BAB II LANDASAN TEORI
2.1. Bathymetri Bathymetri merupakan kegiatan pengumpulan data kedalaman dasar laut dengan metode penginderaan atau rekaman dari permukaan dasar perairan, yang akan diolah untuk menghasilkan relief dasar perairan, sehingga dapat digambarkan susunan dari garis-garis kedalaman (kontur). Pemetaan kondisi dasar perairan tersebut dikonversikan dalam keadaan surut terendah atau LWS (Low Water Surface). Unsur utama pembuatan bathymetri adalah pengukuran jarak dan kedalaman. Peralatan yang digunakan untuk mengukur jarak antara lain Theodolith, Electronic Data Measurement (EDM), atau Global Positioning System (GPS). Sedangkan peralatan yang digunakan untuk mengukur kedalaman adalah Echosounder. Selain kedua jenis peralatan tersebut juga dibutuhkan peralatan pendukung antara lain : patok kayu, bendera, handy talky, dan perahu boat. Secara ringkas teknis pelaksanaan pembuatan bathymetri sebagai berikut. Pada sepanjang pantai ditandai dengan patok kayu sejarak 10 m atau 15 m sesuai dengan ketelitian yang diinginkan. Kemudian kapal boat yang berisikan echosounder bergerak dilaut dengan lambat dan konstan. Pada setiap jarak 10 m boat dibidik dan dibaca posisinya sekaligus ditandai pada lembaran kertas pada echosounder berdasarkan koordinasi antara tim pengukur yang ada di darat dan tim pengukur yang ada di laut. Garis alur perjalanan perahu diusahakan selalu lurus dengan titik patok di pantai. Pembacaan pada echosounder sangat dipengaruhi kondisi pasang surut dan gelombang. Kondisi pasang surut dapat diantisipasi dengan melakukan pencatatan pasang surut pada saat pemetaan, tetapi pengaruh gelombang tidak dapat
di antisipasi sehingga bila gelombang tinggi pemetaan harus dihentikan.
2.2. Arus Arus adalah pergerakan air secara horizontal yang disebabkan adanya perubahan ketinggian permukaan laut. Arus lautan global merupakan pergerakan masa air yang sangat besar dan arus ini yang mempengaruhi arah aliran air lautan dan terkait antara satu lautan dengan lautan lain di seluruh dunia. Adanya arus lautan ini disebabkan oleh perputaran bumi, angin, dan suhu udara. Sedangkan arus pantai diakibatkan pengaruh yang sifatnya lokal terutama akibat pergerakan angin dari daerah yang mempunyai tekanan tinggi ke daerah yang mempunyai tekanan rendah, perbedaan kerapatan air, suhu air, dan pasang surut. Pada umumnya arus terjadi sepanjang pantai disebabkan oleh perbedaan muka air pasang surut antara satu lokasi dengan lokasi lain, sehingga perilaku arus dipengaruhi pola pasang surut. Kecepatan arus yang aman untuk kapal berlabuh disyaratkan berkecepatan maksimal 2 knot atau 1 m/dt.
2.3. Pasang surut Pasang surut adalah perubahan elevasi muka air laut akibat adanya gaya tarik benda-benda dilangit, terutama matahari dan bulan terhadap massa air laut di bumi. Perubahan elevasi muka air laut tersebut berlangsung secara periodik (Teknik Pantai, 1999). Dalam analisa pasang surut diperlukan suatu elevasi yang dapat digunakan sebagai patokan dalam perencanaan suatu pelabuhan. Ada tiga macam elevasi antara lain: 1. Elevasi muka air tertinggi atau High Water Surface (HWS) 2. Elevasi muka air rata-rata atau Mean Sea Level (MSL) 3. Elevasi muka air terendah atau Low Water Surface (LWS)
Bentuk pasang surut di berbagai daerah tidak sama. Secara umum pasang surut di berbagai daerah dapat dibedakan menjadi empat tipe yaitu pasang surut harian ganda, pasang surut harian tunggal, pasang surut campuran condong ke harian ganda, dan pasang surut campuran condong ke harian tunggal. Keempat tipe tersebut terdapat di Indonesia dengan persebaran dapat dilihat pada Gambar 2.1. 1. Pasang surut harian ganda (semi diurnal tide) Dalam satu hari terjadi dua kali air pasang dan dua kali air surut dengan tinggi yang hampir sama dan pasang surut terjadi secara berurutan dan teratur. Periode pasang surut rata-rata adalah 12 jam 24 menit. Pasang surut tipe ini dapat dilihat pada Gambar 2.2.a. 2. Pasang surut harian tunggal (diurnal tide) Dalam satu hari terjadi satu kali air pasang dan satu kali air surut. Periode pasang surut adalah 24 jam 50 menit. Pasang surut tipe ini terjadi di perairan selat Karimata. Pasang surut tipe ini dapat dilihat pada Gambar 2.2.d. 3. Pasang surut campuran condong ke harian ganda Dalam satu hari terjadi dua kali air pasang dan dua kali air surut, tetapi mempuyai tinggi dan periode yang berbeda. Pasang surut jenis ini banyak terdapat di perairan Indonesia bagian timur. Pasang surut tipe ini dapat dilihat pada Gambar 2.2.b. 4. Pasang surut campuran condong ke harian tunggal Dalam satu hari terjadi satu kali pasang dan satu kali surut tetapi tinggi dan periodenya sangat berbeda. Pasang surut jenis ini banyak terdapat di selat Kalimantan dan pantai utara Jawa Barat. Pasang surut tipe ini dapat dilihat pada Gambar 2.2.c.
Gambar 2. 1. Persebaran Tipe Pasang Surut di Indonesia (Teknik Pantai, 1999)
Gambar 2. 2. Tipe Pasang Surut (Teknik Pantai, 1999)
2.4. Analisa Gelombang Analisa gelombang adalah hal yang sangat penting dalam perencanan pelabuhan. Dari hasil analisa gelombang dapat diketahui tinggi dan periode gelombang yang terjadi di lokasi pelabuhan. Penentuan tinggi gelombang dapat dilakukan dengan pengukuran langsung di lapangan atau dengan menganalisa data angin yang ada. Pengukuran langsung di lapangan biasanya kurang representatif karena dilakukan dalam jangka waktu yang singkat. Jadi analisa gelombang menggunakan data angin dinilai paling baik, tetapi jangka waktu data angin harus tersedia minimal selama lima tahun. Metode peramalan gelombang dapat dibedakan atas metode peramalan gelombang laut dalam dan peramalan gelombang laut dangkal. Beda metode laut dalam dan dangkal adalah bahwa dalam metode laut dangkal diperhitungkan faktor gesekan antara gerak air dengan dasar laut, yang berpengaruh pada tinggi gelombang yang terbentuk. Dilaut dalam gerak gelombang yang terjadi di bagian atas perairan saja dan hampir tidak berimbas ke bagian bawah dekat dasar laut. Oleh karena itu gelombang dan pembentukan gelombang di laut dalam tidak terpengaruh oleh keadaan didekat dasar laut. Kriteria laut dalam dan dangkal didasarkan pada perbandingan antara panjang gelombang (L) dan kedalaman dasar laut (d). Nilai batasnya adalah sebagai berikut :
d 1 2 L 2. Gelombang laut transisi jika 1 d 1 L 20 2 3. Gelombang laut dangkal jika d 1 L 20
1. Gelombang laut dalam jika
Dari hasil analisa gelombang dapat diketahui tingkat keamanan kapal yang berlabuh di dermaga terhadap kejadian gelombang yang terjadi. Analisa gelombang dengan menggunakan analisa data angin meliputi :
2.4.1. Angin Angin yang berhembus mengakibatkan permukaan air laut yang mulanya tenang menjadi timbul riak air atau gelombang kecil. Dengan bertambahnya kecepatan dan durasi hembusan maka riak tersebut akan menjadi semakin besar kemudian membentuk gelombang. Pengukuran gelombang dengan cara menganalisa data angin menggunakan data angin yang ada di laut, tetapi biasanya data angin yang ada adalah data angin hasil pengukuran di darat. Oleh karena itu perlu diadakan koreksi-koreksi antara data angin yang ada di darat dengan data angin yang ada laut. Koreksi tersebut antara lain : 1. Koreksi terhadap letak pengukuran kecepatan angin Rumus yang dipakai untuk menghitung koreksi pengukuran kecepatan angin akibat perbedaan ketinggian tempat pengukuran adalah,
RL
UW UL
Dimana : R L = faktor korelasi akibat perbedaan ketinggian U W = kecepatan di atas permukaan laut (m/s) U L = kecepatan angin di atas daratan (m/s) Nilai koreksi ini juga bisa diketahui dengan melihat Grafik R L seperti pada Gambar 2.3. Untuk keperluan peramalan gelombang biasanya digunakan kecepatan angin pada ketinggian 10 meter dari permukaan laut. Apabila tidak diukur pada ketinggian tersebut maka kecepatan angin dikorelasi dengan rumus 1
10 7 U10 U Z Z
Gambar 2. 3. Grafik Korelasi akibat Perbedaan Ketinggian, R L (SPM, 1984) 2. Koreksi terhadap temperatur pada lokasi pengukuran Nilai faktor koreksi terhadap perbedaan temperatur didapatkan dengan melihat Grafik R T seperti pada Gambar 2.4.
Gambar 2. 4. Grafik Korelasi akibat Perbedaan Temperatur, R T (SPM, 1984) Setelah nilai koreksi-koreksi tersebut didapatkan perhitungan kecepatan angin dihitung dengan rumus :
U RL RT (U10 ) L dimana : RL = koreksi terhadap pencatatan angin didarat RT = koreksi akibat adanya temperatur udara dan air (U 10 ) L = kecepatan angin pada ketinggian 10 meter diatas permukaan tanah (m/s) Hasil dari perhitungan kecepatan angin tersebut diatas kemudian dikonversikan menjadi faktor tegangan angin (U A ) dengan menggunakan rumus
U A 0,71 U 1, 23
2.4.2. Fetch Fetch adalah jarak bebas di atas permukaan air laut, merupakan daerah pembangkit gelombang yang ditimbulkan oleh angin dengan arah dan kecepatan yang sama. Bentuk fetch tidak teratur akibat bentuk garis pantai yang tidak teratur, maka untuk keperluan peramalan gelombang perlu ditentukan besarnya fetch efektif yang dihitung dengan rumus (Teknik Pantai, 1999) : ( xi cos i ) Feff cos i dimana : F eff = panjang fetch efektif (km) x i = proyeksi radial pada arah angin (km) i = sudut antara jalur fetch yang ditinjau dengan arah angin
2.4.3. Peramalan tinggi gelombang Setelah memperoleh panjang fetch efektif, maka selanjutnya menghitung tinggi gelombang di pakai rumus sebagai berikut :
Untuk panjang fetch terbatas : 1
g .H mo U A2
g .F 2 1,6 x10 3 2 U A 1
3 g .Tm 1 g .F 2 , 857 10 x 2 U A2 U A 2
g .F 3 g .t 68,8 2 UA U A Untuk panjang fetch tidak terbatas :
g.H mo 2,433.101 2 UA g.Tm 8,133 U A2 g.t 7,17.10 4 UA dimana : Hmo = tinggi gelombang signifikan (m) Tm = periode gelombang puncak (dt) F = panjang fetch (km) UA = faktor tegangan angin (m/s) t = waktu hembus angin (jam) Perhitungan diatas dapat disajikan dalam bentuk diagram seperti pada Gambar 2.5. Selain menggunakan cara diatas, periode dan tinggi gelombang dapat dicari dengan metode SMB yaitu dengan menggunakan grafik SMB yang terdapat pada Gambar 2.6.
Gambar 2. 5. Perhitungan Tinggi dan Periode Gelombang Rencana (Teknik Pantai, 1999)
Gambar 2. 6. Grafik SMB (Teknik Pantai, 1999)
2.4.4. Peramalan Gelombang dengan Periode Ulang Tertentu Frekuensi gelombang-gelombang besar merupakan faktor yang mempengaruhi perencanaan bangunan pantai. Untuk menetapkan gelombang dengan periode ulang tertentu dibutuhkan data gelombang dalam jangka waktu pengukuran cukup panjang. Data tersebut bisa berupa data pengukuran gelombang atau data gelombang hasil prediksi berdasarkan data angin (Teknik Pantai, 1999). Pada studi ini peramalan tinggi gelombang dengan periode ulang tertentu dilakukan dengan Metode Weilbull. Peramalan tinggi gelombang berdasarkan periode ulang dengan Metode Weibull dilakukan dengan menggunakan Tabel 2.1. Tabel 2. 1. Tabel Peramalan Gelombang Periode Ulang Metode Weibull No urut
Hsm
P
Ym
Hsm.Ym
Ym2
(Hsm-Hr)2
Hsm
Hsm Hsm
Sumber : Teknik Pantai, 1999
Keterangan : Kolom 1 = Nomer urut m Kolom 2 = Gelombang yang diurutkan dari besar ke kecil sesuai kolom 1 Kolom 3 = Nilai P (H s H sm ) dihitung dengan rumus, m 0,44 P( H s H sm ) 1 N T 0,12 dimana : P(H s H sm ) = Probablititas tinggi gelombang representatif ke m yang tidak terlampai H sm = Tinggi gelombang urutan ke m (m) m = Nomer urut tinggi gelombang signifikan N T = Jumlah kejadian selama pencatatan Kolom 4 = Nilai ym diperhitungkan dengan persamaan :
y m ln ln F ( H s H sm )
Kolom 5 dan 6 = Nilai yang digunakan untuk analisis regrensi linier guna mng hitung parameter Adan B Kolom 7 = Digunakan menghitung devisiasi standar gelombang signifikan Kolom 8 = Perkiraan tinggi gelombang yang dihitung dengan persamaan linier yang dihasilkan Kolom 9 = Perbedaan antara H sn dan Hˆ sm yaitu H sm Hˆ sm Selanjutnya dihitung tinggi gelombang signifikan dengan beberapa periode ulang dilakukan menggunakan rumus : H sm = ( Aˆ Yr ) Bˆ
A
n HsmYm Hsm Ym n ym 2 ( Ym) 2
B Hr ( Aˆ Ym ) 1 y r ln ln1 LTr Keterangan : H sm = Tinggi gelombang berdasarkan kejadian ulang Tr = Periode ulang (tahun)
L
= Rerata jumlah kejadian per tahun L
NT K
2.4.5. Refraksi Refraksi adalah pembelokan arah gelombang yang terjadi karena perubahan kedalaman laut. Pada daerah yang mempunyai kedalaman lebih besar dari setengah panjang gelombang (laut dalam) gelombang menjalar tanpa dipengaruhi kedalaman dasar laut. Tetapi di laut transisi dan laut dangkal dasar laut mempengaruhi gelombang. Di daerah ini, apabila ditinjau suatu garis puncak gelombang, bagian dari puncak gelombang yang berada di air yang lebih dangkal akan menjalar dengan kecepatan
yang lebih kecil dari pada bagian di air yang lebih dalam. Akibatnya garis puncak gelombang akan membelok dan berusaha untuk sejajar dengan garis kontur dasar laut. Garis ortogonal gelombang, yaitu garis tegak lurus dengan garis puncak gelombang dan menunjukkan arah penjalaran gelombang juga akan membelok dan berusaha untuk menuju tegak lurus dengan kontur dasar laut (Teknik Pantai,1999). Refraksi berpengaruh dalam pembahasan tentang teori gelombang disebabkan hal-hal sebagai berikut : 1. Refraksi dipakai untuk menentukan tinggi gelombang dan arah gelombang dalam variasi kedalaman pada suatu kejadian atau kondisi gelombang. 2. Perubahan arah gelombang akan menyebabkan perbedaan energi gelombang, dimana energi gelombang ini akan mempengaruhi gaya yang bekerja pada struktur. 3. Refraksi dapat menyebabkan terjadinya perubahan pada dasar pantai yang berpengaruh pada erosi dan endapan dari sedimen. 4. Bathymetri pantai suatu daerah secara umum dapat digambarkan dengan analisa fotografi dari refraksi gelombang. Adapun langkah-langkah dalam perhitungan refraksi adalah sebagai berikut: 1. Menghitung panjang gelombang (L o ) dan kecepatan jalar gelombang/celerity (C o ), dimana : L o = 1,56 x T2 Co = Lo / T 2. Menghitung besar sudut arah datangnya gelombang yang berada di depan breakwater, yaitu : Menentukan kedalaman di depan breakwater yang ditinjau (d) Menghitung panjang (L) dan kecepatan jalar gelombang (C)
Menghitung besar sudut gelombang yang datang (), dengan rumus : sin = C / Co x sin o 3. Dihitung tinggi gelombang pada kedalaman yang ditinjau (H) Menghitung koefisien refraksi (Kr) dengan rumus : Kr = (cos o /cos) Menghitung koefisien pendangkalan (Ks), didapat dari tabel C-1 SPM, 1984 Menghitung tinggi gelombang hasil refraksi dengan rumus : H = Hs o x Kr x Ks Proses berbeloknya arah gelombang atau refraksi dapat dilihat pada Gambar 2.7.
Gambar 2. 7. Refraksi Gelombang pada Pantai (Teknik Pantai, 1999)
2.5. Kebutuhan Breakwater Breakwater adalah bangunan yang digunakan untuk melindungi daerah perairan pelabuhan dari gangguan gelombang (Pelabuhan, 2003). Breakwater diperlukan apabila dalam analisa gelombang ditemukan tinggi gelombang yang besar dengan frekuensi yang besar. Hal tersebut mengakibatkan kurangnya tingkat keamanan untuk kapal berlabuh di pelabuhan. Persyaratan tinggi gelombang maksimum untuk kapal dapat bongar muat dengan aman dapat dilihat pada Tabel 2.2. Tabel 2. 2. Tinggi gelombang maksimum untuk bongkar/muat muatan Ukuran Kapal Kapal Kecil (<500 GT) Kapal Sedang (501 – 50.000 GT) Kapal Besar (>50.000 GT) Sumber: Pelabuhan, 2003
Tinggi Gelombang (H 1/3 ) 0,3 m 0,5 m 0,7 – 1,5 m
Tinggi dan layout breakwater perlu dianalisa dengan cermat sehingga dapat dipastikan gelombang yang datang dapat diredam dan berkurang tingginya sehingga kapal aman untuk melakukan bongkar-muat. Selain untuk mengatasi masalah gelombang yang terjadi, breakwater juga dapat difungsikan sebagai : 1. Mengarahkan sedimen agar tidak masuk ke dalam kolam pelabuhan. Fungsi semacam ini biasanya untuk posisi breakwater di perairan dangkal atau di wilayah surf zone, dan di muara sungai. 2. Menghindarkan arah perjalanan kapal dari pengaruh cross current. Umumnya terjadi di pintu atau mulut breakwater dan di mulut muara sungai. 3. Tambatan untuk muatan yang berbahaya yang harus diletakkan pada jarak cukup jauh dari kompleks pelabuhan umum.
2.6. Analisa Sedimentasi Sedimen transport pantai adalah gerakan sedimen di derah pantai yang disebabkan oleh gelombang dan arus. Sedimen transport pantai terjadi pada daerah antara gelombang pecah dan garis pantai. Sedimen transport pantai dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu, sedimen transport menuju dan meninggalkan pantai (onshore-offshore sediment transport) dan sedimen transport sepanjang pantai (longshore sediment transport). Sedimen transport yang menuju atau meninggalkan pantai mempunyai arah sedimen yang tegak lurus dengan garis pantai. Sedangkan sedimen transport yang sepanjang pantai mempunyai arah sejajar dengan garis pantai. Dari kedua jenis sedimen transport tersebut, sedimen transport yang sejaar garis pantai (longshore) yang mempunyai perananan dominan dalam sedimentasi di pantai. Salah satu metode yang bisa digunakan dalam menghitung jumlah angkutan longshore sediment adalah metode CERC. Perumusan CERC lebih sederhana bila dibandingkan dengan metode-metode yang lain. Syarat-syarat yang digunkan dalam metode CERC adalah Diameter pasir antara 0,175 mm sampai 1 mm Gay yang bekerja pada air laut hanya berasal dari gaya gelombang. Perumusan dari metode CERC yang dapat dipakai untuk menghitung longshore sediment adalah
S 630720 Ho 2 Co Cos0 Sinbr Freq dimana : S = annual sediment transport (m3/tahun) Hso = tinggi gelombang dilaut dalam (m) Co = kecepatan gelombang dilaut dalam (m/s) Φ o = sudut dating gelombang di laut dalam (0) Φ br = sudut pada saat gelombang pecah (0) Freq = frequency of occurance (%)
Kemungkinan dilapangan menunjukkan bahwa sedimentasi yang diakibatkan gelombang tidak dominant karena gelombang yang terjadi di lapangan relatif kecil. Sehingga kemungkinan besar sedimentasi yang dominant diakibatkan karena adanya arus. Perhitungan sedimentasi karena pengaruh arus menggunakan metode Bijker yaitu 0,27 D50 g 5 D50V g Sb exp C c Dimana : S b = sediment transport ( m3/dt m) D 50 = diameter partikel V = kecepatan rata-rata C = koefisien chezy [ =18log(12h/r) ] r = kekasaran dasar pantai g = percepatan gravitasi ( m/dt2 ) Δ = kerapatan relative yang tampak dari sediment [ =(ρ s - ρ)/ρ ] ρ s = masa jenis sediment ρ = masa jenis air μ = factor ripple ( = (C/C 90 )1,5 ) C 90 = koefisien chezy pada D 90 [ = 18 log(12h/D 90 ) ] τ c = ρ g (v/c)2
2.7.
Pengerukan Pengerukan dilakukan apabila kedalam perairan pelabuhan kurang memenuhi draf kapal yang akan berlabuh. Hal ini disebabkan kondisi asli perairan maupun akibat sedimentasi yang terjadi. Pengerukan dilakukan dengan menggunakan kapal keruk (dredgers). Dredgers berfungsi untuk menggali material, menaikkan secara vertikal, kemudian memindahkan secara horisontal dan membuangnya ke lokasi pembuangan. Fungsi tersebut bisa dilakukan secara mekanik, hidrolis atau kombinasi keduanya. Untuk kondisi material yang keras, seperti batu cadas dan pasir yang terkonsolidasi digunakan treatment secara kimia
yaitu dengan bahan peledak (explosive). Faktor yang mempengaruhi pemilihan dredgers yang cocok adalah : 1. Jenis tanah dasar laut 2. Volume tanah kerukan dan umur konstruksi 3. Kedalaman pengerukan 4. Metode pembuangan tanah galian 5. Jarak dan rute pengangkutan menuju areal pembuangan 6. Pengaruh sedimen di dasar laut 7. Kondisi meteorologi, oceanologi dan geometrik Dilihat dari segi teknis pelaksanaan kapal keruk menjadi dua dikenal dua yaitu: 1. Kapal Keruk Hidrolis Hidrolis mempunyai arti metode pelaksanaanya berupa jenis tanah yang dikeruk bercampur dengan air laut, yang kemudian campuran tersebut dihisap oleh pompa melalui pipa penghisap (suction pipe) untuk selanjutnya melalui pipa pembuang dialirkan ke daerah penimbunan. Karena sistemnya dihisap oleh pompa maka material yang cocok adalah lumpur. 2. Kapal Keruk Mekanis Kapal keruk mekanis dapat dikatakan sederhana karena mempunyai analogi sama dengan peralatan gali di darat. Kapal keruk mekanis mempunyai jenis sebagai berikut: Bucket dredger Alat keruk ini merupakan jenis jenis kapal keruk dengan rantai ban yang tak berujung pangkal (endless belt) dan dilekati timba – timba pengeruk (bucket). Gerakan rantai ban dengan timbanya merupakan gerak berputar mengelilingi suatu rangka struktur utama. Kapal ini sangat cocok untuk perairan yang dalam dan kurang cocok untuk perairan dangkal. Alat keruk ini dapat dilihat pada Gambar 2.8.
Gambar 2. 8. Bucket Dredger
Clamshell Dredger Alat keruk jenis ini terdiri dari satu tongkang (barge) dan ditempatkan peralatan cakram (clamshell). Jenis ini biasanya digunakan untuk tanah lembek atau pada bagian-bagian kolam pelabuhan dalam. Clamshell Dredger dapat dilihat pada Gambar 2.9.
Gambar 2. 9. Clamshell Dredger
Backhoe Dredger Alat keruk ini pada dasarnya adalah ponton yang dipasangi alat pemindah tanah yang berupa
backhoe. Bucket penggali dari backhoe ini dalam operasinya bergerak ke arah alat, lain halnya dengan shovel yang bucketnya bergerak ke arah luar. Backhoe Dredger baik digunakan bagi pengerukan lapisan tanah padat atau pasir seperti pada Gambar 2.10.
Gambar 2. 10. Backhoe Dredger Volume pengerukan dihitung berdasarkan kontur eksisting dan rencana kedalaman perairan. Pada areal keruk dibuat segmen-segmen dengan jarak tertentu yang sama, sehingga dapat ditentukan volume keruk sebagai berikut : V= ( 0.5 A1 A 2 L n
i 1
dimana: V = Volume total pengerukan (m3) A1 = Luas keruk untuk segmen ke-1 (m2) A2 = Luas keruk untuk segmen ke-(1+1) (m2)
L = Jarak interval antara segmen ke-I dengan segmen ke- (1+1) (m2) n = Jumlah total segmen pada areal keruk yang direncanakan
Gambar 2. 11. Volume Pengerukan
2.8. Analisa Daya Dukung Tanah Analisa daya dukung tanah di lakukan untuk merencanakan bangunan bawah dari dermaga dan trestle. Pondasi yang digunakan di dermaga dan trestle adalah pondasi tiang pancang. Dalam studi ini analisa daya dukung tanah meliputi pemilihan tiang pancang dan perhitungan daya dukung. 1. Pemilihan Tiang Pancang Faktor yang mempengaruhi dalam pemilihan tiang pancang yang dipergunakan di struktur bangunan bawah dermaga dan trestle antara lain : Diusahakan dengan harga yang termurah Kemampuan menembus lapisan tanah keras tinggi, untuk menghindari terjadinya tekuk. Mampu menahan pemancangan / pemukulan yang keras, agar tidak hancur ketika pemancangan berlangsung. Dengan kriteria pemilihan jenis tiang pancang dapat dilihat pada Tabel 2.3.
Tabel 2. 3. Kriteria Pemilihan Tiang Pancang No Spesifikasi
2 3 4
N-Nilai SPT maksimal yang dapat ditembus Ked. Pemancangan Berat Tiang Mobilisasi
5
Pelaksanaan
1
6
Pengangkatan Tiang
7
Penyambungan
8
Harga tiang
9
Biaya transportasi
10 Biaya pemeliharaan 11 ketahanan thd korosi 12 Faktor kesalahan teknis Momen mak. Yang 13 mampu dipikul
Beton
Tiang Pancang Baja
Kayu
< 50
> 50
< 50
Terbatas Cukup ringan Mudah
Bebas Lebih ringan Mudah
Terbatas Ringan Mudah Relatif sulit karena terlalu bnyk sambungan Semakin panjang semakin sulit Relatif sulit yaitu dengan sambungan baut mahal Cukup mahal karena dihitung berdasar berat cukup murah
Relatif mudah
Relatif mudah
Semakin panjang semakin sulit Relatig mudah dengan pengelasan Cukup murah Cukup mahal karena dihitung berdasar berat cukup murah
Relatif mudah karena cukup ringan Relatig mudah dengan pengelasan mahal lebih murah karena dihitung berdasar volume mahal karena perlu proteksi anti karat kurang baik Hampir tidak ada
baik ada,yaitu ujung tiang retak pecah saat pemancangan Terbatas, dari data WIKA Piles bahwa ukuran maks. f 60 cm kelas C Mmaks 29 tm
Relatif besar
baik ada,yaitu ujung tiang retak pecah saat pemancangan terbatas
2. Perhitungan Daya Dukung Tiang Perhitungan Daya Dukung Tanah dipergunakan perumusan dari Metode Luciano Decourt (1982) sebagai berikut : Ql = Qp + Qs dimana : Q l = daya dukung tiang maksimum (ton) Q p = resistance ultimate di ujung tiang (ton) Q s = resistance ultimate akibat lekatan lateral (ton)
QL SF QP q P . AP ( N P. K ). AP
Qad
QS q S . AS (
NS x1). AS 3
dimana : K = koefisien karateristik tanah, dapat dilihat pada Tabel 2.4. Np = harga rata-rata SPT disekitar 4B diatas hingga 4B dibawah dasar pondasi qp = tegangan di ujung tiang (ton) A P = luas penampang di ujung tiang (m2) A S = keliling tiang x panjang tiang yang terbenam (m) N S = harga rata-rata sepanjang tiang yang tertanam, dengan batasan 3 < N < 50 qs = tegangan lateral lekatan lateral (t/m2) SF = angka keamanan Tabel 2. 4. Harga Koefisien Karateristik Tanah Harga koefisien (t/m2) Jenis Tanah 12 Tanah lempung 20 Tanah lanau berlempung 25 Tanah lanau berpasir 40 Tanah berpasir Sumber : Pondasi Dalam, 1999
2.9. Metode Peramalan Muatan Peramalan muatan dilakukan untuk merencanakan jenis dan jumlah fasilitas yang efektif dipakai di pelabuhan peti kemas ini. Dalam peramalan muatan terdapat dua metode yang umum digunakan yaitu : 1. metode kuantitatif 2. metode kualitatif 2.9.1. Metode kuantitatif Metode kuantitatif adalah metode untuk melakukan prediksi yang didasarkan pada data-data historis yang ada. Metode ini dapat dipakai jika R2 yang diperoleh dari persamaan regresi, minimal sama dengan 1. Jika hasilnya masih juga tidak didapatkan hasil R2 yang memenuhi syarat di atas, atau syarat R2
terpenuhi tetapi hasil yang diperoleh tidak masuk akal, maka dapat dilakukan multiple regresi dengan cara mengkorelasi data yang akan diprediksi terhadap data lain yang berkaitan erat dengannya sehingga didapat R2 yang memenuhi syarat serta hasil prediksi yang rasional. Langkah yang harus dilakukan untuk melakukan prediksi dengan metode kuantitatif adalah dengan menggunakan regresi yaitu : 1. Menggunakan program aplikasi statistika yaitu regresi linier pada data yang ada. 2. Jika diperoleh R2 > 1, maka regresi dapat dilanjutkan. 3. Jika diperoleh R2 < 1, maka digunakan regresi non-linier (regresi polynomial) terhadap data-data historis. 4. Jika diperoleh minimal R2 > 1 tetapi dengan hasil yang tidak rasional, maka digunakan analisa trend untuk faktor-faktor yang berpengaruh seperti pertumbuhan ekonomi. 5. Jika langkah ke-4 masih belum memberi hasil, maka dilakukan analisa dengan menggunakan metode kualitatif. 2.9.2. Metode kualitatif Metode kualitatif dilakukan jika hasil dari metode kuantitatif masih tidak memenuhi syarat dan tidak rasional. Metode ini didasarkan pada asumsi pertumbuhan atau target pertumbuhan yang ditetapkan oleh pemerintah.
2.10. Prediksi Arus Kunjungan Kapal Dalam pengoperasian kapal peti kemas, setiap kapal berkunjung di suatu pelabuhan tidak hanya melakukan satu kegiatan bongkar atau muat saja, tetapi melakukan keduanya. Hal ini dilakukan untuk menjaga kestabilan berat kapal dan menutupi biaya operasional kapal. Karena pelabuhan ini melayani kawasan industri maka volume muat lebih besar dari pada volume bongkar, sehingga diasumsikan BOR kapal untuk muat 60% dan untuk bongkar adalah 20%.
Kunjungan kapal muat
= VolumeBongkarMuat
KapasitasKapal 60% VolumeBongkarBongkar Kunjungan kapal bongkar = KapasitasKapal 20%
Kapal yang melakukan bongkar dan kapal yang melakukan muat adalah kapal yang sama, sehingga jumlah arus kunjungan diambil yang terbesar yaitu jumlah kunjungan kapal muat. 2.11. Fasilitas Pelabuhan Peti Kemas Dalam perencanaan fasilitas pelabuhan harus sesuai dengan volume bongkar muat dan volume kunjungan kapal yang ada, sehingga volume dan jenis fasilitas yang direncanakan dapat bermanfaat dengan efektif. Fasilitas yang ada di pelabuhan peti kemas digolongkan menjadi dua macam yaitu fasilitas perairan dan fasilitas darat. 2.11.1. Fasilitas wilayah perairan Fasilitas wilayah perairan adalah fasilitas pelabuhan peti kemas yang berada di wilayah laut. Fasilitas wilayah perairan antara lain : 1. Areal penjangkaran Areal penjangkaran adalah lokasi kapal menunggu dari cuaca yang buruk atau alur masuk masih terpakai sebelum dapat bertambat atau memasuki alur. Kebutuhan luas areal penjangkaran dapat dilihat pada Tabel 2.5. 2. Alur masuk Alur masuk berawal dari mulut pelabuhan hingga kapal mulai berputar, parameter yang harus diketahui mencakup kedalaman, lebar, dan pajang alur. Besarnya kebutuhan alur masuk dapat dilihat pada Tabel 2.6.
Tabel 2. 5. Kebutuhan Areal Penjangkaran Dasar laut atau Kec. Tujuan Jari-jari (m) Angin Swinging LOA + 6d Baik Menunggu Multiple LOA + 4,5d atau Swinging LOA + 3d + 30 Inspeksi Buruk LOA + 4,5d + muatan Multiple 25 Kecepatan angin 20 LOA+3d+60 Menunggu m/dt cuaca Kecepatan angin 30 membaik LOA+4d+145 m/dt Sumber : UNCTAD
Tabel 2. 6. Kebutuhan Ukuran Alur Masuk Ukuran Keterangan Parameter (m) 1,12 D Laut terbuka Kedalaman 1,15 D Alur masuk 1,10 D Depan dermaga 2 LOA Sering berpapasan Lebar untuk alur panjang 1,5 LOA Jarang berpapasan 1,5 LOA Sering berpapasan Lebar untuk alur pendek 1 LOA Jarang berpapasan 7 LOA 10000 DWT, 16 knots 18 LOA 200000 DWT, 16 knots 1 LOA 10000 DWT, 5 knots Panjang alur 3 LOA 200000 DWT, 5 knots 8 LOA Kapal ballast / kosong Sumber : UNCTAD, 1994
3. Kolam pelabuhan Kolam pelabuhan berada di ujung alur masuk atau dapat diletakkan sepanjang alur bila alurnya panjang
(>Sd). Kolam pelabuhan bentuk lingkaran dengan diameter (D b ). Kedalaman kolam pelabuhan dapat disamakan dengan kedalaman alur masuk. D b = 2 x LOA untuk kapal bermanuver dengan dipandu D b = 4 x LOA untuk kapal bermanuver tanpa dipandu 2.11.2. Fasilitas wilayah darat Fasilitas darat adalah semua fasilitas yang berada di wilayah darat yang terdiri dari bangunan dan peralatan. Fasilitas wilayah darat yang ada di pelabuhan peti kemas meliputi: 1. Dermaga Dermaga adalah fasilitas pokok pelabuhan peti kemas karena dermaga merupakan tempat bersandarnya kapal untuk melakukan kegiatan bongkar muat. Dalam perencanaan sebuah pelabuhan peti kemas, perencanaan dermaga meliputi : a. Jumlah Dermaga Perhitungan jumlah dermaga tergantung pada kapasitas satu dermaga dan tingkat penggunaan dermaga tersebut. Metode yang digunakan untuk menghitung jumlah dermaga adalah metode sederhana yaitu : Jumlah dermaga =
VolumeArusMua tan KapasitasDermaga BOR
Kapasitas dermaga di pelabuhan peti kemas adalah kemampuan bongkar muat peti kemas yang bisa dilakukan oleh dermaga dalam periode satu tahun. Kapasitas dermaga dipengaruhi oleh produktifitas alat yang bekerja dan jumlah hari kerja dalam satu tahun. Selain hal itu kapasitas dermaga juga harus dikalikan dengan koefisien reduksi untuk menjaga produktifitas dan jumlah hari kerja berjalan tidak sesuai dengan rencana.
Kapasitas = jumlah alatproduktifitaswaktu kerja koefisien Berdasarkan statistika pelabuhan peti kemas di Indonesia, dalam satu tahun diperhitungkan 300 hari kerja dengan 24 jam kerja dalam satu hari dan menggunakan koefisien reduksi yang dipakai adalah 0,7. Berth Occupancy Ratio (BOR) adalah indikator tingkat penggunaaan dermaga dibanding keberadaannya dalam suatu periode tertentu biasanya setahun. Pada studi ini menggunakan BOR dari UNCTAD, yaitu seperti Tabel 2.7. dibawah ini Tabel 2. 7. Nilai BOR menurut jumlah dermaga Jumlah dermaga BOR ( dalam persen ) 1 40 2 50 3 55 4 60 5 65 6 70 Sumber : UNCTAD, 1994
b. Panjang Dermaga Dermaga peti kemas menggunakan sistem tambat kapal berderet seperti pada Gambar 2.12. Perhitungan panjang dermaga untuk sistem tambat berderet adalah : L p = n Loa + ( n-1 ) 15 + 50 dimana: Loa = panjang kapal yang bertambat n = jumlah kapal yang bertambat /hari
Lp 25 m
LOA
15 m
KAPAL
LOA
KAPAL
15 m
LOA
25 m
KAPAL
DERMAGA
Gambar 2. 12. Panjang dermaga Sistem Tambat Kapal Berderet c. Lebar Dermaga Lebar dermaga dipengaruhi oleh jenis alat yang dipakai untuk melakukan bongkar muat di dermaga. Penetuan lebar dermaga adalah jumlah antara lebar alat bongkar muat yang dipakai, jarak manuver untuk truk dan dua kali jarak tepi. d. Elevasi Dermaga Elevasi dermaga ditentukan dengan menambahkan elevasi pasang tertinggi dan tinggi jagaan. Untuk perencanaan pelabuhan ini digunakan tinggi jagaan 1 meter. 2. Lapangan Penumpukan Lapangan penumpukan adalah areal terbuka untuk menyimpan peti kemas pada waktu menunggu sebelum dinaikan ke atas kapal atau setelah dibongkar dari kapal. Bentuk dan luas lapangan penumpukan dipengaruhi jumlah ground slot (GS) yang dibutuhkan. Kapasitas per GS =
HariKerja TinggiTumpukan 0,7 LamaPenumpukan
Kebutuhan GS
VolumeBonkarMuat KapasitasPerGroundslot
=
Luas lapangan penumpukan = jumlah GSluas per GS
Luasan tersebut belum termasuk kebutuhan areal untuk peralatan dan areal untuk akses di dalam lapangan penumpukan. 3. Container Freight Station (CFS) Dalam pengiriman barang dengan peti kemas tidak semuanya isi satu peti milik satu orang tetapi terkadang milik lebih dari satu orang. Hal ini menyebabkan perlu adanya tempat untuk melakukan penataan atau pembongkaran jenis peti kemas. Pada Pelabuhan peti kemas tempat pembongkaran dan penataan tersebut dinamakan CFS. Luas CFS dihitung dengan menggunakan rumus :
O
f1 f 2 T t
h 365 mi
Dimana : O = luas area yang perlukan (m2) f 1 = perbandingan luas bersih dan kotor = 1,5 f 2 = area barang rusak dan berserakan = 1,2 T = tonase yang masuk melalui gudang dalam setahun (ton/hari) t = waktu timbunan rata-rata (hari) mi = prosentase pemakaian dalam setahun h = tinggi timbunan rata-rata (m) ρ = berat jenis barang rata-rata = 1,2 t/m2 4. Peralatan Tujuan utama dari kegiatan di terminal peti kemas adalah melayani penyediaan akses transportasi bongkar muat peti kemas dari kapal ke darat maupun sebaliknya dengan biaya yang dapat ditekan serendah mungkin. Cara yang dapat digunakan agar hal ini tercapai adalah dengan menyediakan jenis jasa dan peralatan hanya untuk kegiatan penting saja dan mengusahakan
BOR dari alat dapat tercapai setinggi mungkin tetapi tidak sampai menimbulkan antrian yang merugikan. Ukuran dan berat peti kemas sangat besar sehingga dalam operasional bongkar muat di pelabuhan harus menggunakan peralatan. Peralatan yang digunakan di pelabuhan peti kemas ada berbagai macam. Penentuan jenis peralatan yang dipakai tergantung pada sistem operasional penanganan muatan yang digunakan. Sistem operasional penanganan muatan tersebut antara lain : a. Chassis system b. Straddle carrier system c. Fork lift truck sistem d. Transtainer system e. Sistem campuran dengan kombinasi berbagai alat Setiap sistem operasional berpengaruh pada penataan layout dan pemilihan jenis peralatan yang dipakai. Jenis peralatan yang ada di pelabuhan peti kemas yang umumnya dipakai di Indonesia antara lain : a. Portainer Portainer adalah peralatan yang ditempatkan secara permanen di dermaga yang dipakai untuk bongkar muat peti kemas dari kapal ke darat atau sebaliknya. Dimensi portainer yang berpengaruh pada pembangunan dermaga adalah : - lebar kaki crane - jumlah roda per kaki, jarak antar roda, dan beban per roda - panjang lengan dan backreach - sistem mesin penggerak (disel atau listrik) b. Harbour Mobile Crane (HMC) HMC adalah peralatan yang fungsinya sama dengan portainer tetapi memiliki roda yang bisa bergerak secara leluasa
c. Straddle carrier Straddle carrier digunakan untuk operasional peti kemas antara dermaga dan lapangan penumpukan maupun operasional di dalam lapangan penumpukan saja. Alat ini dapat bergerak secara fleksibel dan berkecepatan tinggi, tetapi posisi pengemudi dan jarak pandang yang terbatas dapat menimbulkan kecelakaan. Kemampuan straddle carier adalah dapat menumpuk peti kemas sampai 5 tumpukan. Pengaruh pada struktur adalah beban beban repetisi yang harus diperhitungkan pada perkerasan lapangan penumpukan, dan pengaruh pada bentuk layout lapangan penumpukan. Anabila di dermaga dan lapangan penumpukan hanya menggunakan satu jenis alat saja yaitu straddle carrier maka sistem ini disebut straddle carrier system. d. Transtainer Transtainer merupakan gantry crane yang bergerak tegak lurus untuk menumpuk container dari moda transportasi satu ke yang lain atau ke lantai lapangan penumpukan. Terdapat dua jenis gantry crane yaitu Rubber Tyred Gantry Crane (RTGC) dan Rail Mounted Gantry Crane (RMGC). e. Forklift atau Side loader Forklift digunakan untuk melayani pergerakan di lapangan penumpukan atau di CFS. Untuk penggunakan forklift di lapangan penumpukan harus digunakan forklift yang berat atau jenis forklift yang mengangkatnya dari samping (side loader).
f.
Truck trailer Truk trailer digunakan untuk operasional antara dermaga ke lapangan penumpukan atau sebaliknya, CFS ke dermaga atau sebaliknya dan keluar masuknya peti kemas di pelabuhan.
Sistem operasional penanganan muatan di pelabuhan peti kemas dapat dilakukan dengan satu jenis alat saja atau kombinasi dari berbagai peralatan. Sistem kombinasi memakai berbagai jenis alat yang berbeda misalnya memakai portainer di dermaga, truk untuk menghubungkan dermaga ke lapangan penumpukan, dan memakai RTGC di lapangan penumpukan. Dari berbagai macam sistem operasional diatas dipilih satu sistem yang paling efektif. Metode yang digunakan untuk menentukan jenis sistem operasional adalah dengan menilai masing-masing alat berdasarkan : a. harga peralatan b. estimasi umur operasional c. estimasi waktu operasional per tahun d. umur depresiasi alat e. jumlah gerakan perjam yang dapat ditangani Dari analisa diatas dapat disimpulkan keuntungan dan kerugian masing-masing sistem, sehingga dapat dipilih sistem operasional penanganan muatan yang paling efektif. 2.12. Metode Pemilihan Layout Setelah diketahui volume fasilitas yang diperlukan, selanjutnya disusun beberapa alternatif layout pelabuhan. Dari beberapa alternatif layout tersebut dipilih satu layout yang paling efektif. Ada dua metode yang biasa digunakan dalam pemilihan layout yaitu Numerical System/Multi Criteria Analysis dan Monetary System
2.12.1. Numerical System/Multi Criteria Analysis Metode ini dilakukan dengan cara memberikan kriteriakriteria terhadap alternatif layout yang ada. Kriteria tersebut terdiri dari kriteria primer, sekunder, dan tersier. Setiap kriteria tersebut diberi bobot atau suatu besaran. Sebagai contoh bobot dari kriteria primer dibuat untuk mewakili semua disiplin yang terlibat. Sedangkan bobot dari kriteria sekunder dan tersier dapat dibuat berdasarkan disiplin-disiplin yang mewakili. Setelah bobot dan nilai dikalikan maka menghasilkan suatu hasil yang ultimate. Layout yang dipilih adalah layout dengan nilai ultimate terbesar. Kerugian dari sistem ini adalah subyektifitas di dalam menentukan bobot dari masing-masing aspek. 2.12.2. Monetary System Metode ini dilakukan dengan menilai seluruh kriteria evaluasi dari berbagai alternatif dalam suatu nilai uang. Keuntungan dari metode ini adalah subyektifitasnya rendah bila dibandingkan dengan metode Numerical System. Kerugian dari metode ini adalah dalam pengerjaan pada umumnya membutuhkan lebih banyak waktu dan sulit dikerjakan karena tidak semua hal mudah dilakukan penilaian dalam nilai uang melalui analisa resiko, misalnya : 1. Aspek keamanan nautical: resiko tabrakan, resiko kandas, dan konsekwensi-konsekwensi lain dari kapal yang berlabuh juga pengaruh terhadap lingkungan sulit dinilai dengan uang. 2. Keamanan dari cargo handling, penimbunan dan industri yang berpengaruh terhadap lingkungan sulit dinilai dengan uang. Didalam studi ini menggunakan metode Multi Criteria System karena metode ini lebih mudah dilakukan dan tidak banyak memakan waktu dalam pengerjaannya.
2.13. Analisa Ekonomi Analisa ekonomi adalah analisa perimbangan antara keuntungan ditinjau dari kepentingan pemakai fasilitas pelabuhan dibandingkan biaya yang harus dikeluarkan oleh investor. Metode yang digunakan dalam analisa ekonomi adalah Benefit Cost Analisis (BCA). Investasi dikatakan layak apabila dari BCA didapatkan perbandingan antara keuntungan dari pihak pemakai fasilitas dan biaya yang dikeluarkan investor lebih dari satu (B/C>1). Benefit dan cost harus dihitung pada nilai waktu yang sama. Analisa ekonomi juga dapat dilakukan dengan metode Ecim. Metode ini hanya sebagai pendukung dari metode BCA. Hal yang dilakukan metode ini adalah menganalisa dampak yang terjadi di lingkungan pelabuhan. Terdapat dua macam dampak yaitu dampak yang nampak dan dampak yang tidak nampak. Contoh dampak yang nampak adalah kenaikan Pendapatan Daerah Rata-rata Bruto (PDRB) dan PAD (Pendapatan Asli Daerah) daerah sekitar pelabuhan. Sedangkan yang dimaksut dampak tidak nampak adalah dampak sosial yang terjadi di sekitar pelabuhan. 2.14. Analisa Finansial Analisa finansial adalah perimbangan arus pendapatan dengan arus pengeluaran yang ditinjau dari sisi operasional dan keuntungan dari pihak investor. Analisa kelayakan suatu pembangunan fasilitas dikatakan layak apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut : 1. IRR > MARR 2. Payback Period < Periode Studi Keterangan: 1. Internal Rate of Return (IRR)
IRR adalah ukuran dari tingkat profitabilitas. Berdasarkan definisinya, IRR adalah tingkat bunga yang membuat present value dari cash inflow sebanding dengan biaya investasi awal. Dalam artian sederhana
IRR adalah suatu tingkat bunga yang menyebabkan nilai Net Present Value (NPV) dari suatu investasi sama dengan nol (Dasar-dasar Keuangan Bisnis, 2005). 2.
Minimum Attractive Rate of Return (MARR) MARR adalah tingkat bunga yang dipakai patokan pasar dalam mengevaluasi dan membandingkan berbagai alternatif. MARR ini adalah nilai minimal dari tingkat pengembalian atau bunga yang bisa diterima oleh investor. Dengan kata lain bila suatu investasi menghasilkan bunga atau tingkat pengembalian (Rate of Return) yang lebih kecil dari MARR maka investasi tersebut dikatakan tidak layak untuk dikerjakan (Ekonomi Teknik, 2003). Pada saat ini MARR yang digunakan oleh pemerintah maupun swasta untuk patokan investasi sebesar 12 % sehingga studi menetapkan nilai MARR sebesar 12 %.
3. Payback Period Payback period adalah jumlah tahun yang diperlukan untuk menutup biaya investasi awal (Ekonomi Teknik,2003). Payback Period dapat dihitung dengan rumus : Payback period = Total modal yang dikeluarkan Jumlah laba tunai pertahun