BAB II
LANDASAN TEORI
2.1
Pengertian Komposit
Komposit adalah suatu jenis material baru hasil rekayasa yang terdiri dari
dua atau lebih bahan (dalam level makroskopis) dimana sifat masing-masing bahan berbeda satu sama lainnya baik itu sifat kimia maupun fisikanya, sehingga dihasilkan material baru yang mempunyai sifat mekanik dan karakterisik yang
berbeda dari material pembentuknya. Pada material komposit unsur pembentuknya masih terlihat jelas. Tentunya ini berbeda dengan material paduan yang unsur pembentuknya sudah tidak tampak secara nyata. Material komposit bersifat anisotropik yang artinya mempunyai sifat yang tergantung pada arah gaya atau beban yang diterapkan. Ini berbeda dengan material konvensional yang bersifat isotropik (sifat tidak tergantung arah gaya yang diterapkan). Oleh karena itu material komposit mempunyai sifat yang berberda dari material konvensional lain. Komposit dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu makro komposit dan mikro komposit. Pembedaan jenis ini didasarkan kepada ukuran dan fase dispersi (dimana suatu zat tersebar merata di dalam zat lain) dalam pembuatan komposit. Dikatakan makro komposit jika fase dispersi lebih besar dari 10-6 m. Dikatakan mikro komposit jika fase dispersi memiliki ukuran antara 10-8 – 10-6 m. Perkembangan komposit saat ini cenderung lebih mengarah pada makrokomposit. Sama halnya seperti material lain, komposit mempunyai kelebihan dan kekurangan. Bahan komposit memiliki banyak keunggulan, diantaranya lebih tahan terhadap lingkungan korosif, rasio kekuatan terhadap berat yang tinggi, insulasi listrik yang baik, serta dapat dibuat dalam berbagai bentuk. Selain kelebihan, material komposit juga mempunyai kekurangan,antara lain, tidak tahan terhadap beban kejut (shock) dan tabrak (impact) dibandingkan dengan metal. Untuk mendapatkan material komposit dengan kualitas yang baik dikenal istilah curing atau proses pengeringan material komposit itu sendiri. Material Laporan Tugas Akhir
II-1
II-2
komposit akan lebih kuat dan kaku jika suhu pengeringan (curing) optimum. Sebaliknya jika suhu terlalu tinggi, itu akan mengakibatkan material komposit
mengalami kerusakan pada ikatan-ikatan molekulnya, Seperti menurut Silalahi, laju pemanasan yang optimum pada komposit akan dihasilkan ikatan-ikatan bahwa
segmen polimer yang baik dan kuat.
2.2
Material pembentuk komposit
Pada umumnya komposit terdiri dari dua bahan/material pokok, yakni
penguat (reinforcement) dan matriks. Reinforcement adalah bahan pada komposit
yang berfungsi sebagai penopang utama kekuatan komposit, sedangkan matriks berfungsi untuk mengikat dan menjaga reinforcement agar tetap pada tempatnya (di dalam struktur) 2.2.1
Serat/Penguat (reinforcement)
Sesuai dengan namanya, penguat (reinforcement) berfungsi sebagai penopang utama kekuatan komposit. Beban yang diterima oleh komposit hampir seluruhnya diterima oleh reinforcement ini, sehingga tinggi rendahnya kekuatan komposit sangat tergantung dari jenis bahan yang digunakan sebagai reinforcement. Sesungguhnya, beban yang diterima oleh komposit tidak langsung diterima oleh reinforcement, namun terlebih dahulu diterima oleh bahan matriks, kemudian beban yang diterima oleh matrik diteruskan/ditransfer ke reinforcement. Oleh karena itu bahan reinforcement harus mempunyai tegangan tarik dan modulus elastisitas yang lebih tinggi daripada matrik penyusun komposit. Diameter serat juga memegang peranan yang sangat penting dalam memaksimalkan tegangan. Makin kecil diameternya akan memberikan luas permukaan per satuan berat yang lebih besar, sehingga akan membantu transfer tegangan tersebut. Semakin kecil diameter serat (mendekati ukuran kristal) semakin tinggi kekuatan bahan serat. Hal ini dikarenakan cacat yang timbul semakin sedikit. Serat yang sering dipakai untuk membuat komposit antara lain: serat gelas (fiberglass), serat karbon (fiber carbon), serat logam (whisker), serat alami, dan lain sebagainya. Laporan Tugas Akhir
II-3
Berdasarkan jenisnya serat gelas dapat dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu:
1. Serat E-Glass Serat E-Glass adalah jenis serat yang dikembangkan sebagai penyekat atau
bahan isolasi. Jenis ini mempunyai kemampuan bentuk yang baik. 2. Serat C-Glass Serat C-Glass adalah jenis serat yang mempunyai ketahanan yang tinggi
terhadap bahan kimia yang korosif. 3. Serat S-Glass
Serat S-Glass adalah jenis serat yang mempunyai kekakuan yang tinggi. Sifat dari jenis-jenis fiberglass bisa dilihat pada Tabel 2. 1. Tabel 2.1 Karakteristik jenis serat No 1
E-Glass Isolator listrik yang baik
2
Kekuatan tinggi
3
Kekakuan tinggi
Jenis serat C-Glass Tahan terhadap korosi Kekuatan lebih rendah daripada E-Glass Harga lebih mahal dari EGlass
S-Glass Modulus lebih tinggi Lebih tahan terhadap temperatur tinggi Harga lebih mahal dari E-Glass
Data sifat mekanik dari E-Glass bisa dilihat pada Tabel 2. 2 Tabel 2. 2 Sifat mekanik dari serat E-glass Sifat mekanik
Metric
Densitas
2.54 g/m3
Modulus Elastisitas
72.4 Gpa
Kekuatan Tarik
3.5 Gpa
Sumber : Hyer,1998:21
Laporan Tugas Akhir
II-4
Bentuk dari fiberglass pun bermacam-macam, antara lain:
Chopped strand, berupa strand yang dipotong dengan ukuran tertentu. Strand
a.
adalah filamen (serat) yang bergabung menjadi satu ikatan, sebagaimana bisa
dilihat pada Gambar 2.1
Gambar 2. 1 Serat gelas chopped strand
(http: //www.wb8.itrademarket.com/pdimage_chopped_strand_3mm.jpg) b.
Reinforcing mat, berupa lembaran chopped strand dan countinous strand yang tersusun secara acak, sebagaimana bisa dilihat pada Gambar 2. 2
Gambar 2. 2 Serat gelas reinforcing mat
(http: //www.image.trdevv.com/reinforced-fiberglass-mat.jpg) c. Roving, berupa sekumpulan serat benang yang searah, biasanya roving berbentuk gulungan, gambar dari gulungan roving bisa dilihat pada Gambar 2. 3.
Laporan Tugas Akhir
II-5
Gambar 2. 3 Serat gelas roving
(http: //www.traderscity.com/board/userpix26/5693-fiberglass-roving-filament
d.
winding-1.jpg) Woven fabric, berupa serat yang dianyam seperti kain tenun, sebagaimana bisa dilihat pada Gambar 2. 4
Gambar 2. 4 Serat gelas woven fabric
(http: //www.img.alibaba.com/photo/51265501/wofen_fabric.jpg) e.
Yarn, berupa single serat yang dibentuk menjadi sekumpulan serat berbentuk serat benang, sebagaimana bsa dilihat pada Gambar 2. 5
Gambar 2. 5 Serat gelas yarn
(http: //www.all product.com/manufacture100/bluechen/product1.jpg) f.
Woven roving, berupa benang panjang yang dianyam dan digulung pada silinder, sebagaimana bisa dilihat pada Gambar 2. 6
Laporan Tugas Akhir
II-6
Gambar 2. 6 Serat gelas woven roving
(http: //www.fiberglass.name/upload files/2007516215111402.jpg)
2.2.2
Matriks
Matriks berfungsi untuk mengikat dan menjaga reinforcement agar tetap pada tempatnya (di dalam struktur), membantu distribusi beban, melindungi filamen di dalam struktur, mengendalikan sifat elektrik dan kimia dari komposit, serta membawa regangan interlaminer. Matriks yang paling umum dipakai adalah logam, keramik dan polimer, baik polimer thermoset, maupun polimer thermoplastic. Untuk mendapatkan pelekat yang baik antara fasa matriks dengan fasa penguat (pengisi) pembasahan yang sempurna harus terjadi agar interaksi antara fasa matriks dan fasa penguat menghasilkan kekuatan interlamina yang baik. Peranan fasa matriks pada suatu komposit yaitu : a. Fasa matriks merupakan bahan padat yang mampu memindahkan tegasan yang dikenakan pada fasa penguat (Hull, 1992; Varma & Agarwal, 1991 dan Schwartz, 1992) b. Menjaga fasa penguat dari kerusakkan lingkungan seperti panas, cuaca dan kelembaban (Kennedy & Kelly, 1996) c. Sebagai pengikat antara fasa matriks dan fasa penguat (Kennedy & Kelly, 1996). Pemilihan matriks memiliki beberapa kriteria yaitu : a. Keserasian terhadap bahan pengisi karena akan menentukan interaksi antar muka fasa matriks dengan fasa pengisi b. Sifat akhir komposit yang dihasilkan c. Aplikasi dari komposit yang dihasilkan d. Kemudahan pemprosesan Laporan Tugas Akhir
II-7
e. Biaya yang digunakan untuk menghasilkan komposit.
Polimer lebih banyak digunakan karena memiliki beberapa kelebihan Ismail
yaitu : (2004)
a. Mudak diproses a. Memiliki sifat mekanik dan eletronik yang baik b. Memiliki berat jenis yang rendah
c. Memiliki suhu pemrosesan yang lebih rendah dibandingkan suhu
pemrosesan logam. 2.2.2.1
Polimer
Polimer adalah suatu molekul raksasa (makro molekul) yang terbentuk dari perulangan satuan-satuan sederhana monomernya. Pada awalnya polimer berasal dari polimer alam, dan seiring dengan perkembangan teknologi, dalam hal ini teknologi polimer, memungkinkan pembuatan berbagai macam polimer sintesis, seperti nylon, polykarbonat, propylene, epoxy, dan lain-lain. Dalam pembuatan material komposit, proses polimerisasi yakni proses pembentukan polimer dari monomer-monomernya terjadi selama proses curing. Polimer alam akan mempunyai kelenturan yang berbeda dengan polimer sintetis.
Umumnya
polimer
alam
agak
sukar
untuk
dicetak
sesuai
keinginan,sedangkan polimer sintetis lebih mudah dibuat cetakan untuk menghasilkan bentuk tertentu. Karet akan lebih mudah mengembangdan kehilangan kekenyalannya setelah terlalu lama kena bensin atau minyak. Berdasarkan reaksinya terhadap lingkungan yang mempengaruhi proses dan penggunaannya, polimer dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu polimer thermoset dan polimer thermoplastic. Secara fisik, jika polimer ini telah mengering, polimer thermoset biasanya lebih keras dan kuat daripada thermoplastic dan mempunyai stabilitas dimensional yang baik.
Laporan Tugas Akhir
II-8
a. Thermoset
Polimer thermosetting adalah polimer yang akan menjadi keras secara
permanen selama pembentukannya (dengan aplikasi panas atau kimiawi terjadi
petubahan dari bentuk cair menjadi padatan keras) dan tidak melunak ketika
dipanaskan. Setelah material thermoset terbentuk, maka dia tidak akan berubah oleh
panas atau meleleh (infusible) dan tidak pula oleh zat kimia (insoluble). Polimer thermoset juga disebut dengan polimer network atau jaringan.
Polimer thermoset mempunyai sifat mekanik yang bergantung pada satuan
molekul penyusun jaringan dan pada panjang serta kerapatan rantai silangnya (cross
link). Bentuknya ditentukan oleh zat kimia awal yang dipakai serta kelanjutan dalam kontrol proses rantai silang selama curing. Curing dapat dilakukan dalam temperatur kamar, tetapi biasanya digunakan urutan curing yang melibatkan panas awal, sehingga dicapai rantai silang dan sifat optimum yang diharapkan. Namun, pemanasan yang berlebih yang akan menyebabkan beberapa ikatan crosslink dan polimer itu sendiri mengalami degradasi. Polimer thermoset biasanya lebih keras dan kuat daripada thermoplastic dan mempunyai stabilitas dimensional yang lebih baik. Kebanyakan polimer crosslink termasuk vulcanized rubbers, epoxies, dan phenolics and beberapa resin polyester adalah thermosetting.
Resin Polyester Selain resin epoxy, resin yang sering digunakan sebagai matriks komposit adalah resin polyester. Resin polyester biasanya dipadukan dengan serat fiberglass ataupun carbon. Keunggulan resin polyester antara lain yaitu harganya yang relative murah, dan mudah diproses. Kekurangan resin polyester yaitu mempunyai massa jenis yang besar, modulus elastisitas dan kekuatan tarik yang relative kecil. Data sifat mekanik polyester bisa dilihat pada Tabel 2. 3
Laporan Tugas Akhir
II-9
Tabel 2.3 Sifat mekanik unsaturated polyester resin BQTN 157-EX
Sifat
Metric
Massa Jenis
1.215 g/m3
Modulus Elastisitas
0.03 Gpa
Kekuatan Tarik Ultimate
55 Mpa
Sumber: Justus Kimia Raya, 2001
Resin Epoxy Salah satu resin yang sering digunakan sebagai matriks komposit yaitu epoxy. Resin epoxy biasanya dipadukan dengan serat glass, carbon, boron grafit dan hybrid. Resin epoxy mempunyai banyak keunggulan jika dibandingkan dengan resin polyester, seperti massa jenis yang lebih rendah, modulus elastisitas, dan kekuatan tarik yang lebih tinggi, juga lebih tahan panas. Namun epoxy pun mempunyai kekurangan jika dibandingkan dengan polyester yaitu harganya yang relative mahal. Data sifat mekanik resin Epoxy bisa dilihat pada Tabel 2. 4. Tabel 2.4 Sifat mekanik Epoxy Ebalta AH 110
Sifat
Metric
Massa Jenis
1.13 g/m3
Modulus Elastisitas
2.25 Gpa
Kekuatan Tarik Ultimate
70 Mpa
Sumber: Smith, W.F., Hashemi, J., 2006. b. Thermoplastic Polimer thermoplastic adalah polimer yang mempunyai sifat tidak tahan terhadap panas. Jika polimer jenis ini dipanaskan, maka akan menjadi lunak dan didinginkan akan mengeras. Proses tersebut dapat terjadi berulang kali, sehingga dapat dibentuk ulang dalam berbagai bentuk melalui cetakan yang berbeda untuk mendapatkan produk polimer yang baru. Polimer yang termasuk polimer thermoplastic adalah jenis polimer plastik. Jenis plastik ini tidak memiliki ikatan silang antar rantai polimernya, melainkan dengan struktur molekul linear atau bercabang. Laporan Tugas Akhir
II-10
Polimer thermoplastic memiliki sifat – sifat khusus sebagai berikut. -
Berat molekul kecil Tidak tahan terhadap panas. Jika dipanaskan akan melunak.
-
Jika didinginkan akan mengeras.
-
Mudah untuk diregangkan.
-
-
Titik leleh rendah.
Fleksibel.
-
Dapat dibentuk ulang (daur ulang).
-
Mudah larut dalam pelarut yang sesuai.
-
Memiliki struktur molekul linear/bercabang. 2.2.3
Hardener
Hardener digunakan sebagai katalis atau bahan tambahan agar terjadi reaksi dan proses pengeringan. Penggunaan hardener itu sendiri tergantung dari jenis resin yang dipakai. Pada resin polyester penggunaan hardener yang dianjurkan adalah sekitar 0.5 – 2% dari jumlah resin, supaya tidak mempengaruhi sifat material komposit. Untuk jenis resin epoxy, penggunaan hardener bergantung kepada merk dan jenis epoxy itu sendiri. Komposit dengan matrik polyester biasanya menggunakan methyl ethyl ketone peroxide (MEPOXE), sedangkan untuk komposit dengan matrik epoxy biasanya menggunakan hardener anhidrida asam. 2.3 Gel Coat Gelcoat digunakan dalam pembuatan cetakan maupun pada produk komposit. Penggunaan gel coat dimaksudkan untuk mendapatkan permukaan yang halus dan lebih soft ketimbang permukaan komposit tanpa menggunakan gel coat. Gel coat terbuat dari resin, filler, dan juga hardener. Resin yang digunakan biasanya polyester dengan hardener MEPOXE (methyl ethyl ketone peroxide). Jumlah hardener yang ditambahkan 1- 2 % dari jumlah resin. Penggunaan hardener diluar jumlah tersebut akan mempengaruhi pot life (masa pakai) dan cure time dari Laporan Tugas Akhir
II-11
gel coat. Terlalu sedikit hardener akan mengakibatkan gel coat lama mengering, sedangkan terlalu banyak hardener mengakibatkan gel coat cepat mengering dan
terjadi penyusutan. Sedangkan untuk filler biasanya menggunakan talk atau aerosil.
2.4 Curing
Curing adalah proses antara resin dan hardener ataupun katalis dimana resin akan mengental hingga mencapai keadaan ketika resin tidak lagi cair dan telah kehilangan kemampuannya untuk mengalir (gel point), setelah itu resinpun akan mengeras dan memperoleh kekerasan dan sifat mekanik yang seutuhnya. Reaksi ini
berlangsung secara eksoterm yang juga mempercepat reaksi. Curing dengan temperatur yang tepat akan meningkatkan sifat mekanik dari komposit itu sendiri. Ini terjadi karena dengan melakukan curing yang tepat, terjadi juga penambahan jumlah ikatan cross-link pada komposit sehingga meningkatkan sifat mekaniknya. Curing yang tepat adalah curing hingga material komposit mencapai nilai glass transition temperatur (Tg), namun tidak melebihi Tg tersebut, jika ini terjadi komposit akan mengalami penurunan nilai sifat mekanik karena material penyusun komposit telah rusak. Adapun siklus curing yang biasa dilakukan bisa dilihat pada Gambar 2. 7 berikut
Gambar 2. 7 Contoh siklus curing
(www.google.com) Laporan Tugas Akhir
II-12
Dari Gambar 2.7 bisa dilihat bahwa pada umumnya curing dilakukan dengan 2 (dua) tahap penahanan
temperatur (dwelling time). Penahanan
pertama
dimaksudkan untuk meratakan temperatur pada komposit, baik di permukaan, maupun di bagian dalam komposit. Pada tahap ini temperatur yang digunakan tidak
boleh terlalu ekstrim berbeda dengan temperatur kamar. Biasanya temperatur yang digunakan sekitar 400C – 500C. Penahanan kedua dimaksudkan untuk membuat molekul-molekul komposit berikatan saling-silang (cross linking). Penggunaan
temperatur yang tepat dapat menambah ikatan saling-silang dan akhirnya memperkuat sifat mekanik dari komposit tersebut.
2.5 Kekakuan Pada sepeda, kekakuan merupakan suatu hal yang penting, karena berpengaruh terhadap loss power. Saat kaki mengayuh pedal, maka tidak semua energi dari kayuhan itu ditransferkan ke putaran roda, salah satunya diserap oleh rangka, hal ini bisa diminimalisir dengan memilih frame yang "stiff" alias kaku. Kekakuan adalah ketahanan suatu material terhadap deformasi elastis. Kekakuan mempunyai persamaan (2-1) Dimana :
K = Kekakuan A = Luas penampang E = Modulus elastisitas = Panjang
Dari persamaan (2-1) bisa dilihat bahwa nilai kekakuan suatu material berbanding lurus dengan modulus elastisitas (E) material tersebut. Modulus elastis juga berarti perbandingan tegangan dengan regangan pada daerah elastis. Pada beban yang sama, material dengan pertambahan regangan kecil lebih kaku dibandingkan material dengan pertambahan regangan besar.
Laporan Tugas Akhir
II-13
2.6 Pengujian Tarik
Untuk mengetahui sifat-sifat suatu bahan, tentu kita harus mengadakan
pengujian terhadap bahan tersebut. Ada empat jenis uji coba yang biasa dilakukan,
yaitu uji tarik (tensile test), uji tekan (compression test), uji torsi (torsion test), dan
uji geser (shear test). Dari beberapa pengujian diatas uji tarik mungkin adalah cara
pengujian bahan yang paling mendasar. Pengujian ini sangat sederhana, tidak mahal dan sudah mengalami standarisasi di seluruh dunia, misalnya di Amerika dengan ASTM E8 dan Jepang dengan JIS 2241. Bila kita terus menarik suatu bahan sampai
putus, kita akan mendapatkan profil tarikan yang lengkap yang berupa kurva seperti digambarkan pada Gambar 2.8
Gambar 2. 8 Contoh grafik hasil uji tarik
(www.google.com) Kurva ini menunjukkan hubungan antara gaya tarikan dengan perubahan panjang. Profil ini sangat diperlukan dalam desain yang memakai bahan tersebut. Pada uji tarik biasanya yang menjadi focus perhatian adalah data kemampuan maksumim bahan yang diuji dalam menahan beban. Kemampuan ini “Ultimate Tensile Strength” disingkat dengan UTS, dalam bahasa Indonesia disebut tegangan tarik maksimum. Dari sinilah kita bisa memperoleh informasi mengenai tensile strength, regangan, dan modulus elastisitas. Selain itu, kita bisa Laporan Tugas Akhir
II-14
mendapatkan data berupa grafik tegangan-regangan. Data-data inilah yang kemudian menjadi acuan penentuan besaran kekuatan material komposit.
2.6.1 Data sifat mekanik
2.6.1.1 Tegangan (stress) Omega (1988) dalam Technical reference: vol 3 “Forced-Related Measurements”, menyatakan bahwa:
“Tegangan didefinisikan sebagai internal resisting force (gaya tahan internal) dalam obyek. Untuk distribusi gaya yang diberikan (F) dengan luasan obyek tersebut suatu
(A). (τ) =
(2-2)
Dimana: τ = Tegangan (N) F = Gaya yang bekerja (N) A = Luas penampang spesimen (m2) [Omega: Technical Reference Series Vol 3 “Force-Related Measurements” 1998:15] 2.6.1.2 Regangan (Strain) Omega (1988) dalam Technical reference: vol 3 “Force-Related Measurements”, menyatakan juga bahwa: “Regangan didefinisikan sebagai jumlah deformasi panjang dibagi dengan panjang mula-mula ketika diberi beban” Regangan: (ε) =
(2-3)
Dimana: ∆L = Pertambahan panjang (m) L0 = Panjang mula-mula (m) [Omega: Tchnical Reference Series Vol 3 “Force-Related Measurements” 1998:17] Laporan Tugas Akhir
II-15
2.6.1.3 Modulus elastisitas Modulus elastisitas bahan komposit merupakan fungsi dari modulus elastisitas serat
dan matriks. Untuk menentukan modulus elastisitas tersebut, beberapa asumsi dasar
digunakan, yaitu
1. Regangan yang terjadi pada serat sama dengan yang terjadi pada matriks. Artinya tidak ada selip antara serat dan matriks.
2. Tidak ada regangan geser antara serat dan matriks.
William F Smith (1990) dalam “principle of material science and engineering”
menyatakan bahwa: “Modulus elastisitas berhubungan dengan kekuatan ikatan antara atom-atom di dalam suatu material”
Modulus elastisitas (E) = Dimana :
(2-4)
τ = Tegangan [N/m2] ε = Regangan
[Smith, William. F., “principle of material science and engineering”, second Edition, McGraw-Hill Publishing, New York 1990] 2.6.2 Kondisi isostrain Hukum pencampuran (rule of mixture), menyatakan bahwa modulus elastisitas bahan komposit sama dengan jumlah perkalian antara fraksi volume dengan modulus elastisitas unsur-unsur pembentuknya
Ec = Ef ʋf + Em ʋm Dimana :
Ec = Modulus Elastisitas Komposit Ef = Modulus Elastisitas Fiber Em = Modulus Elastisitas matriks
Laporan Tugas Akhir
(2-5)
II-16
ʋf
= Fraksi volume fiber
ʋm
= Fraksi volume matriks
[Hadi, B. Kismono: Mekanika Struktur Komposit, Catatan kuliah, ITB, Bandung,
2000; 169] Fraksi volume untuk matriks dan fiber, masing-masing dapat dihitung dengan
ʋf
=
(2-6)
ʋm =
(2-7)
Dimana: Vf Vc
= Volume fiber = Volume komposit
Vm = Volume matriks [Hadi, B. Kismono: Mekanika Stuktur Komposit, Catatan kuliah, ITB, Bandung, 2000; 169] Volume kompositnya dapat dihitung dengan persamaan : V=
(2-8)
Vf =
(2-9)
Vm =
(2-10)
Vc = Vf + Vm
(2-11)
Dimana: Mf = massa fiber
ρf = massa jenis fiber Mm = massa matriks
ρm = massa jenis matriks [Hadi, B. Kismono: Mekanika Struktur Komposit, catatan kuliah, ITB, Bandung, 2000; 169} Laporan Tugas Akhir