BAB II LANDASAN TEORI
A.
DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA
1.
Pengertian dukungan sosial Pierce (dalam Kail & Cavanaugh 2000) mendefinisikan dukungan sosial
sebagai sumber emosional, informasional atau pendampingan yang diberikan oleh orang-orang disekitar individu untuk menghadapi setiap permasalahan dan krisis yang terjadi sehari-hari dalam kehidupan. Diamtteo (1991) mendefinisikan dukungan sosial sebagai dukungan atau bantuan yang berasal dari orang lain seperti teman, keluarga, tetangga, teman kerja dan orang –orang lainnya. Gottlieb (dalam Smet, 1994) menyatakan dukungan sosial terdiri dari informasi atau nasehat verbal maupun non verbal, bantuan nyata, atau tindakan yang didapat karena kehadiran orang lain dan mempunyai manfaat emosional atau efek perilaku bagi pihak penerima. Sarafino (2006) menyatakan bahwa dukungan sosial mengacu pada memberikan kenyamanan pada orang lain, merawatnya, atau menghargainya. Pendapat senada juga diungkapkan oleh Saroson (dalam Smet, 1994) yang menyatakan bahwa dukungan sosial adalah adanya transaksi interpersonal yang ditunjukkan dengan memberikan bantuan pada individu lain, dimana bantuan itu umumnya diperoleh dari orang yang berarti bagi individu yang bersangkutan. Dukungan sosial dapat berupa pemberian informasi, bantuan tingkah laku, ataupun materi yang didapat dari hubungan sosial akrab yang dapat membuat individu merasa diperhatikan, bernilai dan dicintai.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial adalah dukungan atau bantuan yang berasal dari orang yang memiliki hubungan sosial akrab dengan individu yang menerima bantuan. Bentuk dukungan ini dapat berupa informasi, tingkah laku tertentu, atapun materi yang dapat menjadikan individu yang menerima bantuan merasa disayangi, diperhatikan, dan bernilai. 2.
Dimensi dukungan sosial House (dalam Smet, 1994) membedakan empat jenis
atau dimensi
dukungan sosial, antara lain : a. Dukungan emosional, mencakup ungkapan empati, kepedulian dan perhatian terhadap orang yang bersangkutan. b. Dukungan penghargaan, terjadi lewat ungkapan hormat (penghargaan) positif untuk orang itu, dorongan maju atau persetujuan dengan gagasan atau perasaan individu, dan perbandingan positif orang itu dengan orangorang lain, contohnya dengan membandingkannya dengan orang lain yang lebih buruk keadaannya. c. Dukungan instrumental, mencakup bantuan langsung, seperti kalau orangorang memberi pinjaman uang kepada orang itu. d. Dukungan informatif, mencakup memberikan nasehat, petunjuk-petunjuk, saran-saran atau umpan balik. 3.
Sumber-sumber dukungan sosial Sumber-sumber dukungan sosial menurut Kahn & Antonoucci (dalam
Orford, 1992) terbagi menjadi 3 kategori, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
a. Sumber dukungan sosial yang berasal dari individu yang selalu ada sepanjang hidupnya, yang selalu bersama dan mendukungnya. Misalnya keluarga dekat, pasangan (suami/istri) atau teman-teman dekat b. Sumber dukungan sosial yang berasal dari individu lain yang sedikit berperan dalam hidupnya dan cenderung berubah sesuai dengan waktu. Sumber ini meliputi teman kerja, tetangga, sanak keluarga dan sepergaulan c. Sumber dukungan sosial yang berasal dari individu lain yang sangat jarang memberi dukungan sosial dan memiliki peran yang sangat cepat berubah. Sumber
dukungan
yang
dimaksud
meliuputi
supervisor,
tenaga
ahli/profesional dan keluarga jauh. Teori konvoi sosial menyatakan bahwa perubahan dalam kontak sosial saat seseorang pensiun umumnya akan mempengaruhi lingkar luar mereka yang dekat dengan orang tersebut, bukan yang berada di lingkar dalam. Setelah pensiun, ketika teman kerja dan teman biasanya menjauh, sebagian besar individu akan mempertahankan lingkar dalam konvoi sosial yang stabil : teman dekat dan anggota keluarga, yang dapat mereka andalkan kesinambungan dukungannya dan yang amat mempengaruhi kesejahteraan mereka untuk menjadi lebih baik atau lebih buruk (Papalia, 2008). 4.
Faktor-faktor yang mempengaruhi dukungan sosial Sarafino (2006) menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi apakah seseorang akan menerima dukungan sosial atau tidak. Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah : a. Faktor dari penerima dukungan (recipient)
Universitas Sumatera Utara
Seseorang tidak akan menerima dukungan sosial dari orang lain jika ia tidak suka bersosial, tidak suka menolong orang lain, dan tidak ingin orang lain tahu bahwa ia membutuhkan bantuan. Beberapa orang terkadang tidak cukup asertif untuk memahami bahwa ia sebenarnya membutuhkan bantuan dari orang lain, atau merasa bahwa ia seharusnya mandiri dan tidak mengganggu orang lain, atau merasa tidak nyaman saat orang lain menolongnya, atau tidak tahu kepada siapa dia harus meminta pertolongan. b. Faktor dari pemberi dukungan (providers) Seseorang terkadang tidak memberikan dukungan sosial kepada orang lain ketika ia sendiri tidak memiliki sumberdaya untuk menolong orang lain, atau tengah menghadapi stres, harus menolong dirinya sendiri, atau kurang sensitif terhadap sekitarnya sehingga tidak menyadari bahwa orang lain membutuhkan dukungan darinya. 5.
Dukungan Sosial Keluarga Menurut Gunarsa (1995), keluarga adalah kelompok sosial yang bersifat
abadi, dikukuhkan dalam hubungan nikah yang memberikan pengaruh terhadap keturunan dan lingkungan. Menurut Fadly (2009), Keluarga adalah unit/satuan masyarakat yang terkecil yang sekaligus merupakan suatu kelompok kecil dalam masyarakat. Keluarga biasanya terdiri dari suami, istri, dan juga anak-anak yang selalu menjaga rasa aman dan ketentraman ketika menghadapi segala suka duka hidup dalam eratnya arti ikatan luhur hidup bersama. Gunarsa & Gunarsa (1995), menyatakan bahwa fungsi keluarga adalah sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
a. Mendapatkan keturunan dan membesarkan anak b. Memberikan afeksi/kasih sayang, dukungan, dan keakraban c. Mengembangkan kepribadian d. Mengatur pembagian tugas, menanamkan kewajiban, hak, dan tanggung jawab e. Mengajarkan dan meneruskan adat istiadat, kebudayaan, agama, dan sistem moral pada anak Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa keluarga merupakan pusat utama dalam kehidupan manusia yang senantiasa mendampingi dan mengiringi seorang manusia sepanjang hidupnya. Oleh karena itu, keluarga kerap kali menjadi sorotan saat seseorang berhasil atau gagal dalam menghadapi masalahnya. Keluarga adalah pendukung utama bagi individu yang mengalami masalah. Berdasarkan beberapa literatur diatas, maka dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial keluarga adalah bantuan yang berasal dari keluarga individu yang menerima bantuan. Bentuk bantuan dapat berupa informasi, tingkah laku tertentu, atapun materiil yang dapat menjadikan individu yang menerima bantuan merasa disayangi, diperhatikan, dan bernilai. Dukungan sosial yang berasal dari keluarga merupakan dukungan yang sangat penting artinya bagi para pensiunan. Hal ini dikarenakan keluarga merupakan kumpulan orang-orang yang dapat diandalkan kesinambungan dukungannya di saat seorang pensiunan mulai terpisah dari lingkungan luarnya, seperti dari teman sekerja, rekan bisnis, ataupun orang lainnya di luar keluarga.
Universitas Sumatera Utara
B.
PENYESUAIAN DIRI
1.
Pengertian penyesuaian diri Kartono (2000) menyatakan bahwa penyesuaian diri adalah kegiatan
adaptasi, atau mengakomodasi diri. Calhoun dan Acocella (1995) mengatakan bahwa penyesuaian dapat didefinisikan sebagai interaksi seseorang yang kontiniu dengan diri sendiri, dengan orang lain, dan dengan lingkungannya. Ketiga faktor ini secara konstan mempengaruhi seseorang, dan hubungan tersebut bersifat timbal balik. Menurut Lazarus (1976) penyesuaian diri merupakan usaha mencocokkan kemampuan untuk mengatasi secara efektif, merubah tingkah laku yang lebih sesuai dan juga terdiri dari proses-proses psikologis untuk mengatasi berbagai tuntutan atau tekanan yang berasal dari lingkungannya. Hurlock ( dalam Gunarsa, 1986) ,menyatakan bahwa subjek yang mampu menyesuaikan diri kepada kelompoknya akan memperlihatkan sikap dan perilaku yang menyenangkan, sehingga ia dapat diterima oleh kelompok dan lingkungannya. Sedangkan menurut Schneider (1964), penyesuaian diri melibatkan respon-respon mental dari tingkah laku, dimana individu berusaha untuk menanggulangi kebutuhankebutuhan dalam dirinya. Tujuannya adalah untuk mendapatkan keharmonisan antara tuntutan dari dalam diri, dan tuntutan dari lingkungan dimana individu tersebut berada. Jadi untuk melakukan penyesuaian diri dibutuhkan adanya kecakapan seseorang dalam memberi reaksi yang efisien kepada diri sendiri maupun kepada lingkungan.
Universitas Sumatera Utara
Dari beberapa teori di atas dapat disimpulkan bahwa penyesuaian diri adalah suatu bentuk perubahan tingkah laku individu yang dilakukan agar sesuai dengan keadaan dan keinginan lingkungan. 2.
Aspek – aspek penyesuaian diri Menurut Mutadin (2002), penyesuaian diri memiliki dua aspek yaitu:
penyesuaian pribadi dan penyesuaian sosial. a) Penyesuaian Personal Penyesuaian pribadi adalah kemampuan individu untuk menerima dirinya sendiri sehingga tercapai hubungan yang harmonis antara dirinya dengan lingkungan sekitarnya. Ia menyadari sepenuhnya siapa dirinya sebenarnya, apa kelebihan dan kekurangannya dan mampu bertindak obyektif sesuai dengan kondisi dirinya tersebut. Keberhasilan penyesuaian pribadi ditandai dengan tidak adanya rasa benci, lari dari kenyataan atau tanggungjawab, dongkol, kecewa, atau tidak percaya pada kondisi dirinya. Kehidupan kejiwaannya ditandai dengan tidak adanya kegoncangan atau kecemasan yang menyertai rasa bersalah, rasa cemas, rasa tidak puas, rasa kurang dan keluhan terhadap nasib yang dialaminya. Sebaliknya, kegagalan penyesuaian pribadi ditandai dengan keguncangan emosi, kecemasan, ketidakpuasan dan keluhan terhadap nasib yang dialaminya, sebagai akibat adanya jarak antara individu dengan tuntutan yang diharapkan oleh lingkungan. Jarak inilah yang menjadi sumber terjadinya konflik yang kemudian terwujud dalam rasa takut dan
Universitas Sumatera Utara
kecemasan, sehingga untuk meredakannya individu harus melakukan penyesuaian diri. b) Penyesuaian Sosial Setiap individu hidup di dalam masyarakat. Proses saling mempengaruhi satu sama lain ada di dalam masyarakat, sehingga timbul suatu pola kebudayaan dan tingkah laku sesuai dengan sejumlah aturan, hukum, adat dan nilai-nilai yang mereka patuhi, demi untuk mencapai penyelesaian bagi persoalan-persoalan hidup sehari-hari. Bidang ilmu psikologi sosial, mengenal proses ini dengan sebutan proses penyesuaian sosial. Penyesuaian sosial terjadi dalam lingkup hubungan sosial tempat individu hidup dan berinteraksi dengan orang lain. Hubungan-hubungan tersebut mencakup hubungan dengan masyarakat di sekitar tempat tinggalnya, keluarga, sekolah, teman atau masyarakat luas secara umum. Kedua unsur tersebut, individu dan masyarakat, sebenarnya sama-sama memberikan dampak bagi komunitas. Individu menyerap berbagai informasi, budaya dan adat istiadat yang ada, sementara komunitas (masyarakat) diperkaya oleh eksistensi atau karya yang diberikan oleh individu. Proses interaksi yang diserap atau dipelajari individu dalam masyarakat saja masih belum cukup untuk menyempurnakan penyesuaian sosial yang memungkinkan individu untuk mencapai penyesuaian pribadi dan sosial dengan cukup baik. Proses berikutnya yang harus dilakukan individu dalam penyesuaian sosial adalah kemauan untuk mematuhi norma-norma dan peraturan sosial kemasyarakatan. Proses penyesuaian sosial ini
Universitas Sumatera Utara
mengharuskan individu untuk mulai berkenalan dan mematuhi kaidahkaidah dan peraturan-peraturan tersebut sehingga menjadi bagian dari pembentukan jiwa sosial pada dirinya dan menjadi pola tingkah laku kelompok. Hal ini perlu dilakukan untuk mencapai penyesuaian bagi persoalan-persoalan hidup, agar tetap sehat dari segi kejiwaan maupun sosial. 3.
Faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri Hurlock (1994) mengungkapkan bahwa terdapat beberapa kondisi yang
mempengaruhi penyesuaian pada masa pensiun, yaitu : a. Para pekerja yang pensiun secara sukarela akan menyesuaikan diri lebih baik dibandingkan dengan mereka yang merasa pensiun dengan terpaksa terutama bagi mereka yang masih ingin melanjutkan bekerja b. Kesehatan yang buruk pada waktu pensiun memudahkan penyesuaian sedangkan orang sehat mungkin cenderung melawan untuk melakukan penyesuaian diri. c. Banyak pekerja yang merasa bahwa berhenti dari pekerjaan secara bertahap ternyata lebih baik efeknya dibandingkan dengan mereka yang tiba-tiba berhenti dari kebiasaan bekerja karena mereka tidak bisa mengatur persiapan pola hidup tanpa pekerjaan. d. Bimbingan dan perencanaan pra pensiun akan membantu penyesuaian diri. e. Pekerja yang mengembangkan minat tertentu guna menggantikan aktivitas kerja rutin, yang sangat bermanfaat bagi mereka, dan menghasilkan kepuasan yang dulu diperoleh dari pekerjaannya, tidak akan menemukan
Universitas Sumatera Utara
penyesuaian
terhadap
membingungkan
seperti
masa
pensiun,
mereka
yang
janggal
secara
emosional
mengembangkan
minat
pengganti. f. Kontak sosial, sebagaimana diketemukan dalam rumah-rumah jompo, membantu mereka dalam penyesuaian diri terhadap masa pensiun. Apabila mereka tinggal dalam rumah mereka sendiri, atau di rumah anak yang sudah menikan atau anggota keluarga lainnya, yang memutuskan orang pensiunan untuk melakukan kontak sosial. g. Semakin sedikit perubahan yang harus dilakukan terhadap kehidupan semasa pensiun semakin baik penyesuaian diri dapat dilakukan. h. Status ekonomi yang baik, yang memungkinkan seseorang untuk hidup dengan nyaman dan dapat menikmati yang menyenangkan, adalah penting untuk penyesuaian yang baik pada masa pensiun. i. Status perkawinan yang bahagia sangat membantu penyesuaian diri terhadap masa pensiun sedangkan perkawinan yang banyak diwarnai percekcokan cenderung menghambat. j. Semakin para pekerja menyukai pekerjaan mereka, semakin buruk penyesuaian terhadap pensiun, Terdapat hubungan yang bertolak belakang antara kepuasan kerja dengan kepuasan pensiun. k. Tempat tinggal seseorang mempengaruhi penyesuaian terhadap masa pensiun, Semakin besar masyarakat menawarkan berbagai kekompakan dan pelbagai kegiatan bagi orang usia lanjut, semakin lebih baik menyesuaikan terhadap masa pensiun.
Universitas Sumatera Utara
l. Sikap anggota keluarga terhadap masa pensiun mempunyai pengaruh yang amat besar terhadap sikap pekerja, terutama sikap terhadap pasangan hidupnya. 4.
Bentuk-bentuk penyesuaian diri Kamalfachri (2009) mengungkapkan terdapat dua bentuk penyesuaian diri,
yaitu penyesuaian diri positif dan penyesuaian diri yang salah. a. Penyesuaian diri positif Saat seseorang berhasil menyesuaikan dirinya secara positif, maka akan muncul beberapa tanda-tanda berikut ini : 1) Tidak menunjukkan ketegangan emosi. 2) Tidak menujukkan adanya mekanisme-mekanisme psikologis. 3) Tidak menunjukkan adanya frustasi pribadi. 4) Memiliki pertimbangan rasional dan pengarahan diri. 5) Mampu dalam belajar. 6) Menghargai pengalaman. 7) Bersikap realistik dan obyektif. b. Penyesuaian diri yang salah Berkebalikan dengan diatas, saat seseorang salah dalam menyesuaikan dirinya, maka akan muncul beberapa tiga reaksi, dimana tiap-tiap reaksi tersebut akan menunjukkan tanda-tanda tertentu yaitu : 1) Reaksi bertahan (defence reaction) Tanda-tandanya : a) Rasionalisasi
Universitas Sumatera Utara
b) Represi c) Proyeksi 2) Reaksi menyerang (aggressive reaction) Tanda-tandanya : a) Selalu membenarkan diri b) Mau berkuasa dalam setiap situasi c) Mau memiliki segalanya d) Senang mengganggu orang lain e) Menggertak f) Menunjukan sikap permusuhan g) Menyerang dan merusak h) Keras kepala i) Balas dendam j) Memperkosa hak orang lain k) Bertindak serampangan l) Marah secara sadis 3) Reaksi melarikan diri (escape reaction) Tanda-tandanya : a) Berfantasi b) Banyak tidur c) Minum - minuman keras d) Bunuh diri e) Menjadi pecandu narkotika
Universitas Sumatera Utara
f) Regresi Menurut Santrock (2002), lansia yang memiliki penyesuaian diri yang lebih baik pada fase pensiun adalah orang-orang lansia yang sehat, memiliki pendapatan yang layak, aktif, berpendidikan baik, memiliki relasi sosial yang luas baik keluarga maupun teman-teman, dan biasanya merasa puas dengan kehidupannya sebelum pensiun. Sementara itu penyesuaian diri lansia yang buruk adalah orang-orang yang tidak mengontrol hidup dan emosinya setelah pensiun, kesulitan membuat transisi dan penyesuaian memasuki usia lanjut, berpikir negatif tentang pensiun, mengalami stress selama pensiun seperti layaknya stres saat menghadapi kematian pasangan hidupnya. 5.
Karakteristik penyesuaian diri yang efektif Selama rentang kehidupan, manusia akan selalu mengalami perubahan.
Penyesuaian diri yang efektif terukur dari seberapa baik seseorang mengatasi perubahan dalam hidupnya. Menurut Habber dan Runyon (1984), penyesuaian diri yang efektif adalah menerima keterbatasan-keterbatasan yang tidak bisa berubah dan secara aktif memodifikasi keterbatasan yang masih bisa diubah. Berikut akan dijelaskan karakteristik penyesuaian diri yang efektif menurut Habber dan Runyon (1984): a. Persepsi akurat terhadap realita Persepsi terkait dengan keinginan dan motivasi pribadi, sehingga terkadang persepsi tersebut tidak murni sama dengan realita dan lebih merupakan keinginan individu. Penyesuaian diri individu dianggap baik apabila ia mampu untuk mempersepsikan dirinya sesuai dengan realita.
Universitas Sumatera Utara
Selain itu, ia juga mempunyai tujuan yang realistis, mampu memodifikasi tujuan tersebut apabila situasi dan kondisi lingkungan menuntutnya untuk itu, serta menyadari konsekuensi tindakan yang diambil dan mengarahkan tingkah laku sesuai dengan konsekuensi tersebut. b. Kemampuan mengatasi stres dan kecemasan Halangan yang dialami individu disetiap proses pemenuhan kebutuhan atau pencapaian tujuan, dapat menimbulkan kegelisahan dan stres. Penyesuaian diri dikatakan baik apabila mampu mengatasi halangan, masalah, dan konflik yang timbul dengan baik. c. Citra diri yang positif Individu harus mempunyai citra diri yang positif dengan tetap menyadari sisi negatif dari dirinya, dimana individu menyeimbangkan persepsinya dengan persepsi orang lain. d. Kemampuan mengekpresikan perasaan Individu yang sehat secara emosional mampu untuk merasakan dan mengekspresikan seluruh emosinya. Pengekspresian emosi dilakukan secara realistis, terkendali dan konstruktif, serta tetap menjaga keseimbangan antara kontrol ekspresi yang berlebihan dengan kontrol ekspresi yang kurang. e. Mempunyai hubungan interpersonal yang baik Individu yang penyesuaian dirinya baik, mampu untuk saling berbagi perasaan dan emosi. Mereka mempunyai kompetensi menjalin hubungan dengan orang lain, mampu untuk mencapai kadar keintiman yang layak
Universitas Sumatera Utara
dalam hubungan sosial, dan menyadari bahwa suatu hubungan tidaklah selalu mulus. Menurut Septanti (2009), penyesuaian diri di masa pensiun terjadi saat seorang lansia baru saja menginjak 1-4 tahun usia pensiun. Pada masa ini, perhatian dari keluarga sangat berarti dan penting, namun saat menginjak tahun ke-5, umumnya lansia sudah mampu menganggap pensiun sebagai suatu hal yang biasa, bukan suatu hal yang istimewa. Dengan kata lain, lansia yang sudah menjalani pensiun lebih dari lima tahun dapat dianggap sudah terbiasa dengan situasi pensiun. Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa penyesuaian diri di masa pensiun adalah suatu bentuk perubahan perilaku individu di masa pensiun yang memenuhi karakteristik seperti, persepsi akurat terhadap realita, kemampuan mengatasi stres dan kecemasan, citra diri yang positif, kemampuan mengekpresikan perasaan, dan mempunyai hubungan interpersonal yang baik, agar terjalin hubungan yang lebih sesuai antara diri individu dengan lingkungannya. Penyesuaian diri dilakukan oleh setiap orang yang memasuki masa pensiun. Adapun baik-buruknya penyesuaian diri akan mempengaruhi kondisi psikologis seorang pensiunan. Ketika seorang pensiunan mampu menyesuaikan dirinya dengan baik, maka ia akan terhindar dari gangguan psikologis maupun fisiologis seperti stres, sakit, tidak mampu membentuk hubungan personal yang baik, dan sebagainya. Sebaliknya saat seseorang memiliki penyesuaian diri yang buruk, maka akan timbul berbagai masalah
Universitas Sumatera Utara
meliputi gangguan-gangguan psikologis dan fisiologis seperti stres, cemas, sakit, mudah marah, dan sebagainya.
C.
PENSIUN
1.
Pengertian pensiun Pengertian pensiun jika ditinjau dari sistem pensiun antara instansi swasta
dengan negeri sedikit berbeda. Jika ditinjau dari sistem pensiun pada pegawai negeri sipil, maka pensiun adalah bentuk jaminan hari tua yang diberikan negara kepada pegawai sebagai bentuk balas jasa untuk pengabdian diri selama bertahuntahun kepada Negara (Badan Kepegawaian Nasional, 2009). Sedangkan jika pengertian pensiun ditinjau dari sistem pensiun pada perusahaan swasta dapat diartikan sebagai suatu istilah yang kurang lebih bermakna purna bhakti atau tugas selesai atau berhenti (retire). Pensiun merupakan suatu masa dimana seseorang berhenti bekerja dari pekerjaan formal dan rutin yang diberikan oleh perusahaan milik orang lain (Wicaksana, 2008). 2.
Sistem pensiun
a.
Sistem pensiun pada pegawai negeri sipil Menurut Buku Saku PNS Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (2010),
peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 3 tahun 1979 tentang pemberhentian pegawai negeri sipil pasal 3 dan pasal 4 menyebutkan bahwa pegawai negeri sipil yang telah mencapai batas usia pensiun, diberhentikan dengan hormat sebagai pegawai negeri sipil, dimana batas usia pensiun yang dimaksud adalah 56 tahun. Adapun usia tersebut dapat diperpanjang bagi pegawai
Universitas Sumatera Utara
negeri sipil yang memangku jabatan tertentu. Adapun peraturan mengenai perpanjangan tersebut sebagaimana dimuat dalam pasal 4 adalah sebagai berikut : a. 65 tahun bagi pegawai negeri sipil yang memangku jabatan : 1. Ahli peneliti dan peneliti yang ditugaskan secara penuh di bidang penelitian; 2. Guru besar, Lektor kepala, Lektor yang ditugaskan secara penuh pada perguruan tinggi; 3. Jabatan lain yang ditentukan oleh presiden; b. 60 tahun bagi pegawai negeri sipil yang memangku jabatan : 1. Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda, dan Hakim Anggota Mahkamah Agung; 2. Jaksa Agung; 3. Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara; 4. Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen; 5. Sekretaris Jenderal, Inspektur Jenderal, Direktur Jenderal, dan Kepala Badan di Departemen; 6. Eselon I dalam jabatan strukturil yang tidak termasuk dalam angka 2, 3, dan 4; 7. Eselon II dalam jabatan strukturil; 8. Dokter yang ditugaskan secara penuh pada Lembaga Kedokteran Negeri sesuai dengan profesinya; 9. Pengawas Sekolah Lanjutan Tingkat Atas dan Pengawas Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama;
Universitas Sumatera Utara
10. Guru yang ditugaskan secara penuh pada Sekolah Lanjutan Tingkat Atas dan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama; 11. Penilik Taman Kanak-kanak, Penilik Sekolah Dasar, dan Penilik Pendidikan Agama; 12. Guru yang ditigaskan secara penuh pada Sekolah Dasar; 13. Jabatan lain yang ditentukan oleh presiden; c. 58 tahun bagi pegawai negeri sipil yang memangku jabatan : 1. Hakim pada Mahkamah Pelayanan 2. Hakim pada Pengadilan Tinggi 3. Hakim pada Pengadilan Negeri; 4. Hakim Agama pada Pengadilan Agama Tingkat Banding; 5. Hakim Agama pada Pengadilan Agama; 6. Jabatan lain yang ditentukan oleh presiden. Menurut Agusset (2006), seorang pensiunan pegawai negeri akan mendapatkan uang pensiun setiap bulan dan asuransi kesehatan. Fasilitas ini diperoleh melalui sistem pemotongan gaji yang dilakukan terhadap mereka semasa mereka bekerja. Semakin tinggi gaji si PNS, semakin besar pula uang potongannya. Uang potongan gaji ini kemudian akan disalurkan ke dua pengelola, dimana uang untuk asuransi kesehatan dikelola oleh PT. ASKES, sementara untuk dana pensiun oleh PT. TASPEN. Menurut Peraturan Presiden Nomor 6 Tahun 1966 (1966), besarnya jumlah pensiun yang diterima oleh pensiunan setiap bulannya adalah 75% dari jumlah gaji pokoknya terakhir.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Young (2009), jumlah pensiun yang diterima setiap bulan oleh seorang pensiunan pegawai negeri sipil sangat tergantung pada golongan terakhir yang didudukinya saat ia masih bekerja. Pada sistem pegawai negeri, golongan merupakan penentu berapa besar jumlah gaji pokok yang mereka terima setiap bulannya. Adapun daftar gaji pokok Pegawai Negeri Sipil beserta perkiraan jumlah pensiun setiap bulannya dapat dilihat di tabel lampiran. Menurut BPKSDM (2008), jika ditinjau berdasarkan golongannya, jumlah pegawai negeri sipil terbanyak umumnya berada di golongan III, dilanjutkan dengan golongan II, dan kemudian golongan IV. Namun, saat memasuki masa pensiun, golongan terakhir yang dipegang oleh seorang pegawai negeri sipil umumnya adalah golongan III atau golongan IV (SetdaProv Biro Humas, 2009). Hal ini terjadi dikarenakan adanya peraturan mengenai kenaikan golongan pada pegawai negeri sipil yang salah satu syaratnya adalah mengharuskan pegawai tersebut duduk di golongan sebelumnya selama 4 tahun terlebih dahulu sebelum mengajukan kenaikan golongan (Badan Kepegawaian Daerah, 2008). Sebagai contoh, seorang pegawai negeri berusia 35 tahun dengan golongan III A, dapat naik golongan sebanyak empat kali (jika ditinjau hanya dari syarat lamanya menduduki golongan terakhir, syarat-syarat lainnya tidak dipertimbangkan), maka diperkirakan yang bersangkutan dapat pensiun saat ia menduduki golongan IV A.
Universitas Sumatera Utara
b.
Sistem pensiun pada pegawai swasta Pada pegawai swasta, penentuan batas usia pensiun agak berbeda dengan
pegawai negeri sipil. Menurut Rei (2009), batas usia pensiun normal pada pegawai swasta adalah 55 tahun, sedangkan usia pensiun maksimum adalah 60 tahun. Berbeda pula dengan pegawai negeri yang mendapatkan uang pensiun setiap bulan, pegawai swasta menerima sejumlah uang yang disebut dengan istilah pesangon di akhir masa kerjanya. Berdasarkan UU ketenagakerjaan no. 13 tahun 2003 pasal 156 (dalam Riyadi, 2008), pesangon adalah uang penghargaan yang diberikan kepada karyawan yang mengalami pemutusan hubungan kerja karena memasuki usia pensiun ataupun karena sebab-sebab lainnya. Besarnya jumlah pesangon yang diterima oleh pensiunan swasta adalah tergantung pada lamanya masa kerja yang telah ia lalui di instansinya. Sebagai contoh, bagi pegawai yang memiliki masa kerja selama 4 tahun tapi kurang dari 5 tahun akan mendapatkan pesangon senilai 5 bulan upah. 3.
Reaksi-reaksi dalam menghadapi pensiun Menurut Isnaini (2009), dalam menghadapi masa pensiun, individu
umumnya mengeluarkan berbagai macam reaksi. Hal ini tergantung dari kesiapan di dalam menghadapinya. Secara garis besar, ada tiga sikap ataupun reaksi yang umumnya dikeluarkan seseorang, yaitu : a. Menerima Sikap menerima akan dimiliki oleh seseorang jika ia telah mempersiapkan diri menghadapi pensiun dan merasa dirinya masih produktif.
Universitas Sumatera Utara
b. Terpaksa Menerima Sikap
terpaksa
akan
muncul
saat
seseorang
merasa
terpaksa
mempersiapkan dirinya meskipun hal itu sebenarnya tidak diinginkannya. c. Menolak Sikap penolakan terhadap masa pensiun umumnya terjadi karena yang bersangkutan tidak mau mengakui bahwa dirinya sudah harus pensiun. D.
Pegawai Negeri Sipil
1.
Pengertian Pegawai Negeri Sipil Menurut Undang-undang Republik Indonesia nomor 8 Tahun 1974 tentang
pokok-pokok kepegawaian pasal 1, pegawai negeri sipil adalah mereka yang setelah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam peraturan perundangundangan yang berlaku, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam sesuatu jabatan negeri atau diserahi tugas negara lainnya yang ditetapkan berdasarkan sesuatu peraturan perundang-undangan dan digaji menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Menurut pasal 2 Undang-undang Republik Indonesia nomor 8 Tahun 1974, pegawai negeri sipil terdiri dari : a. Pegawai negeri sipil pusat b. Pegawai negeri sipil daerah c. Pegawai negeri sipil lain yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah
Universitas Sumatera Utara
2.
Kewajiban Pegawai Negeri Sipil Berdasarkan Buku Saku PNS Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (2008),
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 1980 Tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil Bab II Pasal 2, setiap Pegawai Negeri Sipil wajib : a. Setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undang-undang Dasar 1945, Negara dan Pemerintah; b. Mengutamakan kepentingan Negara di atas kepentingan golongan atau diri sendiri, serta menghindarjab segala sesuatu yang dapat mendesak kepentingan negara oleh kepentingan golongan, diri sendiri, atau pihak lain; c. Menjunjung tinggi kehormatan dan martabat Negara, Pemerintah, dan Pegawai Negeri Sipil; d. Mengangkat dan mentaati sumpah/janji jabatan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku; e. Menyimpan rahasia Negara dan atau rahasia jabatan dengan sebaikbaiknya; f. Memperhatikan dan melaksanakan segala ketentuan pemerintah baik yang langsung menyangkut tugas kedinasannya maupun yang berlaku secara umum; g. Melaksanakan tugas kedinasan dengan sebaik-baiknya dan dengan penuh pengabdian, kesadaran dan tanggungjawab;
Universitas Sumatera Utara
h. Memelihara dan meningkatkan keutuhan, kekompakan, persatuan dan kesatuan Korps Pegawai Negeri Sipil; i. Segera melaporkan kepada atasannya, apabila mengetahui ada hal yang dapat membahayakan atau merugikan Negara/Pemerintah, terutama di bidang keamanan, keuangan dan materiil; j. Bekerja dengan jujur, tertib, cermat dan bersemangat untuk kepentingan negara; k. Mentaati ketentuan jam kerja; l. Menciptakan dan memelihara suasana kerja yang baik; m. Menggunakan dan memelihara barang-barang milik Negara dengan sebaik-baiknya; n. Memberikan pelayanan dengan sebaik-baiknya kepada masyarakat menurut bidang tugasnya masing-masing; o. Bertindak dan bersikap tegas, tetapi adil dan bijaksana terhadap bawahannya; p. Membimbing bawahannya dalam melakukan tugasnya; q. Menjadi dan memberikan contoh serta teladan yang baik terhadap bawahannya; r. Mendorong bawahannya untuk meningkatkan prestasi kerjanya; s. Memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengembangkan kariernya; t. Mentaati ketentuan peraturan perundang-undangan tentang perpajakan;
Universitas Sumatera Utara
u. Berpakaian rapi dan sopan serta bersikap dan bertingkah laku sopan santun terhadap masyarakat, sesama pegawai negeri sipil, dan terhadap atasan; v. Hormat-menghormati
antara
sesama
warganegara
yang
memeluk
agama/kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esam yang berlainan; w. Menjadi teladan sebagai warga negara yang baik dalam masyarakat; x. Mentaati perintah kedinasan dari atasan yang berwenang; y. Memperhatikan dan menyelesaikan dengan sebaik-baiknya setiap laporan yang diterima mengenai pelanggaran disiplin. 3.
Hak pegawai negeri Berdasarkan Undang-undang negara Republik Indonesia nomor 8 Tahun
1974 pasal 7 – pasal 10, hak-hak seorang pegawai negeri sipil adalah sebagai berikut : a. Setiap pegawai negeri berhak memperoleh gaji yang layak sesuai dengan pekerjaan dan tanggungjawabnya b. Setiap pegawai negeri berhak atas cuti c. Setiap pegawai negeri yang ditimpa oleh sesuatu kecelakaan dalam dan karena menjalankan tugas kewajibannya, berhak memperoleh perawatan d. Setiap pegawai negeri yang menderita cacat jasmani atau cacat rohani dalam
dan
karena
menjalankan
tugas
kewajibannya
yang
mengakibatkannya tidak dapat bekerja lagi dalam jabatan apapunjuga, berhak memperoleh tunjangan e. Setiap pegawai negeri yang tewas, keluarganya berhak memperoleh uang duka
Universitas Sumatera Utara
f. Setiap pegawai negeri yang telah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan, berhak atas pensiun E.
DEWASA MADYA
1.
Pengertian dewasa madya Hurlock (2004) mengemukakan bahwa usia dewasa madya umumnya
dipandang sebagai masa usia antara 40 sampai 60 tahun. Usia dewasa madya ini dibagi ke dalam dua subbagian, yaitu : usia madya dini yang membentang dari usia 40 hingga 50 tahun dan usia madya lanjut yang berbentang antara usia 50 hingga 60 tahun. Selama usia madya lanjut, perubahan fisik dan psikologis yang pertama kali mulai selama 40-an awal menjadi lebih kelihatan. 2.
Ciri-ciri dewasa madya Hurlock (2004) mengemukakan bahwa seperti halnya setiap periode dalam
rentang kehidupan, usia madya pun diasosiasikan dengan karakteristik tertentu yang membuatnya berbeda. Berikut ini akan diuraikan sepuluh karakteristik yang amat penting. 1. Usia madya merupakan periode yang sangat ditakuti Ciri pertama dari usia madya adalah bahwa masa tersebut merupakan periode yang sangat menakutkan. Diakui bahwa semakin mendekati usia tua, periode usia madya semakin terasa lebih menakutkan jika dilihat dari seluruh kehidupan manusia. Oleh karena itu orang-orang dewasa tidak akan mau mengakui bahwa mereka telah mencapai usia tersebut, sampai kalender dan cermin memaksa mereka untuk mengakui hal itu.
Universitas Sumatera Utara
Pria dan wanita mempunyai banyak alasan yang kelihatannya berlaku untuk mereka, untuk takut memasuki usia madya. Beberapa di antaranya adalah banyaknya stereotip yang tidak menyenangkan tentang usia madya, yaitu kepercayaan tradisional tentang rusaknya mental dan fisik yang diduga disertai dengan berhentinya reproduksi kehidupan serta berbagai tekanan tentang pentingnya masa muda. Semua ini memberi pengaruh yang kurang menguntungkan terhadap sikap orang dewasa pada saat memasuki usia madya dalam kehidupan mereka. Sementara mereka ketakutan pada usia madya, kebanyakan orang dewasa menjadi rindu pada masa muda mereka dan berharap dapat kembali ke masa itu. 2. Usia madya merupakan masa transisi Ciri keuda dari usia madya adalah bahea usia ini merupakan masa transisi. Usia madya merupakan masa di mana pria dan wanita meninggalkan ciriciri jasmani dan perilaku masa dewasanya dan memasuki suatu periode dalam kehidupan yang akan diliputi oleh ciri-ciri jasmani dan perilaku baru. Seperti yang telah diuraikan, bahwa periode ini merupakan masa di mana pria mengalami perubahan keperkasaan dan wanita dalam kesuburan. Pada masa ini terjadi pula perubahan-perubahan peran dalam kehidupan individu. Pria perlu menyesuaikan dirinya dengan berubahnya kondisi pekerjaan, dimana pria harus menyesuaikan jenis pekerjaan dengan kondisi
fisiknya
yang
menurun,
sedangkan
wania
juga
harus
menyesuaikan perubahan perannya di pekerjaan ataupun di rumah.
Universitas Sumatera Utara
Penyesuaian diri di rumah umumnya berkaitan dengan penyesuaian pada perginya anak-anak yang sering dikenal dengan istilah “sarang kosong”. Setiap perubahan peran yang penting mungkin mengakibatkan suatu krisis yang besar atau kecil. Selama usia madya, terjadi tiga bentuk krisis pengembangan yang umum dan hampir universal, yaitu : Pertama, krisis sebagai masa orangtua ditandai dengan sindrom “di mana kesalahan kami?”. Krisis ini terjadi apabila anak-anak gagal memenuhi harapan orangtua dan para orangtua kemudian bertanya apakah mereka telah menggunakan metode yang tepat dalam mendidik anak, dan menyalahkan diri mereka sendiri karena kegagalan anak-anak untuk memenuhi harapan mereka. Kedua, krisis yang timbul karena orangtua berusia lanjut, sehingga sering timbuk reaksi dari anak-anaknya : “Saya benci menempatkan ibu di situ”. Akibatnya banyak orangtua berusia madya yang berusaha memecahkan permasalahan mereka tentang lanjut usia, merasa bersalah ketika anakanak mereka tidak dapat atau tidak mau menerima orangtua mereka yang berusisa lanjut tinggal bersama dalam rumah mereka. Ketiga, krisi yang berhubungan dengan kematian, khususnya pada suamiistri. Umumnya krisis ini ditandai dengan sikap “Bagaimana saya dapat terus hidup?”. Sikap ini akan terus mewarnai penyesuaian pribadi dan sosial mereka dan hanya terpecahkan ketika individu mencapai tahap puas dalam hidupnya. 3. Usia madya adalah masa stres
Universitas Sumatera Utara
Ciri ketiga dari usia madya adalah bahwa usia ini merupakan masa stres. Penyesuaian secara radikal terhadap peran dan pola hidup yang berubah, khususnya bila disertai dengan berbagai perubahan fisik, selalu cenderung merusak homostasis fisik dan psikologis seseorang dan membawa ke masa stres, suatu masa bila sejumlah penyesuaian yang pokok harus dilakukan di rumah, bisnis, dan aspek sosial kehidupan mereka. 4. Usia madya adalah usia yang berbahaya Ciri keempat dari usia madya adalah bahwa umumnya usia ini dianggap atau dipandang sebagai usia yang berbahaya dalam rentang kehidupan. Intrepretasi “usia berbahaya” ini umumnya berlaku di kalangan pria, dimana mereka cenderung melakukan pelampiasan dengan menggunakan kekerasan. Usia madya menjadi berbahaya dalam beberapa hal lain juga. Saat ini merupakan suatu masa dimana seseorang mengalami kesusahan fisik sebagai akibat dari terlalu banyak bekerja, rasa cemas yang berlebihan, ataupun kurang memperhatikan kehidupan. 5. Usia madya adalah usia “canggung” Ciri kelima dari usia madya dikenal dengan istilah “usia serba canggung”. Usia ini merupakan usia dimana seseorang bukan lagi “orang muda”, namun bukan pula “orang tua”. Franzblau mengatakan bahwa orang yang berusia madya seolah-olah berdiri diantara generasi pemberontak yang lebih muda dan generasi warga senior. Mereka secara terus menerus
Universitas Sumatera Utara
menjadi sorotan dan menderita karena hal-hal yang tidak menyenangkan dan memalukan yang disebabkan ooleh kedua generasi tersebut. Merasa bahwa keberadaan mereka dalam masyarakat tidak dianggap, orang-orang yang berusia madya sedapat mungkin berusaha untuk tidak dikenal oleh orang lain. Hal ini terlihat dari cara mereka berpakaian, yang umumnya diusahakan sesederhana mungkin agar tidak terlalu menarik perhatian orang lain. Semakin mereka kurang menarik perhatian, semakin mereka merasa di luar masyarakat yang memuja kaum muda. 6. Usia madya adalah masa berprestasi Ciri keenam dari usia madya adalah bahwa usia tersebut adalah masa berprestasi.
Usia
ini
adalah
usia
dimana
seseorang
memiliki
kecenderungan untuk menghasilkan. Pada masa ini orang akan memiliki kemauan yang kuat untuk menghasilkan, dan akan mencapai puncaknya pada usia ini dan memungut hasil dari masa-masa persiapan dan kerja keras yang dilakukan sebelumnya. Usia madya seyogianya tidak hanya menjadi masa untuk meraih keberhasilan keuangan dan prestise. Biasanya pria meraih puncak karir antara usia 40 – 50 tahun, yaitu setelah mereka puas terhadap hasil yang diperoleh dan menikmati hasil dari kesuksesan mereka. Usia madya merupakan masa dimana seseorang mendapatkan peran pemimpin. Kebanyakan organisasi khususnya organisasi yang sudah lama, umumnya memilih direkturnya yang berumur lima puluh tahun atau lebih. 7. Usia madya merupakan masa evaluasi
Universitas Sumatera Utara
Ciri ketujuh dari usia madya adalah bahwa usia ini terutama sebagai masa evaluasi diri. Karena usia madya pada umumnya merupakan saat pria dan wanita mencapai puncak prestasinya, maka logislah apabila masa ini juga merupakan saat mengevaluasi prestasi tersebut berdasarkan aspirasi mereka semula dan harapan-harapan orang lain, khususnya anggota keluarga dan teman. 8. Usia madya dievaluasi dengan standar ganda Ciri kedelapan dari usia madya adalah bahwa masa itu dievaluasi dengan standar ganda. Pertama mereka harus tetap merasa nuda serta aktif, namun kedua, mereka juga harus menua dengan anggun semakin lambat dan hatihati, dan menjalani hidup dengan nyaman. 9. Usia madya merupakan masa sepi Ciri kesembilan dari usia mmadya adalah bahwa masa ini dialami sebagai masa sepi (empty nest), masa ketika anak-anak tidak lama lagi tinggal bersama orangtua. Setelah bertahun-tahun hidup dalam sebuah rumah yang berpusat pada keluarga (family-centered home), umumnya orang dewasa menemui kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan rumah yang berpusat pada pasangan suami-istri (pair-centered home). Pada masa ini individu juga mengalami tekanan batin karena dipensiunkan (retirement shock). 10. Usia madya merupakan masa jenuh Ciri kesepuluh usia madya adalah bahwa seringkali periode ini merupakan masa yang penuh dengan kejenuhan. Banyak atau hampir seluruh pria dan
Universitas Sumatera Utara
wanita mengalami kejenuhan pada akhir usia tigapuluhan atau empatpuluhan. Para pria menjadi jenuh dengan kegiatan rutin sehari-hari dan kehidupan bersama keluarga yang hanya memberikan sedikit hiburan. Wanita, yang hanya menghabiskan waktunya untuk memelihara dan membesarkan anak-anaknya, bertanya-tanya apa yang akan mereka lakukan pada usia setelah dua puluh atau tiga puluh yahun kemudian. Wanita yang tidak menikah atau yang mengabdikan hidupnya untuk bekerja atau karir, menjadi bosan dengan alasan yang sama dengan pria. 3.
Tugas perkembangan dewasa madya Menurut Havighurst (dalam Hurlock, 2004), individu dewasa madya
mempunyai tugas perkembangan sebagai berikut: a) Mencapai tanggung jawab sosial dan dewasa sebagai warga negara b) Membantu anak-anak remaja belajar untuk menjadi orang dewasa yang bertanggung jawab dan bahagia c) Mengembangkan kegiatan-kegiatan pengisis waktu senggang untuk orang dewasa d) Menghubungkan diri sendiri dengan pasangan hidup sebagai suatu individu e) Menerima dan menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan fisiologis yang terjadi pada tahap ini f) Mencapai dan mempertahankan prestasi yang memuaskan dalam karir pekerjaan g) Menyesuaikan diri dengan orang tua yang semakin tua
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dewasa madya adalah individu yang berusia diatas 39 tahun. Dewasa madya merupakan suatu periode panjang dalam kehidupan manusia. Pada periode ini individu umumnya mengalami sejumlah masalah yang berkaitan dengna penyesuaian terhadap peran yang baru, mulai menurunnya kondisi fisik, pensiun, berubahnya keluarga, adanya stereotip masyarakat, dan lain sebagainya. F.
PENGARUH DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA TERHADAP PENYESUAIAN DIRI DI MASA PENSIUN Didalam kehidupan manusia, perubahan-perubahan baik yang disengaja
maupun tidak disengaja selalu dihadapi. Tanggapan manusia terhadap perubahan itu beraneka ragam. Perubahan ada yang dipersepsikan sebagai ancaman, dan ada pula yang dipersepsikan sebagai tantangan. Salah satu bentuk perubahan manusia yang terjadi jika ia bekerja di dalam suatu organisasi adalah dengan berakhirnya masa bakti atau pensiun (Helmi, 2006). Pensiun seringkali dianggap sebagai kenyataan yang tidak menyenangkan, sehingga menjelang masanya tiba sebagian orang sudah merasa cemas karena tidak tahu kehidupan macam apa yang akan dihadapinya kelak. Dalam era modern seperti sekarang ini, pekerjaan merupakan salah satu faktor terpenting yang bisa mendatangkan kepuasan (karena uang, pekerjaan, dan memperkuat harga diri). Oleh karena itu, sering terjadi orang yang pensiun bukannya bisa menikmati masa tua dengan hidup santai, sebaliknya ada yang malahan mengalami problem serius (kejiwaan ataupun fisik), (Rini 2001).
Universitas Sumatera Utara
Menurut Munandar (1991), masalah-masalah yang dihadapi seseorang yang mengalami pensiun bermacam-macam, seperti merasa tidak dihargai, takut, dan sebagainya. Karena itu seseorang harus mampu belajar untuk menyesuaikan diri dengan kondisi dirinya dan berbagai situasi yang dihadapinya pada saat setelah dia pensiun. Menurut Hurlock (2004), dari sekian banyak tugas perkembangan pada masa lanjut usia, dua yang paling sulit adalah yang berkaitan dengan pekerjaan dan kehidupan keluarga. Pada umumnya, para usia lanjut mempunyai masalah dalam menyesuaikan diri terhadap kedua bidang tersebut, yang juga mereka hadapi pada masa kehidupan sebelumnya, sekalipun pada masa sekarang sifatnya lebih unik. Misalnya, mereka tidak hanya menyesuikan diri dengan kondisi pekerjaan saja, tetapi mereka juga harus menyadari bahwa manfaat dirinya bagi majikan semakin berkurang sesuai dengan semakin bertambahnya usia. Akibatnya, statusnya dalam kelompok kerja semakin berkurang. Dan lagi, mereka juga mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri terhadap masa pensiun, dimana bagi sebagian besar para usia lanjut, pensiun tersebut terasa datang lebih cepat setelah memasuki masa usia lanjut. Perlu juga dipahami, bahwa penyesuaian diri pada masa pensiun ini berbeda berdasarkan jenis kelamin. Hurlock (2004) mengemukakan bahwa masalah penyesuaian diri di masa pensiun ini ini berbeda antara pria dan wanita. Secara umum, wanita menyesuaikan diri dengan lebih baik daripada pria terhadap masa pensiun. Dalam hal ini ada beberapa alasan. Pertama, perubahan peran yang terjadi tidak begitu radikal karena dalam berbagai hal wanita selalu memainkan
Universitas Sumatera Utara
peran domestik entah ketika mereka masih belum menikah ataupun sudah menikah, sepanjang hidup mereka. Kedua, karena pekerjaan menghasilkan lebih sedikit manfaat psikologis dan dukungan sosial bagi wanita, pensiun kurang menimbulkan trauma bagi wanita ketimbang bagi pria. Ketiga, karena lebih sedikit wanita memegang posisi eksekutif mereka tidak merasa bahwa mereka tiba-tiba kehilangan kuasa dan prestis. Pria hanya mempunyai sedikit sumber pengganti yang dapat menggantikan sarana yang biasa diperoleh dari pekerjaannya dahulu daripada yang dipunyai oleh wanita. Akibatnya bagi mereka pensiun dirasa lebih sebagai beban mental (traumatic) dan mereka kurang dapat menyesuaikan diri dengan baik terhadap perubahan peran yang dijumpainya selama pensiun. Menurut Kim, J. E. dan Moen, P., (dalam Rini, 2001), terdapat juga pengaruh peran pasangan terhadap depresi yang diderita oleh pensiunan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa wanita yang baru pensiun umumnya menunjukkan tingkat depresi yang lebih tinggi dibandingkan wanita yang sudah lama pensiun, terutama jika suami masih bekerja. Pria yang baru pensiun cenderung mengalami konflik perkawinan yang lebih tinggi dibandingkan pria yang belum pensiun; pria yang baru pensiun cenderung mengalami konflik perkawinan yang lebih tinggi jika istri masih bekerja dibandingkan dengan pria yang sama-sama baru pensiun namun istri tidak bekerja. Septanti (2009) menyebutkan, bahwa salah satu hal yang dapat mempengaruhi penyesuaian diri di masa pensiun adalah dukungan sosial dari keluarga. Berdasarkan hasil penelitian Jattuningtias (2003), dukungan sosial
Universitas Sumatera Utara
keluarga memiliki hubungan yang positif terhadap penyesuaian diri di masa pensiun. Ketika seorang pensiunan mendapatkan dukungan sosial dari keluarganya, maka akan semakin baiklah penyesuaian yang dilakukannya. Hurlock (2004) juga mengungkapkan bahwa salah satu hal yang paling mempengaruhi penyesuaian diri individu terhadap masa pensiun adalah sikap anggota keluarga, dimana kesulitan dalam menyesuaikan diri akan semakin besar ketika perilaku keluarga tidak menyenangkan seperti mengabaikan atau tidak memberikan
perhatian.
Jattuningtias
(2003)
dalam
penelitiannya
juga
menyebutkan bahwa seseorang yang memperoleh dukungan sosial dari keluarganya akan dapat menyesuaikan dirinya dengan lebih baik saat menghadapi masa pensiun dibandingkan orang yang tidak mendapatkan dukungan sosial dari keluarganya. Berdasarkan apa yang telah diuraikan diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat pengaruh dukungan sosial dari keluarga terhadap penyesuaian diri di masa pensiun, dimana dukungan sosial dari keluarga cenderung memberikan pengaruh positif terhadap penyesuaian diri di masa pensiun. H.
HIPOTESIS Berdasarkan landasan teori yang dikemukakan dan analisa atas teori-teori
tersebut maka diajukan hipotesa yaitu ada pengaruh dari dukungan sosial keluarga terhadap penyesuaian diri di masa pensiun. Hipotesis ini mengandung pengertian bahwa dukungan sosial keluarga memberikan kontribusi atau sumbangan efektif terhadap terbentuknya penyesuaian diri di masa pensiun.
Universitas Sumatera Utara