BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Perencanaan
Program
Bimbingan
&
Konseling Perencanaan program BK memberikan manfaat yang penting bagi kelangsungan program (Nurihsan & Sudianto, 2005).
Pertama, adanya kejelasan arah pelaksanaan
program.
Kedua,
mempermudah
pengontrolan
dan
pengevaluasian kegiatan bimbingan. Ketiga, terlaksananya program BK yang lancar, efektif, dan efisien. Program BK yang disusun tanpa ada perencanaan akan berbahaya bagi pelaksanaan dan hasil program BK itu sendiri.
Dengan
tidak adanya perencanaan, hasil program yang diharapkan juga tidak bisa ditetapkan dan diukur.
Alokasi waktu,
biaya, sumber, dan kegiatan pendukung tidak akan bisa dikendalikan kebutuhan
efisiensi siswa
dan
yang
efektivitasnya. harus
Fatalnya,
diakomodasi
agar
perkembangan kepribadian mereka berkembang dengan baik dapat tidak terakomodasi dalam program BK karena tanpa didahului perencanaan. Gysbers & Henderson (2006) menjelaskan bahwa perencanaan program BK merupakan sebuah proses asesmen terhadap program BK yang ada saat ini dengan cara mengkaji program dari berbagai sudut. Asesmen ini merupakan suatu proses untuk memperoleh gambaran yang konkret dan detail mengenai program.
Dengan
menilai
mampu
program
yang
ada,
guru
BK
akan
12
menentukan apa yang benar-benar dibutuhkan dalam menyusun sebuah program BK. Terdapat empat hal penting yang harus diperhatikan dalam melakukan perencanaan program BK.
Pertama,
mengumpulkan informasi mengenai siswa dan komunitas. Kedua,
mengidentifikasi
sumber
yang
ada.
keberadaan
Ketiga,
dan
mempelajari
penggunaan penyampaian
program BK yang ada. Keempat, mengumpulkan persepsi mengenai program (Gysbers & Henderson, 2006). 2.1.1 Mengumpulkan informasi mengenai siswa dan komunitas Informasi mengenai siswa berupa apa yang mereka
ketahui,
butuhkan. adalah
mereka
pelajari,
dan
mereka
Informasi komunitas yang dimaksud
konteks
dimana
siswa
tinggal
seperti
etnisitas, bahasa, status sosio-ekonomi, dan latar belakang keluarga. Informasi siswa dan komunitas penting untuk menentukan tujuan layanan BK. Ini merupakan langkah awal dalam menyusun program BK.
Kebutuhan siswa dalam program BK adalah
pencapaian tugas perkembangan dan pemberian bantuan 2011).
terhadap
masalah
siswa
(Badrujaman,
Tugas perkembangan siswa berhubungan
dengan pemenuhan kebutuhan psikologi dan sosial siswa. Pada usia siswa SLTA, sekitar 16-18 tahun, tergolong sebagai remaja akhir (Berk, 2012) sehingga tugas perkembangan siswa SLTA berhubungan erat dengan permasalahan yang dihadapi remaja pada
13
umumnya. Salah satu contoh tugas perkembangan pada periode usia ini adalah menerima keadaan fisik sendiri. Setiap individu pada periode usia ini harus belajar untuk melaksanakan tugas perkembangan tersebut.
Misalnya anak remaja dengan tubuh
pendek, ia harus belajar untuk menerima keadaaan fisik tersebut.
Jika ia tidak mampu atau gagal, ia
akan merasa tidak bahagia. 2.1.2 Mengidentifikasi
keberadaan
dan
penggunaan sumber yang ada Terdapat tiga sumber yang seharusnya ada dalam program bimbingan, yaitu sumber berupa personel, keuangan, dan kebijakan. a. Personel Pada dimaksud
dasarnya adalah
personel
administrator
BK BK
yang dan
konselor itu sendiri tetapi di Indonesia yang umum menjadi personel BK adalah guru BK. Untuk menjadi guru BK yang profesional terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi.
Menurut Permendiknas No. 27
Tahun 2008, seorang konselor sekolah harus minimal merupakan lulusan Program Strata 1 Studi Bimbingan & Konseling atau peserta program
Pendidikan
perguruan pengadaan terakreditasi.
tinggi tenaga
Profesi
Konselor
penyelenggara kependidikan
dari
program yang
Dalam SK Bersama Menteri
14
Pendidikan dan Kebudayaan dan Kepala Badan Administrasi
Kepegawaian
04331/P/1993
dan
Negara
No.
No.
25/1993,
perbandingan konselor sekolah dan jumlah siswa di setiap sekolah adalah 1:150 atau tidak lebih dari 250 tiap tahun. Hasil penelitian di SLTA di Missouri menunjukkan bahwa rasio guru BK : siswa yang memadai menghasilkan lulusan yang lebih baik dan menurunkan pelanggaran kedisiplinan di kalangan siswa (Lapan et al, 2012 ). Seorang guru BK juga harus memenuhi empat standar kompetensi, yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. Dalam kompetensi pedagogik, guru BK harus (1) Menguasai teori dan praksis pendidikan, (2) Mengaplikasikan perkembangan fisiologis dan psikologis
serta
perilaku
konseli,
dan
(3)
Menguasai esensi pelayanan bimbingan dan konseling satuan
dalam
jalur,
pendidikan.
kepribadian,
guru
jenis, Dalam
BK
harus
dan
jenjang
kompetensi mampu
(1)
Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, (2)
Menghargai dan menjunjung
tinggi nilai-nilai kemanusiaan, individualitas dan kebebasan memilih, (3) Menunjukkan integritasdan stabilitas kepribadian yang kuat, dan (4) Menampilkan kinerja berkualitas tinggi.
15
Dalam kompetensi sosial, seorang guru BK
dharapkan
mampu
Mengimplementasikan
kolaborasi
(1) intern
di
tempat bekerja, (2) Berperan dalam organisasi dan kegiatan profesi bimbingan dan konseling, dan
(3)
Mengimplementasikan
antarprofesi.
Sejalan
dengan
kolaborasi pemikiran
Gysbers & Henderson (2006) bahwa seorang guru BK haruslah seorang yang profesional dan
bersertifikat,
kompetensi
profesional
memberikan tuntutan yang paling banyak dibanding dengan tiga kompetensi lainnya. Guru BK harus mampu (1) Menguasai konsep dan
praksis
asesmen
untuk
memahami
kondisi, kebutuhan, dan masalah konseli, (2) Menguasai
kerangka
bimbingan
dan
program
teoretik
konseling,
Bimbingan
dan
Mengimplementasikan
dan
(3)
praksis
Merancang
Konseling,
program
(4)
Bimbingan
dan Konseling yang komprehensif, (5) Menilai proses dan hasil kegiatan Bimbingan dan Konseling,
(6)
Memiliki
kesadaran
dan
komitmen terhadap etika profesional, dan (7) Menguasai
konsep
dan
praksis
penelitian
dalam bimbingan dan konseling. Pada kenyataan di lapangan, kompetensi profesional ini menjadi hambatan terbesar dalam melaksanakan program BK sekolah (Winkel & Hastuti, 2004).
Guru BK lebih
16
sering
dianggap
dibandingkan
sebagai
sebagai
polisi
sekolah
pembimbing
karena
lebih sering bersikap pasif dengan hanya menunggu
siswa
datang
atau
staf
lain
memberikan tugas. b. Keuangan Pada
praktiknya,
anggaran
untuk
program BK masih minim padahal sumber keuangan ini akan memperlancar pelaksanaan program. Kebanyakan konselor tidak memiliki anggaran
yang
baik
untuk
program
(Schimdt dalam Badrujaman, 2011). satu
alasan
tidak
terlaksananya
BK
Salah evaluasi
program adalah karena terkendala anggaran yang tidak mencukupi (Shertzer & Stone, 1981). Kategori
sumber
anggaran,
material,
fasilitas.
Anggaran
antara
lain
bimbingan,
keuangan
perlengkapan, keuangan
untuk
seperti
meliputi digunakan
penyediaan
CD,
penyediaan tes standar.
buku,
dan
film,
media dan
Jika media tidak
dapat tersedia akibatnya kegiatan bimbingan tidak akan bervariasi, guru BK akan lebih banyak
melakukan
kegiatan-kegiatan
yang
ceramah lebih
dibanding mendukung
lainnya. Kegiatan evaluasi yang tertunda atau bahkan tidak terlaksana akan mengakibatkan minimnya perbaikan dalam program. Strategi
17
yang
sudah
dipersiapkan
tidak
akan
terlaksana tanpa adanya dukungan anggaran keuangan. c. Politik Sumber politik yang dimaksud meliputi kebijakan dari dinas pendidikan lokal dan nasional, sekolah, dan standar dari asosiasi BK.
Contohnya adalah dukungan berupa
pemberian jam bimbingan klasikal terjadwal dan
pemberian
bimbingan
ijin
dari
kepala
diterbitkannya pendidikan
melakukan
sekolah
atau
dari
dinas
peraturan atau
kegiatan
menteri
mengenai
pelaksanaan BK di sekolah. Sebaiknya waktu yang disediakan bagi konselor adalah delapan jam perhari. tersebut
dimaksudkan
agar
Waktu
konselor
bisa
menyediakan waktu sesudah jam pelajaran sekolah usai.
Kegiatan
bimbingan dapat
dilakukan di dalam atau di luar jam pelajaran tetapi kegiatan di luar jam pelajaran sebanyakbanyaknya 50% dari keseluruhan kegiatan bimbingan. Artinya, kegiatan bimbingan harus lebih banyak dilakukan di dalam jam pelajaran sekolah. Dalam
Buku
Petunjuk
Pelaksanaan
Bimbingan dan Konseling SMP dan SMA, menyebutkan jam kerja guru BK adalah 18 jam seminggu
dengan
rincian
12
jam
untuk
18
kegiatan pendukung dan 6 jam untuk kegiatan evaluasi. 2.1.3 Mempelajari penyampaian program BK yang ada Ada
beberapa
hal
penting
yang
harus
diidentifikasi untuk mengetahui deskripsi mengenai penyampaian program BK, yaitu: a. aktivitas BK saat ini yang meliputi layanan dasar, layanan responsif, perencanaan individu, dan dukungan sistem b. bagaimana kompetensi guru BK digunakan c. siapa saja yang dilayani dalam program BK d. hasil program sampai dengan saat ini e. bagaimana guru BK menggunakan waktu mereka f. jumlah siswa dan klien lain yang saat ini dilayani g. jumlah siswa dan klien lain yang dilayani oleh sub kelompok h. jumlah
siswa
yang
mencapai
hasil
yang
diharapkan sampai dengan saat ini. 2.1.4 Mengumpulkan persepsi mengenai program Pendapat orang tua, guru, kepala sekolah, dan siswa mengenai program BK merupakan informasi yang sangat penting.
Apa yang mereka pikirkan
mengenai program BK akan bermanfaat bagi guru BK untuk mengetahui apa yang sudah tepat atau apa yang perlu diperbaiki dan diubah mengenai
19
program BK. Persepsi mereka bisa diperoleh melalui wawancara atau menyebarkan kuesioner. 2.2
Evaluasi
Perencanaan
Program
Bimbingan
&
Konseling Evaluasi program merupakan sebuah metode yang sistematik
untuk
mengumpulkan,
menganalisis,
dan
memakai informasi untuk menjawab pertanyaan dasar mengenai sebuah program (Wirawan, 2011). melakukan
kegiatan
evaluasi
melalui
Evaluator
prosedur
tahapan tertentu dalam mengumpulkan data.
atau
Prosedur
atau tahapan dimulai dari menentukan tujuan evaluasi diikuti dengan memilih desain evaluasi, menentukan instrumen dan teknik analisis evaluasi, dan diakhiri dengan melaporkan hasil evaluasi. dilakukan
berurutan,
tidak
Prosedur tersebut
dengan
cara
bebas
menentukan tahap mana terlebih dahulu yang ingin dilakukan. Evaluasi
program
Bimbingan
&
Konseling
(BK)
merupakan sebuah proses pemberian penilaian terhadap keberhargaan dilaksanakan
dan
keberhasilan
melalui
program
pengumpulan,
BK
pengolahan,
yang dan
analisis data yang akan dijadikan dasar untuk membuat keputusan (Badrujaman, 2011). Tujuan dilaksanakannya evaluasi program BK adalah untuk memperbaiki praktik penyelenggaraan program BK dan untuk meningkatkan akuntabilitas
program
di
mata
stakeholder
sekolah.
Evaluasi merupakan alat untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan program.
Ketika kelebihan dan kekurangan
20
program
dapat
dikembangkan.
terdeteksi,
program
akan
Perbaikan dan pengembangan program
akan meningkatkan kepercayaan stakeholder. yang
bisa
akuntabel
dapat
memberikan
Program
informasi
yang
memadai mengapa sebuah program dapat atau tidak dapat dilaksanakan.
Informasi akurat tersebut hanya bisa
disampaikan jika ada pelaksanaan evaluasi. Berdasarkan pandangan mengenai evaluasi program dan perencanaan program BK, maka evaluasi perencanaan program BK dapat disimpulkan sebagai sebuah kegiatan mengumpulkan
dan
menganalisis
data
mengenai
gambaran yang konkret dan detail tentang program BK yang
ada
sehingga
digunakan
untuk
perencanaan
informasi membuat
program
BK
yang
diperoleh
keputusan.
dapat
Sebelum
dilaksanakan,
harus
ada
keterlibatan pihak lain selain guru BK yang memberikan penilaian,
seperti
kepala
sekolah,
guru
dan
staf.
Keterlibatan ini akan menjadikan program BK sebagai program yang familiar dan tidak hanya menjadi milik staf BK karena pada pelaksanaannya, program BK akan melibatkan semua warga sekolah (Gysbers & Henderson, 2006). 2.3
Program Bimbingan & Konseling Komprehensif Program
program
Bimbingan
yang
serangkaian
dan
komprehensif
aktivitas
dan
Konseling karena
layanan
merupakan menyediakan
beragam
melibatkan tim dan bersifat developmental.
yang
Program
dilaksanakan dengan terencana dan sistematis untuk
21
mendampingi/membimbing karier,
personal,
dan
perkembangan
sosial
siswa.
akademis,
Untuk
dapat
melaksanakan program BK dengan baik maka keterlibatan seluruh warga sekolah sangat diperlukan. Guru BK tidak bekerja sendiri dalam merencanakan dan melaksanakan program BK, mereka bekerja sama dengan guru BK yang lain, seluruh staf sekolah, orang tua, dan bahkan anggota masyarakat. Program BK Komprehensif memiliki empat elemen, seperti yang tergambar di bawah ini:
Gambar 2.1 Elemen Program BK Komprehensif Sumber: Gysbers & Henderson, 2006
Elemen pertama adalah Konten/Isi Program.
Elemen ini
berisikan kompetensi atau standar siswa yang disesuaikan dengan tujuan sekolah. Elemen ini mendeskripsikan apa yang seharusnya siswa peroleh, ketrampilan apa yang
22
seharusnya siswa kembangkan, dan sikap apa yang seharusnya
terbentuk
pada
diri
siswa
setelah
berpartisipasi dalam keseluruhan program BK.
standar
dan kompetensi siswa harus meliputi bidang akademik, karier, pribadi, dan sosial siswa. Elemen kedua adalah kerangka organisasi: struktur, kegiatan, dan waktu.
Komponen struktural meliputi
definisi, asumsi, dan rasionalisasi. Definisi yang dimaksud adalah
definisi
tentang
program
BK
menurut
daerah/sekolah tertentu. Program BK antara satu sekolah dengan
sekolah
yang
lain
berbeda,
untuk
itu
tiap
sekolah/daerah seharusnya memiliki definisi tersendiri mengenai merupakan
program
mereka
masing-masing.
pernyataan-pernyataan
Asumsi
mengenai
kondisi
tertentu dari siswa, staf, dan program terkini.
Contoh
asumsi mengenai siswa adalah bahwa setiap siswa di sekolah kami memiliki akses yang merata terhadap program BK; asumsi mengenai staf adalah guru BK yang profesional sangat penting bagi sekolah; dan asumsi mengenai program adalah tujuan penting dari program BK adalah untuk membantu siswa sukses dalam bidang akademis.
Rasionalisasi
fokus
pada
alasan-alasan
mengapa siswa perlu memperoleh kompetensi BK dan memiliki akses terhadap bimbingan yang disediakan dari program. Komponen program terdiri dari empat hal, yaitu layanan dasar, perencanaan individu, layanan responsif, dan dukungan sistem. kompetensi
siswa
yang
Layanan Dasar terdiri dari ditetapkan
sesuai
dengan
23
kebutuhan siswa dan kegiatan yang terstruktur yang dapat dilaksanakan di dalam kelas ataupun di lingkungan sekolah
(di
luar
kelas).
Perencanaan
Individual
menyediakan kegiatan dan layanan BK untuk membimbing semua
siswa
dalam
merencanakan,
memonitor,
dan
mengelola perkembangan akademik, karier, personal, dan sosial siswa.
Perencanaan Individual diimplementasikan
melalui strategi penilaian individual, konseling individual, perencanaan peralihan, dan tindak lanjut. Layanan Responsif bertujuan untuk bekerja sama dengan siswa yang permasalahan pribadinya mengancam perkembangan pendidikan, karier, personal, dan pribadi mereka.
Permasalahan pribadi yang dimaksud misalnya
kekerasan dalam rumah tangga, kemungkinan drop-out, tertekan, penggunaan zat-zat berbahaya, dan lain-lain. Ada empat strategi dalam pelaksanaan layanan responsif, yaitu
konseling
individu,
konseling
kelompok
kecil,
konsultasi, dan referral. Referral merupakan kegiatan alih tangan dari guru BK kepada pihak-pihak yang lebih ahli jika permasalahan siswa dianggap membutuhkan layanan yang lebih.
Dukungan Sistem terdiri dari kegiatan
manajemen
yang
mengembangkan tersebut
membangun,
program
meliputi
BK.
penelitian
merawat,
Kegiatan dan
dan
manajemen
pengembangan,
pengembangan profesional, hubungan masyarakat, dewan penasihat/komite, komunitas, manajemen program, dan tanggung jawab berbagi tugas. Dukungan sistem ini akan membantu ketiga komponen lainnya bekerja secara efektif.
24
Komponen alokasi waktu menyajikan alokasi waktu yang disarankan untuk didistribusikan oleh guru BK dalam menjalankan komponen program.
Untuk program
BK SLTA, disarankan 15-25 % waktu guru digunakan untuk
layanan
dasar,
25-35%
digunakan
untuk
perencanaan individu, 25-35 % digunakan untuk layanan responsif, dan 10-15% digunakan untuk dukungan sistem. Distribusi waktu tersebut seharusnya berdampak pada semakin minimnya kegiatan yang dilakukan oleh guru BK yang merupakan kegiatan non-BK. alokasi waktu tersebut tidak bersifat mengikat tetapi disesuaikan dengan situasi dan kondisi di sekolah masing-masing. ketiga adalah elemen sumber.
Elemen yang
Elemen sumber meliputi
sumber personel yang fokus pada kompetensi guru BK dan staf; sumber keuangan yang mengatur alokasi anggaran program BK; dan sumber politik yang berisikan kebijakan dari sekolah atau dinas pendidikan. Elemen
yang
keempat
adalah
pengembangan,
manajemen, dan akuntabilitas. Elemen ini berfokus pada kegiatan manajemen program BK yang dimulai dari perencanaan,
desain,
pengembangan
program.
pelaksanaan, Kegiatan
evaluasi,
dan
manajemen
ini
merupakan serangkaian fase yang tidak terputus. Ketika program telah dievaluasi, diharapkan ada pengembangan program berdasarkan dari hasil evaluasi dan dalam pengembangan program ini dibutuhkan lagi kegiatan perencanaan. merupakan
Serangkaian tugas manajemen tersebut tuntutan
akuntabilitas
program
yang
25
berdampak pada perkembangan akademik, karier, pribadi, dan sosial siswa. 2.4
Alasan Tidak Dilaksanakannya Evaluasi Program Bimbingan & Konseling Evaluasi merupakan kegiatan yang masih tidak
umum di kalangan guru BK (Badrujaman, 2011; Cheramie & Sutter dalam Brown & Trusty, 1993) karena guru BK jarang, bahkan tidak pernah, melakukan evaluasi terhadap programnya. tujuh
Shertzer & Stone (1981) mengemukakan
kesulitan
yang
dihadapi
guru
BK
dalam
mengevaluasi program BK: a. Kekurangan waktu Guru BK merasa kekurangan waktu sehingga tidak sempat melakukan evaluasi, alasan ini dikemukakan oleh Trevisan & Hubert dalam Brown & Trusty (2005). Evaluasi yang mungkin bisa dilakukan adalah evaluasi non formal yang
biasanya
tidak
akurat.
Tekanan
dalam
melaksanakan tugas-tugas yang ada membuat guru BK mengabaikan kegiatan evaluasi (Gysbers & Henderson, 2006).
Guru
BK
terlibat
hampir
operasional sekolah (Murray, 1995).
di
semua
aspek
Hal ini diperburuk
dengan guru BK yang terkadang kurang menyadari siapa mereka, apa yang harus mereka lakukan di sekolah, dan seperti apa kebutuhan sekolah terhadap mereka (Gray & McCollum, 2003). Tugas pokok guru BK adalah di area pengembangan diri peserta didik yang sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, minat, dan kepribadian mereka (Dirjen Peningkatan
26
Mutu Pendidik & Tenaga Kependidikan, 2009). Guru BK membantu perkembangan pendidikan, karier, personal, dan sosial siswa yang dilayani dalam layanan orientasi, informasi, penempatan & penyaluran, penguasaan konten, konseling
perorangan/kelompok,
bimbingan
perorangan/kelompok, konsultasi, dan mediasi.
Tetapi
kebanyakan kerangka organisasi (sekolah) menempatkan BK sekolah sebagai tempat layanan dengan sederet daftar tugas sehingga sering terjadi guru BK menerima tugastugas yang bukan tugas BK karena tugas-tugas tersebut dianggap sebagai pelayanan kepada seseorang, seperti melayani
pendaftaran
siswa
baru
atau
mengatur
perubahan jadwal. Gysbers
&
Henderson
(2006)
menyarankan
prosentase pendistribusian waktu bagi guru BK dalam melaksanakan program sebagai berikut: 15% - 25% untuk kurikulum bimbingan, 25% – 35% untuk perencanaan individu, 25% - 35% untuk layanan responsif, 15% - 20% untuk dukungan sistem, dan 0% untuk kegiatan dan layanan non bimbingan.
Artinya, guru BK seharusnya
sesedikit mungkin melaksanakan tugas-tugas yang berada di luar area bimbingan dan konseling. b. Kurangnya
pelatihan
mengenai
penelitian
pengetahuan
yang
dan
evaluasi Guru
BK
memiliki
mengenai evaluasi.
rendah
Pengetahuan tentang instrumen dan
metode evaluasi juga sangat minim.
Sebagian guru BK
sama sekali tidak mengetahui bahwa terdapat bermacammacam
instrumen
yang
dapat
dimanfaatkan
untuk
27
melakukan evaluasi. Instrumen tersebut dapat diperoleh dengan
membuat
sendiri
atau
mengadaptasi
dari
instrumen-instrumen yang sudah ada untuk disesuaikan dengan kebutuhan sekolah (Gysbers & Henderson, 2006). Rendahnya pengetahuan guru BK mengenai instrumen evaluasi ini semakin menguat dengan tidak tersedianya training bagi mereka. Guru BK bukannya tidak bersedia mengevaluasi,
mereka
menunjukkan
minat
untuk
mengevaluasi program mereka secara formal dan detail tetapi mereka membutuhkan pelatihan mengenai prosedur evaluasi program (Astramovich, Coker, Hoskins, 2005). c. Perilaku manusia tidak mudah diukur Instrumen
dan
personaliti, sikap, dan hambatan.
metode
pengukuran
pada
area
motivasi seringkali mengalami
Hasil yang dicapai dari bimbingan kepada
siswa tidak dapat didefinisikan atau diukur secara tepat karena berhubungan dengan perkembangan kepribadian sehingga instrumen yang tepat atau setidaknya mendekati ketepatan
kurang
dipahami
guru
BK.
Evaluator
membutuhkan teknik atau alat yang mampu membuat mereka tidak subyektif dalam mengevaluasi. d. Terbatasnya data sekolah tentang siswa untuk kepentingan evaluasi Santoadi (2010) mengatakan ada dua macam data yang penting untuk dijadikan dasar mengidentifikasi kebutuhan siswa, yaitu (1) data personal, seperti berbagai macam kemampuan diri (intelegensi, bakat, prestasi), riwayat pendidikan, kepribadian, aspirasi karier, hobi, dan catatan kesehatan) dan (2) data latar belakang sosial
28
budaya, seperti etnisitas, keluarga asal, dan komunitas asal. Data-data tersebut penting untuk dimiliki sejak awal siswa masuk sekolah karena akan sangat berguna ketika evaluasi program BK dilaksanakan. Selain itu, setiap guru BK harus mampu menunjukkan data yang konkret dan dapat diukur mengenai hasil kerja mereka dengan siswa sehingga stakeholder bisa melihat dengan jelas pentingnya berpartisipasi dalam program BK (Dahir & Stone, 2003). Sayangnya data mengenai siswa yang dikumpulkan oleh
sekolah
biasanya
hanya
bersifat
administratif,
berbeda dengan data yang dikumpulkan untuk keperluan evaluasi. Hal ini menyebabkan kesulitan saat melakukan evaluasi yang valid dan reliabel. e. Dana Masih
menjadi
anggapan
umum
bahwa
riset,
termasuk di antaranya evaluasi, merupakan hal yang mewah
dan
membutuhkan
banyak
dana,
sehingga
anggaran untuk melakukan evaluasi program seringkali ditiadakan.
Administrator sekolah juga tidak cukup
memiliki keyakinan mengenai nilai dari hasil evaluasi sehingga alokasi dana lebih sering digunakan untuk hal lain. f. Kesulitan menemukan kelompok kontrol Penelitian eksperimental membutuhkan kelompok kontrol dan kelompok ini sulit ditentukan karena harus memiliki kesamaan kemampuan, usia, tingkat, prestasi, jenis kelamin, latar belakang sosial-ekonomi, dan lain-lain. Sehubungan
dengan
permasalahan
ini,
penelitian
29
longitudinal menjadi alternatif yang lebih akurat meskipun akan lebih menguras dana dan waktu. g. Kesulitan menentukan kriteria Kriteria adalah standar yang dipilih untuk tujuan perbandingan untuk menentukan jika terjadi perubahan. Kriteria yang menjadi patokan dalam mengevaluasi masih bersifat subyektif, dalam arti masih berupa pendapat dan penafsiran
pembimbing
(Winkel
&
Hastuti,
2004).
Menentukan standar siswa dalam program BK harus mempertimbangkan pengetahuan apa yang seharusnya siswa peroleh, ketrampilan apa yang seharusnya siswa kembangkan, dan sikap apa yang seharusnya terbentuk pada siswa setelah berpartisipasi dalam program BK (Gysbers & Henderson, 2006). Karena pada akhir program standar siswa harus diukur tingkat pencapaiannya, maka standar sejak awal harus dirancang sedemikian sehingga bisa diukur pada akhirnya, tanpa lepas dari visi, misi, dan tujuan program BK itu sendiri. Badrujaman (2011) menyampaikan bahwa tiga hal yang perlu diperhatikan dalam mengevaluasi perencanaan program mencapai
BK
adalah
tujuan,
tujuan
dan
program,
strategi
sumber-sumber
yang
untuk ada
di
sekolah. Nurihsan & Sudianto (2005) juga mengemukakan beberapa aspek kegiatan yang penting dilakukan dalam perencanaan program BK, yaitu (1) analisis kebutuhan dan permasalahan
siswa,
(2)
penentuan
tujuan
program
layanan BK, (3) analisis situasi dan kondisi sekolah, (4) penentuan jenis-jenis kegiatan yang akan dilakukan, (5) penetapan metode dan teknik yang akan digunakan dalam
30
kegiatan, (6) penetapan personel yang akan melaksanakan kegiatan,
(7)
persiapan
fasilitas
dan
biaya,
dan
(8)
perkiraan tentang hambatan yang akan ditemui dan upaya untuk mengatasi hambatan tersebut. Berdasarkan kedua pendapat tersebut di atas maka dari ketujuh alasan yang dikemukakan oleh Shertzer & Stone mengapa evaluasi program BK tidak terlaksana, terdapat dua alasan yang tidak digunakan dalam penelitian ini, yaitu alasan c (perilaku manusia tidak mudah diukur) dan alasan f (kesulitan menemukan kelompok kontrol). Ketujuh alasan yang dikemukakan oleh Shertzer & Stone
tersebut
meliputi
alasan
tidak
terlaksananya
evaluasi muai dari perencanaan, pelaksanaan hingga hasil. Mengukur
perilaku
manusia
dan
kebutuhan
akan
kelompok kontrol merupakan aspek yang lebih tepat jika digunakan dalam evaluasi hasil program BK, bukan perencanaan program BK.
Karena ranah penelitian ini
hanya berada pada evaluasi perencanaan program BK maka alasan c dan f tersebut tidak digunakan untuk analisis data. 2.5
Penelitian yang Relevan Moyer (2011) melakukan penelitian mengenai efek
kegiatan non-BK, supervisi, dan rasio guru BK : siswa terhadap burnout yang dialami oleh guru BK. Penelitian ini relevan karena meskipun variabel yang digunakan tidak sama persis, peneliti menggunakan teknik analisis data yang sama, yaitu analisis faktor, hanya saja Moyer menggunakan
Confirmatory
Factor
Analysis
(CFA)
31
sementara
penulis
Analysis (EFA).
menggunakan
Exploratory
Factor
Asumsinya adalah bahwa burnout yang
dialami oleh guru BK dalam penelitian Moyer dapat mengakibatkan guru BK tidak melaksanakan evaluasi program BK. terlebih
Karena menggunakan CFA maka Moyer
dahulu
harus
menyajikan
variabel-variabel
prediktor, dan Moyer menggunakan variabel kegiatan nonBK, supervisi, dan rasio guru BK : siswa.
Dalam salah
satu item skala sikap, peneliti juga menggunakan kegiatan non-BK sebagai instrumen untuk mengumpulkan data. Untuk variabel kegiatan non-BK, responden diminta untuk memberikan seminggu
respon
yang
kegiatan non-BK. diminta
mengenai
mereka
jumlah
habiskan
waktu
untuk
dalam
melakukan
Untuk variabel supervisi, responden
mengindikasikan
berapa
banyak
kegiatan
supervisi dilakukan dalam sebulan dan untuk variabel rasio
guru
BK:siswa,
responden
diminta
melaporkan
berapa banyak siswa yang dibimbing oleh seorang guru BK. Hasil penelitian Moyer (2011) menunjukkan bahwa kegiatan non-BK yang dilakukan oleh guru BK menjadi faktor paling besar yang mempengaruhi burnout guru BK dan diikuti oleh faktor supervisi.
Hasil menunjukkan
bahwa semakin banyak guru BK melakukan kegiatan nonBK, semakin tinggi tingkat burnout mereka dan semakin sering supervisi dilakukan, semakin tinggi tingkat burnout mereka.
32