4
BAB II LANDASAN TEORI
A. Pengertian dan Tujuan Laporan Keuangan 1. Pengertian Laporan Keuangan Laporan keuangan pada dasarnya adalah hasil dari proses akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi antara data keuangan atau aktivitas suatu perusahaan dengan pihak-pihak yang berkepentingan dengan data atau aktivitas perusahaan tersebut. Pengertian laporan keuangan menurut Soemarso, Sr (2000:36) adalah : Laporan yang dirancang untuk para pembuat keputusan terutama pihak diluar perusahaan, mengenai posisi keuangan dan hasil usaha perusahaan. Laporan keuangan juga terdiri atas neraca, perhitungan laba rugi, laporan sumber dan penggunaan dana.
2. Tujuan Laporan Keuangan Tujuan laporan keuangan sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yaitu menyediakan informasi yang menyangkut posisi , kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi keuangan suatu perusahaan sehingga dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan oleh pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi (Ikatan Akuntan Indonesia, 2007 : Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan: par.12). 4
5
3. Perbedaan Laporan Keuangan Komersial dengan Laporan Keuangan Fiskal Laporan keuangan komersial ditujukan untuk menilai kinerja ekonomi dan keadaan finansial dari sebuah perusahaan, sedangkan laporan keuangan fiskal lebih ditunjukan untuk perhitungan pajak. Untuk kepentingan komersial atau bisnis, laporan keuangan disusun berdasarkan prinsip-prinsip akuntansi yang diterima umum yaitu Standar Akuntansi Keuangan (SAK) sedangkan untuk fiskal, laporan keuangan
disusun
berdasarkan
peraturan
perundang-undangan
perpajakan (UU PPH). Perbedaan kedua dasar penyusunan laporan keuangan tersebut mengakibatkan perbedaan penghitungan laba atau rugi sebuah perusahaan. Perbedaan laporan keuangan komersial dengan laporan keuangan fiskal berdasarkan pembebanannya dapat dibedakan dua macam, yaitu : 1. Beda Waktu Yaitu perbedaan pembebanan suatu biaya dimana jangka waktu pembebanannya berbeda. 2. Beda Tetap Yaitu biaya-biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan yang tidak boleh dikurangkan pada penghasilan kena pajak.
6
B. Pengertian Pajak 1. Definisi Pajak Pajak dalam arti pungutan dari anggota masyarakat untuk membiayai kepentingan – kepentingan bersama tampaknya sudah ada sejak manusia mempunyai kesadaran untuk hidup bermasyarakat. Di Indonesia, pungutan dari rakyat untuk kepentingan Pemerintahan sudah dikenal pada zaman kerajaan tradisional. Saat itu rakyat membayar pajak dengan menyerahkan barang-barang in-natura, seperti bahan-bahan makanan, bisa juga berupa benda-benda yang dianggap berharga oleh masyarakat didaerah tersebut. Tidak jarang pajak dibayar dalam bentuk tenaga (kekuatan fisik, keterampilan atau keahlian). Namun zaman sekarang pada umumnya sudah berupa uang. Rochmat Soemitro SH (2006:1) memberikan definisi pajak sebagai berikut : Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undangundang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontrasepsi) yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
Defini Pajak menurut Zain, Mohammad (2007:3) menyatakan pengertian pajak adalah sebagai berikut : Pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terhutang oleh wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan unmum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.
7
Sedangkan pengertian pajak secara umum adalah “kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapat timbal balik secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat ” (UU No.28 Tahun 2007) .
2. Fungsi Pajak Pada dasarnya fungsi pajak adalah sebagai sumber keuangan negara. Fungsi pajak dapat dibedakan atas 2 (dua) yaitu : a. Fungsi Budgeter (fungsi penerimaan) Fungsi pajak sebagai budgeter yaitu fungsi yang letaknya di sektor publik yang merupakan suatu alat (suatu sumber) untuk memasukkan uang sebanyak-banyaknya ke dalam kas negara yang pada waktunya dapat digunakan untuk membiayai pengeluaran negara. Pajak-pajak ini terutama akan digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran rutin, dan apabila masih ada sis (surplus), maka surplus ini dapat digunakan untuk membiayai investasi pemerintah (public saving untuk public investment). b. Fungsi Reggulerend (fungsi mengatur) Yaitu fungsi pajak digunakan sebagai suatu alat untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang letaknya diluar bidang keuangan dan fungsi mengatur ini banyak ditijukan terhadap sektor swasta. Kebijakan
fiskal
sebagai
suatu
alat
pembangunan
harus
8
mempunyai tujuan simultan yaitu secara langsung menemukan dana-dana yang digunakan untuk mencegah investment, dan secara tidak
langsung
dugunakan
untuk
mencegah
pengeluaran-
pengeluaran yang menghambat pembangunan, musalnya melalui kebijakan pembebasan pajak (tax holiday).
3. Sistem Pemungutan Pajak a. Offiscial Assessment System Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Ciri-cirinya : 1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus 2) Wajib Pajak bersifat pasif 3) Utang pajak timbul setelah dikeluarkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) oleh fiskus b. Self Assessment System Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang.
9
Ciri-cirinya : 1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada Wajib Pajak Sendiri. 2) Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang. 3) Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi c. Witholding System Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Ciri-cirinya : Wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga, pihak selain fiskus dan wajib pajak.
4. Tarif Pajak a. Tarif Sebanding Tarif berupa persentase yang tetap, terhadap berapapun junlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang proposional terhadap besarnya nilai yang dikenai pajak. b. Tarif Tetap Tarif berupa jumlah yang tetap (sama) terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajakyang terutang tetap.
10
c. Tarif Progresif Persentase tarif yang digunakan semakin besar bila jumlah yang dikenai pajak semakin besar. Menurut kenaikan persentase tarifnya, tarif progresif dibagi : 1) Tarif Progresif Progresif : kenaikan persentase semakin besar 2) Tarif Progresif Tetap : kenaikan persentase Tetap 3) Tarif Progresif Degresif : kenaikan Persentase semakin kecil d. Tarif Degresif Persentase tarif yang digunakan semakin kecil bila jumlah yang dikenai pajak semakin besar.
5. Definisi SPT (Surat Pemberitahuan) Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) PPh adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan atau pembayaran pajak, objek pajak, atau bukan objek pajak, serta harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Menurut penjelasan pasal 3 ayat 1 UU No. 16 Tahun 2000, dinyatakan fungsi
adalah
sebagai
mempertanggungjawabkan
sarana
untuk
penghitungan
melaporkan
jumlah
sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang :
pajak
dan yang
11
-
Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam 1 (satu) Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak .
-
Penghasilan yang merupakan objek pajak dan atau bukan objek pajak
-
Harta dan kewajiban
-
Pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan atau pemungutan pajak orang pribadi atau badan lain dalam 1 (satu) Masa Pajak, yang ditentukan peraturan perundangundangan perpajakan yang berlaku.
Surat Pemberitahuan terdiri dari : 1. Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Surat Pemberitahuan Tahunan digunakan oleh wajib pajak orang pribadi dan Wajib Pajak Badan untuk melaporkan kegiatan usaha dan pajak yang terutang dalam satu tahun pajak atau bagian tahun pajak. Batas waktu pmbayaran : Sebelum
surat
pemberitahuan
disampaikan. Batas waktu penyampaian : 4 bulan setelah akhir tahun pajak
pajak
penghasilan
12
2. Surat Pemberitahuan (SPT) Masa Surat Pemberitahuan Masa digunakan oleh wajib pajak untuk melaporkan pajak yang terutang sesuai dengan jenis pajak/SPT masanya atas kegiatan yang dilakukan dalam satu bulan kalender.
SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan terdiri dari induk dan lampiranlampirannya yang diberi nomor, kode, dan nama formulir sebagai berikut :
13
Tabel 2.1 Kode Formulir Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan No
Kode
Keterangan
Nama Formulir
Formulir 1.
1771
Surat Pemberitahuan Tahunan Induk PPh Wajib Pajak Badan
2.
1771-I
Perhitungan Penghasilan Neto Lampiran I Fiskal
3.
1771-II
Perincian
HPP,
usaha Lampiran II
biaya
lainnya, dan biaya dari luar usaha Lampiran III
4.
1771-III
Kredit Pajak Dalam Negeri
5.
1771-IV
Penghasilan yang dikenakan PPh Lampiran IV Final dan penghasilan bukan objek pajak.
6.
1771-V
Pemegang Lampiran V
Daftar Saham/Pemilik
Modal
dan
jumlah dividen yang dibagikan , Daftar Susunan Pengurus dan Komisaris 7.
1771-VI
Daftar Penyertaan Modal pada Lampiran VI perusahaan
afiliasi,
Pinjaman
dari
dan
Pemegang
Saham
Perusahaan Afiliasi
Daftar kepada
dan
atau
14
C. Konsep Pendapatan dan Beban 1. Konsep Pendapatan dan Beban Menurut Akuntansi Komersial 1.1.
Pengakuan Pendapatan Menurut Akuntansi Komersial Menurut
Ikatan
Akuntan
Indonesia
dalam
PSAK
no.23
berpendapat bahwa : Pendapatan adalah arus masuk bruto dari manfaat ekonomi yang timbul dari aktivitas moral perusahaan selama suatu periode bila arus masuk itu mengakibatkan kenaikan ekuitas yang berasal dari kontribusi penanaman modal. Pendapatan hanya terdiri dari arus masuk bruto dari manfaat ekonomi yang diterima dan dapat diterima oleh perusahaan untuk dirinya sendiri. Pendapatan harus diakui dengan nilai wajar imbalan yang diterima atau yang dapat diterima. Yang dapat diakui sebagai penghasilan adalah seperti diuraikan dalam pengakuan penghasilan menurut Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) sebagai berikut : Penghasilan diakui dalam laporan laba rugi kalau kenaikan manfaat ekonomi di masa depan yang berkaitan dengan peningkatan aktiva atau penurunan kewajiban telah terjadi dan dapat diukur dengan andal. Ini berarti pengakuan penghasilan terjadi bersama dengan pengakuan kenaikan aktiva dan penurunan kewajiban. Terdapat beberapa dasar atau basis pengakuan penghasilan, yaitu :
15
1. Basis akrual, yaitu penghasilan diakui pada waktu diperoleh, tidak tergantung kapan penghasilan itu diterima 2. Basis kas, yaitu penghasilan diakui pada waktu diterima tunai dalam suatu periode tertentu. Dalam akuntansi sesuai dengan asumsi dasar akrual atau basis akrual dimana pengakuan penghasilan dilakukan pada waktu diperoleh, tidak tergantung kapan penghasilan tersebut diterima. Maka waktu pengakuan penghasilan terdiri dari : a. Penghasilan diakui pada saat proses penghasilan telah selesai atau mendekati penyelesaian dan telah terjadi pertukaran. b. Penghasilan diakui pada saat selesainya proses produksi, mesikpun barang belum terjual.
1.2.
Pengakuan Beban Menurut Akuntansi Komersial Ikatan Akuntansi Indonesia mendefinisikan beban (expense)
adalah penurunan manfaat ekonomi selama satu periode akuntansi dalam bentuk arus keluar atau berkurangnya aktiva atau terjadinya kewajiban yang mengakibatkan penurunan ekuitas yang tidak menyangkut pembagian kepada penurunan modal. Beban menurut Akuntansi adalah arus kas keluar atau penggunaan lainnya atas aktiva sebuah entitas atau terjadinya kewajiban (atau kombinasi dari keduanya) selama suatu periode dari pengiriman
16
barang, penyediaan jasa atau aktivitas lain yang merupakan operasi utama atau operasi sentral perusahaan (Kieso al 2002:26). Pengakuan beban menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2007:23) adalah : a. Beban diakui dalam laporan laba rugi kalau penurunan manfaat ekonomi masa depan yang berkaitan dengan penurunan aktiva atau peningkatan kewajiban telah terjadi dan dapat diukur dengan andal. Ini berarti pengakuan beban terjadi bersamaan dengan pengakuan kenaikan kewajiban atau penurunan aktiva. b. Beban diakui dalam laporan keuangan laba rugi atas dasar hubungan langsung antara biaya yang timbul dan pos penghasilan tertentu yang diperoleh. Proses yang biasanya disebut pengaitan biaya dengan pendapatan ini melibatkan pengakuan penghasilan dan beban secara gabungan atau bersamaan yang dihasilkan secara langsung dan bersama-sama dari transaksi atau peristiwa lain yang sama. c. Beban segera diakui dalam laporan laba rugi kalau pengeluaran tidak menghasilkan manfaat ekonomi masa depan atau kalau sepanjang manfaat ekonomi masa depan tidak memenuhi syarat atau tidak lagi memenuhi syarat, untuk diakui dalam neraca sebagai aktiva atau kewajiban.
17
d. Beban juga diakui dalam laporan laba rugi pada saat timbul kewajiban tanpa adanya pengakuan aktiva seperti apabila timbul kewajiban akibat garansi produk.
2. Konsep Pendapatan dan Beban Menurut Perpajakan 2.1.
Pengakuan Pendapatan Menurut Perpajakan Menurut perpajakan, penghasilan suatu perusahaan yang dikenakan pajak apabila telah sesuai dengan UU PPh 2000 pasal 4 ayat 1. Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun. Dari pengertian diatas tambahan kemampuan ekonomis kepada Wajib Pajak dikelompokan menjadi : a. Penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, seperti gaji, upah, honorium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, tunjangan atau imbalan lain untuk pekerjaan yang dilakukan. b. Penghasilan dari kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, seperti laba bruto usaha, praktek dokter, akuntan, konsultan, notaris, pengacara, arsitek.
18
c. Penghasilan yang diperoleh dari modal, seperti bungan, deviden, royalti dan sewa dari harta. d. Penghasilan lain seperti hadiah undian, penghargaan serta keuntungan karena pembebasa utang.
2.2.
Pengakuan Beban Menurut Perpajakan Beban dalam perpajakan adalah pengeluaran biaya yang dapat dikurangi dari penghasilan untuk menentukan besarnya penghasilan kena pajak. Kriteria apakah suatu biaya dapat dihubungkan
dengan
kegiatan
memperoleh,
menagih,
dan
memelihara penghasilan. Wajib Pajak harus memperhitungkan biaya-biaya yang terhutang, pentyusutan, dan amortisasi sebagai pengurangan
penghasilan
bruto.
Pengakuan
biaya
dalam
perpajakan tergantung pada pembukuan yang digunakan oleh wajib pajak. A. Beban yang boleh dikurangkan (Deductible Expenses) Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi : a. Biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan termasuk biaya pembelian bahan, biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang
19
diberikan dalam bentuk uang, bunga, sewa, royalti, biaya perjalanan, biaya pengolahan limbah, piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih, premi asuransi, biaya administrasi, dan pajak kecuali pajak penghasilan. b. Penyusutan ata pengeluaran untuk memperolehh harta berwujud dan amortisai atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun. c. Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan. d. Kerugian karena penjualan atau kenaikan harta yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan. e. Kerugian dari selisih kurs mata uang asing f. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia. g. Biaya beasiswa, magang, dan pelatihan. h. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih, dengan syarat : -
Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial.
20
-
Telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negri atau Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara atau adanya perjanjian tertulis
mengenai
penghapusan
piutang
/
pebebasan utang antara kreditur dengan debitur yang bersangkutan. -
Telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus.
-
Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak.
i. Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang ketentuannya diatur dengan peraturan pemerintahan. j. Sumbangan
dalam
rangka
penelitian
dan
pengembangan yang dilakukan di Indonesia yang ketentuannya diatur dengan peraturan pemerintah. k. Biaya
pembangunan
infrastruktur
sosial
yang
ketentuannya diatur dengan peraturan pemerintahan. l. Sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan peraturan pemerintahan. m. Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya diatur dengan peraturan pemerintah.
21
Biaya yang dapat dikurangkan menurut SE-27/PJ 22/1986 mengenai biaya entertainment, representasi, jamuan tamu dan sejenisnya, dijelaskan sebagai berikut : Biaya entertainment, representasi, jamuan dan sejenisnya untuk mendapatkan, menagih, memelihara penghasilan pada dasarnya dapat dikurangkan dari penghasilan bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan. Wajib Pajak harus dapat membuktikan bahwa biaya-biaya tersebut telah benar-benar dikeluarkan (formal) dan benar ada hubungannya dengan kegiatan perusahaan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan perusahaan. Oleh karena itu, Wajib Pajak mengurangkan biaya-biaya tersebut dari penghasilan bruto agar melampirkan pada Surat Pemberitahuan Tahunan daftar normatif seperti terlampir yang berisi : -
Nomor Urut
-
Tanggal entertainment dan sejenisnya yang telah diberikan.
-
Nama tempat entertainment dan sejenisnya yang telah diberikan
-
Alamat entertainment dan sejenisnya yang telah diberikan
22
-
Jenis entertainment dan sejenisnya yang telah diberikan
-
Jumlah (Rp) entertainment dan sejenisnya yang telah diberikan.
Apabial petugas pajak yang melakukan penelitian atau pemeriksaan
terhadap
Surat
Pemberitahuan
Tahunan
menemukan pos biaya entertainment dan sejenisnya, maa kepada Wajib Pajak harus diminta daftar norminatif seperti tersebut diatas untuk membuktikan, bahwa biaya-biaya tersebut benar-benar telah dikeluarkan dan benar ada hubungannya dengan kegiatan perusahaan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan perusahaan. B. Beban yang tidak boleh dikurangkan (Non Deductible Expenses) Untuk menentukan besarnya penghasilan kena pajak bagi wajib pajak dalam negeri dan BUT tidak boleh dikurangkan dengan : a. Pembagian laba dengan nama atau dalam bentuk apapun
seperti
deviden
termasuk
deviden
yang
dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan pembagian sisa hasil usaha koperasi. b. Biaya
yang
dibebankan
atau
dikeluarkan
untuk
kepentingan peribadi pemegang saham, sekutu dan anggota
23
c. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan kecuali cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan sewa guna usaha dengan hak opsi, cadangan untuk usaha asuransi, cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan, yang ketentuan dan syarat-syaratnya ditetapan dengan menteri keuangan. d. Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna dan asuransi beasiswa, yang dibayar oleh wajib pajak pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi wajib pajak yang bersangkutan. e. Penggantian
atau
imbalan
sehubungan
dengan
pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang ditetapkan dengan keputusan menteri keuangan. f. Jumlah yang melebihi kewajiban yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada pihak yang mempunyai
hubungan
istimewa
sebagai
sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan.
imbalan
24
g. Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan dan warisan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (3) huruf a dan b, kecuali zakat atas penghasilan nyatanyata dibayarkan oleh wajib pajak pribadi pemeluk agama islam dan atau wajib pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama islam kepala badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintahan. h. Pajak penghasilan i. Biaya
yang
dibebankan
atau
dikeluarkan
untuk
kepentingan pribadi wajib pajak atau orang yang menjadi tanggungannnya. j. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma atau perseroan kominditer yang modalnya tidak terbagi atas saham. k. Sanksi administrasi berupa denda dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang perpajakan.
D. Pajak Penghasilan Pengertian pajak penghasilan sesuai dengan pasal 1 UndangUndang pajak Penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap Subjek Pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam Tahun
25
Pajak. Pajak penghasilan termasuk jenis pajak subyektif. Subyek pajak akan dikenakan pajak apabila menerima atau memperoleh penghasilan. Yang menjadi Subjek Pajak adalah : 1. Orang Pribadi 2. Badan 3. Bentuk Usaha Tetap (BUT)
E. Pengertian Koreksi Fiskal Koreksi fiskal merupakan hasil dari suatu mekanisme penyesuaian pelaporan penghasilan wajib pajak secara komersial menurut ketentuan peraturan perundang-undang perpajakan yang akhirnya dihasilkan laba/rugi fiskal. Menurut Anastasia Diana dan Lilis Setiawati (2004:195) koreksi fiskal dapat dibedakan menjadi 2 yaitu : 1. Koreksi fiskal positif terjadi karena adanya perbedaan antara ketentuan perpajakan dengan komersial yang mengakibatkan laba bertambah besar atau rugi bertambah kecil. 2. Koreksi fiskal negatif terjadi karena adanya perbedaan antara ketentuan perpajakan dengan komersial yang mengakibatkan laba bertambah kecil atau rugi bertambah besar. Sehubungan dengan adanya perbedaan antara laba atau rugi menurut perhitungan akuntansi komersial dengan fiskal berdasarkan UU nomor 17
26
tahun 2000, maka sebelum menghitung penghasilan kena pajak terlebih dahulu laba rugi tersebut harus dilakukan koreksi-koreksi fiskal. 1. Beda Waktu (Timing Difference) Perbedaan waktu adalah perbedaan yang bersifat sementara karena adanya perbedaan waktu pengakuan atau pembebanan penghasilan atau biaya untuk perhitungan pajak dan akuntansi (Sophar, 2005 : 72) Perbedaan waktu dapat dibagi menjadi perbedaan waktu positif dan perbedaan waktu negatif. Perbedaan waktu positif terjadi apabila pengakuan beban untuk akuntansi lebih lambat dari pengakuan beban untuk pajak atau pengakuan penghasilan untuk tujuan akuntansi. Perbedaan waktu negatif terjadi jika ketentuan perpajakan mengakui beban lebih lambat dari pengakuan penghasilan menurut ketentuan pajak. Perbedaan waktu yang terjadi dalam suatu periode dapat mengakibatkan laba menurut pajak yang lebih besar atau lebih kecil dari laba akuntansi. Ada empat macam jenis transaksi yang dapat menimbulkan perbedaan waktu, transaksi-transaksi tersebut adalah : -
Pendapatan diakui lebih dahulu menurut akuntansi daripada menurut pajak Contoh : laba bruto penjualan cicilan
-
Biaya atau beban diakui lebih dahulu menurut pajak daripada menurut
akuntansi,
contoh
:
penyusutan
aktiva
tetap
menggunakan taksiran umur yang lebih pendek daripada taksiran ekonomis yang digunakan untuk tujuan akuntansi.
27
-
Pendapatan diakui lebih dahulu menurut pajak daripada menurut akuntansi, contoh : sewa-sewa yang diterima dimuka.
-
Biaya atau beban diakui lebih dahulu menurut akuntansi daripada menurut pajak, contoh : biaya asuransi atau penjualan produk sengan sistem garansi.
2. Beda Tetap (Permanent Differences) Perbedaan tetap adalah perbedaan pengakuan suatu penghasilan atau biaya
berdasarkan
ketentuan
peraturan
perundang-undangan
perpajakan dengan prinsip akuntansi yang bersifat permanen (Sophar, 2005 : 74). Perbedaan permanen dapat positif karena ada laba akuntansi yang tidak diakui oleh ketentuan perpajakan dan relief pajak, sedangkan perbedaan permanen negatif disebabkan adanya pengeluaran sebagai beban laba akuntansi yang tidak siakui oleh ketentuan fiskal. Perbedaan tetap contohnya seperti, pemberian kenikamatan atau natura, biaya jamuan tamu, sumbangan, rugi penarikan harta tetap dari pemakaian, pajak penghasilan pasal 26 atas royalti yang ditanggung oleh pemberi hasil, pendapatan bunga, hibah dan warisan, bunga dan deviden.
28
F. Kasus Rekonsiliasi Fiskal Berikut adalah contoh Laporan laba rugi fiskal : PT. Inti Logging dengan NPWP 01.937.654.2.031.00 Jl. S. Parman Ka.26 Jakarta Barat, bergerak dibidang usaha perkayuan. WP memiliki kerugian fiskal yang masih dapat dikompensasikan sebesar Rp 159.000.000,Data-data pembukuan tahun 2004 adalah sebagai berikut : Penjualan Bersih
Rp 23.200.000.000,-
Harga Pokok Penjualan
Rp 17.900.000.000,-
Biaya Operasi Gaji dan Upah
Rp 1.256.400.000,-
PPH 21 dibayar perusahaan
Rp
Biaya Penyusutan
Rp 1.285.000.000,-
Biaya Rekreasi/Piknik Pegawai
Rp
22.600.000,-
Biaya HP
Rp
24.000.000,-
Biaya Astek/Jamsostek
Rp
60.600.000,-
Biaya Penyisihan Piutang Ragu-Ragu
Rp
98.600.000,-
Biaya Perjalanan Dinas
Rp
301.000.000,-
Biaya Bunga Bank
Rp
180.000.000,-
Biaya Bunga Leasing
Rp
20.000.000,-
Biaya Royalty
Rp
125.000.000,-
Biaya Pemeliharaan Inventaris
Rp
230.400.000,-
Biaya PPN
Rp
132.500.000,-
Biaya Makan Minum dan Seragam
Rp
400.000.000,-
56.000.000,-
29
Biaya Alat Tulis Kantor
Rp
163.800.000,-
Biaya Listrik, telp, dan air
Rp
36.000.000,-
Biaya Perawatan Forklip & dump truck
Rp
10.000.000,-
Biaya Fiskal PLN
Rp
21.000.000,-
Biaya Professional Fee
Rp
59.700.000,-
Biaya Lain-Lain
Rp
25.800.000,-
Bunga Deposito
Rp
10.000.000,-
Laba Penjualan Gudang
Rp
100.000.000,-
Pendapatan Sewa Forklip & Dump Truck
Rp
150.000.000,-
Laba Selisih Kurs
Rp
99.200.000,-
Rugi Penjualan Wisma
Rp ( 80.000.000,-)
Laba Anak Perusahaan
Rp 200.000.000,-
Penghasilan / Beban Lain :
Keterangan lain : a. PT. Inti Logging memiliki kebijakan untuk menanggung PPH 21 semua karyawan berapapun jumlahnya dalam bentuk PPH 21 di tanggung perusahaan, bukan berbentuk tunjangan PPH. b. Biaya penyusutan untuk fiskal dan komersial dihitung dengan cara yang sama oleh WP yaitu sebesar Rp 1.285.000.000 (Metode Garis Lurus). Demikian juga dengan penentuan biaya penyusutan HP Dinas sebesar Rp 4.000.000,- per tahun dan biaya penyusutan mobil sedan sebesar Rp 50.000.000,- per tahun dengan KEP220/PJ/2002.
30
c. Dalam biaya penyusutan termasuk juga biaya penyusutan atas aktiva finance lease sebesar Rp 150.000.000,- dan biaya penyusutan wisma tersebut dijual sebesar Rp 10.000.000,d. Biaya HP adalah pengeluaran untuk pembayaran pulsa para direksi. e. Biaya Astek/Jamsostek adalah biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk pembayaran premi asuransi kecelakaan kerja karyawan. f. Dalam perjalanan dinas, para direksi sesekali membawa keluarga mereka,
ternyata
setelah
diperinci
terdapat
sejumlah
Rp
55.000.000,- yang merupakan pengeluaran tiket pesawat terbang untuk para pejabat sejumlah Rp 64.000.000,-. g. Biaya bunga bank sebesar Rp 180.000.000,- terjadi karena hutang PT. Inti Logging kepada Bank Busana Indonesia sebesar rata-rat setahun Rp 1.000.000.000,- dengan tingkat bunga pinjaman ratarata 18%. h. Perusahaan menyewa alat-alat berat dan united Tractor secara Finance Lease dengan pembayaran SGU tiap bulan Januari dan Juli sebesar Rp 100.000.000,- dengan perincian bunga tetap Rp 10.000.000,- dan cicilan pokok leasing Rp 90.000.000,- selama tahun 2004 perusahaan telah membayara cicilan leasing 2 kali yang terdiri dari pembayaran bunga Rp 20.000.000,- dan pembayaran pokok Rp 180.000.000,-.oyalty teknologi pemprotetan ke Blitz
31
Germany sebesar Rp 125.000.000,- jumlah tersebut termasuk Rp 25.000.000 yang merupakan PPH pasal 26 yang ditanggung oleh PT. Inti Loging. i. Perusahaan membayar biaya royalty teknologi pemprotetan ke Blitz Germany sebesar Rp 125.000.000,- jumlah tersebut termasuk Rp 25.000.000 yang merupakan PPh pasal 26 yang ditanggung oleh PT. Inti Loging. j. Dalam biaya perbaikan/reparasi terdapat biaya perbaikan mobil sedan perusahaan yang digunakan oleh Direktur Utama PT. Inti Loging sejumlah Rp 180.000.000 dan biaya perawatan wisma perusahaan dipuncak sebesar Rp 10.000.000,-. k. Biaya jamuan untuk relasi yang lengkap dengan perincian (Daftar normative) dan bukti-bukti ada hanya Rp 101.000.000,-. l. Biaya PPN adalah PPN pajak masukan yang tidak dapat dikreditkan karena faktur pajak yang diterima dari penjual cacat. m. Perusahaan menanggung makan minum dan seragam seluruh pegawainya dengan menyediakan kantin di kantor dan dilokasikan HPH serta membelikan seragam. Total biaya makan minum Rp360.000.000,-
sedangkan
biaya
seragam
sebesar
Rp
40.000.000,-. n. Biaya perawatan forklift dan dump truck adalah biaya perawatan forklift dan dump truck yang disewakan.
32
o. Biaya Fiskal LN adalah pembayaran fiskal LN atas nama perusahaan untuk kepergian para direktur ke Amerika dan Singapura dalam rangka dinas. p. Biaya Professional fee adalah biaya jasa audit dan appraisal. Dari total biaya tersebut sebesar Rp 19.700.000,- adalah biaya audit anak perusahaan yaitu PT. Nusantara Plywood. q. Perincian biaya lain-lain sebesar: 1) Bantuan beasiswa dalam rangka GN-OTA sebesar Rp 12.500.000,2) Sumbangan Anak Bhakti Muslim Pancasila Rp 3.300.000,3) Iuran keangotaan Asosisasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Rp 10.000.000,r. Penghasilan bunga deposito adalah bunga deposito Bank Mandiri sebesar Rp 10.000.000,- dan telah dipotong pajak 2 % yaitu Rp 200.000,- rata-rata besarnya deposito PT. Inti Loging di bank tersebut selama setahun adalah Rp 10.000.000,s. Perusahaan menjual gudang dengan nilai sisa buku sebesar Rp 900.000,- seharga Rp 1.000.000.000,- atas penjualan gudang ini perusahaan telah membayar PPH atas pengalihan tanah sebesar 5 % yaitu Rp 50.000.000,-. t. Perusahaan juga menyewakan forklift serta dump trucknya kepada perusahaan sesame pemegang HP yaitu PT. Hutrindo dilokasi
33
usaha. Atas jasa sewa ini perusahaan telah dipotong pajak sebesar 6% yaitu Rp 9.000.000,-. u. Pada akhir tahun 2004 perusahaan menjual wisma perusahaan di puncak dengan harga Rp 400.000.000,- karena kesultian likuiditas. Nilai buku wisma tersebut pada saat dijual adalah Rp 480.000.000,- perusahaan telah membayarkan PPH atas pengalihan tanah sebesar 5% yaitu Rp 20.000.000,- sebelum dijual wisma tersebut beberapa kali disewakan dengan penghasilan sewa sethun Rp 50.000.000,-. v. PT. Inti Loging memiliki anak perusahaan yng bergerak di bidang kayu lapis yaitu PT. Nusantara Plywood (kepemilikan 40%). Selama tahun 2004 PT. Nusantara Plywood mengumumkan laba setelah pajak sebesar Rp 5.000.000.000,- tapi tidak membagi dividen. PT. Inti Loging mengakuinya dengan mencatat kenaikan nilai investasi dan laba dari anak perusahaan sebesar Rp 200.000.000,-. w. Perusahaan mengimpor alat-alat berat (Truk, traktor, dll) dan telah dipotong pajak PPH 22 oleh Ditjen Bea Cukai sebesar Rp 46.000.000,-. x. Selama tahun 2004 perusahaan telah membayar PPH pasal 25 sebesar Rp 209.000.000,-
34
Tabel 2.2 Contoh Rekonsiliasi Fiskal PT. INTI LOGGING Rekonsiliasi Fiskal (Dalam Ribuan) Keterangan
Komersial
Koreksi Fiskal Positif Negatif
Penjualan Bersih 23,200,000.00 Harga Pokok Penjualan 17,900,000.00 Laba Bruto 5,300,000.00 Biaya Operasi : Gaji dan upah 1,256,400.00 PPH 21 dibayar perusahaan 56,000.00 56,000.00 Biaya Penyusutan 1,285,000.00 187,000.00 Biaya Rekreasi/piknik pegawai 22,600.00 22,600.00 Biaya HP 24,000.00 12,000.00 Biaya Astek / Jamsostek 60,600.00 Biaya Penyisihan Piutang Ragu-Ragu 98,600.00 98,600.00 Biaya Perjalanan Dinas 301,000.00 119,000.00 Biaya Bunga bank 180,000.00 18,000.00 Biaya Bunga Leasing 20,000.00 Biaya Angsuran Leasing 180,000.00 Biaya Royalti 125,000.00 25,000.00 Biaya Pemeliharaan Inventaris 230,400.00 19,000.00 Biaya Representasi 132,500.00 31,500.00 Biaya PPN 9,500.00 Biaya makan minum dan seragam 400,000.00 Biaya alat tulis kantor 163,800.00 Biaya listrik, t elp, a ir 36,000.00 Biaya perawatan forklift & Dump Truck 10,000.00 Biaya Fiskal LN 21,000.00 21,000.00 Biaya Profesional Fee 59,700.00 19,700.00 Biaya Lain-Lain 25,800.00 3,300.00 Jumlah Biaya Operasional 4,518,600.00 633,300.00 180,000.00 Laba Operasional 781,400.00 Penghas ilan/Beban Lain Bunga Depos ito 10,000.00 10,000.00 Laba Penjualan Gudang 100,000.00 Pendapatan Sewa Forklift dan Dump Truck 150,000.00 Laba Selisih Kurs 99,200.00 Rugi Penjualan Wisma (80,000.00) (80,000.00) Pendapatan Sewa Wisma 50,000.00 50,000.00 Laba Anak Perusahaan 200,000.00 200,000.00 Jumlah Penghas ilan/Beban 529,200.00 Laba Bersih 1,310,600.00 Kompensasi Kerugian 159,000.00 Penghasilan Kena Pajak 1,151,600.00 713,300.00 PPH Terutang Kredit Pajak dipotong pihak lain : PPh Pasal 22 PPh Pasal 23 PPh dibayar sendiri Kredit pajak yang dibayar sendiri : Pasl 25 Fiskal LN PPHTB PPh kurang bayar Sumber : Mansyur, Muhammad dan Teguh H . 2005 Pajak Terapan Brevet A & B
Fiskal 23,200,000.00 17,900,000.00 5,300,000.00 1,256,400.00 1,098,000.00 12,000.00 60,600.00 182,100.00 162,000.00 20,000.00 180,000.00 100,000.00 211,400.00 101,000.00 9,500.00 400,000.00 163,800.00 36,000.00 10,000.00 40,000.00 22,500.00 4,065,300.00 1,234,700.00 100,000.00 150,000.00 99,200.00 349,200.00 1,583,900.00 159,000.00 1,424,900.00 409,970.00 46,000.00 9,000.00 34,970.00 209,000.00 21,000.00 70,000.00 54,970.00
35
Perhitungan PPh Pasal 25 : Penghasilan neto
Rp 1.583.900.000,-
Penghasilan tidak teratur -
Laba Penjualan gudang
Rp
100.000.000,-
-
Laba Kurs
Rp
99.200.000,-
Penghasilan teratur
Rp 1.384.700.000,-
PPh terutang Kredit pajak dipotong pihak lain PPh Pasal 22
Rp
46.000.000,-
PPh Pasal 23
Rp
9.000.000,-
Total Kredit Pajak
Rp
55.000.000,-
PPh yang harus dibayar sendiri
Rp
349.910.000,-
Angsuran per bulan
Rp
28.576.000,-
Penyusutan HP
Rp
2.000.000,-
Penyusutan Sedan Dinas
Rp
25.000.000,-
Penyusutan Aktiva Finance Lease
Rp
150.000.000,-
Penyusutan Wisma
Rp
10.000.000,-
Jumlah
Rp 187.000.000,-
Perhitungan Koreksi Fiskal : Biaya Penyusutan :
Biaya pemeliharaan inventaris : Biaya perbaikan Mobil Sedan Dinas
Rp
9.000.000,-
Biaya Perawatan Wisma
Rp
10.000.000,-
36
Jumlah
Rp
19.000.000,-
Perhitungan bunga pinjaman (SE-46/PJ.4/1995) Rata-rata saldo bunga pinjaman
Rp 1.000.000.000,-
Tingkat bunga
18%
Biaya bunga pinjaman
Rp
180.000.000,-
Rata-rata saldo deposito
Rp
100.000.000,-
Bunga Bunga : 18% x (Rp 1.000.000.000 – Rp 100.000.000) = Rp 162.000.000,-