BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka 1.
Ergonomi a. Pengertian Ergonomi
adalah
ilmu,
penerapan
teknologi
untuk
menyerasikan atau menyeimbangkan antara segala fasilitas yang digunakan dengan baik dalam beraktivitas maupun istirahat dengan segala kemampuan dan kerterbatasan manusia baik secara fisik atau mental (Tarwaka,2011). Ergonomi sebagai studi tentang aspek-aspek manusia dalam lingkungan kerja yang ditinjau secara anatomi, fisiologi, psikologi, engineering dan desain perancangan tempat kerja (Harrianto, 2009). b. Aspek Ilmu Ergonomi mencakup berbagai aspek ilmu yang sangat luas, dapat dibagi menjadi 3 kelompok spesialisasi ilmu (Harrianto, 2009), yaitu : 1) Ergonomi fisik yang meliputi sikap kerja, aktivitas mengangkat beban, gerakan berulang, penyakit muskoloskeletal akibat kerja, tata letak tempat kerja, keselamatan dan kesehatan kerja (Harrianto, 2009 ; Tarwaka, 2011). 6
7
2) Ergonomi kognitif yang meliputi beban mental akibat kerja, pengambilan keputusan, penampilan keterampilan kerja, interaksi manusia dan mesin dengan sistem perencanaan kerja (Harrianto, 2009 ; Tarwaka, 2011). 3) Ergonomi organisasi yang meliputi komunikasi, manajemen sumber daya pekerja, perencanaan tugas, perencanaan waktu kerja, kerja sama tim kerja, perencanaan partisipasi kerja, ergonomi komunitas, paradigma kerja yang baru, pola kerja jarak jauh dan manajemen kualitas kerja (Harrianto, 2009 ; Tarwaka, 2011). c. Keluhan Muskuloskeletal Risiko gangguan muskuloskeletal meningkat ketika bagian – bagian tubuh yang digunakan berulang kali, dengan jeda atau kesempatan untuk beristirahat. Kegiatan yang berulang – ulang dapat menyebabkan kelelahan, kerusakan jaringan, dan akhirnya rasa sakit, dan rasa ketidaknyamanan (OHSCO, 2007). Terdapat 4 faktor yang dapat meningkatkan timbulnya keluhan muskoloskeletal yaitu postur tidak alamiah, tenaga yang berlebihan, pengulangan gerakan berkali – kali, dan lamanya waktu kerja (OHSCO,2007). 2. Gerakan Berulang a.
Pengertian Aktivitas berulang adalah pekerjaan yang dilakukan secara terus menerus. Keluhan otot terjadi karena otot menerima tekanan
8
akibat beban kerja secara terus menerus tanpa memperoleh kesempatan untuk relaksasi (Tarwaka, 2011). Repetitive motion merupakan gerakan yang memiliki sedikit variasi dan dilakukan setiap beberapa detik, sehingga dapat mengakibatkan kelelahan dan ketegangan otot tendon. Jika waktu yang digunakan untuk istirahat tidak dapat mengurangi efek tersebut, jika gerakan terdapat posisi janggal, yang memerlukan tenaga besar, risiko kerusakan jaringan dan masalah muskuloskeletal lainnya akan meningkat. Pengulangan dengan waktu kurang dari 30 detik telah dianggap sebagai “repetitive motion” (OSHA, 2013). Repetitive motion dalam pekerjaan dapat disebut sebagai kecepatan pergerakan tubuh, atau dapat diperluas sebagai gerakan yang dilakukan secara berulang – ulang tanpa adanya variasi gerakan. Pekerjaan yang dilakukan dengan gerakan yang sama yang dilakukan secara berulang – ulang, apabila dilakukan dalam intensitas waktu yang sering dan dalam jangka waktu yang lama maka dapat menyebabkan suatu efek tertentu pada tenaga kerja (Boediono dkk, 2005). b.
Fakta Kejadian Gerakan Berulang Menurut Bureau of Labor Statistic Amerika melaporkan pada tahun 1997, lebih dari 50% dari semua penyakit akibat kerja disebabkan oleh repetitive motion trauma. Cedera yang disebabkan oleh repetitive motion bukan merupakan penyakit yang akut atau
9
jangka pendek yang terjadi dari kecelakaan satu kali, tetapi sebaliknya, merupakan hasil dari efek kronis yang bertahap, yang disebabkan oleh trauma berulang. Tiga cedera yang paling umum adalah gerakan berulang otot, tendon, dan cedera saraf (Roudney dkk, 2006). c.
Hal – Hal yang Mempengaruhi Repettive motion merupakan pekerjaan monoton yang melakukan gerakan yang sama secara berulang – ulang. Bila dilakukan dalam intensitas yang sering dan dalam jangka waktu yang lama, akan berdampak timbulnya suatu efek tertentu pada tenaga kerja. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa hal seperti (Boediono dkk, 2005) : 1) Banyaknya gerakan yang dilakukan dalam proses pekerjaan berulang. 2) Besarnya atau seringnya penggunaan otot. 3) Lamanya pekerjaan yang dilakukan. Apabila dalam pekerjaan tersebut tidak banyak dilakukan gerakan, maka waktu yang diperlukan dalam melakukan gerakan yang sama akan menjadi lebih pendek. Sehingga pekerja akan lebih sering melakukan gerakan yang sama secara berulang-ulang (Boediono dkk, 2005).
10
d.
Kategori Gerakan Berulang Variasi penilaian tingkat risiko untuk tingkat pengulangan yang dapat menimbulkan bahaya, dipengaruhi juga oleh faktor – faktor lain, seperti tenaga dan postur tubuh yang berbeda dapat dilihat di Tabel 1. Tabel 1. Pengulangan Risiko Gerakan Berulang pada Bagian Tubuh yang Berbeda-Beda. Bagian Tubuh
Pengulangan Per Menit
Bahu Lengan atas atau Siku Lengan atau Pergelangan Tangan Jari Sumber : Dinardi (1997). e.
Lebih dari 2,5 Lebih dari 10 Lebih dari 10 Lebih dari 200
Macam – Macam Gerakan pada Tangan Menurut Pearce (2004) ada beberapa mekanisme gerakan kerangka bagian atas yaitu sendi dari tangan dan jari, antara lain: 1) Gerakan sendi bahu Adanya permukaan
kelonggaran
persendian
yang
pada dangkal
ligamen maka
kapsul ada
dan
banyak
kemungkinan gerak. Gerakan sendi bahu lebih dimungkinkan oleh gerakan meluncur skapula diatas dinding dada. Abduksi dilaksanakan oleh otot supraspinatus dan otot deltoid, tetapi hanya sampai 90 derajat. Mengangkat lebih tinggi lagi sampai 180 derajat dimungkinkan oleh rotasi skapula diatas dinding dada yang dilaksanakan oleh otot trapezius. Rotasi internal dan rotasi
11
eksternal juga dapat dilakukan dengan mengangkat lengan dalam lingkaran, ke atas, ke samping, kebelakang dan turun (Pearce, 2004). 2) Sendi siku Fraktur tulang – tulang yang membentuk sendi siku sering mendapat komplikasi dengan dislokasi. Dislokasi ke belakang dari sendi dapat disertai oleh fraktur dari proses kronoid. Otot-otot yang menggerakan siku, antara lain: a) Flexi
: bisep, brakhialis, otot flexor dari lengan bawah
b) Pronasi
: pronator dan flexor radialis
c) Extensi
: trisep dan ankonius
d) Supinasi : bisep, supinator dan extensor dan ibu jari Bisep merupakan otot flexor dari siku yang masuk ke dalam tuberositas radius, maka bisep juga merotasikan lengan bawah ke dalam kedudukan supinasi (Pearce, 2004). 3) Sendi Pergelangan Tangan dan Tangan Sendi pergelangan tangan mudah terkilir, sehingga memerlukan pendukung untuk beberapa waktu. Jika sendi pergelangan tidak diberikan pendukung maka bisa cenderung menjatuhkan benda yang dipegangnya. Beberapa tulang karpal (lunatum) dapat terkena dislokasi karena jatuh diatas tangan sedangkan skafoid atau navikular dapat patah atau jatuh di telapak
12
tangan. Otot – otot yang dapat menggerakan pergelangan tangan, antara lain (Pearce, 2004): : otot – otot panjang yang melintasi bagian depan
a) Flexi
pergelangan tangan b) Extensi
: semua yang melintasi bagian belakang sendi
c) Adduksi
: flexor karpal dan extensor di sisi ulna dari
pergelangan tangan d) Abduksi
: flexor karpal dan extensor-extensor di sebelah
radinal f.
Pengukuran Gerakan Berulang Gerakan berulang dapat diukur dengan menghitung gerakan pada anggota tubuh selama 1 menit. Menurut Delleman dkk (2009) gerakan
berulang
mempunyai
frekuensi
maksimal
(30
gerakan/menit), hal ini menjadi referensi tetap untuk setiap pengukuran gerakan berulang. Kelebihan dari pengukuran ini bersifat praktis, dapat mencatat waktu signifikan untuk faktor – faktor risiko lain, seperti : tekanan, postur tubuh, faktor tambahan dan kurangnya waktu istirahat. 3. Kelelahan Kerja a.
Definisi Menurut beberapa ahli terdapat beberapa definisi tentang kelelahan kerja, antar lain:
13
1) Kelelahan kerja adalah perasaan lelah dan adanya penurunan kesiagaan (Grandjean, 1995). 2) Dilihat dari sudut pandang neurofisiologi diungkapkan bahwa kelelahan sebagai suatu keadaan sistemik saraf sentral, akibat aktivitas yang berkepanjangan dan secara fundamental yang dikontrol oleh aktivitas berlawanan antara sistem aktivasi dan sistem inhibisi pada batang otak (Grandjean dan Kogi, 1971). 3) Kelelahan kerja adalah respon total individu terhadap stres psikososial yang dialami dalam satu periode waktu tertentu dan kelelahan kerja cenderung menurunkan prestasi maupun motivasi pekerja. Kelelahan kerja merupakan kriteria yang lengkap tidak hanya menyangkut kelelahan yang bersifat fisik dan psikis saja tetapi lebih banyak kaitannya dengan adanya penurunan kinerja fisik, adanya perasaan lelah, penurunan motivasi dan penurunan produktivitas kerja (Cameron, 1973). 4) Kelelahan kerja adalah suatu fenomena kompleks yang disebabkan oleh faktor biologi pada proses kerja serta dipengaruhi oleh faktor internal maupun eksternal (Chavalitsakulchai dan Shahvanaz, 1991). 5) Lelah menunjukan keadaan tubuh fisik dan mental yang berbeda, tetapi semuanya berakibat kepada penurunan daya kerja dan berkurangnya ketahanan tubuh untuk bekerja (Suma’mur, 2009).
14
6) Perasaan kelelahan kerja adalah gejala subjektif kelelahan kerja yang dikeluhkan pekerja yang merupakan semua perasaan yang tidak menyenangkan (Maurits, 2010). b.
Penyebab Kelelahan Kelelahan disebabkan oleh berbagai macam faktor penyebab, secara umum dapat dikelompokan seperti gambar dibawah :
Masalah-masalah Fisik : - Tanggung jawab - Kecemasan - Konflik
Intensitas dan lamanya upaya fisik dan psikis Masalah lingkungan kerja: - Kebisingan - Penerangan
Nyeri lainnya
Irama detak jantung
Gizi/Nutrisi
dan
penyakit
Tingkat Kelelahan
Gambar 1. Diagram Teoritik efek kombinasi dari penyebab kelelahan (Sumber : Grandjean, 1995.) c.
Sistem Timbulnya Kelelahan Keadaan dan perasaan lelah adalah reaksi fungsional pusat kesadaran yaitu otak (cortex cerebri), yang dipengaruhi oleh dua sistem antagonistis yaitu sistem penghambat (inhibisi) dan sistem penggerak (aktivasi). Sistem penghambat bekerja terhadap thalamus yang mampu menurunkan kemampuan manusia bereaksi dan
15
menyebabkan kecenderungan untuk tidur. Adapun sistem penggerak yang dapat merangsang pusat – pusat vegetatif untuk konversi ergotropis dari organ – organ dalam ke arah kegiatan bekerja, berkelahi, melarikan diri dan lain – lain. Keadaan seseorang pada suatu saat akan sangat tergantung kepada hasil kerja antara dua sistem yang dimaksud. Apabila sistem penghambat berada pada posisi lebih kuat dari pada sistem penggerak, seseorang akan berada pada kondisi lelah, jika sistem penggerak lebih kuat dari sistem penghambat, maka seseorang akan berada dalam keadaan segar untuk aktif dalam kegiatan termasuk bekerja (Suma’mur, 2009). d.
Gejala Kelelahan Kerja Kelelalahan kerja dikeluhkan sebagai kelelahan sikap, orientasi dan penyesuaian di tempat kerja (Chavalitsakulchai dan Shahnavaz, 1991). Gejala perasaan atau tanda kelelahan 1-10 menunjukan melemahnya kegiatan, 11-20 menunjukkan melemahnya motivasi dan 21-30 gambaran kelelahan fisik sebagai akibat dari keadaan umum yang melelahkan (Suma’mur, 2009). 1) Perasaan berat di kepala (Maurits, 2010) 2) Lelah di seluruh badan 3) Kaki merasa berat 4) Menguap (Maurits, 2010) 5) Merasa kacau pikiran (Maurits, 2010)
16
6) Mengantuk (Maurits, 2010) 7) Merasa berat pada mata 8) Kaku dan canggung dalam gerakan (Maurits, 2010) 9) Tidak seimbang dalam berdiri 10) Mau berbaring 11) Merasa susah berfikir (Maurits, 2010) 12) Lelah bicara 13) Gugup 14) Konsentrasi hilang (Maurits, 2010) 15) Tidak fokus (Maurits, 2010) 16) Cenderung untuk lupa 17) Kurang percaya diri (Maurits, 2010) 18) Cemas terhadap sesuatu 19) Tidak dapat mengontrol sikap 20) Tidak dapat tekun dalam melakukan pekerjaan 21) Sakit kepala (Maurits,2010) 22) Kekakuan di bahu 23) Merasa nyeri pada punggung 24) Merasa pernafasan tertekan 25) Merasa haus 26) Suara serak 27) Merasa pening 28) Spasme kelopak mata
17
29) Tremor pada anggota badan 30) Merasa kurang sehat Menurut Grandjean (1995) gejala kelelahan kerja adalah adanya perasaan lelah, somnolensi, tidak bergairah bekerja, sulit berpikir, penurunan kesiagaan, penurunan persepsi dan kecepatan bereaksi dalam bekerja. e.
Faktor Yang Mempengaruhi Kelelahan Ada beberapa macam faktor – faktor yang dapat mempengaruhi kelelahan kerja, mulai dari faktor lingkungan kerja yang tidak memadai untuk bekerja sampai pada masalah psikososial yang dapat berpengaruh terhadap terjadinya kelelahan kerja. Waktu istirahat dan waktu bekerja yang proposional dapat menurunkan derajat kelelahan kerja, lama dan ketepatan waktu istirahat juga sangat berperngaruh terhadap terjadinya kelelahan kerja. Kesehatan kerja yang selalu dimonitor dengan baik dan pemberian gizi yang sempurna dapat menurunkan terjadinya kelelahan kerja. Menurut Maurits (2010) ada beberapa penyebab terjadinya kelelahan kerja, umumnya berkaitan dengan: 1) Sifat pekerjaan yang monoton. Monoton adalah suatu ciri lingkungan kehidupan manusia yang tidak berubah atau berulang – ulang dalam suatu keadaan yang tetap. Pekerjaan monoton adalah pekerjaan yang
18
sama dari menit ke menit dengan pekerjaan yang tidak berubah (Maurits, 2010). Bila dilakukan dalam intensitas yang sering dan dalam jangka waktu yang lama dapat penyebabkan berkembangnya suatu efek tertentu pada tenaga kerja (Boediono dkk, 2003). 2) Intensitas kerja dan ketahanan kerja mental serta fisik yang tinggi. Beban kerja didefinisikan sebagai perbedaan antara kapasitas atau kemampuan pekerja dengan tuntutan pekerjaan yang harus dihadapi. Pekerjaan manusia bersifat mental dan fisik, maka masing-masing mempunyai pembebanan yang berbeda (Tarwaka, 2011). 3) Kondisi ruang kerja seperti pencahayaan dan kebisingan serta lingkungan kerja lainnya yang tidak memadai. Lingkungan kerja berkaitan dengan keadaan di sekitar aktivitas pekerja dalam melakukan pekerjaannya. Interaksi antara pekerja, pekerjaan dan lingkungan tidak bisa dihindari karena merupakan bagian dari aktivitas kehidupan (Boediono dkk, 2003). 4) Faktor psikologis. Faktor psikologis dapat berupa tegangan-tegangan sebagai akibat ketidaksesuian emosi dalam pekerjaan yang kurang baik, hambatan psikologis, sosial dan lain-lain, akan
19
menurunkan berat badan, terjadi penyakit dan timbul kelelahan kerja (Boediono dkk, 2003). 5) Status gizi. Tingkat kebutuhan kalori pekerja tergantung pada beberapa faktor yaitu ukuran tubuh yang meliputi tinggi dan berat badan,usia, jenis kelamin,kegiatan sehari-hari dan beban kerja, kondisi tertentu seperti sakit serta iklim dan suhu lingkungan (Maurits, 2010). 6) Circandian rhytm. Fungsi fisiologis dan psikologis manusia digambarkan sebagai sebuah irama selama periode waktu 24 jam, dan menunjukkan adanya fluktuasi harian (Maurits, 2010). f.
Dampak kelelahan kerja Kelelahan kerja dapat menimbulkan beberapa keadaan yaitu prestasi kerja yang menurun, fungsi fisiologis motorik dan neural yang menurun, badan terasa tidak enak di samping semangat kerja yang menurun. Perasaan lelah cenderung meningkatkan terjadinya kecelakaan kerja, sehingga dapat merugikan diri sendiri maupun perusahaannya karena adanya penurunan produktivitas kerja (Maurits, 2010).
g.
Pencegahan kelelahan kerja Pencegahan kelelelahan kerja ditujukan kepada upaya menekan faktor-faktor yang berpengaruh secara negatif pada
20
kelelahan kerja dan meningkatkan faktor-faktor yang berpengaruh secara positif. Faktor-faktor yang berpengaruh secara negatif yang perlu ditekan misal adanya stress akut, yaitu dengan tidak menciptakan atau menghindarkan stress buatan manusia. Memilih usia-usia yang berpeluang baik mengendalikan kelelahan kerja. Pemilihan pekerja yang memiliki semangat kerja yang tinggi, pendidikan yang memadai sesuai jenis pekerjaannya (Maurits, 2010). h.
Pengobatan kelelahan kerja Kelelahan
kerja
merupakan
keadaan
yang
dapat
mengganggu pekerja, perusahaan dan pihak masyarakat maka pekerja dengan kelelahan kerja perlu mendapat pengobatan sesuai dengan penyebabnya, disamping penanganan kehadiran faktor-faktor lain yang dapat berpengaruh terhadap kelelahan kerja. Pengobatan kelelahan kerja dapat berbentuk obat-obatan; terapi kognitif dan perilaku pekerja bersangkutan; penyuluhan mental dan bimbingan mental; perbaikan lingkungan kerja; sikap kerja dan alat kerja diupayakan berciri ergonomis; serta pemberian gizi kerja yang memadai (Maurits, 2010). i.
Metode Pengukuran 1) Alat Ukur Ada
beberapa
cara
pengukuran
kelelahan
kerja,
mengelompokan metode pengukuran kelelahan kerja menjadi beberapa kelompok sebagai berikut :
21
a) Kualitas dan Kuantitas Kerja Pada metode ini, kualitas output digambarkan sebagai suatu jumlah proses kerja (waktu yang digunakan pada setiap menit) atau proses operasi yang dilakukan pada setiap unit. Namun pada metode ini banyak terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi pengukuran dan harus dipertimbangkan seperti; target produksi; faktor sosial; dan prilaku psikologis dalam bekerja. Sedangkan kualitas output yang berupa kerusakan produk dan penolakan produk atau frekuensi kecelakaan dapat menggambarkan terjadinya kelelalahan, tetapi faktor diatas bukan termasuk causal factor (Grandjean, 1995 ; Maurits 2010). b) Uji Psiko-motor Pada metode psiko-motor ini melibatkan fungsi persepsi, interpretasi dan reaksi motor. Salah satu cara yang dapat digunakan dalam metode ini adalah dengan pengukuran menggunakan waktu reaksi. Waktu reaksi adalah jangka waktu dari mulai pemberian rangsang sampai pada waktu kesadaran atau dilaksanakannya suatu kegiatan. Dalam pengukuran kelelahan pada metode ini dapat diukur mengggunakan nyala lampu, denting suara, sentuhan kulit atau goyangan badan. Jika terdapat pemanjangan waktu reaksi maka menunjukan bahwa adanya pelambatan pada proses faal syaraf dan otot.
22
Uji waktu reaksi menggunakan stimuli terhadap cahaya lebih signifikan dari pada stimuli suara. Hal tersebut disebabkan karena stimuli suara lebih cepat diterima oleh reseptor dari pada stimuli cahaya. Alat ukur biasanya menggunakan nyala lampu dan denting suara sebagai stimuli, alat ukur stimuli yang digunakan adalah reaction time (Grandjean, 1995 ; Maurits 2010). c) Uji Hilangnya Kelipan (flicker-fusion test) Dalam kondisi yang lelah, kemampuan tenaga kerja untuk melihat kelipan menjadi berkurang. Semakin lelah maka akan semakin panjang waktu yang diperlukan untuk jarak antara dua kelipan. Pada uji kelipan, bukan hanya untuk menguji kelelahan kerja tetapi juga dapat menunjukkan keadaan kewaspadaan pada tenaga kerja (Grandjean, 1995 ; Maurits 2010). d) Uji Critical Flicker-Fusion Uji Critical Flicker Fusion adalah modifikasi uji flicker-fusion test, yang digunakan untuk menguji kelelahan mata yang berat (Maurits, 2010). e) Metode Blink Pengujian untuk kelalahan tubuh secara keseluruhan dengan melihat objek yang bergerak dengan mata yang terkejap secara cepat dan berulang-ulang. Kelelamahan pada
23
pengukuran ini adalah tidak dapat menguji jenis kelelahan kerja pada setiap pekerjaan (Maurits, 2010). f) Pengukuran kelelahan kerja secara subjektif Penilaian dengan menggunakan kuesioner kelelahan subjektif dapat digunakan untuk menilai tingkat keparahan kelelahan pekerja dalam kelompok kerja yang cukup banyak atau kelompok sampel yang dapat mempresentasikan populasi secara keseluruhan. Jika metode ini dilakukan hanya untuk beberapa pekerja saja maka hasilnya tidak akan valid dan reliable (Grandjean, 1995). Penilaian dengan menggunakan kuisioner ini dapat dilakukan
dengan
berbagai
cara,
misalnya
dengan
menggunakan 2 jawaban sederhana yaitu “YA” (ada kelelahan) dan “TIDAK” (tidak ada kelelahan). Tetapi lebih baik menggunakan skoring (misal 4 skala likert). Apabila menggunakan skala likert maka setiap skala harus disertai dengan definisi operasional yang jelas dan mudah dipahami oleh responden. Contoh desain penilaian kelelahan subjektif dengan 4 skala likert (Grandjean, 1995), dimana: (a) Skor 1 : tidak pernah merasakan (b) Skor 2 : kadang-kadang merasakan (c) Skor 3 : sering merasakan (d) Skor 4 : sering sekali merasakan
24
4.
Proses Timbulnya Gerakan Berulang Terhadap Kelelahan Kerja Keadaan lelah adalah reaksi fungsional pusat kesadaran pada otak (cortex cerebri), yang dipengaruhi oleh dua sistem antagonistis yaitu sistem penghambat (inhibisi) dan sistem penggerak (aktivasi). Sistem penghambat bekerja terhadap thalamus yang mampu menurunkan kemampuan manusia bereaksi dan menyebabkan kecenderungan untuk tidur. Keadaan seseorang pada suatu saat akan sangat tergantung kepada hasil kerja antara dua sistem. Apabila sistem penghambat berada pada posisi lebih kuat dari pada sistem penggerak, seseorang akan berada pada kondisi lelah. Sebaliknya, manakala sistem penggerak lebih kuat dari sistem penghambat, maka seseorang akan berada dalam keadaan segar untuk aktif dalam kegiatan termasuk bekerja (Suma’mur, 2009). Kelelahan terjadi dikarenakan berkurangnya cadangan energi dan meningkatnya metabolisme dalam darah sebagai penyebab hilangnya efesiensi otot, sedangkan perubahan arus listrik pada otot dan syaraf menjadi penyebab kedua. Perubahan kimia yang terjadi mengakibatkan dihantarnya rangsangan syaraf melalui syaraf sensorik sehingga rangsangan aferen menghambat pusat-pusat otak dalam mengendalikan gerakan dan mengakibatkan frekuensi kegiatan pada syaraf berkurang. Berkurangnya frekuensi kegiatan pada otak akan menurunkan kekuatan dan kecepatan kontraksi otot (Tarwaka, 2011). Kelelahan akibat kerja dapat disebabkan oleh faktor internal maupun eksternal. Faktor internal meliputi faktor fisik, usia, jenis
25
kelamin, gizi, atau gaya hidup. Sedangkan faktor eksternal dapat meliputi lingkungan
tempat
kerja
(kebisingan,
suhu,
kelembaban,
dan
pencahayaan), organisasi kerja (waktu kerja, jam istirahat, dan psikososial) maupun faktor ergonomi (sikap kerja paksa serta gerakan yang berulang) (Weerdmeester, 2003). Repetitive motion merupakan gerakan yang memiliki sedikit variasi
dan
dilakukan
setiap
beberapa
detik,
sehingga
dapat
mengakibatkan kelelahan dan ketegangan otot tendon. Jika waktu yang digunakan untuk istirahat tidak dapat mengurangi efek tersebut, atau jika gerakan yang juga yang terdapat posisi janggal atau yang memerlukan tenaga besar, risiko kerusakan jaringan dan masalah muskuloskeletal lainnya mungkin akan meningkat. Pengulangan dengan waktu kurang dari 30 detik telah dianggap sebagai “repetitive motion” (Dinardi, 1997).
26
B. Kerangka Pemikiran Gerakan Berulang Cadangan Energi Berkurang Sisa Metabolisme Meningkat Efisiensi Otot Berkurang Perubahan Arus Listrik Pada Otot Dan Syaraf Syaraf Sensorik Naik Ke Otak Inhibisi Naik Aktivasi Turun Faktor Internal : - Status Gizi - Usia - Jenis kelamin - Kondisi fisik - Masa kerja
Kecepatan dan Kontraksi Otot Melambat Kelelahan
Faktor Eksternal : - Lingkungan kerja - Organisasi kerja - Sikap kerja
Gambar 2. Kerangka Pemikiran Keterangan : : Diteliti : Tidak Diteliti C. Hipotesis Ada hubungan antara gerakan berulang dengan kelelahan kerja pada pekerja pemetik daun teh di perkebunan teh Kemuning Karanganyar.