BAB II LANDASAN TEORI 2.1
Manajemen
2.1.1
Pengertian Manajemen Menurut Robbins dan Coulter (2009 : 22) manajemen adalah “Proses
pengkoordinasian dan pengintegrasian kegiatan-kegiatan kerja agar diselesaikan secara efektif dan efisien melalui orang lain”. Ada 2 kata penting yang saling terkait di sini adalah pengkoordinasian orang lain dan efektif efisien. Pengkoordinasian orang lain artinya melibatkan orang lain, sedangkan efektif dan efisien untuk menunjukkan berdaya guna dan berhasil guna. Pengkoordinasian orang lain tidak berarti kegiatan tidak dapat dilakukan sendiri, hanya saja dalam pertimbangan efektifitas dan efisiensi, perlu pelibatan orang lain. Lalu untuk dapat tercapai secara optimal
pelibatan
tersebut,
perlu
dikelola
atau
ada
proses
atau
upaya
pengkoordinasian yang disebut manajemen. Menurut Dyck dan Neubert (2009:7), manajemen adalah “Proses perencanaan, pengorganisasian, memimpin, dan mengendalikan
sumber
daya
manusia dan sumber daya organisasi lainnya agar dapat secara efektif mencapai tujuan organisasi.” Menurut Griffin (2004 : 7), manajemen adalah “Suatu rangkaian aktivitas (termasuk
perencanaan
dan
pengambilan
keutusan,
pengorganisasian,
kepemimpinan, dan pengendalian) yang diarahkan pada sumber-sumber daya organisasi (manusia, finansial, fisik, dan informasi) dengan maksud untuk mencapai tujuan organisasi secara efektif dan efisien.” Jadi, dapat disimpulkan bahwa manajemen merupakan Suatu proses dalam rangka mencapai tujuan dengan bekerja bersama melalui orang-orang dan sumber daya organisasi lainnya.
2.1.2
Fungsi Manajemen Robbins dan Coulter (2009 : 24) menyebutkan bahwa fungsi-fungsi
manajemen adalah: 1.
Perencanaan: mencakup pendefinisian tujuan, penetapan strategi, dan mengembangkan rencana untuk mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan
11
12
2.
Pengorganisasian; adalah menentukan tugas apa saja yang dikerjakan, siapa yang mengerjakan, bagaimana tugas-tugas dikelompokkan, siapa melapor kepada siapa, dan pada tingkat mana keputusan harus dibuat.
3.
Kepemimpinan;
meliputi
kegiatan-kegiatan
memotivasi
bawahan,
mengarahkan, menyeleksi saluran komunikasi yang paling efektif, dan memecahkan konflik. 4.
Pengendalian; meliputi pemantauan kegiatan-kegiatan untuk memastikan bahwa semua orang mencapai apa yang telah direncanakan dan mengkoreksi penyimpangan-penyimpangan yang ada. Keempat fungsi manajemen ini berujung pada tercapainya tujuan-tujuan
dan sasaran-sasaran yang telah dicanangkan bagi organisasi. Manajer harus sepenuhnya memahami setiap fungsi dasar tersebut, manajer yang efektif terlatih dalam melaksanakan setiap fungsi dan harus mampu bergerak maju mundur di antara berbagai fungsi sesuai dengan keadaan, dan harus sering melaksanakan beberapa fungsi dan aktivitas secara bersamaan. Manajer tidak boleh hanya efektif dalam salah satu fungsi atau hanya melaksanakan sebagian fungsi karena semuanya penting. (Griffin, 2004 : 11-12)
2.1.3
Tingkatan manajemen Menurut Madura, (2007 : 243) menjelaskan ada tiga tingkatan manajemen
dalam organisasi : 1. Manajer lini garis-pertama (first line)/supervisor adalah tingkatan manajemen paling rendah dalam suatu organisasi yang memimpin dan mengawasi tenaga-tenaga operasional. Dan mereka tidak membawahi manajer yang lain. Manajer supervisor biasanya sangat terlibat dengan para karyawan yang melakukan proses produksi sehari-hari. 2. Manajer menengah (Middle Manager) adalah manajemen menengah dapat meliputi beberapa tingkatan dalam suatu organisasi. Para manajer menengah membawahi dan mengarahkan kegiatan-kegiatan para manajer lainnya kadang-kadang juga karyawan operasional serta memecahkan masalah dan mencari metode-metode baru dalam meningkatkan kinerja, serta mengambil keputusan jangka pendek.
13
3. Manajer Puncak (Top Manager) terdiri dari kelompok yang relatif kecil, manager puncak bertanggung jawab atas manajemen keseluruhan dari organisasi. Manajer adalah seseorang yang bekerja melalui orang lain dengan mengoordinasikan kegiatan-kegiatan mereka guna mencapai sasaran organisasi serta mengambil keputusan yang berkaitan dalam jangka panjang.
2.2
Visi dan Misi Banyak ahli yang memberikan pengertian visi dan misi. Salah satunya adalah
sebagai berikut, Menurut M.Fuad, Christin (2010 : 7), Setiap perusahaan senantiasa mempunyai cita-cita ideal yang hendak dicapai. Cita-cita tersebut akan diperjuangkan agar “jati diri” nya jelas, yakni citra nilai dan kepercayaan perusahaan. Citra nilai dan kepercayaan ideal ini disebut visi perusahaan. Dengan kata lain, visi merupakan wawasan luas ke masa depan dari manajemen dan merupakan kondisi ideal yang hendak dicapai oleh perusahaan di masa yang akan datang. Visi memberikan arah dan ide aktual kepada manajemen dalam proses pembuatan keputusan, agar setiap tindakan yang akan dilakukan senantiasa
berlandaskan
pada
visi
perusahaan
dan
memungkinkan
untuk
mewujudkannya. Selanjutnya, untuk menghayati visi, diperlukan tatanan atas nilai dan kepercayaan perusahaan yang bisa menjadi “pernyataan usaha” dari perusahaan, pernyataan usaha ini disebut Misi perusahaan. Misi bermanfaat untuk memberikan pedoman kepada manajemen dan memusatkan kegiatannya. Visi, misi, sasaran (goals), dan tujuan (objectives) mempunyai arti yang berbeda. •
Visi o Diciptakan melalui pemufakatan / konsensus o Memberikan pandangan atas sesuatu yang terperbaiki di masa depan o Mempengaruhi orang- orang untuk menuju ke misi o Tanpa keterbatasan dimensi waktu
•
Misi o Mengejawantahkan alasan dan keberadaan perusahaan o Tidak selalu mencerminkan suatu kinerja, kendati ada dasar pengalokasian sumber daya dan penetapan tujuan o Tanpa dimensi waktu atau tolak ukur tertentu
14
o Mengejawantahkan kegiatan usaha yang telah dilakukan dan yang akan diupayakan, baik menyangkut produk, konsumen maupun pasar sasaran. Dari karakteristik di atas bisa disimpulkan bahwa misi merupakan implementasi lebih lanjut dari visi. Eksistensi visi berasal dari pemilik perusahaan, sedangkan misi diperuntukan manajemen. Visi bersifat abstrak, sedangkan misi dikaitkan dengan aktivitas serta lebih konkret dan dinamis. Dalam perusahaan, untuk menuju yang “terbaik”, misi hendaknya tidak dinyatakan terlalu luas agar tetap dapat menjadi pedoman bagi manajemen dalam memfokuskan aktivitasnya. Sebaliknya, jika dinyatakan terlalu sempit, perusahaan bersangkutan mungkin bisa kehilangan peluang untuk berkarya dikemudian hari. Pada umumnya perusahaan besar memiliki visi dan misi yang dikemukakan secara formal dalam pernyataanpernyataan yang singkat tetapi bermakna luas, sloganistik dan terkadang filosofis.
2.3
Strategi Menurut Chandler yang dikutip dari buku Rangkuti (2009 : 3), strategi
merupakan “Alat untuk mencapai tujuan perusahaan dalam kaitannya dengan tujuan jangka panjang, program tindak lanjut, serta alokasi sumber daya.” Menurut pendapat Porter yang dikutip dari buku Rangkuti ( 2009 : 4), strategi adalah “Alat yang sangat penting untuk mencapai tujuan bersama.” Menurut Hamel dan Prahalad yang dikutip dari buku Rangkuti (2009 : 4), strategi merupakan “Tindakan yang bersifat incremental ( senantiasa meningkat) dan terus menerus dan dilakukan berdasarkan sudut pandang tentang apa yang diharapkan oleh pelanggan masa depan.” Dari semua pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa strategi merupakan suatu proses perencanaan yang dilakukan seseorang atau suatu organisasi atau suatu perusahaan untuk mencapai tujuan dan sasaran jangka panjang yang diinginkan dengan mempertimbangkan faktor internal dan eksternal sehingga dapat menjadi lebih baik dari pesaingnya.
2.4
Korelasi Visi, Misi, Strategi dengan Balanced Scorecard Visi dan misi menyatukan semua nilai yang dimiliki setiap orang dan
kelompok kepentingan sepanjang waktu. Selain itu visi dan misi menegaskan nilai dan tujuan yang dapat dipahami dan diterima oleh semua pihak di luar perusahaan.
15
Akhirnya visi dan misi menguatkan komitmen perusahaan terhadap kegiatan yang bertanggungjawab, yang sejalan dengan kebutuhannya untuk mempertahankan dan melindungi klaim-klaim penting dari orang- orang dalam perusahaan akan suatu kelangsungan hidup yang tahan lama, tumbuh, dan menguntungkan untuk perusahaan. Visi dan strategi diterjemahkan kedalam empat perspektif yang kemudian oleh masing-masing perspektif visi dan strategi tersebut dinyatakan dalam bentuk sasaran yang ingin dicapai organisasi, ukuran (measures) dari sasaran, target yang diharapakan dimasa yang akan datang serta inisiatif-inisiatif atau program yang akan dilaksanakan untuk memenuhi sasaran-sasaran starategis. Balanced
Scorecard
sebagai
suatu
sistem
manajemen
yang
mengintegrasikan visi, misi dan strategi kedalam empat perspektif secara seimbang ditunjukan dalam International Journal of Information Management (2011) pp460– 468 , menurut Chytas et al. dalam gambar dibawah ini.
Gambar 2.1 : Basic design of a Balanced Scorecard Performance System Sumber : International Journal of Information Management 31 (2011: 460– 468)
2.5
Pengertian Manajemen Strategik Menurut Heene dan Desmidt (2010:9) manajemen strategik adalah
“Kesatuan proses manajemen pada suatu organisasi yang berulang-ulang dalam menciptakan nilai serta kemampuan untuk menghantar dan memperluas distribusinya kepada pemangku kepentingan ataupun pihak lain yang berkepentingan”.
16
Sedangkan menurut David (2009:18) strategi adalah “Sarana bersama dengan tujuan jangka panjang yang hendak dicapai.” Namun, menurut Solihin (2009 : 69) strategi tidak didefinisikan hanya semata-mata sebagai cara untuk mencapai tujuan karena strategi dalam konsep manajemen strategik mencakup juga penetapan berbagai tujuan itu sendiri (melalui berbagai keputusan strategik yang dibuat oleh manajemen perusahaan) yang diharapkan akan menjamin terpeliharanya keunggulan bersaing perusahaan. Berdasarkan pendapat para ahli, penulis menyimpulkan bahwa manajemen strategik adalah Kumpulan dari keputusan dalam proses manajemen yang bertujuan untuk mencapai tujuan dalam suatu organisasi.
2.5.1
Tahap-Tahap Manajemen Strategik Tahap-tahap manajemen strategik menurut Wheelen dan Hunger (2006:10)
mencakup: -
Environmental Scanning Suatu kegiatan monitoring, pengevaluasian, serta penyebaran informasi yang berasal dari lingkungan internal maupun eksternal perusahaan kepada personel kunci di dalam perusahaan.
-
Perumusan Strategi (Strategy Formulation) Pada tahap ini perusahaan secara berkala mengkaji kembali misi dan tujuan perusahaan serta merumuskan strategi yang sesuai dengan misi dan tujuan perusahaan.
-
Implementasi Strategi (Strategy Implementation) Tujuan
dan
strategi
perusahaan
yang
telah
dibuat
akan
dapat
diimplementasikan dengan baik apabila tujuan dan strategi tersebut dituangkan kedalam rangkaian kegiatan dalam bentuk program yang terjadwal dengan jelas serta memperoleh alokasi sumber daya yang memadai yang telah dituangkan dalam bentuk anggaran (budget) yang akan mendukung setiap program. -
Evaluasi dan Pengendalian (Evaluation and Control) Pada tahap evaluasi, perusahaan akan membandingkan kinerja aktual (actual performance) yang dicapai perusahaan dengan standart kinerja. Hasil evaluasi dan pengendalian selanjutnya akan menjadi umpan balik (feedback) bagi perusahaan sehingga memungkinkan perusahaan melakukan perbaikan
17
dalam setiap langkah proses startegic management sejak environmental scanning sampai tahap evaluation and control. 2.5.2. Manfaat Manajemen Strategis Adapun manfaat manajemen strategis menurut David (2011:23) adalah sebagai
berikut: “Manfaat utama dari manajemen strategis untuk membantu
organisasi
merumuskan strategi-strategi yang lebih baik melalui penggunaan
pendekatan terhadap pilihan strategi yang lebih sistematis, logis dan rasional, dan komunikasi adalah kunci bagi manajemen strategis yang berhasil.” Manajemen strategis mampu memberikan berbagai keuntungan untuk perusahaan, baik keuntungan keuangan maupun yang bukan keuntungan keuangan. Pada sisi keuangan,manajemen strategis mengarahkan perusahaan dalam melakukan perbaikan dalam bagian penjualan, dan laba. Pada sisi non keuangan, manajemen strategis membantu perusahaan dalam meningkatkan
produktivitas karyawan,
menyadari ancaman dan peluang bagi perusahaan dan kekuatan serta kelemahan dalam perusahaan.
2.5.3
Hubungan Manajemen Strategis dengan Balanced Scorecard Balanced Scorecard merupakan suatu sistem inti dalam manajemen
strategis
dalam menerjemahkan dan mengimplementasikan strategi dan tujuan
perusahaan.
Dalam manajemen strategis, Balanced Scorecard memiliki peranan
dalam menciptakan dan memilih strategi, menerapkan serta mengevaluasi kinerja. Balanced Scorecard bukan hanya alat pengukuran kinerja tetapi juga sebagai suatu yang memberikan petujuk dalam pelaksanaan strategi dan sebagai penilai kinerja manajemen strategis.
2.6
Pengukuran Kinerja
2.6.1
Kinerja Kinerja dalam organisasi merupakan jawaban dari berhasil atau tidaknya
tujuan organisasi yang telah ditetapkan perusahaan. Para atasan atau manajer sering tidak memperhatikan kecuali sudah amat buruk atau segala sesuatu jadi serba salah. Terlalu sering manajer tidak mengetahui betapa buruknya kinerja telah merosot sehingga perusahaan / instansi menghadapi krisis yang serius. Kesan-kesan buruk organisasi yang mendalam berakibat dan mengabaikan tanda-tanda peringatan adanya kinerja yang merosot. Banyak para ahli Indonesia yang mengemukakan arti
18
kinerja itu sendiri, beberapa di antaranya adalah pengertian kinerja menurut Sulistiyani (2003 : 223), Kinerja seseorang merupakan kombinasi dari kemampuan, usaha dan kesempatan yang dapat dinilai dari hasil kerjanya. Sedangkan menurut Bernardin dan Russel dalam Sulistiyani (2003 : 223-224) menyatakan bahwa kinerja merupakan hasil kerja seseorang karyawan selama periode tertentu dibandingkan dengan kemungkinan, misalnya standar, target atau sasaran atau kinerja yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama. Dari pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa kinerja perusahaan merupakan hasil keputusan-keputusan manajemen agar dapat mencapai suatu tujuan secara efektif dan efisien.
2.6.2
Pengertian pengukuran kinerja Untuk memastikan bahwa sumber (input) yang digunakan sudah efektif dan
efisien dalam rangka mencapai tujuan perusahaan, maka diperlukan pengukuran kinerja pada perusahaan. Untuk mengukur kinerja, dapat digunakan beberapa ukuran kinerja. Beberapa ukuran kinerja yang meliputi kuantitas kerja, kualitas kerja, pengetahuan tentang pekerjaan, kemampuan mengemukakan pendapat, pengambilan keputusan, perencanaan kerja dan daerah organisasi kerja. Ukuran prestasi yang lebih sederhana terdapat tiga kriteria untuk mengukur kinerja, yaitu jumlah yang harus dikerjakan, kedua kualitas kerja, yaitu mutu yang dihasilkan dan ketiga, ketepatan waktu, yaitu kesesuaiannya dengan waktu yang telah ditetapkan. Menurut Anderson dan Clancy (Yuswono, 2005 : 21), pengukuran kinerja adalah : “ feedback from accountant to management that provides information about how well the actions represent the plans; it also identifies where managers may need to make corrections or adjustments in future planning and controlling activities.” Dalam situasi yang normal semestinya performance driver yang jitu akan menghasilkan outcomes measures terbaik. Sementara itu, Anthony, Banker, Kaplan dan Young (Yuswono, 2005 : 23) mendefinisikan pengukuran kinerja sebagai : “ the activity of measuring the performance of an activity or the entire of value chain.” Dari definisi-definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pengukuran kinerja adalah tindakan pengukuran yang dilakukan terhadap berbagai aktivitas dalam rantai nilai yang ada pada perusahaan. Hasil pengukuran tersebut kemudian digabungkan sebagai umpan balik yang akan memberikan informasi tentang prestasi pelaksanaan
19
suatu rencana dan titik dimana perusahaan memerlukan penyesuaian-penyesuaian atas aktivitas perencanaan dan pengendalian.
2.6.3
Manfaat Pengukuran Kinerja Menurut Lynch dan Cross (Yuswono, 2005 : 29), manfaat sistem
pengukuran kinerja yang baik adalah sebagai berikut : a. Menelusuri kinerja terhadap harapan pelanggan sehingga akan membawa perusahaan lebih dekat pada pelanggannya dan membuat seluruh orang dalam organisasi terlibat dalam upaya memberi kepuasan kepada pelanggan ; b. Memotivasi pegawai untuk melakukan pelayanan sebagai bagian dari mata rantai pelanggan dan pemasok internal; c. Mengidentifikasi berbagai pemborosan sekaligus mendorong upaya-upaya pengurangan terhadap pemborosan tersebut (reduction of waste) d. Membuat suatu tujuan strategis yang biasanya masih kabur menjadi lebih konkret sehingga mempercepat proses pembelajaran organisasi; e. Membangun konsensus untuk melakukan suatu perubahan dengan memberi “reward” atas perilaku yang diharapkan tersebut
2.7
Balanced Scorecard
2.7.1
Pengertian Balanced Scorecard Pada awalnya, Balanced Scorecard diciptakan untuk mengatasi problem
tentang kelemahan sistem pengukuran kinerja eksekutif yang hanya berfokus pada perspektif keuangan saja dan cenderung mengabaikan perspektif non-keuangan. Menurut Kaplan dan Norton (2000 : 8), menyimpulkan bahwa hasil studinya tersebut untuk mengukur kinerja eksekutif di masa depan diperlukan ukuran komprehensif yang mencakup empat perspektif yaitu perspektif keuangan, pelanggan/ konsumen, proses internal bisnis, serta pembelajaran dan pertumbuhan. Balanced Scorecard terdiri atas dua kata yaitu balanced dan scorecard. Scorecard artinya kartu skor, maksudnya adalah kartu skor yang akan digunakan untuk merencanakan skor yang diwujudkan di masa yang akan datang, sedangkan balanced berarti berimbang, maksudnya adalah untuk mengukur kinerja seseorang diukur secara berimbang dari dua perspektif yaitu keuangan dan non-keuangan, jangka pendek dan jangka panjang, intern dan ekstern (Mulyadi, 2005 : 311). Di samping itu, Mulyadi juga mengemukakan bahwa Balanced Scorecard merupakan
20
sistem manajemen strategik atau lebih tepat dinamakan “Strategic based responsibility accounting system” yang menjabarkan misi dan strategi suatu organisasi ke dalam tujuan operasional dan tolak ukur kinerja perusahaan tersebut. Jadi, berdasarkan pernyataan yang dikemukakan oleh Mulyadi, kita dapat menyimpulkan bahwa balanced scorecard merupakan alat untuk mengukur kinerja yang ditujukan untuk menentukan strategi yang memperhatikan aspek finansial dan non-finansial yang melibatkan pihak internal maupun non-internal demi mencapai tujuan perusahaan.
2.7.2
Sejarah Balanced Scorecard Pada awalnya, Balanced Scorecard diciptakan untuk mengatasi masalah
tentang sistem pengukuran kinerja eksekutif yang berfokus pada aspek keuangan. Selanjutnya, balanced scorecard mengalami perkembangan dalam implementasinya; tidak hanya sebagai alat pengukur kinerja eksekutif, namun mulai berkembang sebagai pendekatan dalam penyusunan rencana strategik manajemen. (Mulyadi, 2005 : 313) Menurut Mulyadi (2005 : 314), telah terjadi perubahan yang signifikan pada konsep dan implementasi dari Balanced Scorecard semenjak pertama kali diperkenalkan oleh Robert S.Kaplan dan David P.Norton pada tahun 1992 di Amerika Serikat. Sebelum tahun 1990-an, kinerja eksekutif hanya diukur dari perspektif keuangan. Akibatnya, fokus perhatian dan usaha dari para eksekutif lebih dicurahkan untuk mewujudkan kinerja dalam bidang keuangan; sehingga terdapat kecenderungan bahwa para eksekutif mengabaikan kinerja dari bagian nonkeuangan. Kinerja non-keuangan tersebut misalnya seperti kepuasan konsumen, produktivitas
kerja,
dan
proses
cost-effectiveness
yang
digunakan
untuk
menghasilkan produk maupun jasa yang ada, serta pemberdayaan komitmen karyawan dalam menghasilkan produk dan jasa bagi konsumen. Pada tahun 1990, Nolan Norton Institute, yang merupakan bagian riset kantor akuntan publik KPMG di Amerika Serikat yang dipimpin oleh David P.Norton, mensponsori studi tentang “Pengukuran Kinerja dalam Organisasi Masa Depan.” Studi ini didukung oleh kesadaran bahwa pada saat itu ukuran dari kinerja keuangan yang digunakan oleh semua perusahaan untuk mengukur kinerja eksekutif tidak lagi dirasai memadai. Pada tahun 1992, Robert S.Kaplan dan David P.Norton mulai mempublikasikan kartu skor berimbang melalui rangkaian artikel-artikel jurnal
21
dan buku TheBalanced Scorecard pada tahun 1996. Sejak diperkenalkan konsep aslinya, Balanced Scorecard telah menjadi lahan subur untuk pengembangan teori dan penelitian, dan banyak praktisi yang telah menyimpang dari artikel asli Kaplan dan Norton. Kaplan dan Norton sendiri melakukan tinjauan ulang terhadap konsep ini satu dasawarsa kemudian berdasarkan pengalaman penerapan yang mereka lakukan. Dengan memperluas ukuran kinerja eksekutif ke kinerja non-keuangan, ukuran kinerja eksekutif menjadi komprehensif. Balanced Scorecard telah memperluas ukuran kinerja eksekutif menjadi penjabaran empat perspektif : keuangan, customers, proses bisnis interns, serta pembelajaran dan pertumbuhan.
2.7.3
Alasan Dasar Memilih Balanced Scorecard Menurut Gaspersz (2011 : 6) beberapa alasan dasar mengapa organisasi
memilih Balanced Scorecard adalah: •
Karena mampu mengidentifikasi kekuatan dan kesempatan untuk perbaikan dari berbagai area dalam organisasi.
•
Memberi kerangka kerja untuk peningkatan menuju keunggulan kinerja melalui memberikan kebebasan kepada manajemen untuk melaksanakan strategi bisnis mandiri dan program peningkatan keunggulan kinerja.
•
Merupakan kerangka kerja manajemen terintegrasi, mencakup semua faktor yang mendefinisikan organisasi, proses operasional dan hasil kinerja yang jelas dan terukur.
•
Karena berfokus pada persyaratan untuk mencapai keunggulan kinerja, bukan sekedar aplikasi prosedur, alat atau teknik-teknik.
•
Dapat mudah beradaptasi dengan lingkungan bisnis, dapat diterapkan dalam organisasi besar maupun kecil.
•
Telah terbukti merupakan praktek manajemen global yang valid untuk meningkatkan keunggulan kinerja organisasi. Menurut Luis dan Biromo (2010:48) dibandingkan metode lain, Balanced
Scorecard memiliki kelebihan-kelebihan sebagai berikut: 1. Balanced Scorecard (BSC) dapat berfungsi sebagai alat ukur untuk mengkomunikasikan organisasi. Dengan
strategi di antara para stakeholders dari sebuah menggunakan BSC, para
stakeholders dapat
22
melakukan
review terhadap
strategi dan pencapaiannya dengan
menggunakan bahasa yang sama. (Dengan itu mereka dapat mengatasi hambatan pada visi.) 2. Balanced Scorecard memungkinkan organisasi untuk memetakan semua faktor utama yang ada dalam organisasi tersebut, baik yang berbentuk benda fisik (tangible) maupun benda non fisik (intangible). Sementara konsep perencanaan strategi lain pada umumnya hanya terbatas pada halhal yang bersifat tangible. (Dengan demikian mereka dapat mengatasi hambatan pada manajemen). 3. Balanced Scorecard dapat mengaitkan strategi dengan kinerja organisasi (performance). Dan proses pelaksanaan itu dapat dipantau tingkat pencapaiannya dengan menggunakan Key Performance Indicators yang biasa disingkat menjadi KPI. Hal ini menunjukkan bahwa BSC tidak hanya membantu
organisasi dalam menyusun strategi, tetapi juga
memonitor pencapaian strategi tersebut. (dengan demikian mereka dapat mengatasi hambatan pada pelaku dan manajemen). 4. Balanced Scorecard memiliki konsep sebab-akibat. Dengan demikian para pelaku strategi mendapat gambaran dan menjadi jelas bahwa bila strategi yang berada dalam tanggung jawab mereka dapat tercapai dengan sukses, hal itu akan membuahkan hasil tertentu dan akan terkait dengan strategi lainnya. Sebaliknya bila tak tercapai, hal itu pada gilirannya akan mempengaruhi pencapaian strategi lainnya. Hubungan sebab akibat ini secara tidak langsung dapat menguatkan kerja sama dalam organisasi dan mendorong mereka untuk berada dalam satu payung yang sama dalam rangka mencapai tujuan organisasi. (dengan demikian mereka dapat mengatasi hambatan pada pelaku dan manajemen). 5. Balanced Scorecard dapat membantu proses penyusunan anggaran. Dari BSC kita dapat mengetahui
kegiatan apa saja yang harus dilakukan
organisasi guna mencapai target-targetnya yang meliputi aktivitas seharihari samapi dengan proyek-proyek khusus. Kemudian bagi kegiatankegiatan itu dapat dihitung keperluan dananya dan dimasukkan dalam anggaran. (dengan demikian mereka dapat mengatasi hambatan pada sumber daya manusia dan manajemen).
23
2.7.4
Konsep Balanced Scorecard Konsep Balanced Scorecard berkembang sejalan dengan perkembangan
implementasi konsep dari yang telah ada. Secara harafiah, Balanced Scorecard terdiri dari dua kata : (1) kartu skor (scorecard) dan (2) berimbang (balanced). Kartu skor adalah kartu yang digunakan untuk mencatat skor dari hasil kinerja seseorang. Kartu skor juga dapat digunakan untuk merencanakan skor yang hendak diwujudkan oleh personel di masa depan. Melalui kartu skor, skor yang hendak diwujudkan personel di masa depan dibandingkan dengan hasil kinerja yang sesungguhnya. Hasil perbandingan ini kemudian digunakan untuk melakukan evaluasi atas kinerja personel yang bersangkutan. (Mulyadi, 2005 : 312) Sedangkan kata berimbang dimaksud untuk menunjukkan bahwa kinerja personel diukur secara berimbang dari dua aspek; keuangan dan non keuangan, jangka pendek dan jangka panjang, intern dan ekstern. Oleh karena itu, jika kartu skor personel tersebut digunakan untuk merencakan skor yang hendak diwujudkan di masa depan, personel tersebut kemudian harus memperhitungkan keseimbangan antara pencapaian kinerja keuangan dan non keuangan, antara kinerja jangka pendek dan kinerja jangka panjang, serta antara kinerja yang bersifat intern dan kinerja yang bersifat ekstern. Balanced Scorecard melengkap seperangkat ukuran finansial kerja masa lalu dengan ukuran pendorong (drivers) kinerja masa depan. Tujuan dan ukuran scorecard diturunkan dari visi dan strategi. Tujuan dan ukuran memandang kinerja perusahaan dari empat perspektif, yaitu : finansial, pelanggan, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan penumbuhan. Mengacu pada tulisan Gasperz (2011 : 9-11), perusahaan menggunakan fokus pengukuran balanced scorecard untuk menghasilkan proses manajemen seperti : 1. Memperjelas dan menejermahkan visi dan strategi Menentukan ukuran kinerja, visi dan organisasi dijabarkan dalam tujuan dan sasaran. Visi adalah gambaran kondisi yang akan diwujudkan oleh perusahaan dimasa datang. Tujuan juga menjadi salah satu landasan bagi perumusan strategi untuk mewujudkannya. Dalam proses perencanaan strategik, tujuan ini kemudian dijabarkan dalam sasaran strategik dengan ukuran pencapaiannya.
24
2. Mengkomunikasikan dan mengaitkan berbagai tujuan dan ukuran strategis Balanced Scorecard memperlihatkan kepada tiap karyawan apa yang dilakukan perusahaan untuk mencapai apa yang menjadi keinginan para pemegang saham dan konsumen, karena tujuan tersebut dibutuhkanlah kinerja yang baik. 3. Merencanakan, menetapkan sasaran, menyelaraskan berbagai inisiatif strategis Rencana bisnis memungkinkan organisasi mengintegrasikan antara rencana bisnis dan rencana keuangan mereka. Balanced Scorecard sebagai dasar untuk mengalokasikan sumber daya mengatur mana yang lebih penting untuk diprioritaskan, akan menggerakkan ke arah tujuan jangka perusahaan secara menyeluruh. 4. Meningkatkan umpan balik dan pembelajaran strategis Proses keempat ini akan memberikan strategic learning kepada perusahaan. Dengan Balanced Scorecard sebagai sistem pusat perusahaan, maka perusahaan melakukan monitoring terhadap apa yang telah dihasilkan perusahaan dalam jangka pendek.
Gambar 2.2 Kerangka Kerja Tindakan Strategis pada Balanced Scorecard Sumber : Kaplan dan Norton. 2000. Balanced Scorecard : Menerapkan strategi menjadi aksi.
25
Balanced Scorecard menekankan bahwa semua ukuran finansial dan nonfinansial harus menjadi bagian sistem informasi untuk para pekerja di semua tingkat perusahaan. Balanced Scorecard menyatakan adanya keseimbangan antara berbagai ukuran eksternal pemegang saham dan pelanggan, dengan berbagai ukuran internal proses bisnis penting, inovasi serta pembelajaran dan pertumbuhan. Keseimbangan juga dinyatakan antara semua ukuran hasil apa yang dicapai perusahaan di masa lalu dengan semua ukuran faktor pendorong kinerja masa depan perusahaan. Dan scorecard juga menyatakan keseimbangan antara semua ukuran hasil yang objektif dan mudah dikuantifikasi dengan faktor penggerak kinerja berbagai ukuran hasil yang subjektif dan berdasarkan pertimbangan sendiri (Kaplan & Norton, 2000 :14). Menurut Kaplan (Kaplan, 2000:15) “if you can measure it you can manage it”, pendapat ini menjadi dasar pemikiran untuk melakukan pengukuran terhadap semua aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan baik aktivitas yang dapat diukur secara kualitatif maupun kuantitatif. Pengukuran terhadap empat perspektif tersebut adalah : 1. Perspektif Finansial Menurut Kaplan (2000 : 16), pada saat perusahaan melakukan pengukuran secara finansial, maka hal yang pertama yang harus dilakukan adalah mendeteksi keberadaan industri yang dimilikinya. Kaplan menggolongkan tiga tahap perkembangan industri yaitu : growth, sustain and harvest. Dari tahap-tahap perkembangan industri tersebut akan diperlukan strategistrategi yang berbeda-beda. Dalam perspektif finansial, terdapat tiga aspek dari strategi yang dilakukan suatu perusahaan; (1) pertumbuhan pendapatan dan kombinasi pendapatan yang dimiliki oleh suatu organisasi bisnis, (2) penurunan biaya dan peningkatan produktivitas, (3) penggunaan aset yang optimal dan strategi investasi. Gaspersz (2011: 42) mengatakan pemahaman terhadap perspektif finansial dalam Balanced Scorecard sangat penting karena keberlangsungan suatu unit bisnis strategik bergantung pada posisi dan kekuatan finansial. Berbagai rasio finansial dapat diterapkan dengan melakukan
pengukuran strategik
untuk perspektif ini. Untuk melakukan suatu pengukuran strategik terutama di perspektif finansial, maka perlu melakukan pengukuran dengan rasio - rasio finansial. Rasio
26
finansial
yang
baik
memampukan
perusahaan
untuk
menghasilkan
keuntungan dan menunjukan bahwa perusahaan mampu membayar utang. Tolak ukur keuangan memang sangat penting untuk perusahaan tetapi harus didukung oleh perspektif non keuangan lainnya. Berikut ini adalah beberapa rasio financial menurut David (2011) yaitu rasio likuiditas, rasio leverage, rasio aktivitas dan rasio profitabilitas beserta rumusnya
Tabel 2.1 Rasio- rasio dalam pengukuran perspektif keuangan Rasio
Cara Menghitung
Apa Yang Diukur Sejauh mana sebuah perusahaan mampu
Rasio Likuiditas
memenuhi kewajiban-
Rasio Lancar
kewajiban jangka pendeknya.
Sejauh mana sebuah perusahaan mampu memenuhi kewajibanRasio Cepat
kewajiban jangka pendeknya tanpa bergantung pada penjualan persediaan.
Rasio Leverage Rasio Utang terhadap Aset
Presentase total dana yang disediakan oleh kreditor.
Rasio Utang terhadap Ekuitas
Presentase total dana yang disediakan oleh kreditor dan pemegang saham.
27
Rasio Utang
Keseimbangan antara
Jangka Panjang
utang dan ekuitas di
terhadap Ekuitas
dalam struktur kapital jangka panjang perusahaan.
Rasio Kelipatan
Sejauh mana laba
Bunga yang
berkurang tanpa membuat
dapat dibayarkan
perusahaan tidak mampu melunasi biaya bunga tahunannya.
Rasio Aktivitas
Perputaran
Apakah perusahaan
Persediaan
memiliki stok persediaan yang terlalu banyak dan apakah perusahaan lambat menjual persediaannya dibandingkan rata-rata industry.
Perputaran Aset
Produktivitas penjualan
Tetap
serta penggunaan pabrik dan perlengkapan.
Apakah perusahaan Perputaran Total
menghasilkan volume
Aset
bisnis yang memadai untuk besar investasi asetnya.
28
Rata-rata lamanya waktu Perputaran Piutang Usaha
yang dibutuhkan perusahaan untuk menagih penjualan kreditnya.
Rata-rata lamanya waktu Waktu Penagihan Rata-Rata
yang dibutuhkan perusahaan untuk menagih penjualan kreditnya (dalam hari).
Rasio Profitabilitas Total margin yang Margin Laba
tersedia untuk menutupi
Kotor
beban operasi dan menghasilkan laba.
Margin laba Operasi
Profitabilitas tanpa memperhitungkan pajak dan bunga.
Margin laba
Laba setelah pajak per
bersih
penjualan.
Pengembalian
Laba setelah pajak per
atas Total
dolar aset; rasio ini
Aset(ROA)
disebut juga rasio pengembalian atas
29
investasi (ROI).
Pengembalian
Laba setelah pajak per
Atas Ekuitas
dolar investasi pemegang
Pemegang
saham di perusahaan.
Saham (ROE)
Laba yang tersedia bagi Lembar per
pemilik saham biasa.
saham (EPS) Daya tarik perusahaan di pasar ekuitas.
Rasio Harga Laba Sumber : David, (2011)
Dalam International Journal of Electronic Business Management vol 9, no.3 (2011), menjelaskan dalam perspektif keuangan menurut Hoque dan James mensugestikan bahwa pengukuran dari perspektif keuangan adalah dari operating income, sales growth, and ROI ( Return On Investment), dan menurut Martz ,et all pengukuran dalam perspektif keuangan adalah Profit Margin, Revenue Growth, Cash flow, Net Operating Income, ROI, Revenue per employee, profit per employee, stock price/market capitalisation,Econonomic Value Added (EVA), Earning Per Share (EPS), dan Sales Growth in common equity.
Tabel 2.2 Kriteria Baik Perspektif keuangan Perspektif Keuangan
Kriteria Baik
Rasio Profitabilitas Rasio meningkat untuk mendapatkan labadari
setiap
penjualan
yang
dilakukan.
Rasio Likuiditas
Rasio
meningkat
kewajiban
ketika
jangka
memenuhi pendeknya,
30
makaperusahaan
itu
dapat
disebut
likuid.
Rasio Leverage
Rasio menurun dalam mengukur tingkat penggunaan hutang sebagai sumber pembiayaan aktiva perusahaan dan untuk penanaman modal yang diperoleh dari para kreditur perusahaan.
Rasio Aktivitas
Semakin
tinggi
rasio
ini
menunjukkan bahwa semakin efisien dana yang tertanam di perusahaan. Sumber : Kasmir (2006) 2. Perspektif Customer Perspektif
customer
dalam
Balanced
Scorecard
mengidentifikasikan
bagaimana kondisi customer mereka dan segmen pasar yang dipilih oleh perusahaan untuk bersaingan dengan kompetitor mereka. Segmen yang telah mereka pilih ini mencerminkan keberadaan customer tersebut sebagai sumber pendapatan mereka. Dalam perspektif ini, pengukuran dilakukan dengan lima aspek utama (Kaplan, 2000:67 ); yaitu : a. Pengukuran kinerja pangsa pasar : Pengukuran terhadap besarnya pangsa pasar perusahaan mencerminkan proporsi bisnis dalam satu area bisnis tertentu yang diungkapkan dalam bentuk uang, jumlah customer, atau unit volume yang terjual atas setiap unit produk yang terjual. b. Customer retention : pengukuran dapat dilakukan dengan mengetahui besarnya persentase pertumbuhan bisnis dengan jumlah customer yang saat ini dimiliki oleh perusahaan. c. Customer acquisition : Pengukuran dapat dilakukan melalui persentase jumlah penambahan customer baru dan perbandingan total penjualan dengan jumlah customer baru yang ada. d. Customer satisfaction : Pengukuran terhadap tingkat kepuasan pelanggan ini dapat dilakukan dengan berbagai macam teknik diantaranya adalah :
31
survei melalui surat (pos), interview melalui telepon, atau personal interview. e. Customer profitability : pengukuran terhadap customer profitability dapat dilakukan dengan teknik Activity Based-Costing (ABC). Oleh karena aspek tersebut masih bersifat terbatas, maka perlu dilakukan pengukuran –pengukuran yang lain yaitu pengukuran terhadap semua aktivitas yang mencerminkan nilai tambah bagi customer yang berada pada pangsa pasar perusahaan. Pengukuran tersebut dapat berupa : atribut produk atau jasa yang diberikan kepada customer (seperti : pengalaman membeli dan hubungan personal), image dan reputasi produk atau jasa di mata customer.
Gambar 2.3 Perspektif Pelanggan Tolak Ukur Utama Sumber : Kaplan dan Norton, 2000. “BSC : Menerapkan strategi menjadi aksi.” 3. Proses Bisnis Internal Menurut Gasperz (2011 : 62) dalam perspektif ini, perusahaan melakukan pengukuran terhadap semua aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan baik manajer maupun karyawan untuk menciptakan suatu produk yang dapat memberikan kepuasan tertentu bagi customer dan juga para pemegang saham. Dalam hal ini perusahaan berfokus pada tiga proses bisnis utama : proses inovasi, proses operasi dan proses pasca penjualan. a. Proses inovasi : Dalam proses pengciptaan nilai tambah bagi customer, proses inovasi merupakan salah satu kritikal proses, dimana efisiensi dan efektivitas serta ketepatan waktu dari proses inovasi ini akan mendorong terjadinya efisiensi biaya pada proses pengciptaan nilai tambah bagi customer. Secara
32
garis besar proses inovasi dapat dibagi menjadi dua yaitu : (1) pengukuran terhadap proses inovasi yang bersifat penelitian dasar dan terapan, (2) Pengukuran terhadap proses pengembangan produk. b. Proses operasi : Pada proses operasi yang dilakukan oleh masing-masing organisasi bisnis, lebih menitik beratkan pada efisiensi proses, konsistensi dan ketepatan waktu dari barang dan jasa yang diberikan kepada customer.
Gambar 2.4 Perspektif Proses Bisnis Internal Sumber : Kaplan, Norton, 2000. “Balanced Scorecard : Menerapkan strategi menjadi aksi.” 4. Perspektif Pertumbuhan dan Pembelajaran Perspektif yang terakhir dalam Balanced Scorecard adalah perspektif pertumbuhan dan pembelajaran. Kaplan (Kaplan, 2000) mengungkapkan betapa pentingnya suatu organisasi bisnis untuk terus memperhatikan karyawannya, memantau kesejahteraan karyawan dan meningkatkan pengetahuan karyawan karena dengan meningkatnya tingkat pengetahuan karyawan akan meningkatkan pula kemampuan karyawan untuk berpartisipasi dalam pencapaian hasil ketiga perspektif di atas dan tujuan perusahaan. Menurut Moeheriono (2012:92) “Perspektif Learning and Growth (prosespembelajaran dan pertumbuhan) menggambarkan kemampuan organisasi untuk melakukan perbaikan dan perubahan dengan memanfaatkan sumber daya internal organisasi.
Perspektif ini menyediakan apa yang diperlukan untuk
mencapai ketiga perspektif lainnya.” Mengacu pada tulisan Luis dan Biromo (2007 : 37), yang dapat diukur dalam perspektif ini adalah: - Kompetensi karyawan, suatu kemampuan yang wajib dimiliki oleh seorang karyawan agar dapat menjalankan tugasnya dengan baik, atau dengan kata
33
lain kompetensi merupakan karakteristik individu yang mendasari kinerja atau perilaku di tempat kerja yang dapat dipengaruhi oleh pengetahuan, ketrampilan, dan sikap. - Daya dukung teknologi, dukungan dari perusahaan dalam menyediakan teknologi serta peralatan yang berguna untuk menunjang dan meningkatkan kinerja karyawan. - Komitmen karyawan, yaitu kesediaan para karyawan untuk berusaha bekerja sebaik mungkin demi kepentingan perusahaan. Ketiga hal tersebut merupakan faktor pendorong kepuasan karyawan dalam bekerja. Ini jelas penting, karena karyawan yang terpuaskan akan dapat meningkatkan produktivitas mereka. Learning and growth; berbagai prioritas untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi perubahan,inovasi,dan pertumbuhan secara organisasional. Proses pembelajaran dan pertumbuhan ini bersumber dari faktor sumber daya manusia, sistem, dan prosedur organisasi.Termasuk dalam perspektif ini adalah pelatihan pegawai dan budaya perusahaan yang berhubungan dengan perbaikan individu dan organisasi.
Hasil
Retensi Pekerja
Retensi Pekerja
Kepuasan Pekerja
Retensi Pekerja
Produktivitas Pekerja
Retensi Pekerja
Gambar 2.5 Perspektif Pembelajaran & Pertumbuhan Sumber : Yuwono (2007:40)
2.7.5
Hubungan antar perspektif Berdasarkan empat perspektif yang telah disebutkan di atas, setiap
perspektif mempunyai satu hubungan dengan yang lainnya yang penjabarannya merupakan suatu strategic objectivesyang menyeluruh dan saling berhubungan. Dari hubungan antara ke empat perspektif tersebut terdapat konsep hubungan sebab akibat yang memegang peranan penting dalam Balanced Scorecard, terutama dalam
34
penjabaran tujuan dan pengukuran masing-masing perspektif. Adapun hubungan antar keempat perspektif dijabarkan sebagai berikut :
Gambar 2.6 Hubungan antar Perspektif Sumber : Mulyadi.2007. Sistem perencanaan dan pengendalian manajemen
Pada awalnya hubungan antar perspektif tersebut dimulai dari perspektif pembelajaran dan pertumbuhan, dimana perusahaan mempunyai suatu strategi untuk meningkatkan
produktivitas
dan
komitmen.
Dengan
adanya
peningkatan
produktivitas dan komitmen dari personel, maka kualitas proses pelayanan pelanggan akan meningkat, personel dapat menjalan teknologi mutakhir (state of art technology), serta dapat menjalankan proses layanan pelanggan yang terintegrasi, yang terdapat di perspektif proses bisnis internal. Adanya tiga sasaran strategik yang terdapat di proses bisnis internal, yaitu meningkatkan kualitas proses layanan pelanggan, state of art technology, dan terintegrasikannya proses layanan pelanggan, maka hal tersebut akan meningkatkan kepercayaan pelanggan terhadap jasa yang dihasilkan
perusahaan,
akan
meningkatkan
kecepatan
layanan
dan
akan
meningkatkan pula kualitas hubungan antar perusahaan, yang terlihat di perspektif pelanggan. Dengan meningkatnya kepercayaan dari pelanggan, maka tidak menutup kemungkinan pelanggan menjadi repeat buyersdan akan memberi tahu rekannya atas kepuasan yang diperolehnya dari jasa perusahaan tersebut, sehingga diharapkan akan
35
menambah pelanggan baru. Kemudian adanya kecepatan layanan dan peningkatan kualitas hubungan perusahaan dengan pelanggan, akan mengurangi biaya untuk melayani pelanggan. Hal ini akan berpengaruh terhadap perspektif keuangan yang ditunjukkan dengan adanya peningkatan pendapatan penjualan dan berkurangnya biaya, akhirnya mengakibatkan pertumbuhan Return on Investment (ROI).
2.7.6
Tahap-Tahap Manajemen Strategik Berbasis Balanced Scorecard Menurut Mulyadi (2005 : 411), dalam perencanaan strategi jangka panjang,
manajemen strategik berbasis Balanced Scorecard terdiri dari enam tahap : perumusan strategi, perencanaan strategik, penyusunan program, penyusunan anggaran, pengimplementasian, dan pemantauan. Adapun fungsi setiap tahap sebagai berikut : 1. Tahap perumusan strategi berfungsi sebagai alat untuk trendwatching, SWOT Analysis, envisioning dan pemilihan strategi. Perumusan strategi akan menghasilkan misi, visi, tujuan, keyakinan dasar, nilai dasar dan strategi berdasarkan hasil trendwatching dan analisis SWOT. 2. Tahap perencanaan strategik berfungsi sebagai alat penerjemah misi, visi, tujuan, keyakinan dasar, nilai dasar dan strategi untuk menghasilkan sasaran dan inisiatif strategik dengan empat atribut : komprehensif, koheren, terukur, dan berimbang. 3. Tahap penyusunan program berfungsi sebagai alat untuk menjabarkan inisiatif strategik ke dalam program, mengevaluasi ketercapaian sasaran strategik, mengevaluasi efektivitas inisiatif strategik dalam mewujudkan sasaran strategik dan mengalokasi sumber daya jangka panjang. 4. Tahap penyusunan anggaran merupakan proses penyusunan rencana laba jangka pendek. Dalam penyusunan anggaran dijabarkan program tertentu ke dalam rencana kegiatan yang akan dilaksanakan dalam tahun anggaran. 5. Tahap pengimplementasian ini, manajemen dan karyawan melaksanakan rencana yang tercantum dalam anggaran ke dalam kegiatan nyata. 6. Tahap pemantauan berfungsi sebagai pemantauan pelaksanaan anggaran, program dan inisiatif strategik apakah pelaksanaan tersebut memberikan umpan balik seperti seberapa jauh target tercapai, sasaran strategik telah terwujudkan, tujuan dan visi organisasi dapat dicapai.
36
Gambar 2.7 Tahap- tahap Manajemen Strategik berbasis Balanced Scorecard Sumber : Mulyadi. 2007. Sistem Perencanaan dan Pengendalian Manajemen. Edisi ke-3
2.7.7
Keunggulan Balanced Scorecard Menurut Mulyadi (2005 : 582), keunggulan pendekatan Balanced Scorecard
dalam sistem perencanaan strategis adalah mampu menghasilkan rencana strategis yang memiliki karakteristik sebagai berikut : 1. Komprehensif Balanced Scorecard memperluas perspektif yang dicakup dalam perencanaan strategik, dari yang sebelumnya hanya terbatas pada perspektif keuangan, meluas ketiga perspektif yang lain, yaitu customers, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan. 2. Koheren Balanced Scorecard mewajibkan personal untuk membangun hubungan sebab akibat diantara berbagai sasaran strategik yang dihasilkan dalam perencanaan strategik. 3. Seimbang Keseimbangan sasaran strategik yang dihasilkan oleh sistem perencanaan strategik penting untuk menghasilkan kinerja keuangan jangka panjang.
37
4. Terukur Keterukuran sasaran strategik yang dihasilkan oleh sistem perencanaan strategik menghasilkan ketercapaian berbagai sasaran strategik yang dihasilkan oleh sistem tersebut. Dengan demikian, Balanced Scorecard merupakan suatu sistem manajemen pengukuran dan pengendalian secara cepat dan komprehensif dapat memberikan pemahaman kepada manajemen tentang kinerja bisnis. Penilaian kinerja tersebut memandang unit bisnis dari empat perspektif,yaitu perspektif keuangan, pelanggan, proses bisnis dalam perusahaan, serta proses pembelajaran da pertumbuhan.
2.7.8
Perbedaan antara Perusahaan berbasis Penilaian kinerja Tradisional dengan Perusahaan berbasis Balanced Scorecard Menurut Mulyadi (2005 : 416), ada empat perbedaan mendasar antara manajemen
strategik tradisional dengan manajemen strategik berbasis balanced scorecard : orientasi, tahapan , lingkungan dan koheren. 1.
Orientasi Manajemen strategik tradisional tidak berfokus pada customer. Hal ini akan
menyebabkan strategi perusahaan tidak mampu memantau perubahan kebutuhan customer, karena semua stakeholders dipandang sama pentingnya bagi perusahaan. Dalam manajemen strategik tradisional, perusahaan terpacu oleh pesaing, bukan customer, sehingga langkah-langkah yang ditempuh lebih untuk mengalahkan pesaing, bukan untuk memuaskan kebutuhan customer. Manajemen strategik berbasis Balanced Scorecard lebih berorientasi ke customer. Strategi perusahaan berbasis balanced scorecard ini dipacu oleh usaha untuk menghasilkan value terbaik untuk customer, sehingga menuntut manajemen untuk mencari inisiatif strategik yang mampu menghasilkan value terbaik untuk memuaskan kebutuhan konsumen, kemudian menjabarkan inisiatif tersebut ke dalam langkahlangkah taktikal dan operasional. 2.
Tahapan Manajemen strategik tradisional terdiri dari empat tahap, yaitu : perencanaan
strategik, penyusunan program, penyusunan anggaran dan pengimplementasian, sedangkan manajemen strategik berbasis Balanced Scorecard terdiri dari enam tahap
38
yaitu : perumusan strategik, perencanaan strategik, penyusunan program, penyusunan anggaran, pengimplementasian dan pemantauan. Tahapan-tahapan tersebut bertujuan untuk menghasilkan kinerja perusahaan yang sesuai dengan visi, misi dan strategi perusahaan. 3.
Lingkup Manajemen strategik tradisional mencakup lingkup yang sempit yaitu : hanya
berfokus pada perspektif keuangan. Di lain pihak, manajemen strategik berbasis Balanced Scorecard mencakup lingkup yang lebih luas dengan menggunakan empat perspektif yaitu keuangan, pelanggan, bisnis internal serta pembelajaran dan pertumbuhan. 4.
Koherensi Dalam manajemen strategik tradisional, koherensi keluaran yang dihasilkan oleh
tahap perencaan strategik, penyusunan program dan penyusunan anggaran tidak dianggap penting. Sebagai akibatnya, perencanaan strategik hanya menghasilkan daftar sasaran-sasaran strategik dan diantara sasaran strategik yang satu dengan strategik lain tidak dibangun hubungan sebab-akibat. Bahkan diantara misi, visi, tujuan, keyakinan dasar, nilai dasar dan strategi perusahaan tidak dibangun keterkaitan erat dengan sasaran strategi dan inisiatif strategik. Berbeda dengan manajemen strategik berbasis Balanced Scorecard yang memandang penting seluruh hal tersebut.
Tabel 2.3 Perbedaaan penilaian kinerja Tradisional dan Balanced Scorecard Manajemen Strategik
Manajemen Strategik Berbasis
Tradisional
Balanced Scorecard
Hanya berfokus pada
Mencakup perspektif yang komprehensif:
perspektif
keuangan, pelanggan, proses bisnis internal,
keuangan
pembelajaran dan pertumbuhan
Tidak Koheren
Koheren Terukur Berimbang
Sumber : Mulyadi, 2005. Sistem terpadu pengelolaan kinerja personel berbasis Balanced Scorecard
Pengukuran kinerja dengan metode tradisional yang hanya menitik beratkan pengukuran kinerja hanya pada perspektif keuangan akan menyulitkan perusahaan
39
untuk mengidentifikasi masalah yang terjadi pada kinerja perusahaan dan perusahaan akan sulit untuk mengetahui seberapa efektif penerapan strategi yang telah dilakukan perusahaan selama ini. Yuswono (2005 : 29), secara spesifik telah menyatakan bahwa pengukuran kinerja perusahaan haruslah tidak jauh dari atribut tolak ukur
kinerja yang baik.
Gambar 2.8 Atribut Tolak Ukur Kinerja yang Baik Sumber : Sony Yuswono. 2005. Petunjuk Praktis Penyusunan Balanced Scorecard.
2.8
KPI (Key Performance Indicators) Menurut David Parmenter (2007), “KPI merupakan seperangkat ukuran yang
fokus terhadap aspek kinerja organisasi yang paling kritis bagi kesuksesan organisasi saat ini maupun dimasa mendatang.” KPI diukur dalam waktu harian ataupun mingguan. Jika sebuah ukuran dapat diukur secara bulanan atau lebih lama maka ukuran tersebut bukan merupakan kunci keberhasilan bisnis. KPI berorientasi kepada ukuran saat ini dan masa depan, bukan ukuran masa lalu. David menekankan bahwa sangat penting untuk melakukan pengukuran KPI secara tepat waktu karena ukuran harian memerlukan respon
40
tindakan secepat mungkin, terlambat beberapa hari saja keputusan yang tepat tidak dapat dilakukan. David (2007) menyatakan bahwa KPI yang khususnya dilakukan dalam penelitian dapat dibantu dengan mengetahui tujuh karakteristik KPI, yaitu : 1. Ukuran non-finansial tidak dapat dinyatakan dalam mata uang seperti Rupiah, Euro, Yen, Pound, dll. 2. Frekuensi pengukuran yang sering misalnya 24 jam sehari, 7 hari sepekan, harian atau mingguan. 3. Dilaksanakan oleh CEO (Chief Executive Officer) dan tim manajemen Senior (misalnya CEO menghubungi staff yang relevan untuk menanyakan apa yang sedang terjadi). 4. Mengindikasikan secara jelas tindakan yang perlu dilakukan staff . 5. Ukuran yang mengikat tanggung jawab tim. (Misalnya CEO dapat memanggil pemimpin tim yang dapat mengambil tindakan yang diperlukan). 6. Memiliki dampak yang signifikan. (Misalnya mempengaruhi satu atau lebih critical success factor (CSF) dan lebih dari satu perspektif Balanced Scorecards). 7. Mendorong tindakan yang tepat (Misalnya telah diuji untuk memastikan bahwa KPIberdampak positif terhadap kinerja, sedangkan ukuran yang belum teruji dapat menyebabkan perilaku disfungsional). Pengembangan dan pemanfaatan KPI pada organisasi memerlukan fondasi agar dapat berhasil. David Parmenter (2007) menyebutkan bahwa ada tiga fondasi pengembangan dan pemanfaatan KPI : 1. Kemitraan dengan staff, serikat pekerja, pemasok utama dan pelanggan utama 2. Pemberian wewenang pada garis depan 3. Pengukuran dan pelaporan hal-hal yang penting.
2.9
Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran pada penelitian ini disusun berdasarkan landasan teori yang
telah diuraikan di atas. Pengukuran kinerja pada PT. TUNTEX GARMENT INDONESIA selama ini dievaluasi menggunakan pengukuran kinerja tradisional dimana pengukuran tradisional tersebut diukur berdasarkan perspektif keuangan saja. Indikator pengukuran kinerja dari perspektif keuangan yang digunakan oleh PT. TUNTEX GARMENT INDONESIA antara lain sales order, profit dan laporan keuangan Seperti yang disebutkan pada sub-bab landasan teori diatas mengenai perbedaan pengukuran kinerja tradisional
41
dengan pengukuran kinerja berbasis Balanced Scorecard, dapat diketahui bahwa mengukur kinerja dari satu perspektif yakni perspektif keuangan saja dinilai kurang mampu memberikan informasi yang dibutuhkan dalam mengelola semua kompetensi yang memicu keunggulan kompetitif perusahaan, karena pengukuran kinerja berbasis tradisional memiliki kelemahan yaitu : tidak komprehensif dan koheren. Maka dari itu, penilaian kinerja yang diusulkan pada PT.TUNTEX GARMENT INDONESIA adalah pengukuran kinerja berbasis Balanced Scorecard, dalam hal ini dikarenakan Balanced Scorecard memiliki lebih banyak keunggulan yaitu : lebih komprehensif, koheren, berimbang dan terukur. Kerangka teoritis dapat disajikan pada gambar 2.7 berikut ini :
42
PT. TUNTEX GARMENT INDONESIA
Pengukuran kinerja berbasis Tradisional
Ukuran keuangan : - Sales order - Profit - Laporan Keuangan
Hasil analisis pengukuran tradisional
Pengukuran kinerja berbasis Balanced Scorecard
Perspektif Keuangan : - Current ratio - ROI - Total debt to Total asset - Perputaran total asset - Efisiensi bahan baku Perspektif Pelanggan : - Kepuasan buyers - Kepuasan end-users Perspektif Proses Bisnis Internal : - Tingkat kecacatan produk - Ketepatan waktu produksi Perspektif Pertumbuhan & Pembelajaran : - Turnover keseluruhan karyawan - Tingkat kehadiran karyawan - Tingkat kompetensi karyawan - Tingkat kepuasan karyawan
Hasil analisis pengukuran dengan metode Balanced Scorecard
Gambar 2.7Kerangka Pemikiran Sumber : Peneliti (2014)