BAB II LANDAS AN TEORI
II.1 Pengertian Piutang Pada dasarnya perusahaan lebih memilih untuk melakukan penjualan secara tunai, karena penerimaan kas yang didapat dari penjualan tunai dapat digunakan segera sebagai sumber dana bagi kegiatan operasional perusahaan. Perusahaan melakukan penjualan secara kredit untuk menarik minat lebih banyak pelanggan dan meningkatkan volume penjualan. Piutang merupakan suatu pos yang terdapat dalam kegiatan aktiva lancar yang dapat dengan cepat diuangkan menjadi kas. Pengertian piutang menurut Wibowo dan AbubakarArif (2005;151), yaitu: ”Piutang adalah klaim terhadap sejumlah uang yang diharapkan akan diperoleh pada masa yang akan datang.” Sedangkan Indriyo dan Basri (2002;81) mendefinisikan bahwa : ”Piutang meliputi semua klaim dalam bentuk uang terhadap perorangan, organisasi, badan atau debitur lainnya. Piutang juga timbul dari beberapa jenis transaksi, yang paling umum adalah penjualan barang atau jasa yang dilakukan secara kredit”. Berdasarkan definisi yang telah diuraikan, dapat disimpulkan bahwa piutang merupakan klaim perusahaan dalam bentuk uang yang diharapkan akan diperoleh pada masa yang akan datang atas penyerahan barang atau jasa kepada pihak lain. Jenis piutang menurut Warren, Reeve, dan Fees yang diterjemahkan oleh Farahmita, A., Amanaugrahani, Hendrawan, T. (2008;356) diklasifikasikan sebagai berikut :
8
1. Piutang dagang (Account Receivable) Transaksi paling umum yang menciptakan piutang adalah penjualan barang dagang/jasa secara kredit. Piutang usaha (account receivables) semacam ini normalnya diperkirakan akan tertagih dalam periode waktu 30-60 hari. Piutang usaha diklasifikasikan dalam neraca sebagai aktiva lancar. 2. Wesel tagih (Notes Receivable) Sepanjang wesel tagih dapat ditagih dalam setahun, maka biasanya diklasifikasikan dalam neraca sebagai aktiva lancar. Wesel tagih (notes receivable) adalah jumlah yang terutang bagi pelanggan, dimana pelanggan dimaksud telah menerbitkan surat hutang formal pada perusahaan. 3. Piutang lain (Other Receivable) Piutang lain-lain biasanya disajikan secara terpisah dalam neraca. Jika piutang ini diharapkan akan tertagih dalam satu tahun, maka piutang tersebut dikategorikan sebagai aktiva lancar. Jika penagihannya lebih dari satu tahun, maka dikategorikan sebagai piutang tidak lancar.
II.2
Kebijakan Piutang dan Penjualan Kredit Kredit mengandung pengertian adanya suatu kepercayaan dari seseorang atau
badan yang diberikan kepada seseorang atau badan lain atas penundaan pembayaran atas barang atau jasa yang manfaatnya dirasakan saat ini dengan pembayaran yang dilakukan di masa yang akan datang. Pemberian kredit dilakukan menurut prosedur dan kebijakan yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Dengan adanya kebijakan kredit diharapkan pembeli dapat menepati jangka waktu pembayaran yang telah ditentukan. Kebijakan penjualan kredit menyangkut kegiatan untuk menentukan seberapa besar perusahaan dapat melakukan penjualan kredit dan kepada siapa saja perusahaan dapat menjual secara kredit. Dalam hal ini, perusahaan harus menilai/mengevaluasi kemampuan baik pelanggan likuiditas, aktivitas, solvabilitas maupun profitabilitasnya. Analisis ini tidak hanya menyangkut tingkat kepercayaan financial kepada pelanggan, tetapi juga menyangkut estimasi jumlah kredit yang mampu ditanggung oleh pelanggan. Oleh karena itu, perusahaan biasanya akan menetapkan batas kredit yang boleh diberikan kepada pelanggan.
9
Suatu analisis kredit menggambarkan suatu proses penilaian atau evaluasi tentang apakah konsumen dapat menerima kredit atau tidak. Arief Sugiono (2009;35) mengemukakan bahwa: ”Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya risiko atas tidak tertagihnya piutang, yang dapat dikendalikan oleh pihak manajemen didalam perusahaan disebut sebagai credit policy variables” Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya risiko atas tidak tertagihnya piutang adalah sebagai berikut: a. Kredit standar (credit standard) M enurut Arief Sugiono (2009;35) memberikan definisi sebagai berikut: ”Standar kredit yang ditetapkan oleh perusahaan merupakan tolak ukur di dalam menetapkan tingkat resiko yang secara optimal dapat ditanggung oleh perusahaan atas kredit macet yang mungkin timbul sebagai akibat dari pemberian kredit yang dilakukannya.” Standar kredit adalah salah satu kriteria yang dipakai perusahaan untuk menyeleksi para pelanggan yang akan diberikan kredit dan berapa jumlah yang harus diberikan. Standar kredit merupakan besarnya resiko yang terkandung dalam pemberian kredit yang dapat diterima, jika perusahaan menjual secara kredit hanya kepada pelanggan yang terutang saja, maka perusahaan akan menderita kerugian yang sedikit saja yang disebabkan oleh utang yang tak dapat ditagih (bad debts). Sebaliknya, perusahaan mungkin akan kehilangan penjualan dan laba yang tidak jadi diterimanya dari penjualan yang hilang ini mungkin lebih besar daripada biaya yang dihindarinya.
10
M enurut M andala, M anurung dan Rahardja Prathama (2004;193) kriteria penilaian kredit yang digunakan untuk menilai kelayakan pelanggan adalah 5C yaitu: 1. Character Perusahaan melakukan penilaian terhadap karakter calon debitur. Ini merupakan ukuran kemauan debitur untuk memenuhi kebutuhannya. 2. Capacity Perusahaan melakukan penilaian subyektif atas kemampuan calon debitur dalam menggerakan usahanya. Kemampuan ini diukur dengan catatan prestasi bisnis perusahaan calon debitur di masa lampau, yang di dukung dengan pengamatan di lapangan. 3. Capital Perusahaan melakukan penyidikan terhadap pemodalan yang dimiliki calon debitur yang tidak hanya dilihat dari besar kecilnya modal tersebut tetapi bagaimana modal tersebut di distribusikan dan kecukupan modal yang tersedia. 4. Collateral Jaminan sangat dibutuhkan untuk menghindari atau mengurangi resiko kerugian bila terjadi hal-hal buruk dari usaha yang dikelola oleh calon debitur. Penilaian jaminan biasanya hanya dinilai dari sisi financial tetapi juga dari kualitas assets yang dimiliki calon debitur. 5. Condition Kreditur perlu memperhatikan apakah calon debitur dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya di tengah-tengah kondisi perekonomian yang fluktuatif untuk memastikan bahwa calon debitur dapat melunasi kewajibannya. b. Syarat Kredit (Credit Term) Syarat kredit menurut M ardiyanto (2009;130) mencakup dua hal: (1) Periode kredit (kapan penagihan dimulai serta berapa lama batas waktu penagihan). (2) Diskon yang akan diberikan kepada pelanggan yang membayar pada periode diskon. Dalam syarat kredit ditentukan oleh jangka waktu kredit yang diberikan kepada pelanggan dan besar cash discount yang diberikan seandainya konsumen tersebut membayar lebih cepat atau sebelum suatu tenggang waktu tertentu berakhir.Sebagai contoh 2/10 n/40, persyaratan ini menunjukkan bahwa perusahaan akan memberikan diskon sebesar 2% apabila utang akan dibayar dalam tempo 10 hari dengan maksimal jangka waktu pembayaran selama 40 hari. 11
Dalam menetapkan persyaratan kredit, perusahaan harus mempertimbangkan pertambahan keuntungan yang akan diperoleh dengan biaya modal yang harus dikorbankan sebagai akibat dari bertambahnya besarnya dana yang tertanam dalam piutang dagang. c. Kebijakan Penagihan (Collection Policy) Brealey, Myers, & M arcus yang diterjemahkan oleh Sabran, Bob. (2008;170) mendifinisikan kebijakan penagihan sebagai berikut: ”Kebijakan penagihan adalah prosedur untuk menagih dan mengawasi piutang. Kebijakan mengenai penagihan yaitu sampai sejauh mana tindakan atau kelonggaran yang diberikan perusahaan atas piutang yang tidak dibayar pada waktunya.” Kebijakan penagihan merujuk pada prosedur-prosedur yang digunakan untuk menagih piutang. Keseimbangan biaya dan manfaat harus selalu diperhitungkan dalam menetapkan kebijakan penagihan yang akan dijalankan. Perubahan
kebijakan
penagihan
mempengaruhi jumlah
penjualan,
periode
penagihan, persentase piutang tak tertagih, dan persentase pelanggan yang mengambil diskon. M enurut Brealey, Myers, & M arcus yang diterjemahkan oleh Sabran, Bob. (2008;170) manajemen kredit melibatkan lima langkah, yaitu: 1. M enetapkan syarat penjualan di mana akan berencana menjual barang. 2. M emutuskan bukti apa yang diperlukan untuk menunjukkan bahwa pelangan berutang uang. 3. M enentukan pelanggan mana yang tampaknya akan membayar tagihan mereka. Ini disebut analisis kredit. 4. M emutuskan kebijakan kredit. 5. M enagih uang pada saat jatuh tempo. Ini disebut kebijakan penagihan.
12
Dengan menurunkan standar pemberian kredit, mungkin akan meningkatkan permintaan, yang juga akan meningkatkan penjualan dan laba. Namun terdapat biaya dengan adanya penambahan piutang, serta meningkatnya resiko piutang tidak tertagih
II.3 Pengakuan dan Pencatatan Piutang Salah satu masalah dalam pemahaman mengenai piutang dalam akuntansi adalah menentukan saat pengakuan pendapatan. Pengakuan pendapatan ini berkaitan erat dengan pengakuan piutang usaha. M enurut Ikatan Akuntan Indonesia (IAI, 2009:23.2) ”Perusahaan dapat mengakui pendapatan hanya bila besar kemungkinan manfaat ekonomi masa depan akan mengalir ke dalam perusahaan, dan manfaat ini dapat diukur dengan nilai.” Akuntansi piutang usaha tetap berpedoman pada sistem akuntansi yang lazim digunakan. Untuk itu setiap transaksi harus dilakukan pencatatan piutang dengan tujuan untuk mencatat mutasi piutang perusahaan kepada setiap debitur. M utasi piutang ini disebabkan oleh transaksi penjualan kredit, penerimaan pelunasan dari debitur, retur penjualan dan penghapusan piutang. Oleh karena itu setiap diadakannya transaksi harus disertai bukti-bukti atau dokumen pokok yang digunakan sebagai dasar untuk pencatatan akuntansi. Pada umumnya piutang usaha timbul dari transaksi penjualan secara kredit, sehingga pengakuan terhadap piutang senantiasa berpengaruh terhadap laba, saat berpindahnya hak milik atas barang dari penjual kepada pembeli, saat diselesaikannya itulah suatu transaksi penjualan barang dianggap terjadi. Piutang yang timbul dari penyerahan barang/jasa secara kredit diakui dengan cara mendebet piutang dan mengkredit rekening penjualan, sedangkan penerimaan kas atau pembayaran dari debitur 13
diakui atau dicatat dengan cara mendebet rekening kas/ bank dan mengkredit rekening piutang, seperti di bawah ini : (D) Piutang usaha
xxxx
(K) Penjualan
xxxx
mencatat transaksi penjualan secara kredit (D) Kas/bank
xxxx
(K) Piutang usaha
xxxx
mencatat penerimaan kas dari debitur
II.4 Perlakuan Akuntansi Atas Piutang Tak Tertagih Dalam mengantisipasi jumlah piutang yang tidak dapat ditagih, perusahaan melakukan estimasi atau taksiran piutang yang tidak dapat ditagih setiap akhir periode. M enurut Reeve, Warren, dan Fees (2005;321) terdapat metode akuntansi yang digunakan untuk mencatat piutang tak tertagih : There are two methods of accounting for receivables that appear to be uncollectible. The allowance method provides an expense for uncollectible receivable in advance of their write-off. The other procedure, called direct write-off, recognized the expense only when accounting are judge to be worthless.” Berdasarkan pernyataan di atas, terdapat dua metode akuntansi untuk mencatat piutang tak tertagih, yaitu: 1. M etode Penghapusan Langsung (Direct Write-off Method) Penggunaan metode ini didasarkan pada adanya indikasi bahwa piutang usaha tidak dapat ditagih lagi dan tidak bernilai lagi. Pencatatan kerugian piutang dilakukan jika ada kepastian bahwa debitur tidak mampu membayar kewajibannya kepada perusahaan. 14
Kelemahan dari metode ini adalah tidak dapat dibandingkannya pendapatan dan beban periode yang bersangkutan dan nilai piutang yang dilaporkan bukan merupakan nilai yang dapat direalisasikan. Ayat jurnal untuk menghapus piutang tak tertagih tersebut adalah : (D) Beban piutang tak tertagih
xxxx
(K) Piutang
xxxx
untuk menghapus piutang tak tertagih (D) Piutang
xxxx
(K) Beban piutang tak tertagih
xxxx
untuk menimbulkan kembali piutang yang telah dihapus sebelumnya (D) Kas/ bank
xxxx
(K) Piutang
xxxx
untuk mencatat penerimaan kas 2.M etode Penyisihan (Allowance Method) Perusahan-perusahaan besar umumnya menggunakan metode penyisihan untuk mengestimasi besarnya piutang usaha tidak tertagih. M etode penyisihan mencatat beban atas dasar estimasi dalam periode akuntansi, di mana penjualan kredit dilakukan. Piutang tak tertagih harus dicatat pada periode yang sama seperti penjualan untuk mendapatkan penandingan yang tepat atas beban dan pendapatan serta nilai dari piutang yang tercatat pada neraca merupakan nilai yang dapat direalisasi. Jurnal-jurnal akuntansi yang berhubungan dengan metode ini adalah sebagai berikut : (D)Beban piutang tak tertagih
xxxx
(K) Cadangan piutang tak tertagih
xxxx
pada saat pembentukan cadangan 15
(D) Cadangan piutang tak tertagih
xxxx
(K) Piutang
xxxx
pada saat penghapusan piutang tak tertagih (D) Piutang
xxxx (K) Cadangan piutang tak tertagih
xxxx
untuk menimbulkan kembali piutang yang telah dihapuskan (D) Kas/ bank (K) Piutang
xxxx xxxx
untuk mencatat penerimaan kas Estimasi atas piutang tak tertagih dapat didasarkan pada (1) Jumlah penjualan, di mana piutang usaha timbul akibat adanya penjualan. Perusahaan dapat menggunakan jumlah penjualan selama satu periode sebagai dasar estimasi piutang tak tertagih dengan persentase tertentu. (2) Jumlah piutang, di mana perusahaan menentukan lamanya waktu piutang usaha tersebut beredar. Untuk itu, perusahaan membuat skedul umur piutang (Aging Schedule). Skedul ini menunjukkan jumlah piutang dan umur piutang. M enurut Kasmir (2003;71) ada beberapa metode penyisihan piutang antara lain: 1.Pendekatan Laporan Laba Rugi M enurut metode ini penyisihan piutang ragu-ragu dihitung dengan cara mengalikan taksiran persentase yang tidak terbayar dengan jumlah penjualan periode tertentu. Dalam menaksir jumlah persentase ini biasanya didasarkan atas pengalaman masa lalu. Dari pengalaman ini dapat diketahui rata-rata persentase yang tidak terbayar dari jumlah penjualan periode tersebut. Hasil dari perkalian ini merupakan beban dari satu 16
perusahaan untuk periode tersebut dan ini dapat dilakukan dengan mendebet perkiraan biaya piutang dan mengkredit penyisihan piutang. 2.Pendekatan Neraca M enurut metode ini penyisihan piutang ragu-ragu dihitung dengan menggunakan saldo piutang usaha. Dengan metode ini jumlah dari piutang tak tertagih adalah dengan mengalikan saldo piutang usaha dengan persentase piutang tak tertagih.
II.5 Analisis Rasio Keuangan Pengertian rasio menurut Hendra S. Raharjaputra (2009;196) adalah: ”M embandingkan antara satu angka dengan angka lainnya yang memberikan suatu makna. Keuntungan dengan menggunakan rasio adalah meringkas suatu data historis perusahaan sebagai bahan perbandingan.” M enurut Sofyan Syafri (2010;297), rasio adalah : ”Angka yang diperoleh dari hasil perbandingan dari satu pos laporan keuangan dengan pos lainnya yang mempunyai hubungan yang relevan dan signifikan.” Rasio finansial atau rasio keuangan merupakan alat analisis keuangan perusahaan untuk menilai kinerja suatu perusahaan berdasarkan perbandingan data keuangan yang terdapat pada pos laporan keuangan (neraca, laporan laba/rugi, laporan aliran kas). Rasio menggambarkan suatu hubungan atau perimbangan (mathematical relationship) antara suatu jumlah tertentu dengan jumlah yang lain. Analisis rasio dapat digunakan untuk membimbing investor dan kreditor untuk membuat keputusan atau pertimbangan tentang pencapaian perusahaan dan prospek di masa datang. Salah satu cara pemrosesan dan penginterpretasian informasi akuntansi,
17
yang dinyatakan dalam artian relatif maupun absolut untuk menjelaskan hubungan tertentu antara angka yang satu dengan angka yang lain dari suatu laporan keuangan. Analisis rasio keuangan menggunakan data laporan keuangan yang telah ada sebagai dasar penilaiannya. M eskipun didasarkan pada data dan kondisi masa lalu, analisis rasio keuangan dimaksudkan untuk menilai resiko dan peluang di masa yang akan datang. Pengukuran dan hubungan satu pos dengan pos lain dalam laporan keuangan yang tampak dalam rasio-rasio keuangan dapat memberikan kesimpulan yang berarti dalam penentuan tingkat kesehatan keuangan suatu perusahaan. Analisis rasio menurut Dermawan Sjahrial (2009;38) pada dasarnya terdiri dari tiga macam perbandingan, yaitu : 1. Perbandingan
Eksternal
(Cross
Sectional
Analysis)
yaitu
dengan
cara
membandingkan rasio-rasio keuangan beberapa perusahaan pada suatu saat yang sama termasuk membandingkan rasio-rasio dengan perusahaan lain yang sejenis atau dapat pula dibandingkan dengan rasio rata-rata industri. 2. Perbandingan Internal (Time Series Analysis) yaitu dengan cara membandingkan kinerja keuangan perusahaan dalam beberapa periode dengan menggunakan analisa rasio keuangan. 3. Combined Analysis yaitu merupakan gabungan antara cross sectional analysis dan time series analysis. II.2.1 Tujuan Analisis Rasio Keuangan Tujuan analisis rasio-rasio keuangan menurut M ahmud M .Hanafi (2004) adalah sebagai berikut :
18
• • • • •
M elihat likuiditas, yaitu kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban jangka pendek. M elihat kemampuan perusahaan menggunakan asetnya dengan efektif. M elihat kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban totalnya. M elihat kemampuan perusahaan menghasilkan profitabilitas. M elihat seberapa jauh tujuan kemakmuran pemegang saham tercapai.
II.2.2 Keunggulan dan Keterbatasan Analisis Rasio Keuangan Analisis rasio memiliki beberapa keunggulan dibanding teknik analisis lainnya. Keunggulan-keunggulan tersebut menurut Sofyan Syafri Harahap (2010;298) adalah sebagai berikut : • Rasio merupakan angka-angka atau ikhtisar statistik yang lebih mudah dibaca dan ditafsirkan. • M erupakan pengganti yang lebih sederhana dan informasi yang disajikan dalam laporan keuangan yang sangat rinci dan rumit. • M engetahui posisi keuangan di tengah industri lain. • M enstandarisir ukuran perusahaan. • Lebih mudah membandingkan perusahaan dengan perusahaan lain, atau melihat perkembangan perusahaan secara periodic atau time series. • Lebih mudah melihat trend perusahaan serta melakukan prediksi di masa yang akan datang. Terlepas dari keunggulannya, analisis rasio keuangan juga memiliki keterbatasanketerbatasan menurut Pahala Nainggolan (2006;117),yaitu : • • •
Penafsiran dari rasio sulit dan kompleks. Rasio hanya menggambarkan suatu perbandingan dari suatu kuantitas secara mudah sehingga diperlukan pemahaman tersendiri mengenai apa yang diperbandingkan dan apa arti nilai perbandingan atau rasio itu. Keterbatasan yang dimiliki akuntansi atau laporan keuangan juga menjadi keterbatasan teknik ini, contohnya : o Bahan perhitungan rasio atau laporan keuangan ini banyak mengandung tafsiran yang dapat dinilai bias atau subyektif. o Nilai yang terkandung dalam laporan keuangan dan rasio adalah nilai perolehan (cost), bukan harga pasar. o Klasifikasi dalam laporan keuangan bisa berdampak pada angka rasio. o M etode pencatatan yang tergambar dalam standar akuntansi bisa diterapkan berbeda oleh perusahaan yang berbeda.
19
II.2.3 M acam-M acam Rasio Keuangan Perusahaan dikatakan mempunyai kinerja yang baik atau tidak dapat diukur dari tingkat likuiditas, solvabilitas, profitabilitas dan stabilitas. M enurut Hendra S. Raharjaputra (2009;194) likuiditas, solvabilitas, tingkat profitabilitas dan stabilitas adalah sebagai berikut: 1.
Likuiditas: kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya yang harus segera dipenuhi, atau pada saat ditagih. Perusahaan yang mampu memenuhi kewajiban tersebut disebut dalam keadaan ”likuid”,sebaliknya bagi perusahaan yang tidak mampu memenuhi kewajibannya disebut ”illikuid”. Kewajiban keuangan suatu perusahaan pada dasarnya dapat digolongkan menjadi dua, yaitu: a.Kewajiban keuangan yang berhubungan dengan pihak luar perusahaan (kreditur); b. Kewajiban keuangan yang berhubungan dengan proses produksi (intern perusahaan). 2. Solvabilitas: menunjukkan kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya apabila perusahaan tersebut dilikuidasi, baik kewajiban jangka pendek, maupun kewajiban jangka panjangnya. Perusahaan yang insolvabel maupun yang illikuid menunjukkan keadaan keuangan yang kurang baik, karena dengan kondisi seperti itu perusahaan akan mengalami kesulitan. Perusahaan yang illikuid akan segera mengalami kesulitan keuangan walaupun dalam keadaan solvabel, sebaiknya bagi perusaan yang insolvabel tetapi likuid tidak akan mengalami kesulitan dalam jangka pendek, kecuali saat perusaan tersebut dibubarkan. 3. Profitabilitas: menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menciptakan laba atau keuntungan. M odal perusahaan pada dasarnya diperoleh dari modal sendiri (equity) dan modal dari luar (short and long term liabilities). Kewajiban perusaan dalam menciptakan laba adalah tuntutan para pemodal tersebut untuk memperoleh dividen, bunga kupon obligasi, ataupun kewajiban perusahaan lainnya. 4. Stabilitas: menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menjalankan usahanya dengan stabil, yaitu dengan mengukur kemampuan perusahaan untuk membayar beban bunga dan pokok atas utang-utangnya, membayar dividen dan kewajiban intern perusahaan.
20
M enurut Sofyan Syafri (2010;301) jenis rasio keuangan yang sering digunakan adalah: 1. Rasio Likuiditas Rasio likuiditas merupakan kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya pada saat jatoh tempo. Likuiditas berkaitan dengan kemampuan perusahaan untuk mengubah aktiva menjadi kas atau kemampuan untuk memperoleh kas yang akan digunakan untuk memenuhi kewajiban jangka pendek perusahaan. Untuk menilai likuiditas perusahaan terdapat beberapa analisis rasio yang dapat digunakan sebagai alat untuk menganalisis dan menilai posisi likuiditas perusahaan, yaitu : a. Rasio Lancar (Current Ratio) Rasio lancar menurut M ahmud M .Hanafi dan Abdul Haim (2009;77) adalah : ”Rasio yang mengukur kemampuan perusahaan memenuhi hutang jangka pendeknya dengan menggunakan aktiva lancar (aktiva yang akan berubah menajadi kas dalam waktu satu tahun atau satu siklus bisnis).” Rasio lancar ini menunjukkan tingkat keamanan (margin of safety) kreditor jangka pendek, atau kemampuan perusahaan untuk membayar hutang-hutang tersebut. Tetapi suatu perusahaan dengan current ratio yang tinggi belum tentu menjamin akan dapat dibayarnya hutang perusahaan yang sudah jatuh tempo karena proporsi atau distribusi dari aktiva lancar yang tidak menguntungkan, misalnya jumlah persediaan yang relatif tinggi dibandingkan taksiran tingkat penjualan yang akan datang sehingga tingkat perputaran persediaan rendah dan menunjukkan adanya over investment dalam persediaan tersebut atau adanya saldo piutang yang besar yang mungkin sulit untuk ditagih. 21
Adapun formulasi dari Rasio lancar (current ratio) adalah sebagai berikut : Rasio Lancar =
Aktiva Lancar
X 100%
Hutang Lancar (Sawir,2001: 8) b. Rasio Cepat (Quick Ratio) Rasio ini disebut juga sebagai acid test ratio, yaitu perbandingkan antara aktiva lancar dikurangi persediaan dengan utang lancar (M unawir 2001: 74). Rasio ini merupakan ukuran kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya dengan tidak memperhitungkan persediaan, karena menganggap persediaan memerlukan waktu lama untuk direalisir menjadi kas, walaupun pada kenyataannya mungkin persediaan lebih likuid dari piutang. Rasio ini lebih tajam dari pada current ratio karena hanya membandingkan aktiva yang sangat likuid. Jika current ratio tinggi tapi quick ratio rendah, hal ini menunjukkan adanya investasi yang sangat besar dalam persediaan. Adapun formulasi dari quick ratio adalah sebagai berikut : Quick Ratio =
Aktiva Lancar – Persediaan
X 100%
Utang Lancar (Sawir,2001: 10) c. Rasio Kas (Cash Ratio) Rasio kas ini merupakan pengukuran rasio likuiditas berdasarkan perbandingan antara kas yang ada di perusahaan dan di bank (termasuk surat berharga seperti deposito) dan total utang lancar. Rasio ini menunjukkan kemampuan kas perusahaan untuk melunasi utang lancarnya tanpa harus mengubah aktiva lancar bukan kas menjadi kas. 22
Adapun formulasi dari Cash ratio adalah sebagai berikut :
Cash ratio =
Kas
X 100%
Utang Lancar
2. Rasio Aktivitas Rasio ini menggambarkan pendayagunaan harta atau sarana modal yang dimiliki perusahaan. Rasio ini bertujuan untuk mengukur efektivitas perusahaan dalam mengoperasikan dana.
a. Perputaran Piutang (Account Receivable Turn Over) Rasio ini menunjukkan berapa kali piutang usaha dapat berputar dalam setahun. Piutang mempunyai hubungan yang erat terhadap volume penjualan kredit. Posisi piutang dan taksiran waktu pengumpulannya dapat dinilai dengan menghitung tingkat perputaran piutang. Adapun formulasi dari account receivable turn over adalah sebagai berikut : Account Receivable Turn Over =
Penjualan Bersih_ Piutang Usaha
X 100%
b. Average Collection Period Rasio ini menunjukkan jumlah hari rata-rata yang diperlukan untuk menagih piutang dari pelanggan perusahaan. Perusahaan yang memiliki average collection period kecil menunjukkan keefektifan penagihan piutang usahanya dan hal ini menunjukkan kondisi likuiditas perusahaan yang baik. Sebaliknya semakin besar
23
nilai average collection period yang dimiliki perusahaan maka semakin besar juga resiko kemungkinan piutang tidak tertagih. Adapun formulasi dari account receivable in days adalah sebagai berikut : Average Collection Period =
_____ _ ___360 _________ Account Receivable Turn Over
X 100%
c. Inventory Turn Over Rasio ini menunjukan berapa kali terjadinya penggantian persediaan dalam satu tahun serta tersimpannya persediaan tersebut di dalam gudang. Adapun formulasi dari Inventory Turn Over adalah sebagai berikut : Inventory Turn Over =
__Harga Pokok Persediaan__ Persediaan
X 100%
d. Inventory Days In Hand Rasio ini menunjukkan periode hari rata-rata yang diperlukan oleh perusahaan untuk menjual persediaannya. Semakin singkat inventory days in hand maka semakin baik kondisi likuiditas perusahaan tersebut. Adapun formulasi dari account receivable in days adalah sebagai berikut : Inventory Days In Hand =
_____ _ ___360 _________ Inventory Days In Hand
X 100%
3. Solvabilitas Perusahaan Rasio solvabilitas menggambarkan kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangaka panjangnya atau kewajiban-kewajiban apabila perusahaan dilikuidasi.
24
a. Rasio Hutang atas Aktiva ( Debt Ratio ) Rasio ini menunjukkan perbandingan total hutang dengan total aktiva. Para kreditur menginginkan debt ratio yang rendah karena semakin tinggi rasio ini semakin besar resiko para kreditur. Debt Ratio =
Total Hutang Total Aktiva
X 100%
b. Rasio Hutang atas M odal (Debt to Equity Ratio) Rasio ini menunjukkan sampai sejauh mana modal pemilik dapat menutupi hutang-hutang kepada pihak luar. Rasio ini disebut juga rasio Leverage. Rasio ini merupakan salah satu rasio yang penting karena berkaitan dengan masalah trading on equity, yang dapat memberikan pengaruh positif dan negatif terhadap rentabilitas modal sendiri dari perusahaan tersebut. Debt to Equity Ratio =
Total Hutang Total M odal
X 100%
4. Profitabilitas Perusahaan Untuk menilai profitabilitas perusahaan terdapat beberapa rasio yang dapat digunakan sebagai alat untuk menganalisa dan menilai posisi profitabilitas perusahaan, yaitu : a. Gross Profit Margin Rasio gross profit margin atau margin keuntungan kotor berguna untuk mengetahui keuntungan kotor perusahaan dari setiap barang yang dijual. Gross profit margin sangat dipengaruhi oleh harga pokok penjualan. Apabila harga pokok penjualan meningkat maka gross profit margin akan menurun, begitu pula sebaliknya. Dengan kata lain, rasio ini mengukur efisiensi pengendalian harga
25
pokok atau biaya produksinya, mengindikasikan kemampuan perusahaan untuk berproduksi secara efisien. Formulasi dari gross profit margin atau GPM adalah sebagai berikut: GPM =
Penjualan – harga Pokok Penjualan
X 100%
Penjualan (Sawir,2001: 18) b. Net Profit Margin Profit margin menurut M ahmud M ahmud M .Hanafi dan Abdul Haim (2009;83) adalah: ”Rasio yang menghitung sejauh mana kemampuan perusahaan menghasilkan laba bersih pada tingkat penjualan tertentu”. Net Profit Margin (NPM) menggambarkan besarnya laba bersih yang diperoleh perusahaan pada setiap penjualan yang dilakukan. Dengan kata lain ratio ini mengukur laba bersih setelah pajak terhadap penjualan. Formulasi dari net profit margin adalah sebagai berikut: NPM =
Laba Setelah Pajak
X 100%
Penjualan
(Sawir,2001: 18) c. Return on Investment Return on Investment atau return on assets menunjukkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba dari aktiva yang dipergunakan. Dengan mengetahui rasio ini, akan dapat diketahui apakah perusahaan efisien dalam memanfaatkan aktivanya
26
dalam kegiatan operasional perusahaan. Rasio ini juga memberikan ukuran yang lebih baik atas profitabilitas perusahaan karena menunjukkan efektifitas manajemen dalam menggunakan aktiva untuk memperoleh pendapatan. Return On Investment (ROI) itu sendiri adalah salah satu bentuk dari ratio profitabilitas yang dimaksudkan untuk dapat mengukur kemampuan perusahaan dengan keseluruhan dana yang ditanamkan dalam aktiva yang digunakan untuk operasi perusahaan untuk menghasilkan keuntungan. Dengan demikian Return On Investment (ROI) menghubungkan keuntungan yang diperoleh dari operasi perusahaan (Net Operating Income) dengan jumlah investasi atau aktiva yang digunakan untuk menghasilkan keuntungan operasi tersebut (Net Operating Assets). Formulasi dari return on investment atau ROI adalah sebagai berikut:
ROI =
Laba Setelah Pajak
X 100%
Total Aktiva (M unawir,2001: 89) d. Return on Equity Return on equity atau return on net worth mengukur kemampuan perusahaan memperoleh laba yang tersedia bagi pemegang saham perusahaan atau untuk mengetahui besarnya kembalian yang diberikan oleh perusahaan untuk setiap rupiah modal dari pemilik. Rasio ini dipengaruhi oleh besar kecilnya utang perusahaan, apabila proporsi utang makin besar maka rasio ini juga akan makin besar.
27
Formulasi dari return on equity atau ROE adalah sebagai berikut:
ROE =
Laba Setelah Pajak
X 100%
M odal sendiri (Sawir,2001: 20)
II.6.
Pengendalian dan Pengawasan Piutang Dagang Prinsip-prinsip pengendalian internal dapat digunakan untuk membentuk
pengendalian dalam rangka melindungi piutang. Sebagai contoh, fungsi persetujuan kredit, fungsi penjualan, fungsi akuntansi, dan fungsi penagihan harus dipisahkan. Individu-individu
yang bertanggung jawab
menangani penjualan
harus
dipisahkan dari individu-individu yang menangani akuntansi untuk piutang dan persetujuan kredit. Dengan begitu, fungsi akuntansi dan persetujuan kredit bertindak sebagai pemeriksa independen atas fungsi penjualan. Karyawan yang menangani akuntansi tidak boleh terlibat dalam penagihan piutang. Pemisahan fungsi-fungsi ini mengurangi kemungkinan terjadinya kesalahan dan penyalahgunaan dana. (Niswonger, warren, reeve, fees; 1994) Pengendalian intern yang memadai bagi perusahaan sangat penting untuk miminimalkan kerugian atas piutang. A ging Schedule menurut Weston dan Brigham (1996;482) adalah sebagai berikut: ”Laporan yang menunjukan berapa lama umur piutang dengan memberikan persentase pada kelompok piutang yang belum jatuh tempo dan kelompok piutang yang jatuh temponya telah melewati periode tertentu”.
28
Aging schedule (daftar umur piutang) merupakan salah satu alat pengendalian intern perusahaan yang memuat jumlah piutang dari masing-masing pelanggan dan mengklasifikasikannya ke dalam golongan umur piutang masing-masing pelanggan berdasarkan waktu jatuh temponya. Pembuatan aging schedule itu perlu dilakukan oleh perusahaan terutama yang mempunyai piutang yang nilainya sangat material. Pengawasan piutang sangat penting dilakukan karena tanpa pengawasan perusahaan akan menanggung resiko-resiko yang mungkin terjadi dalam mengadakan investasi dalam bentuk piutang. Resiko-resiko yang timbul antara lain: 1. Kemungkinan terjadinya kelambatan dalam penerimaan piutang. 2. Kemungkinan piutang tidak dapat dibayar sekaligus. 3. Kemungkinan piutang tidak dapat dibayar seluruhnya. 4. Resiko yang mungkin timbul karena tertanamnya modal dalam piutang dalam jangka waktu lama. Untuk menghindari atau paling tidak memperkecil resiko yang akan timbul maka diperlukan pengawasan terhadap piutang. Pengawasan piutang dapat dilakukan dengan pengawasan terhadap pemberian kredit.
II.7
Evaluasi Perubahan Kebijakan dalam Kebijakan Kredit Perusahaan dapat menetapkan perubahan di dalam kebijakan kredit dengan
menggunakan metode Sartoris-Hill. M enurut Arief Sugiono (2009;41) metode Sartoris Hill menjelaskan: ”M etode Sartoris Hill mengadakan pendekatan Net Present Value (NPV) di dalam menganalisis perubahan kebijakan kredit yang akan diambil. Dalam metode ini diadakan
29
penyatuan komponen modal kerja yang berkaitan dengan perubahan dalam kebijakan kredit dengan tujuan tercapainya nilai perusahaan yang maksimal bagi para pemiliknya". Sartoris Hill menyusun model keputusan kebijakan kredit yang menyatukan semua elemen dari manajemen aktiva lancar dengan tujuan memaksimumkan nilai perusahaan. Sartoris Hill menggunakan pendekatan arus kas menurut net present value di dalam menganalisis alternatif kebijakan kredit. M etode ini cukup fleksibel dalam memperhitungkan perbedaan biaya, potongan tunai, harga, kerugian karena piutang ragu-ragu dan laju pertumbuhan penjualan baik secara keseluruhan maupun kombinasi beberapa faktor. Rumus yang digunakan dalam metode ini adalah sebagai berikut:
⎧ ⎡ P0 Q 0 (1− b0 ) ⎤ ⎫ ⎡ P0 Q 0 * P0 Q 0 ⎪⎢ ⎪ ⎥ −C Q ⎬ − w ⎢ t t0 NPV 0 = ⎨ 0 0 + 1 K ( 1 K ) ( ) − 0 0 ⎢ ⎥ ⎪ ⎢⎣ ⎪ ⎣ ⎦ ⎩ ⎭
⎤ ⎥ ⎥ ⎦
⎧ ⎡ P1Q1 (1 − b1 ) ⎤ ⎫ ⎡ P1 Q1 * P1Q1 ⎪⎢ ⎪ NPV 1 = ⎨ (1− K )t ⎥ − C 1Q1 ⎬ − w ⎢ (1 + K )t1 1 1 ⎥ ⎢ ⎪⎩ ⎢⎣ ⎪ ⎦ ⎣ ⎭
⎤ ⎥ ⎥ ⎦
Keterangan : P
= harga jual / unit
C
= harga pokok / unit
Q
= unit penjualan / hari
b
= persentase kredit macet
t
= periode penagihan rata-rata
k
= tingkat bunga / hari
w
= persentase working capital lainnya terhadap penjualan 30