Laporan Tugas Akhir
BAB II LANDASAN TEORI
2.1
Konstanta Surya
Konstanta surya (G) adalah konstanta yang digunakan sebagai dasar acuan
untuk mengetahui besarnya intensitas radiasi surya sebelum mengalami penurunan karena berbagai macam hambatan dalam perjalanannya menuju permukaan bumi.
Hambatan yang timbul itu adalah seperti ketika radiasi surya melewati lapisan-lapisan
atmosfir, itu yang mempengaruhi posisi matahari, letaknya pada permukaan bumi, dan
kondisi-kondisi lainnya. Lapisan luar dari matahari memancarkan suatu spectrum radiasi yang kontinyu. Matahari dapat dianggap sebagai sebuah benda hitam atau sebuah radiator sempurna pada 5762 K. Tabel 2.1 Satuan lain untuk Konstanta Surya
Konstanta Surya (G) 1353 W/m2 429 Btu/(hr.ft2) 116.4 Langley/hr 4.871 MJ/m2.hr (sumber: Wiranto Arismunandar, 1985 hal: 17) Dari tabel di atas memuat konstanta surya dalam satuan lain. Satuan langley sama dengan 1 kalori/cm2, adalah satuan yang umumnya dapat dijumpai dalam literatur mengenai radiasi surya, dimana 1 kalori = 4,187 Joule, maka 1 langley = 1 kalori/cm2 = 0,04187 MJ/m2.
2.1.1
Radiasi Matahari Radiasi matahari merupakan sumber energi utama untuk proses-proses fisika
atmosfer yang menentukan kedaan cuaca dan iklim di atmosfer bumi. Permukaan matahari bertemperatur 6000 K, dengan jarak dari bumi 150 juta km. Radiasi yang sampai di puncak atmosfer 1.360 W/m2, yang sampai ke permukaan bumi setengah dari yang diterima di puncak atmosfer. Rata-rata 30% radiasi yang sampai di permukaan bumi dipantulkan kembali ke angkasa luar. Kemudian tidak semua radiasi
Teknik Konversi Energi Politeknik Negeri Bandung
6
Laporan Tugas Akhir
matahari sampai ke permukaan bumi, karena sebagian ada yang dipantulkan lagi oleh awan ke angkasa dan sebagian lagi diserap oleh atmosfer bumi.
Sebagian radiasi matahari diserap oleh permukaan bumi (di darat dan di laut) yang kemudian membuat permukaan bumi menjadi hangat
Radiasi yang dipancarkan permukaan matahari (Es) adalah sama dengan hasil
perkalian konstanta Stefan-Boltzmann (𝜍), pangkat empat temperatur permukaan
absolute (Ts4), dan luas permukaan (π.ds2). Persamaannya adalah sebagai berikut:
𝐸𝑠 = 𝜍. 𝜋. 𝑑𝑠 2 . Ts 4
[W]………............…………………...……………(2.1)
Dimana:
σ
= konstanta Stefan-Boltzmann = 5,67 x 10-8 [W/m2.K4]
Ts
= temperatur permukaan matahari [K]
ds
= diameter matahari = 1,39 x 109 [m]
Radiasi flux pada unit area dari permukaan itu berbentuk bola, dan dalam hal ini konstanta matahari dapat dicapai dari persamaan sebagai berikut:
𝐺=
𝜍 .𝜋.𝑑 𝑠 2 .T s 4 4𝑅 2
[W/m2]……………………………………………..(2.2)
Dimana: Ts
= temperatur permukaan matahari [K] = 5762 K
R
= jarak rata-rata antara matahari dan bumi [m] = 1,5 x 1011
(sumber: Ted J. Jansen, 1985 hal: 14)
2.1.2
Jenis-jenis Radiasi Jenis-jenis radiasi matahari yang nantinya akan mengenai suatu kolektor di
permukaan bumi dibedakan menjadi: 1) Radiasi langsung (beam) Radiasi langsung adalah radiasi surya yang diterima dari matahari tanpa disebarkan oleh atmosfer. Intensitas radiasi langsung atau sorotan per-jam pada sudut masuk normal IbN adalah:
Teknik Konversi Energi Politeknik Negeri Bandung
7
Laporan Tugas Akhir
𝐼𝑏𝑁 =
Ib
cos ∅𝑧
..............................................................................................(2.3)
Dimana: IbN
𝐼𝑏
= radiasi langsung pada sudut masuk normal = radiasi sorotan pada suatu permukaan horizontal
cos ∅𝑧 = sudut zenith
(sumber: Wiranto Arismunandar, 1985 hal: 31) 2) Radiasi hambur (diffuse)
Radiasi hambur adalah radiasi surya yang diterima dari matahari sesudah
arahnya berubah setelah terpencar oleh atmosfer. Radiasi hambursebaran atau disebut
juga radiasi langit (sky radiation) adalah radiasi yang dipancarkan ke permukaan
penerima oleh atmosfer, karena itu berasal dari seluruh permukaan hemister. Apabila dimisalkan, seperti yang sering terjadi, bahwa radiasi sebaran pada permukaan miring dinyatakan dengan:
𝐼𝑑𝑇 = 𝐼𝑑 (
1.0+cos 𝛽 2
).................................................................................(2.4)
Dimana: IdT
= radiasi sebaran pada bidang miring
Id
= radiasi sorotan terukur pada suatu permukaan horizontal
cos 𝛽 = reflaktansi dianggap 0.21 – 0.25 untuk permukaan tanpa salju dan 0.7 untuk lapisan salju yang baru turun (sumber: Wiranto Arismunandar, 1985 hal: 30) 3) Radiasi pantulan tanah (ground reflected) Radiasi pantulan tanah adalah radiasi yang berasal dari matahri yang diserap oleh tanah dan dipantulkan kembali ke atmosfer. Persamaannya adalah:
𝐼𝑟𝑇 = 𝐼𝑏𝑇 + 𝐼𝑇 .......................................................................................(2.5) Dimana: IrT
= radiasi komponen pantulan
IbT
= radiasi komponen sorotan
IT
= radiasi total pada permukaan bidang miring
(sumber: Wiranto Arismunandar, 1985 hal: 30)
Teknik Konversi Energi Politeknik Negeri Bandung
8
Laporan Tugas Akhir
4) Radiasi total Radiasi total adalah penjumlahan dari radiasi beam, diffuse dan pantulan tanah.
𝐼𝑇 = 𝐼𝑏𝑇 + 𝐼𝑟𝑇 + 𝐼𝑑𝑇 .............................................................................(2.6) Dimana: IT
= radiasi total pada permukaan bidang miring
IbT
= radiasi komponen sorotan
IrT
= radiasi komponen pantulan
IdT
= radiasi sebaran pada bidang miring
(sumber: Wiranto Arismunandar, 1985 hal: 30)
2.2.
Hukum Pemantulan Cahaya Snellius Ada dua hukum pemantulan cahaya yang dikemukakan oleh Snellius, yaitu: 1.
Sinar datang, garis normal, dan sinar pantul terletak pada satu bidang dan berpotongan di satu titik pada bidang itu.
2.
Sudut antara sinar pantul dan garis normal (sudut pantul/ r) sama dengan sudut antara sinar datang dan garis normal (sudut datang/ i = r). Garis normal adalah garis yang tegak lurus bidang datar.
Gambar 2.1 Sudut datang dan sudut pantul pada bidang datar
(Sumber: http://matematika-ipa.com/pemantulan-cahaya)
2.2.1. Hukum Pembiasan Cahaya Snellius Pembiasan cahaya (refraksi) adalah pembelokan arah rambat cahaya ketika memasuki medium lain yang berbeda kerapatan optiknya. Ada dua hukum pembiasan cahaya yang dikemukakan oleh Snellius, yaitu:
1. Sinar datang, garis normal, dan sinar bias terletak pada satu bidang dan berpotongan di satu titik.
Teknik Konversi Energi Politeknik Negeri Bandung
9
Laporan Tugas Akhir
2. Sinar datang dari medium kurang rapat ke medium lebih rapat dibiaskan mendekati garis normal. Sebaliknya, sinar datang dari medium lebih rapat ke medium kurang rapat dibiaskan menjauhi garis normal.
Berdasarkan teori muka gelombang, rambatan cahaya dapat digambarkan
sebagai muka gelombang yang tegak lurus arah rambatan dan muka gelombang itu membelok saat menembus bidang batas medium 1 dan medium 2 seperti dipelihatkan
gambar di bawah ini:
Gambar 2.2 Muka gelombang pada peristiwa pembiasan
(Sumber: http://edikurniawan-freetutorial.blogspot.com)
2.2.2. Jenis-jenis Pemantulan Cahaya Cahaya yang datang pada suatu permukaan akan dipantulkan tergantung dari sifat permukaannya, atau dikenal dengan pemantulan teratur dan pemantulan baur (difus). Sifat-sifat pemantulan teratur: -
Sinar sejajar dipantulkan sejajar juga,
-
Banyak sinar pantul yang mengenai mata pengamat sehingga benda tampak bersinar terang,
-
Terjadi pada objek/benda,
-
Benda yang permukaannya halus (rata) seperti kaca, baja, dan alumunium.
Gambar 2.3 pemantulan teratur
Teknik Konversi Energi Politeknik Negeri Bandung
10
Laporan Tugas Akhir
Sifat-sifat pemantulan baur (difus):
-
Berkas sinar-sinar sejajar dipantulkan ke segala arah,
-
Hanya sedikit sinar pantul yang mengenai mata pengamat sehingga benda tampak suram, dan
-
Terjadi pada benda yang mempunyai permukaan kasar (tidak rata).
2.3
Gambar 2.4 pemantulan baur (difus)
(sumber: Dahnil Zainuddin, 1999 vol. 1 hal: 23)
Konduktivitas Termal Konduktivitas termal adalah sifat fisik dari suatu bahan atau material. Satuan yang digunakan untuk konduktivitas termal adalah W/m. oC. Nilai konduktivitas fluida bervariasi, nilai maksimal adalah logam dan paling rendah adalah serbuk yang telah dipress. Zat padat dengan konduktivitas rendah digunakan untuk bahan isolator yaitu untuk membuat aliran kalor minimum. Nilai konduktivitas beberapa bahan untuk memperlihatkan urutan besaran yang digunakan saat perhitungan diantaranya: Tabel 2.2 Nilai Konduktivitas Termal Beberapa Bahan Material
Bahan
Konduktivitas Termal (k) W/m.oC
Btu/h .ft .oF
Perak (murni)
410
237
Tembaga (murni)
385
223
Aluminium (murni)
211
117
Nikel (murni)
93
54
Besi (murni)
73
42
Baja karbon, 1% C
43
25
Magnesit
4,15
2,4
Kaca
0,78
0,45
Serbuk gergaji
0,059
0,034
Logam
Bukan Logam
Teknik Konversi Energi Politeknik Negeri Bandung
11
Laporan Tugas Akhir
Glasswool
Zat Cair
0,038
0,022
Air-raksa
8,21
4,74
Air
0,556
0,327
Amonia
0,540
0,312
Freon 12, CCL2F2
0,07153
0,042
Gas
Hidrogen
0,175
0,101
Udara
0,024
0,0139
Uap air (jenuh)
0,0206
0,0119
Karbon dioksida
0,0146
0,00844
(Sumber: J.P Holman, 1994 hal: 7) 2.4
Radiasi Benda Hitam Benda-benda nyata bukan merupakan benda hitam meradiasikan energi lebih sedikit dibandingkan dengan benda hitam. Untuk memperhitungkan hal tersebut harus didefenisikan emissivitas (ε) dalam daya radiasi benda nyata dan benda hitam yang dihitung pada temperatur yang sama. Perbandingan daya radiasi total benda (W) terhadap daya radiasi total benda hitam (Wb) didefinisikan sebagai daya emissivitas. Disebut benda hitam karena bahan yang mematuhi hukum ini tampak hitam. Benda hitam juga dapat dikatakan sebagai banda yang menyerap seluruh radiasi yang menimpanya. Beberapa hukum-hukum radiasi benda hitam diantaranya adalah: 1. Hukum Stefan Boltzman Fluks radiasi panas dari sebuah permukaan benda hitam disebut daya radiasi (W),
dikemukakan
oleh
Stefan
Boltzman.
Pertimbangan
termodinamika
memperlihatkan bahwa W sebanding dengan pangkat empat dari Temperatur mutlak (absolut). Jadi, total radiasi yang diradiasikan oleh benda hitam yaitu sebagai berikut: W = ε. σ. T4……………………………......................................................(2.7) Dimana: W
= Total energi radiasi (W/m2)
ε
= Emissivitas benda
σ
= Tetapan Stefan Bolzman 5,669 x 10-8 W/ m2 K4 atau = 0,1714 x 10-8 Btu/jam ft2 R4
T
= Temperatur absolut (K)
(sumber: Sri Wuryanti, 1995 hal: 89)
Teknik Konversi Energi Politeknik Negeri Bandung
12
Laporan Tugas Akhir
Nilai emissivitas pada benda berbeda-beda nilainya, di bawah ini beberapa
nilai emissivitas benda sebagian dari keseluruhan yang ada pada sumber tertulisnya. Tabel 2.3 Emissivitas Total Normal Berbagai Permukaan
No Permukaan Logam 1 Aluminium Pelat mengkilap 98,3% murni Pelat lembaran Pelat teroksidasi 2 Kuningan Pelat pudar Krom 3 Pelat Tembaga dipanaskan 4 Baja lunak 5 Perak murni 6 Seng Bahan-tahan api, bahan bangunan, cat dan logam 1 Bata merah 2 Karbon pelat kasar 3 Aluminium cat hitam 4 Karet 5 Air (Sumber: J.P Holman, 1994 hal: 594-595) 2. Hukum Planck
Emissivitas (ε)
0,039 – 0,057 0,09 0,2 – 0,31 0,22 0,08 – 0,36 0,78 0,2 – 0,32 0,02 – 0,032 0,23 0,93 0,77 0,52 0,94 9,95 – 0,963
Jika didistribusikan dalam spektrum benda hitam, daya emissitivitas monokromatik benda hitam ditetapkan pada hukum Planck. Energi monokromatik yang dipancarkan oleh permukaan yang melakukan radiasi tergantung pada temperatur permukaan selain panjang gelombang radiasi. 3. Hukum Wien Pada Temperatur tertentu, daya radiasi monokromatik mempunyai harga maksimum, untuk gelombang (λ maks). Besarnya λ maks berbanding terbalik dengan temperatur absolut.
2.5
Sistem Pemanas Air Surya Pemanas air surya atau solar water heater adalah alat yang memanfaatkan tenaga matahari sebagai sumber pemanas untuk memanaskan air. Pemanas air surya ini pada umumnya terdapat dua sistem, yaitu sistem pemanas air surya aktif dan sistem pemanas air surya pasif.
Teknik Konversi Energi Politeknik Negeri Bandung
13
Laporan Tugas Akhir
2.5.1 Sistem Pemanas Air Surya Aktif Sistem pemanas air surya aktif merupakan sistem yang menggunakan bantuan
pompa untuk mensirkulasikan air ke dalam kolektor, dimana sistem pemanas air surya aktif ini terdiri dari kolektor, pompa sekunder, tangki penyimpan (storage), heater, dan pipa-pipa air.
Gambar 2.5 skema sistem solar water heater aktif
(sumber: Matilda, Yohannes, Ferdinan, fisika teknik 2003) Cara kerja dari sistem solar water heater tersebut yakni air dipompa dari sumur ke tangki penyimpan hingga penuh, kemudian saat matahari bersinar, pompa yang berada pada saluran pipa tangki dihidupkan untuk menggerakkan fluida kerja (air). Fluida kerja yang bersirkulasi dalam pipa di kolektor tersebut akan mentransfer kalor dari kolektor ke tangki penyimpan air. Kemudian air dari tangki
penyimpan
disalurkan melalui pipa tembaga berisolasi ke keran keluaran.
2.5.2 Sistem Pemanas Air Surya Pasif Sistem pemanas air surya pasif adalah sistem yang menggunakan prinsip thermosiphon, sehingga tidak memerlukan pompa untuk mensirkulasikan air. Sirkulasi air yang terjadi di dalam pemanas air thermosiphon berlangsung secara alami, sirkulasi alami disebabkan karena perbedaan massa jenis air antara air
yang keluar dari
kolektor (panas) dengan air yang masuk kolektor (dingin).
Teknik Konversi Energi Politeknik Negeri Bandung
14
Laporan Tugas Akhir
Gambar 2.6 Pemanas Air Termosiphon
(Sumber: http://www.solarent.tv/thermosiphon-swh.html)
2.6
Komponen-Komponen Kolektor surya Peralatan utama dan beberapa komponen pada sistem kolektor surya (pemanas air) meliputi beberapa hal sebagai berikut: 2.6.1
Box Kolektor Surya Box kolektor surya dengan luas permukaan total 0,6 m2 dirangkai seperti
gambar design yang telah ditentukan. Box kolektor surya bekerja dengan menampung sinar radiasi surya pada permukaan penyerap panas dengan menggunakan pelat penyerap. Luas permukaan pelat penyerap (absorber) sama dengan luas permukaan yang terkena sinar matahari. 2.6.2
Pelat Penyerap (absorber) Pelat penyerap pada pengumpul kolektor berfungsi menyerap energi radiasi
matahari kemudian mengubahnya menjadi energi panas. Energi ini dipindahkan secara konduksi dan konveksi ke air yang mengalir di dalam pipa. Pelat penyerap merupakan bagian terpenting dari pemanas tenaga surya. Alat ini sebagai media perpindahan panas yang berlangsung secara konduksi, konveksi, dan radiasi. Pelat penyerap terdiri dari pipa-pipa pelat tembaga yang dihubungkan oleh pelat absorber yang dicat hitam. Cat hitam ini berfungsi untuk meningkatkan penyerapan radiasi matahari oleh pelat penyerap. Selain dicat hitam, umumnya pelat kolektor terbuat dari bahan dengan konduktivitas panas tinggi. Karena temperatur pelat lebih tinggi dari temperatur udara sekitar, maka ada perpindahan panas yang tidak diinginkan dari pelat ke udara sekitar.
Teknik Konversi Energi Politeknik Negeri Bandung
15
Laporan Tugas Akhir
Hal ini membuat fluida yang dialirkan dalam kolektor surya keluar pada temperatur lebih rendah. Panas yang dari pelat ke permukaan sebelah dalam kaca penutup yaitu
dalam bentuk konveksi bebas dan radiasi. Sedang dari permukaan luar kaca penutup panas hilang secara konveksi ke udara sekitar.
Semakin luas permukaan pelat penyerap, semakin banyak energi radiasi yang
oleh pelat, maka kehilangan panas secara konveksi dan radiasi semakin besar diserap
juga. Kehilangan panas ini dapat dikurangi dengan memasang kaca penutup yang transparan terhadap radiasi matahari tetapi tidak transparan terhadap radiasi panas. Dengan demikian panas akibat radiasi panas kolektor ke sekeliling dapat dikurangi.
2.6.3 Kaca Penutup Transparan Energi surya yang diterima kolektor surya sebagian diserap oleh kaca penutup,
sebagian dipantulkan kembali ke udara dan sebagian lagi diteruskan ke pelat kolektor. Dengan demikian, energi surya dikonversi menjadi panas. Dengan menyerap panas, teperatur kaca penutup naik, begitu juga temperatur pelat kolektor. Namun, temperatur pelat kolektor lebih tinggi daripada kaca penutup karena energi surya yang diserap pelat lebih banyak daripada yang diserap kaca penutup. Menurut John A. Duffie dan William A. Beckman, panas yang diserap kolektor dipengaruhi oleh kaca penutup. Jenis kaca penutup yang digunakan menentukan banyaknya energi matahari yang diserap kaca, yang ditransmisikan ke udara diantara kaca pelat dan yang direfleksikan kembali ke atmosfir. 2.6.4
Pipa Tembaga Berkelok Kolektor Surya yang memiliki pipa fluida seri berkelok ini memiliki satu aliran
fluida pada pipa panjang yang dibentuk fleksibel. Pada bentuk ini tidak ada permasalahan dalam perbedaan laju aliran fluida, karena hanya ada satu jalur fluida yang dikenal dengan sebutan ‘seri’. Sebagai perbandingan, biasanya masalah utama pada kolektor yang memiliki tipe pipa paralel adalah adanya pembatasan pada laju aliran fluidanya (hambatan atau rugi-rugi), maka pembatasan laju aliran akan semakin besar dan akan memberikan beban yang tidak perlu pada pompa sirkulasi. Dengan membuat kolektor dengan tipe pipa berkelok akan menghilangkan masalah tersebut. Pada proses pembuatannya, yang perlu diperhatikan adalah saat menekuk (bending) bagian pipa agar jangan sampai material menjadi rusak.
Teknik Konversi Energi Politeknik Negeri Bandung
16
Laporan Tugas Akhir
Gambar 2.7 Bentuk pipa fluida berkelok
2.7
Menentukan Karakteristik dan Parameter Kolektor
Untuk mendapatkan karakteristik dari kolektor dan menghitung efisiensi
kolektor dapat menggunakan persamaan-persamaan sebagai berikut: 2.7.1
Efisiensi Kolektor Efisiensi dari kolektor dapat didefinisikan sebagai perbandingan antara energi
panas yang diserap oleh air dari kolektor dengan energi panas yang diterima kolektor. 2.7.1.1 Energi Berguna yang Diberikan Kolektor ke Air Energi panas yang diserap oleh air dari kolektor dapat diketahui dari persamaan di bawah ini: qout
= m x Cp x T ............................................................................... (2.8)
Dimana: qout
= panas yang diserap oleh air (J/s) atau (W)
m
= laju aliran massa air (kg/s)
Cp
= panas spesifik air (J/kg.K), dicari dari tabel
T
= selisih Tair keluar dan Tair masuk (K) Laju alir massa dapat dapat dicari dengan menggunakan persamaan
berikut: m
= Q x ρ ............................................................................................ (2.9)
Dimana: Q 𝜌
Teknik Konversi Energi Politeknik Negeri Bandung
= debit aliran air (m3/s) = massa jenis air (kg/m3)
17
Laporan Tugas Akhir
2.7.1.2 Energi Panas yang Diterima Kolektor Energi panas yang diterima kolektor adalah sebagai berikut:
qin
= Ak x Ig ....................................................................................... (2.10)
Dimana: qin
= panas yang diterima kolektor (J/s) atau (W)
Ak
= luas penampang kolektor (m2)
I
= pancaran radiasi matahari (Watt/m2)
(Sumber: J.P Holman, 1994 hal: 495-496)
2.8
Persamaan-Persamaan untuk Perhitungan Keenergian secara Teoritis
Efisiensi Sirip tanh [
F
=
𝑈𝑙 𝑘 .𝛿
𝑈𝑙 𝑘.𝛿
[
.(
.(
𝑠−𝑑 )] 2
𝑠−𝑑 )] 2
Keterangan: s
= jarak antar pipa
d
= diameter pipa
k
= konduktivitas termal pelat alumunium
𝝳
= tebal pelat
UL
= kerugian kalor total
UL
= Ut + Ub Dimana: Ut = koefisien kerugian atas Ub = koefisien kerugian bawah
Skema tahanan perpindahan panas melalui bagian atas pelat adalah sebagai berikut: 1/ho
R (kaca)
Tc2
Tudara sekitar
1/hro
1/hi Tc1
Tpelat
Teknik Konversi Energi Politeknik Negeri Bandung
1/hri
18
Laporan Tugas Akhir
1 𝑈𝑡
=
1 ℎ𝑖+ℎ𝑟𝑖
Dimana :
1
+ R (kaca) + ℎ𝑜+ℎ𝑟𝑜 hi
= koefisien konveksi (alam) dalam
hri
= koefisien radiasi (ekivalen) dalam
R (kaca)
= harga R dari kaca, 𝑘
ho
= koefisien konveksi luar
hro
= koefisien radiasi (ekivalen) luar
𝑡
fungsi ф1, ф2, ф3 adalah fungsi untuk mencari nilai hi, misal saja:
ф1
137
=
1
(𝑇𝑚 +200)3 𝑥 𝑇𝑚 1/2
ф1
=
Tm
=
Ф2
=
Ф3
=
137 1
(314,15+200)3 𝑥 314,15 1/2 (𝑇𝑝 +𝑇𝑐) =
2 𝑇𝑝 −𝑇𝑐
314,15 K
320,8−307,5 =
50
= 0,965
50
1428.(𝑇𝑚 +200)2/3 𝑇𝑚 2
=
= 0,266
1428.(314,15+200)2/3 314,15 2
= 0,929
Koefisien konveksi alam hi, dalam celah udara sebagai fungsi dari jarak celah ‘z’ dengan sudut miring β sebagai parameter. Karena itu z. Ф2 .Ф3 Dari grafik di buku Ted Jansen didapatkan hi = hi’. Ф1. Ф2 Koefisien radiasi dalam (ekivalen): hri
=
𝜍 .(𝑇𝑝 4 −𝑇𝑐 4 ) 1 1 + −1 𝜀𝑝 𝜀𝑐
𝑡
Harga R (kaca)
Koefisien konveksi luar kolektor (ho): ho
=
.(𝑇𝑝−𝑇𝑐)
𝑘
= 5,7 + (3,8 x Va) = 5,7 + (3,8 x Va)
Koefisien radiasi luar (ekivalen) hro: 𝜀𝑐 .𝜍.(𝑇𝑐 4 −𝑇𝑙𝑎𝑛𝑔𝑖𝑡 4 )
hro
=
Dengan :
Tlangit
Teknik Konversi Energi Politeknik Negeri Bandung
(𝑇𝑐−𝑇𝑙𝑎𝑛𝑔𝑖𝑡 )
= 0,0552 (𝑇𝑎3/2 )
19
Laporan Tugas Akhir
Maka tahanan total Perpindahan panas adalah: 1
= 𝑈𝑡
1 ℎ𝑖+ℎ𝑟𝑖
+ 𝑅 𝑘𝑎𝑐𝑎 +
1 ℎ𝑜+ℎ𝑟𝑜
Koefisien kerugian bawah (Ub) =
𝑘 𝐿
Didapatkan Kerugian kalor total (UL)
Tahanan Sirip (Rs): 1
Rs =
= Ut + Ub
𝑈𝑙 . 𝐹 . 𝑠−𝑑 + 𝑑
Viskositas dinamik (μ) pada Trata-rata air, dan laju alir massa pipa per jam (ṁ) didapatkan dari tabel A-9 perpindahan panas pada air.
Bilangan Reynold (Re): 4.ṁ
Re =
Bilangan Prandl (pr): 𝐶𝑝 .𝜇
Pr =
ᴫ .𝑑𝑖 .𝜇
𝑘
Pada grafik (Re. Pr.
𝑑𝑖 𝐿
) di buku Ted Jansen Bab I hal.3, bisa didapat bilangan
Nusselt.
Bilangan Nusselt rata-rata (h): h = Nu .
𝑘 𝑑𝑖
Tahanan thermal fluida ke dinding (Rtf) adalah: Rt =
1 ℎ .ᴫ .𝑑𝑖
Tahanan thermal total (Rt): Rt = Rs + Rtf
Dari rangkaian perhitungan di atas, didapatkan faktor efisiensinya (F’): F’ =
𝑥 𝑠
𝑈𝑙
1 𝑈𝑙 . 𝑠−𝑑 .𝐹+𝑑
+
1 ℎ .ᴫ .𝑑𝑖
Faktor kehilangan panas: 𝐹𝑟 𝐹′
1
1
𝐺 .𝐶𝑝
𝑈𝑙 .𝐹
= 𝑈𝑙 .𝐹′ 𝑥 1 − 𝑒𝑥𝑝 − (𝐺 .𝐶𝑝 )
Efisiensi Kolektor Surya Teoritis (ɳ): ɳ = Fr . (τ.α) – Fr . UL .
𝑇𝑖𝑛 −𝑇𝑎 𝐼
(sumber: Ted J. Jansen, 1985 Bab. III)
Teknik Konversi Energi Politeknik Negeri Bandung
20