BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Menurut Robbins dan Coulter (2012), manajemen adalah proses pengkoordinasian kegiatan-kegiatan pekerjaan, sehingga pekerjaan tersebut terselesaikan secara efektif dan efisien melalui orang lain. Efisiensi mengacu pada memperoleh output terbesar dengan input yang terkecil. Namun, tidaklah cukup menjadi sekedar efisien. Manajemen juga memfokuskan pada efektivitas. Efektivitas sering digambarkan sebagai ‘melakukan pekerjaan yang benar’ yaitu, menyelesaikan aktivitas-aktivitas kerja yang membantu organisasi mencapai sasaran. Sedangkan menurut
Hasibuan (2014),
manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
2.1.1Fungsi Manajemen Menurut Stephen Robbins dan Coulter (2012) fungsi-fungsi manajemen adalah sebagai berikut: 1. Perencanaan (Planning) Mendefinisikan sasaran-sasaran, menetapkan strategi, dan mengembangkan rencana kerja untuk mengelola aktivitas-aktivitas. 2. Pengorganisasian (Organizing) Menentukan apa yang harus diselesaikan, bagaimana caranya, dan siapa yang akan mengerjakannya. 3. Memimpin (Leading) Memotivasi, memimpin, dan tindakan-tindakan lainnya yang melibatkan interaksi dengan orang lain. 4. Pengendalian (Controlling) Mengawasi
aktivitas-aktivitas
demi
memastikan
segala
sesuatunya
terselesaikan sesuai rencana. Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa fungsi manajemen ada empat yaitu perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan 13
14 pengendalian. Dengan menjalankan fungsi-fungsi manajemen dengan baik, maka suatu kegiatan yang ada di dalam organisasi akan terkoordinasi dengan baik. Dalam melaksanakan fungsi-fungsi manajemen, tentu saja peran sumber daya manusia (SDM) sangat penting, karena sumber daya manusia merupakan salah satu faktor penting yang bisa menunjang keberhasilan suatu organisasi. Oleh karena itu selain manajemen, kita harus memahami pula mengenai Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM).
2.2 Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Mangkunegara (2013) Manajemen sumber daya manusia merupakan pelaksanaan,
suatu dan
perencanaan, pengawasan
pengorganisasian, terhadap
pengkoordinasian,
pengadaan,
pengembangan,
pemberian balas jasa, pengintegrasian, pemeliharaan, dan pemisahan tenaga kerja dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Menurut
Badriyah
(2015)
Manajemen
sumber
daya
mnusia
merupakan bagian dari ilmu manajemen yang memfokuskan perhatiannya pada pengaturan peranan sumber daya manusia dalam kegiatan organisasi. Sedangkan menurut Mathis dan Jackson (2010), manajemen sumber daya manusia adalah merancang sistem manajemen untuk memastikan bahwa bakat manusia digunakan secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan organisasi. Berdasarkan keterangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa sumber daya manusia manajemen merupakan kegiatan yang berfungsi untuk mengatur, mengolah, serta memanfaatkan sumber daya manusia, dengan harapan tujuan perusahaan dapat tercapai. Perusahaan tidak lagi memandang sumber daya manusia sebagai beban, akan tetapi sebagai aset dalam persaingan dengan perusahaan lain
2.3 Disiplin Kerja Menurut
Hasibuan
(2014)
menyatakan
bahwa
kedisiplinan
merupakan kesadaran dan kesediaan seseorang menaati semua peraturanperaturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku.
15 Menurut Mangkunegara (2013) disiplin kerja dapat diartikan sebagai pelaksanaan manajemen untuk memperteguh pedoman-pedoman organisasi. Dari pendapat beberapa ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa disiplin kerja adalah suatu sikap taat, patuh, dan kesungguhan pegawai untuk melaksanakan kewajiban dan tanggung jawab sesuai dengan peraturan dan ketentuan yang berlaku.
2.3.1 Macam-macam disiplin kerja Menurut Mangkunegara (2013) ada dua macam kedisiplinan, yaitu : 1. Disiplin Preventif Disiplin preventif adalah suatu upaya menggerakan pegawai mengikuti dan mematuhi pedoman kerja, aturan-aturan yang telah digariskan oleh perusahaan. Tujuan dasarnya adalah untuk menggerakan pegawai berdisiplin diri. Dengan cara preventif, pegawai dapat memelihara dirinya terhadap peraturan-peraturan perusahaan. 2. Disiplin korektif Disiplin korektif adalah suatu upaya menggerakan pegawai dalam menyatukan suatu peraturan dan mengarahkan untuk tetap mematuhi peraturan sesuai dengan pedoman yang berlaku pada perusahaan. Pada disiplin korektif, pegawai yang melanggar disiplin perlu diberikan sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku. Tujuan pemberian sanksi adalah untuk memperbaiki pegawai pelanggar, memelihara peraturan yang berlaku, dan memberikan pelajaran kepada pelanggar.
2.3.2 Pendekatan Disiplin Kerja Ada tiga pendekatan disiplin menurut Mangkunegara (2013) yaitu :
1. Pendekatan Disiplin Modern Pendekatan disiplin modern yaitu menemukan sejumlah keperluan atau kebutuhan baru di luar hukuman. Pendekatan ini berasumsi : a. Disiplin modern merupakan suatu cara menghindarkan bentuk hukuman secara fisik. b. Melindungi tuduhan yang benar untuk diteruskan pada proses hukuman yang berlaku.
16 c. Keputusan-keputusan
yang
semuanya
terhadap
kesalahan
atau
prasangka harus diperbaiki dengan mengadakan proses penyuluhan dengan mendapatkan fakta-faktanya. d. Melakukan protes terhadap keputusan yang berat sebelah pihak terhadap kasus disiplin.
2. Pendekatan Disiplin dengan Tradisi Pendekatan disiplin dengan tradisi, yaitu pendekatan dengan cara memberi hukuman. Pendekatan ini berasumsi: a. Disiplin dilakukan oleh atasan kepada bawahan, dan tidak pernah ada peninjauan kembali bila telah diputuskan. b. Disiplin adalah hukuman untuk pelanggaran, pelaksanaannya harus disesuaikan dengan tingkat pelanggaran. c. Pengaruh hukuman untuk memberikan pelajaran kepada pelanggaran maupun kepada pegawai lainnya. d. Peningkatan perbuatan pelanggaran diperlukan hukuman yang lebih keras e. Pemberian hukuman terhadap pegawai yang melanggar kedua kalinya harus diberi hukuman yang lebih berat.
3. Pendekatan Disiplin Bertujuan Pendekatan disiplin bertujuan berasumsi: a. Disiplin kerja harus dapat diterima dan dipahami oleh semua pegawai. b. Disiplin bukanlah suatu hukuman, tetapi merupakan pembetulan perilaku. c. Disiplin ditujukan untuk perbuatan perilaku yang lebih baik. d. Disiplin pegawai bertujuan agar pegawai bertanggung jawab terhadap peraturannya.
2.3.3 Dimensi Disiplin Kerja Menurut Hasibuan
(2014)
ada
beberapa
faktor
dapat
mempengaruhi tingkat kedisiplinan kerja pegawai suatu organisasi, diantaranya: 1. Tujuan dan kemampuan
17 Tujuan dan kemampuan ikut mempengaruhi tingkat kedisiplinan kerja pegawai. Tujuan yang akan dicapai harus jelas ditetapkan secara ideal serta cukup menantang bagi kemampuan pegawai. Hal ini berarti tujuan, dalam hal ini pekerjaan yang dibebankan kepada seorang pegawai harus sesuai dengan kemampuan pegawai tersebut, agar dia bekerja sungguhsungguh
dan
berdisplin
baik
dalam
mengerjakannya.
Tetapi
jika
pekerjaannya jauh dibawah kemampuannya, maka kesungguhan dan kedisiplinan pegawai rendah. 2. Teladan pimpinan Teladan pimpinan sangat berperan dalam menentukan kedisiplinan kerja pegawai,
karena
oleh bawahannya.
pimpinan
Pimpinan
dijadikan
teladan
harus memberikan
dan
panutan
contoh yang baik,
berdisiplin baik, jujur, adil serta sesuai dengan perbuatan. Dengan teladan pimpinan yang baik, maka kedisiplinan bawahan pun ikut baik. Tetapi jika teladan pimpinan kurang baik (kurang berdisiplin), maka para bawahan juga akan kurang disiplin. 3. Balas jasa Balas jasa (gaji dan kesejahteraan) ikut mempengaruhi kedisiplinan kerja pegawai, karena balas jasa akan memberikan kepuasan dan kecintaan pegawai semakin baik terhadap pekerjaan, maka kedisiplinan mereka akan semakin baik pula. 4. Keadilan Keadilan ikut mendorong terwujudnya kedisiplinan kerja pegawai, karena sifat manusia yang selalu merasa dirinya penting dan minta diperlakukan sama dengan manusia yang lainnya. Manajer yang cakap dalam kepemimpinannya selalu bersikap adil terhadap seluruh bawahannya. Hal ini dilakukan karena dia menyadari bahwa dengan keadilan yang baik maka akan menciptakan kedisiplinan yang baik pula. 5. Pengawasan melekat Pengawasan melekat (waskat) adalah tindakan nyata yang paling efektif dalam mewujudkan kedisiplinan pegawai, karena dengan pengawasan ini berarti atasan harus aktif dan langsung mengawasi perilaku, moral, sikap, gairah kerja, dan prestasi kerja bawahannya. 6. Sanksi hukum
18 Sanksi hukum memberikan peranan penting dalam memelihara kedisiplinan kerja pegawai. Dengan sanksi hukuman yang semakin berat pegawai
akan
semakin
takut
untuk
melanggar
peraturan-peraturan
perusahaan, dan sikap serta perilaku pegawai yang tidak disiplin akan berkurang. 7. Ketegasan Pimpinan harus berani menindak tegas pegawai
yang bersikap
tidak disiplin sesuai dengan sanksi hukuman yang ditetapkan. Dengan demikian, pimpinan tersebut akan dapat memelihara kedisiplinan pegawai. 8. Hubungan kemanusiaan Hubungan kemanusiaan yang harmonis diantara semua pegawai akan ikut menciptakan kedisiplinan yang baik pada suatu organisasi. Jika tercipta hubungan kemanusiaan yang baik dan harmonis, diharapkan akan terus terwujud lingkungan dan suasana kerja yang nyaman. Sehingga kondisi seperti ini diharapkan dapat memotivasi kedisiplinan yang baik pada organisasi tersebut.
2.4 Motivasi Menurut Robbins dan Judge (2013) Motivasi sebagai proses yang menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan seorang individu untuk mencapai tujuannya. Menurut Mangkunegara (2013) Motif merupakan suatu dorongan kebutuhan dalam diri pegawai yang perlu dipenuhi agar pegawai tersebut dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungannya, sedangkan motivasi adalah kondisi yang menggerakan pegawai agar mampu mencapai tujuan dari motifnya. Motivasi menurut Drs. H. Malayu S.P. Hasibuan (2014) adalah pemberian daya gerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang agar mereka mau bekerja sama, bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala upayanya untuk mencapai kepuasan. Menurut Arifin Hj. Zainal (1973) dalam buku Wijono (2010) motivasi adalah sebagai sesuatu yang bersumber dari dalam atau dari luar. Ia mempunyai tugas dan arah serta akan terus terjadi sehingga menghasilkan
19 apa yang individu tersebut hayati. Proses ini terus berjalan sebagai satu perputaran di dalam perilaku seseorang. Berdasarkan
pengertian-pengertian
diatas,
motivasi
dapat
didefinisikan sebagai suatu tindakan untuk memengaruhi orang lain agar berperilaku (to behave) secara teratur. Motivasi merupakan tugas bagi manajer untuk memengaruhi orang lain (karyawan) dalam suatu perusahaan
2.4.1 Dimensi dan Indikator Motivasi Two-factor theory
dikemukakan oleh Frederick Herzberg dalam
Robbins & Judge (2013) dengan asumsi bahwa hubungan seorang individu dengan pekerjaan adalah mendasar dan bahwa sikap individu terhadap pekerjaan bisa sangat baik menentukan keberhasilan atau kegagalan. Herzberg memandang bahwa kepuasan kerja berasal dari keberadaan faktor intrinsik dan ketidakpuasan kerja berasal dari ke tidak beradaan faktor-faktor ekstrinsik. 1) Faktor-Faktor Ekstrinsik yang menimbulkan ketidakpuasan serta berkaitan dengan konteks pekerjaan, antara lain: a.
Kebijakan
dan
Administrasi
perusahaan
(company
policy
and
administration), derajat kesesuaian yang dirasakan karyawan dari semua kebijakan dan peraturan yang berlaku dalam organisasi. b. Kondisi kerja (working condition), derajat kesesuaian kondisi kerja dengan pelaksanaan tugas pekerjaannya. c. Gaji dan Upah (wages and salaries), derajat kewajaran dari gaji yang diterima sebagai imbalan kinerjanya. d. Hubungan Antar Pribadi (interpersonal relation), derajat kesesuaian yang dirasakan dalam berinteraksi dengan karyawan lain. e. Kualitas supervisi (quality supervisor), derajat kewajaran penyeliaan yang dirasakan dan diterima oleh karyawan.
2) Faktor-Faktor Intrinsik yang berkaitan dengan isi pekerjaan, antara lain: a. Tanggung Jawab (Responsibility), besar kecilnya tanggung jawab yang dirasakan dan diberikan kepada seorang karyawan. b. Kemajuan (Advancement), besar kecilnya kemungkinan karyawan dapat maju dalam pekerjaannya.
20 c. Pekerjaan Itu Sendiri (the work itself), besar kecilnya tantangan yang dirasakan oleh karuawan dari pekerjaannya. d. Pencapaian (achievement), besar kecilnya kemungkinan karyawan mendapatkan prestasi kerja, mencapai kinerja tinggi. e. Pengakuan (recognition), besar kecilnya pengakuan yang diberikan kepada karyawan atas kinerja yang dicapai. Tidak adanya kondisi-kondisi ini bukan berarti membuktikan kondisi sangat tidak puas. Tetapi jika ada, akan membentuk motivasi yang kuat yang menghasilkan prestasi kerja yang baik. Implikasi penelitian Herzberg terhadap manajemen dan praktik SDM adalah orang mungkin tidak termotivasi untuk bekerja lebih keras walaupun manajer mempertimbangkan dan menyampaikan faktor–faktor hygiene dengan hati-hati untuk menghindari ketidakpuasan karyawan. Herzberg menyarankan bahwa hanya motivator yang membuat karyawan mencurahkan lebih banyak usaha dan dengan demikian meningkatkan kinerja karyawan.
2.5 Penilaian Kinerja Karyawan Menurut Mathis dan Jackson (2010) penilaian kinerja adalah proses evaluasi mengenai seberapa baik karyawan mengerjakan pekerjaan mereka ketika
dibandingkan
dengan
satu
set
standar
dan
kemudian
mengomunikasikannya dengan karyawan. Menurut Dessler (2010), penilaian kinerja adalah evaluasi mengenai kinerja seorang karyawan, baik kinerja yang lalu atau saat ini, sebagai standar kinerja karyawan tersebut. Menurut
Nawawi
(2008)
penilaian
kinerja
adalah
kegiatan
mengukur/menilai pelaksanaan pekerjaan untuk menetapkan sukses atau gagalnya seorang pekerja dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab dibidang kerjanya masing-masing Menurut Mangkunegara (2013), penilaian kinerja adalah proses penilaian prestasi kerja pegawai yang dilakukan pemimpin perusahaan secara sistematik berdasarkan pekerjaan yang ditugaskan kepadanya. Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa penilaian kinerja adalah proses evaluasi kinerja yang dilakukan organisasi terhadap karyawan, penilaian kinerja dilakukan agar organisasi dan karyawan itu
21 sendiri mengetahui standar kinerja yang mereka miliki. Apabila standar tersebut telah diketahui, maka organisasi dapat menyiapkan rencana-rencana tertentu untuk mempertahankan ataupun untuk meningkatkan standar kinerja yang dimiliki oleh karyawan mereka.
2.5.1 Tujuan Penilaian Kinerja Menurut Badriyah (2015) penilaian kinerja dapat digunakan untuk berbagai tujuan. Secara garis besar, tujuan utama penilaian kinerja adalah sebagai berikut: a. Evaluasi terhadap tujuan organisasi Evaluasi terhadap tujuan (goal) organisasi, mencakup: 1
Feedback pada pekerjaan untuk mengetahui posisi mereka.
2
Pengembangan data yang valid untuk pembayaran upah / bonus dan keputusan promosi serta menyediakan media komunikasi untuk keputusan tersebut.
3
Membantu manajemen membuat keputusan pemberhentian sementara atau PHK dengan memberikan “peringatan” kepada pekerja tentang kinerja kerja mereka yang tidak memuaskan
b. Pengembangan tujuan organisasi Pengembangan tujuam organisasi, mencakup 1
Pelatihan dan bimbingan pekerjaan dalam rangka memperbaiki kinerja dan pengembangan potensi pada masa yang akan datang.
2
Mengembangkan komitmen organisasi melalui diskusi kesempatan karier dan perencanaan karier.
3
Memotivasi pekerja
4
Mediagnosa problem individu dan organisasi.
5 2.5.2 Subyek yang Melakukan Penilaian Penilaian kinerja dapat dilakukan oleh siapapun yang mengetahui dengan baik kinerja dari karyawan secara individual. Menurut Mathis dan Jackson (2010), subjek yang dapat melakukan penilaian kinerja adalah sebagai berikut:
22 a. Atasan menilai bawahan Karyawan didasarkan pada asumsi bahwa pengawas adalah orang yang paling memenuhi syarat untuk mengevaluasi kinerja karyawan secara realistis dan adil. b. Karyawan Menilai Atasan Sejumlah organisasi di masa kini meminta karyawan atau anggota kelompok untuk memberi nilai pada kinerja pengawas dan manajer. c. Anggota Tim Menilai Sesamanya Penggunaan rekan kerja dan anggota tim sebagai penilai adalah jenis penilaian lainnya yang berpotensi baik untuk membantu ataupun sebaliknya. d. Karyawan Menilai Diri Sendiri Penilaian terhadap sendiri dapat diterapkan dalam situasi tertentu. Sebagai alat pengembangan diri, hal ini dapat membuat para karyawan untuk memikirkan mengenai kekuatan dan kelemahan mereka dan menetapkan tujuan untuk peningkatan. e. Penilai dari Luar Penilaian juga dapat dilakukan oleh orang-orang dari luar yang diundang untuk melakukan tinjauan kinerja. Salah satu contoh dari penilaian ini adalah ketika dimana suatu tim peninjau mengevaluasi seorang direktur perguruan tinggi. Selain itu, pelanggan dan klien dari sebuah organisasi juga adalah sumber nyata untuk penilaian dari luar. f. Penilaian dari Multisumber (Umpan Balik 360º) Popularitas penilaian ini semakin meningkat.Dalam umpan balik dari multisumber, manajer tidak lagi menjadi sumber tunggal dari informasi penilaian kinerja.Berbagai
rekan kerja dan pelanggan dapat memberikan
umpan balik mengenai karyawan kepada manajer.Hal ini memungkinkan manajer untuk mendapatkan masukan dari berbagai sumber.Tetapi, manajer tetap menjadi titik pusat untuk menerima umpan balik dari awal dan untuk terlibat dalam tindak lanjut yang diperlukan, bahkan dalam sistem multisumber. Jadi, persepsi manajer mengenai kinerja karyawan masih berpengaruh dalam jalannya proses tersebut.
23 2.5.3 Dimensi pada Penilaian Kinerja Menurut Nawawi (2008) dimensi penilaian kinerja sebagai berikut: 1. Relevansi, harus sesuai dengan standar kinerja dan tujuan organisasi, serta kesesuaian standar penilaian kinerja dengan target kerja. 2. Sensitivitas, mampu membedakan antara kinerja yang efektif dan tidak efektif. Sensitivitas ini meliputi penilaian yang objektif, dan penilaian dijadikan sebagai alat evaluasi. 3. Reliabilitas, penilaian harus konsisten. Reliabilitas ini meliputi penilaian memiliki standar yang jelas, dan penilaian menggunakan sistem yang baku sesuai dengan critical element kerja yang diidentifikasi melalui job analisis dan dimensi yang dinilai melalui formulir penilaian. 4. Akseptabilitas, penilaian kinerja harus dapat diterima oleh semua pihak dan harus didukung oleh program sumberdaya manusia. Pembuatan penilaian kinerja harus mendapat masukan dari karyawan dan manajer. Akseptabilitas ini meliputi pembagian tanggung jawab kerja yang jelas, dan hasil penilaian dapat dijadikan dasar penghargaan dan sanksi. 5. Praktis, instrument penilaian kinerja harus mudah dimengerti serta dapat dilaksanakan oleh karyawanan dan manajer. Praktis ini meliputi informasi yang mudah diperoleh, dan komunikatif.
2.6 Kepuasan Kerja Kepuasan kerja adalah cermin dari perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Mangkunegara (2013) mendefinisikan kepuasan kerja adalah suatu perasaan yang menyongkong atau tidak menyongkong diri pegawai yang berhubungan dengan pekerjaannya maupun dengan kondisi dirinya. Menurut Colquitt, Lepine, Wesson (2013) kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang menyenangkan yang dihasilkan dari penilaian satu pekerjaan atau pengalam kerja Wijono (2010) menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah suatu hasil perkiraan individu terhadap pekerjaan atau pengalaman positif dan menyenangkan dirinya. Sedangkan menurut Bradiyah (2015) kepuasan kerja adalah sikap atau perasaan karyawan terhadap aspek-aspek yang menyenangkan atau tidak
24 menyenangkan mengenai pekerjaan yang sesuai dengan penilaian masingmasing pekerja. Berdasarkan definisi-definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja adalah rasa kepuasan karyawan terhadap pekerjaannya yang dapat dicerminkan melalui kedisiplinan, moral kerja dan prestasi kerja.
2.6.1 Komponen-Komponen Kepuasan Kerja Menurut Wijono (2010) terdapat tiga komponen kunci yang penting dalam kepuasan kerja, yaitu nilai-nilai, kepentingan, dan persepsi. Komponen pertama kepuasan kerja adalah suatu fungsi dari nilai-nilai (values). Nilai-nilai dipandang dari segi “keinginan seseorang baik yang disadari ataupun tidak, biasanya berkaitan dengan apa yang diperolehnya. Nilai-nilai, di lain sisi disebut sebagai “kebutuhan pokok yang disyaratkan” yang ada dalam pikiran seseorang. Komponen
kedua
dari
kepuasan
kerja
adalah
kepentingan
(importance). Kepentingan mereka dalam menempatkan nilai-nilai tersebut, dan perbedaan-perbedaan tersebut secara kritis yang dapat menentukan tingkat kepuasan kerja mereka. Komponen terakhir yang penting dari kepuasan kerja adalah persepsi (perception). Kepuasan didasarkan pada persepsi individu terhadap situasi saat ini dan nilai-nilai individu. Mengingat bahwa persepsi mungkin bukan merupakan refleksi yang akurat dan lengkap dari suatu realitas dan objektif. Ketika individu tidak mempersepsi, individu harus melihat bahwa situasi yang sebenernya untuk dipahami sebagai reaksi pribadi.
2.6.2 Faktor-faktor yang Dapat Mempengaruhi Kepuasan Kerja Faktor-faktor
yang
mempengaruhi
kepuasan
kerja
menurut
Mangkunegara (2013) ada dua faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja, yaitu faktor yang ada pada diri pegawai dan faktor pekerjaannya. a) Faktor pegawai, yaitu kecerdasan (IQ), kecakapan khusus, umur, jenis kelamin, kondisi fisik, pendidikan, pengalaman kerja, masa kerja, kepribadian, emosi, cara berpikir, persepsi, dan sikap kerja.
25 b) Faktor pekerjaan, yaitu jenis pekerjaan, struktur organisasi, pangkat (golongan), kedudukan, mutu pengawasan, jaminan finansial, kesempatan promosi jabatan, interaksi sosial, dan hubungan kerja.
2.6.3 Dimensi Kepuasan Kerja Dalam buku Perilaku Orgaisasi Colquitt, Lepine, Wesson (2013) terdapat beberapa indikator kepuasan kerja, yaitu: 1. Gaji Gaji sebagai faktor multidimensi dalam kepuasan kerja merupakan sejumlah upah atau uang yang diterima dan tingkat dimana hal ini bisa dipandang sebagai hal yang dianggap pantas dibandingkan dengan orang lain dalam organisasi. Uang tidak hanya membantu orang memperoleh kebutuhan dasar, tetapi juga alat untuk memberikan kebutuhan kepuasan pada tingkat yang lebih tinggi. 2. Promosi Promosi adalah kesempatan untuk maju dalam organisasi, sepertinya memiliki pengaruh yang berbeda pada kepuasan kerja. Hal ini dikarenakan promosi memiliki sejumlah bentuk yang berbeda dan memiliki penghargaan, seperti promosi atas dasar senioritas atau kinerja dan promosi kenaikan gaji. 3. Pengawasan (supervisi) Pengawasan merupakan kemampuan penyelia untuk memberikan bantuan teknis dan dukungan perilaku. Ada 2 (dua) dimensi gaya pengawasan yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja. Yang pertama adalah berpusat pada karyawan, diukur menurut tingkat dimana penyelia menggunakan ketertarikan personal dan peduli pada karyawan, seperti memberikan nasehat dan bantuan kepada karyawan, komunikasi yang baik dan meneliti seberapa baik kerja karyawan. Yang kedua adalah iklim partisipasi atau pengaruh dalam pengambilan keputusan yang dapat mempengaruhi pekerjaan karyawan. Secara umum, kedua dimensi tersebut sangat berpengaruh pada kepuasan kerja karyawan. 4. Rekan kerja Pada umumnya, rekan kerja yang kooperatif merupakan sumber kepuasan kerja yang paling sederhana pada karyawan secara individu. Kelompok kerja, terutama tim yang ‘kuat’ bertindak sebagai sumber
26 dukungan, kenyamanan, nasehat, dan bantuan pada anggota individu. Karena kelompok kerja memerlukan kesaling tergantungan antar anggota dalam menyelesaikan pekerjaan. Kondisi seperti itulah efektif membuat pekerjaan menjadi lebih menyenangkan, sehingga membawa efek positif yang tinggi pada kepuasan kerja. 5. Pekerjaan itu sendiri Kepuasan pekerjaan itu sendiri merupakan sumber utama kepuasan, dimana pekerjaan tersebut memberikan tugas yang menarik, kesempatan untuk belajar, kesempatan untuk menerima tanggung jawab dan kemajuan untuk karyawan. 6. Altruism Altruism adalah tindakan suka rela yang dilakukan oleh seseorang atau pun kelompok orang untuk menolong orang lain tanpa mengharapkan imbalan apa pun, kecuali mungkin perasaan telah melakukan perbuatan baik. 7. Status Status merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja. Status yang dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa cara seperti keterampilan & keahlian, jangka waktu latihan, jumlah tanggung jawab sosial ataupun sikap kerja dapat mempengaruhi kepuasan kerja individu. 8. Lingkungan Sosial Terdiri dari lingkungan kerja fisik dan psikologis. Karyawan akan mudah mengerjakan dan menyelesaikan pekerjaannya bila kondisi seakan sekitarnya bersih, terang,tidak terlalu sempit dan bising. Sehingga karyawan akan mudah mengerjakan dan menyelesaikan pekerjaan dalam suasana atau kondisi yang mendukung atau harmonis.
2.7 Kerangka Pemikiran Peneliti bermaksud melakukan penelitian masalah yang terdapat di PT. Sampang Sarana Shorebase. Dengan judul penelitian “Analisis Pengaruh Disiplin Kerja Karyawan, Motivasi dan Penilaian Kinerja Karyawan Terhadap Kepuasan Kerja Pada PT. Sampang Sarana Shorebase”. Peneliti menunjukan bahwa disiplin kerja karyawan, motivasi dan penilaian kinerja karyawan sebagai variabel independent (X1, X2 dan X3)
27 atau variabel yang mempengaruhi kepuasan kerja sebagai variabel dependent (Y) atau variabel yang dipengaruhi. Berdasarkan paradigma diatas maka dapat digambarkan model penelitiannya.
Disiplin Kerja (X1)
Motivasi (X2)
Kepuasan Kerja (Y)
Penilaian Kinerja (X3) Gambar 2.1 Model Penelitian 2.8 Hipotesis T-1 : Bagaimana pengaruh disiplin kerja keryawan terhadap kepuasan kerja pada PT. Sampang Sarana Shorebase? Ho :
Tidak ada pengaruh disiplin kerja karyawan terhadap kepuasan kerja pada PT. Sampang Sarana Shorebase.
H1:
Ada pengaruh disiplin kerja karyawan terhadap kepuasan kerja pada PT. Sampang Sarana Shorebase.
T-2:
Bagaimana pengaruh motivasi terhadap kepuasan kerja pada PT. Sampang Sarana Shorebase.?
Ho:
Tidak ada pengaruh motivasi terhadap kepuasan kerja pada PT. Sampang Sarana Shorebase.
H1:
Ada pengaruh motivasi terhadap kepuasan kerja pada PT. Sampang Sarana Shorebase.
T-3:
Bagaimana pengaruh penilaian kinerja karyawan terhadap kepuasan kerja pada PT. Sampang Sarana Shorebase.?
Ho:
Tidak ada pengaruh penilaian kinerja karyawan terhadap kepuasan kerja pada PT. Sampang Sarana Shorebase.
H1:
Ada pengaruh penilaian kinerja karyawan terhadap kepuasan kerja pada PT. Sampang Sarana Shorebase.
28
T-4:
Bagaimana pengaruh disiplin kerja karyawan, motivasi dan penilaian kinerja karyawan terhadap kepuasan kerja pada PT. Sampang Sarana Shorebase?
Ho:
Tidak ada pengaruh disiplin kerja karyawan, motivasi dan penilaian kinerja karyawan terhadap kepuasan kerja pada PT. Sampang Sarana Shorebase
H1:
Ada pengaruh disiplin kerja karyawan, motivasi dan penilaian kinerja karyawan terhadap kepuasan kerja pada PT. Sampang Shorebase.
Sarana