BAB II LANDASAN TEORI 2.1 IPTV Internet Protocol (IP) telah merubah dunia komunikasi data dan memiliki pengaruh yang sangat
besar pada dunia. Berkembangnya telekomunikasi,
videoconferencing, dan dunia virtual telah mengurangi kebutuhan akan bepergian untuk tujuan komunikasi. Komunikasi dapat kita lakukan tanpa perlu beranjak dari tempat kita saat ini. Seiring dengan berkembangnya internet, semakin banyak alat-alat yang IP enabled, dari telepon seluler sampai televisi, dan semuanya akan
berujung pada sebuah hubungan pada suatu jaringan yang IP-centric. IPTV dapat didefinisikan sebagai “konten video digital, termasuk televisi, yang dikirimkan dengan menggunakan Internet Protokol (IP). Definisi di atas menekankan bahwa IPTV
memanfaatkan konsep IP
sebagai
mekanisme pengiriman data, baik
menggunakan jaringan IP-based publik, maupun jaringan IP-based privat. Di dalam IPTV, kegunaan IP adalah sebagai mekanisme pengiriman data. Data yang dimaksud adalah beberapa tipe konten yang dikirimkan melalui Internet dan jaringan IP-based privat. Tipe konten tersebut dapat berupa video musik, film, dan juga konten-konten lainnya. Hal ini menjelaskan bahwa penjelasan dasar dari IPTV seperti disebutkan di atas dapat mencakup aktivitas- aktivitas yang sangat luas.
2.2 Arsitektur dan Pengiriman Content Pada IPTV IPTV Merupakan layanan yang menyediakan konten program televisi (sport,
news, film, dll) dan konten entertainment interaktif lainnya (musik, game,
6
7
advertising) melalui suatu jaringan broadband IP network. End terminal pada pelangggan dapat berupa PC desktop maupun monitor televisi yang terhubung dengan set top box.
Gambar 2.2 IPTV Arsitektur
Gambar 2.1 Arsitektur IPTV Secara Umum. Teknologi yang terlibat dalam layanan IPTV dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bagian utama sebagai berikut : 2.1.1.Head-end 1. IRD (Integrated Receiver Decoder) Merupakan salah satu komponen di Head-End yang merupakan penerima
kanal televisi melalui satelit. 2. Encoder Encoder merupakan komponen yang merubah format content ke standard
MPEG-4 untuk dilewatkan ke IP Network. 2.1.2 Middleware / IPTV service control Middleware
merupakan komponen pengendali
utama
layanan IPTV.
8
Middleware terintegrasi dengan VoD Server, Content provider melalui
Content Management System (CMS), NMS, Set-top box, CA/DRM system serta EMS IPTV. Dalam Middleware ada beberapa bagian utama lainnya berupa:
a. VoD Sistem VoD (Video On Demand) merupakan sistem yang memberikan
layanan VoD kepada pelanggan. VoD di deliver menggunakan topologi terdistribusi yang merupakan salah satu mekanisme untuk menekan cost, terutama cost network. b. EPG & Channel Management EPG (Electronic Program Guide) merupakan kepada
pelanggan yang dapat
interface layanan IPTV
di-customisasi
berdasarkan profile
pelanggan. 2.1.3 Jaringan Jaringan IPTV merupakan penghubung dari Head End dan Home Network. Di dalam jaringan IPTV terjadi proses perutean yang biasa disebut routing. 2.1.4 Home Gateway Home gateway merupakan merupakan
perangkat
antarmuka
jaringan broadband yang ditempatkan di sisi pelanggan dan digunakan
untuk mengakses
Internet,
telephony,
IPTV,
serta
koneksi wireless. 2.1.5 STB (Set Top Box) STB merupakan perangkat antarmuka dari home gateway ke terminal TV pelanggan. STB
terintegrasi
dengan perangkat
Middleware
9
untuk dapat memberikan layanan IPTV kepada pelanggan. Seperti yang sudah disebutkan di atas, pengiriman content pada IPTV menggunakan internet protokol (IP). Pada dasarnya, IP adalah protokol unicast. IP didesain untuk memindahkan data dari suatu sumber ke suatu tujuan. Namun demikian, IP juga mampu mendefinisikan alamat multicast. Alamat multicast adalah alamat yang merepresentasikan lebih dari satu tujuan pengiriman data. Dengan multicast, suatu sumber tunggal mengirim data ke beberapa tujuan pada waktu yang sama. Pada IPTV, multicast digunakan untuk mengirimkan layanan televisi broadcast. Gambar 2.2 adalah ilustrasi penggunaan multicast pada IPTV yang menggambarkan tiga rumah sedang menonton streaming video broadcast yang sama. Setiap rumah adalah bagian dari sesi multicast
yang aktif, masing-masing
menerima streaming video yang sama, yang berasal dari IPTV headend.
Gambar 2.2 Multicast pada IPTV Sedangkan contoh penggunaan unicast pada IPTV adalah Video
on
Demand
(VoD). Pada layanan VoD, data dikirimkan dari server VoD ke suatu tujuan, dalam hal ini rumah konsumen. Untuk setiap sesi unicast, terdapat konten streaming yang
10
terpisah pada jaringan pada jaringan untuk setiap pelanggan. Gambar 2.3 merupakan contoh aplikasi VOD unicast.
Gambar 2.3 Unicast pada IPTV 2.3 Protokol Sistem IPTV IPTV menggunakan beberapa protokol dalam pengiriman konten ke pelanggan. Berikut ini adalah protokol-protokol yang digunakan oleh IPTV :
Gambar 2.4 Protokol pada IPTV Konten video pada dasarnya merupakan sebuah stream transport MPEG2 atau MPEG4 yang dikirim melalui IP Multicast pada kasus live TV atau melalui IP Unicast pada kasus Video on Demand. IP Multicast adalah suatu metode dimana informasi
dapat dikirim ke banyak komputer pada saat yang sama. Codec H.264 yang direlease lebih baru (MPEG4) digunakan untuk menggantikan MPEG2 yang lebih tua. Protokol standar yang digunakan dalam sistem berbasis
11
IPTV adalah: 1. IGMP versi 2 untuk live TV, digunakan untuk menghubungkan kepada sebuah multicast stream (TV channel) dan untuk pergantian aliran multicast yang satu ke lainnya (pergantian TV channel) 2. RTSP (Real Time Streaming Protokol) untuk VoD (Video on Demand). Secara detail, pengiriman konten khususnya video pada IPTV menggunakan beberapa
protokol yaitu : 2.3.1 User Datagram Protocol (UDP) UDP merupakan salah satu protokol utama diatas IP, yang lebih sederhana
dibandingkan dengan TCP. UDP digunakan untuk situasi mementingkan mekanisme
reliabilitas. UDP
digunakan pada
yang
tidak
IPTV pada
pengiriman audio/video streaming yang berlangsung terus menerus dan lebih mementingkan kecepatan pengiriman data agar tiba di tujuan. Karena UDP mampu mengirimkan data streaming dengan cepat. Untuk mengurangi jumlah paket yang hilang saat pengiriman data (karena tidak terdapat mekanisme pengiriman ulang) maka pada teknologi IPTV pengiriman data banyak dilakukan pada private network atau menggunakan jaringan broadband. 2.3.2 Real Time Protocol (RTP) Berfungsi sebagai transport protokol yang mengirimkan data-data video dan audio secara real
time.
Dalam
melakukan pengiriman video. Sistem
IPTV
menggunakan protokol RTP sebagai pembawanya. Informasi RTP dienkapsulasi dalam paket UDP. Jika packet RTP hilang
(lost) atau didrop di jaringan, maka RTP tidak akan melakukan retransmission (sesuai standard protokol UDP). Hal ini agar user tidak terlalu lama menunggu
12
(long
pause) atau
delay, dikarenakan permintaan
retransmission. Jaringan harus
didesain sebaik mungkin agar lost packet tidak terjadi. 2.3.3 Real Time Control Protocol (RTCP) RTCP memberikan informasi kontrol out-of-band atas aliran RTP. RTCP
memberikan informasi tentang kualitas penerimaan yang digunakan oleh aplikasi untuk melakukan penyesuaian secara lokal. Misalnya, apabila terjadi kongesti, maka aplikasi dapat memutuskan untuk menurunkan kecepatan data (data rate). RTCP bekerja sama dengan RTP dalam pengiriman dan pembungkusan (packaging) data
multimedia, tetapi
tidak mentransportasikan data. RTCP
digunakan secara periodik untuk mentransmisikan paket kontrol dalam sesi streaming multimedia. Sehingga fungsi utama RTCP adalah memberikan umpan balik tentang QoS yang diberikan oleh RTP. 2.3.4 Real Time Streaming Protocol (RTSP) RTSP dikembangkan oleh IETF dan dipublikasikan pada tahun 1998 melalui RFC 2326. RTSP adalah protokol yang digunakan dalam sistem media streaming
yang memungkinkan client untuk mengendalikan streaming media server dari jauh. RTSP mengandung perintah-perintah play dan pause, serta
mengizinkan
akses kepada file di server berbasiskan waktu. RTSP tidak mentransport data, tetapi
menggunakan RTP sebagai protokol transportnya untuk mengirimkan data video atau audio. Request
RTSP
berbasis request
HTTP. Sehingga
ketika
melakukan
streaming, terlebih dahulu dilakukan request oleh RTSP dengan menggunakan protokol HTTP. Apabila request RTSP berbasis HTTP stateless protocol
13
(menggunakan TCP sebagai protokol transport) maka RTSP sendiri adalah berbasis stateful protocol (menggunakan UDP di lapis transport). Session ID digunakan untuk menjaga kawalan pada sesi yang sedang berjalan apabila dibutuhkan. Dengan demikian, koneksi yang permanen seperti pada TCP tidak diperlukan. Message RTSP dikirimkan dari client ke server. Keuntungan RTSP adalah bahwa protokol ini menyediakan koneksi yang memiliki status antara server dan client, yang dapat mempermudah client ketika ingin melakukan pause atau mencari posisi random dalam stream ketika memutar kembali
data. Biasanya diterapkan pada pengiriman video on demand.
Gambar 2.5 Operasi Dasar Protokol RTSP Gambar 2.5 di atas merupakan operasi dasar protokol RTSP. RTSP memiliki empat buah perintah. Perintah ini dikirim dari client ke sebuah server streaming RTSP. Keempat perintah tersebut adalah sebagai berikut. 1. Setup, yaitu server mengalokasikan sumber daya kepada sesi client. 2. Play, yaitu server mengirim sebuah
stream ke sesi client yang telah
dibangun dari perintah setup sebelumnya.
14
3. Pause, yaitu server menunda pengiriman stream namun tetap menjaga sumber daya yang telah dialokasikan. 4. Teardown, yaitu server
memutuskan koneksi
dan membebas tugaskan
sumber daya yang sebelumnya telah digunakan. 2.3.5 Resource Reservation Protocol (RSVP) Resource Reservation Protocol (RSVP) adalah sebuah resource reservation
setup protocol yang didesain untuk diintegrasikan pada pelayanan internetworking. Sebuah aplikasi memerlukan RVSP untuk meminta end-to-end QoS yang spesifik untuk streaming data. RVSP bertujuan untuk secara efisien men-setup jaminan resouce reservation QoS yang dapat mendukung routing protokol unicast dan multicast dan dapat ditempatkan pada pengantara dalam grup multicast yang besar. 2.3.6 Session Initiation Protocol (SIP) Session Initiation Protocol (SIP) merupakan standar protokol multimedia yang dikeluarkan oleh group yang tergabung dalam
Multiparty Multimedia Session
Control (MMUSIC) yang berada dalam organisasi Internet Engeneering Tsk Force (IETF) yang didokumentasikan ke dalam dokumen
Request
For
Command
(RFC) 2543 pada bulan maret 1999. SIP merupakan protokol yang berada pada
layer aplikasi
yang
mendefinisikan proses
awal, pengubahan dan
pengakhiran (pemutusan) suatu sesi komunikasi multimedia. Sesi komunikasi ini termasuk hubungan multimedia, distance learning, dan aplikasi lainya. SIP dapat dikatakan berkarakteristik client-server; ini berarti dikirimkan ke server. Kemudian, server pengolah request dan memberikan tanggapan terhadap request
15
tersebut ke client. Request dan tanggapan terhadap
request disebut transaksi SIP.
SIP juga disebut protokol yang text-based (berbasis teks). Protokol SIP didukung oleh beberapa protokol antara lain RSVP untuk melakukan pemesanan pada
jaringan, RTP
dan RTCP
untuk
mentransmisikan media dan mengetahui kualitas layanan, serta SDP (Session Description Protocol) untuk mendeskripsikan sisi media. Secara default, SIP menggunakan
protokol
UDP
tetapi
pada
beberapa
kasus
dapat
juga
mengguanakan TCP sebagai protokol transport. 2.3.7 Session Description Protocol (SDP) Protokol SDP merupakan protokol yang mendeskripsikan media dalam suatu
komunikasi. Tujuan protokol SDP adalah untuk memberikan informasi aliran media dalam satu sesi komunikasi agar penerima yang menerima informasi tersebut dapat berkomunikasi. 2.4
Layanan IPTV Pada intinya, teknologi IPTV adalah sebuah mekanisme pengiriman
konten video digital melalui jaringan IP publik dan privat. Karena jaringan yang IP-
based memiliki kemampuan untuk berkomunikasi dua arah, maka pengembang dapat menciptakan suatu layanan IPTV yang memungkinkan pelanggan untuk memilih apa yang ingin mereka lihat dan apa yang tidak ingin mereka lihat. Berikut ini adalah contoh aplikasi yang dapat dilayani oleh IPTV.
2.4.1 Televisi Digital Televisi digital merupakan konten utama layanan IPTV. Penyedia layanan IPTV hanya perlu mengirimkan channel yang diminta oleh pelanggan, sehingga
16
secara teori IPTV dapat menyediakan jumlah channel yang tidak terbatas, yang kemungkinkan penyedia layanan untuk menawarkan konten yang lebih variatif dibandingkan dengan kompetitor konvensional yang membroadcst setiap channel ke setiap pelanggan. 2.4.2 On-Demand Video Layanan IPTV on-demand video sering dibandingkan dengan layanan payper-view pada televisi kabel dan satelit. Alasan utama mengapa layanan IPTV ondemand video lebih superior dibandingkan dengan layanan pay-per-view adalah karena
IPTV
on-demand video dapat
menyediakan konten program
yang
tidak
terbatas, sedangkan layanan pay-per-view terbatas pada channel broadcast saja. 2.4.3 Pembelajaran Jarak Jauh Pembelajaran
jarak
jauh
dapat
dilakukan
dengan
menggunakan
perlengkapan telekonferensi konvensional. Namun demikian, jika pembelajaran jarak jauh ini dilakukan dengan menggunakan IPTV, efisiensi penggunaan sumber daya akan meningkat secara signifikan. 2.4.4 Mobile Phone Television Dengan menggunakan teknologi IPTV, berbagai macam konten digital dapat dinikmati menggunakan telepon seluler. 2.4.5 Video Chat IPTV juga dapat mendukung video chat, layanan internet
yang sangat
popular. 2.5 Jaringan IPTV IPTV biasanya dijalankan dari sebuah jaringan privat. Jaringan privat dipilih karena dalam jaringan privat tersebut bandwidth allocation, contention ratio, dan
17
content dapat diatur sedemikian rupa sehingga Quality of Service yang dihasilkan dapat sesuai standar yang ditetapkan. Sedangkan jika dijalankan dari jaringan publik (open internet), kontrol terhadap variable bandwidth, contentation ratio, dan
content sangat terbatas.
Gambar 2.6 Jaringan IPTV
Layanan video digital yang disediakan bisa berupa layanan live maupun pre-recorded yang dapat diakses client menggunakan komputer maupun melalui televisi dengan menggunakan set-top-box. Dalam penggunaan jaringan IP tersebut,
diperlukan sebuah protokol yang dapat mengoptimasikan penggunaan jaringan IP sehingga hasilnya dapat sesuai dengan standar yang diinginkan. 2.6 Parameter-Paramater Kualitas Jaringan IPTV Layanan IPTV memiliki delay sensitive yang sangat besar dibandingkan
dengan layanan data yang lain karena IPTV tidak hanya menyediakan layanan video-on-demand tetapi juga layanan real time streaming. Maka dari itu, jaringan
dari IPTV harus memiliki kapabilitas yang memadai untuk menjamin layanan IPTV dapat terkirim ke pelanggan sesuai dengan persyaratan yang telah
18
ditentukan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas layanan IPTV adalah endto-end delay, jitter, dan packet loss. 2.6.1 End-to-end delay Berdasarkan sumbernya, end-to-end delay dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu fixed delay dan
variable delay. Fixed delay meliputi delay paketisasi,
delay propagasi, dan delay pemrosesan. Variable delay meliputi buffering delay. Focus
Group ITU-T untuk IPTV mensyaratkan delay pada layanan IPTV sebesar <200ms. 2.6.2 Jitter Jitter merupakan perbedaan waktu kedatangan paket-paket IPTV atau dalam kata lain jitter adalah variasi delay. Jitter terutama disebabkan oleh proses buffering pada processing node. Selain itu jitter juga tergantung pada jumlah jalur yang dapat ditempuh paket-paket IPTV menuju
client
dan
jumlah hop pada masing- masing jalur tersebut. Focus Group ITU-T untuk IPTV mensyaratkan jitter pada layanan IPTV sebesar <50ms. 2.6.3 Packet loss Packet loss dapat terjadi karena hal-hal berikut: 1. Kongesti, terjadi bila buffer processing node tidak dapat menampung semua paket yang datang karena laju kedatangan paket ke buffer lebih cepat daripada kemampuan processing node untuk memproses paket. Dengan demikian, paket-paket yang gagal masuk ke buffer akan hilang. Bila suatu paket hilang maka paket yang berturutan dengannnya kemungkinan besar
akan hilang juga.
19
2. Time-to-live. Setiap IP header yang membungkus header RTP dan payload dalam satu paket menentukan masa hidup paket. Walaupun paket telah sampai di client namun bila time-to-live paket tersebut telah terlewati maka paket itu akan di-drop. Focus Group ITU-T untuk IPTV mensyaratkan packet loss pada layanan IPTV
sebesar <1%. 2.7 Definisi Routing Routing adalah suatu aksi pemindahan informasi pada sebuah jaringan komunikasi dari sumber ke tujuan. Pada suatu jaringan packet switching,proses routing berada pada layer Network pada model OSI serta layer Internet pada model
TCP/IP. Routing sering dibandingkan dengan bridging. Perbedaan mendasar antara routing dan bridging adalah bahwa proses bridging terletak pada layer 2 (data link layer)
dari model OSI sedangkan proses routing terletak pada layer Network. perbedaan layer ini menjadikan routing dan bridging menggunakan protokol yang berbeda dalam memindahkan informasi dari sumber ke tujuan sehingga kedua fungsi ini bekerja dengan cara yang berbeda. 2.8 Komponen Routing Dalam jaringan packet switching, routing memiliki dua komponen utama dalam mengirim informasi. Kedua komponen tersebut adalah penentuan
routing
path
yang optimal serta switching. 2.8.1 Penentuan Routing Path Metrik adalah standar pengukuran, seperti panjang path yang digunakan oleh algoritma-algortima routing dalam menentukan path yang optimal ke tujuan. Untuk memungkinkan keberlangsungan proses penentuan path, algoritma routing
20
menginisiasi dan menjaga tabel routing yang mengandung informasi route. Informasi route ini bervariasi tergantung pada algoritma routing yang digunakan. Informasi route tersebut antara lain berupa tujuan dan hop berikutnya yang berhubungan dengan tujuan tertentu. Asosiasi tujuan/hop berikutnya memberitahukan router bahwa “tujuan” dapat dicapai secara optimal dengan mengirimkan paket ke router tertentu yang dalam hal ini diwakili dengan hop berikutnya”. Ketika sebuah router menerima paket yang datang, ia akan memeriksa alamat tujuan dan berusaha mengasosiasikannyadengan alamat tujuan tersebut dengan hop berikutnya pada tabel routingnya. Tabel berikut menggambarkan sebuah tabel routing dengan entri tujuan/hop berikutnya yang sederhana. Tabel 3.1 Asosiasi Tujuan / Hop berikutnya
sebuah tabel routing dengan entri tujuan/hop berikutnya yang sederhana. Sebuah tabel routing bisa saja mengandung informasi selain informasi tujuan/hop berikutnya seperti bandwidth, delay dan keandalan dari link-link penyusun sebuah path. Router membandingkan beberapa metrik untuk menentukan route yang optimal, dan metrik-metrik ini berbeda satu sama lain tergantung pada desain algoritma routing yang digunakan. Router-router saling berkomunikasi dan menjaga tabel routing dengan saling mengirimkan routing update. Routing update ini merupakan message yang secara
21
umum mengandung keseluruhan atau sebagian dari sebuah tabel routing. Dengan menganalisis
routing update
dari
seluruh router, sebuah router dapat
membangun gambaran detail dari topologi jaringan. Sebuah link state advertisement, salah satu contoh message yang dipertukarkan antar router, memberikan informasi
router lain tentang keadaan link pengirim. Kumpulan link state advertisement ini dapat digunakan untuk membangun sebuah gambaran topologi yang lengkap sehingga memungkinkan router menentukan route yang optimal ke tujuan. 2.8.2
Switching Sebagai Komponen Routing Algoritma switching relatif sederhana dan secara prinsip sama untuk
semua protokol routing. Ketika sebuah host sumber akan mengirim paket ke host tujuan, host sumber mengirim paket dengan alamat layer 2 (MAC address) sama dengan
alamat layer 2 (MAC address) router terdekat sedangkan network layer addressnya diisi dengan network layer address host tujuan. Sesudah router memeriksa network layer address dari paket tersebut, router
menentukan apakah ia mengetahui atau tidak bagaimana meneruskan paket tersebut ke hop berikutnya. Kalau router tidak mengetahui bagaimana meneruskan paket maka ia akan me-drop paket tersebut dan akan mengirimkannya ke default router.
Kalau router mengetahui ke mana ia akan meneruskan paket tersebut, ia akan mengubah MAC address tujuan paket tersebut menjadi MAC address dari hop
berikutnya untuk mengirimkan paket. Dalam kenyataanya, hop berikutnya bisa jadi merupakan host tujuan. Kalau tidak, hop berikutnya biasanya merupakan router lain yang akan melakukan proses switching yang sama. Ketika paket berjalan pada berbagai jaringan, MAC address-nya mengalami perubahan, sedangkan network layer addressnya tetap
22
sama, seperti digambarkan pada gambar 2.7
Gambar 2.7 Proses Switching Untuk menggambarkan proses Standardization
ini, International
Organization of
(ISO) telah mengembangkan terminologi
hierarkis. Dengan
menggunakan terminologi
ini, perlengkapan jaringan tanpa
kemampuan
meneruskan paket antar subnetwork disebut end systems (ESs), dan perlengkapan jaringan dengan kemampuan meneruskan paket antar subnetwork disebut intermediate
systems (ISs). ISs selanjutnya dibagi kepada yang dapat bekomunikasi dalam routing domain (intradomain ISs) dan kepada yang dapat berkomunikas dalam dan
antar routing domain (interdomain ISs). Routing domain secara umum disebut juga sebagai bagian dari sebuah internetwork yang berada di bawah wewenang
administratif yang sama dan diatur oleh sekumpulan panduan administratif. Routing domain sering disebut juga autonomous system.
23
2.9 Statis dan Dinamis Pada dasarnya algoritma routing statis bukanlah merupakan sebuah algoritma tetapi lebih tepat disebut tabel pemetaan yang dibuat oleh administrator jaringan sebelum proses routing dimulai. Pemetaan ini tidak akan berubah kecuali administrator jaringan sendiri yang merubahnya. Desain algoritma ini sangat sederhana dan sangat tepat jika diimplementasikan pada jaringan dengan traffic yang dapat diprediksi serta pada jaringan yang didesain secara sederhana. Karena sistem routing statis tidak dapat bereaksi terhadap perubahan jaringan, algoritma ini dianggap tidak stabil lagi untuk tipe jaringan sekarang yang besar dan sering mengalami perubahan. Pada tahun 1990-an algoritma routing statis menjadi algoritma routing yang dominan. Hampir seluaruh jaringan packet switching menggunakan algoritma ini. Algoritma ini beradaptasi dengan kondisi perubahan jaringan dengan menganalisis routing update message yang datang. Apabila message tersebut menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan pada jaringan, software routing akan menghitung ulang route dan mengirimkannya ke router lain sebagai routing update message yang baru. Message ini akan menyebar di jaringan dan menstimulus router-router pada jaringan tersebut untuk menjalankan kembali algoritmanya dan akhirnya mengubah tabel routing yang bersangkutan. Pada prakteknya algoritma routing dinamis ini kadang-kadang diimplementasikan bersamaan dengan algoritma routing statis. 2.10
Metrik Routing Kemampuan algoritma routing memilih route yang optimal didasari pada
metrik dan prioritas metrik
yang digunakan dalam
kalkulasi.
Dalam
implementasinya, algoritma routing bisa saja menggunakan satu atau lebih metrik.
24
Semakin banyak kombinasi metrik yang digunakan dalam menentukan route terbaik maka semakin bagus algoritma routing tersebut. Link state protokol menggunakan cost metric untuk memilih jalurnya di dalam jaringan. Beberapa metrik yang sering digunakan dalam algoritma routing adalah: 1.
Panjang path
2.
Keandalan
3.
Delay
4.
Bandwidth
5.
Load(beban)
Panjang path merupakan metrik ruting yang paling umum. Beberapa routing protokol memungkinkan administrator jaringan untuk menetapkan biaya ke suatu link jaringan. dalam kasus ini, panjang path merupakan jumlah biaya yang berhubungan dengan setiap link yang dilewati. Routing protokol yang lain mendefinisikan hop count sebagai metrik, dalam kasus ini hop count merupakan jumlah produk internetwork, seperti router, yang dilewati paket selama perjalanannya dari sumber ke tujuan. Keandalan dalam konteks algoritma routing berkaitan dengan bit-error-rate (laju kesalahan bit) setiap link jaringan. beberapa link jaringan mungkin mengalami down yang lebih sering daripada yang lain. Keandalan juga dapat didefinisikan dengan kemampuan link jaringan untuk diperbaiki dengan mudah dan cepat setelah mengalami down. Semakin lebih mudah dan cepat suatu link diperbaiki maka
semakin
andal
link
tersebut.
Beberapa
faktor
keandalan
dapat
dikombinasikan untuk menentukan tingkat keandalan suatu link. Tingkat
25
keandalan dapat berupa nilai akhir yang ditetapkan oleh administrator jaringan pada suatu link. Routing delay merupakan waktu yang dibutuhkan untuk memindahkan paket dari sumber ketujuan melalui path yang telah ditentukan. Delay tergantung pada beberapa faktor, diantaranya bandwidth link jaringan, antrian port pada router, kongesti jaringan serta jarakn fisik yang harus ditempuh. Karena delay merupakan perpaduan antara beberapa varibel penting, delay menjadi metrik yang digunakan secara luas. Bandwidth adalah kapasitas traffic yang ada pada sebuah link. Jika faktor-faktor lain dianggap sama, sebuah Ethernet link dengan kapasitas 10-Mbps Ethernet lebih baik daripada leased line dengan kapasitas 64 kbps. Walaupun bandwidth merupakan maksimum throughput yang dapat dicapai pada sebuah link, route melalui link dengan bandwidth yang lebih besar tidak selalu memberikan route yang lebih baik daripada route dengan link yang lebih kecil bandwidthnya. Sebagai contoh, jika link dengan bandwidth lebih besar lebih sibuk, waktu yang dibutuhkan untuk mengirim paket ke tujuan menjadi lebih besar. Load menunjukkan tingkatan kesibukan perangkat jaringan, seperti router. Load dapat dihitung dengan berbagai cara termasuk utilisasi CPU dan paket yang diproses per detik. pemantauan terhadap parameter-parameter ini secara kontinyu dapat meningkatkan load pada jaringan 2.11
Link State Protokol Link State pertama kali dikembangkan oleh Bolt Beranek dan
Newman pada jaringan ARPANET. Mereka, Bolt dan Newman, menamukan
26
bahwa protokol Link State memiliki kelebihan daripada protokol Distance Vector dalam hal metrik, keandalan, bebas dari routing loop dan kecepatan beradaptasi. Umumnya protokol Link State menggunakan algoritma Dijkstra untuk perhitungan route. Algoritma Dijkstra disebut juga shortest path first (SPF) sehingga protokol Link State sering disebut protokol berbasis SPF. Konsep Link State telah diimplementasikan pada sejumlah protokol routing di berbagai tipe internetwork seperti protokol OSPF di TCP/IP, protokol IS-IS di OSI, dan protokol NLSP di Novell’s Netware. 2.12
Algoritma Dijkstra Algoritma Dijkstra dapat dinyatakan sebagai berikut: Menemukan path-
path terpendek dari suatu titik sumber tertentu ke semua titik yang lain pada jaringan. Algoritma ini berproses melalui beberapa tahap. Pada tahap ke k, pathpath terpendek ke k titik yang terdekat (yang paling murah biayanya) ke titik sumber sudah ditentukan. Titik-titik ini berada pada himpunan M. Pada tahap (k+1), titik di luar himpunan yang merupakan path terdekat ke titik sumber dimasukkan ke himpunan M. Ketika sebuah titik dimasukkan ke himpunan M, sekaligus path dari titik tersebut ke titik sumber dapat didefinisikan. Algoritma Dijkstra ini terdiri dari 3 langkah. Langkah 2 dan 3 terus diulang sampai M=N. Langkah-langkah tersebut adalah sebgai berikut: 1. Inisialisasi Pada tahap inisialisasi, himpunan titik-titik yang dimasukkan pada algoritma hanya terdiri dari titik sumber. Biaya-biaya path inisial ke titik-titik berdekatan (neighboring nodes) merupakan biaya-biaya link.
27
2. Mendapatkan titik yang berdekatan di luar M yang memiliki path dari titik dengan biaya termurah dan memasukkan titik tersebut ke himpunan M. 3. Memperbaharui path-path dengan biaya terkecil. Berikut ini adalah flowchart algoritma Dijkstra:
Gambar 2.8 Algoritma Djikstra 2.13
Dasar-Dasar Routing Link State
2.13.1 Database Link State dan LSAs Setiap protokol Link State memiliki database yang disebut database Link State atau topological database. Dalam satu routing domain setiap router memiliki database yang sama. Database ini berisikan informasi tentang topologi jaringan dan bagaimana router-router dalam satu routing domain saling dihubungkan. Database Link State merupakan komponen utama pada sebuah routing Link State. Komponen utama lainnya adalah link-state advertisement atau LSAs. Setiap router harus menghasilkan sebuah LSA yang menggambarkan kondisi link yang dimiliki router tersebut. Kemudian LSA ini didistribusikan ke seluruh router pada satu routing domain.
28
Secara umum sebuah LSA mengandung: 1.
Identitas router
2.
Kondisi link operasional dari router
3.
Biaya setiap link operasional
4.
Identitas segmen jaringan atar router yang terhubung ke setiap link
5.
Sebuah indikasi untuk aplikasi yang ada pada router
Field-field lain yang biasanya ada di LSA antara lain: Sequence number, ketika terdapat beberapa paket LSA pada satu routing domain secara simultans maka sequence number digunakan untuk menentukan paket mana yang paling up-to date. Age of the LSA, field ini digunakan untuk menunjukkan kapan sebuah LSA yang kadaluwarsa dihilangkan. Field ini juga digunakan untuk menunjukkan kapan sebuah router harus mengirim kembali LSAnya untuk kepentingan kekokohan (robustness). Checksum of advertisement’s contents, field ini dapat digunakan untuk mencegah dari kerusakan data, baik ketika flooding maupun ketika LSA yang disimpan di database Link State. 2.13.2 Pertukaran Tabel Routing Pertukaran tabel routing di protokol Link State sedikit lebih kompleks daripada di protokol distance vector. Pertukaran tabel routing tersebut dapat dijalaskan sebagai berikut: 1. Proses pendistribusian LSAs ke seluruh router pada routing domain. Proses ini disebut juga flooding. Pada saat flooding, setiap router penerima LSA pada satu interface akan mengirim LSA tersebut keluar dari semua
29
interface kecuali interface yang digunakan untuk menerima LSA tersebut. Pertukaran LSAs ini dimulai dari router-router yang berdekatan. 2. Setiap router membangun database Link State yang terdiri dari LSAs yang didapat dari router-router pada saat flooding. 3. Berdasarkan database Link State setiap router membangun topologi logik sebagai sebuah pohon (tree) dengan dirinya sendiri sebagai akar (root). Topologi logik ini mengandung seluruh path yang mungkin untuk mencapai jaringan lain pada jaringan. Dengan menggunakan topologi logik ini sebagai input, algoritma Dijkstra atau Shortest Path First (SPF) menentukan path yang paling optimal sesuai dengan metrik yang digunakan. 4. Router mendaftarkan path-path yang paling optimal ke jaringan tujuan pada tabel routing. Ilustrasi keterangan di atas dapat dilihat pada gambar 2.9 berikut:
Gambara 2.9 Pertukaran Tabel Routing Link State
30
2.13.3 Propagasi Perubahan Topologi Jaringan Pada protokol Link State, propagasi perubahan topologi jaringan dilakukan oleh router yang pertama kali mengetahui perubahan topologi jaringan dengan mengirimkan informasi update ke router-router lain atau designated router (router yang didesain untuk menerima perubahan topologi jaringan). Perubahan topologi jaringan dapat diketahui oleh semua router pada jaringan hampir pada waktu yang bersamaan. Untuk mendapatkan konvergensi, setiap router melakukan hal-hal di bawah: 1. Menyimpan informasi tentang router tetangga: nama router, apakah up atau down, biaya link router tetangga. 2. Membuat sebuah paket LSA yang memuat informasi tentang nama router tetangga dan biaya link, termasuk router tetangga yang baru, perubahan pada biaya link dan link ke router tetangga yang down. 3. Mengirim keluar paket LSA ini sehingga semua router menerimanya. 4. LSA disimpan pada database kemudian dihitung route optimal yang baru dengan menggunakan algoritma SPF dan diakhiri dengan dilakukan update pada tabel routing. 2.14
Implementasi Protokol Link State Protokol Link State telah dijadikan basis bagi beberapa protokol routing
lainnya di berbagai tipe internetwork seperti protokol OSPF di TCP/IP, protokol IS-IS di OSI, dan protokol NLSP di Novell’s Netware. Pada tugas akhir ini akan digunakan protokol OSPF untuk jaringan IPTV.
31
2.14.1 Open Shortest Path First Open Shortest Path First (OSPF) adalah sebuah protokol terbuka yg telah dimplementasikan oleh sejumlah vendor jaringan. Jika kita memiliki banyak router, dan tidak semuanya adalah cisco, maka kita tidak dapat menggunakan EIGRP, jadi pilihan kita tinggal RIP v1, RIP v2, atau OSPF. Jika itu adalah jaringan besar, maka pilihan kita satu-satunya hanya OSPF atau sesuatu yg disebut route redistribution-sebuah layanan penerjemah antar-routing protokol. OSPF diturunkan dari beberapa periset seperti Bolt, Beranek, Newmans. Dari namanya, protokol routing OSPF memiliki dua karakteristik utama. Pertama adalah “open” dalam arti spesifikasi protokol routing ini dipublikasikan ke publik. Spesifikasinya dapat dilihat pada RFC 1583 dan RFC 2538 untuk versi kedua OSPF. Kedua adalah protokol routing ini menggunakan algoritma SPF atau algoritma Dijkstra. 2.14.2 Tipe – Tipe Paket OSPF OSPF menggunakan beberapa tipe paket yang berbeda dalam menjaga tabel routing maupun database Link State. Keseluruhan tipe paket OSPF berjumlah lima. Kelima tipe paket tersebut adalah sebagai berikut: 1. Paket Hello 2. Paket Database description 3. Paket Link State Request 4. Paket Link State Update 5. Paket Acknowledge
32
Paket-paket di atas menjamin setiap router OSPF memiliki informasi yang lengkap tentang topologi jaringan di mana router tersebut berada. Paket berikut merupakan header 24 byte yang ada pada semua tipe paket.
Gambar 2.10 Shared 24-bytes Header Keterangan : Version
: Versi OSPF yang digunakan
Type
: Tipe paket yang digunakan
Packet Length
: Total ukuran paket, termasuk panjang header,dalam satuan byte
Router ID
: IP address yang digunakan oleh router untuk mengidentifikasikan dirinya sendiri
Area ID
: Area di mana router berada
Au Type
: Tipe autentifikasi
Aunthentication
: Field ini berupa password untuk text
Di bawah ini akan dijelaskan field-field yang ada pada kelima paket.
33
1. Paket Hello
Gambar 2.11 Paket Hello Keterangan : Mask
: Mask yang digunakan interface pengirim paket hello
Hello Interval
: Interval waktu antara satu paket Hello dengan paket Hello berikutnya dari router yang sama
RTR PRI
: Tingkat prioritas router pada jaringan
Designated Router
: Menunjukkan router pengirim bersifat sebagai designated router
BackUp Designated Router
: Menunjukkan router pengirim bersifat sebagai backup designated router
Neighbor
: Optional field, ID router tetangga
34
2. Paket Database description
Gambar 2.12 Paket Data Description Interface MTU
: Mask yang digunakan interface pengirim paket Hello
Options
: Kapabilitas tambahan yang dapat didukung oleh router
I-bit
: Jika diset On, menunjukkan bahwa paket tersebut paket DD
M-bit
: Jika diset On, menunjukkan bahwa terdapat paket DD lain yang ikut serta
MS-bit
: Jika diset On, menunjukkan bahwa router pengirim menjadi master selama pertukaran database, Jika diset Off, router tersebut menjadi slave
DD Sequence Number : Nomor pengurut paket DD LSA Header
: Header Link State Advertisement
3. Paket Link State Request
Gambar 2.13 Paket Link State Request
35
Field LS Type, Link State ID, dan Advertising Router menunjukkan LSA apa yang dibutuhkan router.
4. Paket Link State Update
Gambar 2.14 Paket Link State Update Keterangan #LSA : Nomor LSA LSA’s : Link State Advertisements
5. Paket Acknowledge
Gambar 2.15 Paket Acknowladge LSA Headers : Menunjukkan LSAs yang di-acknowledge oleh Router 2.14.3 Area Di dalam OSPF terdapat beberapa istilah yang perlu dipahami, yaitu : 1. Area, yaitu letak dimana berada sebuah kumpulan network, router dan host biasa. Area di sini bukan berarti area fisik.
36
2. Backbone, backbone adalah area yang khusus dimana area-area saling terhubungkan. Seluruh area yang ada, harus terhubung ke backbone. 3. Stub Area, area dimana hanya terdapat satu buah gateway / router, tidak ada alternatif lainnya.
Gambar 2.16 Area-area dalam OSPF Gambar 2.16 merupakan lustrasi dari area-area dalam OSPF. Area 0 merupakan backbone area, sedangkan area 1, area 2, area 3 dan area 4 merupakan stub area. 2.14.4 Tipe – Tipe Router Di dalam OSPF terdapat beberapa tipe router, yaitu: 1. Internal Router, merupakan router yang berada dalam satu area yang sama dan tidak memiliki koneksi-koneksi dengan area lain. Fungsi dari internal router adalah memberikan dan menerima informasi dari dan ke dalam suatu area, serta me-maintain database topologi dan routing table untuk setiap subnet.
37
2. Backbone Router, merupakan router yang berada dalam area backbone dan memiliki semua informasi topologi dan routing yang ada dalam jaringan OSPF tersebut. 3. Area Border Router, merupakan router yang bertindak sebagai penghubung atau perbatasan dan bertugas untuk melakukan penyatuan antara area 0 dengan area-area lainnya. Selain itu, area border router juga bertugas menyebarkan informasi setiap area yang terkoneksi ke masingmasing areanya. 4. Autonomous System Boundary Router, merupakan sekelompok router yang membentuk jaringan yang masih berada dalam satu hak administrasi, satu kepemilikan, satu kepentingan, dan dikonfigurasi menggunakan policy yang sama (dalam satu Autonomous System).
Gambar 2.17 Tipe Router dalam OSPF Gambar 2.17 di atas adalah ilustrasi untuk tipe-tipe router yang ada di dalam OSPF.
38
2.14.5 Proses OSPF Secara garis besar, proses yang dilakukan routing protokol OSPF mulai dari awal hingga dapat saling bertukar informasi ada lima langkah. Berikut ini adalah langkah-langkahnya: 1
Membentuk Adjacency Router Adjacency router arti harafiahnya adalah router yang bersebelahan atau yang terdekat. Jadi proses pertama dari router OSPF ini adalah menghubungkan diri dan saling berkomunikasi dengan para router tetangganya. Untuk dapat membuka komunikasi, hello protokol akan bekerja dengan mengirimkan hello packet. Pada sebuah jaringan broadcast multiaccess seperti ethernet, media broadcast akan meneruskan paket-paket hello ke seluruh router yang ada dalam jaringan, sehingga adjacency routernya tidak hanya satu. Proses pembentukan adjacency akan terus berulang sampai semua router yang ada di dalam jaringan tersebut menjadi adjacent router.
2
Memilih DR dan BDR (jika diperlukan) Pada jaringan broadcast multiaccess, DR dan BDR sangatlah diperlukan. DR dan BDR akan menjadi pusat komunikasi seputar informasi OSPF dalam jaringan tersebut. Semua paket pesan yang ada dalam proses OSPF akan disebarkan oleh DR dan BDR. Maka itu, pemilihan DR dan BDR menjadi proses yang sangat kritikal. Sesuai dengan namanya, BDR merupakan “shadow” dari DR. Artinya BDR tidak akan digunakan sampai masalah terjadi pada router DR.
39
Proses pemilihan DR/BDR tidak lepas dari peran penting Hello packet. Di dalam Hello packet ada sebuah field berisikan ID dan nilai Priority dari sebuah router. Semua router yang ada dalam jaringan broadcast multi-access akan menerima semua Hello dari semua router yang ada dalam jaringan tersebut pada saat kali pertama OSPF berjalan. Router dengan nilai Priority tertinggi akan menang dalam pemilihan dan langsung menjadi DR. Router dengan nilai Priority di urutan kedua akan dipilih menjadi BDR. Status DR dan BDR ini tidak akan berubah sampai salah satunya tidak dapat berfungsi baik, meskipun ada router lain yang baru bergabung dalam jaringan dengan nilai Priority-nya lebih tinggi. Secara default, semua router OSPF akan memiliki nilai Priority 1. Range Priority ini adalah mulai dari 0 hingga 255. Nilai 0 akan menjamin router tersebut tidak akan menjadi DR atau BDR, sedangkan nilai 255 menjamin sebuah router pasti akan menjadi DR. Router ID biasanya akan menjadi sebuah “tie breaker” jika nilai Priority-nya sama. Jika dua buah router memiliki nilai Priority yang sama, maka yang menjadi DR dan BDR adalah router dengan nilai router ID tertinggi dalam jaringan. Setelah DR dan BDR terpilih, langkah selanjutnya adalah mengumpulkan seluruh informasi jalur dalam jaringan. 3
Mengumpulkan State-state dalam Jaringan Setelah terbentuk hubungan antar router-router OSPF, kini saatnya untuk bertukar informasi mengenai state-state dan jalur-jalur yang ada dalam jaringan. Pada jaringan yang menggunakan media broadcast multiaccess,
40
DR-lah yang akan melayani setiap router yang ingin bertukar informasi OSPF dengannya. DR akan memulai lebih dulu proses pengiriman ini. Ada sebuah fase yang menangani siapa yang lebih dulu melakukan pengiriman. Fase ini akan memilih siapa yang akan menjadi master dan siapa yang menjadi slave dalam proses pengiriman. Router yang menjadi master akan melakukan pengiriman lebih dahulu, sedangkan router slave akan mendengarkan lebih dulu. Fase ini disebut dengan istilah Exstart State. Router master dan slave dipilih berdasarkan router ID tertinggi dari salah satu router. Ketika sebuah router mengirimkan Hello packet, router ID masing-masing juga dikirimkan ke router neighbour. Setelah membandingkan dengan miliknya dan ternyata lebih rendah, maka router tersebut akan segera terpilih menjadi master dan melakukan pengiriman lebih dulu ke router slave. Setelah fase Exstart lewat, maka router akan memasuki fase Exchange. Pada fase ini kedua buah router akan saling mengirimkan Database description Packet. Isi paket ini adalah ringkasan status untuk seluruh media yang ada dalam jaringan. Jika router penerimanya belum memiliki informasi yang ada dalam paket Database description, maka router pengirim akan masuk dalam fase loading state. Fase loading state merupakan fase di mana sebuah router mulai mengirimkan informasi state secara lengkap ke router tetangganya. Setelah loading state selesai, maka router-router yang tergabung dalam OSPF akan memiliki informasi state yang lengkap dan penuh dalam database statenya. Fase ini disebut dengan istilah Full state. Sampai fase ini proses awal OSPF sudah selesai, namun database state tidak bisa digunakan untuk
41
proses forwarding data. Maka dari itu, router akan memasuki langkah selanjutnya, yaitu memilih rute-rute terbaik menuju ke suatu lokasi yang ada dalam database state tersebut. 4
Memilih Rute Terbaik untuk Digunakan Setelah informasi seluruh jaringan beradadalam database, maka kini saatnya untuk memilih rute terbaik untuk dimasukkan ke dalam routing table. Untuk memilih rute-rute terbaik, parameter yang digunakan oleh OSPF adalah Cost. Metrik Cost biasanya akan menggambarkan seberapa dekat dan cepatnya sebuah rute. Nilai Cost didapat dari perhitungan dengan rumus: Cost of the link = 108 /Bandwidth Router OSPF akan menghitung semua cost yang ada dan akan menjalankan algoritma Shortest Path First untuk memilih rute terbaiknya. Setelah selesai, maka rute tersebut langsung dimasukkan dalam routing table dan siap digunakan untuk forwarding data.
5. Menjaga Informasi Routing Tetap Update Ketika sebuah rute sudah masuk ke dalam routing table, router tersebut harus juga me-maintain state database-nya. Hal ini bertujuan kalau ada sebuah rute yang sudah tidak valid, maka router harus tahu dan tidak boleh lagi menggunakannya. Ketika ada perubahan link-state dalam jaringan, OSPF router akan melakukan flooding terhadap perubahan ini. Tujuannya adalah agar seluruh router dalam jaringan mengetahui perubahan tersebut. Melihat proses terjadinya pertukaran informasi di atas, dapat diprediksi bahwa OSPF merupakan sebuah routing protokol yang kompleks dan rumit. Namun di balik
42
kerumitannya tersebut ada sebuah kehebatan yang luar biasa. Seluruh informasi state yang ditampung dapat membuat rute terbaik pasti terpilih dengan benar. Selain itu dengan konsep hirarki, dapat membatasi ukuran linkstate databasenya, sehingga tidak terlalu besar. Artinya proses CPU juga menjadi lebih ringan.