala pernafasan dan gejala pencernaan. Penyebab dan Kejadiannya Penyakit ND disebabkan oleh virus dari famili Paramyxoviridae dengan genus Pneumovirus atau Paramyxovirus, dimana virus ini dapat menghemaglutinasi darah. Penyakit ini pertama kali ditemukan oleh Doyle pada tahun 1926 didaerah Newcastle Inggris dan pada tahun yang sama Kraneveld menemukan virus penyakit ini di Bogor. Kejadian penyakit ini ditemukan di seluruh dunia, dimana menyerang seluruh
26
jenis unggas termasuk burung liar. Virus penyakit ini dapat ditemukan pada organ-organ seperti alat pernafasan, syaraf dan pencernaan. Penyebaran Penyebaran penyakit ini biasanya melalui kontak langsung dengan ayam yang sakit dan kotorannya, melalui ransum, air minum, kandang, tempat ransum/minum, peralatan lainnya yang tercemar oleh kuman penyakit, melalui pengunjung, serangga, burung liar dan angin/udara (dapat mencapai radius 5 km). Virus ND ditemukan dalam jumlah tinggi selama masa inkubasi sampai masa kesembuhan. Virus ini terdapat pada udara yang keluar dari pernafasan ayam, kotoran, telur-telur yang diproduksi selama gejala klinis dan dalamkarkas selama infeksi akut sampai kematian. Gejala Klinis Gejala penyakit ini dapat diamati melalui gejala pernafasan seperti bersin-bersin, batuk, sukar bernafas, megap-megap dan ngorok; gejala syaraf berupa sayap terkulai, kaki lumpuh (jalan terseret), jalan mundur (sempoyongan) serta kepala dan leher terpuntir (torticoles) yang merupakan gejala khas penyakit ini. Kemudian gejala pencernaan meliputi diare berwarna hijau, jaringan sekitar mata dan leher bengkak, pada ayam petelur produksinya berhenti, kalau sudah sembuh kualitas telurnya jelek, warna abnormal, bentuk dan permukaannya abnormal dan putih telurnya encer. Hal ini disebabkan oleh karena organ reproduksinya tidak dapat normal kembali. Umumnya kematian anak ayam dan ayam muda lebih tinggi dibandingkan ayam tua. Bedah Bangkai Untuk lebih meyakinkan bahwa suatu peternakan benar atau tidanya terserang ND,maka tindakan bedah bangkai adalah jalan terbaik dalam menegakkan diagnosa.
27
Pada kasus ND hasil bedah bangkai berupa gejala khas penyakitini,yaitu adanya bintikbintik merah (ptechie) pada proventriculus (kantong depan ampela). Selain itu juga terjadi perubahan pada lapisan usus berupa pendarahan dan kematian jaringan (nekrosa). Pada organ pernafasan akan mengalami eksudasi dan kantong udaranya menipis. Penanggulangan Berhubung penyakit ND disebabkan oleh virus maka sampai saat ini belum ada satu jenis obat yang efektif dapat menyembuhkan penyakit ini. Penanggulangan penyakit ND hanya dapat dilakukan dengan dengan tindakan pencegahan (preventif) melalui program vaksinasi yang baik. Ada dua jenis vaksin yang dapat diberikan yaitu vaksin aktif dan vaksin inaktif. Vaksin aktif berupa vaksin hidup yang telah dilemahkan, diantaranya yang banyak digunakan adalah strain Lentogenic terutama vaksin Hitchner B-1dan Lasota. Vaksin aktif ini dapat menimbulkan kekebalan dalam kurun waktu yang lama sehingga penggunaan vaksin aktif lebih dianjurkan dibanding vaksin inaktif. Program vaksinasi harus dilakukan dengan seksama dan diperhatikan masa kekebalan yang ditimbulkan. Vaksinasi pertama sebaiknya diberikan paling lambat hari ke-empat umur ayam, karena penundaan sampai umur dua minggu dan seterusnya akan menghilangkan kemampuan pembentukan antibodi aktif oleh antibodi induk, sebab pada umur tersebut antibodi induk sudah tidak berfungsi lagi. Program vaksinasi pada ayam pedaging sebaiknya dilakukan pada umur tiga hari dan vaksinasi lanjutan pada umur tiga minggu, sedangkan pada ayam petelur pada umur tiga hari, empat minggu, tiga bulan dan selanjutnya tiap empat bulan sesuai kebutuhan. Pemberian vaksin dapat dilakukan dengan cara semprot, tetes (mata, hidung, mulut), air minum dan suntikan. Hal-hal penting yang harus diperhatikan dalam melaksanakan vaksinasi diantaranya :
28
Vaksinasi hanya dilakukan pada ternak yang benar-benar sehat Vaksin segera diberikan setelah dilarutkan Hindari vaksin dari sinar matahari langsung Hindari hal-hal yang dapat menimbulkan stress berat pada ternak Cuci tangan dengan detergen sebelum dan sesudah melakukan vaksinasi 2.7 Kadar Air (Moisture) Prinsipnya menguapkan air yang ada dalam bahan dengan jalan pemanasan. Kemudian menimbang bahan sampai berat konstan yang berarti semua air sudah diuapkan. Cara ini relatif mudah dan murah. Kelemahan cara ini, yaitu:
Bahan lain disamping air juga ikut menguap dan ikut hilang bersama dengan uap air misalnya alkohol, asam asetat, minyak atsiri, dan lain-lain.
Dapat terjadi reaksi selama pemanasan yang menghasilkan air atau zat mudah menguap lain. Contohnya gula mengalami dekomposisi atau karamelisasi, lemak mengalami oksidasi dan sebagainya.
Bahan yang mengandung bahan yang dapat mengikat air secara kuat sulit melepaskan airnya meskipun sudah dipananskan. Namun untuk pengujian kadar air vaksin aktif ini diperlukan ketelitian dan
kondisi ruangan yang spesifik. Kelembaban dan suhu ruangan pada saat pengujian pun perlu diperhatikan lebih seksama. Pada pengujian kadar air vaksin kadar kelembaban + 50%. Karena sifat vaksin sendiri yang sangat higroskopis maka pengujian ini dilakukan secepat mungkin agar meminimalisasi kesalahan pada hasil pengujian. Ruangan harus
29
benar-benar tertutup dan tidak diperbolehkan analis untuk keluar masuk rungan karena akan mempengaruhi suhu dan kelembaban ruangan. Untuk mempercepat penguapan air serta menghindari terjadinya reaksi yang menyebabkan terbentuknya air ataupun reaksi yang karena pemanasan, maka dapat dilakukan pemanasan dengan suhu rendah dan tekanan vakum. Dengan demikian akan diperoleh hasil yang lebih mencerminkan kadar air yang sebenarnya. Suatu bahan yang telah mengalami pengeringan ternyata lebih bersifat higroskopis daripada bahan asalnya. Oleh karena itu selama pendinginan sebelum penimbangan, bahan selalu ditempatkan dalam ruang tertutup yang kering misalnya dalam eksikator atau desikator yang telah diberi zat penyerap air. Penyerap air/ uap air ini dapat menggunakan kapur aktif, asam sulfat, silika gel, aluminium oksida, kalium klorida, kalium hidroksida, kalsium sulfat atau barium oksida. Silika gel yang digunkanan sering diberi warna guna memudahkan apakah bahan tersebut sudah jenuh dengan air atau oelum. Bila sudah jenuh akan berwarna merah muda dan bila dipanaskan menjadi kering berwarna biru.