BAB II LANDASAN TEORI
A. Teori Pemangku Kepentingan (Stakeholder) 1. Pengertian Stakeholder Perkembangan bisnis di era modern menuntut perusahaan untuk lebih memerhatikan seluruh pemangku kepentingan yang ada dan tidak terbatas hanya kepada pemegang saham. Hal ini selain merupakan tuntutan etis, juga diharapkan
akan
mendatangkan
manfaat
ekonomis
dan
menjaga
keberlangsungan bisnis perusahaan. Dari perspektif hubungan antara perusahaan dengan seluruh pemangku kepentingan inilah teori stakeholder kemudian dikembangkan. Istilah stakeholder pertama kali diperkenalkan oleh Standford Research Institute (RSI) ditahun 1963. Hingga Freeman mengembangkan eksposisi teoritis mengenai stakeholder ditahun 1984 dalam karyanya yang berjudul Strategic Management: A Stakeholder Approach. Freeman mendefinisikan bahwa stakeholder merupakan kelompok maupun individu yang dapat memengaruhi atau dipengaruhi oleh proses pencapaian tujuan suatu organisasi. Warsono dkk. (2009:17) mengemukakan argumen bahwa dasar dari teori kepentingan adalah bahwa perusahaan telah menjadi sangat besar, dan menyebabkan masyarakat menjadi sangat pervasive sehingga perusahaan perlu
7
8
melaksanakan akuntabilitasnya terhadap berbagai sektor masyarakat dan bukan hanya kepada pemegang saham saja. Asumsi teori stakeholder dibangun atas dasar pernyataan bahwa perusahaan berkembang menjadi sangat besar dan menyebabkan masyarakat menjadi sangat terkait dan memerhatikan perusahaan, sehingga perusahaan perlu menunjukkan akuntabilitas maupun responsibilitas secara lebih luas dan tidak terbatas hanya kepada pemegang saham. Hal ini berarti, perusahaan dan stakeholder membentuk hubungan yang saling memengaruhi. Warsono dkk. (2009:29-31) mengungkapkan bahwa terdapat tiga argumen yang mendukung pengelolaan perusahaan berdasarkan perspektif teori stakeholder, yakni, argumen deskriptif, argumen instrumental, dan argumen normatif, berikut penjelasan singkat mengenai ketiga argumen tersebut: Argumen deskriptif menyatakan bahwa pandangan pemangku kepentingan secara sederhana merupakan deskripsi yang realistis mengenai bagaimana perusahaan sebenarnya beroperasi atau bekerja. Manajer harus memberikan perhatian penuh pada kinerja keuangan perusahaan, akan tetapi tugas manajemen lebih penting dari itu. Untuk dapat memperoleh hasil yang konsisten, manajer harus memberikan perhatian pada produksi produk-produk berkualitas tinggi dan inovatif bagi para pelanggan mereka, menarik dan mempertahankan karyawan-karyawan yang berkualitas tinggi, serta mentaati semua regulasi pemerintah yang cukup kompleks. Secara praktis, manajer mengarahkan energi mereka terhadap seluruh pemangku kepentingan, tidak hanya terhadap pemilik saja.
9
Argumen instrumental menyatakan bahwa manajemen terhadap pemangku kepentingan dinilai sebagai suatu strategi perusahaan. Perusahaan-perusahaan yang mempertimbangkan hak dan memberi perhatian pada berbagai kelompok pemangku kepentingannya akan menghasilkan kinerja yang lebih baik. Argumen normatif menyatakan bahwa manajemen terhadap pemangku kepentingan merupakan hal yang benar untuk dilakukan. Perusahaan mempunyai penguasaan dan kendali yang cukup besar terhadap banyak sumber daya, dan hak istimewa ini menyebabkan adanya kewajiban perusahaan terhadap semua pihak yang mendapat efek dari tindakan-tindakan perusahaan.
2. Kategori Stakeholder Berdasarkan kekuatan, posisi penting, dan pengaruh stakeholder terhadap suatu issu stakeholder dapat diketegorikan kedalam beberapa kelompok yaitu stakeholder primer, sekunder dan stakeholder kunci. Sebagai gambaran pengelompokan tersebut pada berbagai kebijakan, program, dan proyek pemerintah (publik) dapat kemukakan kelompok stakeholder seperti berikut : a. Stakeholder Utama (primer) Stakeholder utama merupakan stakeholder yang memiliki kaitan kepentingan secara langsung dengan suatu kebijakan, program, dan proyek. Mereka harus ditempatkan sebagai penentu utama dalam proses pengambilan keputusan. 1) Masyarakat dan tokoh masyarakat adalah masyarakat yang terkait dengan
proyek,
yakni
masyarakat
yang
diidentifikasi
akan
10
memperoleh manfaat dan yang akan terkena dampak (kehilangan tanah dan kemungkinan kehilangan mata pencaharian) dari proyek ini. Tokoh masyarakat adalah anggota masyarakat yang oleh masyarakat ditokohkan di wilayah itu sekaligus dianggap dapat mewakili aspirasi masyarakat. 2) Pihak Manajer publik merupakan lembaga/badan publik yang bertanggung jawab dalam pengambilan dan implementasi suatu keputusan. b. Stakeholder Pendukung (sekunder) Stakeholder pendukung (sekunder) adalah stakeholder yang tidak memiliki kaitan kepentingan secara langsung terhadap suatu kebijakan, program, dan proyek, tetapi memiliki kepedulian (concern) dan keprihatinan sehingga mereka turut bersuara dan berpengaruh terhadap sikap masyarakat dan keputusan legal pemerintah. 1) Lembaga (Aparat) pemerintah dalam suatu wilayah tetapi tidak memiliki tanggung jawab langsung. 2) Lembaga pemerintah yang terkait dengan issu tetapi tidak memiliki kewenangan secara langsung dalam pengambilan keputusan. 3) Lembaga swadaya Masyarakat (LSM) setempat: LSM yang bergerak di bidang yang sesuai dengan rencana, manfaat, dampak yang muncul yang memiliki “concern” (termasuk organisasi massa yang terkait). 4) Perguruan Tinggi: Kelompok akademisi ini memiliki pengaruh penting dalam pengambilan keputusan pemerintah.
11
5) Pengusaha (Badan usaha) yang terkait. c. Stakeholder Kunci Stakeholder kunci merupakan stakeholder yang memiliki kewenangan secara legal dalam hal pengambilan keputusan. Stakeholder kunci yang dimaksud adalah unsur eksekutif sesuai levelnya, legislatif, dan instansi. Misalnya, stakeholder kunci untuk suatu keputusan untuk suatu proyek level daerah kabupaten. 1) Pemerintah Kabupaten 2) DPR Kabupaten 3) Dinas yang membawahi langsung proyek yang bersangkutan
3. Entitas yang terpengaruh dengan adanya undang-undang Sarbanes Oxley Act antara lain: a. Perusahaan penerbit laporan keuangan (dewan komisaris, komite audit, dan manajemen) 1) Sarbanes Oxley Act berlaku untuk seluruh perusahaan publik di Amerika dan perusahaan asing yang listing di pasar modal Amerika. 2) Manajemen perusahaan harus menerbitkan laporan tahunan mengenai pengendalian intern perusahaan. 3) CEO dan CFO harus melakukan sertifikasi terhadap laporan keuangan yang diterbitkannya.
12
4) Perusahaan diharuskan memiliki komite audit yang independen dan tidak menerima gaji dari perusahaan atas keanggotaannya dalam komite tersebut. b. Kantor Akuntan Publik (auditor eksternal) 1) Sarbanes Oxley Act berlaku untuk seluruh auditor eksternal yang mengaudit perusahaan publik di Amerika dan perusahaan asing yang listing dipasar modal Amerika. 2) Untuk menghindari konflik kepentingan sesuai dengan tujuannya, maka KAP yang melakukan audit yang tidak diperbolehkan memberikan jasa non-audit tertentu kepada klien yang diauditnya. Jika audit dilakukan dua tahun berturut-turut atau lebih maka diharuskan ada rotasi tim audit. 3) Auditor eksternal diharuskan membuktikan kebenaran (atestasi) atas laporan pengendalian intern yang dikeluarkan manajemen perusahaan. 4) Auditor eksternal akan lebih mudah memahami sistem pengendalian intern perusahaan sekaligus meningkatkan keterandalan laporan audit. c. Securities Exchange Commision 1) Sarbanes Oxley Act mengharuskan SEC melakukan review kepada perusahaan-perusahaan secara lebih teratur dan intensif. d. Public Company Accounting Oversight Board (PCAOB) 1) Pada title 1 Sarbanes Oxley Act diatur mengenai pendirian dewan baru, yaitu PCAOB. PCAOB merupakan dewan independen pengawas akuntansi bagi perusahaan publik di Amerika. Tugas dari PCAOB ini
13
menetapkan standar audit bagi auditor untuk perusahaan publik dan juga melakukan audit terhadap para auditor tersebut. e. Investor 1) Investor lebih akan lebih diuntungkan karena informasi laporan keuangan yang disajikan perusahaan lebih valid sebagai dasar pengambilan keputusan berikutnya.
B. Konsep Pengendalian Intern berbasis Sarbanes Oxley Act Sarbanes Oxley Act diterbitkan untuk memproteksi kepentingan investor dengan cara menciptakan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance), full disclosure, dan akuntabilitas dalam perusahaan. Untuk mewujudkan hal tersebut, Sarbanes Oxley Act mengatur mengenai pengendalian intern perusahaan secara lebih intensif. Konsep pengendalian intern dalam Sarbanes Oxley Act terdapat pada section 302 dan 404. 1. Section 302: Corporate Responsibility For Financial Reports Peraturan ini mewajibkan Direktur Utama dan Direktur Keuangan perusahaan yang mencatatkan sahamnya di bursa Amerika Serikat untuk memberikan sertifikasi mengenai efektivitas rancangan dan pelaksanaan pengendalian intern dan pengungkapan kekurangan yang signifikan atas pengendalian intern dalam rangka pelaporan. Dari ringkasan tersebut dapat diidentifikasikan bahwa section 302 pada undang-undang ini menuntut Chief Executive Officer (CEO) dan Chief Financial Officer (CFO) untuk
14
memberikan sertifikasi yang mendampingi laporan keuangan tahunan maupun triwulanan yang menyatakan bahwa: a. CEO dan CFO telah mereview laporan keuangan tersebut b. Berdasarkan pengetahuan CEO dan CFO, laporan keuangan tersebut tidak mengandung pernyataan yang tidak benar mengenai fakta-fakta material atau lalai dalam menyampaikan fakta-fakta material yang menyebabkan laporan keuangan menyesatkan c. Berdasarkan pengetahuan CEO dan CFO, laporan keuangan tersebut dan informasi keuangan lainnya telah disajikan secara wajar atas semua hal yang material dari operasi dan kondisi keuangan perusahaan Sertifikasi ini juga harus menyatakan bahwa CEO dan CFO: a. Bertanggung
jawab
atas
penyelenggaraan
dan
pemeliharaan
pengendalian intern perusahaan b. Telah merancang pengendalian intern untuk meyakinkan bahwa informasi yang berhubungan dengan perusahaan dan anak perusahaan diketahui oleh seluruh personel dalam perusahaan c. Telah mengevaluasi efektivitas pengendalian intern dalam tempo 90 hari sebelum tanggal penyampaian laporan d. Telah
menyampaikan
laporan
kesimpulan
mengenai
efektivitas
pengendalian intern tersebut berdasarkan evaluasi yang telah dilakukan Lebih lanjut, pejabat terkait harus memberikan sertifikasi bahwa mereka telah mengungkapkan kepada auditor dan komite audit semua kekurangan yang signifikan pada desain atau operasi pengendalian intern, termasuk
15
setiap kelemahan material, dan setiap fraud (baik yang material maupun tidak), yang melibatkan manajemen atau pegawai lainnya yang mempunyai peran signifikan pada pengendalian intern perusahaan. 2. Section 404: Management Assessment Of Internal Controls Peraturan ini mewajibkan perusahaan yang mencatatkan sahamnya di bursa Amerika Serikat untuk mendokumentasikan, mengevaluasi dan melaporkan hasil evaluasi atas efektivitas pengendalian intern laporan keuangannya. Auditor eksternal dituntut untuk melakukan penegasan dan melaporkan hasil evaluasi atas penilaian pengendalian intern perusahaan yang diauditnya tersebut. Dari ringkasan section 404 ini, dapat diidentifikasi bahwa undang-undang ini menuntut tanggung jawab baik dari manajemen perusahaan maupun dari auditor. Manajemen perusahaan diwajibkan untuk membuat laporan pengendalian intern tahunan yang berisi: a. pernyataan tanggung jawab manajemen untuk membuat dan memelihara struktur dan prosedur pengendalian intern yang memadai untuk laporan keuangan b. penilaian pada akhir tahun pajak tentang efektivitas struktur dan prosedur pengendalian intern laporan keuangan issuer Jika manajemen perusahaan diharuskan untuk menyajikan suatu asersi tertulis mengenai efektivitas pengendalian intern dari perusahaan yang bersangkutan dan melengkapi evaluasinya dengan bukti-bukti yang memadai, maka auditor berkewajiban untuk membuktikan sekaligus melaporkan penilaian manajemen tersebut.
16
C. Sarbanes Oxley Act 1. Sejarah Sarbanes Oxley Act Sarbanes Oxley Act merupakan sebuah undang-undang yang dirancang setelah terjadinya skandal korporasi besar di Amerika Serikat, yang melibatkan perusahaan besar seperti: Enron, Tyco International, Adelphia, Peregrine Systems, WorldCom (MCI), AOL TimeWarner, Aura Systems, Citigroup, Computer
Associates
International,
CMS
Energy,
Global
Crossing,
HealthSouth, Quest Communication, Safety-Kleen dan Xerox, yang juga melibatkan beberapa KAP yang termasuk dalam “the big five” seperti: Arthur Andersen, KPMG dan PWC. Skandal tersebut menyebabkan kerugian bilyunan dolar bagi investor karena runtuhnya harga saham perusahaanperusahaan yang terpengaruh ini mengguncang kepercayaan masyarakat terhadap pasar saham. Semua skandal ini merupakan contoh tragis bagaimana kecurangan (fraud schemes) berdampak sangat buruk terhadap pasar, stakeholders dan para pegawai. Untuk mengembalikan keyakinan dan kepercayaan publik terhadap laporan keuangan perusahaan, maka Kongres Amerika Serikat segera mensponsori suatu Rancangan Undang-Undang tentang Reformasi Perusahaan dan Profesi Akuntansi. Perundang-undangan ini menetapkan suatu standar baru dan lebih baik bagi semua dewan dan manajemen perusahaan publik serta kantor akuntan publik walaupun tidak berlaku bagi perusahaan tertutup. Akta ini terdiri dari 11 judul atau bagian yang menetapkan hal-hal mulai dari tanggung jawab tambahan Dewan Perusahaan hingga hukuman pidana. Sarbanes Oxley Act
17
juga menuntut Securities and Exchange Commission (SEC) untuk menerapkan aturan persyaratan baru untuk menaati hukum ini. Dengan diberlakukannya undang-undang Sarbanes Oxley 2002 diharapkan dapat membawa dampak positif bagi berbagai profesi, antara lain: akuntan publik bersertifikat (CPA); Kantor Akuntan Publik (KAP); perusahaan yang memperdagangkan sahamnya (listed di bursa US (termasuk direksi, komisaris, karyawan, dan pemegang saham); perantara (broker); penyalur (dealer); pengacara yang berpraktik untuk perusahaan publik; investor perbankan serta para analis keuangan. 2. Pengertian Sarbanes Oxley Act Sarbanes Oxley Act Atau disebut juga SOA adalah sebuah landasan hukum federal Amerika Serikat yang ditetapkan pada 30 Juli 2002. Undang-undang ini diprakarsai oleh Senator Paul Sarbanes (Maryland) dan Representative Michael Oxley (Ohio) yang disangat berpengaruhi oleh Dewan dengan suara 423-3 dan oleh senat dengan suara 99-0 serta disahkan menjadi hukum oleh presiden George W. Bush. Undang-undang ini dikeluarkan sebagai respons dari Kongres Ameriksa Serikat terhadap berbagai skandal pada beberapa korporasi besar seperti Enron, Tyco International, CMS Energy, Global Crossing, HealthSouth, Quest Communication, Safety-Kleen dan Xerox yang juga melibatkan beberapa KAP yang termasuk “the big five” seperti Arthur Andersen, KPMG dan PWC.
18
Menurut Undang-undang (2002) Sarbanes Oxley Act adalah: Sarbanes-Oxley Act (Pub. L. No. 107-204, 116 Stat 745) adalah sebuah landasan hukum yang disahkan pada 23 Januari 2002 oleh kongres Amerika Serikat. Undang-undang ini dikenal sebagai Publik Company Accounting Reform and Investor Protection Act of 2002 atau undangundang perlindungan investor dan pengaturan akuntansi perusahaan publik yang seringkali disebut SOA atau Sarbanes Oxley Act.
3. Tujuan Sarbanes Oxley Act Pemerintah mengatur perusahaan melalui berbagai cara, baik melalui pembentukan undang-undang maupun berbagai peraturan pelaksanaan lainnya. Pemerintah melakukan regulasi dengan tujuan agar terjadi persaingan yang sehat diantara pelaku usaha. Selain itu juga untuk menyelaraskan ketidakseimbangan kekuatan diantara pelaku usaha, konsumen secara individu, dan masyarakat pada umumnya. Masyarakat baik dalam arti individu maupun kelompok sangat membutuhkan adanya suatu lembaga yang mengatur dan melindungi kepentingan mereka terutama terhadap barang/jasa publik. Tujuan dari adanya pengaturan tersebut adalah berkaitan dengan 5 (lima) hal sebagai berikut: a. Mengatur persaingan (regulate competition) b. Melindungi konsumen (protect consumers) c. Mendorong keadilan dan keselamatan (promote equity and safety) d. Melindungi lingkungan alam (protect natural environment) e. Adanya etika untuk mencegah dan menegakkan hukum terhadap tindakan ilegal (ethics to deter and provide for enforcement against misconduct)
19
4. Manfaat Sarbanes Oxley Act Manfaat implementasi Sarbanes Oxley Act bagi perusahaan publik, yaitu pertama, perusahaan publik akan memiliki sistem yang lebih baik, sehingga akuntabilitas dan integritas pelaporan keuangannya lebih dapat dipercaya dan diandalkan. Kedua, kepercayaan investor lebih meningkat. Ketiga, memiliki citra (image) yang positif di mata public dan pemangku kepentingan lainnya.
5. Hal-hal yang diatur dalam Sarbanes Oxley Act Dalam Sarbanes Oxley Act diatur tentang akuntansi, pengungkapan dan pembaharuan governance; yang mensyaratkan adanya pengungkapan yang lebih banyak mengenai informasi keuangan, keterangan tentang hasil-hasil yang dicapai manajemen, kode etik bagi pejabat di bidang keuangan, pembatasan kompensasi eksekutif, dan pembentukan komite audit yang independen. Selain itu diatur pula mengenai hal-hal sebagai berikut: a. Menetapkan beberapa tanggung jawab baru kepada dewan komisaris, komite audit dan pihak manajemen b. Mendirikan The Public Company Accounting Oversight Board, sebuah dewan yang independen dan bekerja full-time bagi pelaku pasar modal c. Penambahan tanggung jawab dan anggaran SEC secara signifikan d. Mendefinisikan jasa “non-audit” yang tidak boleh diberikan oleh KAP kepada klien e. Memperbesar hukuman bagi terjadinya corporate fraud
20
f. Mensyaratkan adanya aturan mengenai cara menghadapi conflicts of interest g. Menetapkan beberapa persyaratan pelaporan yang baru Dalam hal pelaporan, Sarbanes-Oxley Act mewajibkan semua perusahaan publik untuk membuat suatu sistem pelaporan yang memungkinkan bagi pegawai atau pengadu (whistleblowers) untuk melaporkan terjadinya penyimpangan. Sistem pelaporan ini diselenggarakan oleh komite audit. Perusahaan dapat menggunakan jasa pelaporan hotlines seperti ACFE’s EthicsLine. ACFE dapat membantu menyusun hotlines pengaduan yang akan menerima dan merahasiakan pengaduan, dan memberikan informasi kepada perusahaan agar dapat mengambil tindakan yang tepat. Sistem hotlines ini akan mendorong para pegawai untuk melaporkan karena mereka merasa aman dari tindakan pembalasan dari yang dilaporkan, dan inilah elemen penting dan kritis bagi program pencegahan fraud yang kuat (a robust fraud prevention program). Sarbanes-Oxley Act juga meningkatkan program perlindungan bagi pegawai yang menjadi pengadu atau pemberi informasi, yang mendapatkan perlakuan buruk dari perusahaannya setelah membeberkan adanya fraud dan membantu investigasi seperti: dipecat, didemosikan, diskors, diancam, dilecehkan dan berbagai perlakuan diskriminatif lainnya Pegawai tersebut dapat mencari perlindungan melalui Departemen Tenaga Kerja dan pengadilan distrik setempat. Dengan adanya undang-undang ini, tindakan pembalasan terhadap pengadu dianggap sebagai pelanggaran Federal (a Federal offense) sehingga
21
terdapat konsekuensi hukum pidana bagi orang yang melakukannya berupa hukuman penjara sampai dengan 10 tahun.
6. Ringkasan Isi Pokok dari Sarbanes Oxley Act a. Membentuk independent publik company board untuk mengawasi audit terhadap perusahaan publik. b. Mensyaratkan salah seorang anggota komite audit adalah orang yang ahli dalam bidang keuangan. c. Mensyaratkan untuk melakukan full disclosure kepada para pemegang saham berkaitan dengan transaksi keuangan yang bersifat kompleks. d. Mensyaratkan Chief Executive Officer (CEO) dan Chief Financial Officer (CFO) perusahaan untuk melakukan sertifikasi tentang validitas pembuatan laporan keuangan perusahaannya. Jika diketahui mereka melakukan laporan palsu, mereka akan dipenjara selama 20 tahun dan denda sebesar US$5 juta. e. Melarang kantor akuntan publik dari tawaran jasa lainnya, seperti melakukan konsultasi, ketika mereka sedang melaksanakan audit pada perusahaan yang sama. Hal ini untuk menghindari adanya benturan kepentingan (conflict of interest). f. Mensyaratkan adanya kode etik, terdaftar pada Securities and Exchange Commission (Bapepam-LK), untuk para pejabat keuangan (financial officer) Ancaman hukuman 10 tahun penjara untuk pelaku kecurangan wire and mail fraud.
22
g. Mensyaratkan mutual fund professional untuk menyampaikan suaranya pada wakil pemegang saham, sehingga memungkinkan para investor untuk mengetahui bagaimana saham mereka berpengaruh terhadap keputusan. h. Memberikan perlindungan kepada individu yang melaporkan adanya tindakan menyimpang kepada pihak yang berwenang. i. Mensyaratkan penasehat hukum perusahaan untuk mengungkap adanya penyimpangan kepada pejabat senior dan kepada dewan komisaris, jika perlu; penasehat hukum tersebut berhenti untuk bekerja sama dengan perusahaan jika manajer senior tersebut mengabaikan laporan tersebut. Terdapat 11 titles dalam Sarbanes Oxley Act (SOA) ini, yaitu: Tabel 2.1 Standards Sarbanes Oxley Act and ISO 9000
Tabel of Contents
Subject Title
Title I
Public Company Accounting Oversight Board
Title II
Auditor Independence
Title III
Corporate Fraud and Accountability
Title IV
Corporate Tax Report
Title V
White Collar Crimes Penalty Enhancements
Title VI
Corporate and Criminal Fraud Accountability
Title VII
Studies and Reports
Title VIII
Commissions Resources and Authority
Title IX
Analyst Conflict of Interest
Title X
Enhanced Financial Disclosures
Title XI
Corporate Responsibility
23
7. Seksi Sarbanes Oxley Act Terdapat banyak sekali seksi Sarbanes Oxley Act, namun penulis hanya akan membahas seksi Sarbanes Oxley Act yang berkaitan dengan skripsi ini saja, diantaranya yaitu: a. Penjelasan Sarbanes Oxley Act Seksi 302 Sarbanes Oxley Act seksi 302 ini membahas bahwa CEO dan CFO diwajibkan untuk melaporkan sertifikasi triwulanan dan tahunan kepada SEC, termasuk pengendalian internal dan prosedur pengungkapan (disclosure control and procedure). DCP (Disclosure Controls and Procedures) atau “Pengendalian dan Prosedur Pengungkapan” adalah pengendalian dan prosedur yang dirancang dan dijalankan untuk memberikan keyakinan bahwa semua informasi keuangan dan nonkeuangan yang wajib diungkapkan dalam laporan Perusahaan yang disampaikan atau diserahkan ke Lembaga Pasar Modal (definisi berdasarkan SEC). Sesuai
dengan
interpretasi
SEC
tersebut,
maka
cakupan
dari
pengendalian dan prosedur pengungkapan tidak terbatas pada pengendalian internal
dalam
mengikutsertakan
rangka
penyajian
pengendalian
laporan
untuk
keuangan
memberikan
tetapi
juga
keyakinan
atas
kepatuhan (compliance) terhadap persyaratan penyusunan disclosure SEC diluar laporan keuangan. b. Penjelasan Sarbanes Oxley Act Seksi 404
24
Sarbanes Oxley Act seksi 404 ini mewajibkan perusahaan untuk melaporkan efektivitas prosedur dan pengendalian internal dalam rangka pelaporan keuangan (internal control over financial reporting), bersama dengan atestasi dari auditor eksternal mengenai laporan tersebut. Internal kontrol yang harus dievaluasi ada dua level, yaitu: 1) Entity Level Dalam entity level ini dievaluasi aktivitas kontrol yang dilakukan oleh top manajemen yang berpengaruh pada efektifitas transactional control (soft control), contoh: a) Komitmen dari pimpinan puncak (tone at the top) b) Code of conduct c) Inventarisasi aktiva tetap d) No budget no activity e) Pemahaman tentang US GAAP Beberapa aktivitas kontrol yang dilakukan oleh top manajemen. a) Lingkungan pengendalian i. Penetapan dan implementasi Etika Bisnis ii. Penetapan
dan
implementasi
GCG
(Good
Corporate
Governance) iii. Penetapan dan implementasi Whistle Blower Program iv. Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang Indonesian GAAP dan US GAAP.
25
v. Kepatuhan terhadap semua peraturan dan perundangan yang berlaku vi. Standarisasi organisasi b) Penilaian Risiko Membangun EWRM (Enterprise Wide Risk Management) c) Aktivitas Pengendalian i. Pembentukan Disclosure Committee ii. Membuat mekanisme DCP (Disclosure Control and Procedure) iii. Analisis kebijakan akuntansi iv. Membangun BCP (Business Continuity Plan) v. Membangun DRP (Disaster Recovery Plan) d) Informasi dan Komunikasi Membangun jalur komunikasi dan koordinasi internal e) Pengawasan i. Pengembangan fungsi Internal Audit dan pembentukan Internal Audit Charter ii. Mekanisme Self Assessment untuk BOC dan Komite Audit, serta penilaian Komite Audit iii. Mekanisme IT Gencon iv. Pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan IT v. Periodic entity level control assessment vi. SOA compliance tools
26
2) Transactional Level Dalam transactional level ini dievaluasi aktifitas kontrol yang dilakukan pada tiap proses bisnis dengan tujuan untuk mencegah dan mendeteksi kesalahan dan kecurangan untuk safeguarding asset (hard control/physical control), contoh yang dilakukan pada: a) Proses aktivasi b) Proses billing c) Penerimaan pendapatan d) Klaim dan restitusi 8. Peran dan Tanggung Jawab Sarbanes Oxley Act Dalam mengimplementasikan Sarbanes Oxley Act, perusahaan atau organisasi harus dibantu oleh orang yang mempunyai peran dan tanggung jawabnya masing-masing, diantaranya yaitu: a. Komisaris bertanggung jawab dan berwenang mengawasi penerapan pengendalian intern oleh direksi, dan memberikan nasehat kepada direksi jika dipandang perlu, serta harus memantau efektivitas penerapan pengendalian intern secara periodik. b. Direksi dan senior manajemen harus menerapkan suatu sistem pengendalian yang efektif untuk mengamankan investasi dan aset perusahaan. c. Komite Audit membantu komisaris dalam melakukan pemantauan berkala
atas
efektivitas
sistem
pengendalian
intern,
dengan
27
memanfaatkan laporan hasil pengujian efektivitas pengendalian intern oleh Internal Auditor Groups (IAG). d. Internal Auditor Groups (IAG), membantu direksi untuk melakukan pengujian secara periodik atas efektivitas kegiatan pengendalian intern, serta menyampaikan laporannya kepada direksi dan tembusannya kepada komite audit. e. Manajemen senior dan pegawai perseroan, wajib memahami dan melaksanakan sistem pengendalian intern yang telah ditetapkan.
9. Kewajiban Pengguna Sarbanes Oxley Act a. Kewajiban komite audit: 1. Independen dari Issuer. Anggota komite audit harus independen. Agar dapat dikatakan independen, anggota komite audit tidak boleh menerima bayaran dari segala konsultasi, saran, atau kompensasi lainnya dari issuer atau menjadi “affiliated person” dari issuer atau subsidiarynya. b. Kewajiban Dewan & Pimpinan Perusahaan 1. Ketentuan kriminal yang lain mewajibkan signing officer yang menyatakan setiap laporan periodik berisi laporan keuangan mengikuti securities laws dan bahwa informasi dalam laporan tersebut disajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, kondisi keuangan dan hasil dari operasi perusahaan. Kelalaian terhadap hal diatas merupakan tindakan kejahatan, dan dapat dihukum sampai
28
dengan sepuluh tahun penjara. Pelanggaran yang disengaja dapat dihukum denda maksimal 5 juta dollar dan/atau penjara maksimal 20 tahun. 2. SEC dapat memecat Pejabat dan Direksi yang “Unfit”: Sarbanes Oxley Act memberikan SEC kewenangan untuk menghentikan personel yang tidak layak menjadi pejabat atau direksi dari perusahaan publik. (Catatan: berdasarkan hukum yang sekarang berlaku, SEC harus ke pengadilan untuk memperoleh kewenangan tersebut, dan standarnya adalah “substansial unfitness”) 3. Sarbanes Oxley Act memberikan kekuasaan kepada SEC untuk membekukan sementara bayaran kepada pejabat perusahaan: Sarbanes Oxley Act memberikan wewenang kepada SEC untuk sementara membekukan pembayaran kepada pejabat perusahaan menunggu selesainya investigasi atas securities fraud.
10. Bentuk Sertifikasi Peraturan-peraturan yang telah dijelaskan di atas memiliki sertifikasi untuk pengendalian intern atas pelaporan keuangan. Bentuk sertifikasi dan pengendalian intern tersebut tidak dijelaskan secara spesifik, akan tetapi butirbutir penting yang harus terdapat di dalam sertifikasi tersebut adalah:
29
a. Kelemahan material Kelemahan material tersebut harus diungkapkan kepada komite audit dan auditor independen setiap triwulannya dan diberitahukan kepada masyarakat melalui laporan tahunan pengendaliain intern. b. Defisiensi yang signifikan Kelemahan material tersebut harus diungkapkan kepada komite audit dan auditor independen, akan tetapi jika kelemahan yang terjadi tidak material maka tidak perlu diberitahukan kepada masyarakat melalui laporan tahunan pengendalian intern. c. Kecurangan-kecurangan yang terjadi Setiap kecurangan yang terjadi baik itu material maupun tidak material tetap harus diungkapkan kepada komite audit dan auditor independen setiap triwulannya. d. Perubahan yang signifikan Perubahan ini harus diungkapkan kepada publik dalam laporan triwulanan. Butir-butir di atas yang telah dijelaskan tersebut membantu manajemen dalam menentukan pengendalian intern dalam laporan keuangan. Hal tersebut juga membantu manajemen menentukan beberapa kelemahan yang material yang terjadi terhadap pengendalian intern atas laporan keuangan. Pada butir “kelemahan material” dan “defisiensi yang signifikan”, kedua butir tersebut merupakan definisi dalam mendesain atau operasi dari pengendalian intern yang
dapat
mempengaruhi
kemampuan
perusahaan
dalam
mencatat,
30
memproses dan melaporkan data yang merupakan pernyataan dari pihak manajemen. “Kelemahan material” merupakan defisiensi yang utama dibandingkan dengan “Defisiensi yang signifikan”, karena pada dasarnya defisiensi yang signifikan tersebut dapat juga dikatakan sebagai kelemahan yang material dalam perusahaan yang mempengaruhi pengendalian intern atas laporan keuangan. Sertifikasi tersebut harus sesuai dengan bentuk yang telah ditentukan yang nantinya akan mempengaruhi laporan pengendalian intern. Susunan kata merupakan persyaratan dalam sertifikasi tersebut yang tidak dapat digantikan, walaupun juga perubahan tersebut dibutuhkan.
11. Pertanggungjawaban atas sertifikasi Walaupun seksi 302 isinya dianggap dibawah Exchange Act, namun pada kenyataannya seksi 302 tersebut merupakan subjek dari pertanggungjawaban perdata pada seksi 18 di dalam Exchange Act. Hal tersebut secara otomatis langsung menjadi bagian Security Exchange, yang kemudian lebih dijelaskan lagi dalam seksi 18 tentang pertanggungjawaban yang terdapat pada Security Act. Pegawai yang menyediakan sertifikasi yang tidak sebenarnya (palsu) dapat dijadikan subjek dari SEC atas pelanggaran terhadap laporan yang diberikan sebagai syarat dari Exchange Act dan SEC, dan tindakan atas pelanggaran terhadap ketetapan fraud dalam hukum sekuritas yang terdapat dalam Exchange Act.
31
CEO dan CFO yang menandatangani laporan dalam perusahaan sehingga bisa saja memberikan pernyataan yang menyesatkan ataupun penghilangan data, namun dengan adanya standar anti fraud dan SEC
siapa saja yang
melakukan tindakan tersebut, memberikan bantuan atau berkoalisi untuk memberikan pernyataan yang menyesatkan berarti mereka telah melanggar hukum sekuritas. 12. Konsekuensi Bagi Issuer a. PCAOB dapat memaksa melihat testimony dan kertas kerja audit yang berhubungan dengan issuer. Dewan dapat menerima testimony atau dokumentasi atau informasi milik KAP atau “associated person” dari KAP yang relevan dengan investigasi. PCAOB juga dapat meminta dokumen dan testimoni dari pihak lain termasuk issuer. Jika diperlukan, PCAOB dapat meminta SEC mengeluarkan panggilan tertulis untuk membantu PCAOB dalam penyelidikannya. b. Issuer akan diminta tanggung jawabnya apabila berhubungan dengan auditor yang telah disuspen atau dicabut izinnya: Sarbanes Oxley Act melarang issuer memperkerjakan seseorang yang telah disuspen atau dicabut izinnya dari asosiasi yang berhubungan dengan KAP. c. Issuer akan mendanai biaya operasional PCAOB dan FASB: Sarbanes Oxley Act memberikan kewenangan kepada PCAOB untuk mencari dana dengan meminta issuer membayar “annual accounting support fee”. Issuer juga bertanggung jawab untuk mendanai FASB.
32
d. Issuer harus menunggu satu tahun sebelum mempekerjakan anggota Audit menjadi CEO, CFO, CAO atau yang sejajar: Sarbanes Oxley Act menyatakan bahwa KAP tidak dapat memberikan jasa audit kepada perusahaan publik jika chief executive officer, controller, chief financial officer, chief accounting officer atau yang sederajat dari perusahaan tersebut, sebelumnya bekerja di KAP tersebut dan bekerja di perusahaan selama satu tahun sebelum dimulainya jasa audit. e. Issuer harus menyediakan dana yang memadai bagi Komite Audit: Issuer harus menyediakan dana yang sesuai, seperti yang ditentukan oleh komite audit, untuk pembayaran kompensasi kepada auditor dan penasihat yang dipekerjakan oleh komite audit. f. Issuer harus mengungkap transaksi Off-Balance Sheet: SEC harus menerbitkan peraturan yang mewajibkan laporan keuangan tahunan dan tiga bulanan mengungkapkan semua transaksi off-balance sheet, arrangement, obligations, dan hubungan lainnya dari issuer yang berdampak material kepada kondisi keuangan issuer sekarang maupun yang akan datang. g. Issuer harus reconcile proforma informasi dengan GAAP dan tidak mengabaikan informasi yang membuat pelaporan keuangan yang menyesatkan: SEC harus mengeluarkan peraturan yang menyatakan pengungkapan informasi keuangan proforma harus di reconcile dengan GAAP dan tidak menyesatkan.
33
h. Issuer harus mengungkapkan apakah mereka mengadopsi kode etik untuk pimpinan senior: SEC harus mengeluarkan peraturan yang mewajibkan
perusahaan
untuk
mengungkapkan
apakah
mereka
mengadopsi kode etik untuk pimpinan senior. Jika tidak, issuer harus menjelaskan alasan mengapa mereka tidak memakai kode etik tersebut. i. Issuer harus mengungkapkan adanya “Ahli Keuangan” dalam Komite Audit: SEC harus mengeluarkan peraturan yang mewajibkan issuer untuk mengungkapkan bahwa komite audit memiliki setidaknya seorang “ahli keuangan” sesuai dengan terminologi SEC (jika tidak ada harus dijelaskan alasannya), dan menilai apakah orang tersebut mempunyai pendidikan atau pengalaman yang cukup untuk “memahami GAAP dan laporan keuangan”, “pengalaman dalam menyiapkan atau mengaudit laporan keuangan dari beberapa issuer”, “aplikasi dari prinsip tersebut berhubungan dengan akuntansi untuk estimasi, accrual dan reserve”, “pengalaman dengan internal accounting controls”, dan “pemahaman fungsi komite audit”. j. Sarbanes Oxley Act menetapkan hukuman kriminal baru bagi yang menghalangi keadilan dengan merusakkan dokumen: Sarbanes Oxley Act membuat hukuman kriminal baru untuk yang menghalangi pekerjaan agen federal atau pejabat lainnya dengan cara merusakan catatan. Sarbanes Oxley Act menetapkan 20 tahun penjara apabila diketahui melakukan
pengrusakkan
atau
membuat
bukti
dengan
menghalangi penyelidikan federal atau masalah kebangkrutan.
tujuan
34
k. Sarbanes Oxley Act merubah hukum kebangkrutan berkenaan dengan kewajiban pada pelanggaran Securities Laws: Sarbanes Oxley Act mengamandemen federal bankruptcy code sehingga kewajiban yang timbul dari pelanggaran securities law tidak dapat dibebaskan karena kebangkrutan. l. Sarbanes Oxley Act memperpanjang jangka waktu kadaluarsa untuk kasus penipuan sekuritas: Sarbanes Oxley Act memperpanjang jangka waktu kadaluarsa bagi tuntutan hukum penipuan dari satu tahun setelah tanggal penemuan fakta pelanggaran dan tiga tahun setelah penipuan ke dua tahun dari penemuan dan lima tahun setelah penipuan. m. Sarbanes Oxley Act membuat proteksi “Whistleblower” yang baru bagi pegawai issuer. Sarbanes Oxley Act memberikan perlindungan whistleblower kepada pegawai perusahaan publik ketika mereka mengungkapkan informasi atau membantu mendeteksi dan menghentikan fraud. n. Sarbanes Oxley Act membuat hukuman kriminal baru bagi yang menipu pemegang saham perusahaan publik: Sarbanes Oxley Act menetapkan bahwa siapapun yang “knowingly” menipu pemegang saham perusahaan publik dapat dikenakan hukuman denda dan penjara maksimum 25 tahun. o. Sarbanes Oxley Act meningkatkan hukuman bagi kejahatan “Kerah Putih”: Sarbanes Oxley Act menaikkan waktu hukuman penjara bagi konspirasi, penipuan melalui surat dan telegram, pelanggaran ERISA (the
35
Employee Retirement Income Security Act), pelanggaran Exchange Act, dan pembalasan dendam terhadap informan. 13. Kelebihan dan Keterbatasan Sarbanes Oxley Act a. Kelebihan Sarbanes Oxley Act 1) Tanggung Jawab Perusahaan Undang-undang ini menekankan dan meminta perusahaan untuk bertanggung jawab secara terafiliasi. Manajemen harus membuat pernyataan bahwa laporan keuangan telah disajikan secara akurat dan tidak menimbulkan salah tafsir. Selain itu, pernyataan manajemen juga harus mencakup bahwa laporan keuangan yang disajikan telah menerapkan sistem pengawasan internal yang sehat. Komite audit harus berperan aktif antara lain dengan melakukan pengawasan ketat terhadap auditor, melakukan pemisahan antara audit service dengan non-audit service dan melakukan persangat berpengaruhan dan pengungkapan atas semua jasa non-audit. 2) Auditor Walaupun selama ini sudah diatur tentang independensi akuntan publik tetapi dalam undang-undang ini diperketat lagi kewajiban mempertahankan independensi akuntan dan membentuk Dewan Pengawas Akuntan Publik. Undang-undang ini melarang pemberian jasa non-audit diluar jasa perpajakan dan juga mencantumkan adanya kewajiban untuk melakukan tugas bergilir terhadap pelaksana dan penanggung jawab audit.
36
3) Perluasan Pengungkapan Dalam undang-undang ini ada beberapa hal yang wajib diungkapkan, antara lain: penilaian setiap tahun oleh manajemen dan auditor terhadap sistem pengawasan internal, kewajiban untuk menyajikan laporan proforma, pelaporan transaksi saham internal dalam jangka waktu dua hari, pengungkapan semua pembiayaan yang bersifat offbalance sheet dan pembiayaan yang bersifat kontijensi (seperti pada industri perbankan), dan beberapa informasi tertentu yang dianggap penting harus dilaporkan secara real time. 4) Analis Saham Analis saham harus mendapatkan pengungkapan terhadap informasi yang berkenaan dengan kemungkinan adanya konflik kepentingan (conflict of interest). 5) Securities Exchange Committee (SEC) SEC memperluas objek reviewnya terhadap laporan keuangan perusahaan, meningkatkan kekuasan untuk memaksa perusahaan melaksanakan peraturannya dan menaikkan biaya hukuman terhadap setiap pelanggaran UU pasar modal. b. Kekurangan Sarbanes Oxley Act Sarbanes Oxley Act memberikan beberapa perhatian untuk pengendalian internal terbukti dengan adanya jasa hotlines yang disediakan untuk proses pelaporan frauds yang disaksikan oleh pegawai dan perlindungan terhadap pegawai tersebut atas pelaporannya. Tapi sayangnya Sarbanes
37
Oxley Act memiliki beberapa kelemahan, yang pertama adalah memfokuskan pada pemberian sanksi dan perlakuan terhadap subjek, namun pada kenyataannya kebanyakan kasus fraud yang terjadi bukan hanya terjadi karena individu yang melakukannya (Moral Hazard) tapi lebih dikarenakan adanya permainan dalam sistem. Oleh karena itu, terdapatlah limitation of Internal Controls yang berarti kebanyakan kegagalan yang terjadi dalam internal controls ini, dengan sengaja melakukan pelanggaran dan bersepakat secara bersama-sama menyeleweng. Dan sampai saat ini belum ada sistem yang dapat menakut-nakuti orang-orang yang memiliki peluang untuk melakukan kecurangan baik dalam lingkup manajemen ataupun individu. Efek sanksi dengan adanya Sarbanes Oxley Act nampaknya tidak terlalu ampuh untuk dipopulerkan. Ini terbukti dengan terjadinya kasus frauds untuk kesekian kalinya di Amerika yang secara menyeluruh mengadopsi Sarbanes Oxley Act. Bahkan terjadi beberapa kasus fraud lebih parah dan sampai-sampai menyebabkan kerusakan ekonomi global. Ada komponen lain yang menyebabkan internal controls tidak berjalan secara semestinya, yaitu ketika moral hazard atas individu yang terjadi dalam sebuah perusahaan sudah tersistem. Contoh kasusnya adalah AIG yang merupakan salah satu perusahaan asuransi besar didunia. Hedge Fund dan peluang pengendalian uang yang besar oleh manajemen menjadi daya tarik tersendiri untuk melakukan skandal keuangan.
38
Pengendalian dan pengontrolan terhadap manajemen perusahaan tidak hanya dilakukan oleh komite audit tapi juga harus sejalan dengan regulasi dan pengontrolan yang dilakukan oleh pemerintah. Selain itu, daya pikir kritis terhadap kondisi sebuah perusahaan yang sudah dianggap baik haruslah ditingkatkan. Inspeksi keuangan pada sebuah perusahaan harus dilakukan secara berkala agar pendeteksian kecurangan bisa ditemukan lebih awal. Pembuatan regulasi dan sanksi luar biasa dalam pengendalian moral hazard harus dilakukan agar tidak terjadi suatu kegagalan sistemik yang akan mengakibatkan semua instrumen pengendalian baik regulasi pemerintah, kode etik perusahaan, maupun nilai-nilai/budaya dalam perusahaan harus kembali diperbaiki lagi dari awal.
D. Pelaporan Keuangan 1. Keandalan pelaporan Keuangan Baik buruknya kualitas perusahaan dapat dilihat dari sehat atau tidaknya perusahaan tersebut. Laporan keuangan merupakan salah satu alat ukur yang digunakan oleh para pemakai laporan keuangan dalam mengukur atau menentukan sejauh mana kualitas perusahaan. Kinerja suatu perusahaan dapat dilihat melalui laporan keuangan perusahaan tersebut. Dari laporan keuangan tersebut, dapat diketahui keadaan financial dan hasil-hasil yang telah dicapai perusahaan selama periode tertentu.
39
2. Karakteristik Kualitatif Laporan Keuangan Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2007:5) karakteristik kualitatif merupakan ciri khas yang membuat informasi dalam laporan keuangan berguna bagi pemakai. Terdapat empat karakteristik kualitatif pokok yaitu: a. Dapat dipahami b. Relevan c. keandalan d. Dapat diperbandingkan Penjelasan dari karakteristik kualitatif pokok adalah sebagai berikut: a. Dapat dipahami Kualitas penting informasi dalam laporan keuangan adalah kemudahan untuk segera dapat dipahami oleh pemakai. Untuk maksud ini, pemakai diasumsikan memiliki pengetahuan yang memadai tentang aktifitas ekonomi dan bisnis, akuntansi, serta kemauan untuk mempelajari informasi dengan ketekunan yang wajar. Namun demikian, informasi kompleks yang seharusnya dimasukkan dalam laporan keuangan tidak dapat dikeluarkan hanya atas dasar pertimbangan bahwa informasi tersebut terlalu sulit untuk dapat dipahami oleh pemakai tertentu. b. Relevan Agar bermanfaat, informasi harus relevan untuk memenuhi kebutuhan pemakai dalam proses pengambilan keputusan. Informasi memiliki kualitas relevan jika dapat mempengaruhi keputusan ekonomi pemakai dengan membantu mereka mengevaluasi peristiwa masa lalu, masa kini,
40
dan masa depan, menegaskan atau mengoreksi, hasil evaluasi mereka di masa lalu. Peran
informasi
dalam
peramalan
(predictive)
dan
penegasan
(confirmatory) berkaitan satu sama lain. Misalnya, informasi struktur dan besarnya aktiva yang dimiliki bermanfaat bagi pemakai ketika mereka berusaha meramalkan kemampuan perusahaan dalam memanfaatkan peluang dan bereaksi terhadap situasi yang merugikan. Informasi yang sama juga berperan dalam memberikan penegasan terhadap prediksi yang lalu, misalnya, tentang bagaimana struktur keuangan perusahaan diharapkan tersusun atau tentang hasil dari operasi yang direncanakan. Relevansi informasi dipengaruhi oleh hakikat dan materialitasnya. Dalam beberapa kasus, hakikat informasi saja sudah cukup untuk menentukan relevansinya.
Misalnya,
pelaporan
suatu
segmen
harus
dapat
mempengaruhi penilaian resiko dan peluang yang dihadapi perusahaan tanpa mempertimbangkan materialitas dari hasil yang dicapai segmen baru tersebut dalam periode pelaporan. Informasi dipandang material jika kelalaian untuk mencantumkan atau kesalahan dalam mencatat informasi tersebut dapat mempengaruhi keputusan ekonomi pemakai yang diambil atas dasar laporan keuangan. Materialitas tergantung pada besarnya pos atau kesalahan yang dinilai sesuai dengan situasi khusus dari kelalaian dalam mencantumkan atau kesalahan dalam mencatat. Karenanya materialitas lebih merupakan
41
suatu ambang batas titik pemisah dari pada suatu karakteristik kualitatif pokok yang harus dimiliki agar informasi dipandang berguna. c. Keandalan Agar bermanfaat, suatu informasi harus andal (reliable). Informasi memiliki kualitas andal jika bebas dari pengertian yang menyesatkan, kesalahan material dan dapat diandalkan pemakaiannya sebagai penyajian yang tulus dan jujur (faithful representation) dari yang seharusnya disajikan atau yang secara wajar diharapkan dapat disajikan. Informasi mungkin relevan, tetapi jika hakikat atau penyajiannya tidak dapat diandalkan maka penggunaan informasi tersebut secara potensial dapat menyesatkan. Misalnya, jika kesalahan dan jumlah tuntutan dalam suatu tindakan hukum masih dipersengketakan, mungkin tidak tepat bagi perusahaan untuk mengakui jumlah seluruh tuntutan tersebut dalam neraca, meskipun mungkin tepat untuk mengungkapkan jumlah serta keandalan dari tuntutan tersebut. Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2007:5) keandalan terdiri atas: 1) Penyajian Jujur 2) Substansi Mengungguli Bentuk 3) Netralitas 4) Pertimbangan Sehat 5) Kelengkapan
42
3. Tujuan Laporan Keuangan Tujuan laporan keuangan menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2007:4) adalah sebagai berikut: “Tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi.”
Laporan keuangan yang disusun untuk tujuan ini memenuhi kebutuhan bersama sebagian besar pemakai. Namun demikian, laporan keuangan tidak menyediakan semua informasi yang mungkin dibutuhkan pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi karena secara umum menggambarkan pengaruh keuangan dari kejadian di masa lalu, dan tidak diwajibkan untuk menyediakan informasi non keuangan. Laporan keuangan juga menunjukan apa yang telah dilakukan manajemen (stewardship), atau pertanggungjawaban manajemen berbuat demikian agar mereka dapat membuat keputusan ekonomi; keputusan ini mungkin mencakup, misalnya keputusan untuk menahan atau menjual investasi mereka dalam perusahaan atau keputusan untuk mengangkat kembali atau mengganti manajemen. Menurut Sofyan (2002:120), laporan keuangan merupakan komoditi yang bermanfaat dan dibutuhkan masyarakat, karena dapat memberikan informasi yang dibutuhkan para pemakainya dalam dunia bisnis yang dapat menghasilkan keuntungan. Dengan membaca laporan keuangan dengan tepat seseorang
dapat
melakukan
tindakan
ekonomi
menyangkut
lembaga
43
perusahaan yang dilaporkan dan diharapkan akan menghasilkan keuntungan baginya.
E. Auditing 1. Pengertian Audit Audit memberikan nilai tambah bagi laporan keuangan perusahaan, karena dengan dilakukan audit oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) sebagai pihak yang ahli dan independen maka perusahaan akan diberikan pendapat atau opini audit mengenai kewajaran laporan keuangannya. Auditing menurut Sukrisno Agoes (2004 : 3) adalah sebagai berikut: Suatu pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan sistematis, oleh pihak yang independen, terhadap laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen, beserta catatan-catatan pembukuan dan bukti-bukti pendukungnya, dengan tujuan untuk dapat memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut.
2. Jenis- jenis Audit a. Ditinjau dari luasnya pemeriksaan, audit dapat dibedakan menjadi: 1) General Audit (Pemeriksaan Umum) Suatu pemeriksaan umum atas laporan keuangan yang dilakukan Kantor Akuntan Publik independen dengan tujuan untuk bisa memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan. Pemeriksaan tersebut harus dilakukan sesuai dengan Standar Profesional/Akuntan Publik dan memperhatikan Kode Etik Akuntan Indonesia serta Standar Pengendalian Mutu.
44
2) Special Audit (Pemeriksaan Khusus) Suatu pemeriksaan terbatas (sesuai dengan permintaan auditee) yang dilakukan
oleh
KAP
yang
independen,
dan
pada
akhir
pemeriksaannya auditor tidak perlu memberikan pendapat terhadap kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan. Pendapat yang diberikan terbatas pada pos atau masalah tertentu yang diperiksa, karena prosedur audit yang dilakukan juga terbatas. b. Ditinjau dari jenis pemeriksaan, audit dapat dibedakan atas: 1) Management Audit (Operasional Audit) Suatu pemeriksaan terhadap kegiatan operasi suatu perusahaan, termasuk kebijakan akuntansi dan kebijakan operasional yang telah ditentukan oleh manajemen, untuk mengetahui apakah kegiatan operasi tersebut sudah dilakukan secara efektif, efisien dan ekonomis. 2) Compliance Audit (Pemeriksaan Ketaatan) Pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui apakah perusahaan sudah mentaati peraturan-peraturan dan kebijakan-kebijakan yang berlaku, baik yang ditetapkan oleh pihak intern perusahaan (manajemen, dewan komisaris) maupun pihak ekstern (Pemerintah, Bapepam, Bank Indonesia, Direktorat Jenderal Pajak, dan lain-lain). Pemeriksaan bisa dilakukan baik oleh KAP maupun bagian Internal Audit.
45
3) Internal Audit Pemeriksaan yang dilakukan oleh bagian internal audit perusahaan, baik terhadap laporan keuangan dan catatan akuntansi perusahaan, maupun
ketaatan terhadap kebijakan manajemen
yang telah
ditentukan. Pemeriksaan yang dilakukan internal auditor biasanya lebih rinci dibandingkan dengan pemeriksaan umum yang dilakukan oleh KAP. Internal auditor biasanya tidak memberikan opini terhadap kewajaran laporan keuangan, karena pihak-pihak diluar perusahaan menganggap internal
auditor,
yang merupakan orang dalam
perusahaan, tidak independen. 4) Computer Audit Pemeriksaan oleh KAP terhadap perusahaan yang memproses data akuntansinya
dengan
menggunakan
EDP
(Elektronic
Data
Processing) System.
3. Jenis-jenis Pendapat Akuntan Menurut Standar Profesional Akuntan Publik (PSA 29 SA Seksi 508), ada lima jenis pendapat akuntan, yaitu: a. Pendapat wajar tanpa pengecualian (Unqualified Opinion) b. Pendapat wajar tanpa pengecualian dengan bahasa penjelasan yang ditambahkan dalam laporan audit bentuk baku (Unqualified opinion with explanatory language) c. Pendapat wajar dengan pengecualian (Qualified Opinion)
46
d. Pendapat tidak wajar (Adverse Opinion) e. Pendapat tidak memberikan pendapat (Disclaimer Opinion)
F. Hubungan Penerapan Sarbanes Oxley Act of 2002 dengan Keandalan Pelaporan Keuangan Pengendalian Intern merupakan metode yang berguna bagi manajemen untuk menjaga kekayaan organisasi, meningkatkan efektivitas dan efisiensi kinerja. Disamping itu, sistem pengendalian intern dapat mengendalikan ketelitian dan akurasi pencatatan data akuntansi. Menurut Arens, Elder dan Beasley (2008:370) yang dialihbahasakan oleh Herman Wibowo, tujuan umum pengendalian intern adalah sebagai berikut: “1. Effectiveness and efficiency of operations 2.
Reliability of financial reporting
3.
Complience with external laws and regulations”
Definisi “Disclosure Controls and Procedures (pengendalian dan prosedur pengungkapan) adalah pengendalian dan prosedur yang dirancang dan dijalankan untuk memberikan keyakinan yang memadai bahwa semua informasi keuangan dan non-keuangan yang wajib diungkapkan dalam laporan perusahaan yang disampaikan atau diserahkan ke otoritas pasar modal (stock exchange) telah dikumpulkan, diperiksa, dicatat, diproses, diikhtisarkan dan disampaikan secara tepat waktu akurat dan dapat diandalkan sesuai dengan tenggang waktu yang telah ditetapkan di dalam peraturan otoritas pasar modal.
47
Pengendalian intern dirancang untuk menjamin bahwa proses pengolahan data akuntansi akan menghasilkan informasi keuangan yang teliti dan andal. Oleh karena itu, pengendalian intern merupakan alat bantu manajemen untuk menyediakan laporan keuangan yang dapat diandalkan. Epstein dan Manzoni (2006:160) menyatakan bahwa: “More recently, new regulation and laws have been extending the regulatory framework for corporate governance to the finance organization (and to the CFO). Among others, the Sarbanes-Oxley Act (2002) in the US has imposed additional requirements on listed companies, by indtroducing new responsibilities for the the trustworthiness and reliability of the financial reports (section 302).”
Dari definisi di atas dapat diartikan Disclosure Controls and Procedures (pengendalian dan prosedur pengungkapan) memberikan kontribusi yang besar dalam menghasilkan informasi keuangan dan non keuangan yang andal. Sertifikasi internal control pada Section 302 memberikan jaminan bahwa CEO dan CFO telah memeriksa dan mereview pengendalian intern dalam perusahaannya, sehingga laporan keuangan yang dihasilkan dapat dikatakan andal. Sehingga Efektivitas pengendalian berbasis Sarbanes Oxley Act 2002 Section 302 memberikan kontribusi dalam menciptakan keandalan pelaporan keuangan.
G. Pengaruh Penerapan Sarbanes Oxley Act of 2002 terhadap Opini Auditor Independen. Petunjuk Teknis LKPD (Laporan Keuangan Pemerintah Daerah) dan LKPP (Laporan Keuangan Pemerintah Pusat) Tahun 2007 menyatakan bahwa dasar
48
penetapan opini (menyadur dari UU No 15 tahun 2004) yaitu: kesesuaian dengan standar
akuntansi
pemerintahan,
kecukupan
pengungkapan
(adequate
disclousure), kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, efektivitas sistem pengendalian intern. Di samping itu, di dalam penetapan opini pemeriksa, pemeriksa mempertimbangkan SPKN, pembatasan lingkup pemeriksaan oleh pemerintah atau kondisi, keandalan SPI, ketidaksesuaian dan ketidakcukupan pengungkapan LKPD dengan SAP dikaitkan dengan tingkat materialitas yang telah ditetapkan, dan tanggapan pemerintah daerah atas hasil pemeriksaan. Sistem pengendalian intern (SPI) yang memadai menjadi salah satu kondisi yang dipertanyakan sebelum menentukan opini. Jika SPI tidak memadai maka harus ada prosedur pemeriksaan lain. Dan ketika prosedur pemeriksaan lain tidak bisa dilakukan maka opini disclaimer diberikan. Namun, jika SPI memadai maka masuk ke kriteria lainnya yaitu apakah Laporan Keuangan sesuai dengan PABU ataukah tidak. Menurut Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan Keuangan (Keputusan Badan Pemeriksan Keuangan Republik Indonesia Nomor 04/K/I-XII.2/5/2008) dalam pengujian desain sistem pengendalian intern, pemeriksa mengevaluasi apakah SPI telah didesain secara memadai dan dapat meminimalisasi secara relatif salah saji dan kecurangan. Sementara itu, pengujian implementasi SPI dilakukan dengan melihat pelaksanaan pengendalian pada kegiatan atau transaksi yang dilakukan oleh pihak yang terperiksa. Selanjutnya, pengujian SPI merupakan dasar pengujian substantif selanjutnya yang akan dilakukan oleh auditor. Selain berfungsi sebagai salah satu kriteria dalam penetapan opini, hasil pengujian atas
49
SPI harus dituangkan dalam sebuah LHP SPI dalam hal jika dan hanya jika ditemukan kelemahan-kelemahan pengendalian intern selama pelaksanaan pemeriksaan. Konrath (2002) dan Boyton&Raymond (2006) menjelaskan bahwa penilaian atas sistem pengendalian intern bukanlah untuk menentukan jenis opini yang akan diberikan. Konrath (2002) menyatakan bahwa berdasarkan standar pekerjaan lapangan audit kedua, mengharuskan auditor memperoleh pemahaman yang memadai atas SPI auditee guna merencanakan audit dan menentukan sifat, waktu dan luas pengujian yang akan dilakukan. Tujuannya adalah auditor mampu mengevaluasi kemungkinan adanya salah saji material pada laporan keuangan auditee.
H. Pengaruh Keandalan Pelaporan Keuangan terhadap Opini Auditor Independen Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2009:31) : “Agar bermanfaat, informasi juga harus andal (reliable). Inforfmasi memiliki kualitas andal jika bebas dari pengertian yang menyesatkan, kesalahan material, dan dapat diandalkan pemakainya sebagai penyajian yang tulus atau jujur (faithful representation) dari yang seharusnya disajikan atau yang secara wajar diharapkan dapat disajikan”.
Jadi laporan keuangan yang andal adalah pelaporan keuangan yang bebas dari salah saji material. Menurut Arens (2008:58) yang dialihbahasakan oleh Herman Wibowo, menyatakan bahwa berdasarkan adanya salah saji material tersebut auditor menyatakan pendapat atau opini atas pelaporan keuangan. Hal ini dapat dilihat
50
dari paragraf ruang lingkup dan paragraf pendapat dalam laporan audit bentuk baku. Boynton & Kell (2002:50) menyatakan bahwa tujuan utama audit atas laporan keuangan bukan untuk menciptakan informasi baru melainkan untuk menambah keandalan laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen. Dan berlaku sebaliknya, auditor memberikan opini atas pelaporan keuangan berdasarkan ada tidaknya salah saji material dan kesesuaian dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Informasi yang bebas dari salah saji ini merupakan salah satu definisi dari informasi yang andal.
I. Pengaruh Penerapan Sarbanes Oxley Act of 2002 dan Keandalan Pelaporan Keuangan terhadap Opini Auditor Independen Arens, Elder dan Beasley (2008:370) yang dialihbahasakan oleh Herman Wibowo, menyatakan bahwa salah satu tujuan dari pengendalian intern adalah untuk menciptakan keandalan (reliability) atas pelaporan keuangan. Arens, Elder dan Beasley (2008:370) juga menyatakan bahwa: “Manajemen bertanggung jawab untuk menyiapkan laporan bagi para investor, kreditor dan pemakai lainnya. Manajemen memikul baik tanggung jawab hukum maupun professional untuk memastikan bahwa informasi telah disajikan secara wajar dan sesuai dengan persyaratan pelaporan seperti prinsipprinsip akuntansi yang berlaku umum (GAAP).”
Menurut SAS I (AU 110) dalam Arens, Elder dan Beasley (2008:182) yang dialihbahasakan oleh Herman Wibowo, menyatakan bahwa: “Tujuan dari audit biasa atas laporan keuangan oleh auditor Independen adalah untuk menyatakan pendapat tentang kewajaran, dalam semua hal yang
51
material, posisi keuangan, hasil operasi, serta arus kas sesuai dengan prinsipprinsip akuntansi yang berlaku umum (GAAP).”
Menurut Arens, Elder dan Beasley (2008:182) yang dialihbahasakan oleh Herman Wibowo : “Fokus utama dari SAS I adalah menekankan penerbitan pendapat tentang laporan keuangan oleh auditor independen. Untuk perusahaan publik auditor juga harus menerbitkan suatu laporan tentang pengendalian intern atas pelaporan keuangan sebagai mana yang disyaratkan oleh Sarbanes Oxley Act of 2002. Auditor mengumpulkan bukti untuk membuat kesimpulan tentang apakah laporan keuangan telah disajikan secara wajar dan untuk menentukan keefektifan pengendalian intern.”
Menurut Arens, Elder dan Beasley (2008:373) yang dialihbahasakan oleh Herman Wibowo menyatakan bahwa: “Untuk memenuhi standar pekerjaan lapangan yang kedua, auditor terutama berfokus pada pengendalian intern yang berhubungan dengan perhatian manajemen yang pertama dalam pengendalian intern dan reliabilitas pelaporan keuangan. Laporan keuangan mungkin tidak sesuai dengan GAAP jika pengendalian intern atas pelaporan keuangan tidak memadai.”
Dari uraian di atas, auditor harus mengeluarkan pendapat mengenai reliabilitas pelaporan keuangan yang diukur dari laporan keuangan yang andal (wajar dan bebas dari salah saji material) dan laporan efektivitas pengendalian intern (sesuai yang disyaratkan Sarbanes Oxley Act of 2002 khususnya Section 302 mengenai sertifikasi atas pelaporan keuangan), sehingga dapat dipersepsikan bahwa efektivitas pengendalian intern berbasis Sarbanes Oxley Act of 2002 Section 302 dan keandalan pelaporan keuangan berpengaruh terhadap opini auditor independen.
52
J. Penelitian Sebelumnya Berdasarkan banyak studi, mengungkapkan bahwa Sarbanes Oxley Act membawa pengaruh yang positif terhadap kualitas laporan keuangan. Menurut PCAOB, 2004 jika auditor menemukan terdapat kelemahan yang material pada internal kontrol, maka auditor harus memberikan laporan serta menolak memberikan pendapat. Beberapa studi lainnya, Lobo dan Zhou (2006) mencatat bahwa dengan menerapkan Sarbanes Oxley Act terdapat penurunan dalam pencatatan akrual basis dan meningkatkan kehati-hatian dalam pelaporan keuangan. Dengan demikian akan terjadi perubahan dalam mekanisme dokumentasi, evaluasi, dan laporan terhadap efektifitas internal kontrol, akurasi pada laporan keuangan, sehingga hasilnya tidak hanya bermanfaat untuk perusahaan-perusahaan yang memiliki sistem yang buruk namun bermanfaaat pula untuk semua perusahaan, sehingga akan meningkatkan kualitas laporan keuangan. Dengan adanya Sarbanes Oxley Act, dapat meningkatkan kualitas laporan keuangan pada khususnya, dan internal kontrol serta performa perusahaan secara umum. Manajemen perusahaan akan lebih hati-hati dalam melakukan dokumentasi, pencatatan dan pelaporan keuangan. perusahaan juga akan dapat melakukan perbaikan secara berkelanjutan, paling tidak setiap 3 (tiga) bulan sekali (kuartal report) oleh komite audit, dan paling tidak 1 (satu) tahun sekali akan di-attesst melalui annual audit dari Kantor Akuntan Publik. Fenomena yang menarik adalah aturan ini tidak hanya dilakukan oleh perusahaan yang diwajibkan (perusahaan publik) untuk menerapkan aturan
53
Sarbanes Oxley Act, namun banyak juga dilakukan dengan sukarela oleh perusahaan non-publik yang secara hukum tidak diwajibkan. Menurut Doyle (2006) mencatat bahwa problem kelemahan internal kontrol antara perusahaan kecil maupun yang keuntungannya rendah, adalah tidak ada bedanya jika dibandingkan dengan perusahaan besar serta yang mempunyai keuntungan besar. Disisi lain, terdapat perusahaan yang mempunyai resiko rendah namun mereka memilih auditor dari the big 4 (PWC, E&Y, Deloitte, dan KPMG) dikarenakan disyaratkan oleh pemegang saham (pemilik/sumber dana), karena mereka menilai tingkat independen the big 4 lebih baik dibandingkan non the big 4. Namun banyak pula sebenarnya mereka menghindari auditor dari the big 4, karena dipersepsi mereka terlalu berisiko. berisiko dalam arti the big 4 sangat memegang litigasi, dan sangat ketat dalam menemukan signal potensial internal control problems. Kemudian, penyebab masalah kelemahan internal kontrol ini juga bisa diakibatkan oleh adanya pergantian auditor independen yang lama dengan yang baru. Baik pergantian itu karena persyaratan dari Sarbanes Oxley Act Section 203 mengenai rotasi auditor maupun hal lain. Hal ini dimungkinkan, karena untuk auditor yang baru membutuhkan waktu untuk mengerti bisnis klien (understanding client business) secara menyeluruh. sehingga auditor baru mempunyai keterbatasan dalam perencanaan strategi managemen resiko. Sehingga hal ini dapat mempengaruhi kualitas dalam memeriksa dan attest internal kontrol perusahaan.
54
K. Kerangka Pemikiran Sarbanes Oxley Act of 2002 (SOA) merupakan suatu perundangan yang bertujuan
untuk
melindungi
investor
perusahaan
publik
dengan
cara
meningkatkan akurasi dan reliabilitas terhadap pengungkapan perusahaan (corporate disclosure), terutama yang berhubungan dengan pelaporan keuangan. Sarbanes Oxley Act of 2002 (SOA) diterbitkan untuk memproteksi kepentingan investor dengan cara menciptakan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance), full disclosure, dan akuntabilitas perusahaan. Untuk mewujudkan hal tersebut, Sarbanes Oxley Act mengatur mengenai pengendalian intern perusahaan secara lebih intensif. Konsep pengendalian intern dalam Sarbanes-Oxley Act of 2002 terdapat pada section 302 dan 404. Bostleman (2005:12-14) menyatakan bahwa Sarbanes Oxley Act section 302 berisi kewajiban: “1. Sertifikasi terhadap laporan keuangan triwulanan oleh Chief Executive Officer (CEO) dan Chief Financial Officer (CFO) 2. CEO dan CFO melakukan sertifikasi kelengkapan dan keakuratan laporan keuangan yang diserahkan kepada US SEC 3. CEO dan CFO melakukan sertifikasi terhadap efektivitas internal control.” Definisi “Disclosure Controls and Procedures (pengendalian dan prosedur pengungkapan) adalah pengendalian dan prosedur yang dirancang dan dijalankan untuk memberikan keyakinan yang memadai bahwa semua informasi keuangan dan non-keuangan yang wajib diungkapkan dalam laporan perusahaan yang disampaikan atau diserahkan ke otoritas pasar modal (stock exchange) telah dikumpulkan, diperiksa, dicatat, diproses, diikhtisarkan dan disampaikan secara
55
tepat waktu, akurat dan dapat diandalkan sesuai dengan tenggang waktu yang telah ditetapkan di dalam peraturan otoritas pasar modal. Penerapan Section 302 ini diharapkan akan meningkatkan pengendalian dan pengungkapan dan meningkatkan keandalan informasi keuangan sehingga laporan keuangan perusahaan pun akan andal dan dapat dipercaya. Pengertian keandalan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002:318) adalah: “Andal artinya dapat dipercaya, memberikan hasil yang sama pada ujian atau percobaan yang berulang. Keandalan, kecakapan, kemampuan, ketepatan”. Berdasarkan definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa keandalan sebagai sebagai suatu hasil yang baik dan sesuai dengan apa yang diharapkan, atau menunjukkan hasil yang dapat dipercaya dan dapat memberikan manfaat. Agar bermanfaat, suatu informasi harus andal (reliable). Informasi memiliki kualitas andal jika bebas dari pengertian yang menyesatkan, kesalahan material, dan dapat diandalkan pemakaiannya sebagai penyajian yang tulus dan jujur (faithful representation) dari yang seharusnya disajikan atau yang secara wajar diharapkan dapat disajikan. Informasi mungkin relevan, tetapi jika hakikat atau penyajiannya tidak dapat diandalkan maka penggunaan informasi tersebut secara potensional dapat menyesatkan. Misalnya, jika kesalahan dan jumlah tuntutan dalam suatu tindakan hukum masih dipersengketakan, mungkin tidak tepat bagi perusahaan untuk mengakui jumlah seluruh tuntutan tersebut dalam neraca, meskipun mungkin tepat untuk mengungkapkan jumlah serta keandalan dari tuntutan tersebut.
56
Keandalan pelaporan keuangan merupakan salah satu hasil dari efektivitas pengendalian intern di dalam perusahaan, karena dengan adanya pengendalian intern yang efektif, dapat menciptakan suatu keandalan informasi keuangan yang baik, yang tercermin dalam laporan keuangan yang dapat diandalkan. Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2009:31) : “Agar bermanfaat, informasi juga harus andal (reliable). Informasi memiliki kualitas andal jika bebas dari pengertian yang menyesatkan, kesalahan material, dan dapat diandalkan pemakainya sebagai penyajian yang tulus atau jujur (faithful representation) dari yang seharusnya disajikan atau yang secara wajar diharapkan dapat disajikan”
Informasi keuangan yang andal menurut definisi di atas adalah informasi yang bebas dari salah saji material. Menurut Arens (2008:58), paragraf ruang lingkup menyatakan bahwa audit dirancang untuk memperoleh keyakinan yang memadai bahwa laporan keuangan telah bebas dari salah saji yang material (material misstatement). Pencantuman kata material menunjukkan bahwa auditor hanya bertanggung jawab mencari salah saji yang signifikan, bukan salah saji kecil yang tidak mempengaruhi keputusan para pemakai laporan keuangan. Paragraf ruang lingkup berkaitan dengan paragraf pendapat. Paragraf pendapat dalam laporan audit standar menyatakan kesimpulan auditor berdasarkan hasil audit. Bagian laporan ini begitu penting, sehingga sering kali laporan audit dinyatakan secara sederhana sebagai pendapat auditor. Paragraf pendapat dinyatakan sebagai suatu pendapat saja bukan sebagai pernyataan yang mutlak atau sebagai jaminan. Maksudnya adalah untuk menunjukkan bahwa kesimpulan tersebut dibuat berdasarkan pertimbangan profesional.
57
Paragraf pendapatan berkaitan langsung dengan standar auditing yang berlaku umum pertama dan keempat. Auditor diwajibkan untuk menyatakan pendapat tentang laporan keuangan secara keseluruhan, termasuk kesimpulan menyangkut apakah perusahaan mengikuti prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum. Auditor menyatakan opini atau pendapat atas pelaporan keuangan dari hasil penilaiannya dalam mengukur adanya salah saji yang material (informasi yang andal) dan kesesuaian dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Dengan demikian,
keandalan
pelaporan
keuangan
mempengaruhi
opini
auditor
independen. Berdasarkan uraian di atas maka kerangka pemikiran dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
Penerapan Sarbanes Oxley Act
H1 (+)
(X1) Opini Audit (Y) Keandalan Pelaporan Keuangan
H2 (+)
(X2)
Gambar 2.1 Diagram Kerangka Pemikiran
58
L. Perumusan Hipotesis Hipotesis adalah dugaan atau jawaban sementara terhadap masalah yang akan di uji kebenarannya melalui data yang relevan dan kebenarannya akan diketahui setelah dilakukan penelitian. Hipotesis yang akan diajukan adalah H0 (hipotesis nol) dengan alternative Ha (hipotesis alternative) dengan taraf signifikan 5% berdasarkan Sugiyono (2005:159) : “taraf nyata (significant level) yang biasa digunakan dalam dunia ekonomi/bisnis adalah 5%. Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka penulis mengemukakan suatu hipotesis untuk identifikasi masalah dan tujuan penelitian sebagai berikut: H01 : Tidak terdapat pengaruh positif dan signifikan antara penerapan Sarbanes Oxley Act 2002 terhadap opini auditor independen. Ha1 : Terdapat pengaruh positif dan signifikan antara penerapan Sarbanes Oxley Act 2002 terhadap opini auditor independen. H02 : Tidak terdapat pengaruh positif dan signifikan antara keandalan pelaporan keuangan terhadap opini auditor independen. Ha2 : Terdapat pengaruh positif dan signifikan antara keandalan pelaporan keuangan terhadap opini auditor independen. H03 : Tidak terdapat pengaruh positif dan signifikan antara penerapan Sarbanes Oxley Act 2002 dan keandalan pelaporan keuangan terhadap opini auditor independen. Ha3
:
Terdapat pengaruh positif dan signifikan antara penerapan Sarbanes
Oxley Act 2002 dan keandalan pelaporan keuangan terhadap opini auditor independen.