BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Proses Penyaluran Tenaga Listrik Ke Pelanggan Didalam dunia kelistrikan sering timbul persoalan teknis, dimana tenaga listrik dibangkitkan pada tempat-tempat tertentu, sedangkan pemakai tenaga listrik atau Pelanggan tenaga listrik tersebar diberbagai tempat yang letaknya jauh dari pembangkit tenaga listrik, maka penyampaian tenaga listrik dari tempat dibangkitkan sampai ke tempat Pelanggan memerlukan berbagai penanganan teknis. Berikut ini merupakan gambaran proses penyaluran tenaga listrik ke Pelanggan ditunjukkan pada Gambar 2.1. Unit Transmisi
Gardu Induk distribusi
Unit Distribusi
Trf Transformator
PMT
PMT Pemutus Tenaga
G Generator
Konsumen Besar
Distribusi Distribusi sekunder Primer
Unit Pembangkitan
Konsumen Umum
Gambar 2.1. Proses penyaluran tenaga listrik ke Pelanggan Tenaga listrik dibangkitkan oleh pembangkit listrik kemudian dinaikkan tegangannya oleh Transformator penaik tegangan (step up transformer) yang ada di pembangkit listrik dan disalurkan melalui saluran transmisi tegangan ekstra tinggi 500 kV dan saluran transmisi tegangan tinggi 150 kV. Setelah disalurkan melalui saluran transmisi maka sampailah tenaga listrik di Gardu Induk (GI) untuk diturunkan tegangannya melalui Transformator penurun tegangan (step down) menjadi tegangan menengah
5
(20 kV) atau sering disebut jaringan distribusi. Kemudian tenaga listrik tersebut diturunkan kembali tegangannya dalam Gardu distribusi melalui Transformator distribusi penurun tegangan
menjadi tegangan rendah
400/231 Volt untuk dibagi-bagi oleh papan hubung bagi tegangan rendah (PHB-TR) yang selanjutnya disalurkan melalui jaringan tegangan rendah (JTR) dan sambungan Rumah (SR) sampai dengan alat pengukur dan pembatas (APP) Pelanggan sebesar 380/220V yang sekaligus merupakan titik akhir kepemilikan PT PLN (Persero). 2.2 Transformator 2.2.1 Umum Transformator (Trafo) pada umumnya banyak di pergunakan untuk sistem tenaga listrik maupun untuk rangkaian elektronik.
Dalam
sistem
tenaga listrik, Trafo di pergunakan untuk memindahkan energi dari satu rangkaian listrik ke rangkaian listrik berikutnya tanpa merubah frekwensi. Biasanya dapat menaikkan atau menurunkan tegangan maupun arus, sehingga memungkinkan transmisi ekstra tinggi. Pemakaian pada sistem tenaga dapat di bagi menjadi tiga yaitu : a. Trafo penaik tegangan (step up) : dapat di sebut Trafo daya, untuk menaikkan tegangan pembangkitan manjadi tegangan transmisi. b. Trafo penurun tegangan (step down) : dapat di sebut Trafo distribusi, untuk menurunkan tegangan transmisi menjadi tegangan distribusi. c. Trafo instrument : yang terdiri dari Trafo tegangan dan Trafo arus, dipakai menurunkan tegangan dan arus guna system pengukuran dan proteksi.
6
Trafo pada sistem tenaga untuk kapasitas besar dapat dihubungkan tiga fase dan untuk kapasitas kecil dapat dihubungkan satu fase. Sedangkan dalam rangkaian elektronik, Trafo di pergunakan sebagai gandengan impedans antara sumber dan beban, memisahkan satu rangkaian dari rangkaian yang lain dapat menghambat arus searah sambil melakukan arus bolak-balik, dengan daya yang cukup kecil. 2.2.2 Prinsip Kerja Transformator Prinsip kerja Trafo adalah berdasarkan induksi elektro magnetik. Untuk memahami prinsip kerja tersebut perhatikan gambar dibawah ini (Gambar 2.2)
Gambar 2.2 Prinsip Kerja Transformator Sisi belitan X1 dan X2 adalah sisi tegangan rendah dan sisi belitan H1 dan H2 adalah sisi tegangan tinggi. Bila salah satu sisi, baik sisi tegangan tinggi (TT) maupun sisi tegangan rendah (TR) dihubungkan dengan sumber tegangan bolak-balik maka sisi tersebut di sebut dengan sisi primer, sedangkan sisi lain yang dihubungkan dengan beban disebut sisi sekunder. Sisi belitan X1 dan X2 di hubungkan dengan sumber tegangan bolak-balik sebesar V1 atau sama dengan VP, maka fluks bolak balik akan di bangkitkan pada inti sebesar Ømax yang melingkar dan menghubungkan belitan kawat primer dengan belitan kawat sekunder serta menghasilkan
7
tegangan induksi (EMF/GGL) baik pada belitan primer sebesar E1 atau sama dengan EP, maupun pada belitan sekunder sebesar E2 atau sama dengan Es seperti yang terdapat pada persamaan (2.1 dan 2.2) berikut ini : E1 = Ep = 4.44 x f x Np x Ømax x 10-8 Volt………………… (2.1) E2 = Es = 4.44 x f x Ns x Ømax x 10-8 Volt…………………...(2.2) Kemudian Karena frekuensi dan Fluksnya sama, maka :
E1 N 1 ………………………………………………….. (2.3) E2 N 2 Jika rugi-rugi Trafo tidak di perhitungkan dan efisiensi dianggap 100 %, maka secara praktis factor daya primer (PF1) sama dengan factor daya sekunder (PF2) sehingga besarnya daya primer sama dengan daya sekunder seperti persamaan berikut ini : I1 x E1 x PF1 = I2 x E2 x PF2………………………...……… (2.4) Maka : E1 I 2 …………………………………………………… (2.5) E2 I1
Sehingga rumus umum perbandingan belitan Trafo adalah :
E1 N 1 I 2 a ………………………………………… (2.6) E2 N 2 I1 Untuk Trafo ideal, berlaku persamaan berikut : V1 = E1 = Vp = Ep …………………………………………………………… (2.7) V2 = E2 = Vs = Es ………………………………………….. (2.8) Dimana : E1 = Ep
: Tegangan induksi yang dibangkitkan sisi primer (V)
8
E2 = Es
: Tegangan induksi yang dibangkitkan sisi sekunder
(V) N1 = Np : banyaknya lilitan pada sisi primer N2 = Ns : banyaknya lilitan pada sisi sekunder. Ømax
: fluks maksimum dalam besaran Maxwell
f
: frekuensi arus dan tegangan sistem (Hz)
V1 = Vp
: tegangan sumber yang masuk di primer (Volt)
V2 = Vs : tegangan sekunder ke beban (Volt) a
: rasio Transformator (%)
PF1
: power faktor atau faktor daya
Untuk estimasi Efisensi biaya langsung dari kerusakkan Trafo dan Rupiah hilang akibat KWH yang tidak terjual dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut : Persentase trafo overload : JumlahTrafoOverload x100% ……………………………. (2.9) Asset
Besar Arus Trafo pada beban 100 % :
KvaTrafo
……………………………………..…………. (2.10)
3xVs Ampere yang hilang ( Beban 80% ) : (Arus Trafo100 %) x 80 % …………………..………….. (2.11)
Beban Trafo yang Hilang :
Ampere yang Hilang x Jumlah Gangguan Trafo ….…….. (2.12) Energi yang Hilang : ( 3x 380 x Beban yang Hilang x Cos Ø x Durasi Padam) (2.13) 1000
9
Rupiah yang Hilang : Energi yang Hilang x Harga 1 KWH ………………….... (2.14)
2.3 Transformator Distribusi Pada sistem distribusi, Transformator digunakan untuk menurunkan tegangan penyaluran 20 kV ke tegangan pelayanan 400/231 V. Untuk fungsi tersebut, Transformator dapat berupa Transformator satu fase (Gambar 2.3) atau tiga fase (Gambar 2.4) dengan berbagai Kelompok Vektor. Berikut ini merupakan Gambaran dari kedua penjelasan Trafo tersebut.
Gambar 2.3 Trafo satu Fase
Gambar 2.4 Trafo tiga Fase
Secara umum untuk Transformator fasa tiga dengan kapasitas ≤ 160 kVA memiliki hubungan vektor Yzn5 sedangkan untuk Kapasitas > 160 KVA memiliki hubungan vektor Dyn5 (berdasarkan SPLN 50 tahun 1982 dan 1997, serta SPLN D3.002-1 : 2007)
2.3.1 Konstruksi Berikut ini merupakan gambaran dari bagian-bagian Transformator distribusi beserta keterangannya (Gambar 2.5)
10
Gambar 2.5 Bagian-bagian Transformator Distribusi 1.
Inti besi
6.
Konservator
11.
Breather
2.
Klem inti besi
7.
Pin radiator
12.
Pembatas tekanan
3.
Belitan sekunder
8.
Bushing primer
13.
Gelas penduga
4.
Belitan primer
9.
Bushing sekunder
14.
Roda
5.
Penyangga belitan
10. Tap
15.
Kuping pengangkat
changer
2.3.1.1 Bagian Aktif Bagian aktif Transformator merupakan kesatuan dari beberapa komponen yang mendukung berlangsungnya fungsi transfer energi, yaitu : inti besi dan belitan. Pada bentuk konstruksinya, inti besi dilengkapi dengan klem penjepit (core clamping) dan belitan dilengkapi dengan struktur penyangga (winding support) dan insulasi antar lapisan (layer) belitan. Berdasarkan bentuk dari susunan inti besi dan belitan, Transformator dapat dibedakan menjadi dua tipe yaitu : tipe core (Gambar 2.6) dan tipe shell (Gambar 2.7).
11
Gambar 2.6 Tipe Core
Gambar 2.7 Tipe Shell a) Inti besi Bahan inti besi yang paling banyak digunakan adalah cold rolled grain oriented (CGO) atau baja elektrikal berbentuk pelat tipis yang dilaminasi
dengan
silikon.
Pada penerapannya, pelat tipis
untuk
pembentukan inti besi tersebut dapat dikonstruksi secara tersusun (tipe stacked) seperti pada Gambar 2.8 atau digulung (tipe wound) Gambar 2.9.
Gambar 2.8 tipe Stacked
Gambar 2.9 tipe Wound
12
b) Klem Inti besi Material klem yang umum digunakan adalah baja dan kayu, seperti yang terdapat pada Gambar 2.10 dan Gambar 2.11 dibawah ini.
Gambar 2.10 Klem inti dari baja Melonggarnya
susunan
pelat
Gambar 2.11 Klem inti dari Kayu inti
besi
dapat
menyebabkan
meningkatnya tingkat bising (noise level) pada Trafo. Selain itu, kondisi ini dapat menyebabkan meningkatnya suhu operasi Transformator. c) Belitan Belitan dibentuk dari lilitan-lilitan konduktor berinsulasi. Lilitan tersebut dapat terdiri dari beberapa lapis (layer) yang dipisahkan satu dengan lainnya dengan kertas insulasi. Setiap beberapa lapisan diberi jalur untuk melintasnya minyak pendingin seperti yang terdapat pada gambar berikut ini (Gambar 2.12).
Gambar 2.12 Jalur minyak pada lapisan belitan Bahan untuk konduktor belitan adalah tembaga atau aluminium. Tembaga merupakan material yang paling banyak digunakan, sedangkan
13
aluminium muncul lebih belakangan sebagai material alternatif, dan umumnya digunakan pada belitan tegangan rendah. Resistivitas aluminium lebih tinggi dibandingkan tembaga, sehingga untuk mendapatkan rugi-rugi yang setara harus dikompensasi dengan luas penampang yang lebih besar. Material konduktor untuk belitan primer yang paling banyak digunakan adalah enamelled round copper wire dengan varnish jenis PVF (polyvinil formal) dengan kelas suhu A (105°C). Dibandingkan varnish lain yang digunakan pada enamelled wire (polyurethane, polyester) karena kelas suhu PVF lebih rendah, namun varnish ini cocok digunakan dalam rendaman minyak. Untuk belitan sekunder, material konduktor adalah tembaga atau aluminium. Bentuk konduktor berbentuk segi empat (rectangular wire) atau lembaran (metal foil) yang diinsulasi dengan kertas seperti pada gambar 2.13. Kertas digunakan karena perpaduannya dengan minyak mempunyai ketahanan tegangan yang cukup tinggi. Metal foil, yang dikombinasikan dengan kertas sebagai insulasi antar foil, mempunyai ketahanan hubung singkat yang lebih baik dibandingkan bentuk konduktor segi empat.
Gambar 2.13 Belitan metal foil d) Penyangga belitan Fungsi penyangga belitan adalah menjaga kestabilan belitan, terutama pada saat terjadi gangguan pada sisi eksternal Transformator.
14
Bahan yang digunakan adalah kayu Transformator atau kayu alam. Sebelum digunakan, kayu alam perlu melalui proses pengeringan terlebih dahulu untuk
memastikan
kandungan
airnya
tidak
berlebihan
sehingga
mempengaruhi mutu dielektrik minyak insulasi. Konstruksi penyangga belitan tidak dibuat rapat, bagian yang terbuka dipersiapkan sebagai jalur bagi minyak pendingin dalam membasuh lapisan-lapisan belitan seperti yang terdapat pada Gambar 2.14 Berikut ini
Gambar 2.14 Penyangga belitan 2.3.1.2 Sistem Pendingin Panas yang ditimbulkan oleh rugi-rugi Transformator berpotensi merusak ketahanan komponen-komponen dari sistem insulasi (kertas atau enameled wire) Transformator. Untuk menjaga agar suhu pada semua bagian insulasi selalu berada dibawah batas ketahanan termalnya, diperlukan pendinginan. Sistem pendinginan yang umum digunakan pada Trafo distribusi adalah ONAN. Dua huruf awal menggambarkan metode pendinginan internal, sedangkan dua huruf terakhir untuk metode eksternal. Tabel 2.1 berikut ini merupakan penjelasan dari penjelasan digit tersebut.
15
Tabel 2.1Arti digit pada sistem pendinginan Trafo ONAN Medium
internal
yang
kontak
O
titik bakar ≤ 300 °C
dengan belitan Mekanisme sirkulasi dari medium
Minyak mineral atau sintetik dengan
N
pendingin internal
Aliran natural / Alamiah melalui belitan
Medium pendinginan eksternal
A
Udara
Mekanisme sirkulasi dari medium
N
Konveksi natural / Alamiah
eksternal
Dari Tabel diatas dapat disimpulkan bahwa, Pemeran utama di bagian internal adalah minyak isolasi. Kemampuan minyak untuk fungsi ini dipengaruhi oleh kualitas heat transfernya dan bagaimana minyak dapat secara efektif mengalir (membasuh) pada setiap celah dari susunan belitan. Pada bagian eksternal, pemeran utamanya adalah suhu dan aliran udara di sekitar Transformator serta luas permukaan sirip-sirip pendingin. Secara umum Sistem pendinginan ONAN berarti minyak sebagai pendingin kumparan Trafo yang bersikulasi secara alami dan dengan udara sebagai pendingin luar Transformator yang bersikulasi secara alami pula.
a) Sirip Pendingin Sirip pendingin merupakan bagian dari sistem pendinginan eksternal Transformator. luas permukaan dari sirip-sirip pendingin yang akan berinteraksi dengan udara luar merupakan faktor yang menentukan efektifitas pendinginan. Untuk hal tersebut, jumlah dan ukuran sirip pendingin didesain sedemikian, sehingga mampu mendisipasi suhu yang timbul saat Transformator dioperasikan.
16
Pada proses pendinginan, aliran udara melakukan pertukaran panas melalui sirip-sirip pendingin. Luas permukaan sirip pendingin akan menentukan kualitas pendinginan. Untuk Transformator dengan kelas suhu A, seperti halnya pada kebanyakan Transformator distribusi, desain ketahanan termal ditentukan pada suhu ruang maksimum 40°C. Suhu pada bagian-bagian Transformator dibedakan menjadi suhu rata-rata dan suhu titik terpanas (hot spot). Suhu panas pada bagian selain belitan dapat terjadi pada bagian konstruksi klem inti besi yang dibuat dari bahan logam magnetik dan bagian tutup tangki di sekitar bushing. b) Minyak Transformator Minyak Transformator adalah minyak berbasis mineral yang digunakan karena keunggulan sifat kimia dan kekuatan dielektrik. Minyak berfungsi sebagai isolasi dan sekaligus media pendingin oleh karena itu Kualitas minyak akan mempengaruhi sifat insulasi dan pendingin. Selain berfungsi sebagai media pendingin, minyak mineral juga berfungsi untuk mengisolasi tegangan yang timbul pada setiap bagian-bagian Transformator. Tabel Berikut ini merupakan karakteristik minyak Transformator berdasarkan standar IEC 60422:2005 (Tabel 2.2) Tabel 2.2 Karakteristik minyak Trafo berdasarkan IEC 60422:2005 No.
Parameter
Baik
1
Warna dan penampakan
Clear
-
Gelap
2
Tegangan tembus [kV/2,5 mm]
> 40
30 - 40
< 30
17
Cukup
Buruk
3
Kadar air pada 20°C [mg/kg]
< 10
10 - 25
> 25
4
Keasaman [mgKOH/g]
< 0,15
0,15 - 0,30
> 0,30
5
Kadar air pada 20°C [mg/kg]
< 10
10 - 25
> 25
c) Media Pendingin Ketahanan thermal suhu dinyatakan dengan kelas thermal insulasi / kertas. Pada Trafo distribusi digunakan kertas dengan suhu insulasi kelas A. Tabel berikut ini merupakan beberapa jenis kelas pada sistem insulasi Trafo Tabel 2.3 Kelas thermal insulasi
2.3.1.3 Pengubah Sadapan Pengubah sadapan (tap changer) merupakan lengkapan yang dipasang pada belitan primer dengan maksud pengaturan tegangan keluaran Transformator. Pengaturan tegangan diperlukan untuk mengkompensasi jatuh tegangan (Drop) pada saluran jaringan tegangan menengah yang memasok suatu Transformator distribusi. Pada lokasi yang jauh dari sumber ataupun berbeban berat, tegangan yang diterima konsumen berpotensi lebih rendah dari ketentuan standar mutu pelayanan (+5% dan -10%) dari tegangan rendah 220/380V, sebagai akibat dari tegangan yang diterima oleh
18
terminal primer Transformator lebih rendah dari tegangan nominalnya ataupun karena pembebanan yang tinggi. Melalui pengubah sadapan ini, nilai tegangan pelayanan dapat dicapai. Gambar 2.15 berikut ini merupakan Gambaran dari tap changer
Gambar 2.15 Pengubah sadapan (tap changer) Prinsip dasar pengubah sadapan adalah pengaturan jumlah lilitan dari belitan sisi primer. Jenis pengubah sadapan yang digunakan pada Transformator distribusi adalah off circuit, sehingga untuk merubah posisi sadapan, Transformator harus dalam kondisi tidak bertegangan (Offline). Tabel 2.4 berikut ini merupakan jumlah sadapan pada Trafo distribusi berdasarkan standar PLN (SPLN) Tabel 2.4 Jumlah Sadapan berdasarkan Standar PLN No. SPLN SPLN 50 : 1982 SPLN 50 : 1997 SPLN D3.002-1 : 2007
Tap 1 21 22 21 21 21
Tap 2 20,5 21 20 20,5 20,5
SADAPAN / TAP (KV) Tap 3 Tap 4 Tap 5 20 19,5 19 20 19 18 19 20 19,5 19 20 19,5 19
Tap 6 18,5 -
Tap 7 18 -
2.3.1.4 Terminal Terminal belitan primer dan sekunder (yang bertegangan) harus dapat dikeluarkan dari tangki dengan aman agar dapat dihubungkan dengan sumber dan beban. Untuk itu digunakanlah bushing yang sekaligus
19
digunakan untuk meminimalkan stress tegangan dan menyediakan fasilitas untuk kemudahan koneksi. Bushing didesain untuk menginsulasi konduktor lead yang melewati tutup atau dinding tangki dan juga menjaga integritas seal tangki agar mencegah masuknya air, udara dan kontaminan lain ke dalam tangki. Bushing sisi sekunder menggunakan bushing dari keramik, sedangkan jenis bushing primer tergantung dari jenis konstruksi Transformator. Pada Transformator pasangan luar (Outdoor) menggunakan bushing keramik, sedangkan Transformator pasangan dalam (Indoor) umumnya menggunakan plug-in bushing. Gambar 2.16 dan 2.17 berikut ini merupakan gambaran dari penjelasan tersebut.
Gambar 2.16 Terminal Trafo pasangan dalam
Gambar 2.17 Terminal Trafo pasangan luar
20
2.3.1.5 Pembatas Tekanan Pembatas tekanan berfungsi untuk mengurangi tekanan di dalam tangki saat terjadi gangguan (Gambar 2.18). Untuk Transformator hermetik, rating tekanan dari pembatas tekanan harus dipilih sehingga tidak membuka selama proses operasi normal Transformator.
Gambar 2.18 Proses reduksi tekanan saat Trafo mengalami gangguan besar Beberapa jenis pembatas tekanan dapat dilihat pada gambar 2.19. Jenis pada gambar terakhir tidak mampu mereduksi tekanan saat gangguan besar, sehingga kerusakan tangki cenderung lebih besar dan berpotensi membahayakan lingkungan di sekitar lokasi Transformator terpasang.
Gambar 2.19 Jenis pembatas tekanan 2.3.1.6 Indikator Minyak a) Gelas Penduga atau Oil Level Indikator (OLI) Gelas penduga berfungsi memberikan indikasi level tinggi minyak. Keberadaannya diperlukan karena beberapa komponen seperti lead wire bushing primer dan pengubah sadapan berpotensi mengalami kegagalan tegangan bila tidak terendam minyak. Gelas Penduga disebut juga OLI (Oil
21
Level Indicator) yang terbagi menjadi tiga level, yaitu : High, Medium dan Low. Untuk Transformator tipe hermatik, level terpasangnya tap changer merupakan batas ketinggian minimum. Pada saat level minyak minimum, tap changer harus tetap terendam minyak isolasi. Pemeriksaan harus dilakukan saat beban rendah. Gambar 2.20 berikut ini merupakan gambaran dari gelas penduga.
Gambar 2.20 Gelas penduga atau OLI ( Oil Level Indicator ) b) Oil Temperatur Indikator (OTI) Oil temperature indicator (OTI) berfungsi untuk mengetahui kondisi temperature minyak didalam Trafo. Dalam pemasangannya, indikator ini terendam dengan minyak. Melalui Indikator ini dapat dilihat dua rekaman panas yang terjadi didalam Trafo, yaitu pada saat Trafo sedang beroperasi (jarum hitam) maupun kondisi panas maksimum yang pernah terjadi didalam minyak Trafo (jarum merah). Gambaran OLI dapat dilihat pada gambar 2.21 dibawah ini.
22
Gambar 2.21 Oil temperature indicator (OTI) 2.3.2
Jenis Transformator Distribusi
2.3.2.1 Transformator Konvensional (Konservator) Konstruksi Trafo konvensional terdiri dari tangki dan konservator. Konservator
berfungsi
untuk
menampung
pemuaian
minyak
saat
Transformator berbeban. Gambar 2.22 berikut ini merupakan gambaran dari Transformator jenis konvensional.
Gambar 2.22 Transformator Konvensional Pada Trafo jenis ini, ketika terjadi pemuaian dan penyusutan minyak Trafo, konservator difungsikan menampung minyak ketika memuai atau mensuplai minyak ketika minyak menyusut. Dengan demikian, udara luar masih memungkinkan untuk keluar masuk ke dalam Trafo melalui konservator sehingga beresiko minyak terkontaminasi oleh air yang terkandung dalam udara tersebut yang berujung pada penurunan nilai tegangan tembus minyak Trafo. Untuk mengantisipasi adanya udara luar yang lembab masuk ke dalam Trafo maka tipe ini pada umumnya dilengkapi
23
oleh silika gel untuk menyaring udara luar yang akan masuk ke dalam Trafo .Silika gel yang baik ditandai dengan warna biru atau orange sebagai warna awal dan akan berubah menjadi pink atau coklat setelah silika gel jenuh seperti pada gambaran berikut ini (Gambar 2.23)
Gambar 2.23 Warna awal dan warna jenuh silika gel Selain itu untuk memisahkan medium pendingin internal (minyak) dengan atmosfer luar pada Trafo dilengkapi dengan bladder yang berupa balon karet (rubber bag) yang dipasang pada konservator. Dengan adanya bladder, kontak minyak dengan atmosfer luar akan dipisahkan oleh bantal karet dari bladder.
Gambar 2.24 berikut ini merupakan gambaran dari
bladder.
Gambar 2.24 Conservator bladder 2.3.2.2 Transformator Hermetik Konsep lain dalam memproteksi Transformator dari udara lembab adalah dengan sistem tangki kedap (hermetically sealed). Pada sistem ini konservator dan sistem pipa untuk hubungan dengan atmosfer luar tidak digunakan lagi. Ada dua jenis sistem hermetik pada Transformator distribusi
24
dengan pendekatan teknologi berbeda yaitu dengan bantalan gas (hermetically sealed inert gas cushion) dan minyak penuh (fully filled). a) Hermetically Sealed Inert Gas Cushion Sistem hermetik jenis ini umumnya digunakan pada bentuk tangki rigid dengan menerapkan bantalan gas (nitrogen) pada ruang di atas level minyak. Volume untuk ruang gas diperhitungkan agar mampu menampung ekspansi minyak yang terjadi pada saat beban maksimum. Minyak dan gas berperan bersama-sama dalam membentuk tekanan tangki. Pemanasan minyak Transformator dan peningkatan suhu gas akibat sentuhan dari minyak panas tersebut, ditambah dengan konstruksi tangki yang rigid menyebabkan peningkatan tekanan tangki relatif tinggi (0,5 – 0,8 bar). Gambar 2.25 Berikut ini merupakan gambaran dari Trafo jenis tersebut.
Gambar 2.25 Hermetically sealed inert gas cushion b) Hermetically-sealed fully filled Konsep hermetik lainnya adalah dengan mengisi seluruh ruang di dalam tangki dengan minyak. Bantalan gas tidak digunakan dan perannya dalam menangani ekspansi minyak diambil alih oleh kelenturan sirip dari pelat corrugated. Penggunaan sirip lentur membuat volume tangki bersifat variabel, membesar saat beban tinggi dan kembali mengecil pada beban
25
yang lebih rendah. Untuk dapat mengangani kondisi ini, bahan logam pelat dari sirip radiator harus fleksibel namun kuat menahan tekanan tangki. Volume yang bersifat variabel akan meminimalkan tekanan di dalam tangki. Pada saat beban tinggi, tekanan dapat dibatasi hanya berkisar 0,2 – 0,3 bar, sehingga stress terhadap seal (gasket) lebih kecil daripada sistem gas cushion. Gambar 2.26 berikut ini merupakan gambaran dari Trafo jenis tersebut.
Gambar 2.26 Hermetically-sealed fully filled
2.3.3 Umur Transformator Distribusi 2.3.3.1 Umur Normal Transformator Umur
Transformator
insulasinya.Umur
insulasi
merupakan didefinisikan
fungsi
dari
berakhir
umur bila
sistem kekuatan
mekanikalnya telah menurun hingga 50% kekuatan awal. Pada batas ini Transformator masih dapat beroperasi namun rentan terhadap berbagai gangguan. Untuk kelas suhu insulasi A, seperti halnya Transformator distribusi yang umum digunakan di PLN, penurunan ini dicapai pada 180.000 jam (20,55 tahun) bila Transformator dioperasikan pada kapasitas penuh secara berkelanjutan.
26
Sistem insulasi didesain untuk beroperasi pada suhu belitan rata-rata 65°C dan suhu belitan hottest-spot 80°C di atas suhu ambien rata-rata 30°C. Dengan kondisi ini, suhu operasi Transformator adalah: - 65°C kenaikan suhu rata-rata + 30°C suhu ambien = 95°C suhu ratarata belitan - 80°C kenaikan hottest-spot + 30°C suhu ambien = 110°C suhu hottestspot Secara operasional, umur Transformator akan ditentukan oleh suhu pada konduktor belitannya. Suhu yang melebihi batas kemampuannya akan mempercepat umur Transformator dan sebaliknya. Gambar 2.27 berikut ini merupakan kurva umur operasi Trafo vs suhu belitan. 10.000.000
Umur trafo [jam]
1.000.000
103 117
100.000
10.000 42,60 tahun
10,17 tahun
1.000 20,55 tahun
100 80
90
100
110
120
130
140
150
Suhu [°C]
Gambar 2.27 Kurva umur Transformator vs suhu belitan Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa untuk variasi suhu 7°C dari batas suhu operasi akan terjadi faktor kelipatan dua. Pada suhu 117°C, umur Transformator akan berkurang separuhnya akibat penuaan progresif oleh
27
suhu tinggi terhadap sistem insulasi, sedangkan pada suhu belitan 107°C umur akan lebih panjang dua kalinya. Selain itu pula, dengan adanya thermal stress yang sangat tinggi tersebut akan merusak kertas isolasi pada Trafo itu sendiri. Gambar 2.28 berikut ini merupakan contoh figur kerusakan isolasi Trafo (kraft paper) pada suhu 150oC yang terendam dalam mineral oil (minyak Trafo) dengan variabel waktu:
Gambar 2.28 Figur penuaan kertas isolasi Trafo Dari contoh figur diatas bisa dilihat bahwa ketika isolasi menerima suhu berlebih (150oC), akan mengalami penurunan kualitas yang sangat signifikan yaitu dalam waktu kurang dari 6 bulan. 2.3.3.2 Faktor yang mempercepat Penuaaan Selain suhu tinggi, penuaan pada sistem insulasi dapat dipercepat oleh kelembaban dan oksidasi. Suhu tinggi, air dan oksigen, secara simultan akan membentuk siklus berantai melalui tiga proses: oksidasi (pada minyak dan material selulose), hidrolisis dan pirolisis yang akan mempercepat kerusakan sistem insulasi. Pada tingkat suhu beban normal, oksidasi dan lembab cenderung lebih berperan dalam merusak sistem insulasi. Hasil dari
28
siklus ini adalah peningkatan kadar keasaman (acidity) pada minyak seperti yang terdapat pada gambar 2.29 berikut ini.
CO2
CO
H 2O Oksidasi selulose
H 2O
Asam
Suhu tinggi
Hydrolysis
Pyrolysis
Depolimerisasi
Pemecahan levoglucosane
Dehidrasi
Oksidasi minyak
O2
Fragmentasi levoglucosane
Furan
Asam
CO2
CO
H2O
î2
Gambar 2.29 Siklus reaksi pembentuk keasaman pada minyak Trafo Kadar keasaman mempunyai korelasi terhadap pembentukan sludge, yang keberadaannya akan merusak kemampuan heat transfer minyak. Asam akan membentuk sludge yang menetap pada belitan Transformator, menghasilkan berkurangnya kemampuan minyak dalam mendisipasi panas. Suhu operasi belitan yang menjadi lebih panas akan membentuk lebih banyak sludge dan menimbulkan lebih panas lagi. Kadar asam yang semakin tinggi dan peningkatan suhu operasi belitan akan mempercepat pemburukan kualitas insulasi minyak. Berdasarkan penelitian para ahli terbukti bahwa kertas yang mengandung kadar air 2% akan mengalami
29
penuaan tiga kali lebih cepat daripada yang berkadar air 1% dan pada kadar air 3% kecepatan penuaan akan mencapai 30 kali lebih cepat. 2.3.3.3 Deteksi Penuaan Melalui Analisa Gas Terlarut Analisa gas terlarut merupakan suatu metoda uji untuk mengetahui kandungan gas yang terlarut dalam minyak Trafo dalam kondisi Trafo sedang beroperasi sehingga dapat mendeteksi secara dini potensi kegagalan dan memperkirakan kondisi operasi Trafo. Pada umumnya metode ini sering disebut dengan Dissolved Gas Analysis (DGA). Adapun gas – gas yang bisa timbul saat Trafo beroperasi antara lain H2 (hidrogen), CO (karbon monoksida), CH4 (metana), C2H6 (etana), C2H4 (etilen), C2H2 (asitilen) yang merupakan gas mudah terbakar (combustible gasses), selain itu juga dapat menimbulkan gas antara lain karbon dioksida (CO2) yang bukan gas mudah terbakar (non combustible gasses). Berdasarkan standard IEEE C-57-104-1991 kondisi gas tersebut dikategorikan menjadi empat kondisi yang mengklasifikasikan resiko pada Trafo untuk kelanjutan operasi Trafo seperti yang terdapat pada table 2.5 dibawah ini. Tabel 2.5 Konsentrasi gas terlarut berdasarkan kondisi dalam satuan PPM Jenis Gas Kondisi 1 Kondisi 2 Kondisi 3 Kondisi 4 100 101-700 701-1.800 >1800 H2 120 121-400 401-1.000 >1000 CH4 35 36-50 51-80 >80 C2H2 50 51-100 101-200 >200 C2H4 65 66-100 101-150 >150 C2H6 350 351-570 571-1.400 >1.400 CO 2.5 2.500-4.000 4.001-10.000 >10.000 CO2 720 721-1.920 1.921-4.630 >4.630 TDCG
30
Gas terlarut tersebut diatas dapat di evaluasi untuk menyatakan gangguan dengan beberapa metode diantaranya : metode gas kunci gas kunci (key gassess) dan total dissolved combustible gasses (TDCG). a) Evaluasi Kemungkinan Tipe Gangguan Berdasarkan Metode Gas Kunci Sebagai akibat adanya pemanasan berlebih pada minyak dan cellulose (kertas) menyebabkan terjadinya dekomposisi gas, tipe gas dominan yang timbul biasanya mengindikasikan jenis gangguan yang mungkin terjadi seperti yang terdapat pada tabel 2.6 dibawah ini. Tabel 2.6 Potensi gangguan pada Trafo berdasarkan evaluasi gas kunci Gambaran Gas Kunci Jenis Gangguan Thermal-Minyak : Dekomposisi gas terdiri dari Etilen dan Metana bersama dengan Hidrogen dan Etana dalam jumlah kecil. Acetilen dapat terbentuk jika melibatkan elektris Gas kunci : Etilen (C2H4) Termal – Celulosa : CO2 dan CO dalam jumlah besar terbentuk karena pemanasan berlebih pada celulosa (kertas). Gas hidrokarbon terbentuk jika gangguan melibatkan struktur minyak yang meresap. Gas kunci : karbon monoksida (CO)
31
Electrical – Korona (Partial Discharge Intensitas Tinggi) : Peluahan elektris dengan energi kecil menghasilkan Hidrogen dan Metana, bersama Etana dan Etilen dalam jumlah kecil. Gas kunci : Hidrogen (H2) Electrical – Arcing (Partial Discharge Intensitas rendah) : Hidrogen dan Acetilen jumlah besar dihasilkan, bersama dengan Metana dan Etana dalam jumlah kecil. CO dan CO2 bisa terbentuk jika gangguan melibatkan celulosa (kertas). Gas kunci : Acetilen (C2H2)
b) Evaluasi Kemungkinan Resiko Gangguan Berdasarkan Metode TDCG Berdasarkan metode evaluasi total dissolved combustible gasses (TDCG) maksud dari empat kondisi gas yang terdapat pada Tabel 2.5 adalah : Kondisi 1 : TDCG pada level ini mengindikasikan Trafo beroperasi secara normal Kondisi 2 : TDCG pada level ini mengindikasikan level gas mudah terbakar sudah diatas normal, harus dilakukan tindakan untuk mendapatkan trend bulanan, gangguan kemungkinan muncul Kondisi 3 : TDCG pada level ini mengindikasikan dekomposisi gas mudah terbakar yang tinggi, bila salah satu gas nilainya melebihi batasan level harus diinvestigasi dengan cepat,
32
harus dilakukan tindakan untuk mendapatkan trend bulanan, gangguan kemungkinan besar muncul. Kondisi 4 : TDCG pada level ini mengindikasikan dekomposisi gas mudah terbakar yang sangat tinggi, pengoperasian Trafo pada kondisi ini dapat meghasilkan gangguan, harus segera dilakukan tindakan pencegahan gangguan. 2.3.4 Pembebanan Transformator Untuk menghitung besarnya pembebanan pada Transformator distribusi, terlebih dahulu harus dihitung besarnya arus beban penuh melalui persamaan daya berikut ini. S = √3 x VLL x IL …………………………………..………………(2.13) Sehingga : IL
S
……………………………...……………….……....…..(2.14)
3.V
Dimana : S = daya Transformator (kVA) V = tegangan Line ke Line (V) IL = arus Line beban penuh (A) Kemudian dapat dihitung besarnya persentase pembebanan dengan menggunakan persamaan berikut ini : %
IR/S/T
=
I R ,S ,T PENGUKURAN IL
x
100%
……………………...………..…(2.15) %
ITOTAL
=
( I R I s I T ) PENGUKURAN IL
……………..…………(2.16)
33
x
100%
Dimana : % IR/S/T = Persentase beban per-fase R/S/T (%) % ITOTAL = Persentase beban Total Trafo (%)
Beban Seimbang dan Tidak Seimbang Beban seimbang adalah suatu keadaan di mana ketiga vektor
arus / tegangan sama besar dan membentuk sudut 120º satu sama lain. Sedangkan yang dimaksud dengan keadaan tidak seimbang adalah keadaan di mana salah satu atau kedua syarat keadaan seimbang tidak terpenuhi. Gambar 2.30 berikut ini merupakan gambaran dari penjelasan tersebut
Gambar 2.30 Vektor diagram arus beban seimbang dan tidak seimbang
Disini terlihat bahwa penjumlahan ketiga vektor arusnya (IR, IS, IT) adalah sama dengan nol sehingga tidak muncul arus netral (IN). Sedangkan pada Gambar 2.29 (b) menunjukkan vektor diagram arus yang tidak seimbang. Disini terlihat bahwa penjumlahan ketiga vektor arusnya (IR, IS, IT) tidak sama dengan nol sehingga muncul sebuah besaran yaitu arus netral (IN) yang besarnya bergantung dari seberapa besar faktor ketidakseimbangannya.
34
Berdasarkan persamaan penyaluran daya pada sistem tiga fase seimbang, besarnya arus dan tegangan pada masing-masing fase adalah sama sehingga berlaku persamaan berikut ini: P = 3 x VPH x I x Cos ........................................................................(2.17) Dan apabila faktor daya di ketiga fasa dianggap sama walaupun besarnya arus berbeda,
maka besarnya daya yang disalurkan dapat dinyatakan
sebagai : P = (a + b + c) VPH x I x Cos ...........................................................(2.18) Jika arus (IPH) adalah besaran arus fasa dalam penyaluran daya sebesar (P) pada keadaan seimbang, maka pada penyaluran daya yang sama tetapi dengan keadaan tak seimbang besarnya arus-arus fasa dapat dinyatakan dengan koefisien a, b dan c seperti yang terdapat pada persamaan berikut :
I R a I I S b I I T c I
.............................................................................(2.19)
Berdasarkan persamaan diatas dapat disimpulkan bahwa : Dalam keadaan seimbang, nilai a = b = c = 1 ......................................(2.20) Dalam keadaan tidak seimbang (a + b + c) = 3 ..................................(2.21) Sehingga ketidakseimbangan beban adalah : % beban tidak seimbang =
( a ) ( b ) ( b ) x 100% ................... (2.22) 3
Dimana : P
: Daya listrik yang mengalir (Watt)
VPH : Tegangan fase (Volt)
35
Cos Ø : Faktor daya I
: Arus yang mengalir pada lain (Amper)
IR,S,T : Arus yang mengalir pada fase R, S dan T (Amper) a, b, c : Koefisien pembebanan ∆a,b,c : Selisih koefisen a terhadap keadaan seimbang atau = 1 2.3.5 Pengaman Transformator Hubung singkat dan arus lebih yang terjadi di sepanjang jaringan yang dipasok oleh Transformator, dapat menimbulkan stress thermal dan mekanikal pada struktur belitan Transformator. Arus gangguan yang mengalir dalam durasi tertentu pada belitan, menimbulkan panas tinggi yang merusak sistem isolasi dan dielektrik dan menyebabkan penuaan dipercepat. Oleh karena itu pemilihan rating pengamanpun harus dilakukan secara tepat tepat sesuai dengan kapasitas Trafo (rating proteksi tidak terlalu besar /kecil). Tabel 2.7 dan 2.8 merupakan rekomendasi pemilihan Rating proteksi sisi Primer berdasarkan standard IEC 282-2 (1974) jenis letupan yang digunakan untuk Trafo pasangan luar dan standard IEC 282-2 (1970) jenis pembatas arus / current limiting (HRC) untuk Trafo pasangan dalam. Tabel 2.7 Rekomendasi pemilihan rating pelebur untuk Trafo pasangan luar Trafo Distribusi Pelebur/tipe Daya Arus arus pengenal Pengenal pengenal (A) (kVA) (A) minimum maksimum Fasa tiga, 20 kV 50 1,4434 2H 2H 100 2,8867 5H 6,3 K; 6,3 T 160 4,6188 6,3 T 8K; 8 T
36
200 250 315 400
5,7735 7,2169 9,0933 11,547
6,3 T 8T 10 T 12,5 T
10 K; 10 T 12,5 K; 12,5 T 12,5 K; 12,5 T 16 K; 16 T
Keterangan : Tipe H : pelebur tahan surya kilat Tipe T : pelebur tipe lambat Tipe K : pelebur tipe cepat. Tabel 2.8 Rekomendasi rating pelebur untuk Trafo pasangan luar Trafo Distribusi Tiga Fasa, 20 kV Daya Arus pengenal(kVA) Pengenal(A) 50 1,4434 100 2,8867 160 4,6188 200 5,7735 250 7,2169 315 9,0933 400 11,547 500 14,4337 630 18,1865 800 23,094 1000 28,8675
Arus pengenal (A) Tipe T min maks 6,3 8 10 12,5 10 12,5 16 16 20 25 25 25 25 31,5 40 40 50 63 63 63
Tipe K min maks 6,3 6,3 6,3 10 10 12,5 16 20 16 25 20 31,5 25 40 31,5 40 40 63 50 80 63 100
Garis batas ketahanan pelebur (menurut SPLN diatas) distribusi umum ditentukan oleh titik-titik berikut : 2 x In selama 100 detik
: arus beban lebih
12 x In selama 0,1 detik
: arus inrush Trafo
25 x In selama 2 detik
: arus hubung singkat
37
bagi Trafo
2.3.6 Pemeliharaan Tranformator 2.3.6.1 Umum Pemeliharaan
adalah
peningkatan
keandalan
peralatan
yang
dilakukan dengan melaksanakan kegiatan untuk menjaga (mengembalikan) kondisi sebuah peralatan agar dapat melakukan fungsinya. Pemeliharaan akan meningkatkan keandalan dan efisiensi semaksimal mungkin pada biaya serendah-rendahnya (lowest possible cost), dengan demikian akan dicapai optimalisasi Peralatan melakukan akitivitas Pengelolaan Peralatan seperti yang terdapat pada Gambar 2.31 dibawah ini.
Gambar 2.31 Strategi Pengelolaan Peralatan berdasarkan jenis pemeliharaan
Melalui
gambar
diatas
dapat
disimpulkan
bahwa
untuk
meminimalkan resiko kerusakkan peralatan harus dilakukan pergeseran kebijakan pengelolaan peralatan dengan memperkecil kebijakan yang sifatnya reactive (Pemeliharaan korektif) kearah kebijakan preventive maupun proactive dengan mendeteksi kemungkinan kerusakan peralatan yang mungkin timbul dan meminimalkan tiap resiko kerusakan peralatan
38
melalui kegiatan pemeliharaan yaitu condition based maintenance atau pemeliharaan berdasarkan kondisi peralatan. 2.4 Metode Penyelesaian Masalah Dari Akar Permasalahan (Root Caus Problem Solving/RCPS) Metode Root Cause Problem Solving (RCPS) adalah metode penyelesaian masalah dari akar permasalahan sehingga mendapatkan inti masalah sampai ke penyebab terdalam untuk menurunkan gangguan. Metode ini efektif digunakan karena metode ini mencari akar penyebab masalah sehingga permasalahan bisa diselesaikan dengan maksimal dan gangguan tidak terjadi berulang-ulang. Metode ini menganalisis penyebab gangguan yang sering terjadi berdasarkan
data
gangguan,
dan
pendekatan
terstruktur
untuk
mengidentifikasi akar permasalahan serta dari data tersebut dapat diambil langkah-langkah kongkrit untuk mencegah gangguan kembali terjadi. Metode Root Cause Problem Solving (RCPS) harus terstruktur, disiplin, dan selalu berdasarkan fakta. Berikut merupakan bagan langkah-langkah melakukan metode Root Cause Problem Solving (RCPS) :
39
Gambar 3.5. Bagan melakukan metode Penyelesaian Masalah Dari Akar Permasalahan (Root Cause Problem Solving/RCPS) 2.5 Program Penurunan Gangguan Trafo Distribusi di PT PLN Area Ciputat Posko Cinere PT PLN Area Ciputat Posko Cinere mempunyai program penurunan gangguan Trafo Distribusi dengan menggunakan metode Root Cause Problem Solving (RCPS). Dengan metode ini penyebab masalah pada Trafo Distribusi bisa diklasifikasikan dengan lebih mudah sehingga program penurunan gangguan Trafo Distribusi bisa lebih terstruktur dan terarah pada tujuan penyelesaian masalah. 2.6 Langkah-Langkah Melakukan Metode Root Cause Problem Solving (RCPS) 2.6.1 Definisikan Masalah Mendefinisikan masalah adalah dengan mengetahui masalah apa yang sesungguhnya terjadi dan mengetahui dampak yang terjadi dari masalah tersebut. Berikut merupakan langkah-langkah dalam mendefinisikan masalah gangguan Trafo distribusi di PT PLN Area Ciputat Posko Cinere : 1. Mengumpulkan Data Gangguan dan Penyebab Gangguan Mengumpulkan data gangguan dan penyebab gangguan berfungsi untuk mengetahui gangguan-gangguan yang terjadi pada Trafo Distribusi dan apa penyebab gangguan-gangguan tersebut sehingga dari data tersebut bisa dikelompokkan berdasarkan jenis gangguan dan penyebab gangguan tersebut.
40
2. Observasi Lapangan Observasi lapangan adalah metode pengumpulan data melalui pengamatan langsung atau peninjauan secara cermat di lapangan. Dengan mengamati kondisi lapangan seseorang bisa mengetahui apa yang sebenarnya terjadi di lapangan sehingga data yang diperoleh sinkron dengan yang sebenarnya terjadi di lapangan. Hasil observasi lapangan memberikan gambaran yang jelas tentang masalah yang terjadi dan mungkin petunjuk untuk membantu dalam pengambilan solusi dalam menangani gangguan yang terjadi. 2.6.2 Strukturkan Masalah Penstrukturan masalah merupakan langkah kedua dalam metode Root Cause Problem Solving (RCPS). Langkah ini memecahkan masalah ke bagian-bagian mendasar, dengan membagi masalah ke dalam bagian mendasar akan dapat menetapkan prioritas sehingga akan
benar-benar
pemahaman
menyelesaikan
bersama
mengenai
masalah
dan
permasalahan
membangun yang
terjadi.
Penstrukturan masalah dapat dilakukan dengan membuat pohon masalah. Berikut merupakan langkah-langkan dalam penstrukturan masalah gangguan Trafo Distribusi di PT PLN Area Ciputat Posko Cinere : a. Pareto Data Pareto Data adalah pengelompokan data gangguan berdasarkan jenis gangguan, frekuensi gangguan dan penyebab gangguan
41
sehingga dengan mengelompokkan data gangguan tersebut akan membuat seseorang lebih fokus untuk mengambil solusi yang tepat untuk menangani gangguan tersebut. b. Diskusi
Kelompok
Secara
Fokus
(Focus
Group
Discussion/FGD) FGD adalah diskusi kelompok secara fokus dengan melibatkan Asman Distribusi, Supervisor (SPV) OP-HAR, koordinasi yantek dan staf terkait
FGD dilakukan berdasarkan data
gangguan Trafo distribusi di PT PLN (Persero) Area Ciputat Posko Cinere. c. Pohon Masalah Membuat
pohon
masalah
bertujuan
untuk
memastikan
konsistensi penerapan penyelesaian masalah (problem solving) tetap dipertahankan untuk menyelesaikan masalah dari akar permasalahan sehingga bagian-bagian masalah tidak ada yang tumpang tindih. 2.6.3 Prioritaskan Masalah / Solusi Memprioritaskan masalah bertujuan untuk mengetahui masalah atau solusi apa yang paling penting untuk diselesaikan dan masalah apa saja yang dapat dipecahkan secara cepat. Berikut merupakan langkah-langkah dalam memprioritaskan masalah gangguan Jaringan Tegangan Menengah di PT PLN Area Ciputat Posko Cinere : a. Analisis Pareto Data
42
Analisis pareto data bertujuan untuk mengolah data yang sudah dikelompokkan dengan pareto data untuk mengumpulkan informasi yang mencakup jenis dan bentuk kegiatan, pihak yang terlibat
dan
tindakan/strategi
apa
yang
diambil
untuk
menyelesaikan gangguan Trafo Distribusi serta anggaran biaya yang diperlukan dalam menjalankan program penurunan gangguan. Dalam hal ini dilakukan melalui ide inisiatif- inisiatif perbaikan untuk mendapatkan solusi.
b. Matrik Prioritas Matrik prioritas merupakan suatu diagram perbandingan antara dampak dengan kemudahan implementasi sebagai tahapan pengembangan solusi. Sementara untuk biaya, biasanya akan dipertimbangkan
setelah
kajian
rencana
anggaran
yang
diperlukan dalam pekerjaan tersebut. Hal ini lebih cenderung keputusan dari pihak manajemen. Bagian teknik lebih fokus mengenai penyelesaian masalah tersebut. 2.6.4 Perencanaan Tindakan/Kerja (Work Plan) Perencanaan Kerja atau Work Plan bertujuan untuk mengembangkan struktur mendetail dari inisiatif perbaikan. perencanaan
kerja
(work
plan)
itu
sendiri
Pengertian dari adalah
proses
mempersiapkan kegiatan untuk melaksanakan suatu pekerjaan secara sistematis dan logis, sampai pekerjaan itu selesai dan membuahkan hasil yang diharapkan bersama. Formulir Rencana Kerja (Work Plan
43
Form) yang nantinya diisi Laporan Keadaan (Status Report) akan menjadi pengontrolan pekerjaan dan dari data tersebut akan digunakan sebagai evaluasi program kerja yang telah dilaksanakan. 2.6.5 Evaluasi Evaluasi bertujuan untuk mengevaluasi hasil pencapaian program penurunan gangguan Trafo Distribusi di PT PLN Area Ciputat Posko Cinere dengan menggunakan Metode Penyelesaian Masalah Dari Akar Permasalahan (Root Cause Problem Solving/RCPS).
44