BAB II LANDASAN TEORI
A. Pengertian Dasar Perpajakan 1.
Definisi Pajak Menurut Suandy (2008:5) pajak merupakan: Pungutan berdasarkan Undang-Undang oleh pemerintah yang sebagian dipakai untuk penyediaan dan jasa publik, yang besarnya dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik internal maupun eksternal. Sedangkan Sukrisno dan Estralita (2007:3) mengemukanan beberapa pendapat pakar tentang definisi pajak, beberapa diantaranya yaitu: Rochmat mengatakan bahwa: Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (Kontraprestasi) yang langsung dapat ditujukkan, dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Adapun menurut pendapat Smeets sebagai dikutip oleh Lauddin (2006:7) pajak adalah: Persepsi kepada pemerintah yang terhutang melalui normanorma umum, dan dapat dipaksakan, tanpa adanya kontra prestasi yang dapat ditunjukkan dalam hal yang individual. adalah:
Menurut Andriani yang dikutip Waluyo (2010:2) definisi pajak Iuran masyarakat kepada Negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturanperaturan umum (Undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas-tugas Negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.
Siti Resmi (2008:3) juga mengutip definisi tentang pajak menurt Rochmat Soemitro yaitu: Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan Surflus” nya digunakan 6
8
untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment. Dari beberapa pengertian di atas, pajak dapat diartikan sebagai berikut: 1. Iuran dari warga Negara kepada Negara, 2. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah, 3. Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan Undang-Undang serta aturan pelaksanaannya 4. Dapat dipaksakan, 5. Digunakan untuk kepentingan umum, 6. Pajak dipungut oleh Negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, 7. Pajak diperuntukan bagi pengeluaran-pengeluran pemerintah, yang bila dari pemasukannya masih terjadi surplus, digunakan untuk membiayai inventasi publik, 8. Pajak dapat pula mempunyai tujuan yang bukan budgeter, yaitu fungsi mengatur. 2.
Fungsi Pajak Dari definisi yang telah dijelaskan, ada kesan bahwa pajak dipungut oleh pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran baik yang bersifat rutin maupun untuk pembangunan, padahal sebenarnya fungsi pajak bukan hanya untuk membiaya pengeluaran pemerintah melainkan juga berfungsi untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan dalam bidang sosial ekonomi. Pajak memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara karena fungsinya. Secara umum, pajak memiliki dua fungsi, yaitu fungsi anggaran dan fungsi mengatur.
a.
Fungsi Anggaran (Budgetair) Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukkan bagi pembiayaan pengeluaran-pengeluaran pemerintah seperti masuknya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri.
9
b. Fungsi Mengatur (Reguler) Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengukur atau melaksanakan kebijakan dibidang sosial dan ekonomi seperti dikenakan pajak yang lebih tinggi terhadap minuman keras dapa ditekan.
3.
Sistem Pemungutan Pajak Menurut Mardiasmo (2009:7) sistem pemungutan pajak dapat dibagi menjadi: a.
Official Assessment System Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang meberi kewenangan aparatur perpajakan untuk menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan ketentuan undang-undang perpajakan yang berlaku.
b. Self Assessment System Adalah suatu system pemungutan pajak yang memberi wewenang keapda wajib pajak untuk mentntukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesyau dengan ketentuan undang-undang perpajakan yang berlaku. c.
Withholding System Adalah suatu system pemungutan pajak yang member wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan wajib pajak yang bersangkutan) yang ditunjuk untuk menentukan besasrnya pajak yang terutang oleh wajib pajak sesuai denga ketentuan undang-undang perpajakan yang berlaku.
10
4.
Prinsip-Prinsip Perpajakan Sesuai penjelasan UU KUP, sistem perpajakan Indonesia menganut prinsip kepastian, keadilan, dan kesederhanaan. Disamping itu, sistem perpajakan di Indonesia mengacu pada kebijakan pokok berikut: a.
Meningkatkan efisiensi pemungutan pajak dalam rangka mendukung penerimaan negara
b.
Meningkatkan pelayanan, kepastian, dan keadilan bagi masyarakat guna meningkatkan daya saing dalam bidang penanaman modal, dengan tetap mendukung pengembangan usaha kecil dan menengah.
c.
Menyesuaikan tuntutan perkembangan sosial ekonomi masyarakat serta perkembangan dibidang teknologi informasi
d.
Meningkatkan kesimbangan antara hak dan kewajiban
e.
Menyederhanakan prosedur administrasi perpajakan
f.
Meningkatkan penerapan prinsip self assessment secara akuntabel dan konsisten
g.
Mendukung iklim usaha ke arah yang lebih kondusif dan kompetitif.
11
B. Konsep Pendapatan dan Beban Menurut Akuntansi dan Pajak 1.
Pengertian
Pendapatan
dan
Pengakuan
Pendapatan
Menurut
Akuntansi Menurut Ikatan Akuntans Indonesia (IAI) dalam SAK 2010 No. 23 par 06 pengertian pendapatan adalah: Arus masuk bruto dari manfaat ekonomi yang timbul dari aktivitas normal perusahaan selama satu periode bila arus masuk tersebut mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanaman modal”. Sedangkan menurut Zaki Baridwan (2007:124) didalam bukunya ”Intermediate Accounting” pendapatan adalah: Arus masuk atau kenaikan-kenaikan lainnya dari nilai harta satuan usaha atau penghentian hutang-hutangnya (kombinasi dari keduanya) dalam suatu periode akibat dari penyerahan atau produksi barangbarang, penyerahan jasa-jasa, atau aktivitas-aktivitas lainnya yang membentuk operasi-operasi utama atau sentral yang berlanjut terus dari satuan usaha tersebut. a. Pengakuan Pendapatan Menurut pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) (2010: par. 17 nomor 23), Pendapatan diakui apabila besar kemungkinan manfaat ekonomi sehubungan dengan transaksi tersebut akan mengalir kepada perusahaan. Kadang-kadang, kemungkinan hal tersebut sangat kecil, sampai imbalan atau suatu ketidakpastian dihilangkan. Sedangkan menurut Suwarjono (2010:85) pendapatan dapat dianggap sebagai produk perusahaan dan besarnya diukur dengan sejumlah rupiah aktiva baru yang diterima dari konsumen. Kesimpulan dari definisi diatas adalah pernyataan dengan uang dari jumlah produk atau jasa yang diberikan oleh suatu perusahaan kepada
12
langganannya dalam jangka waktu tertentu. Ini berarti pengakuan pendapatan telah ada penentuan waktu sebagai hasil pertukaran tersebut, tetapi tidak menyatakan secara jelas kapan suatu pendapatan dicatat dan diakui.
2.
Pengertian pendapatan dan Pengakuan Pendapatan Menurut Pajak Dalam Undang-undang perpajakan No. 36 tahun 2008 dalam penjelasan pasal 4 menjelaskan bahwa, ”Penghasilan dalam undang-undang ini tidak memperhatikan adanya penghasilan dari sumber tertentu, tetapi pada adanya tambahan kemampuan ekonomis”. Untuk kegiatan rutin dan pembangunan. Tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari indonesia maupun dari luar indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun. Penghasilan dalam undang-undang ini tidak memperhatikan adanya penghasilan dari sumber tertentu, tetapi pada adanya tambahan kemampuan ekonomis. Tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak merupakan ukuran terbaik mengenai kemampuan wajib pajak tersebut untuk ikut bersama-sama memikul biaya yang diperlukan pemerintah untuk kegiatan rutin dan pembangunan.
13
Dilihat dari mengalirnya tambahan kemampuan ekonomis kepada wajib pajak, penghasilan dapat dikelompokkan menjadi: a. Penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas seperti gaji, honorarium, penghasilan dari praktek dokter, akuntan, pengacara, dan sebagainya b. Penghasilan dari usaha dan kegiatan lainnya c. Penghasilan dari modal, yang berupa harga yang bergerak ataupun harta yang tidak bergerak seperti bunga, deviden, royalty, sewa dan keuntungan penjualan harta atau hak yang tidak dipergunakan untuk usaha. d. Penghasilan lain-lain seperti pembebasan utang dan hadiah.
1) Pengakuan Pendapatan Menurut penjelasan Pasal 4 UU Perpaajakan No. 23 tahun 2008 menjelaskan bahwa ”Semua jenis penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu tahun pajak digabungkan untuk mendapatkan dasar pengenaan pajak. Dengan demikian, apabilan dalam suatu tahun pajak suatu perusahaan atau kegiatan menderita kerugian, maka kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan lainnya (penghasilan horizontal), kecuali kerugian yang diderita di luar negeri”. Namun demikian, apabila suatu jenis penghasilan dikenai tarif pajak bersifat final atau dikecualikan oleh objek pajak, maka penghasilan tersebut tidak boleh digabungkan dengan penghasilan lain yang dikenai tarif umum.
14
Untuk menentukan kapan penghasilan diterima atau diperoleh, undang-udang perpajakan menunjuk kepada metode pembukuan yang diselenggarakan wajib pajak berdasarkan accrual basis atau cash basis. Pendekatan accrual basis mengakui penghasilan pada saat diperoleh, pendekatan cash basis mengakui penghasilan pada saat diterima.
3.
Pengertian Beban dan Pengakuannya Menurut Akuntansi Menurut kerangka dasar penyusunan laporan keuangan yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia dalam SAK (2010: par 70 b), disebutkan bahwa: Beban adalah penurunan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi dalam bentuk arus kas keluar atau berkurangnya aktiva atau terjadinya kewajiban yang mengakibatkan penurunan ekuitas yang tidak menyangkut pembagian kepada penanam modal. a.
Pengakuan Beban Menurtu Hery (2011:6) beban diakui jika penurunan manfaat ekonomi masa depan berkaitan dengan penurunan aktiva atau peningkatan kewajiban telah terjadi dan dapat diukur dengan andal serta beban diakui dalam laporan laba rugi atas dasar hubungan antara biaya yang timbul dan penghasilan tertentu yang diperoleh. Menurut IAI dalam SAK (2010:par 96) menjelaskan bahwa ”jika manfaat ekonomi diharapkan timbul selama beberapa periode akuntansi dan hubungannya dengan penghasilan hanya dapat ditentukan secara luas atau tidak langsung, beban diakui dalam laporan laba rugi atas dasar prosedur alokasi yang resional dan sistematis.
15
Hal ini sering dilakukan dalam pengakuan beban yang berkaitan dengan penggunaan aset seperti aset tetap, goodwill, paten dan merek dagang. Dalam kasus semacam ini, beban ini disebut penyusutan atau amortisasi. Prosedur alokasi ini dimaksudkan untuk mengakui beban dalam periode akuntansi yang menikmati manfaat ekonomi aset yang bersangkutan.
4.
Pengertian Beban dan Pengakuannya Menurut Pajak Berdasarkan Undang-undang Perpajakan No. 23 tahun 2008 pasal 9 tentang pajak penghasilan, yang dimaksud dengan beban adalah biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan itu, meliputi biaya pembelian bahan, upah dan gaji karyawan termasuk bonus atau gratifikasi, honorarium, sewa, bunga, royalti, biaya perjalanan, piutangpiutang yang tak daapt tertagih, premi asuransi, biaya administrasi dan bunga, biaya rutin pengolahan limbah dan sebagainya. Sedangkan pengeluaran yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun pembebanannya dilakukan melakui penyusutan atau amortisasi. Sementara itu, dalam penjelasan Pasal 9 UU Perpajakan No. 23 tahun 2008 menjelasakan bahwa ”tidak semua biaya dapat dikurangkan dari penghasilan”. Pada prinsipnya biaya yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto adalah biaya yang mempunyai hubungan langsung atau tidak langsung dengan usaha atau kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan
yang
merupakan
objek
pajak
yang
16
pembebanannya dapat dilakukan dalam tahun pengeluaran atau selama masa manfaat dari pengeluaran tersebut. Pengeluaran yang tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto meliputi pengeluaran yang sifat pemakaian penghasilan atau jumlahnya melebihi kewajaran.
a. Pengakuan Beban Dalam perpajakan, biaya atau pengeluaran ada yang dapat dikurangkan dari bruto (deductible expense) dan ada yang tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto (non deductible expense). Biaya yang dapat dikurangkan menurut pasal 6 Undang-undang No. 36 Tahun 2008. 1) Besarnya penghasilan kena pajak bagi wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk menagih dan memelihara penghasilan, termasuk: a) Biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha, antara lain: 1. Biaya pembelian bahan; 2. Biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang; 3. Bunga, sewa dan royalti; 4. Biaya perjalanan;
17
5. Biaya pengolahan limbah; 6. Premi asuransi; 7. Biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; 8. Biaya administrasi, dan 9. Pajak, kecuali pajak penghasilan. b) Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 11a; c) Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh menteri keuangan; d) Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan; e) Kerugian dari selisih kurs mata uang asing; f) Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia; g) Biaya beasiswa, magang dan pelatihan; h) Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih, dengan syarat: 1. Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba-rugi komersial; 2. Wajib pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak; dan
18
3. Telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan negeri atau Instansi Pemerintah yang menangani piutang negara;
atau
adanya
perjanjian
tertulis
mengenai
penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan; atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; atau adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu; 4. Syarat sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak berlaku untuk penghapusan piutang tak tertagih debitur keci sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf (k), yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; i) Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang ketentuannya diatur dengan peraturan pemerintah; j) Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah; k) Biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah; l) Sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah; dan m) Sumbangan
dalam
rangka
pembinaan
olahraga
ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
yang
19
2) Apabila penghasilan bruto setelah pengurangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didapat kerugian, maka kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan mulai tahun pajak berikutnya berturut-turut sampai dengan 5 (lima) tahun. 3) Kepada orang pribadi sebagai wajib pajak dalam negeri diberikan pengurangan berupa Penghasilan Tidak Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7. b. Sedangkan biaya yang tidak dapat dikurangkan menurut pasal 9 Undang-undang No. 36 Tahun 2008: 1) Untuk menentukan besarnya penghasilan kena pajak bagi wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap tidak boleh dikurangkan: a) Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen, termasuk dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi; b) Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu atau anggota; c) Pembentukan atau pemupukan dana cadangan kecuali cadangan pituang yang tertagih untuk usaha bank dan sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang; 1. Cadangan untuk usaha asuransi, termausk cadangan bantuan sosial yang dibentuk oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial;
20
2. Cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan; 3. Cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan; dan 4. Cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri untuk usaha pengolahan limbah industri, yang ketentuan dan syarat-syaratnya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. d) Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna dan asuransi beasiswa yang dibayar oleh wajib pajak orang pribadi, kecualli jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi wajib pajak yang bersangkutan; e) Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan didaerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan; f) Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang sahan atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalah sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan;
21
g) Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b, kecuali zakat atas penghasilan yang nyata-nyata dibayarkan oleh wajib pajak orang pribadi pemeluk agama islam kepada Badan Amil Zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah; h) Pajak penghasilan; i) Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi wajib pajak atau orang yang menjadi tanggungannya; j) Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma atau perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham; k) Saknsi administrasi berupa bunga, denda dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkanaan dengan pelaksanaan perundang-undangan dibidang perpajakan. Pengeluaran
untuk
mendapatkan,
mangih
dan
memelihara
penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun tidak diperbolehkan untuk dibebanka sekaligus, melainkan dibebankan melalui penyusutan atau amortisasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 atau pasal 11a. Hal lain yang menjadi perhatian serius yang berkaitan dengan beban adalah biaya-biaya entertaiment dan sejenisnya yang diberikan kepada pzihak ketiga oleh perusahaan. Dalam Surat Edaran Diraktorat Jenderal Pajak No. SE/PJ.22/1986, diatur mengenai biaya entertainment dan sejenisnya sebagai berikut:
22
1. Biaya entertainment, representasi jamuan dan sejenisnya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan pada dasarnya dapat dikurangkan dari penghasilan bruto sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (1) huruf a PPh 1984; 2. Wajib pajak harus dapat membuktikan, bahwa biaya-biaya tersebut telah benar-benar dikeluarkan (formal) dan benar ada hubungannya dengan kegiatan perusahaan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan perusahaan (material); 3. Oleh karena itu, wajib pajak yang mengurangkan biaya-biaya tersebut dari pengasilan brutonya, sejak tahun 2009, agar melampirkan pada SPT tahunan daftar nominatif.
5.
Laba Komersial Versus Laba Kena Pajak Laba komersial (Accounting Income) merupakan pengukuran laba yang lazim digunakan dalam dunia bisnis untuk kepentingan pasar modal (bursa efek), perbankan, dan RUPS dan kepentingan lainnya. Laba komersial
dihitung
berdasarkan
Standar
Akuntansi
Keuangan.
Penghitungan laba komersial bertumpu pada prinsip matching cost against revenue yaitu persandingan antara pendapatan dengan biaya-biaya terkait. Sedangkan laba kena pajak merupakan laba yang dihitung berdasarkan peraturan perpajakan yang berlaku yaitu UU No. 36 tahun 2008 mengenai pajak penghasilan, beserta aturan pelaksanaannya. Penghasilan kena pajak berdasarkan prinsip taxability decuctability, dengan prinsip ini suatu biaya baru dapat dikurangkan dari penghasilan
23
bruto apabila pihak yang menerima pengeluaran atas biaya yang bersangkutan, melaporkannya sebagai penghasilan dan penghasilan tersebut dikenakan pajak. Misalnya tunjangan yang diberikan oleh perusahaan kepada karyawan dianggap sebagai biaya dan mengurangi laba kotor, jika karyawan yang menerimanya mengakui tunjangan tersebut dikenakan PPh pasal 21. Untuk menghitung penghasilan kena pajak, minimal ada lima komponen yang perlu diperhatikan, yaitu: a. Penghasilan yang menjadi objek; b. Penghasilan yang dikecualikan sebagai objek pajak; c. Penghasilan yang pajaknya dikenakan secara final; d. Biaya yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto; e. Biaya yang tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto.
C. Risiko dan Pengaruh Pajak atas Perusahaan 1.
Risiko Perusahaan Keputusan melakukan investasi tidak bisa dipisahkan dari risiko yang harus dipikul atau ditanggung. Ketika perusahaan akan memulai investasi dalam suatu proyek, maka perusahaan harus memperhitungkan penghasilan setelah pajak atas investasi
yang akan dilakukannya. Diperolehnya
penghasilan ataupun dideritanya kerugian berhubungan dengan risiko yang dihadapi. Salah satu risiko ini misalnya pengenaan pajak yang tiba-tiba akibat adanya berbagai koreksi yang dilakukan pada saat pemeriksaan.
24
Menurut Waluyo (2010:28) terdapat beberapa risiko yang mungkin timbul karena investasi yaitu sebagai berikut: a.
b.
c.
d.
e.
f.
2.
Risiko Penghasilan Risiko ini timbul karena adanya ketidakpastian penerimaan operasi dari biaya saat ini, ketidakpastian atas harga keluaran (output) perusahaan dibandingkan dengan biaya (input) pada masa yang akan datang. Risiko Modal Risiko ini timbul karena ketidakpastian ekonomi atas biaya depresiasi sebagai aset yang cepat usang atau berganti mode. Akibatnya, aset yang diinvestasikan sudah ketinggalan zaman sehingga tidak mampu bersaing lagi. Risiko Keuangan Risiko ini timbul karena ketidakpastian tingkat biaya bunga atas dana pinjaman, akibatnya mungkin perusahaan tidak mampu membayar kembali pinjaman dan bunganya. Risiko Inflasi Risiko ini timbul karena ketidakpastian tingkat inflasi pada masa yang akan datang. Ini akan berpengaruh terhadap penghasilan dan biaya untuk mengganti aset perusahaan di masa yang akan datang. Risiko Atas Keputusan Yang Tidak Dapat Diubah. Risiko ini timbul karena pembelian aset atau biaya yang sudah dikeluarkan tidak dapat digunakan untuk keperluan lainnya. Oleh karena itu, investor harus betul-betul memperhitungkan masalah waktu. Risiko Politik Risiko ini timbul karena adanya perubahan atas kebijakan pemerintah, misalnya kebijakan pemerintah dalam bidan perpajakan (tax policy) yang disesuiakan kondisi perekonimoian suatu negara maupun untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Pengaruh Pajak Terhadap Perusahaan Pajak
merupakan
pungutan
berdasarkan
Undang-Undang
oleh
Pemerintah, yang sebagian dipakai untuk penyediaan barang dan jasa publik. Besar pajak dipengaruhi oleh berbagai faktor baik internal maupun eksternal. Secara administratif, pungutan pajak dapat dikelompokkan menjadi pajak langsung (direct tax) dan pajak tidak langsung (indirect tax). Dari aliran sumber daya (flows of resources) pajak dapat dipungut dari aliran masuknya (income) atau aliran keluarnya (expenditure) sumber daya.
25
Pajak langsung dikenakan atas masuknya aliran sumber daya yaitu penghasilan, sedangkan pajak tidak langsung dikenakan terhadap keluarnya sumber daya seperti pengeluaran untuk konsumsi atas barang maupun jasa. Beban pajak (tax incidence) langsung umumnya ditanggung oleh orang atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan, pajak yang dikenakan terhadap penghasilan yang diterima atau diperoleh dapat dianggap sebagai biaya (cost) atau beban (expense) dalam menjalankan usaha atau melakukan kegiatan maupun distribusi laba kepada pemerintah. Asumsi pajak sebagai biaya akan memengaruhi laba (profit margin), sedangkan asumsi pajak sebagai distribusi laba akan mempengaruhi tingkat pengembalian atas investasi (rate of return on investment). Status perusahaan yang go public atau belum akan memengaruhi kebijakan pembagian dividen. Perusahaan yang sudah go public umumnya cenderung high profile daripada perusahaan yang belum go public. Agar harga pasar sahamnya meningkat, manajer perusahaan akan berusaha tampil sebaik mungkin, sukses dan membagi dividen yang besar. Dalam praktik bisnis, umumnya pengusaha mengidentikan pembayaran pajak sebagai beban sehingga akan berusaha untuk meminimalkan beban tersebut guna mengoptimalkan laba. Dalam rangka meningkatkan efisiensi dan daya saing, maka perusahaan wajib menekan biaya seoptimal mungkin. Demikian pula dengan kewajiban membayar pajak, karena biaya pajak akan menurunkan laba setelah pajak (after tax profit), tingkat pengembalian (rate of return) dan arus kas (cash flows).
26
Pengelolaan kewajiban pajak tersebut sering diasosiasikan dengan suatu elemen dalam manajemen dalam suatu perusahaan yang disebut dengan manajemen pajak (tax management).
D. Manajemen Pajak Manajemen pajak merupakan bagian dari manajemen keuangan. Oleh karena itu, fungsi pembuatan keputusan manajemen keuangan dapat dibagi menajdi tiga, yaitu keputusan yang berkaitan dengan investasi, pendanaan dan aset. 1.
Definisi Manajemen Pajak Upaya dalam melakukan penghematan pajak secara legal dapat dilakukan melalui manajemen pajak. Namun perlu diingat bahwa legalitas manajemen pajak tergantung dari instrumen yang dipakai. Legalitas baru dapat diketahui secara pasti setelah ada putusan pengadilan.
2.
Konsep Manajemen Strategis dan Perencanaan Strategis Perencanaan strategis dalam perusahaan merupakan salah satu aspek manajemen strategis yang selalu diperlukan oleh setiap perusahaan. Setiap perubahan lingkungan yang terjadi memerlukan respons strategis, baik dalam perencanaan, pelaksanaan, maupun evaluasi. Dari sebutan semula perencanaan perusahaan (corporate planning), berkembang menjadi strategi perusahaan (corporate strategy), perencanana strategis (strategic planning), kebijakan bisnis (business policy) dan akhirnya menjadi manajemen strategis (strategis management) yang berisi bagimana pimpinan puncak suatu perusahaan
27
menanggapi perubahan lingkungan yang sangat kompleks dan dinamis tersebut. Manajemen strategis dan perencanaan strategis merupakan arus keputusan dan tindakan yang mengarah kepada perkembangan suatu strategi yang efektif untuk membantu mencapai sasaran perusahaan. Penelitian manajemen strategis dapat dikelompokkan sebagai berikut: a.
Adanya hubungan antara keberhasilan perusahaan dengan perencanaan strategis. Bahwa perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam perencanaan strategis, ternyata lebih berhasil dariapada perusahaan yang tidak terlibat dalam perencanaan pajak.
b.
Adanya hubungan antara keberhasilan perusahaan dengan kondisi lingkungan perusahaan, bahwa dengan kondisi lingkungan yang berbeda, perusahaan membutuhkan lingkungan yang berbeda dari fungsi-fungsi organisasi untuk tindakan yang efektif.
c.
Adanya hubungan antara faktor eksternal dan internal perusahaan dengan keberhasilan perusahaan, bahwa manajer dalam perusahaan yang berbeda dalam lingkungan yang cepat canggih agar perusahaan mereka berhasil. Sehingga dapat disimpulkan bahwa, suatu pengetahuan tentang
manajemen strategi sangat penting bagi keberhasilan perusahaan secara efektif. Penggunaan perencanaan strategis yang berdasarkan pada faktor ekstenal dan internal merupakan kunci pokok keberhasilan perusahaan.
28
3.
Fungsi Manajemen Pajak Tujuan dari manajemen pajak dapat dicapai melalui fungsi-fungsi manajemen pajak yang terdiri dari: a.
Perencanaan Pajak (tax planning) Perencanaan pajak adalah langkah awal dalam manajemen pajak. Pada tahap ini dilakukan pengumpulan data penelitian terhadap peraturan perpajakan, dengan maksud dapat diseleksi jenis tindakan penghematan pajak yang dilakukan. Pada umumnya penekanan perencanaan pajak (tax planning) adalah untuk meminimumkan kewajiban pajak, sehingga tujuan dari tax planning adalah rekayasa agar beban pajak serendah mungkin dengan memanfaatkan peraturan yang berlaku tanpa melanggarnya.
b.
Pelaksanaan Kewajiban Perpajakan (Tax Implementation) Apabila dalam tahap tax planning telah diketahui faktor-faktor yang akan dimanfaatkan untuk melakukan penghematan pajak, maka langkah selanjutnya adalah mengimplementasikannya baik secara formal maupun material. Harus dipastikan bahwa pelaksanaan kewajiban perpajakan
telah
memenuhi
peraturan
perpajakan
yang
berlaku.
Manajemen pajak tidak dimaksudkan untuk melanggar peraturan dan jika dalam pelaksanaannya menyimpang dari peraturan yang berlaku, maka praktek tersebut telah menyimpang dari tujuan manajemen pajak. c.
Pengendalian Pajak (Tax Control) Pengendalian pajak bertujuan untuk memastikan bahwa kewajiban pajak telah dilaksanakan sesuai dengan yang telah direncanakan dan telah memenuhi persyaratan formal maupun material. Dalam pengendalian
29
pajak, yang penting adalah pengecekan pembayaran pajak. Oleh karena itu, pengendalian pajak, misalnya dalam melakukan pembayaran pajak pada saat terakhir tentu lebih menguntungkan jika dibandingkan dengan membayar lebih awal. Pengendalian pajak termasuk pemeriksaan jika perusahaan telah membayar pajak lebih besar dari jumlah pajak terutang.
4.
Kriteria Manajemen Pajak yang Berkualitas Menurut Hoesada ditulis untuk seminarnya Strategic Tax Planning yang diselenggarakan oleh unit pengembangan akuntansi, mengenai kualitas manajemen perpajakan suatu perusahaan. Manajemen pajak suatu perusahaan dapat dikatakan berkualitas jika memenuhi kriteria sebagai berikut: a.
Efektif Manajemen perpajakan disebut efektif jika: 1) Semua tugas administrasi, pembayaran, dan pelaporannya dilakukan dengan baik 2) Surat ketetapan pajak, yang merupakan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh fiskus, menghasilkan revisi yang minimum.
b.
Efisien Manajemen perpajakan disebut efisien jika: 1) Efisien dalam penggunaan sumber daya perusahaan 2) Efisien dalam memanfaatkan time value of money 3) Tidak menimbulkan masalah hukum atau beban denda 4) Efisien dalam biaya dan waktu
30
c.
Ekonomis Manajemen perpajakan disebut ekonomis jika semua input pelaksanaan tugas administrasi perpajakan diperoleh dengan harga/biaya yang relatif murah.
E. Perencanaan Pajak 1.
Definisi Perencanaan Pajak Pada umumnya, perencanaan pajak (tax planning) merujuk kepada proses merekayasa usaha dan transaksi wajib pajak agar utang pajak berada dalam jumlah yang minimal, tetapi masih dalam bingkai peraturan perpajakan. Secara teoritis perencanaan pajak menurut Mohammad Zain (2007:6) yaitu: Suatu proses yang mendeteksi cacat teoritis dalam kententuan peraturan perundang-undangan perapajakan tersebut, untuk kemudian dioleh sedemikian rupa sehingga ditemukannya suatu cara penghindaran pajak yang dapat menghemat pajak akibat cacat teoritis tersebut. Perencanaan pajak sebenarnya adalah untuk melakukan penghematan pajak. Pada tahap perencanaan pajak, dilakukan pengumpulan dan penelitian terhadap peraturan perpajakan. Tujuannya adalah agar dapat dipilih jenis tindakan penghematan pajak yang akan dilakukan. Menurut Aris, seperti yang dikutip Sophar (2011:485) berpendapat bahwa ”Perencanaan pajak merupakan upaya legal karena penghematan pajak hanya dilakukan dengan memanfaatkan hal-hal yang tidak diatur (Loopholes). Menurut Early Suandy (2008:7) pengertian perencanaan pajak adalah: Langkah awal dalam manajemen pajak, pada tahap ini dilakukan pengumpulan dan penelitian terhadap peraturan perpajakan agar dapat diseleksi jenis tindakan penghematan pajak yang dilakukan dan pada
31
umumnya penekanan perencanaan pajak adalah untuk meminimumkan kewajiban pajak. Berdasarkan pengertian diatas, dapat disimpullkan bahwa perencanaan pajak merupakan usaha legal yang dilakukan oleh perusahaan (sebagai wajib pajak) untuk mengatur kewajiban pembayaran pajaknya agar selaras dengan tujuan perusahaan, tanpa melanggar ketentuan perpajakan yang ada.
2.
Jenis-jenis Perencanaan Pajak Menurut Erly (2011:122), perencanaan pajak dapat dibagi menjadi dua, yaitu: a. Perencanaan Pajak Nasional (National Tax Planning) b. Perencanaan Pajak International (International Tax Planning) Perbedaan
utama
antara
perencanaan
pajak
nasional
dengan
perencanaan pajak international adalah peraturan peerpajakan yang digunakan. Dalam perencanaan pajak nasional hanya memperhatikan undang-undang domestik, tetapi kalau perencanaan pajak international disamping undangundang domestik juga harus memperhatikan perjanjian-perjanjjian pajak dan undang-undang dari negara-negara yang terlibat. Dalam perencanaan pajak nasional pemilihan atas dilaksanakan atau tidak suatu transaksi hanya bergantung terhadap transaksi tersebut. Artinya untuk menghindari atau mengurangi pajak, wajib pajak dapat memilih jenis transaksi apa yang harus dilaksanakan sesuai dengan hukum yang pajak yang ada (misalnya, akan terkena tarif pajak khusus final atau tidak).
32
Lain halnya dengan perencanaan pajak international, yang dipilih adalah negara (Yuridikasi) mana yang akan digunakan dalam suatu transaksi. Dengan kata lain, dalam perencanaan pajak international, seorang pembayar pajak bisa dengan bebas menentukan di negara hukum mana ia akan dikenakan pajak dan pada tingkat berapa.
3.
Fungsi Perencanaan Pajak Perusahaan menerapkan manajemen pajak untuk menerapkan fungsifungsi manajemen itu sendiri, seperti: perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian pajak. Fungsi perencanaan pajak dinilai sangat dominan dalam rangka mengatur pajak dan diakui bahwa fungsi ini berperan penting bagi keberhasilan manajamen pajak. Perencanaan pajak dilakukan oleh perusahaan untuk meminimalkan kewajiban pajaknya. Jadi, perencanaan pajak berfungsi untuk menekan serendah mungkin beban pajak perusahaan dengan merekayasa atas tindakan yang dapat dikenakan pajak dengan memanfaatkan peraturan-peraturan yang ada. Dengan demikian, jika perusahaan dapat melakukan perencanaan pajak dengan baik, maka perusahaan dapat memaksimalkan penghasilan setelah pajak.
4.
Tujuan dan Manfaat Perencanaan Pajak Perusahaan menerapkan manajemen pajak untuk menerapkan fungsifungsi manajemen itu sendiri, seperti tax planning, pelaksanaan dan pengendalian pajak. Fungsi tax planning dinilai sangat dominan dalam rangka
33
mengatur pajak dan diakui bahwa fungsi ini berperan penting bagi keberhasilan manajemen pajak. Tax planning dilakukan oleh perusahaan untuk meminimalkan kewajiban-kewajiban pajaknya. Jadi, tax planning berfungsi untuk menekan serendah mungkin beban pajak perusahaan dengan merekayasa atas tindakan yang dapat dikenakan pajak dengan memanfaatkan peraturan-peraturan yang ada. Dengan demikian, jika perusahaan dapat melakukan tax planning-nya dengan baik, maka perusahaan dapat memaksimalkan penghasilan setelah pajakanya. Tujuan perencanaan pajak sebagaimana dikemukakan oleh Erly Suandy (2011:5) bahwa: Asumsi pajak sebagai biaya akan mempengaruhi laba (profit margin), sedangkan pajak sebagai distribusi laba akan mempengaruhi investasi. Oleh karena itu, perusahaan akan berusaha membayar pajaknya dengan seminimal mungkin. Apapun asumsinya, perusahaan tetap menganggap pembayaran pajak sebagai beban, karena bagi mereka pajak merupakan unsur pengurang laba yang tersedia untuk dibagi atau diinvestasikan kembali oleh perusahaan, sehingga mereka akan berusaha untuk meminimalkan beban tersebut untuk mendapatkan laba yang optimal. Tujuan tax planning secara khusus ditujukan untuk memenuhi hal-hal sebagai berikut: a.
Menghilangkan atau menghapus pajak sama sekali,
b.
Menghilangkan atau menghapus pajak dalam tahun berjalan,
c.
Menunda pengakuan pendapatan,
d.
Mengubah penghasilan rutin berbentuk capital gain,
e.
Memperluas bisnis atau melakukan ekspansi usaha dengan membentuk badan usaha baru,
34
f.
Menghindari pengenaan pajak berganda,
g.
Menghindari bentuk penghasilan yang bersifat rutin atau teratur atau membentuk, memperbanyak atau mempercepat pengurangan pajak. Sedangkan manfaat perencanaan pajak menurut Lumbantoruan
(2007:357) adalah: 1) Menghemat kas keluar sebagaimana yang dijelaskan bahwa pajak sebagai unsur pengurang penghasilan (biaya) merupakan beban yang ditanggung sepenuhnya oleh perusahaan (wajib pajak). Dengan miminimalkan beban pajak, dana yang tersedia untuk membayar pajak dapat dialokasikan kepada pos-pos lain dalam perusahaan. Terutama jika perusahaan dapat memenuhi seluruh kewajiban perpajakannya, maka upaya ini dapat meminimalkan pembayaran atas transaksi-transaksi perpajakan yang berlaku, sehingga dapat menghemat kas keluar. 2) Mengatur aliran kas sebagaimana dijelaskan bahwa perencanaan pajak yang cermat dapat ditentukan dengan langkah yang tepat dalam mengestimasikan kebutuhan kas untuk pajak dan menentukan saat pembayaran, sehingga perusahaan dapat menyusun anggaran kas yang lebih akurat. Sedangkan manfaat perencanaan pajak menurut Mardiasmo (2009:277) pada prinsipnya memberi penjelasan yang tidak jauh berbeda, yaitu untuk menghemat kas keluar dan mengatur aliran kas (cash flow).
5.
Prinsip Perencanaan Pajak Untuk mencapai tujuan pembayaran pajak pada jumlah yang seharusnya, tax planning harus dilakukan secara aman. Berikut ini prinsipprinsip utama yang harus dipenuhi dalam melakukan perencanaan pajak secara aman. a.
Mengetahui Ketentuan Perpajakan Pemahaman terhadap ketentuan perpajakan yang dimuat dalam perudangundangan perpajakan mutlak diperlukan. Dengan mengetahui ketentuan
35
perpajakan, wajib pajak mengetahui hak dan kewajiban perpajakan, apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan. Pada tahap selanjutnya,
wajib pajak bias menguasai ketentuan
yang dapat
dimanfaatkan dalam tax planning. b.
Legal Artinya tidak menabrak hukum. Prinsip legal ini membedakan antara penghindaran pajak (tax avoidance) yang dilakukan masih dalam koridor hukum dengan penyelundupan pajak (tax evasion) yang sifatnya ilegal. Di dalam prinsip legal ini terkandung pula prasyarat telah dipenuhinya seluruh kewajiban perpajakan dengan benar, seperti penghitungan, penyetoran dan pelaporan pajak. Selain itu, bukti-bukti pendukung harus dipastikan sudah memadai. Pelanggaran terhadap prinsip legal ini bisa membuat perencanaan pajak kontraproduktif.
c.
Menguasai Strategi dan Tehniknya Strategi dan tehnik perencanaan pajak perlu dipahami secara mendalam mengingat sifatnya yang kompleks dan mengandung konsekuensi yang beragam. Pilihan strategi dan tehnik perlu dilakukan secara jeli dan selektif sehingga tujuan perencanaan pajak yang dikehendaki dapat diraih secara efisien dan efektif. Pemilihan strategi dan tehnik ini mesti dipadukan dengan kemahiran menentukan tautan dasar hukum yang kuat. Penerapan strategi dan tehnik yang disandarkan pada peraturan pajak yang secara
hirarki
perundang-undangan
lemah
dapat
menjerumuskan
perencanaan pajak ke wilayah risiko tinggi. Hal ini disebabkan adanya kemungkinan peraturan pajak yang lemah tersebut mengalami perubahan,
36
bertentangan dengan pertauran yang lebih tinggi, ketidakjelasan konteks, atau hanya bersifat penafsiran perkasus yang tidak dapat digeneralisir sebagai juresprudensi. d.
Secara Bisnis Masuk Akal Harus diingat bahwa perencanaan pajak adalah bagian dari perencanaan usaha secara keseluruhan; jangan sampai obsesi mendapatkan benefit dari penghematan perencanaan
pajak pajak
justru adalah
merugikan
secara
meminimalkan
komersial.
beban
pajak
Tujuan sehingga
penghasilan setelah pajak meningkat. Karena itu, pemahaman akan strategi dan tehnik perencanaan pajak harus dipadukan dengan pemahaman nature of business secara komersial. Dalam hal ini, cost and benefit dari setiap keputusan harus selalu diperhitungkan secara mendetail. Sebagai contoh, salah satu tehnik perencanaan pajak yang dianjurkan adalah
menyelenggarakan
pembukuan.
Memang
benar
dengan
menyeleggarakan pembukuan banyak manfaat yang bisa diraih, misalnya berupa perhitungan biaya dan kompensasi kerugian. Namun perlu diingat bahwa penyelenggarakan pembukuan itu sendiri membutuhkan biaya. Bagi wajib pajak yang profitabilitasnya kecil, biaya pembukuan bisa lebih besar dibanding benefit dari penghematan pajak dari penyelenggaraan pembukuan itu sendiri.
37
6.
Sasaran Perencanaan Pajak Agar perencanakan pajak dapat dilakukan secara maksimal maka perusahaan harus mengetahui hal-hal yang harus diperhatikan, seperti: a.
Tidak melanggar ketentuan perpajakan, apabila suatu perencanaan pajak ingin dipaksakan dengan melanggar ketentuan perpajakan. Buat wajib pajak merupakan resiko (tax risk) yang berbahaya dan mengancam kebersihan perencanaan pajak. Karena itu, sebaiknya wajib pajak menghindari hal tersebut karena dapat merugikan wajib pajak sendiri.
b. Secara bisnis masuk akal, karena perencanaan pajak yang dibuat merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perencanaan pajak menyeluruh (Globaly Strategy) perusahaan baik jangka pendek, maupun jangka panjang, maka perencanaan pajak yang tidak masuk akal akan memperlemah perencanaan pajak itu sendiri. c.
Bukti-bukti pendukungnya memadai, misalnya dukungan perjanjian (Agreement), faktur (Invoice) dan juga perlakukan akuntansinya (Accounting treatment). Selain harus memperhatikan hal-hal diatas, perusahaan juga dapat
melakukan pengelakan pajak dengan memanfaatkan hal-hal yang tidak diatur (loopholes), dimana dapat ditempuh oleh perusahaan dengan cara: a.
mengambil keuntungan sebesar-besarnya dari ketentuan mengenai pengecualian dan potongan atau pengurangan yang dipekenankan. Dalam peraturan perundang-undangan perpajakan banyak terdapat pengecualian dan pengurangan yang diperkenankan. Contohnya, pengurangan yang
38
dapat dimanfaatkan untuk mengurangi pajak dapat dilakukan sebagai berikut: 1) menjelang akhir tahun diketahui bahwa jumlah pajak yang akan terutang cukup besar. Untuk mengurangi jumlah itu,perusahaan dapat menguranginya dengan menambah biaya misalnya biaya pendidikan, biaya perbaikan kantor, biaya pemasaran, dan biaya lain-lain. Maksud pengeluaran tersebut adalah dari pada menggunakan uang untuk membayar pajak lebih besar, lebih baik uang tersebut digunakan untuk kepentingan perusahaan. b.
Mengambil keuntungan dari pemilihan bentuk-bentuk perusahaan yang tepat. Bila dilihat dari segi perpajakan bentuk usaha perseorangan, firma, dan kongsi adalah bentuk yang lebih menguntungkan daripada Perseoran Terbatas (PT). pajak atas penghasilan perseoran terbatas dikenakan dua kali. Pertama, pengenaan pajak dikenakan pada saat penghasilan diperoleh atau diterima. Kemudian pajak dikenakan lagi pada saat pemilik menerima atau memperoleh deviden.
c.
Mendirikan perusahaan dalam satu jalur usaha, sehingga dapat diatur secara keseluruhan penggunaan tariff pajak, potensi penghasilan, kerugian, dan aktiva yang bisa dihapus.
d.
Menyebarkan penghasilan menjadi beberapa tahun untuk mencegah penghasilan tersebut termasuk dalam kategori pendapatan yang tarifnya tinggi. Bila mungkin, pembayaran pajak bisa ditunda. Penghasilan yang dikenakan tariff 35% dapat dihindari dengan cara menunda penerimaan penghasilan pada tahun bersangkutan.
39
Seperti telah dibahas sebelumnya bahwa tujuan perencanaan pajak adalah menghemat beban pajak beserta compliance cost sehingga penghasilan setelah pajak lebih besar. Pada tataran praktis, tujuan tersebut diarahkan menjadi dua sasaran operasional, yaitu minimalisasi beban pajak (tax burden minimalization) atau justru memaksimalkan beban pajak (tax burden maximalization). Sasaran minimalisasi beban pajak tampak searah dengan tujuan pokok perencanaan pajak, yaitu untuk menghemat pajak. Pada tataran yang ekstrim, sebagian pakar bahkan berpendapat bahwa meminimalisasi beban pajak bisa sampai ketingkat pembayaran pajak 0% (zero tax), walaupun dalam kenyataannya, menghindari diri dari pajak sepertinya hampir tidak mustahil. Sasaran maksimalisasi beban pajak sepintas tampak agak rancu dengan tujuan perencanaan pajak, karena dengan alasan menghemat pajak, sasaran ini malah berusaha memaksimalkan beban pajak. Memaksimalkan beban pajak hanyalah sasaran jangka pendek atau parsial. Hal ini tidak lebih sebagai upaya pergeseran beban pajak (tax burden shifting). Misalnya, suatu perusahaan multinasional yang berusaha memaksimalkan pembayaran pajak dinegara tertentu demi memperbesar kredit pajak di Negara lain yang memperkenankan kredit pajak luar negeri. Dengan menempuh cara demikian, wajib pajak dapat menggeser beban pajak dari Negara dengan tarif pajak tinggi ke Negara bertarif pajak rendah. Maksimalisasi beban pajak juga dapat diterapkan dalam hal wajib pajak berusaha mencegah kelebihan pembayaran pajak (kredit pajak lebih besar daripada pajak yang sebenarnya terutang) sehingga dapat menghindarkan diri
40
dari pemeriksaan pajak. Apabila laba fiskal mengecil di akhir tahun sementara angsuran pajak tahun berjalan yang dihitung berdasarkan laba tahun sebelumnya telah dibayar, maka wajib pajak kemungkinan mengalami lebih bayar. Untuk menghindari pemeriksaan pajak (karena status lebih bayar) wajib pajak dapat memperbesar beban pajak sedemikian rupa, misalnya denan memaksimalkan biaya nondeductible, sehingga status perhitungan pajak di akhir tahun tidak lagi lebih bayar, melainkan kurang bayar atau nihil. Langkah ini ditempuh atas pertimbangan bahwa mengorbankan klain lebih bayar (yang mungkin nilainya tidak seberapa) adalah lebih baik dibandingkan dengan kenyataan harus menghadapi pemeriksaan pajak.
7.
Strategi Perencanaan Pajak Menurut Erly Suandy (2011:10), setidak-tidaknya terdapat tiga hal yang harus diperhatikan dalam suatu perencanaan pajak, yaitu: a. Tidak melanggar ketentuan perpajakan. Bila suatu perencanaan pajak dipaksakan dengan melanggar ketentuan perpajakan, bagi wajib pajak merupakan resiko pajak yang sangat berbahaya dan justru mengancam keberhasilan perencanaan pajak tersebut. b. Secara bisnis masuk akal, karena perencanaan pajak merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perencanaan menyeluruh (global strategy) perusahaan, baik jangka panjang maupun jangka pendek. Oleh karena itu, perencanaan pajak yang tidak masuk akal akan memperlemah perencaan itu sendiri.
41
c. Bukti-bukti pendukungnya memadai, misalnya dukungan perjanjian (agreement),
faktur
(invoice),
dan
juga
perlakuan
akuntansinya
(accounting treatment). Strategi yang dapat ditempuh untuk mengefisienkan beban pajak secara legal menurut Aris (2011) adalah sebagai berikut: a)
Tax Saving Tax saving merupakan upaya efisiensi beban pajak melalui pemilihan alternative pengenaan pajak dengan tarif yang lebih rendah. Misalnya, perusahaan yang memiliki penghasilan kena pajak lebih dari Rp100 juta dapat melakukan perubahan pemberian natura kepada karyawan menjadi tunjangan dalam bentuk uang. Penghematan pajak atas perubahan ini berkisar 5% - 25% untuk penghasilan karyawan sampai dengan Rp200 juta. Sebagai ilustrasi, PT A memberikan natura atau kenikmatan kepada karyawannya dalam bentuk biaya kesejahteraan karyawan dan biaya kesehatan. Karena biaya tersebut merupakan biaya yang tidak memiliki hubungan langsung dengan usaha atau kegiatan, maka baya tersebut tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto. Sehingga dilakukan koreksi fiscal. Oleh karena itu, untuk menghindari koreksi fiscal tersebut, maka biaya kesejahteraan dan biaya kesehatan diganti dengan tunjangan kesejahteraan dan kesehatan yang merupakan penghasilan pegawai yang bersangkutan.
42
Perhitungan pajak penghasilan setelah diubah menjadi tunjangan: Tabel 2.1 Perhitungan Pajak Penghasilan Uraian Penghasilan HPP Laba Kotor Biaya Umum dan Administrasi: - Biaya Kesejahteraan - Biaya Kesehatan Laba (rugi) sebelum Pajak PPh Terutang Penghasilan Setelah Pajak b)
Perhitungan Komersial 14.000.000.000 (9.000.000.000) 5.000.000.000
Perhitungan Koreksi Fiskal
36.000.000 36.000.000 20.000.000 20.000.000 5.056.000.000 (1.499.300.000) 3.556.700.000
Perhitungan Fiskal 14.000.000.000 (9.000.000.000) 5.000.000.000 5.000.000.000 (1.482.500.000) 3.517.500.000
Pergeseran pajak (shifting) ialah adanya pemindahan atau mentransfer beban pajak dari subjek pajak kepada pihak lain. Jenis pajak yang dapat dipindahkan kepada pihak lain adalah jenis pajak tidak langsung yaitu pajak pertambahan nilai (PPN). Dalam hal in ada dua jenis penggeseran pajak sering dilakukan dalam meminimalkan pajak, yaitu: 1)
Pergeseran pajak kedepan, dimana hal ini terjadi jika pabrikan mentransfer beban pajaknya kepada penyalur utama, pedagang besar dan akhirnya konsumen.
2)
Pergeseran pajak kebelakang, dimana pajak pertama kali dikenakan kepada konsumen atau pembeli, kemudian menggeser pajak tersebut kepada penyalur dengan cara membeli setelah harga dipotong sebesar pajak yang dikenakan kepadanya.
43
c)
Kapitalisasi, ialah pengurangan harga objek pajak yang akan dibayar oleh pihak pembeli, sehingga pajaknya menjadi beban si penjual. Biasanya kapitalisasi ini dilakukan atas transaksi jual beli aktiva tetap.
d)
Menghindari pelanggaran atau peraturan perpajakan Dengan menguasai peraturan pajak yang berlaku, perusahaan dapat menghindari timbulnya sanksi perapajakan berupa:
e)
1)
Sanksi administrasi : Denda, bunga atau kenaikan
2)
Sanksi pidana : pidana atau kurungan
Tax evasion, ialah meminimalkan pajak dengan melanggar ketentuan peraturan perpajakan yang berlaku. Cara ini sudah mengarah pada tindak pidana pajak.
f)
Tax avoidance, ialah merupakan upaya efisiensi beban pajak dengan menghindari
pengenaan
pajak
melalui
transaksi
yang
bukan
merupakan objek pajak. Misalnya, perusahaan yang masih mengalami kerugian, perlu merubah tunjangan karyawan dalam bentuk uang menjadi pemberian natura (makan pagi, siang, dan malam untuk seluruh karyawan) karena natura bukan merupakan objek pajak PPh Pasal 21. Dengan demikian, terjadi penghematan pajak atnra 5% - 35%. g)
Tax exemption, ialah adanya pengecualian pembebanan pajak kepada wajib pajak perorangan atau badan berdasarkan keputusan dan peraturan yang berlaku. Menunda pembayaran peraturan yang berlaku.
kewajiban
pajak
tanpa melanggar
44
Contoh: melalui penundaan pembayaran PPN, penundaan ini dilakukan dengan menunda penerbitan faktur pajak keluaran hingga batas waktu yang diperkenankan, khususnya untuk penjualan kredit. Dalam hal ini, penjual dapat menerbitkan faktur pajak pada akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan barang. h)
Mengoptimalkan kredit pajak yang dipekenankan Wajib pajak sering kurang memperoleh informasi mengenai pembayaran pajak yang dapat dikreditkan yang merupakan pajak dibayar dimuka. Misalnya, PPh Pasal 22, industri BBM atas pembelian solar oleh pabrikan dari pertamina dapat dikreditkan oleh wajib pajak pabrikan tersebut dan lebih menguntungkan dari pada dibebankan sebagai biaya perusahaan. Jadi dapat disimpulkan, bahwa ada strategi-strategi yang dapat diambil
oleh
wajib
pajak
terutama
badan,
dalam
usahanya
melaksanakan tax planning dengan tujuan mengatur atau dengan kata lain meminimalkan jumlah pajak yang harus dibayar. Diantara strategistrategi tersebut ada yang legal maupun illegal. Untuk strategi-strategi atau cara-cara yang legal sesuai Undang-Undang yang berlaku, dengan memanfaatkan hal-hal yang tidak diatur dalam Undang-Undang. Pengendalian pajak adalah tahap pekerjaan untuk memastikan bahwa peraturan perpajakan telah dilaksanakan. Dalam pengendalian pajak yang penting adalah pengecekan pembayaran pajak. Oleh sebab itu, pengendalian dan pengaturan arus kas sangat penting dalam strategi penghematan pajak.
45
Misalnya, tentu lebih menguntungkan jika perusahaan membayar pajak pada saat
terakhir
dari
pada
penyetorannya
dilakukan
jauh
sebelumnya.
Pengendalian pajak termasuk pemeriksaan jika perusahaan telah membayar pajak termasuk pemeriksaan jika perusahaan telah membayar pajak lebih besar dari pajak terutang. Apabila diperkirakan bahwa jumlah pajak yang disetor diperkirakan telah melampaui pajak yang terutang, segera diajukan permohonan kepada fiskus untuk mendapatkan izin tidak membayar pajak lebih lanjut. Apabila pajak terlanjur dibayar lebih besar dari pada pajak terutang, perusahaan dapat segera mengupayakan untuk mengajukan permohonan restitusi.
46
GAMBAR 2.1 STRATEGI MEMINIMALKAN PAJAK
Pengelakan pajak dalam strategi penghematan pajak
Yang tidak merugikan penerimaan negara
Melalui transaksi
Pergeseran
Yang merugikan penerimaan negara
Melalui proses produksi
Transformasi
Kapitalisasi
Cara yang diperkenankan oleh undang-undang
Melaui UndangUndang perjanjian pajak konvensi international
Pengelakan (avoidance)
Pengecualian
Cara yang tidak diperkenankan oleh undang-undang
Penyelundupan (evasion)
Untuk melakukan perencanaan pajak secara aman, wajib pajak perlu memikirkan serta mendalami strategi yang hendak diterapkan. Salah memilih strategi bisa sangat berakibat fatal. Strategi perencanaan pajak tersebut adalah sebagai berikut: 1) Memanfaatkan kemudahan yang disediakan ketentuan perpajakan; 2) Memanfaatkan kelonggaran terhadap pemilihan metode akuntansi; 3) Memanfaatkan perbedaan perlakuan pajak terhadap bentuk usaha;
47
4) Memanfaatkan perbedaan perlakukan pajak terhadap berbagai jenis penghasilan; 5) Memanfaatkan perbedaan perlakuan pajak terhadap biaya; 6) Menghindari pemeriksaan pajak; dan 7) Menjaga hubungan baik dengan administrasi perpajakan. Strategi-strategi tersebut dapat dilakukan melalui penerapan berbagai tehnik perencanaan pajak. Tehnik itu sendiri bersifat kondisional, artinya bergantung pada kondisi wajib pajak masing-masing, jenis usaha, posisi keuangan, dan lain sebagainya. Ada tehnik yang cocok untuk suatu kondisi namun tidak cocok pada kondisi lainnya. Potensi tax saving yang bisa diperoleh dapat dikalkulasi dengan membandingkan pajak terutang dari penerapan tahnik tax planning dibandingkan dengan jumlah pajak terutang tanpa tax planning. Selain itu, manfaat tax planning juga dapat dikalkulasi dengan pendekatan lain yang lebih rumit, misalnya dengan analisis arus kas, net present value, cost and benefit analysis, dan lain sebagainya.
8.
Tahapan Dalam Perencanaan Pajak Menurut Erly Suandy (2011:14), agar perencanaan pajak dapat berhasil sesuai dengan yang diharapkan oleh perusahaan, maka perencanaan pajak seharusnya dilakukan dengan melalui urutan tahap-tahap perencanaan sebagai berikut: a. Menganalisa informasi (basis data) yang ada (analysis of the exciting database)
48
Tahap pertama dari proses pembuatan tax planning adalah menganalisis komponen yang berbeda atas pajak yang terlibat dalam suatu proyek dan menghitung seakurat mungkin beban pajak yang harus ditanggung. Hal ini hanya bisa dilakukan dengan mempertimbangkan masingmasing elemen dari pajak, baik secara sendiri-sendiri secara total pajakyang harus dapat dirumuskan sebagai tax planning yang paling efisien. Penting juga untuk memperhitungkan kemungkinan besarnya penghasilan dari suatu proyek dan pengeluaran-pengeluaran lain diluar pajak yang mungkin terjadi. Untuk itu, seorang manajer perpajakan harus memperhatikan faktor-faktor baik internal maupun eksternal, yaitu: 1) Fakta yang relevan Seorang manajer harus benar-benar menguasai situasi yang dihadapi dengan segala perubahan-perubahannya, agar tax planning dapat dilakukan secara tepat dan menyeluruh terhadap situasi maupun transaksi-transaksi yang mempunyai dampak dalam perpajakan. 2) Faktor pajak Dalam menganalisis setiap permasalahan yang dihadapi dalam penyusunan tax planning tidak terlepas dari dua hal utama yang berkaitan dengan factor-faktor: a) System perpajakan nasional yang dianut oleh suatu Negara b) Sikap fiskus menafsirkan peraturan perapajakan baik undangundang domestic maupun kebijakan perpajakan (Spitz, 1983)
49
c) Factor penghubung antara yurisdiksi perpajakan pada sutu sisi dan wajib pajak atau peristiwa kena pajak (taxable event) disisi lain d) Bentuk badan dari pembayar pajak e) Sumber penghasilan f) Sifat dari transaksi atau operasi g) Hubungan antara pembayar pajak dengan pihak lain h) Insentif pajak i) Tax haven j) Anti penghindaran 3) Factor non pajak lainnya Beberapa factor non-pajak yang relevan untuk diperhatikan dalam penyusunan tax planning, antara lain: a) Masalah badan hokum b) Masalah mata uang dan nilai tukar c) Masalah pengawasan devisa d) Masalah program insentif investasi e) Masalah factor non pajak lainnya
b. Mengevaluasi pelaksanaan rencana pajak (evaluating a tax plan) Tax planning sebagai suatu perencanaan yang merupakan bagian kecil dari seluruh prencanaan strategis perusahaan, oleh karena itu perlu dilakukan evaluasi untuk melihat sejauh mana hasil pelaksanaan suatu tax planning terhadap beban pajak, perbedaan laba kotor, dan pengeluaran
50
selain pajak atas berbagai alternatif perencanaan. Variabel-variable tersebut akan dihitung seakurat mungkin dengan hipotesis sebagai berikut: 1. Bagaimana jika rencana tersebut tidak dilaksanakan 2. Bagaimana jika rencana tersebut dilaksanakan dan berhasil dengan baik 3. Bagaimana jika rencana tersebut akan dilaksanakan tetapi gagal. Dari ketiga hipotesis tersebut akan memberikan hasil yang berbeda. Dari hasil tersebut barulah dapat ditentukan apakah tax planning tersebut layak untuk dilaksanakan atau tidak. Sebagai contoh, misalnya Perusahaan A menghitung apabila: 1. Tidak melaksanakan tax planning, maka pajak yang harus ditanggung Rp100.000.000 2. Melaksanakan tax planning dan berhasil, maka pajak yang harus ditanggung Rp75.000.000 3. Melaksanakan tax planning tetapi gagal, maka pajak yang harus ditanggung Rp125.000.000 Perusahaan tentu akan memilih tax planning karena bisa menghemat pajak sebesar Rp25.000.000, jika tax planning tersebut berhasil sesuai sasaran. Namun perlu diperhatikan bahwa ada tambahan biaya hukum dan lain-lainnya yang mungkin terjadi apabila pihak otoritas pajak tidak setuju dengan pos-pos yang dikurangkan dari perhitungan pajak (deductible items) yang dapat dibawa ke pengadilan.
51
c. Mencari kelemahan dan kemudian memperbaiki kembali rencana pajak (debugging the tax plan) Untuk mengatakan bahwa hasil suatu tax planning baik atau tidak, tentu harus dievaluasi berbagai rencana yang dibuat. Dengan demikian keputusan yang terbaik atas suatu tax planning harus sesuai dengan bentuk transaksi dan tujuan operasi. Perbandingan rencana harus dibuat sebanyak mungkin sebagai bentuk tax planning yang diinginkan. Kadang suatu rencana harus diubah mengingat adanya perubahan peraturan/perundangundangan. Tindakan perubahan (up to date planning) harus tetap dijalankan walaupun diperlukan penambahan biaya atau kemungkinan keberhasilannya sangat kecil, sepanjang penghematan tersebut masih besar, rencana tersebut harus tetap dijalankan, karena bagaimanapun juga kerugian yang ditanggung merupakan kerugian minimal.
d. Memutakhirkan rencana pajak (updating the plan) Meskipun suatu rencana pajak telah dilaksanakan dan proyek juga telah berjalan, amsih harus diperhitungkan setiap perubahan yang terjadi, baik dari undang-undang maupun pelaksanaannya (Negara di mana aktivitas tersebut dilakukan) yang dapat berdampak terhadap komponen suatu perjanjian. Namun sayangnya, informasi mengenai perubahan yang terjadi di luar negeri atas berbagai macam pajak maupun aktivitas bisnis sering kali sangat terbatas. Pemutakhiran daru suatu rencana adalah konsekuensi yang perlu dilakukan sebagaimana dilakukan oleh masyarakat
52
yang dinamis. Dengan memberikan perhatian terhadap perkembangan yang akan akan datang maupun situasi sekarang. Dengan demikian, pada awalnya perencanaan pajak perlu menganalisis komponen yang berbeda atas pajak yang terlibat dalam suatu proyek dan menghitung seakurat mungkin pajak (tax burden) yang harus ditanggung.
b. Motivasi dan Manfaat Tax Planning Erly Suandy (2011:6) mengungkapkan bahwa asumsi pajak sebagai biaya akan mempengaruhi laba (profit margin), sedangkan pajak sebagai distribusi laba akan mempengaruhi investasi. Oleh karena itu, perusahaan akan berusaha membayar pajaknya dengan seminimal mungkin. Adapaun asumsinya, perusahaan tetap menganggap pembayaran pajak sebagai beban, karena bagi mereka pajak merupakan unsure pengurang laba yang tersedia untuk dibagi atau diinvestasikan kembali oleh perusahaan, sehingga mereka akan berusaha untuk meminimalkan beban tersebut untuk mendapatkan laba yang optimal. Dalam rangka meningkatkan efisiensi dan daya saing maka manager wajib menekan biaya seoptimal mungkin. Tujuan tax planning adalah mencapai tingkat efisiensi paling maksimum yang diharapkan oleh perusahaan. Apabila ada perusahaan yang mengambil keputusan bisnis tanpa mempertimbangkan dampak perpajakan, maka akan terjadi hal-hal diluar dugaan. Contohnya, apabila ada suatu transaksi yang diperkirakan untung ternyata malah membuat perusahaan rugi, atau jika terjadi pemeriksaan atas pembayaran beban pajak akan timbul suatu utang pajak yang tidak diperkirakan. Oleh karena itu, apabila tidak menguasai peraturan perundang-
53
undangan perpajakan yang berlaku, maka beban pajak yang ditanggung perusahaan semakin besar atau malah berakibat perusahaan gulung tikar karena seluruh aset yang dimiliki disita untuk membayar utang pajak.
c. Contoh Perhitungan Pajak dengan Perencanaan Pajak Tax planning dalam rangka efisiensi PPh Badan dapat diupayakan melalui: a. Dasar pembukuan yang diakui oleh DJP adalah basis akrual dan basis kas yang dimodifikasi. Pada basis akrual, pendapatan dan biaya dicatat dan dilaporkan pada saat timbul kewajiban, meskipun uangnya belum diterima atau dibayar. Pada basis kas murni, pendapatan dan biaya dicatat dan dilaporkan pada saat terjadinya penerimaan dan pengeluaran uang. Jika dipandang dari segi perpajakan, maka melikih basis akrual lebih menguntungkan daripada basis kas. Hal yang terpenting bahwa pemilihan dasar pembukuan harus dilaksanakan secara konsisten. b. Pengelolaan transaksi yang berkaitan dengan pemberian kesejahteraan pada karyawan Pada biaya-biaya yang berkaitan dengan pemberian kesejahteraan karyawan terdapat banyak peluang untuk melakukan efisiensi PPh Badan. Strategi utama yang berhubungan dengan hal tersebut tergantung pada kondisi perusahaan sebagai berikut: i. Pada
perusahaan
yang
memperoleh
laba
kena
pajak
diatas
Rp100.000.000 dan pengenaan PPh badannya tidak final, diupayakan
54
seminimal mungkin memberikan kesejahteraan karyawan dalam bentuk natura yang tidak diperkenankan sebagai biaya. ii. Pada perusahaan yang dikenakan PPh badan secara final, diupayakan secara minimal mungkin memberikan kesejahteraan karyawan dalam bentuk natura iii. Pada perusahaan yang rugi, merubah pemberian natura menjadi tunjangan hanya akan menaikkan PPh 21 sementara PPh badan tetap Nihil. Peluang-peluang efisiensi beban pajak yang berkaitan dengan kesejahteraan karyawan adalah biaya yang berkaitan dengan: a. PPh Pasal 21 Karyawan, dapat berupa: 1) PPh Pasal 21 ditanggung oleh karyawan, dalam hai ini perusahaan hanya perantara pemotong PPh Pasal 21; 2) PPh Pasal 21 diberikan dalam bentuk tunjangan, maka jumlah tunjangan tersebut akan menambah penghasilan karyawan yang akan dikenakan PPh Pasal 21. Dalam hal ini, penghitungan PPh Pasal 21dilakukuan seraca gross-up dimana besarnya tunjangan pajak sama dengan jumlah PPh Pasal 21terutang untuk masingmasing karyawan. Dalam perhiutngan laba rugi perusahaan, tunjangan PPh Pasal 21 ini menyatu dalam pos gaji dan tunjangan karyawan. Tunjangan PPh Pasal 21 ini boleh dibebankan sebagai biaya. 3) PPh Pasal 21 ditanggung oleh Perusahaan, dalam hal ini gaji yang diterima oleh karyawan tidak dikurangi dengan PPh Pasal 21 karena
55
perusahaan-lah yang menanggung biaya tersebut. Penghitungan PPh Pasal 21 tersebut tidak dilakukan secara gross-up. Dalam laporan laba rugi, Perusahaan akan terlihat biaya PPh Pasal 21 terpisah dengan gaji dan tunjangan karyawan. PPh Pasal 21 merupakan kenikmatan dan tidak boleh dibebankan sebagai biaya. b. Pengobatan/kesehatan karyawan dapat berupa: 1. Perusahaan mendirikan rumah sakit/ klinik berikut dokter 2. Pegawai berobat di RS atau Dokter langganan dan pengambilan obat dari apotik langganan. (2 hal tersebut dianggap sebagai natura dan tidak boleh dibebankan sebagai beban). 3. Karyawan diberikan tunjangan kesehatan, sakit maupun tidak sakit 4. Karyawan dipekenankan berobat ke rumah sakit/ dokter atas nama karyawan, membayar terlebih dahulu kemundian oleh perusahaan diberikan penggantian. (2 hal tersebut dapat dibebankan sebagai biaya). c. Pembayaran premi asuransi untuk pegawai dapat dibebankan sebagai biaya dengan terlebih dahulu dimasukkan dalam unsure penghasilan karyawan. d. Iuran pension dan JHT yang dibayar perusahaan. Iutan tersebut merupakan biaya perusahaan tetapi bukan merupakan penghasilan bagi karyawan sehingga tidak dapat dibebankan sebagai beban e. Perumahan untuk karyawan dapat dibebankan sebagai biaya dengan syarat dimasukkan dalam penghasilan karyawan sebagai elemen tunjangan.
56
f. Transportasi untuk karyawan dari rumah ke tempat kerja dapat diberikan dalam bentuk: 1) Karyawan diantar jemput khusus dengan mobil perusahaan. Atas biaya eksploitasi dan penyusutan kendaraan ini boleh dibebankan sebagai biaya dan bukan merupakan penghasilan karyawan. (Surat DJP No. 1215/PJ.23/1984 da UU No. 17/2000). 2) Karyawan diberikan tunjangan transport. Tunjangan transport ini boleh dibebankan sebagai biaya, tetapi merupakan penghasilan karyawan dikenakan PPh 21. 3) Kendaraan yang dikuasai oleh karyawan tertentu/dibawa pulang. Atas biaya eksploitasi dan penyusutan kendaraan ini boleh dibiayakan perusahan sebesar 50% (KEP DJP No. 220/PJ./2002 tanggal 1 April 2002). g. Pakaian seragam untuk karyawan yang merupakan keharusan dalam rangka pelaksanaan pekerjaan, keamanan dan keselamatan atau berkenaan dengan situasi lingkungan kerja boleh dibebankan sebagai biaya dan bukan merupakan penghasilan karyawan (KEP DJP No. KEP-213/PJ./2001 tanggal 15 Maret 2001 dan UU No. 36/2008, penjelasan pasal 9 ayat 1 huruf e). h. Perjalanan dinas karyawan dalam rangka menjalankan tugas perusahaan seperti biaya transport, hotel dan sebagainya merupakan biaya perusahaan dan bukan penghasilan karyawan, sepanjang jumlahnya tidak mengandung unsur-unsur untuk keperluan pribadi (Surat DJP No. S-1215/PJ.23/1983 butir 5.4)
57
i. Bonus dan jasa produksi 1) Bonus dan jasa produksi kepada karyawan merupakan biaya perusahaan, apabila dibebankan dalam tahun biaya berjalan 2) Apabila pemberian bonus dan jasa produksi yang dibayarkan kepada karyawan dan direksi dibebankan ke laba ditahan (retained earning) bukan merupakan biaya perusahaan 3) Tantiem merupakan bagian keuntungan yang diberikan kepada Direksi dan Komisaris dari pemegang saham yang didasarkan kepada persentase tertentu dari laba perusahaan, tidak dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan dan bagi penerimanya merupakan penghasilan yang dikenakan PPh Pasal 21. c. Pemilihan Metode Penyusutan Aktiva Tetap Dan Amortisasi Aktiva Tidak Berwujud Metode penyusutan dan amortisasi yang diakui oleh fiskus erdiri dari dua metode, yaitu: a. Metode garis lurus Metode ini akan mengasilkan beban penyusutan yang sama besarnya setiap tahun. b. Metode saldo menurun Metode ini akan menghasilkan beban penyusutan yang lebih besar pada awal pembelian aktiva dan akan semakin menurun pada tahun-tahun berikutnya, tetapi pada akhir umur ekonomis aktiva tersebut jumlah akumulasi penyusutan akan sama. Metode saldo menurun lebih menguntungkan bagi wajib pajak dari segi likuiditas.
58
d. Transasksi yang berkaitan dengan Witholding Tax Perusahaan
yang bergerak dalam bidang jasa memiliki transaksi
yang mengharuskan adanya pemungutan pajak/pemotongan pajak (PPh Pasal 21, pasal 23, PPh Final, PPh Pasal 26 dan sebagainya) dari pihak ketiga dimana ppihak yang bersangkutan tidak bersedia dipotong pajaknya. Apabila perusahaan tidak memotong withholding tax tersebut, maka jika dilakukan pemeriksaan oleh fiskus, perusahaan akan dikenakan sanksi membayar withholding tax tersebut dan juga denda keterlambatan penyetoran sebesar 2% sebulan dari pokok pajak (Pasal 13 ayat 3 huruf b Undang-undang KUP). Untuk mengatasi hal ini dapat ditempuh: a. Perusahaan membayarkan withholding tax, pajak yang dibayarkan ini tidak boleh dibebankan sebagai biaya b. Nilai transaksi di gross-up, sehingga jumlah transaksi dalam kontrak sudsah termasuk pajak yang harus dipungut. Hal ini dapat dibebankan sebagai biaya, kecuali untuk PPh final dan dividen. Berikut adalah contoh kasus penerapan tax planning terkait denga transaksi withholding tax: PT XYZ menggunakan jasa akuntan public untuk melakukan audit atas laporan keuangannya dengan nilai kontrak sebesar Rp200.000.000. dalam
kontrak
perjanjian
antara
perusahaan
denga
penerima
penghasilan disebutkan bahwa nilai kontrak yang tercantum merupakan penghasilan bersih (Net of Tax). Dengan kata lain, pihak pemberi jasa tidak bersedia dipotong pajak. Maka terdapat dua alternative, yaitu:
59
i. Perusahaan membayarkan sendiri pajak yang terutang (PPh ditanggung perusahaan), namun atas pajak yang dibayarkan ini tidak boleh dibebankan sebagai biaya karena akan dilakukan koreksi fiscal (UU PPh No. 36 tahun 2008 pasal 9 ayat (1) huruf k). Cara ini ditempuh jika secra fiscal perusahaan masih merugi. ii. Nilai transaksi di gross-up (diberikan tunjangan pajak) sehingga jumlah transaksi data kontrak sudah termasuk pajak yang harus dipungut. Atas jumlah pajak yang dibayarkan tersebut boleh dibebankan sebagai biaya. Cara ini ditempuh jika perusahaan mendapatkan laba fiscal diatas 100 juta dan telah dikenakan PPh tariff tinggi karena akan mengasilkan penghematan pajak. Cara No. a) : Jika perusahaan memilih cara a), maka jumlah uang yang dikeluarkan untuk transaksi tersebut adala Rp200 juta ditambah PPh Pasal 23 sebesar Rp15 juta (Rp200 juta 2%) = Rp204 juta. Jumlah pajak yang ditanggung tersebut akan menjadi beban pajak yang tidak dapat dijadikan sebagai pengurang penghasilan bruto. Dengan demikian, beban yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto adalah hanya sebesar Rp200 juta. Cara No. b) : Jika perusahaan memilih cara b), maka jumlah uang yang dikeluarkan untuk transaksi ini adalah sebesar Rp200 juta ditambah dengan PPh Pasal 23 sebesar Rp15 juta, adapun perhitungannya sebagai berikut: DPP Nilai transaksi
60
Gross-up
:100/98
x 200.000.000 =
204.081.633
PPh pasal 23 Jumlah total
:2%
x 204.081.633 = =
4.081.633 208.163.265
Dengan
demikian,
atas
transaksi
ini
perusahaan
boleh
mengurangkan sebesar DPP yaitu Rp204.081.633. Selain itu juga perusahaan akan memperoleh tax saving sebesar 30% x Rp4.081.633 atau sebesar Rp1.224.490 (asumsi laba perusahaan diatas 100 juta), sehingga
pembayaran
Rp202.857.143
bersih
(204.081.633
atas –
transaksi
Rp1.224.490).
ini Hal
sebenarnya ini
lebih
menguntungkan bagi perusahaan dibandingkan dengan tidak melakukan gross up. Terdapat pendekatan lain dalam menerapkan tax planning selain hal tersbut diatas, sebagai strategi perpajaakn yang harus dibayar. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Yeni Mangonting dalam jurnal akuntansi keuangan (2004:43-45), yaitu: 1. Dengan memperkecil pendapatan atau penerimaan Perusahaan yang menerapkan hal ini dalam pengelolaan tax planningnya akan mempunyai resko yang cukup besar, karena biasanya dilakukan dengan pemalsuan dokumen atau pembukuan ganda. 2. Dengan memperbesar biaya atau pengeluaran Dalam pendekatan ini juga terdapat resiko, caranya sama dengan pendekatan pertama, hanya saja peraturan pajak memberikan bebanbeban yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto untuk
61
menentukan jumlah pajak yang harus dibayar. (UU Pajak penghasilan No. 17 tahun 2000).
Contoh 2: Perusahaan A menggunakan jasa konsultan sebesar Rp100 juta. Namun pihak konsultan tidak mau dibebani pajak. Dengan kata lain, konsultan menerima sebesar Rp100 juta neto. Maka: a. Jika perusahaan tidak melakukan gross-up nilai transaksi, maka jumlah uang yang dikeluarkan untuk transaksi tersebut adalah Rp100 juta ditambah PPh Pasal 23 sebesar 2% x Rp100 juta = Rp 2.000.000. Sehingga perusahaan harus keluar uang untuk jasa konsultan ini sebesar Rp102.000.000. kenapa? Karena Indonesia menganut system Witholding tax. Artinya pihak yang mengeluarkan uang/memberikan jasalah yang harus melakukan pemotongan dan pembayaran pajak. b. Jika perusahaan melakukan gross-up, maka: Nilai transaksi = 100/98 x Rp100 juta = Rp 102.040.816,33 PPh Pasal 23 = 2% x Rp 102.040.816,33 Analisa atas kasus diatas adalah sebagai berikut: Pada kasus pertama DPP untuk transaksi tersebut adalah sebesar Rp100 juta. Sehingga beban yang dapat dikurangkan pada penghasilan bruto adalah sebesar Rp100 juta. Bagaimana dengan beban pajak sebesar Rp2.000.000? Sesuai dengan pasal 9 ayat (1) huruf h UU No. 17 tahun 2000, beban pajak tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto wajib pajak.
62
Sedangkan pada kasus kedua, beban dapat dikurangkan dari penghasilan bruto sebesar DPP yaitu Rp102.040.816,33, kenapa justru beban yang besar makin menguntungkan? Ya, karena pada nilai sebesar tersebut PPh Pasal 23, dan ini tidak ada yang melarang atas cara ini. Berikut perhitungan penghematan pajak atas transaksi tersebut: Tanpa Gross-Up
Dengan Gross-Up
Penghasilan HPP
5.000.000.000 (3.500.000.000)
5.000.000.000 (3.500.000.000)
Laba Bruto
1.500.000.000
1.500.000.000
Tanpa Gross-Up
Dengan Gross-Up
Biaya Umum - Biaya Konsultan - Beban Pajak - Biaya Lainnya
100.000.000 4.500.000 1.000.000.000
102.040.816 1.000.000.000
Total Beban Umum
1.104.500.000
1.102.040.816
395.500.000
397.959.184
4.500.000
-
Laba Komersial Koreksi Fiskal Beban Pajak Pajak
Tanpa Gross-Up
Dengan Gross-Up
5.000.000 7.500.000 90.000.000 -
5.000.000 7.500.000 89.387.755
Pajak Yang Harus Dibayarkan
102.500.000
101.887.755
Laba Bersih Setelah Pajak
297.500.000
296.071.429
10% x 50.000.000 15% x 50.000.000 30% x 300.000.000 30% x 297.959.183,67
Selisih
1.428.571
63
Dengan begitu kontrak antara perusahaan dan konsultan bisa disepakati. Disini perusahaan seolah-oleh telah mengeluarkan untuk jasa konsultan sebesar Rp102.040.816,33 sebelum pajak. Dan atas jasa tersebut konsultan
dipotong
pajak
sebesar
Rp2.040.816,33
(2%
x
Rp102.040.816,33) dan konsultan tetap menerima uang jasa konsultannya sebesar Rp2.040.816,33 yang seolah-olah juga adalah dipotong dari penghasilan konsultan. Jadi dengan perhitungan diatas dapat dilakukan penghematan pajak sebesar Rp1.428.571.