BAB II LANDASAN TEORI
II. 1 Dasar – dasar Perpajakan Indonesia II.1.1 Definisi dan Unsur Pajak Berdasarkan Pasal 1 UU Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Perpajakan, pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Mengacu pada Pandiangan (2003), pajak merupakan pembayaran (pengalihan) sebagian harta kekayaan yang dimiliki oleh masyarakat kepada negara yang dapat dipaksakan berdasarkan undang – undang, namun pembayarannnya tidak mendapat suatu balas jasa secara langsung, untuk digunakan membiayai pengeluaran negara guna meningkatkan kualitas masyarakatnya. Mengacu pada Mardiasmo (2008), berdasarkan Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH, pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang – undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur – unsur : 1. Iuran dari rakyat kepada negara Yang berhak memungut pajak hanyalah negara. Iuran tersebut berupa uang (bukan barang).
6
2. Berdasarkan undang –undang Pajak dipungut berdasarkan atau dengan ketentuan undang –undang serta aturan pelaksanaannya. 3. Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari negara secara langsung dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi oleh pemerintah. 4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaran – pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.
II.1.2 Pajak Penghasilan II.1.2.1 Definisi Pajak Penghasilan Mengacu pada Mardiasmo (2008), pajak penghasilan merupakan pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Ditinjau dari lembaga pemungutnya, Pajak Penghasilan dikategorikan sebagai pajak pusat, tetapi ditinjau dari sifatnya dikategorikan sebagai pajak subjektif dan ditinjau dari golongannya dikategorikan sebagai pajak langsung.
II.1.2.2 Subjek Pajak Berdasarkan UU Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 2 ayat (1), yang menjadi subjek pajak adalah : 1. Orang pribadi, yaitu yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia. 7
2. Warisan yang belum terbagi sebagai suatu kesatuan menggantikan yang berhak. 3. Badan, terdiri dari PT, CV, perseroan lainnya, BUMN, BUMD dengan nama dan bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga, dan bentuk badan lainnya. 4. Bentuk Usaha Tetap (BUT), yaitu bentuk usaha yang digunakan oleh orang pribadi yang tidak tinggal/berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 (duabelas) bulan atau badan yang tidak didirikan atau tidak bertempat kedudukan di Indonesia.
II.1.2.3 Penghasilan yang Merupakan Objek Pajak Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) UU No. 17 tahun 2000, yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk : a. penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang ini b. hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan dan penghargaan c. laba usaha d. keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk :
8
1) keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal 2) keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota. 3) keuntungan
karena
likuidasi,
penggabungan,peleburan,
pemekaran,
pemecahan, pengambilalihan usaha. 4) keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak - pihak yang bersangkutan. 5) keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan. e. penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya f. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang g. dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi h. royalti i. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta j. penerimaan atau perolehan pembayaran berkala 9
k. keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah l. keuntungan selisih kurs mata uang asing m. selisih lebih karena penilaian kembali aktiva n. premi asuransi o. iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas p. tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) UU No. 36 tahun 2008, yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk : a.
penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang Pajak Penghasilan
b.
hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan dan penghargaan
c.
laba usaha
d.
keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk : 1) keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal.
10
2) keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya. 3) keuntungan
karena
likuidasi,
penggabungan,peleburan,
pemekaran,
pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apa pun. 4) keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak pihak yang bersangkutan. 5) keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan. e. penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak f.
bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang
g. dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi h. royalti atau imbalan atas penggunaan hak i.
sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta 11
j.
penerimaan atau perolehan pembayaran berkala
k. keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah l.
keuntungan selisih kurs mata uang asing
m. selisih lebih karena penilaian kembali aktiva n. premi asuransi o. iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas p. tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak q. penghasilan dari usaha berbasis syariah r.
imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan
s.
surplus Bank Indonesia.
II.1.2.4 Penghasilan yang Dikenakan Pajak Bersifat Final Berdasarkan Pasal 4 ayat (2) UU No. 17 tahun 2000, atas penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan-tabungan lainnya, penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek, penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan serta penghasilan tertentu lainnya, pengenaan pajaknya diatur dengan Peraturan Pemerintah. Berdasarkan Pasal 4 ayat (2) UU No. 36 tahun 2008, penghasilan yang dapat dikenai pajak bersifat final yaitu :
12
a. penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi; b. penghasilan berupa hadiah undian; c. penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura; d. penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan; dan e. penghasilan tertentu lainnya, yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
II.1.2.5 Penghasilan Bukan Objek Pajak Pasal 4 ayat (3) UU No. 17 tahun 2000 menyatakan bahwa yang tidak termasuk objek pajak adalah : a. 1. bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak. 2. harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan oleh badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan; 13
b. warisan; c. harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal; d. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah; e. pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa; f. dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, Badan Usaha Milik Negara, atau Badan Usaha Milik Daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat: a. dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan b. bagi perseroan terbatas, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor dan harus mempunyai usaha aktif diluar kepemilikan saham tersebut; g. iuran yang diterima atau diperoleh dana pension yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai;
14
h. penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana dimaksud pada huruf g, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan; i. bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi; j. bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan reksa dana dan selama 5 (lima) tahun pertama sejak pendirian perusahaan atau pemberian izin usaha k. penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut: 1) merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan 2) sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia;
Pasal 4 ayat (3) UU No. 36 tahun 2008 menyatakan bahwa yang tidak termasuk objek pajak adalah : a.
1.
bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang 15
berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah. 2. harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan
badan sosial
termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan; b. warisan; c. harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal; d. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15; e. pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa; f. dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha
16
milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat: 1)
dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan
2)
bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor.
g. iuran yang diterima atau diperoleh dana pension yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai, h. penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana dimaksud pada huruf g, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan; i. bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif; j. dihapus; k. penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut: 1. merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan 2. sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia 17
l. beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan m. sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan n. bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
II.1.2.6 Biaya-biaya yang Dapat Dikurangkan Biaya yang dapat dikurangkan secara fiskal diatur dalam Pasal 6 ayat (1) UU PPh. Yang termasuk biaya – biaya yang dapat dikurangkan berdasarkan UU No. 17 tahun 2000 sebagai berikut. a. biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasitan, termasuk biaya pembelian bahan, biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang, bunga, sewa, royalti, biaya perjalanan, biaya pengolahan limbah, premi asuransi, biaya administrasi, dan pajak kecuali Pajak Penghasilan; b. penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai 18
masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 11A. c. iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan. d. kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan. e. kerugian selisih kurs mata uang asing. f. biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia. g. biaya beasiswa, magang, dan pelatihan. h. piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat: 1. telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial; 2. telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau – Badan Urusan Piutang Negara (BUPLN) atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan; 3. telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; 4. Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan Keputusan Direktur Jendera Pajak.
Sedangkan, yang termasuk biaya – biaya yang dapat dikurangkan berdasarkan UU No. 36 tahun 2008 sebagai berikut.
19
a. biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha, antara lain: 1. biaya pembelian bahan; 2. biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang; 3. bunga, sewa, dan royalti; 4. biaya perjalanan; 5. biaya pengolahan limbah; 6. premi asuransi; 7. biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; 8. biaya administrasi; dan 9. pajak kecuali Pajak Penghasilan. b. penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 11A. c. iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan. d. kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan. e. kerugian selisih kurs mata uang asing. f. biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia. 20
g. biaya beasiswa, magang, dan pelatihan. h. piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat: 1. telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial; 2. Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak; dan 3. telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi pemerintah yang menangani piutang negara; atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan; atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; atau adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah ihapuskan untuk jumlah utang tertentu; 4. syarat sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak berlaku untuk penghapusan piutang tak tertagih debitur kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf k; yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. i. sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah. j. sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah. k. biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah. l. sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah
21
m. sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
II.1.2.7 Biaya-biaya yang Tidak Dapat Dikurangkan Berdasarkan UU No. 17 tahun 2000 Pasal 9 ayat (1), yang termasuk pengeluaran atau biaya-biaya yang tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto adalah : a. pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen, termasuk dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi. b. biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota. c. pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan sewa guna usaha dengan hak opsi, cadangan untuk usaha asuransi dan yang syarat-syaratnya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan. d. premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak yang bersangkutan. e. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.
22
f. jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan. g. harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b, kecuali zakat atas penghasilan yang nyata – nyata dibayarkan oleh Wajib Pajak orang pribadi pemeluk agama Islam dan atau Wajib Pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agam Islam kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah. h. Pajak Penghasilan. i. biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak atau orang yang menjadi tanggungannya. j. gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham. k. sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundangundangan di bidang perpajakan.
Berdasarkan UU No. 36 tahun 2008 Pasal 9 ayat (1), yang termasuk pengeluaran atau biaya-biaya yang tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto adalah : a. pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen, termasuk dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.
23
b. biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota. c. pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali: 1. cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang; 2. cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang dibentuk oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial; 3. cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan; 4. cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan; 5. cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan; dan 6. cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri untuk usaha pengolahan limbah industri, yang ketentuan dan syarat-syaratnya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. d. premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak yang bersangkutan. e. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. 24
f. jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan. g. harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b, kecuali sumbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf i sampai dengan huruf m serta zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah. h. Pajak Penghasilan. i. biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak atau orang yang menjadi tanggungannya. j. gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham. k. sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundangundangan di bidang perpajakan.
II.1.2.8 Tarif Pajak Penghasilan Tarif pajak digunakan untuk menghitung besarnya pajak yang harus dibayar. Tarif Pajak Penghasilan untuk Wajib Pajak Badan sesuai Pasal 17 UU Nomor 17 tahun 2000 sebagai berikut. 25
Lapisan Penghasilan Kena Pajak
Tarif Pajak
Sampai dengan Rp 50.000.000,-
10%
Diatas Rp. 50.000.000,- sampai dengan Rp. 100.000.000,-
15%
Diatas Rp. 100.000.000,-
30%
Sedangkan berdasarkan Pasal 17 UU Nomor 36 tahun 2008, tarif pajak yang berlaku sebagai berikut : Lapisan Penghasilan Kena Pajak
Tarif Pajak
Tahun 2009
28%
Tahun 2010 dan selanjutnya
25%
II.1.2.9 Formula Umum Pajak Penghasilan Mengacu pada Zain (2008), formula umum yang dapat digunakan untuk menghitung pajak penghasilan yang terutang yaitu : Jumlah seluruh penghasilan
aa
Penghasilan yang dikecualikan
bb -
Penghasilan Bruto
cc
Biaya fiskal yang boleh dikurangkan
dd -
Koreksi : biaya fiskal yang tidak boleh dikurangkan Penghasilan Neto
ee
Kompensasi kerugian
ff -
Penghasilan kena pajak
gg
Tarif pajak
hh x
Pajak terutang
ii 26
Kredit pajak
jj -
Pajak yang lebih/kurang dibayar
kk
Penghitungan Pajak Penghasilan yang terutang didasarkan pada formula umum diatas, dengan penjelasan sebagai berikut : 1.
Pengertian penghasilan diatur dalam pasal 4 ayat (1).
2.
Penghasilan bukan objek pajak penghasilan diatur dalam pasal 4 ayat (3).
3.
Biaya fiskal dapat dikurangkan diatur dalam pasal 5 ayat (2), pasal 6 ayat (1), pasal 11 dan pasal 11 A sepanjang yang menyangkut penyusutan harta berwujud dan amortisasi harta tidak berwujud.
4.
Koreksi fiskal diatur pasal 9 ayat (1) dan ayat (2).
5.
Kompensasi kerugian diatur dalam pasal 6 ayat (2).
6.
Penghasilan Tidak Kena Pajak diatur dalam pasal 6 ayat (3)dan pasal 7
7.
Tarif pajak diatur dalam pasal 17.
8.
Kredit pajak diatur dalam pasal 21, 22, 23, 24, dan pasal 25.
9.
PPh kurang bayar atau lebih bayar atau nihil diatur dalam pasal 28, 28 A dan 29. (h. 79)
II.2 Manajemen Pajak Mengacu pada Suandy (2008), manajemen pajak didefinisikan sebagai suatu sarana untuk memenuhi kewajiban perpajakan dengan benar tetapi jumlah pajak yang ditekan dapat ditekan serendah mungkin untuk memperoleh laba dan likuiditas yang diharapkan. (Sophar Lumbantoruan, 1996) 27
Tujuan manajemen pajak dapat dibagi menjadi dua, yaitu : a. menerapkan peraturan perpajakan secara benar b. usaha efisiensi untuk mencapai laba dan likuiditas yang seharusnya Tujuan manajemen pajak dapat dicapai melalui fungsi – fungsi manajemen pajak yang terdiri atas : a. Perencanaan Pajak (tax planning) b. Pelaksanaan Kewajiban Perpajakan (tax implementation) c. Pengendalian Pajak (tax control)
II.2.1 Perencanaan Pajak Perencanaan pajak adalah langkah awal dalam manajemen pajak. Pada tahap ini dilakukan pengumpulan dan penelitian terhadap peraturan perpajakan agar dapat diseleksi jenis tindakan penghematan pajak yang akan dilakukan. Pada umumnya penekanan perencanaan pajak (tax planning) adalah untuk meminimumkan kewajiban pajak. Adapun aspek – aspek dalam perencanaan pajak yaitu : a. Aspek Formal dan Administratif -
Kewajiban mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan NPengukuhan Pengusaha Kena Pajak;
-
Menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan;
-
Memotong dan/atau memungut pajak;
-
Membayar pajak;
-
Menyampaikan Surat Pemberitahuan.
28
b. Aspek Material Basis penghitungan pajak adalah objek pajak. Dalam rangka optimalisasi alokasi sumber dana, manajemen akan merencanakan pembayaran pajak yang tidak lebih dan tidak kurang. Untuk itu, objek pajak harus dilaporkan secara benar dan lengkap.
II.2.2 Pelaksanaan Kewajiban Perpajakan Apabila dalam tahapan perencanaan pajak telah diketahui faktor – faktor yang akan dimanfaatkan untuk melakukan penghematan pajak, langkah selanjutnya adalah mengimplementasikan faktor – faktor tersebut baik secara formal maupun material. Dua hal yang perlu dikuasai dan dilaksanakan, yaitu : a. memahami ketentuan peraturan perpajakan dengan mempelajari peraturan perpajakan seperti undang – undang, Keputusan Presiden, Keputusan Menteri Keuangan, Keputusan Dirjen Pajak dan Surat Edaran Dirjen Pajak dapat diketahui peluang – peluang yang dapat dimanfaatkan untuk menghemat beban pajak. b. menyelenggarakan pembukuan yang memenuhi syarat pembukuan merupakan sarana yang sangat penting dalam penyajian informasi keuangan perusahaan yang disajikan dalam bentuk laporan keuangan dan menjadi dasar dalam menghitung besarnya pajak yang terutang.
II.2.3 Pengendalian Pajak Pengendalian pajak bertujuan untuk memastikan bahwa kewajiban pajak telah dilaksanakan sesuai dengan yang telah direncanakan dan telah memenuhi persyaratan formal maupun material. Hal terpenting dalam pengendalian pajak adalah pemeriksaan 29
pembayaran pajak. Oleh sebab itu, pengendalian dan pengaturan arus kas sangat penting dalam strategi penghematan pajak, misalnya melakukan pembayaran pajak pada saat terakhir tentu lebih menguntungkan jika dibandingkan dengan membayar lebih awal. Pengendalian pajak termasuk pemeriksaan jika perusahaan telah membayar pajak lebih besar dari jumlah pajak terutang.
II.3 Motivasi Dilakukannya Perencanaan Pajak Mengacu pada Suandy (2008), motivasi yang mendasari dilakukannya suatu perencanaan pajak umumnya bersumber dari tiga unsur perpajakan, yaitu : a. Kebijakan perpajakan (tax policy) Kebijakan perpajakan merupakan alternatif dari berbagai sasaran yang hendak dituju dalam sistem perpajakan. Dari berbagai aspek kebijakan pajak, terdapat faktor – faktor yang mendorong dilakukannya suatu perencanaan pajak, diantaranya jenis pajak yang akan dipungut, subjek pajak, objek pajak, tarif pajak dan prosedur pembayaran pajak. b. Undang – undang Perpajakan (tax law) Kenyataan menunjukkan bahwa di mana pun tidak ada undang – undang yang mengatur setiap permasalahan dengan sempurna. Oleh karena itu, dalam pelaksanaannya selalu diikuti oleh ketentuan – ketentuan lain (Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Keputusan Menteri Keuangan dan Keputusan Dirjen Pajak). Tidak jarang ketentuan pelaksanaan bertentangan dengan undang – undang itu sendiri karena disesuaikan dengan kepentingan pembuat kebijakan dalam mencapai tujuan lain yang ingin dicapainya. Akibatnya terbuka celah
30
(loopholes) bagi Wajib Pajak untuk menganalisis kesempatan tersebut dengan cermat untuk perencanaan pajak yang baik. c. Administrasi Perpajakan (tax administration) Sebagai negara berkembang, Indonesia masih mengalami kesulitan dalam melaksanakan administrasi perpajakannya secara memadai. Hal ini mendorong perusahaan untuk melaksanakan perencanaan pajak dengan baik agar terhindar dari sanksi administrasi maupun pidana karena adanya perbedaan penafsiran antara aparat fiskus dengan Wajib Pajak akibat luasnya peraturan perpajakan yang berlaku dan sistem informasi yang masih belum efektif. Secara umum motivasi dilakukannya perencanaan pajak adalah untuk memaksimalkan laba setelah pajak (after tax return), karena pajak ikut mempengaruhi pengambilan keputusan atas suatu tindakan dalam operasi perusahaan untuk melakukan investasi melalui analisis yang cermat dan pemanfaatan peluang atau kesempatan yang ada dalam ketentuan peraturan yang sengaja dibuat oleh pemerintah, untuk memberikan perlakuan yang berbeda atas objek yang secara ekonomi hakikatnya sama (karena pemerintah mempunyai tujuan lain tertentu) dengan memanfaatkan : 1. perbedaan tarif pajak (tax rates) 2. perbedaan perlakuan pajak atas objek pajak sebagai dasar pengenaan pajak (tax base) 3. loopholes, shelters dan havens
31
II.4 Tahapan dalam Membuat Perencanaan Pajak Mengacu pada Spitz (1983), agar perencanaan dapat berhasil sesuai dengan yang diharapkan, maka rencana itu seharusnya dilakukan melalui berbagai urutan tahap – tahap berikut : 1. menganalisis informasi yang ada 2. membuat satu model atau lebih rencana kemungkinan besarnya pajak 3. mengevaluasi pelaksanaan rencana pajak 4. mencari kelemahan dan kemudian memperbaiki kembali rencana pajak 5. memutakhirkan rencana pajak.
II.5 Perencanaan Pajak untuk Mengefisiensi Beban PPh Badan Mengacu pada Prastowo (2009), langkah –langkah perencanaan pajak yang dapat digunakan untuk mengefisiensi beban PPh Badan adalah : 1.
Rekonsiliasi fiskal untuk menyajikan laba kena pajak Rekonsiliasi fiskal yang baik dan benar akan menghasilkan laba kena pajak yang baik dan benar. Pada akhirnya, diperoleh perhitungan pajak serta pajak terutang padea akhir tahun pajak yang benar. Sehingga tidak akan menimbulkan kesalahan yang nantinya dapat menyebabkan kerugian pada wajib pajak.
2.
Pemilihan prinsip pembukuan yang tepat Dasar pembukuan yang diakui oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) adalah basis akrual dan basis kas yang dimodifikasi (modified cash basis). Perbedaan antara basis akrual dan basis kas menurut versi perpajakan 32
adalah terletak pada biaya administrasi dan umum. Pada basis akrual biaya administrasi dan umum dibebankan pada saat pembayaran. Secara strategis, pemilihan prinsip akrual akan lebih menguntungkan wajib pajak karena pengakuan biaya dilakukan tanpa menunggu pembayaran diterima.
3.
Perencanaan pajak terkait dengan karyawan Perusahaan memiliki banyak peluang untuk melakukan efisiensi PPh badan terhadap biaya – biaya yang berkaitan dengan kesejahteraan karyawan. Oleh sebab itu, perusahaan perlu melakukan pemilihan dalam perencanaan pajak. Adapun implikasi pilihan perencanaan pajak berdasarkan aktivitas adalah sebagai berikut. No Aktivitas/Uraian 1
Pilihan
PPh Pasal 21 bagi a. karyawan
PPh
Implikasi 21 Bukan
Pasal
ditanggung karyawan b.
PPh
biaya
bagi
perusahaan. 21 Bukan
Pasal
ditanggung perusahaan
biaya
bagi
perusahaan dan buka penghasilan
bagi
c. PPh Pasal 21 diberikan karyawan. dalam bentuk tunjangan Biaya bagi perusahaan (metode gross up)
dan penghasilan bagi karyawan
2
Pengobatan/
a. Perusahaan mendirikan Termasuk
kesehatan
klinik dan menyediakan kenikmatan/natura,
karyawan
dokternya b. Pegawai
tidak dapat dibiayakan. berobat
di
rumah sakit atau dokter langganan
dan
obat S.d.a
33
dibeli
di
apotik
langganan. c. Diberikan
tunjangan Biaya bagi perusahaan
kesehatan
dan penghasilan bagi
d. Reimbursement.
karyawan. Merupakan natura. Jika sebesar
pengeluaran
dimasukkan
dalam
penghasilan
karyawan
dan dapat dibiayakan oleh perusahaan. 3
Pembayaran premi
asuransi dan
untuk karyawan 4
Dibayar oleh perusahaan Dapat dibiayakan oleh menjadi
unsur perusahaan.
penghasilan karyawan.
Iuran pensiun dan Dibayar oleh perusahaan S.d.a iuran jaminan hari dan
bukan
unsur
tua yang dibayar penghasilan karyawan , pemberi kerja
sepanjang
dana
pensiunnya telah disahkan oleh Menteri Keuangan 5
Perumahan untuk karyawan.
a.perusahaan
Termasuk
menyediakan
rumah natura,
kategori tidak
dapat
dinas untuk karyawan, dibiayakan, dan bukan yang disediakan oleh penghasilan karyawan. perusahaan b.perusahaan rumah
menyewa Termasuk
dinas
untuk natura,
karyawan
dimasukkan
tidak
dapat
dibiayakan dan bukan
c.pemberian pengganti
kategori
uang penghasilan karyawan sewa
dan Dapat dibiayakan dan
sebagai dipotong PPh Pasal 21 34
tunjangan perumahan d.karyawan
diberi perumahan Dapat dibiayakan dan
tunjangan dan
dimasukkan dipotong PPh Pasal 21
sebagai
unsur
penghasilan. 6
Transportasi
a.
perusahaan Bukan
untuk karyawan
menyediakan
penghasilan
kendaraan karyawan,
antar jemput.
biaya
penyusutan
dapat
dibiayakan. b. perusahaan memberi Dapat dibiayakan oleh tunjangan transport
perusahaan
dan
merupakan penghasilan karyawan
yang
c. kendaraan diserahkan dipotong PPh Pasal21. kepada karyawan untuk Biaya penyusutan dan dibawa pulang.
eksploitasi boleh
kendaraan dibebankan
sebesar 50%. 7
Pemberian
Pemberian
pakaian Bukan
pakaian seragam
seragam yang merupakan karyawan keharusan dalam rangka dibiayakan pelaksanaan
penghasilan dan
dapt oleh
pekerjaan, perusahaan.
keamananan
dan
keselamatan
atau
berkenaan dengan situasi lingkungan kerja. 8
Perjalanan karyawan
dinas Biaya
perjalanan
dinas Biaya perusahaan dan
termasuk biaya transport, bukan hotel dan lain –lain.
karyawan
penghasilan sepanjang
tidak untuk keperluan 35
pribadi karyawan. 9
Bonus dan jasa a. binus dan jasa produksi Dapat dibiayakan oleh produksi
untu
kkaryawan
yang perusahaan.
dibebankan dalam biaya tahun berjalan. b. bonus, gratifikasi dan Tidak dapat dibiayakan jasa
produksi
dibayarkan
merupakan
kepada penghasilan
karyawan retained
yang dan
berasal earning
dari karyawan
bagi yang
(laba dipotong PPh Pasal 21
ditahan).
4.
Pemilihan metode penilaian persediaan. Penentuan
metode
penilaian
persediaan
cukup
penting
dalam
perencanaan pajak terutama untuk perusahaan yang bergerak di bidang manufaktur dan perdagangan. Untuk efisiensi pajak terutama dalam kondisi inflasi, maka metode rata-rata (average method) akan menghasilkan harga pokok penjualan yang lebih tinggi dibandingkan dengan metode FIFO. Harga pokok penjualan yang lebih tinggi akan mengakibatkan laba kotor menjadi lebih kecil sehingga penghasilan kena pajak juga menjadi lebih kecil.
5.
Pendanaan aset tetap dengan sewa guna usaha dengan hak opsi Untuk efisiensi beban pajak, sewa guna usaha dengan hak opsi sebaiknya dipilih karena jangka waktu sewa guna usaha umunya lebih pendek dari umur aset dan pembayaran sewa guna usaha dapat dibiayakan seluruhnya. Dengan
36
demikian aset tersebut dapat dibiayakan lebih cepat dibandingkan melalui penyusustan jika pembelian dilakukan secara langsung.
6.
Pemilihan metode penyusutan aktiva tetap dan amortisasi aktiva tidak berwujud. Penyusutan aset tetap dan amortisasi aset tak berwujud yang diakui fiskus sejak tahun 1995 terdiri atas dua metode yaitu metode garis lurus dan metode saldo menurun. Untuk efisiensi beban pajak, sebelum menentukan metode mana yang akan digunakan, terlebih dahulu seorang perencana pajak (tax planner) harus melihat kondisi dari perusahaan yang bersangkutan. Jika kondisi perusahaan adalah laba dan besarnya penghasilan kena pajak sudah mencapai tarif pajak yang tinggi atau tertinggi, maka metode saldo menurun akan lebih menguntungkan. Sebaliknya jika kondisi perusahaan rugi, maka lebih baik memilih metode garis lurus.
7. Transaksi yang berkaitan dengan withholding tax. Selain sebagai pembayar pajak, perusahaan juga sebagai pemotong pajak terhadap pihak ketiga (wihholding tax). Masalah yang sering kali timbul adalah pihak yang bersangkutan tidak bersedia dipotong pajaknya. Apabila perusahaan tidak memotong withholding tax (misalnya PPh pasal 23 atas jasa konsultan), maka perusahaan akan menanggung akibatnya jika dilakukan pemeriksaan oleh fiskus karena perusahaan akan dikenakan kewajiban untuk membayar withholding tax dimaksud ditambah denda bunga atas keterlambatan penyetoran sebesar 2% (dua persen) sebulan dari pokok pajak. 37
Untuk mengatasinya, perusahaan sebaiknya me-mark up nilai transaksi supaya nilai tersebut sudah termasuk pajak, karena jika perusahaan hanya membayar PPh Pasal 23 maka PPh yang dibayar oleh perusahaan tidak dapat dibebankan sebagai biaya.
8. Optimalisasi pengkreditan pajak penghasilan yang telah dibayar. Pajak Penghasilan yang dapat dikreditkan selain angsuran masa bulanan (PPh Pasal 25) atas PPh Badan yang terutang pada akhir tahun adalah Pajak Penghasilan yang dibayar maupun yang dipungut oleh pihak lain yang bersifat tidak final. PPh yang dapat dikreditkan, antara lain : PPh atas penghasilan tanah/bangunan bagi perusahaan yang tidak bergerak di bidang real estate; PPh Pasal 22 atas impor; PPh Pasal 22 atas pembelian solar dari Pertamina; fiskal luar negeri karyawan (setoran a.n. karyawan q.q. perusahaan berikut NPWP perusahaan); PPh Pasal 23 atas bunga dari nonbank, royaltil PPh Pasal 24 yang dipotong di luar negeri.
9. Pengajuan penurunan angsuran masa PPh Pasal 25 Besarnya pembayaran PPh Pasal 25 tergantung dari besarnya PPh terutang tahun lalu atau adanya kenaikan laba pada RKAP tahun berjalan untuk BUMN/BUMD. Namun jika wajib pajak mengalami perubahan keadaan usaha yang menyebabkan penurunana laba hingga 25% dibanding laba fiskal tahun sebelumnya atau mengalami kerugian, maka wajib pajak dapat megajukan pengurangan atau penurunan beasarnya angsuran PPh Pasal 25 ke kantor pajak tempat wajib pajak terdaftar. 38
10. Pengajuan SKB PPh Untuk jenis pajak PPh Pasal 22 dan Pasal 23, kita dapat mengajukan permohonan pembebasan dari pemotongan atau pemungutan melalui Surat Keterangan Bebas dalam hal : 1. dalam tahun berjalan kita dapat menunjukkan tidak akan terutang PPh karena mengalami kerugian fiskal 2. kita berhak melakukan kompensasi kerugian fiskal, baik di dalam SKP atau SPT, dengan syarat kerugian tersebut lebih besar daripada perkiraan penghasilan neto tahun pajak bersangkutan 3. PPh yang telah dibayar lebih besar dari PPh yang akan terutang
11. Memaksimalkan biaya – biaya yang menjadi insentif dari bantuan / sumbangan atau alokasi ke kegiatan sosial ( filantropi ) UU PPh yang baru mengakomodasi aktivitas sosial dan filantropi serta bidang litbang dan pendidikan dengan cara mempermudah pengakuan pengeluaran sebagai biaya, antara lain yang diatur dalam Pasal 6 ayat (1) UU PPh berikut. a. sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional b. sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia c. biaya pengembangan infrastruktur sosial d. sumbangan fasilitas pendidikan e. sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga
39