BAB II LANDASAN TEORI
A. Perbankan Syariah dan Perkembangannya 1. Pengertian Perbankan Syariah Menurut Undang-undang No. 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah, perbankan syariah didefinisikan sebagai segala sesuatu yang menyangkut tentang bank syariah dan unit usaha syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Bank syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah (BUS) dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). Bank Umum Syariah adalah bank syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah adalah bank syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Bank syariah adalah bank yang berasaskan kemitraan, keadilan, transparansi, dan universal serta melakukan kegiatan usaha perbankan berdasarkan prinsip syariah.1 Bank syariah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa lain dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang beroperasi yang disesuaikan dengan prinsip syariah. 1
Slamet Wiyono, Cara Mudah Memahami Akuntansi Perbankan Syariah, (Jakarta: PT Grasindo, 2005), hlm. 75
36
37
Oleh karena itu usaha bank akan selalu dengan masalah uang yang merupakan barang dagangan utamanya.2 Sepanjang prektek perbankan syariah tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam, bank-bank Islam telah mengadopsi sistem dan prosedur perbankan yang ada, bila terjadi pertentangan dengan prinsipprinsip syariah, maka bank-bank Islam merencanakan dan menerapkan prosedur mereka sendiri guna menyesuaikan aktivitas perbankan mereka dengan prinsip-prinsip syariah Islam. Untuk itu Dewan Syariah berfungsi memberikan advis kepada perbankan islam guna memastikan bahwa bank Islam tidak terlibat dalam unsur-unsur yang tidak disetujui oleh Islam.3 2. Prinsip-Prinsip Perbankan Syariah Prinsip-prinsip dasar dari sistem keuangan syariah dapat diringkas sebagai berikut: 4 a. Larangan bunga (riba) b. Uang sebagai modal potensial c. Berbagi resiko d. Larangan prilaku spekulatif e. Kesucian kontrak f. Aktivitas sesuai syariat g. Keadilan sosial
2
Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, (Yogyakarta: Ekonisia, 2003)
hlm. 27 3 4
Zainal Arifin, Dasar-dasar Manajemen Bank Syariah, hlm. 2 Zamir Iqbal, Analisis Resiko Perbankan Syariah, (Jakarta: Salemba Empat, 2011), hlm. 8
38
Sedangkan menurut Slamet Wiyono, kegiatan bank syariah merupakan implementasi dari prinsip ekonomi Islam dengan karakteristik sebagai berikut:5 a. Pelarangan riba dalam berbagai bentuknya b. Tidak mengenal konsep nilai waktu dari uang (time value of money) c. Konsep uang sebagai alat tukar bukan sebagai komoditas d. Tidak diperkenankan melakukan kegiatan yang bersifat spekulatif e. Tidak diperkenankan menggunakan dua harga untuk satu barang f. Tidak diperkenankan dua transaksi dalam satu akad 3. Perkembangan Perbankan Syariah Krisis ekonomi dan moneter yang terjadi di Indonesia pada kurun waktu 1997-1998 merupakan suatu pukulan yang sangat berat bagi perbankan Indonesia, dalam periode tersebut banyak lembaga-lembaga keuangan termasuk perbankan yang mengalami kesulitan keuangan. Tingginya tingkat suku bunga telah mengakibatkan tingginya biaya modal bagi sektor usaha yang pada akhirnya merosotnya kemampuan usaha sektor produksi. Sebagai akibatnya kualitas perbankan turun drastis sementara sistem perbankan diwajibkan untuk terus memberikan imbalan kepada depositor sesuai dengan tingkat suku bunga pasar. Rendahnya kemampuan daya saing usaha pada sektor produksi telah pula menyebabkan berkurangnya peran sistem perbankan secara umum untuk menjalankan fungsinya sebagai intermediator kegiatan investasi. Selama
5
Slamet Wiyono, Cara Mudah Memahami Akuntansi Perbankan Syariah, hlm. 75
39
periode krisis ekonomi tersebut, bank syariah masih dapat menunjukkan kinerja yang relatif lebih baik dibandingkan dengan lembaga perbankan konvensional. Hal ini dapat dilihat dari relatif lebih rendahnya penyaluran pembiayaan yang bermasalah.6 Volume usaha perbankan syariah dalam kurun waktu satu tahun terakhir, khusunya Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS), mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Total aset per Oktober 2012 (yoy) telah mencapai Rp 174,09 triliun atau meningkat sebesar 37%. Market share perbankan syariah terhadap perbankan nasional telah mencapai sekitar 4,3%. Tingginya aset tersebut tidak terlepas dari tingginya pertumbuhan dana pihak ketiga pada sisi pasiva dan pertumbuhan penyaluran dana pada sisi aktiva (lihat tabel 2.1.) penghimpunan dana pihak ketiga meningkat 32% dan penyaluran dana masyarakat meningkat sebesar 40%.7
B. Laporan Keuangan Media yang dapat dipakai untuk melihat kondisi kesehatan perusahaan adalah laporan keuangan yang terdiri dari neraca, perhitungan laba-rugi, ikhtisar laba yang ditahan, dan laporan posisi keuangan. Laporan keuangan adalah hasil akhir proses akuntansi. Setiap transaksi yang dapat diukur dengan nilai uang, dicatat dan diolah sedemikian rupa, laporan akhir pun
6
M. Sulhan dan Ely Siswanto, Manajemen Bank: Konvensional dan Syariah, (Malang: UIN-Malang Press, 2008), hlm. 143 7 Bank Indonesia, “Outlook Perbankan Syariah 2013”, hlm.1.
40
disajikan dalam nilai uang.8 Laporan keuangan melaporkan baik posisi perusahaan pada suatu waktu tertentu maupun operasinya selama beberapa periode yang lalu, akan tetapi nilai riil dari laporan keuangan adalah fakta bahwa laporan keuangan dapat digunakan untuk membantu memprediksi laba dan deviden masa depan. Analisis laporan keuangan digunakan untuk memprediksi masa depan, sedangkan dari sudut pandang manajemen, analisis laporan keuangan digunakan untuk membantu mengantisipasi kondisi di masa depan dan yang lebih penting sebagai titik awal untuk perencanaan tindakan yang akan mempengaruhi peristiwa di masa depan.9 Bagi lembaga keuangan syariah, sifat intermediasi keuangan, termasuk fungsi perbankan berbeda dari lembaga keuangan konvensional. Perbedaan ini adalah kunci dalam memahami perbedaan sifat-sifat resiko antara perbankan konvensional dan syariah. Bagi bank syariah, perjanjian mudharabah merupakan hal terpenting dalam intermediasi keuangan dan bank. Dalam perjanjian mudharabah, pemilik modal membentuk kemitraan dengan pengusaha atau manajer yang memiliki ketrampilan usaha tertentu, dan keduanya sepakat membagi keuntungan dan kerugian dari usaha yang dilakukan. Perjanjian tersebut dapat diterapkan oleh bank syariah untuk meningkatkan dana dalam bentuk simpanan serta menyalurkan dana di sisi aset.10 Menurut PSAK No. 59 (2002) Perangkat laporan keuangan lengkap 8
Agnes Sawir, Analisis Kinerja Keuangan dan Perencanaan Keuangan Perusahaan, hlm.
2 9
Eugene F. Brigham dan Joel F. Houston, Manajemen Keuangan, (Jakarta: Erlangga, 2001), hlm. 78 10 Zamir Iqbal, Analisis Resiko Perbankan Syariah, hlm. 19
41
yang harus diterbitkan oleh bank-bank Islam terdiri dari:11 1.
Laporan posisi keuangan (neraca) Laporan posisi keuangan mencakup aset, liabilitas, equity dari para pemiliki rekening investasi tidak terbatas dan sejenisnya, dan modal pemilik pada suatu tanggal yang harus diungkap.12
2.
Laporan laba-rugi Laporan
laba-rugi
mencakup
pendapatan
investasi,
biaya-biaya,
keuntungan atau kerugian yang harus diungkapkan berdasarkan jenisnya selama periode yang dicakup oleh laporan laba-rugi. Sifat dari pendapatan, biaya-biaya, keuntungan dan kerugian yang materil dari kegiatan-kegiatan lain juga harus diungkapkan. Apabila mungkin, keuntungan dan kerugian yang diperkirakan dari revaluasi aktiva dan pasiva dengan nilai setara kasnya harus diungkapkan termasuk prinsipprinsip umum yang digunakan oleh bank syariah di dalam evaluasi aktiva dan pasiva.13 3.
Laporan arus kas Laporan arus kas harus membedakan antara arus kas dari operasi, arus kas dari kegiatan investasi dan arus kas dari kegiatan pembiayaan. Di samping itu laporan ini harus mengungkapkan komponen utama dari masing-masing
kategori
arus
kas.
Laporan
arus
kas
harus
mengungkapkan kenaikan atau penurunan netto pada kas dan setara kas
11 12
Slamet Wiyono, Cara Mudah Memahami Akuntansi Perbankan Syariah, hlm. 163 Zainal Arifin, Dasar-dasar Manajemen Bank Syariah, (Jakarta: Pustaka Alfabet,2005),
hlm. 67 13
Zainal Arifin, Dasar-dasar Manajemen Bank Syariah, hlm. 69
42
selama periode yang dicakup dalam laporan ini dan saldo kas pada awal dan akhir periode.14 4.
Laporan perubahan modal pemilik dan laporan laba ditahan Laporan ini harus mengungkapkan hal-hal sebagai berikut:15 a. Modal disetor, cadangan legal dan pilihan secara terpisah, dan laba ditahan pada awal periode dengan pengungkapan terpisah mengenai jumlah pendapatan yang diperkirakan yang berasal dari evaluasi aktiva dan pasiva dengan nilai setara kasnya, apabila mungkin. b. Kontribusi modal para pemilik selama periode c. Pendapatan (kerugian) netto selama periode d. Distribusi kepada para pemilik selama periode e. Kenaikan (penurunan) pada cadangan legal f. Laba ditahan pada awal periode.
5.
Laporan perubahan investasi terbatas Laporan ini harus memisahkan investasi terbatas berdasarkan sumber pembiayaan (misalnya yang dibiayai oleh rekening investasi terbatas, unit investasi pada portofolio investasi terbatas). Di samping itu laporan ini juga harus memisahkan portofolio investasi berdasarkan jenisnya.16
6.
Laporan sumber dan penggunaan dana zakat dan dana sumbangan (apabila bank bertanggung jawab atas pengumpulan dan pembagian zakat)
14
Zainal Arifin, Dasar-dasar Manajemen Bank Syariah, hlm. 71 Zainal Arifin, Dasar-dasar Manajemen Bank Syariah, hlm. 73 16 Zainal Arifin, Dasar-dasar Manajemen Bank Syariah, hlm. 75. 15
43
Unsur dasar laporan sumber dan penggunaan dana zakat, infak, dan shadaqah meliputi sumber dana, penggunaan dana selama suatu jangka waktu, serta saldo dana zakat, infak, dan shodaqah pada tanggal tertentu.17 7.
Laporan sumber dan penggunaan dana qardhul hasan Unsur dasar laporan sumber dan penggunaan dana qardhul hasan meliputi sumber penggunaan dana qardhul hasan selama jangka waktu tertentu dan saldo dana qardhul hasan pada tanggal tertentu.18
8.
Catatan-catatan atas laporan keuangan Pernyataan,
Laporan
yang
membantu
dalam
menyediakan
informasi yang digunakan oleh para pemakai laporan keuangan. Standar akuntansi tersebut menjadi kunci sukses bank Islam dalam melayani masyarakat disekitarnya sehingga, seperti lazimnya, harus dapat menyajikan informasi yang cukup, dapat dipercaya, dan relevan bagi para penggunaannya, namun tetap dalam konteks syariah. Penyajian informasi semacam itu penting bagi proses pembuatan keputusan ekonomi oleh pihak-pihak yang berhubungan dengan bank Islam. Lebih dari itu, akan memiliki dampak positif terhadap distribusi sumber-sumber ekonomi untuk kepentingan masyarakat. Hal ini karena prinsip-prinsip syariah Islam memberikan keseimbangan antara kepentingan individu dan masyarakat.19
17
Slamet Wiyono, Cara Mudah Memahami Akuntansi Perbankan Syariah, hlm. 174 Slamet Wiyono, Cara Mudah Memahami Akuntansi Perbankan Syariah, hlm. 175 19 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), hlm. 198 18
44
C. Manajemen Dana Bank Syari’ah Sebagaimana bank-bank lainnya bank syari’ah juga perlu melakukan pengelolaan (manajemen) yang baik terhadap dana yang diterima dari aktivitas funding untuk disalurkan kepada aktivitas financing, dengan harapan bank yang bersangkutan tetap mampu memenuhi kriteria-kriteria likuiditas, rentabilitas dan solvabilitasnya. Pokok-pokok permasalahan manajemen dana bank pada umumnya dan bank syari’ah pada khususnya adalah : 1.
Bagaimana memperoleh dana yaitu permasalahan seputar kemampuan bank dalam menghimpun dana dari masyarakat.
2.
Bagaimana menyalurkan dana untuk memperoleh pendapatan optimal yaitu permasalahan seputar kemampauan bank mendapatkan keuntungan dari bagi hasil (profit and lost sharing) melalui kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana (intermediasy).
3.
Berapa besarnya dividen yang dibayarkan yang dapat dirumuskan pemilik/pendiri dan laba ditahan yang memadai untuk pertumbuhan bank syari’ah. Dari permasalahan tersebut, maka manajemen dana mempunyai tujuan
sebagai berikut : 1. Memperoleh profit yang optimal (pendapatan bagi hasil) 2. Menyediakan aktiva cair yang memadai 3. Menyimpan cadangan 4. Melakukan pengelolalaan secara optimal atas dana yang diterima
45
5. Memenuhi kebutuhan masyarakat akan kebutuhan pembiayaan20 Keberhasilan pihak manajemen bank dalam melakukan manajemen dana akan tercermin pada tingkat kesehatan bank yang dapat dilihat dalam beberapa indikator (Arifin, 2002: 151-160), yaitu : 1.
Kecukupan modal bank syari’ah Penentuan berapa besar kebutuhan modal minimum yang dibutuhkan oleh bank syari’ah didasarkan pada aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR). ATMR adalah faktor pembagi (denominator) dari CAR, sedangkan modal adalah faktor yang dibagi (numerator) untuk mengukur kemampuan modal menanggung risiko aktiva tersebut.
2.
Tingkat Likuiditas Likuiditas bank adalah kemampuan bank untuk memenuhi kewajibannya, terutama kewajiban dana jangka pendek. Alat ukur dalam pengelolaan likuiditas adalah Cash Ratio, yaitu likuiditas minimun yang harus dipelihara oleh setiap bank. Rumus cash ratio adalah sebagai berikut:
Pada umumnya kebutuhan likuiditas bank ditentukan oleh adanya beberapa faktor yang meliputi : a.
Kewajiban reserve Kewajiban reserve ditetapkan dalam bentuk Giro Wajib Minimum, sesuai dengan ketentuan dari Bank Indonesia bahwa jumlah cadangan wajib minimum yang harus disediakan oleh bank syari’ah
20
Muhammad, Pengantar Akuntansi Syari’ah, (Jakarta: Salemba Empat, 2002), hlm. 228
46
adalah sebesar 8 % dari total dana pihak ketiga. b.
Tipe Dana yang ditarik Bank Tipe dana yang ditarik bank merupakan faktor yang harus diperhatikan dalam melakukan estimasi likuiditas bank.
c.
Komitemen Bank dalam Pembiayaan atau Investasi Komitmen bank kepada nasabah atau pihak lain dalam memberikan pembiayaan atau melakukan investasi menimbulkan konsekuensi kewajiban bagi bank untuk merealisasikannya.
3.
Tingkat Rentabilitas Mengukur tingkat kinerja keuangan (rentabilitas) bank syari’ah dapat menggunakan rasio yaitu : a.
Return On Assets (ROA) ROA adalah perbandingan antara pendapatan bersih (net income) dengan total aktiva. Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam memperoleh keuntungan (laba sebelum pajak) yang dihasilkan dari rata-rata total aset bank yang bersangkutan. Semakin besar ROA, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil. Laba sebelum pajak adalah laba bersih dari kegiatan operasional sebelum pajak. Sedangkan ratarata total asset adalah rata-rata volume usaha atau aktiva. Rasio ini
47
dirumuskan sebagai berikut:21
Tabel 2.1. Skala Penetapan Peringkat Rasio ROA Komponen
1 2 Return On Perolehan Perolehan Assets laba sangat laba tinggi (ROA) tinggi
Peringkat 3 Perolehan laba cukup tinggi, ROA berkisar antara 0,5% 1,25%
4 Perolehan laba bank rendah atau cenderung mengalami kerugian (ROA mengarah negatif)
5 Bank mengalami kerugian yang besar (ROA negatif)
(Sumber: Bank Indonesia data diolah, 2015)
b. Return On Equity (ROE) ROE didefinisikan sebagai perbandingan antara pendapatan bersih dengan total modal atau investasi para pemilik bank. Rasio ini digunakan untuk mengukur kinerja manajemen bank dalam mengelola modal yang tersedia untuk menghasilkan laba setelah pajak. Semakin besar ROE, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil. Laba setelah pajak adalah laba bersih dari kegiatan operasional setelah dikurangi pajak sedangkan rata-rata total ekuitas adalah rata-rata modal inti yang dimiliki bank, perhitungan modal inti dilakukan berdasarkan ketentuan kewajiban
21
Bank Indonesia. “Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/23/DPND tanggal 31 Mei 2004 ”. http://www.bi.go.id Diakses, 10 Maret 2015
48
modal minimum yang berlaku. Rasio ini dirumuskan sebagi berikut:22
Tabel 2.2. Skala Penetapan Peringkat Rasio ROE Komponen
1 Return On Perolehan Equity
laba
(ROE)
tinggi
2 Perolehan
sangat laba tinggi
Peringkat 3 4 Perolehan laba Perolehan cukup
tinggi, laba
ROE
berkisar rendah
antara 12,5%
5%
5 Bank
bank mengalami atau kerugian
- cenderung
yang besar
mengalami
(ROE
kerugian
negatif)
(ROE mengarah negatif) (Sumber: Bank Indonesia data diolah, 2015)
D. Standar Akuntansi Perbankan Syari’ah Langkah pengembangan standar akuntansi keuangan bank syari’ah sudah dimulai sejak tahun 1987. Kehadiran akuntansi syari’ah merupakan tuntutan dari lahirnya lembaga-lembaga ekonomi yang berbasis syari’ah termasuk di dalamnya adalah bank syari’ah. Akuntansi yang digunakan sementara ini oleh lembaga-lembaga keuangan syari’ah adalah PSAK (Pedoman Standar Akuntansi Keuangan) No. 59 Tahun 2003, yang diterbitkan oleh IAI. Akuntansi bank syari’ah adalah akuntansi yang
22
Bank Indonesia. “Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/23/DPND tanggal 31 Mei 2004 ”. http://www.bi.go.id Diakses, 10 Maret 2015
49
berhubungan dengan aspek-aspek lingkungannya. Karena syari’ah adalah mencakup seluruh aspek kehidupan umat manusia, baik ekonomi, politik, sosial dan filsafat moral. Dengan kata lain, syari’ah berhubungan dengan seluruh aspek kehidupan manusia, termasuk didalamnya adalah akuntansi. PSAK (Pedoman Standar Akuntansi Keuangan) No. 59 secara resmi dikeluarkan pada tanggal 1 Mei 2002 dan secara resmi diterapkan sejak 1 Januari 2003 oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan yang terdiri dari; Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Bank Syari’ah dan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Akuntansi Syari’ah. PSAK No. 59 ini kemudian dijabarkan dalam PAPSI (Pedoman Akuntansi Perbankan Syari’ah Indonesia) 2003, yang berperan mengatur secara teknis dan rinci penjabaran PSAK 59. Tujuan akuntansi keuangan bank syari’ah salah satunya adalah dapat meningkatkan kepatuhan kepada prinsip syari’ah dalam semua transaksi dan kegiatan usaha. Penerbitan kedua ketentuan ini diharapkan dapat menambah kelengkapan, keakuratan, dan kejelasan informasi yang disampaikan dalam laporan keuangan perbankan syari’ah, sehingga lebih mudah dipahami dan dipercaya oleh masyarakat (PAPSI, 2003:iv). Tujuan akuntansi keuangan bank syari’ah dalam Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Bank Syari’ah adalah : 1. Menentukan hak dan kewajiban pihak terkait, termasuk hak dan kewajiban yang berasal dari transaksi yang belum sesuai dengan dan atau
50
kegiatan ekonomi lain, sesuai dengan prinsip syari’ah yang berdasarkan pada konsep kejujuran, keadilan, dan kepatuhan kepada nilai-nilai bisnis Islami. 2. Menyediakan informasi keuangan yang bermanfaat bagi pemakai laporan keuangan untuk pengambilan keputusan. 3. Meningkatkan kepatuhan terhadap prinsip syari’ah pada dasarnya dalam semua transaksi dan kegiatan usaha. Tujuan laporan keuangan bank syari’ah pada dasarnya sama dengan laporan keuangan secara umum dengan tambahan, antara lain : 1. Informasi kepatuhan bank terhadap prinsip syari’ah, serta informasi pendapatan dan beban yang tidak sesuai dengan prinsip syari’ah bila ada dan bagaimana pendapatan tersebut diperoleh serta penggunaanya. 2. Informasi untuk membantu mengevaluasi pemenuhan tanggungjawab terhadap amanah dalam mengamankan dana, menginvestasikan pada tingkat keuntungan yang layak. 3. Informasi mengenai tingkat keuntungan investasi yang diperoleh pemilik dan pemilik dana investasi terikat. 4. Informasi
mengenai
pemenuhan
pengelolaan dan penyaluran zakat.
fungsi
sosial
bank,
termasuk
51
Menurut Muhammad (2002), tujuan utama menyajikan informasi keuangan adalah : 1. Dasar pengambilan keputusan 2. Monitoring perkembangan khususnya keuangan bank syari’ah 3. Pengendalian keuangan 4. Evaluasi terhadap pencapaian tujuan. Sementara itu prinsip-prinsip akuntansi syari’ah, yaitu : 1. prinsip pertanggungjawaban (accountability) 2. prinsip keadilan 3. prinsip kebenaran Oleh sebab itu, secara praktis laporan keuangan bank syari’ah yang berkualitas harus memenuhi kriteria yaitu; dapat dipahami (under standability), relevan (relevance), andal, dapat dibandingkan (comparability), dapat diuji kebenarannya (auditability).
F. Penyajian dan Pengungkapan Pelaporan Keuangan Bank Syari’ah Menurut PSAK No. 59 Berdasarkan Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Bank Syari’ah, IAI menyusun PSAK No. 59 tentang Akuntansi Perbankan
Syari’ah.
Dalam
aspek
penyajian,
PSAK
No.
59
merekomendasikan tujuh elemen laporan keuangan bank syari’ah, yaitu :23
23
Nadya Chaerunnisa, (Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan antara Pendekatan Laporan Laba Rugi dengan Sharia’ate Value Added Statement (SVAS) pada PT.Bank Syariah Mandiri Laporan Penelitian Fakultas Ekonomi, Universitas Gunadarma, Depok, 2011.), hlm. 18
52
1. Laporan posisi keuangan (neraca) Tabel 2.3. Neraca Bank Syari’ah Pos-Pos AKTIVA Kas Penempatan pada Bank Indonesia Giro pada bank lain Penempatan pada bank lain Efek-efek Piutang a. piutang mudharabah b. piutang salam c. piutang istishna’ d. piutang pendapatan ijarah Pembiayaan mudharabah Pembiayaan musyarakah Persediaan Aktiva yang diperoleh untuk Ijarah Aktiva istishna’ dalam penyelesaian Penyertaan Investasi lain Aktiva Tetap Akum. Peny. Aktiva Tetap Aktiva Lain-lain
TOTAL AKTIVA
Jumlah
Pos-Pos
Jumlah
XXX XXX
KEWAJIBAN Kewajiban Segera Simpanan :
XXX XXX XXX XXX XXX XXX XXX XXX
a. simpanan giro wadiah b. tabungan wadiah Simpanan pada bank lain a. simpanan giro wadiah b. tabungan wadiah Kewajiban Lain a. hutang salam b. hutang istishna’
XXX XXX XXX XXX
Kewajiban pada bank lain Pembiayaan yang diterima Hutang pajak Hutang istishna’
XXX XXX XXX
XXX
Pinjaman subordinasi
XXX
INVESTASI TIDAK TERIKAT Investasi tidak terikat bukan dari Bank a. tabungan mudharabah b.deposito mudharabah Invesatsi tidak terikat dari bank a. tabungan mudharabah b. deposito mudharabah TOTAL KEWAJIBAN EKUITAS Modal disetor Tambahan modal setor Saldo laba rugi TOTAL KEWAJIBAN DAN MODAL
XXX XXX
XXX XXX XXX XXX XXX
XXX
(Sumber:Nadya Chaerunnisadata diolah, 2015)
XXX
XXX XXX XXX XXX XXX XXX
XXX XXX XXX XXX XXX XXX XXX XXX XXX
53
2. Laporan Laba Rugi Tabel 2.4. Laporan Laba Rugi Keuangan Bank Syari’ah Keterangan
Jumlah
Pendapatan Operasi Utama : Pendapatan dari jual beli : Pendapatan margin murabahah
XXX
Pendapatan salam paralel
XXX
Pendapatan margin istishna’ paralel
XXX
Pendapatan sewa : Pendapatan sewa ijarah
XXX
Pendapatan dari bagi hasil : Pendapatan dari bagi hasil mudharabah
XXX
Pendapatan dari bagi hasil musyarakah
XXX
Pendapatan dari operasi utama yang lainnya
XXX
TOTAL PENDAPATAN
XXX
Hak pihak ketiga atas bagi hasil investasi tidak Terikat Pendapatan operasi lainnya
(XXX) XXX
Beban operasi lainnya
(XXX)
Beban Non Operasi
(XXX)
Zakat
(XXX)
Pajak
(XXX)
Laba setelah zakat dan pajak (Sumber: Nadya Chaerunnisa data diolah, 2015)
XXX
54
3. Laporan Arus Kas Tabel 2.5. Laporan Arus Kas Keterangan
Jumlah
Arus kas dari operasi
XXX
Pendapatan netto
XXX
Penyesuaian terhadap pendapatan netto
XXX
Kas netto dari kegiatan operasional
XXX
Depresiasi
XXX
Provisi rekening ragu-ragu
XXX
Provisi untuk zakat
XXX
Provisi untuk pajak
XXX
Zakat yang dibayarkan
(XXX)
Pajak yang dibayarkan
(XXX)
Keuntungan dari investasi yang tidak terbatas
XXX
Keuntungan dari penjualan aktiva tetap
XXX
Depresiasi dari aktiva yang disewakan
XXX
Provisi untuk penurunan nilai investasi pada surat-
XXX
Piutang ragu-ragu surat berharga Pembelian aktiva tetap
XXX (XXX)
Arus kas netto dari operasi
XXX
Arus kas dari kegiatan investasi
XXX
Penjualan real estate yang disewakan
XXX
Kenaikan/penurunan kas
XXX
Kas dan setara kas pada awal tahun
XXX
Kas dan setara kas pada akhir tahun
XXX
(Sumber: Nadya Chaerunnisa, data diolah, 2015)
55
4. Laporan Perubahan Ekuitas (modal) Tabel 2.6. Laporan Perubahan Modal Modal Setor Modal Setor
Keterangan Keterangan
Cadangan Unit Unit Moneter moneter yang sah umum
Laba Ditahan Laba Ditahan
Total Total
Saldo per XX tahun Emisi saham Pendapatan Netto Keuntungan dibagikan Transfer ke cadangan Neraca per XX tahun Pendapatan netto Keuntungan dibagikan Transfer ke cadangan Saldo per XX tahun (Sumber:Nadya Chaerunnisa data diolah,2015)
5. Laporan Perubahan Investasi Terikat Tabel 2.7. Laporan Perubahan Investasi Terikat Uraian Sumber Dana Setoran awal Setoran tambahan Total Sumber Dana Penggunaan : Proyek A Proyek B Proyek C Total Penggunaan Pendapatan dari Pembiayaan Pendapatan Beban Pembiayaan Proyek Biaya Pengelolaan Kerugian pembiayaan proyek
Catatan
Jumlah XXX XXX XXX XXX XXX XXX XXX XXX (XXX) (XXX)
56
Uraian Distribusi bagi hasil Fee untuk investasi Fee untuk agen investasi Total beban Kenaikan atau Penurunan Pengelolaan Penerimaan pokok Penerimaan kepada investor Dana mudharabah pada Ahir Tahun
Catatan
Jumlah (XXX) (XXX) (XXX) (XXX) XXX XXX XXX XXX
(Sumber: Nadya Chaerunnisa data diolah,2015)
6. Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Zakat, Infaq, dan Shadaqah Tabel 2.8. Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Zakat, Infaq, dan Shadaqah Uraian Sumber Dana ZIS Zakat dari bank syari’ah Zakat dari pihak luar bank syari’ah Infak Shadaqah Total Sumber Dana ZIS Penggunaan Dana ZIS Fakir Miskin Hamba sahaya Orang yang terlilit hutang Orang yang baru masuk Islam Orang yang berjihad Orang dalam perjalanan Amil Total Penggunaan Kenaikan atau Penurunan Dana ZIS Saldo Awal Dana ZIS Saldo Akhir Dana ZIS (Sumber: Nadya Chaerunnisa data diolah, 2015)
Catatan
Jumlah XXX XXX XXX XXX XXX (XXX) (XXX) (XXX) (XXX) (XXX) (XXX) (XXX) (XXX) (XXX) XXX XXX XXX
57
7. Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Qardhul Hasan Tabel 2.9. Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Qardhul Hasan Uraian Sumber Dana Qard Infaq Shadaqah Denda Pendapatan non halal Total Sumber Dana Qard Penggunaan Dana Qard Pinjaman Sumbangan Total Penggunaan Dana Qard Saldo Awal Dana Qard Saldo Akhir Dana Qard
Catatan
Jumlah XXX XXX XXX XXX XXX (XXX) (XXX) (XXX) XXX XXX
(Sumber: Nadya Chaerunnisa data diolah, 2015)
8. Catatan-Catatan Laporan Keuangan Catatan
laporan
keuangan
adalah
berisi
uraian
yang
mengungkapkan semua informasi yang perlu untuk menjadikan laporan keuangan tersebut memadai, relevan dan bisa dipercaya (andal) bagi para pemakainya.
G. Penyajian dan Pengungkapan Pelaporan Keuangan Bank Syari’ah Berdasarkan Nilai Tambah Terbitnya PSAK No. 59 tak lepas dari adanya tuntutan yang semakin mendesak kebutuhan akan standar akuntansi untuk perbankan syari’ah di Indonesia. PSAK No. 59 dalam penyusunannnya banyak mereferensi metode yang digunakan oleh AAOIFI (Accounting and Auditing Organization for
58
Islamic Institutions) yaitu Accounting and Auditing Standars for Islamic Financial Institutions. PSAK No. 59 dalam penyajian dan pengungkapan dan pelaporan keuangan bank syari’ah masih menggunakan elemen-elemen yang tidak jauh berbeda dengan akuntansi konvensional. Meskipun terdapat elemen laporan keuangan tambahan seperti Laporan Perubahan Dana Investasi Tidak Terikat, Laporan Dana Infak, Zakat dan Shodaqoh serta Laporan Dana Qardhul Hasan. Namun demikian, PSAK No. 59 dipandang masih sarat dengan dengan nilai-nilai kapitalisme (Triyuwono, 2002). Karena orientasi dari akuntansi bank syari’ah saat ini masih berorientasi pada pemilik modal. Kondisi ini belakangan mendorong para pakar akuntansi syari’ah mengungkapkan pentingnya konsep Nilai Tambah dalam laporan keuangan bank syari’ah. Konsep pertanggungjawaban begitu ditekankan dengan perintah Allah melalui istilah “hisab” atau perhitungan/akuntabilitas di hari pembalasan. Sementara itu berkaitan dengan konsep kepemilikan (equity), pakar akuntansi syari’ah berpendapat mengingat tujuan akuntansi syari’ah mencakup aspek sosial dan pertanggungjawaban, maka teori enterprise lebih sesuai dengan akuntansi syari’ah. Mereka berpendapat akuntansi syari’ah dipandang tidak saja sebagai bentuk akuntabilitas kepada stakeholders dan Tuhan. Pandangan ini yang mendasari Laporan Nilai Tambah (Value Added Statement) sebagai komponen Laporan Keuangan Islami yang memberikan perhatian kepada pihak-pihak yang memberikan kontribusi kepada perusahaan. Akuntasi syari’ah seharusnya memberikan perhatian tidak hanya sebatas pada pemilik
59
modal tetapi juga kepada pihak-pihak lain. Berdasarkan kajian yang dilakukan terhadap para pakar akuntansi syari’ah (Gambling dan Karim, 1994), (Baydoun dan Willet, 2000), Triyuwono 2001), (Hamed, 2000) dan (Harahap, 2001) dapat dirangkum format penyajian dan pengungkapan pelaporan keuangan yang merekomendasikan tiga komponen laporan keuangan tambahan bagi perusahaan-perusahaan islami yaitu :24 a. Neraca Nilai Sekarang Neraca Nilai Sekarang ditujukan untuk memenuhi prinsip full disclosure yaitu diantaranya nilai perusahaan dalam perhitungan bagi hasil mudharabah lebih transparan dan juga untuk menghitung kewajiban zakat. b. Laporan Nilai Tambah (Value Added Statement) Laporan Nilai Tambah (Value Added Statement) dipandang sesuai dengan akuntansi syari’ah karena menyajikan share dari nilai tambah yang diberikan oleh pihak-pihak yang terkait yaitu diantaranya karyawan, pemerintah, pemilik, kreditur dan lingkungan sosialnya dengan mendistribusikan kekayaan yang diciptakan oleh perusahaan. Laporan Nilai Tambah memberikan informasi yang sangat jelas berapa besar nilai tambah yang dihasilkan perusahaan dan kepada siapa saja nilai tambah itu akan didistribusikan. Oleh karena itu Nilai Tambah dipandang sesuai dengan etika bisnis dalam Islam yaitu keadilan dan kerjasama. Konsep Nilai Tambah juga sejalan dengan penekanan tujuan memaksimalkan 24
Nadya Chaerunnisa, Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan antara Pendekatan Laporan Laba Rugi dengan Sharia’ate Value Added Statement (SVAS) pada PT.Bank Syariah Mandiri Laporan Penelitian Fakultas Ekonomi, Universitas Gunadarma, Depok, 2011.), hlm. 29
60
profit kepada pemilik modal ke memaksimalkan nilai tambah kepada stakeholders. c. Laporan Petanggungjawaban Sosial (Social Responsibility Report) Laporan Pertanggungjawaban Sosial (Social Responsibility Report) dipandang
sesuai
dengan
nilai-nilai
Islam
karena
menekankan
pertanggungjawaban (akuntabilitas) yang selaras dengan tujuan akuntansi syari’ah. Berdasarkan analisis pemikiran para pakar akuntansi syari’ah tersebut, dirumuskan format ketiga elemen tambahan dalam laporan keuangan bank syari’ah, yang sudah disesuaikan dengan ketetentuan yang ada dalam PSAK No.59, rumusan format tambahan laporan keuangan bank syari’ah tersebut dua diantaranya adalah sebagai berikut:25 1.
Neraca nilai sekarang Tabel 2.10. Neraca Bank Syari’ah dengan Memperhatikan nilai sekarang
Pos-Pos Aktiva Kas Penempatan pada BI Giro pada bank lain Penempatan pada bank lain Efek-efek
25
Nilai Historis XXX XXX
Nilai Sekarang XXX XXX
XXX
XXX
XXX
XXX
XXX
XXX
XXX
XXX
Nilai Nilai Historis Sekarang
Pos-Pos Kewajiban Kewajiban segera Simpanan : Simpanan wadiah Tabungan wadiah Simpanan bank Lain
XXX
XXX
XXX
XXX
XXX
XXX
pada XXX
XXX
giro
Nadya Chaerunnisa, Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan antara Pendekatan Laporan Laba Rugi dengan Sharia’ate Value Added Statement (SVAS) pada PT.Bank Syariah Mandiri Laporan Penelitian Fakultas Ekonomi, Universitas Gunadarma, Depok, 2011.), hlm. 31.
61
Nilai Historis XXX
Nilai Sekarang XXX
Piutang murabahah Piutang salam Piutang istishna
XXX
XXX
XXX XXX
XXX XXX
Simpanan giro wadiah Tabungan wadiah Kewajiban lain Hutang salam
Piutang pendapatanIjarah Pembayaran mudharabah
XXX
XXX
XXX
XXX
Pembiayaan musyarakah Persediaan Aktiva yang diperoleh untuk ijarah Aktiva istishna dalam penyelesaian Penyertaan
XXX
XXX
Pos-Pos Piutang
Pos-Pos
Nilai Nilai Historis Sekarang XXX XXX XXX
XXX
XXX XXX
XXX XXX
Hutang Istishna
XXX
XXX
Kewajiban pada bank Lain Pembiayaan yang diterima Hutang pajak Hutang lainnya
XXX
XXX
XXX
XXX
XXX XXX
XXX XXX
XXX XXX
XXX XXX
XXX
XXX
Pinjaman subordinasi
XXX
XXX
XXX
XXX
XXX
XXX
Investasi lain
XXX
XXX
XXX
XXX
Aktiva Tetap
XXX
XXX
XXX
XXX
Akumulasi penyusutan aktiva tetap Aktiva LainLain
XXX
XXX
Investasi tidak terikat Investasi tidak terikat bukan dari bank Tabungan mudharabah Deposito mudharabah
XXX
XXX
XXX
XXX
Investasi tidak terikat dari bank Tabungan mudharabah Deposito mudharabah Total Kewajiban Ekuitas Modal setor Tambahan modal setor
XXX
XXX
XXX
XXX
XXX
XXX
XXX
XXX
XXX XXX XXX
XXX XXX XXX
62
Nilai Historis
Nilai Sekarang
Total Aktiva
XXX
XXX
Persediaan Aktiva yang diperoleh untuk ijarah Aktiva istishna dalam penyelesaian Penyertaan
XXX XXX
XXX XXX
XXX
XXX
XXX
XXX
Investasi lain
XXX
XXX
Aktiva Tetap
XXX
XXX
Akumulasi penyusutan aktiva tetap Aktiva LainLain
XXX
XXX
XXX
XXX
Pos-Pos
Total Aktiva
XXX
XXX
Pos-Pos Saldo laba rugi Total Kewajiban dan Ekuitas Hutang pajak Hutang lainnya
Nilai Nilai Historis Sekarang XXX XXX XXX XXX
XXX XXX
XXX XXX
Pinjaman subordinasi
XXX
XXX
Investasi tidak terikat Investasi tidak terikat bukan dari bank Tabungan mudharabah Deposito mudharabah
XXX
XXX
XXX
XXX
XXX
XXX
XXX
XXX
Investasi tidak terikat dari bank Tabungan mudharabah Deposito mudharabah Total Kewajiban
XXX
XXX
XXX
XXX
XXX
XXX
XXX
XXX
Ekuitas Modal setor Tambahan modal setor Saldo laba rugi Total Kewajiban dan Ekuitas
XXX XXX XXX
XXX XXX XXX
XXX XXX
XXX XXX
(Sumber: Ratmono dan Nadya Chaerunnis Data diolah 2015)
63
2.
Laporan nilai tambah Tabel 2.11. Laporan Nilai Tambah (Value Added Statement) Uraian Sumber Nilai Tambah : Pendapatan : Pendapatan Operasi Utama : Pendapatan dari jual beli : Pendapatan margin murabahah Pendapatan salam paralel Pendapatan margin istishna paralel Pendapatan sewa : Pendapatan sewa ijarah Pendapatan dari bagi hasil : Pendapatan dari bagi hasil mudharabah Pendapatan dari bagi hasil musyarakah Pendapatan dari operasi utama yang lainnya Pendapatan operasi lainnya Pendapatan non operasi Total Pendapatan Harga Pokok Input Depresiasi Total Nilai Tambah Distribusi Nilai Tambah Nasabah (Bagi Hasil) Karyawan (Gaji) Sosial (Zakat) Pemerintah (Pajak) Pemilik (Dividen) Laba Ditahan Total Nilai Tambah (Sumber: Ratmono dan Nadya Chaerunnisa Data diolah 2015)
Jumlah
XXX XXX XXX XXX XXX XXX XXX XXX XXX XXX (XXX) (XXX) XXX (XXX) (XXX) (XXX) (XXX) (XXX) (XXX) (XXX)
64
Keterangan : - Laporan Nilai Tambah tersebut disusun dengan metode nilai tambah bersih di mana depresiasi diperlakukan seperti halnya harga pokok input sebagai pengurang pendapatan. - Harga pokok input (bought in cost) diperoleh dari beban operasional lainnya (selain beban gaji dan depresiasi). Selain itu, Baydoun dan Willet (2000) pun telah membuat perbedaan antara laporan laba rugi dengan laporan Nilai Tambah (Value Added Statement), yaitu sebagai berikut:26 Tabel 2.12. Perbedaan antara Laporan Laba Rugi dengan Value Added Statement Kriteria
Laporan Laba Rugi
Value Added Statement
Proses perolehan hasil
Pendapatan – Biaya
Output – Input
Hasil antara
Laba Kotor
Value Added (nilai tambah)
Hasil akhir
Laba Bersih
Distribusi
Penerimaan hasil utama
Stockholder
Stakeholder
Penciptaan kekayaan
Income Akuntansi
Income Ekonomi
(sumber: Mulawarman dan Nadya Chaerunnisa Data diolah 2015)
H. Syariah Value Added Statement 1. Rekontruksi Syariah Value Added Statement Laporan keuangan syari’ah menekankan nilai tambah syari’ah karena aktivitas utama perusahaan sebenarnya adalah menciptakan nilai tambah bagi perusahaan dan stakeholders. Pendekatan nilai tambah syari’ah dilandasi tujuan syari’ah untuk merealisasikan mashlaha. 26
Nadya Chaerunnisa, Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan antara Pendekatan Laporan Laba Rugi dengan Sharia’ate Value Added Statement (SVAS) pada PT.Bank Syariah Mandiri Laporan Penelitian Fakultas Ekonomi, Universitas Gunadarma, Depok, 2011.), hlm. 34.
65
Berdasarkan kesejahteraan untuk semua itulah kemudian konsep nilai-nilai zakat sebagai poros nilai tambah berbasis rezeki menjadi konsep yang harus selalu hadir sebagai bagian dari ciri khas Islam. Mulawarman (2006) melihat bentuk Laporan Nilai Tambah menyisakan masalah pada substansi zakat. Zakat masih diletakkan sebagai bagian dari elemen distribusional. Padahal bila merujuk makna serta substansinya, zakat merupakan substansi Laporan Nilai Tambah. Berdasarkan hal tersebut zakat seharusnya memiliki tiga fungsi utama, yaitu menjadi pusat, dasar penyucian (tazkiyah) pembentukan nilai tambah, sekaligus menjadi bagian yang didistribusikan. Mulawarman pun turut berkontribusi dalam penciptaan bentuk Laporan Nilai Tambah Syari’ah (Shari’ate Value Added Statement/SVAS). Berikut gambar sebelum dan sesudah direkonstruksi.27
Gambar 2.1. Value Added Statement versi Baydoun dan Willet
27
Nadya Chaerunnisa, Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan antara Pendekatan Laporan Laba Rugi dengan Sharia’ate Value Added Statement (SVAS) pada PT.Bank Syariah Mandiri Laporan Penelitian Fakultas Ekonomi, Universitas Gunadarma, Depok, 2011.), hlm. 40.
66
Gambar 2.2. Hasil Rekonstruksi Value Added Statement (Shari’ate Value Added Statement versi Mulawarman) Letak perbedaan dari hasil rekonstruksi ialah sebagai berikut : a.
Zakat yang terpisah dari bentuk distribusi, berbeda maknanya dengan hanya sebagai bentuk kewajiban perusahaan (religius tax) yang sekularistik. Zakat disini merupakan simbol Tazkiyah (pensucian) dari Source (sumber) dan sekaligus simbol kehalalan (Permitted) dari Source (sumber) untuk dapat didistribusikan.
b.
Infaq dan shadaqah merupakan bentuk perubahan dari akun charities dan moques yang bersifat kedermawanan. Infaq dan Shadaqah lebih bersifat spiritual, yaitu kewajiban yang mirip zakat tetapi tidk memiliki nilai Tazkiyah dan nisab.
67
2. Pengertian Syariah Value Added Statement Sharia value added statement (SVAS) adalah pertambahan nilai (zaka) material (baik finansial, sosial dan lingkungan) yang telah disucikan (tazkiyah) mulai dari pembentukan, hasil sampai distribusi (zakka), kesemuanya harus halal dan tidak mengandung riba (spiritual) serta thoyib (batin).28 Pada Shari’ate Value Added Statement (SVAS) tersebut versi Mulawarman (2006) masih memakai akun-akun yang akan digunakan secara umum dalam semua kegiatan yang berbasis syari’ah. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Nadya Chaerunnisa (2011) yang berjudul ”Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan antara Pendekatan Laporan Laba Rugi dengan Sharia’ate Value Added Statement (SVAS) Pada PT. Bank Syariah Mandiri” memiliki format laporan nilai tambah perbankan syari’ah sebagai berikut:29 Tabel 2.13. Format Laporan Nilai Tambah Perbankan Syari’ah Uraian Sumber nilai tambah Pendapatan Operasi Utama Pendapatan dari margin murabahah Pendapatan dari istishna paralel Pendapatan Sewa Ijarah Pendapatan Bagi Hasil 28
Jumlah
Aji Edi Mulawarman, Eksistensi Laporan Nilai Tambah Syariah Berbasis Rezeki (Simposium Nasional Akuntansi ke IX, Padang), hlm:5 29 Nadya Chaerunnisa, Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan antara Pendekatan Laporan Laba Rugi dengan Sharia’ate Value Added Statement (SVAS) pada PT.Bank Syariah Mandiri Laporan Penelitian Fakultas Ekonomi, Universitas Gunadarma, Depok, 2011.), hlm. 42.
68
Mudharabah Musyarakah Pendapatan Operasi Utama Lainnya Pendapatan Operasi Lainnya Pendapatan Non Operasi Total Pendapatan Harga Pokok Input Depresiasi Total Nilai Tambah Zakat Total Nilai Tambah Bersih Distribusi Nilai Tambah Bersih Nasabah bagi hasil Karyawan (gaji) Pajak Dividen Laba ditahan Total Nilai Tambah (Sumber: Nadya Chaerunnisa data diolah, 2015)
3. Kelebihan Shari’ate Value Added Statement (SVAS) : a. Tidak hanya ditujukan kepada para pemilik modal (direct stakeholder), tapi kepada seluruh pihak (pemilik modal, karyawan, nasabah, masyarakat, pemerintah, bahkan Tuhan). b. Zakat sebagai pensuci harta. c. Zakat sebagai simbol kehalalan untuk pendistribusian sumber pendapatan. d. Nilai tambah yang dihasilkan oleh SVAS lebih besar dibandingkan laba yang dihasilkan oleh Laporan Laba Rugi pada periode yang
69
bersangkutan.30
E. Sharia Enterprise Theory (SET) Dalam syariah enterprise theory menurut menjelaskan bahwa yang paling penting dan harus paling mendasari dalam penetapan konsepnya adalah Allah SWT sebagai pencipta dan pemilik tunggal dari seluruh sumber daya yang ada di dunia ini. Maka yang berlaku dalam syariah enterprise theory adalah Allah sebagai sumber utama, karena Dia adalah Pemilik Tunggal dan Mutlak dari seluruh sumber daya yang ada di dunia ini. Sedangkan sumber daya yang dimiliki oleh para stakeholders pada prinsipnya adalah amanah dari Allah SWT yang didalamnya melekat sebuah tanggung jawab untuk menggunakan dengan cara dan tujuan yang telah di tetapkan. Dengan demikian, dalam pandangan syariah enterprise theory, distribusi kekayaan (wealth) atau nilai tambah (value added) tidak hanya berlaku pada para partisipan yang terkait langsung dalam, atau partisan yang memberikan kontribusi kepada, operasi perusahaan; seperti pemegang saham, kreditor, karyawan, dan pemerintah, tetapi pihak lain yang tidak terkait langsung dengan bisnis yang dilakukan perusahaan, atau pihak yang tidak memberikan kontribusi keuangan dan skill. Artinya, cakupan akuntansi dalam shariah enterprise theory tidak terbatas pada peristiwa atau kejadian yang bersifat reciprocal antara pihak-pihak yang terkait langsung dalam proses penciptaan nilai tambah, tetapi juga pihak lain yang tidak terkait langsung. 30
Nadya Chaerunnisa, Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan antara Pendekatan Laporan Laba Rugi dengan Sharia’ate Value Added Statement (SVAS) pada PT.Bank Syariah Mandiri Laporan Penelitian Fakultas Ekonomi, Universitas Gunadarma, Depok, 2011.), hlm. 63.
70
Pemahaman ini tentu membawa perubahan penting dalam terminologi enterprise theory yang meletakkan premisnya untuk mendistribusikan kekayaan (wealth) berdasarkan kontribusi para partisipan, yaitu partisipan yang memberikan kontribusi atau keterampilan. Pada prinsipnya syariah enterprise theory memberikan bentuk pertanggungjawaban utamanya kepada Allah SWT (vertikal) yang kemudian dijabarkan lagi pada bentuk pertanggungjawaban (horizontal) pada umat manusia dan lingkungan alam. Bentuk akuntabilitas semacam ini berfungsi sebagai tali pengikat agar akuntansi syariah selalu terhubung dengan nilainilai yang dapat “membangkitkan kesadaran Ketuhanan”. Syariah enterprise theory yang dibangun berdasarkan metafora amanah dan metafora zakat, lebih menghendaki kesimbangan antara sifat egoistik dan altruistik dibanding dengan entity theory. Sementara entity theory lebih mengedepankan sifat egoistiknya daripada sifat altruistik (kepuasan bukan dalam bentuk materi, tapi secara spiritual). Dengan menggunakan ”Epistemologi Berpasangan” dan metafora zakat, syariah enterprise theory berusaha menangkap sunnatullah dan menggunakannya sebagai nilai untuk membentuk dirinya. Syariah enterprise theory yang dikembangkan berdasarkan pada metafora zakat pada dasarnya memiliki karakter keseimbangan. Secara umum, nilai keseimbangan yang dimaksud adalah keseimbangan antara nilai-nilai maskulin dan nilai-nilai feminin. Syariah enterprise theory menyeimbangkan nilai egoistik (maskulin) dengan nilai altruistik (feminin), nilai materi (maskulin) dengan nilai spiritual
71
(feminin), individu-jama’ah dan seterusnya. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya konsekuensi dari nilai keseimbangan ini menyebabkan syariah enterprise theory tidak hanya peduli pada kepentingan individu (dalam hal ini pemegang saham), tetapi juga pihak-pihak lainnya. Oleh karena itu, shariah enterprise theory memiliki kepedulian yang besar pada stakeholders yang luas. Menurut syariah enterprise theory, stakeholders meliputi tiga bagian : 1. Tuhan Tuhan merupakan pihak paling tinggi dan menjadi satu-satunya tujuan hidup manusia. Dengan menempatkan Tuhan sebagai stakeholder tertinggi, maka tali penghubung agar akuntansi syariah tetap bertujuan pada “membangkitkan kesadaran ketuhanan” para penggunanya tetap terjamin. Konsekuensi menetapkan Tuhan sebagai stakeholder tertinggi adalah digunakannya sunnatullah sebagai basis bagi konstruksi akuntansi syariah. Intinya adalah bahwa dengan sunnatullah ini, akuntansi syariah hanya dibangun berdasarkan pada tata-aturan atau hukum-hukum Tuhan. 2. Manusia Stakeholder kedua dari syariah enterprise theory adalah manusia. Di sini dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu direct-stakeholders dan indirect–stakeholders. Direct-stakeholders adalah pihak-pihak yang secara langsung memberikan kontribusi pada perusahaan, baik dalam bentuk kontribusi keuangan (financial contribution) maupun non-keuangan (nonfinancial contribution). Karena mereka telah memberikan kontribusi
72
kepada perusahaan, maka mereka mempunyai hak untuk mendapatkan kesejahteraan dari perusahaan. Sementara, yang dimaksud dengan Indirect- stakeholders adalah pihak-pihak yang sama sekali tidak memberikan kontribusi kepada perusahaan (baik secara keuangan maupun non-keuangan), tetapi secara syari’ah mereka adalah pihak yang memiliki hak untuk mendapatkan kesejahteraan dari perusahaan. 3. Alam Golongan stakeholder terakhir dari syariah enterprise theory adalah alam. Alam adalah pihak yang memberikan kontribusi bagi mati-hidupnya perusahaan sebagaimana pihak Tuhan dan manusia. Perusahaan eksis secara fisik karena didirikan di atas bumi, menggunakan energi yang tersebar di alam, memproduksi dengan menggunakan bahan baku dari alam, memberikan jasa kepada pihak lain dengan menggunakan energi yang tersedia di alam, dan lain-lainnya. Namun demikian, alam tidak menghendaki distribusi kesejahteraan dari perusahaan dalam bentuk uang sebagaimana yang diinginkan manusia. Wujud distribusi kesejahteraan berupa kepedulian perusahaan terhadap kelestarian alam, pencegahan pencemaran, dan lain-lainnya. Menyatakan bahwa syariah enterprise theory tidak mendudukkan manusia sebagai pusat dari segala sesuatu sebagaimana dipahami oleh antroposentrisme.
Tapi
sebaliknya,
syariah
enterprise
theory
menempatkan Tuhan sebagai pusat dari segala sesuatu. Tuhan menjadi pusat tempat kembalinya manusia dan alam semesta. Oleh karena itu,
73
manusia di sini hanya sebagai wakil-Nya (khalitullah fil ardh) yang memiliki konsekuensi patuh terhadap semua hukum-hukum Tuhan. Kepatuhan manusia (dan alam) semata-mata dalam rangka kembali kepada Tuhan dengan jiwa yang tenang. Proses kembali ke-Tuhan memerlukan proses penyatuan diri dengan sesama manusia dan alam sekaligus dengan hukum-hukum yang melekat di dalamnya. Tentu saja konsep ini sangat berbeda dengan entity theory yang menempatkan manusia dalam hal ini stockholder sebagai pusat. Dalam konteks ini kesejahteraan hanya sematamata dikonsentrasikan pada stockholder. Konsekuensi dari diterimanya syariah enterprise theory sebagai dasar dari pengembangan teori akuntansi syariah adalah pengakuan income dalam bentuk nilai-tambah (value-added), bukan income dalam pengertian laba (profit) sebagaimana yang diadopsi entity theory. Baydoun dan Willett (1994; 2000) dalam islamic accounting theory dan islamic corporate reports-nya telah menunjukkan nilai tambah. Namun apa yang disampaikan oleh mereka sebetulnya masih dalam bentuk yang sederhana dan lebih menekankan pada bentuk penyajian dalam Laporan Nilai Tambah (value added statement).31
31
Iwan Triyuwono, Mengangkat “Sing Liyan” untuk Formulasi Nilai Tambah Syari’ah, (Simposium Nasional Akuntansi ke X, Makasar)