BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Pendidikan Pengelolaan atau manajemen sering diartikan sebagai ilmu, kiat dan profesi. Dikatakan sebagai ilmu karena manajemen dipandang sebagai suatu bidang pengetahuan yang secara sistematik berusaha memahami mengapa dan bagaimana orang bekerja. Dikatakan sebagai kiat karena manajemen mencapai sasaran melalui cara-cara dengan mengatur orang lain menjalankankan tugas. Dipandang sebagai profesi karena manajemen dilandasi oleh keahlian khusus untuk mencapai suatu prestasi manajer, dan para profesional dituntut oleh suatu kode etik (Fattah, 2008: 1). Prinsip dasar manajemen adalah menjalankan fungsi perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian menjadi suatu rangkaian kegiatan pengambilan keputusan yang bersifat mendasar dan menyeluruh. Dalam hal ini menyangkut proses pendayagunaan segala sumber daya secara efisien disertai penetapan cara pelaksanaannya oleh seluruh jajaran dalam suatu organisasi untuk mencapai tujuan organisasi. Sagala (2006:18) mendefinisikan pengelolaan sebagai proses untuk merencanakan dan mempertahankan lingkungan tempat individu dapat bekerjasama dalam kelompok secara efisien dalam rangka 11
mencapai tujuan. Dalam pendidikan, pengelolaan itu dapat diartikan sebagai aktivitas memadukan sumbersumber pendidikan agar terpusat pada usaha mencapai tujuan pendidikan yang telah ditentukan sebelumnya. Pengelolaan pendidikan juga dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang berkenaan dengan pengelolaan proses pendidikan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, baik tujuan jangka pendek, menengah, maupun tujuan jangka panjang. Purwanto (2006: 8) menyatakan bahwa manajemen pendidikan adalah suatu proses keseluruhan, kegiatan bersama dalam bidang pendidikan yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pelaporan, pengkoordinasian, pengawasan, dan pembiayaan, dengan menggunakan atau memanfaatkan fasilitas yang tersedia, baik persoalan material, maupun spiritual, untuk mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efisien. Proses-proses manajemen pada dasarnya adalah perencanaan segala sesuatu secara mantap untuk melahirkan keyakinan sehingga dapat melakukan sesuatu sesuai dengan aturan dan memiliki manfaat. Dalam dunia pendidikan, seorang guru harus memiliki kemampuan dalam merencanakan pengajaran, karena pada dasarnya suatu kegiatan yang direncanakan terlebih dahulu maka tujuannya akan lebih berhasil (Mulyono, 2008: 20).
12
2.2 Perencanaan Perencanaan adalah proses kegiatan rasional dan sistemik dalam menetapkan keputusan, kegiatan atau langkah-langkah yang akan dilaksanakan di kemudian hari dalam rangka usaha mencapai tujuan secara efektif dan efisien (Mulyono, 2008: 25). Uno (2008: 2) mengatakan perencanaan merupakan suatu cara yang memuaskan untuk membuat kegiatan dapat berjalan
dengan
baik,
disertai
dengan
berbagai
langkah yang antisipatif guna memperkecil kesenjangan yang terjadi sehingga kegiatan tersebut mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Sa’ud dan Makmun (2007: 3) mengatakan perencanaan adalah suatu rangkaian proses kegiatan menyiapkan keputusan mengenai apa yang diharapkan terjadi (peristiwa, keadaan, suasana dan sebagainya) dan apa yang akan dilakukan (intensifikasi, eksistensi, revisi, renovasi, substitusi, kreasi, dan sebagainya). Mulyono (2008: 26-27) menyatakan dalam kegiatan perencanaan, mengacu pada hal-hal berikut ini: 1. Langkah-langkah perencanaan: (a) Memilih sasaran (tujuan) organisasi; (b) Sasaran (tujuan) ditetapkan untuk setiap sub unit organisasi divisi, departemen dan sebagainya; (c) Program ditentukan untuk mencapai tujuan dengan cara yang sistematik (tentunya dengan mempertimbangkan kelayakan program tersebut); 2. ProsesPerencanaan: (a) Merumuskan tujuan yang jelas/operasional; (b) Mengidentifikasi dan menganalisis data terkait dengan masalah; (c) Mengomparasikan alternatif yang ditemukan, antara alternatif yang tepat guna, berhasil
13
guna dan praktis; (d) Mengambil keputusan; (e) Menyusun rencana kegiatan; 3. Aspek perencanaan: (a) Sentiasa future oriented; (b) Disajikan untuk mencapai tujuan; (c) Sebagai usaha menjabarkan kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan pada masa yang akan datang; (c) Kegiatan yang mengidentifikasi sumber-sumber yang dapat menunjang pelaksanaan kegiatan; (d) Merupakan kegiatan mempersiapkan sejumlah alternative; 4. Prinsip-prinsip perencanaan: (a) Mengacu pada tujuan yang ingin dicapai; (b) Mempertimbangkan efisiensi: (a) Praktis dapat dilaksanakan; (b) Mempertimbangkan potensi sumber daya yang ada; (c) Komprehensif: berwawasan luas; (d) Integreted: terpadu dengan semua komponen terkait; (e) Berorientasi ke masa depan; (f) Fleksibel: mudah disesuaikan dengan perubahan; (g) Mengikutsertakan komponen-komponen terkait; (h) Jelas: tidak menimbulkan interpretasi ganda.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka peneliti menyimpulkan bahwa perencanaan merupakan kegiatan yang dijadikan pedoman kemana tujuan organisasi dan bagaimana cara pencapaian organisasi tersebut. Proses ini memerlukan pemikiran tentang apa yang akan dikerjakan, mengapa, bagaimana, dan di mana suatu kegiatan dilakukan serta siapa yang akan melakukannya, sehingga diperlukan adanya peranserta dari semua anggota organisasi untuk menghasilkan perencanaan yang partisipatif. Karena perencanaan ini dilaksanakaan di sekolah tentunya melibatkan semua unsur yang ada di sekolah seperti siswa, guru, orang tua dan komite.
14
2.3 Sekolah Ramah Anak 2.3.1 Pengertian Sekolah Menurut Gorton (Sagala, 2006: 53), sekolah adalah suatu sistem organisasi yang di dalamnya terdapat sejumlah orang yang bekerja sama dalam rangka mencapai tujuan sekolah yang dikenal sebagai tujuan instruksional. Komariah dan Triatna (2006: 2) mendefinisikan sekolah merupakan suatu sistem yang kompleks karena selain terdiri atas input-proseesoutput juga memiliki akuntabilitas terhadap konteks pendidikan dan outcome. Dengan demikian, pendekatan contex-input-process-product-outcome (CIPP and outcome) menjadi pendekatan sistem sekolah. Namun demikian, dalam konsepnya kita dapat memasukkan contex menjadi bagian dari input dan outcome dari product Sekolah Dasar (SD) sebagai salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan umum pada jenjang Pendidikan Dasar (Anonim, 2008: 5). Sekolah Dasar dimana penelitian ini dilakukan adalah bentuk satuan pendidikan dasar yang menyelenggarakan program enam tahun. Sekolah Dasar merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pendidikan dasar 9 tahun yang diselenggarakan di SD 6 tahun dan SLTP 3 tahun. Pendidikan dasar yang diselenggarakan di SD bertujuan memberikan bekal kemampuan “Baca Tulis Hitung“, pengetahuan dan keterampilan dasar bermanfaat bagi siswa sesuai 15
dengan tingkat perkembangan serta mempersiapkan untuk mengikuti pendidikan di SLTP. Sedang pendidikan dasar bertujuan memberikan bekal kemampuan dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupan sebagai pribadi, anggota masyarakat, warga negara dan anggota umat manusia serta mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan menengah (Anonim, 2006: 9). 2.3.2 Pengertian Sekolah Ramah Anak Sekolah Ramah Anak adalah sekolah/madrasah yang aman, bersih, sehat, rindang, inklusif dan nyaman bagi perkembangan fisik, kognisi dan psikososial anak perempuan dan anak laki-laki termasuk anak yang memerlukan pendidikan khusus dan/atau pendidikan layanan khusus (Supiandi, dkk. 2012: 9). Sekolah Ramah Anak
adalah sekolah yang
secara sadar berupaya menjamin dan memenuhi hakhak anak dalam setiap aspek kehidupan secara terencana dan bertanggung jawab (Risnawati, 2013: 1). Prinsip utama adalah non diskriminasi kepentingan, hak hidup serta penghargaan terhadap anak. Sebagaimana dalam bunyi pasal 4 UU No.23/2002 tentang perlindungan anak, menyebutkan bahwa anak mempunyai hak untuk dapat hidup tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapatkan perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Disebutkan 16
di atas salah satunya adalah berpartisipasi yang dijabarkan sebagai hak untuk berpendapat dan didengarkan suaranya. Sekolah Ramah Anak adalah sekolah yang terbuka melibatkan anak untuk berpartisipasi dalam segala kegiatan, kehidupan sosial, serta mendorong tumbuh kembang dan kesejahteraan anak. Menurut Fataha (2011: 1-2) menyatakan bahwa Sekolah ramah anak dapat dimaknai sebagai suatu sekolah yang dapat memfasilitasi dan memberdayakan potensi anak.Untuk memberdayakan potensi anak sekolah tentunya harus memprogramkan sesuatunya yang menyebabkan potensi anak tumbuh dan berkembang. Konsekuensi menciptakan sekolah ramah anak tidaklah mudah karena sekolah di samping harus menciptakan program sekolah yang memadai, sekolah juga harus menciptakan lingkungan yang edukatif. Sekolah Ramah Anak bertujuan untuk membangun lingkungan belajar dimana anak termotivasi dan mampu untuk belajar. Komunitas sekolah ramah dan terbuka terhadap kebutuhan kesehatan dan keamanan siswa (UNICEF, 2010: 2). Agus Hartono dan Alam Pamungkas (2010: 4) menyatakan bahwa sekolah ramah anak bertujuan untuk mewujudkan lingkungan belajar yang mendorong anak untuk tumbuh kembang dengan
aman,
layak,
dan
menyenangkan
untuk
mendapatkan hak atas pendidikan dan lingkungan yang baik.
17
Oluremi (2012) dalam penelitiannya yang berjudul ”Creating a Friendly School Learning Environment For Nigerian Children” menyatakan bahwa terdapat beberapa sebab sekolah dikatakan tidak ramah anak yaitu: a. Kurangnya ruang kelas, peralatan dan bahan dalam pembelajaran seperti meja dan kursi. b. Kurangnya motivasi guru dalam pembelajaran; c. Penggunaan metode pengajaran yang kurang baik; d. Kekuranganair bersihdan fasilitas sanitasi yang ada di sekolah; e. Kurangnya partisipasi masyarakat dalam pendidikan
Berdasarkan beberapa pengertian di atas peneliti menyimpulkan bahwa sekolah ramah anak adalah sekolah dimana siswa merasa aman dan nyaman berada didalamnya sehingga siswa dapat mengembangkan potensinya dengan baik. 2.3.3 Ciri-Ciri Sekolah Ramah Anak Ada beberapa ciri-ciri Sekolah Ramah Anak yang ditinjau dari beberapa aspek (Umy, 2010: 7-8): a.
18
Sikap terhadap murid: (1) Perlakuan adil bagi murid laki-laki dan perempuan, cerdas-lemah, kaya-miskin, normal-cacat, anak pejabat-anak buruh; (2) Penerapan norma agama, sosial dan budaya setempat; (3) Kasih sayang kepada murid, memberikan perhatian bagi mereka yang lemah dalam proses belajar karena memberikan hukuman fisik maupun nonfisik bisa menjadikan anak trauma; (4) Saling menghor-
mati hak-hak anak, baik antar murid dengan pendidik, pendidik dengan tenaga kependidikan maupun antara tenaga kependidikan dengan murid; b. Metode Pembelajaran: (1) Terjadi proses belajar sedemikian rupa sehingga siswa merasakan senang mengikuti pelajaran, tidak ada rasa takut, cemas dan was-was, siswa menjadi lebih aktif dan kreatif serta tidak merasa rendah diri karena bersaing dengan teman siswa lain; (2) Terjadi proses belajar yang efektif yang dihasilkan oleh penerapan metode pembelajaran yang variatif dan inovatif. Misalnya: belajar tidak harus di dalam kelas, guru sebagai fasilitator proses belajar menggunakan alat bantu untuk meningkatkan ketertarikan dan kesenangan dalam pengembangan kompetensi, termasuk lingkungan sekolah sebagai sumber belajar (pasar, kebun, sawah, sungai, laut, dll); (3) Proses belajar mengajar didukung oleh media ajar seperti buku pelajaran dan alat bantu ajar/peraga sehingga membantu daya serap murid. Guru sebagai fasilitator menerapkan proses belajar mengajar yang kooperatif, interaktif, baik belajar secara individu maupun kelompok; (4) Terjadi proses belajar yang partisipatif. Murid lebih aktif dalam proses belajar. Guru sebagai fasilitator proses belajar mendorong dan memfasilitasi murid dalam menemukan cara/jawaban sendiri dalam menghadapi suatu persoalan; (5) Murid dilibatkan dalam berbagai aktifitas yang mengembangkan kompetensi dengan menekankan proses belajar melalui berbuat sesuatu (learning by doing, demonstrasi, praktek langsung, dll); c. Penataan Kelas: (1) Murid dilibatkan dalam penataan bangku, dekorasi dan ilustrasi yang menggambarkan ilmu pengetahuan, dll. Penataan bangku secara klasikal (berbaris ke belakang) mungkin akan membatasi kreatifitas murid dalam interaksi sosial dan diskusi kelompok; (2) Murid dilibatkan dalam menentukan warna dinding atau dekorasi dinding kelas sehingga murid menjadi betah di dalam kelas; (3) Murid dilibatkan dalam memajang
19
hasil karya murid, hasil ulangan/test, bahan ajar dan buku sehingga artistik dan menarik serta menyediakan space untuk baca (pojok baca); (4) Bangku dan kursi sebaiknya ukurannya disesuaikan dengan ukuran postur anak Indonesia serta mudah untuk digeser guna menciptakan kelas yang dinamis; (5) Dengan keterlibatan langsung, siswa diharapkan merasa bertanggungjawab terhadap perawatan, kebersihan, dan ketertiban penataan kelasnya; d. Lingkungan Kelas: (1) Murid dilibatkan dalam mengungkapkan gagasannya dalam menciptakan lingkungan sekolah (penentuan warna dinding kelas, hiasan, kotak saran, majalah dinding, taman kebun sekolah, dll); (2) Tersedia fasilitas air bersih, higienis dan sanitasi, fasilitas kebersihan dan fasilitas kesehatan; (3) Fasilitas sanitasi seperti toilet, tempat cuci tangan, disesuaikan dengan postur dan usia anak; (4) Di sekolah diterapkan kebijakan/ peraturan yang mendukung kebersihan dan kesehatan. Kebijakan/peraturan ini disepakati, dikontrol dan dilaksanakan oleh semua murid (dari-oleh-dan untuk murid).
Dalam penelitian ini, sekolah berusaha untuk menciptakan sekolah ramah anak sehingga pihak sekolah dan guru terus berusaha untuk menciptakan lingkungan sekolah yang aman dan nyaman serta melakukan pembelajaran yang menyenangkan bagi siswa melalui penataan ruang kelas bersama siswa sesuai dengan kondisi siswa. 2.3.4 Aspek Pengembangan Sekolah Ramah Anak Sekolah harus menciptakan suasan kondusif agar anak merasa nyaman dan dapat bebas berekspresi 20
sesuai
potensinya.
Agar
suasana
kondusif
tersebut tercipta, maka ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan sesuai dengan panduan dari Dinas Pendidikan Jawa Tengah (2013: 11-12) sebagai berikut: a. Program Sekolah yang Sesuai Program
sekolah
seharusnya
disesuaikan
dengan dunia anak, artinya program disesuaikan dengan tahap-tahap pertumbuhan dan perkembangan anak. Anak tidak harus dipaksakan melakukan sesuatu tetapi dengan program tersebut anak secara otomatis
terdorong
untuk
mengekplorasi
dirinya.
Faktor penting yang perlu diperhatikan sekolah adalah partisipasi aktif anak terhadap kegiatan yang diprogramkan. Partisipasi yang tumbuh karena sesuai dengan kebutuhan anak. Pada anak SD ke bawah, program sekolah lebih menekankan pada fungsi dan sedikit proses, bukan menekankan produk atau hasil. Produk hanya merupakan konsekuensi dari fungsi. Kekuatan sekolah terutama kualitas guru, tanpa mengabaikan faktor lain. Guru memiliki peran penting dalam menyelenggarakan pembelajaran yang bermutu. Untuk SD dan TK, guru harus memiliki minimal tiga potensi, yaitu: (1) rasa kecintaan kepada anak (having sense of love the children), (2) memahami dunia anak (having sense of love to the children), (3) mampu mendekati anak dengan
tepat
(baca:
metode)
(having
appropriate
approach).
21
b. Lingkungan Sekolah yang Mendukung Suasana lingkungan sekolah seharusnya menjadi tempat aman bagi anak untuk belajar tentang kehidupan, apalagi sekolah yang memprogramkan kegiatan belajar mengajarnya sampai sore. Suasana aktivitas anak yang ada di masyarakat juga deprogramkan di sekolah sehingga anak tetap mendapatkan pengalaman-pengalaman yang seharusnya ia dapatkan di masyarakat. Bagi anak lingkungan dan suasana yang
memungkinkan
untuk
bermain
sangatlah
penting karena bermain bagi anak merupakan bagian dari hidupnya. Bahkan UNESCO menyatakan “Right to play” (hak bermain). Disamping itu, penciptaan lingkungan yang bersih, akses air minum yang sehat, bebas dari sarang kuman, dan gizi yang memadai merupakan faktor yang penting bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. c. Aspek Sarana Prasarana yang Memadai Sarana dan prasarana utama yang dibutuhkan adalah berkaitan dengan kebutuhan pembelajaran anak. Sarana prasarana tidak harus mahal tetapi sesuai dengan kebutuhan anak. Adanya zona aman selamat ke sekolah, adanya kawasan bebas reklame rokok, pendidikan inklusif juga merupakan faktor yang diperhatikan sekolah. Sekolah juga perlu melakukan penataan lingkungan sekolah dan kelas yang menarik, memikat, mengesan22
kan, dan pola pengasuhan dan pendekatan individual sehingga sekolah menjadi tempat yang aman, nyaman dan menyenangkan. Dari uraian di atas dapat peneliti simpulkan bahwa untuk menjadi sekolah ramah anak, harus memperhatikan beberapa aspek pengembangan sekolah yaitu sekolah harus mampu membuat program yang sesuai dengan kebutuhan anak dan benar-benar berpusat pada kepentingan anak, sekolah harus mampu menciptakan lingkungan yang mendukung tumbuh
kembang
anak
seperti
lingkungan
yang
bersih, hijau dan sehat, akses air minum yang cukup, sehat dan sanitasi air dan masih banyak lagi. Sekolah juga harus memfasilitasi penyediaan sarana dan prasarana yang memadai yang sesuai dengan minat dan bakat siswa pada proses pembelajarannya. 2.3.5 Ruang Lingkup Sekolah Ramah Anak Kewajiban negara untuk menghormati, melindungi dan memenuhi Hak Pendidikan Anak juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang Ratifikasi Kovenan Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya. Dalam hal ini, penerapan SRA memastikan para pemangku kepentingan menghormati ketersediaan pendidikan dengan tetap menghormati partisipasi masyarakat
dalam
menyelenggarakan
pendidikan.
Negara harus melindungi aksesibilitas anak perempuan dan anak laki-laki termasuk anak berkebutuhan
23
khusus;
menerapkan
Standar
Pelayanan
Minimal
(SPM) yang memastikan pendidikan diselenggarakan relevan
secara
budaya
termasuk
bagi
kelompok
minoritas dan penduduk asli. Di samping itu harus memenuhi ketersediaan pendidikan dengan aktif mengembangkan sekolah/madrasah yang aman, bersih, sehat, rindang, inklusif dan nyaman bagi perkembangan fisik, kognisi dan psikososial anak perempuan dan anak laki-laki termasuk ABK, juga memenuhi ketersediaan
pendidikan
melalui
pengembangan
kurikulum yang mencerminkan kebutuhan semua anak untuk tumbuh kembang di dunia yang selalu berubah. PHPA melalui Penerapan SRA harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global sehingga perlu dilakukan pembaharuan
pendidikan
secara
terencana,
terarah,
dan
berkesinambungan. Sehubungan dengan hal tersebut, ruang
lingkup
Petunjuk
Teknis
Penerapan
SRA
disusun sebagai berikut (Supiandi, 2012: 20-24): a. Pengembangan Kurikulum Pengembangan kurikulum yang relevan secara budaya, sosial dan bahasa sangat diperlukan dalam pengembangan karakter bangsa sejak usia dini di 24
sekolah/madrasah. Melalui petunjuk teknis tentang pengembangan kurikulum ini diharapkan para penyelenggara sekolah/ madrasah senantiasa mempertimbangkan eksplorasi, kekhususan, ragam media dan bahan ajar yang mendorong anak perempuan dan anak laki-laki termasuk ABK dapat mengembangkan diri secara aktif. Proses pembelajaran dilakukan secara inspiratif menyenangkan, interaktif, menantang, memotivasi dan memberi ruang bagi prakarsa kreativitas dan kemandirian anak sesuai minat, bakat dan kebutuhannya untuk tumbuh kembang. Dukungan orangtua dalam menciptakan lingkungan inklusif dan ramah bagi pembelajaran anak di rumah sangat penting dalam pengembangan kurikulum SRA. Media massa dan lingkungan sekitar pun diharapkan secara proaktif mendukung tersedianya sumber belajar yang ramah anak. b. Sarana dan Prasarana Berdasarkan Peraturan Kepala BNPB Nomor 4 Tahun 2012 tentang Pedoman Penerapan Sekolah/ Madrasah Aman dari Bencana yang disusun oleh BNPB
bersama
K/L/D/I
melengkapi
Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana untuk SD/MI, SMP/ MTs, SMA/ MA dan lampirannya yang mengatur lebih rinci mengenai persyaratan kesehatan, keselamatan, kemudahan termasuk kelayakan bagi penyandang cacat, kenyamanan dan keamanan. Hal ini 25
sejalan dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003Pasal 45 Ayat 1 yang menyatakan: “Setiap satuan pendidikan formal dan non-formal menyediakan sarana dan prasarana yang memenuhi keperluan pendidikan sesuai dengan partumbuhan dan perkembangan potensi fisik, kecerdasan intelektual, sosial, emosional, dan kejiwaan peserta didik”.
c. Pendidik dan Tenaga Kependidikan Ketersediaan guru dan tenaga kependidikan di sekolah/madrasah dalam jumlah yang cukup dan tepat dengan kondisi kerja dan kompensasi yang layak sangat diperlukan dalam upaya membangun gerakan aman, sehat, hijau, inklusi dan ramah anak dengan dukungan keluarga di sekolah/madrasah. Mekanisme dukungan dan pengawasan bagi pendidik dan tenaga kependidikan senantiasa mempertimbangkan prinsip kepentingan terbaik anak. Pemerintah dan pemerintah daerah perlu mendorong lembaga pendidik dan tenaga kependidikan serta Serikat Pekerja Profesi Guru (SPPG) agar berpartisipasi aktif dalam memastikan ketersediaan pendidik dan tenaga kependidikan yang memiliki kemampuan untuk menerapkan SRA. Pendidik selain diperankan oleh guru, juga diperankan oleh orangtua di dalam rumah tangga dan masyarakat. Orangtua merupakan pendidik pertama dan utama bagi anak sebagaimana dinyatakan dalam 26
Pasal 7 UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang berbunyi: (1) Orangtua berhak berperan serta dalam memilih satuan pendidikan dan memperoleh informasi tentang perkembangan pendidikan anaknya; (2) Orangtua dari anak usia wajib belajar, berkewajiban memberikan pendidikan dasar kepada anaknya. d. Pengelolaan Pengelolaan sumber daya pendidikan mulai dari kebijakan dan anggaran yang diatur oleh pemerintah dan pemerintah daerah teridentifikasi dengan jelas dan dapat digunakan untuk menerapkan kesempatan belajar yang sesuai dengan tumbuh kembang dan perlindungan anak dalam semua tahap pelaksanaannya. MBS yang peduli anak perlu dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip dan nilai-nilai SRA. Mulai dari ketersediaan data di sekolah/madrasah berupa penerimaan peserta didik baru atau pindahan, seyogyanya ditindaklanjuti oleh guru dan guru bimbingan konseling (BK) untuk melakukan pemetaan profil tumbuh kembang peserta didik dan kemudian data tersebut dipertimbangkan untuk menjadi salah satu Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) di dalam pembelajaran oleh masing-masing guru. Laporan perkembangan peserta didik merupakan salah satu bentuk tanggung jawab pihak sekolah kepada orangtua peserta didik. Format laporan perkembangan peserta didik disusun oleh guru dan 27
tenaga kependidikan lainnya serta mudah dibaca oleh orang tua peserta didik. Hal ini penting dilakukan guna mendorong adanya sinergi dalam penerapan SRA di sekolah/madrasah dan di rumah. Hubungan
antara
kepala
sekolah/madrasah
dengan guru, kepala sekolah/madrasah dengan peserta didik serta guru dengan peserta didik selama berada di sekolah/madrasah hendaknya menjadi tonggak penanaman pendidikan karakter anak. Kepala sekolah/ madrasah berkewajiban untuk memiliki jam tatap muka dengan peserta didik di dalam pembelajaran sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Kepala sekolah/madrasah berwenang untuk memberikan arahan dan supervisi kepada para guru di dalam perencanaan, proses dan evaluasi pendidikan, sehingga ada hubungan yang berkelanjutan antara kepala sekolah/ madrasah dengan para guru di dalam mengimplementasikan rencana program sekolah/madrasah. Komite sekolah/madrasah merupakan badan independen di sekolah/madrasah memegang peranan penting dalam manajemen berbasis sekolah/madrasah. Orangtua/wali, keluarga, masyarakat, media cetak, media elektronik, dan dunia usaha seyogyanya bekerjasama mendorong partisipasi anak dalam perencanaan,
desain,
pelaksanaan,
pemantauan,
dan
evaluasi SRA dalam koordinasi antara komite dengan sekolah/madrasah. Pengkajian kebutuhan PHPA termasuk dalam situasi darurat dilaksanakan secara 28
transparan, partisipatif dan holistik melibatkan multi pihak. Diperlukan strategi pemenuhan pendidikan inklusi yang mencakup gambaran yang jelas tentang konteks, hambatan terhadap PHPA dan strategi untuk mengatasi hambatan PHPA dalam setiap ruang lingkupnya. Pemantauan dilaksanakan secara berkala terhadap kegiatan pendidikan dan kebutuhan belajar pada usia anak termasuk dalam situasi darurat melalui Evaluasi Diri Sekolah/Madrasah (EDS/M) yang sudah diatur dalam Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan oleh Tim Pengembang Sekolah/Madrasah. Hal ini dilaksanakan dengan senantiasa mempertimbangkan kepentingan terbaik anak. Evaluasi pendidikan dilaksanakan secara sistematis dan tidak memihak dalam upaya memperbaiki kualitas layanan pemenuhan hak pendidikan anak dan meningkatkan akuntabilitas pendidikan. e. Pembiayaan Pembiayaan pendidikan telah diatur dalam UUD Negara Republik Indonesia 1945 dan Amandemen IV yang menyatakan bahwa: “Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan; setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya; pemerintah dan pemerintah daerah memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk me-
29
menuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional”.
Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, penyelenggaraan fungsi pemerintahan daerah akan terlaksana secara optimal apabila penyelenggaraan urusan pemerintahan diikuti dengan pemberian sumber-sumber penerimaan yang cukup
kepada
daerah,
Undang-Undang
tentang
dengan
mengacu
Perimbangan
kepada
Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, dimana
besarnya
disesuaikan
dan
diselaraskan
dengan pembagian kewenangan antara Pemerintah dan Daerah. Semua sumber keuangan yang melekat pada setiap urusan pemerintah yang diserahkan kepada daerah menjadi sumber keuangan daerah. Daerah diberi hak untuk mendapatkan sumber keuangan yang antara lain berupa kepastian tersedianya pendanaan dari Pemerintah sesuai dengan urusan pemerintah yang diserahkan, kewenangan memungut dan mendayagunakan pajak dan retribusi daerah dan hak untuk mendapatkan bagi hasil dari sumbersumber daya nasional yang berada di daerah dan dana perimbangan lainnya, hak untuk mengelola kekayaan daerah dan mendapatkan sumber-sumber pendapatan yang sah serta sumber-sumber pembiayaan lainnya. Dengan pengaturan tersebut, dalam hal ini pada dasarnya
Pemerintah
mengikuti fungsi”. 30
menerapkan
prinsip
“uang
Penentuan komponen pembiayaan dan sumber pendanaan pendidikan melibatkan secara aktif para pemangku kepentingan pendidikan termasuk anak. Pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota memberikan kepastian hukum bagi pihak-pihak yang masih melakukan berbagai pungutan yang menjadi hambatan program penuntasan wajib belajar pendidikan dasar. Peranserta
masyarakat
seperti
yang
diatur
dalam UU No. 20 Tahun 2003 Pasal 8 menyatakan: “Masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan”, dan Pasal 9 menyatakan: “Masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan”. Peningkatan efektivitas peranserta masyarakat terutama dunia usaha seyogyanya diatur oleh pemerintah dan pemerintah kabupaten/kota guna mendukung penerapan SRA.
2.3.6 Pengembangan Sekolah Pengembangan adalah kegiatan ilmu pengetahuan dan teknologi yang bertujuan memanfaatkan kaidah dan teori ilmu pengetahuan yang telah terbukti kebenarannya untuk meningkatkan fungsi, manfaat, dan aplikasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah ada, atau menghasilkan teknologi baru (UndangUndang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2002). Kajian tentang pengembangan sekolah diawali dari teori-teori yang identik dan relevan dengan pendidikan yaitu Inovasi Pendidikan. Di dalam Kamus Besar 31
Bahasa indonesia, Inovasi adalah pemasukan atau pengenalan hal-hal baru, penemuan baru yang berbeda dari yang sudah ada atau yang sudah dikenal sebelumnya (gagasan, metode atau alat) (Anonim, 2012: 1). Maksud pengertian inovasi pendidikan di sini adalah suatu peradaban yang baru dan bersifat kualitatif, berbeda dari hal yang ada sebelumnya serta sengaja diusahakan untuk meningkatkan kemampuan dalam rangka pencapaian tujuan tertentu dalam pendidikan. Tujuan
utama
dari
inovasi
yaitu
berusaha
meningkatkan kemampuan, yakni kemampuan dari sumber-sumber tenaga, uang, sarana dan prasarana, termasuk struktur dan prosedur organisasi. Jadi, keseluruhan sistem perlu ditingkatkan agar semua tujuan yang direncanakan dapat tercapai dengan sebaik-baiknya. Tujuan yang direncanakan mengharuskan adanya perincian yang jelas tentang sasaran dan hasil-hasil yang ingin dicapai, yang sedapat mungkin bisa diukur untuk mengetahui perbedaan antara
keadaan
sesudah
dan
sebelum
inovasi
(Hasbullah, 2010: 191). Peranan pendidikan dan tingkat perkembangan manusia merupakan faktor dominan terhadap kemampuannya untuk menanggapi masalah kehidupannya sehari-hari. Tingkat kemajuan suatu bangsa juga dapat ditinjau dari tingkat pendidikan rakyatnya. Semakin baik tingkat pendidikan masyarakat, semakin 32
maju pula bangsanya. Sebaliknya, semakin terpuruk dan rendah pendidikan rakyat, jangan harap bangsanya akan maju. Sekolah sebagai institusi pengelola pelayanan pendidikan diharapkan dapat memfungsikan seluruh sumber daya yang ada di sekolah secara efektif dalam pencapaian tujuan dan efisiensi dalam penggunaan sumber daya tersebut. Fungsi dan tugas utama sekolah adalah meneruskan, mempertahankan, dan mengembangkan
kebudayaan
masyarakat
melalui
pembentukan kepribadian anak-anak agar menjadi manusia dewasa dari sudut usia maupun intelektualnya, serta terampil dan bertanggungjawab sebagai upaya
mempersiapkan
generasi
pengganti
yang
mampu mempertahankan eksistensi kelompok atau masyarakat bangsanya dengan budaya yang mendukungnya (Sagala, 2008: 58). Berpedoman pada pendapat Hasbullah (2010: 191) tentang tujuan inovasi yaitu berusaha meningkatkan kemampuan, yakni kemampuan dari sumbersumber tenaga, uang, sarana dan prasarana, termasuk struktur dan prosedur organisasi, maka peneliti ingin melakukan penelitian tentang sekolah ramah anak. Kepala Sekolah bekerjasama dengan guru, orang tua, komite sekolah dan masyarakat serta dinas pendidikan untuk meningkatkan semua sumber daya yang ada di sekolah.
33
2.4 Komponen yang Dipersiapkan dalam Perencanaan 2.4.1 Evaluasi Diri Sekolah Evaluasi Diri Sekolah (EDS) adalah suatu proses evaluasi yang bersifat internal dengan melibatkan pemangku kepentingan untuk melihat kinerja sekolah berdasarkan Standar Nasional Pendidikan (SNP) yang digunakan sebagai dasar penyusunan RKS dan RKAS dalam meningkatkan mutu pendidikan di sekolah secara konsisten dan berkelanjutan, serta sebagai masukan
bagi
perencanaan
investasi
pendidikan
tingkat kab/kota (Sudrajat, 2012:1). Tujuan Evaluasi Diri Sekolah (EDS) adalah: (a)
Menilai
kinerja
sekolah
berdasarkan
Standar
Nasional Pendidikan (SNP); (b) Mengetahui tahapan pengembangan dalam pencapaian Standar Nasional Pendidikan (SNP) sebagai dasar peningkatan mutu pendidikan; dan (c)
Menyusun RKS/RKAS sesuai
kebutuhan nyata dalam rangka pemenuhan Standar Nasional Pendidikan (SNP). Manfaat Evaluasi Diri Sekolah (EDS) untuk tingkat sekolah, antara lain: a. sekolah dapat mengidentifikasikan kelebihan dan kekurangannya sendiri dan merencanakan pengembangan dan peningkatan ke depan. b. sekolah dapat memiliki data dasar yang akurat sebagai dasar untuk pengembangan dan peningkatan di masa mendatang.
34
c. Sekolah dapat mengidentifikasi peluang untuk meningkatkan mutu pendidikan, mengkaji peningkatan tersebut berjalan dengan baik dan menyesuaikan program sesuai dengan hasilnya; d. Sekolah dapat memberikan laporan formal kepada pemangku kepentingan demi meningkatkan akuntabilitas sekolah.
Lingkup Evaluasi Diri Sekolah (EDS) menjawab tiga pertanyaan utama: (1) Seberapa baik kualitas kinerja sekolah kita?; (2) Bagaimana kita mengidentifikasi dan mengetahuinya?; dan (3) Bagaimana kita berupaya memperbaikinya? Evaluasi Diri Sekolah (EDS) dilaksanakan oleh Tim Pengembang Sekolah (TPS) yang secara langsung terlibat penuh dengan kondisi dan laju sekolah terdiri atas: (1) Kepala Sekolah; (2) Wakil unsur guru; (3) Wakil Komite Sekolah; (4) wakil siswa dan Pengawas sebagai fasilitator/pembimbing/verifikator. Instrumen Evaluasi Diri Sekolah (EDS) terdiri dari delapan standar sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan (SNP). Setiap Standar terdiri atas beberapa komponen. Setiap komponen terdiri dari beberapa sub komponen. Setiap sub komponen terdiri dari beberapa indikator. Setiap Indikator memberikan gambaran lebih rinci dari informasi-informasi yang berkaitan dengan kinerja sekolah. 2.4.2 Visi Misi Sekolah Visi merupakan gambaran tentang masa depan (future) yang realistik dan ingin diwujudkan dalam 35
kurun waktu tertentu. Visi adalah pernyataan yang diucapkan atau ditulis hari ini, yang merupakan proses manajemen saat ini yang menjangkau masa yang akan datang (Akdon, 2006: 94). Hax dan Majluf dalam Akdon (2006:95) menyatakan bahwa visi adalah pernyataan yang merupakan sarana untuk: a. mengkomunikasikan alasan keberadaan organisasi dalam arti tujuan dan tugas pokok; b. memperlihatkan framework hubungan antara organisasi dengan stakeholders (sumber daya manusia organisasi, konsumen/citizen, pihak lain yang terkait); c. menyatakan sasaran utama kinerja organisasi dalam arti pertumbuhan dan perkembangan.
Misi adalah pernyataan mengenai hal-hal yang harus dicapai organisasi bagi pihak-pihak yang berkepentingan di masa datang (Akdon, 2006: 97). Pernyataan misi mencerminkan tentang penjelasan produk atau pelayanan yang ditawarkan. Pernyataan misi harus: a. Menunjukkan secara jelas mengenai apa yang hendak dicapai oleh organisasi dan bidang kegiatan utama dari organisasi yang bersangkutan; b. Secara eksplisit mengandung apa yang harus dilakukan untuk mencapainya; c. Mengundang partisipasi masyarakat luas terhadap perkembangan bidang itama yang digeluti organisasi (Akdon, 2006:98).
36
2.4.3 SWOT SWOT adalah singkatan dari Strengths (kekuatan), Weakness (kelemahan), Opportunities (peluang), Threats (tantangan). Analisis SWOT adalah alat yang digunakan untuk mengidentifikasi isu-isu internal dan eksternal yang mempengaruhi kemampuan kita dalam memasarkan even kita. Analisis SWOT adalah sebuah bentuk analisa situasi dan kondisi yang bersifat deskriptif (memberi gambaran). Dalam dunia pendidikan analisis ini digunakan untuk mengevaluasi fungsi pengembangan kurikulum, fungsi perencanaan dan evaluasi, fungsi ketenagaan, fungsi keuangan, fungsi proses belajar mengajar, fungsi pelayanan kesiswaan, fungsi pengembangan iklim akademik, fungsi hubungan sekolah dengan masyarakat dan sebagainya. Maka untuk mencapai tingkat kesiapan setiap fungsi dan faktor-faktornya dilakukanlah analisis SWOT (Depdiknas, 2002). Analisis SWOT dilakukan dengan maksud untuk mengenali tingkat kesiapan setiap fungsi dari keseluruhan fungsi sekolah yang diperlukan untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan. Berhubung tingkat kesiapan fungsi ditentukan oleh tingkat kesiapan masing-masing faktor yang terlibat pada setiap fungsi, maka analisis SWOT dilakukan terhadap keseluruhan faktor dalam setiap fungsi, baik faktor internal maupun eksternal (Depdiknas, 2002).
37
2.4.4 Perencanaan Strategis Perencanaan strategis adalah proses yang dilakukan suatu organisasi untuk menentukan strategi atau arahan, serta mengambil keputusan untuk mengalokasikan sumber dayanya (termasuk modal dan sumber daya manusia) untuk mencapai strategi ini. Berbagai teknik analisis bisnis dapat digunakan dalam proses ini, termasuk analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats), PEST (Political, Economic, Social, Technological), atau STEER (Sociocultural,
Technological,
Economic,
Ecological,
Regulatory). Perencanaan Strategis (Strategic Planning) adalah sebuah alat manajemen yang digunakan untuk mengelola kondisi saat ini untuk melakukan proyeksi kondisi pada masa depan, sehingga rencana strategis adalah sebuah petunjuk yang dapat digunakan organisasi dari kondisi saat ini untuk mereka bekerja menuju 5 sampai 10 tahun ke depan (Kerzner, 2001:3) Untuk mencapai sebuah strategi yang telah ditetapkan oleh organisasi dalam rangka mempunyai keunggulan kompetitif, maka para pimpinan perusahaan, manajer operasi, haruslah bekerja dalam sebuah sistem yang ada pada proses perencanaan strategis/strategic planning (Brown, 2005: 2). Kemampuan manufaktur, harus dipergunakan secara tepat, sehingga dapat menjadi sebuah senjata yang unggul dalam sebuah perencanaan stategi (Skinner, 1969). Untuk 38
mencapai sebuah strategi yang telah ditetapkan oleh organisasi
dalam
rangka
mempunyai
keunggulan
kompetitif, maka para pimpinan perusahaan, manajer operasi, haruslah bekerja dalam sebuah sistem yang ada pada proses perencanaan strategis (Brown, 2005: 3). Kemampuan manufaktur, harus dipergunakan secara tepat, sehingga dapat menjadi sebuah senjata yang unggul dalam sebuah perencanaan stategis (Skinner, 1969). Perencanaan strategis secara eksplisit berhubungan dengan manajemen perubahan, hal ini telah menjadi hasil penelitian beberapa ahli (e.g., Ansoff, 1965; Anthony, 1965; Lorange, 1980; Steiner, 1979). Lorange (1980), menuliskan, bahwa strategic planning adalah kegiatan yang mencakup serangkaian proses dari inovasi dan
merubah perusahaan, sehingga
apabila strategik planning tidak mendukung inovasi dan perubahan, maka itu adalah kegagalan. Dapat penulis simpulkan bahwa perencanaan strategis merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh sebuah organisasi untuk meningkatkan kondisinya di masa yang akan datang yang mencakup serangkaian proses yng memndukung inovasi dan perubahan. 2.4.5 Perencanaan Partisipatif Perencanaan pasrtisipatif digunakan salah satunya untuk mengantisipasi terjadinya perpecahan dan 39
membentuk rasa tanggung jawab untuk mencapai tujuan bersama, mengingat bentuk geografis Indonesia yang terdiri dari berbagai pulau, suku, dan bahasa. Perencanaan merupakan sebuah istilah yang sangat umum di dunia pemerintahan khususnya bidang pendidikan. Perencanaan terbagi atas dua jenis yakni perencaan dari atas (top down) dan perencanaan dari bawah (bottom up). Negara mana pun di dunia selalu berupaya memajukan negaranya dan selalu mengontrol perkembangan negaranya. Kontrol tersebut dapat dilakukan melalui prisip manajemen umum yang disebut dengan POAC (planning, organizing actuating, controlling) (Nuswantorotejo, 2013: 1). Perencanaan partisipatif merupakan perencanaan yang melibatkan semua (rakyat) dalam rangka memecahkan masalah yang dihadapi yang bertujuan untuk mencapai kondisi yang diinginkan. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Abe (2002:81) sebagai berikut: Perencanaan partisipatif adalah perencanaan yang dalam tujuannya melibatkan kepentingan rakyat, dan dalam prosesnya melibatkan rakyat (baik secara langsung maupun tidak langsung. Tujuan dan cara harus dipandang sebagai satu kesatuan. Suatu tujuan untuk kepentingan rakyat dan bila dirumuskan tanpa melibatkan masyarakat, maka akan sulit dipastikan bahwa rumusan akan berpihak pada rakyat. Menurut Wrihatnolo dan Dwidjowijoto (2007:910) adalah proses perencanaan yang diwujudkan 40
dalam musyawarah ini, dimana sebuah rancangan dibahas dan dikembangkan bersama semua pelaku pembangunan (stakeholders). Pelaku pembangunan berasal dari semua aparat penyelenggara negara (eksekutif, legislatif, dan yudikatif), masyarakat, rohaniwan, dunia usaha, kelompok profesional, organisasiorganisasi non-pemerintah. Menurut Sumarsono (2010), perencanaan partisipatif adalah metode perencanaan pembangunan dengan cara melibatkan warga masyarakat yang diposisikan sebagai subjek pembangunan. Menurut penjelasan UU. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional:
“perencanaan
partisipatif
dilaksanakan dengan melibatkan semua pihak yang berkepentingan
terhadap
pembangunan.
Pelibatan
mereka adalah untuk mendapatkan aspirasi dan menciptakan rasa memiliki”. Dalam UU No. 25 Tahun 2004, dijelaskan pula “partisipasi masyarakat” adalah keikutsertaan
untuk
mengakomodasi
kepentingan
mereka dalam proses penyusunan rencana pembangunan. Berdasarkan beberapa uraian di atas dapat peneliti simpulkan bahwa perencanaan partisipatif merupakan perencanaan yang dilakukan secara bersamasama oleh semua anggota organisasi dengan tujuan agar semua anggota organisasi tersebut dapat terlibat secara langsung dan ikut bertanggung jawab dalam kegiatan yang akan direncanakan tersebut, keterlibatan masyarakat dan semua unsur untuk memastikan 41
bahwa pelaksanaan perencanaan benar-benar ada keberpihakaan kepada mereka dimana warga merasa ikut memiliki dan bertanggung jawab atas keberhasilannya. Sehingga diperoleh sebuah perencanaan yang tersusun dengan baik.
2.5 Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu yang relevan dengan hasil penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Rubaniyatur Rohmah (2012) yang berjudul: Sekolah Ramah Anak (SRA) sebagai Upaya untuk Mewujudkan Kota Layak Anak (KLA) Dalam Bidang Pendidikan di Surakarta (Studi Kasus di Taman Pendidikan Prasekolah Al Firdaus Surakarta)”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) Strategi yang dilakukan pemerintah untuk mengembangkan Sekolah Ramah Anak (SRA) adalah dengan membuat peraturan daerah, melegalkan Sekolah Ramah Anak dengan surat keputusan dari Sekertaris Daerah dan membuat Zona Selamat Sekolah (ZoSS); (2) Mulai dikenalnya Kota Layak Anak di kalangan masyarakat menjadi peluang pengembangan Sekolah Ramah Anak di Surakarta; (3) Kurangnya sosialisasi kepada masyarakat menjadi penghambat pengembangan Sekolah Ramah Anak (SRA) di Surakarta; (4) Bentukbentuk kekerasan yang sering terjadi adalah kekerasan fisik, kekerasan verbal dan kekerasan psikologis; (5) Sekolah Ramah Anak diwujudkan dengan penyediaan fasilitas yang dapat mewadahi bakat dan potensi anak dan menerima Anak Berkebutuhan Khusus (ABK).
42
Penelitian yang dilakukan Nur Fadhilah (2012) tentang “Analisis Proses Pembelajaran Matematika Dalam Perspektif Sekolah Ramah Anak Di MTs NU Sidoarjo”. Dari hasil pengamatan dan penelitian dapat ditunjukkan bahwa proses pembelajaran matematika di kelas VIII sudah berlangsung dengan baik. Sesuai dengan aspek-aspek yang ada pada sekolah ramah anak yakni perencanaan, pengelolaan kelas, metode pembelajaran, media pembelajaran, sikap positif guru pada siswa pada saat proses pembelajaran, dan respon positif siswa terhadap proses pembelajaran. Proses pembelajaran matematika di kelas IX sudah berlangsung dengan baik. Sesuai dengan aspek-aspek yang ada pada sekolah ramah anak yakni perencanaan, pengelolaan kelas, metode pembelajaran, media pembelajaran, sikap positif guru pada siswa pada saat proses pembelajaran, dan respon positif siswa terhadap proses pembelajaran. Beberapa penelitian di atas menjadi pelengkap yang mendukung penelitian ini tentang perencanaan Sekolah Ramah Anak (SRA). Keberadaan Sekolah Ramah Anak (SRA) dapat menjadikan para peserta didik lebih aman, nyaman, dan gembira ketika berada di sekolah sehingga siswa mampu berekspresi, berkreasi dan berinovasi sesuai minat dan bakatnya tanpa adanya diskriminasi dan kekerasan. Dengan demikian akan terjadi peningkatan yang optimal pada prestasi yang diperoleh peserta didik baik prestasi akademik maupun non akademik meliputi bidang 43
seni, olah raga, kepramukaan, keterampilan dan kewirausahaan.
2.6 Kerangka Pikir Kekerasan yang dialami oleh anak dapat terjadi dimana saja dan kapan saja. Kekerasan terhadap anak adalah tindak kekerasan secara fisik, seksual, psikologis, verbal, dan atau pengabaian/penelantaran terhadap anak. Selain kekerasan yang dialami oleh anak, pelaksanaan pembelajaran yang membosankan dan monoton juga menjadi salah satu alasan lahirnya sekolah ramah anak. Sekolah ramah anak memastikan setiap anak secara inklusif berada dalam lingkungan yang aman secara fisik, melindungi secara emosional, dan mendukung secara psikologis. Kemampuan sekolah untuk menjadi ramah anak sangat terhubung dengan tingkat dukungan, partisipasi, dan kerjasama yang diperoleh dari orang tua, masyarakat dan lingkungan sekitar. Sekolah Ramah Anak bertujuan untuk membangun lingkungan belajar dimana anak termotivasi dan mampu untuk belajar. Oleh karena itu, bagi sebuah sekolah yang ingin menjadi sekolah yang ramah anak diperlukan adanya perencanaan yang matang agar tujuan sekolah dapat tercapai dengan baik.
44
Kerangka pikir digambarkan sebagai berikut:
Kekerasan Terhadap Anak
Pembelajaran yang membosankan dan monoton
Peranserta semua anggota sekolah
1. Melakukan EDS 2. Menyusun visi dan misi 3. Melakukan analisis SWOT 4. Membuat perencanaan strategis 5. strategi
Menghasilkan perencanaan partisipatif
Pembatasan hak anak untuk bermain
Gambar 2.1 Kerangka Pikir
45