8
BAB II LANDASAN TEORI A.
Gambaran Umum Perpajakan 1. Pengertian Pajak Pengertian pajak menurut Undang – Undang Ketentuan Umum dan tata Cara perpajakan nomor 16 Tahun 2009 ( UU KUP), sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2007 Pasal 1 ayat (1) adalah : Kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang – Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar – besarnya kemakmuran rakyat. Definisi pajak menurut Mardiasmo (2009 : 1) dijelaskan bahwa : Iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang – undang ( yang dapat dipaksakan ) dengan tidak mendapat jasa timbal ( kontraprestasi ) yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki karakteristik sebagai berikut : a. Pajak dipungut berdasarkan Undang – Undang serta peraturan – peraturan pelaksanaannya. b. Sifatnya dapat dipaksakan. c. Dalam pembayaran pajak tidak mendapat prestasi langsung dari pemerintah kepada individual. d. Pajak dipungut oleh Negara, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. e. Pajak digunakan pemerintah untuk membiayai pengeluaran – pengeluaran Negara.
2. Fungsi Pajak Fungsi pajak menurut Gunadi ( 2009 ; 13) digolongkan menjadi 2 yaitu ;
9
a. Fungsi Penerimaan ( Revenue budgetary ) Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukkan bagi pembiayaan pengeluaran – pengeluaran pemerintah baik yang bersifat rutin maupun untuk membiayai pembangunan negara demi kesejahteraan bangsa. Sebagai contoh yaitu dimasukannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri. b. Fungsi Mengatur ( regulatory ) Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomis. Sebagi contoh yaitu dikenakannya pungutan pajak yang lebih tinggi terhadap minuman keras, dapat ditekan. Demikian pula terhadap barang mewah.
3. Wajib Pajak a. Pengertian Wajib Pajak Berdasarkan Pasal 1 ayat 2 Nomor 28 Tahun 2007 dalam Undang – Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, pengertian Wajib pajak adalah sebagai berikut : Orang pribadi atau badan meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perudang – undangan perpajakan. Sama halnya dengan kependudukan, seorang Wajib Pajak harus memiliki identitas yang menunjukan bahwa dirinya adalah seorang Wajib Pajak. Jika dalam kependudukan Warganegara ditunjukan dengan kepemilikan Kartu
10
Tanda Penduduk ( KTP ) maka identitas yang wajib dimiliki seorang Wajib Pajak adalah Nomor Pokok Wajib Pajak ( NPWP ).
b. Kewajiban dan Hak Wajib Pajak Berdasarkan perubahan undang – undang perpajakan nomor 6 tahun 1983 menjadi undang – undang nomor 16 tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan, Kewajiban dan Hak Wajib Pajak diuraikan sebagai berikut: 1. Mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak untuk memperoleh NPWP ( Nomor Pokok Wajib Pajak ) 2. Menyelenggarakan pembukuan Dasar hukum pembukuan terdapat pada pasal 1 ayat26 ( UU KUP ) yang berbunyi. Pembukan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya serta harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan setiap tahun pajak berakhir. 3. Pembayaran dan Pelaporan a. b. c.
Kewajiban membayar pajak sesuai dengan UU KUP Pasal 12 ayat 1,2, dan 3. Sanksi keterlambatan membayar pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 9 UU KUP. Pelaporan Pajak Mengisi SPT dengan benar ( SPT diambil sendiri) dan memasukakan ke Kantor Pelayanan Pajak sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan.
11
4. Keberatan dan Banding Berdasarkan Ketentuan Undang – Undang KUP Pasal 25, wajib pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Direktur Jendral Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan ( SKPKBT), Surat Ketetapan Pajak Nihil maupun lebih bayar serta pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan perundang – undangan perpajakan. Selain itu Wajib pajak juga berhak untuk mengajukan banding sesuai dengan UU KUP pasal 27.
4. Sistem Pemungutan Pajak Sistem pemungutan pajak menurut Pujatmoko ( 2009 : 80 ) yakni: 1) Official Assesment System Sistem pemungutan pajak yang member wewenang kepada pemungut pajak (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang harus dibayar (pajak yang terutang) oleh seseorang.
2) Self Assessment System Sistem pemungutan pajak yang member wewenang penuh kepada Wajib Pajak
untuk
menghitung,
memperhitungkan,
melaporkan sendiri besarnya utang pajak.
menyetorkan,
dan
12
3)Witholding System Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong/memungut besarnya pajak yang terutang.
5. Hambatan Pemungutan Pajak Menurut Pudyatmoko ( 2009 : 196 ) hambatan terhadap pemungutan pajak dapat dikelompokan menjadi : a. Perlawanan Pasif Masyarakat ( pasif ) membayar pajak, yang dapat disebabkan antara lain: 1. Perkembangan intelektual dan moral masyarakat. 2. Sistem perpajakan yang ( mungkin ) sulit untuk dipahami masyarakat. 3. Sistem control tidak dapat dilakukan atau dilaksanakan dengan baik. b. Perlawanan Aktif Perlawanan aktif ini meliputi semua usaha dan perbuatan yang secara langsung ditujukan kepada fiskus dengan tujuan menghindari pajak. Perlawanan aktif ini antara lain dapat berupa ; penghindaran diri dari pajak, pengelakan/penyelundupan pajak dan melalaikan pajak.
B. Sikap Wajib Pajak Menurut Robins ( 2007 ), sikap didefinisikan sebagai pernyataan evaluasi terhadap objek pajak, orang atau peristiwa. Hal ini mencerminkan perasaan seseorang atau penilaian terhadap sesuatu. Ditinjau dari segi pentingnya masalah sikap pada tingkah laku atau perbuatan manusia dalam kehidupan
13
sehari-hari, sikap merupakan salah satu aspek yang mempengaruhi pola berpikir individu dalam kesehariannya terutama dalam pengambilan keputusan. Saat sikap telah terbentuk, maka sikap akan menentukan betapa pentingnya peran sikap tersebut. Selanjutnya, sikap akan memberikan corak pada tingkah laku seseorang maupun kelompok. Dalam penelitian ini yang dimaksudkan sikap wajib pajak adalah sikap wajib pajak terhadap sanksi denda, sikap wajib pajak terhadap pelayanan fiskus, dan sikap wajib pajak terhadap kesadaran perpajakan.
1. Sikap Wajib Pajak Terhadap Sanksi Denda Sanksi adalah hukuman negatif kepada orang yang melanggar peraturan, dan denda adalah hukuman dengan cara membayar uang karena melanggar peraturan dan hukum yang berlaku, sehingga dapat dikatakan bahwa sanksi denda adalah hukuman negatif kepada orang yang melanggar peraturan dengan cara membayar uang. Undang-undang dan peraturan secara garis besar berisikan hak dan kewajiban, tindakan yang diperkenankan dan tidak diperkenankan oleh masyarakat. Agar undang-undang dan peraturan tersebut dipatuhi, maka harus ada sanksi bagi pelanggarannya, demikian halnya untuk hukum pajak mengemukakan bahwa undang-undang pajak dan peraturan pelaksanaannya tidak memuat jenis penghargaan bagi wajib pajak yang taat dalam melaksanakan kewajiban perpajakan baik berupa prioritas untuk mendapatkan pelayanan publik ataupun piagam penghargaan. Walaupun wajib pajak tidak
14
mendapatkan penghargaan atas kepatuhannya dalam melaksanakan kewajiban perpajakan, wajib pajak akan dikenakan banyak hukuman apabila alfa atau sengaja tidak melaksanakan kewajiban perpajakannya. Wajib pajak akan mematuhi pembayaran pajak bila memandang sanksi denda akan lebih banyak merugikannya. Semakin banyak sisa tunggakan pajak yang harus dibayar wajib pajak, maka akan semakin berat bagi wajib pajak untuk melunasinya.
2. Sikap Wajib Pajak Terhadap Pelayanan Fiskus Pelayanan adalah cara melayani ( membantu mengurus atau menyiapkan segala keperluan yang dibutuhkan seseorang ). Sementara itu fiskus adalah petugas pajak. Sehingga pelayanan fiskus dapat diartikan sebagai suatu cara petugas pajak dalam membantu mengurus atau menyiapkan segala keperluan yang dibutuhkan seseorang ( dalam hal ini adalah wajib pajak ). Kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajibannya membayar pajak tergantung pada bagaimana petugas pajak memberikan mutu pelayanan yang terbaik kepada wajib pajak. Selama ini peranan yang fiskus miliki lebih banyak pada peran seseorang pemeriksa. Padahal untuk menjaga agar wajib pajak tetap patuh terhadap kewajiban perpajakannya dibutuhkan peran yang lebih dari sekedar pemeriksa. Fiskus yang bertanggung jawab dan mendayagunakan SDM sangat dibutuhkan guna meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Fiskus diharapkan memiliki kompetensi dalam arti memiliki keahlian ( skill ), pengetahuan (
15
knowledge ), dan pengalaman ( exeperience ) dalam hal kebijakan perpajakan, administrasi pajak dan perundang-undangan perpajakan. Selain itu fiskus harus memiliki motivasi yang tinggi sebagai pelayanan publik.
3. Sikap Wajib Pajak Terhadap Kesadaran Perpajakan Kesadaan
adalah
keadaan
mengetahui
atau
mengerti,
sedangkan
perpajakan adalah perihal pajak. Sehingga kesadaran perpajakan adalah keadaan mengetahui atau mengerti perihal pajak. Penilaian positif masyarakat wajib pajak terhadap pelaksanaan fungsi negara oleh pemerintah akan menggerakkan masyarakat untuk mematuhi kewajibannya untuk membayar pajak ( Suyatmin, 2004 ). Sebagaimana diketahui bahwa dalam sistem perpajakan yang baru, wajib pajak diberikan kepercayaan untuk melaksanakan kegotongroyongan nasional melalui sistem menghitung, memperhitungkan, membayar, melaporkan sendiri pajak terutang. Besarnya pajak dihitung sendiri oleh wajib pajak, kemudian membayar pajak yang terutang berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan yang berlaku. Dengan sistem perpajakan baru diharapkan akan tercipta unsur keadilan dan kebenaran mengingat pada wajib pajak yang bersangkutanlah yang sebenarnya mengetahui besarnya pajak yang terutang.
16
C. Kepatuhan Wajib Pajak 1. Pengertian Kepatuhan Pajak Kepatuhan adalah ketaatan atau berdisiplin, dalam hal ini kepatuhan pajak diartikan secara bebas adalah ketaatan dalam menjalankan semua peraturan perpajakan. Secara konsep, kepatuhan diartikan dengan adanya usaha dalam mematuhi peraturan hukum oleh seseorang atau organisasi. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia dalam Siti Kurnia Rahayu ( 2010 : 138 ), kepatuhan berarti tunduk atau patuh pada ajaran atau aturan. Jadi wajib pajak yang patuh adalah wajib pajak yang taat dan memenuhi serta melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai
dengan ketentuan
peraturan
perundangan-undangan perpajakan. Kepatuhan wajib pajak dikemukan oleh Norman D. Nowak dalam Siti Kurnia Rahayu ( 2010 : 138 ) sebagai “ Suatu iklim kepatuhan dan kesadaran pemenuhan kewajiban perpajakan, tercermin dalam : -
Wajib Pajak paham untuk memahami semua ketentuan peraturan perundangan-undangan perpajakan,
-
Mengisi formulir pajak dengan lengkap dan jelas,
-
Menghitung jumlah pajak yang terutang dengan benar,
-
Membayar pajak yang terutang tepat pada waktunya.
2.Macam – Macam Kepatuhan Pajak Kepatuhan wajib pajak menurut Nurmanto ( 2005 ) terdiri dari ( 2 ) dua macam, yaitu :
17
1. Kepatuhan Formal yaitu suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi kewajiban perpajakannya secara formal sesuai dengan UndangUndang Perpajakan. 2. Kepatuhan Material yaitu suatu keadaan dimana Wajib Pajak secara substantif hakikat memenuhi semua ketentuan material perpajakan yakni sesuai isi dan jiwa UU perpajakan.
3. Kriteria Wajib Pajak yang patuh Wajib pajak patuh yaitu Wajib Pajak yang ditetapkan oleh Direktur Jendral Pajak sebagai Wajib pajak yang telah memenuhi kriteria tertentu yang dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak. Menurut Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-550/PJ/2000 Wajib Pajak yang patuh adalah Wajib Pajak yang memenuhi kriteria tertentu sebagaimana yang dimaksud dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 544/KMK.04/2000 berikut ini : a) Tepat Waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan ( SPT ) untuk semua jenis pajak dalam dua tahun terakhir. b) Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak kecuali telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak. c) Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindakan pidana dibidang perpajakan dalam jangka waktu 10 ( sepuluh ) tahun terakhir. d) Dalam hal laporan keuangan diaudit oleh akuntan publik atau Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan harus dengan pendapat wajar dengan pengecualian sepanjang tidak mempengaruhi laporan laba rugi fiskal. e) Dalam hal Wajib Pajak yang pernah dilakukan pemeriksaan, koreksi pada pemeriksaan yang terakhir untuk masing – masing jenis pajak terutang paling banyak 5% ( lima persen ).
Presentase kepatuhan Wajib Pajak dapat diukur dengan cara membandingkan antara Wajib Pajak efektif ( Wajib pajak yang melaporkan pajaknya dan melakukan penyampaian pembetulan pajak apabila terdapat kesalahan pelaporan
18
pada tahun sebelumnya ) dengan wajib pajak yang terdaftar dalam Kantor Pelayanan Pajak tersebut. Hal tersebut tertuang dalam Surat Edaran Direktur Jendral Pajak Nomor SE-18/PJ/2006 tanggal 27 Juli 2006 tentang Key Performance Indicator ( KPI).
4. Contoh Kepatuhan Wajib Pajak PT. A9 menjalankan kewajiban perpajakannya dengan melakukan pembayaran pajak setiap bulannya atas angsuran pajak yang terutang (PPh pasal 25) dan melakukan pemotongan pajak atas penerima penghasilan yang merupakan objek pajak. PPh tersebut harus dibayar paling lama tanggal 10 di bulan berikutnya saat terutang pajak serta pelaporannya paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya saat terutang pajak. Pada akhir tahun pajak PT. A9 harus melaporkan kembali utang pajak yang sebenarnya selama satu tahun dengan menyampaikan SPT Badan Tahunan paling lama tanggal 30 April sesuai dengan kantor pelayanan pajak terdaftar. Berdasarkan lampiran dibawah ini PT. A9 melaporkan SPT Badan Tahun 2010 tanggal 26 April 2011 lebih awal 4 hari dari ketentuan pelaporan dan SPT Badan Tahun 2011 tanggal 25 April 2012 lebih awal 5 hari dari ketentuan pelaporan. Dengan demikian PT A9 telah melakukan kewajiban perpajakannya dan dikategorikan sebagai wajib pajak yang patuh.
19
20
5. Faktor yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak Wahyu Santoso ( 2008 ) dalam penelitiannya mengemukakan faktor – faktor yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak yaitu : a)
Ekonomi Yaitu penghasilan sebelum pajak, tarif pajak, besarnya peluang untuk diperiksa dan besarnya pinalti.
b)
Demografi Faktor demografi meliputi usia, keluarga, tempat tinggal.
c)
Pengetahuan dan pemahaman Wajib pajak Pengetahuan dan pemahaman wajib pajak terhadap peraturan perpajakan serta sanksi – sanksi atas pelanggaran terhadap peraturan perpajakan juga mempengaruhi kepatuhan wajib pajak.
d)
Personal dan Situasional Wajib pajak Faktor personal yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak meliputi moral, orientasi nilai, preferensi terhadap risiko. Sedangkan faktor situasionalnya meliputi ada dan tidaknya pemeriksaan pajak, ketidaksamaan beban pajak, bagaimana perilaku kelompok referensi dalam pelaporan pajak dan faktor tersediannya barang publik.
D. Pajak Penghasilan 1. Definisi Pajak Penghasilan Pajak penghasilan ( PPh ) adalah pajak yang dikenakan terhadap Subjek Pajak atau penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam suatu tahun pajak. Peraturan perundangan yang mengatur Pajak Penghasilan di Indonesia adalah UU No. 17 Tahun 1983 yang telah disempurnakan dengan UU No. 7 Tahun 1991, UU No. 10 Tahun 1994, UU No. 17 Tahun 2000, UU No. 36 Tahun 2008, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Keputusan Menteri
21
Keuangan, Keputusan Direktur Jenderal Pajak maupun Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak.
2. Tarif PPh Badan Tarif adalah pedoman dasar dalam menghitung besarnya pajak terutang ( pajak yang harus dibayar ), dimana besarnya tarif dinyatakan dalam presentase Waluyo ( 2005 : 17 ). Tarif PPh untuk wajib pajak badan dalam negeri adalah 28% ( dua puluh delapan persen ). Tarif tersebut menjadi 25% ( dua puluh lima persen ) mulai berlaku sejak tahun pajak 2010. Ada beberapa tarif untuk menghitung Pajak Terutang, yaitu : a. Tarif PPh Pasal 17 ayat ( 1 ) huruf b Tarif ini diterapkan baik Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap, yaitu sebesar 28% PPh terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan penghasilan kena pajak. b. Tarif PPh Pasal 17 ayat ( 2b ) Tarif ini diterapkan bagi Wajib Pajak badan dalam negeri yang berbentuk perseroan terbuka yang paling sedikit 40% ( empat puluh persen ) dari jumlah keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan di bursa efek di Indonesia dan memenuhi persyaratan tertentu lainnya. Wajib Pajak tersebut dapat memperoleh tarif sebesar 5% ( lima persen ) lebih rendah daripada tarif sebagaimana dimaksud pada pasal 17 ayat ( 1 ) huruf b dan ayat ( 2a ) Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008. PPh terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan penghasilan kena pajak. c. Tarif PPh Pasal 31 e
22
Periode penyampaian SPT Tahunan 2010 ini merupakan periode pelaporan tahunan yang pertama kali menggunakan ketentuan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008. Karena selain diatur pada Pasal 17 UU Nomor 36 Tahun 2008 masalah ini juga diatur di Pasal 31 huruf e. Pada Pasal 17 ayat 1 huruf ( b ) UU Nomor 36 Tahun 2008 disebutkan : “b. Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah sebesar 25% ( dua puluh lima persen )”. Kemudian pada Pasal 31 huruf e disebutkan : “ Wajib Pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp 50.000.000.000,00 ( lima puluh milyar rupiah ) mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% ( lima puluh persen ) dari tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat ( 1 ) huruf b dan ayat ( 2a ) yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp 4.800.000.000,00 ( empat milyar delapan ratus juta rupiah )”.
E. Penghasilan Kena Pajak Dalam menentukan penghasilan kena pajak yang menjadi dasar penghitungan pajak penghasilan terutang, penghasilan bruto dikurangi dengan biaya – biaya yang menurut ketentuan undang – undang perpajakan dapat dikurangkan dari penghasilan penghasilan bruto. Menurut Waluyo ( 2010) , biaya – biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto bagi Wajib Pajak Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap dapat dibagi 2 golongan, yaitu: 1. Beban atau biaya yang mempunyai masa manfaat tidak lebih dari 1 tahun Beban yang mempunyai masa manfaat tidak lebih dari 1 tahun merupakan biaya pada tahun yang bersangkutan 2. Beban atau biaya yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun,. Pengeluaran yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun, pembebanannya dilakukan melalui penyusutan atau melalui amortisasi.
23
Kemudian pengeluran – pengeluaran yang dilakukan oleh Wajib Pajak dapat pula dibedakan menjadi : 1. Pengeluaran yang dapat dibebankan sebagai biaya. Pengeluaran yang dapat dibebankan sebagai biaya adalah pengeluaran yang mempunyai hubungan langsung dengan usaha atau kegiatan lain untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan Objek Pajak yang pembebananya dapat dilakukan dalam tahun pengeluaran atau selama masa manfaat dari pengeluaran tersebut. 2. Pengeluaran yang tidak dapat dibebankan sebagai biaya. Pengeluaran yang tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto atau tidak dapat dibebankan sebagai biaya adalah pengeluaran untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang bukan merupakan Objek Pajak atau pengeluaran dilakukan tidak dalam batas – batas yang wajar sesuai dengan adat kebiasaan pedagang yang baik.Oleh karena itu, Pengeluaran yang melampui batas kewajaran dipengaruhi oleh hubungan istimewa, maka pengeluran tersebut tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto. Reformasi perubahan undang – undang tahun 2008 cukup signifikan. Perubahan Kebijakan Perubahan Undang – undang pajak tahun 2008 mengenai tarif Wajib Pajak Badan yaitu sebagai berikut : Tabel 2.1 Tarif Wajib Badan Tahun 2000
Tariff
Tahun 2008
s.d Rp 50.000.000
10%
-
Tarif tunggal 30%
15%
-
Diturunkan menjadi 28% pada
Rp
50 juta s.d.
Rp 100 juta
24
Di atas Rp
100 juta
30%
tahun 2009, dan menjadi 25% pada tahun 2010. -
Untuk WP Badan Masuk Bursa diberikan tarif 5% lebih rendah dari tarif yang berlaku.
Perubahan pada Undang – Undang no 36 Tahun 2008 Membawa Dampak yang nyata bagi Wajib Pajak Badan , dampak tersebut antara lain adanya penurunan tarif pada tahun 2008, terlihat peluang bahwa badan atau perusahaan lebih menyukai untuk melakukan transaksi jual – beli daripada menahan saham yang telah diedarkannya.
F. Penerimaan Pajak 1. Definisi Penerimaan Pajak Pada dasarnya pajak yang dibayarkan oleh Wajib Pajak akan disetorkan ke kas Negara sebagai pendapatan bagi Negara dan dijadikan sebagai salah satu sumber pembiayaan Negara. Peningkatan penerimaan pajak sangat dipengaruhi oleh kemampuan Direktorat Jendral Pajak dalam mengantisipasi perubahan yang cepat dalam segala bidang. Penerimaan atau pendapatan adalah suatu hasil yang ingin di capai oleh setiap perusahaan secara optimal. Berdasarkan Undang – Undang Tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2009 pasal 1, mendefinisikan penerimaan pajak adalah sebagai berikut :
25
Penerimaan pajak adalah Semua penerimaan yang terdiri dari pajak dalam negeri dan pajak perdagangan internasional.
Berdasarkan pengertian diatas maka penerimaan pajak terdiri dari : 1.
Pajak Dalam Negeri adalah Semua penerimaan negara yang berasal dari pajak penghasilan (PPh), pajak pertambahan nilai barang dan jasa (PPN), Pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM), pajak bumi dan bangunan (PBB), bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB), cukai dan pajak lainnya.
Jenis - jenis penerimaan dari sektor pajak antara lain : I.
Peneriamaan pajak dalam negeri 1. Penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) a. Penerimaan PPh Migas meliputi ; Penerimaan PPh Minyak bumi, PPh Gas Alam, PPh lainnya dari minyak bumi dan PPh Migas lainnya. b. Penerimaan PPh Non Migas meliputi ; Penerimaan PPh pasal 21, PPh pasal 22, PPh pasal 22 Import, PPh pasal 23, PPh pasal 25/29 Orang Pribadi, PPh pasal 25/29 Badan, PPh pasal 26, PPh final dan fiskal luar negeri serta penerimaan PPh Non Migas lainnya.
2. Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai ( PPN ) a. Penerimaan PPN meliputi ; Penerimaan PPN dalam negeri, PPN Impor, Penerimaan PPN lainnya. b. Penerimaan PPnBM meliputi ; Penerimaan PPnBM dalam negeri, PPnBM Impor, dan Penerimaan PPnBM lainnya.
26
3. Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan ( PBB ) meliputi ; Penerimaan PBB dari pedesaan, perkotaan, perkebunan, kehutanan, pertambangan dan penerimaan PBB lainnya.
4. Penerimaan BPHTB
5. Penerimaan Cukai meliputi ; Penerimaan cukai hasil tembakau, cukai ethyl alkohol, penerimaan denda administrasi cukai, dan penerimaan cukai lainnya.
6. Penerimaan Pajak lainnya meliputi ; Penerimaan bea materai, pendapatan dari penjualan benda materai, dan penerimaan pajak tidak langsung lainnya.
7. Penerimaan Bunga Penagihan Pajak meliputi ; Penerimaan bunga penagihan PPh, PPN, PPnBM, PTLL.
II. Pajak Perdagangan International adalah Semua penerimaan negara yang berasal bea masuk dan pungutan ( pajak ) ekspor. Penerimaan
bea
masuk
meliputi
penerimaan
masuk
tanggungan
pemerintah atas hibah ( SPM Nihil ), penerimaan dari denda administrasi
27
pabean, pendapatan bea masuk dalam rangka kemudahan impor tujuan ekspor ( KITE ) dan perimaan pabean lainnya.
2.Manfaat Uang Pajak Menurut Tony Marsyahrul ( 2009 ) dalam bukunya mengenai manfaat dari uang pajak, yaitu : 1. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Negara. Negara dalam menjalankan tugas rutin dan pembangunan memerlukan biaya. Biaya tersebut antara lain diperoleh dari penerimaan pajak, pengeluaran rutin, seperti belanja pegawai, belanja barang dan pemeliharaan yang biayanya berasal penerimaan pajak, sedangkan pengeluaran pembangunan bersumber dari tabungan pemerintah, yaitu penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin. Penerimaan dalam negeri itu sendiri atas penerimaan migas dan nonmigas yang sebagian besar merupakan penerimaan yang bersumber dari penerimaan pajak.
2. Pajak merupakan salah satu alat pemerataan pendapatan. Pengenaan pajak dengan tarif progresif dimaksudkan untuk mengenakan pajak yang lebih tinggi pada golongan yang lebih mampu. Dana yang dipindahkan dari sektor swasta ke sektor pemerintah digunakan untuk membiayai proyek – proyek yang terutama dinikmati oleh masyarakat yang berpenghasilan rendah, seperti sarana umum peribadahan, pendidikan, transportasi serta sarana tertentu lainnya yang dapat memberikan manfaat bagi masyarakat umum.
28
3. Pajak merupakan sarana pendorong pemerintahan Apabila masih tersisa dana yang digunakan untuk membiayai pengeluaran rutin negara, maka kelebihan tersebut dapat dipakai untuk tabungan pemerintah. Seperti yang tertuang dalam fungsi budgeter. Setiap jenis pajak yang diterima dari Wajib Pajak akan disetorkan ke kas Negara, yang dimasukkan ke dalam APBN. Penerimaan pajak merupakan salah satu penerimaan terbesar yang diharapkan akan diperoleh untuk memberikan kontribusi besar bagi APBN guna membiayai kebutuhan Negara. Selanjutnya optimalisasi dari penerimaan pajak tersebut akan dikelola oleh pemerintah sebagai sumber utama pembiayaan pemerintah dan pembangunan meskipun manfaatnya tidak dirasakan secara langsung .
3. Faktor –Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Pajak Menurut Siti Kurnia Rahayu ( 2010 : 56 ) menyebutkan faktor – faktor yang mempengaruhi penerimaan pajak antara lain : 1.
Kejelasan dan Kepastian Peraturan Perundang – undangan Perpajakan.
2.
Tingkat Intelektual Masyarakat
3.
Kualitas Petugas Pajak ( Intelektual, Keterampilan, Integritas dan Moral Tinggi )
4.
Sistem Administrasi Perpajakan yang tepat.
29
4. Contoh Peningkatan Penerimaan Pajak PT. A2 terdaftar di KPP Pratama Tigaraksa – Tangerang, Pada Tahun 2009 PT. A2 mempunyai pajak yang terutang sebesar Rp 103.163.752 dan tahun 2010 meningkat menjadi sebesar Rp 201.278.114 serta di tahun 2011 pajak yang terutang sebesar Rp 260.990.067. Hal ini disebabkan PT. A2 mengalami peningkatan keuntungan/laba di dalam usahanya. Dengan demikian secara langsung KPP Pramata Tigaraksa mengalami peningkatan penerimaan pajak dari PT. A2 yaitu dari tahun 2009-2010 mengalami peningkatan penerimaan pajak naik sebesar 95,10% dari tahun sebelumnya serta dari tahun 2010-2011 mengalami peningkatan penerimaan pajak naik sebesar 29,66% dari tahun sebelumnya. Perhitungan Persentase tersebut didapat dari selisih penerimaaan pajak pada KPP Tigaraksa - Tangerang yang dilihat dari tahun 2009 - 2010 dan dari tahun 2010-2011. Bukti penyampaian SPT tersebut dapat dilihat pada lampiran dibawah ini.
30
31
32
33
34
35
36
G. Pemeriksaan Pajak 1. Definisi Pemeriksaan Pajak Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan dan mengolah data dan/atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Dengan demikian pemeriksaan pajak adalah sebagai sarana untuk melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap wajib pajak, selain mempunyai tujuan untuk menguji kepatuhan wajib pajak di dalam memenuhi kewajiban perpajakannya, juga mempunyai tujuan dalam rangka melaksanakan ketentuan perundang-undangan perpajakan. Walaupun diberikan kewenangan untuk melakukan pemeriksaan, Undangundang juga membatasi kewenangan tersebut agar pemeriksaan tidak dilakukan secara sewenang-wenang. Untuk itulah diatur Tata Cara Pemeriksaan Pajak sebagaimana
tercantum
dalam
Peraturan
Menteri
Keuangan
Nomor
:
199/PMK/03.2007 tanggal 28 Desember 2007. Mekanisme pemeriksaan pajak sebagai tindakan pengawasan atas pelaksanaan sistem self assessment, untuk menumbuhkan kepatuhan wajib pajak pada dasarnya merupakan rangkaian kegiatan yang berproses secara terpadu, sehingga membentuk suatu sistem yang khas dalam rangka mewujudkan efektivitas dan efisiensi pemeriksaan. Menurut Erly Suandy ( 2008 : 105 ) :
37
Langkah-langkah pemeriksaan pajak meliputi : teknik pemeriksaan, prosedur pemeriksaan, metode pemeriksaan, dan hasil pemeriksaan.
2. Teknik Pemeriksaan Pajak Secara reformasi perpajakan tahun 1983, sistem pemungutan pajak di Indonesia berubah dari official assessment menjadi self assessment. Upaya pemberdayaan masyarakat melalui pelaksanaan sistem self assessment, perlu diikuti dengan tindakan pengawasan guna mewujudkan tercapainya sasaran kebijakan perpajakan. Sehubungan dengan hal itu, maka para pemeriksa pajak dalam melakukan tugas pengawasan perlu didukung oleh berbagai faktor penunjang. Salah satunya adalah menerapkan langkah strategi meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Karena tujuan utama dari pemeriksaan pajak adalah untuk meningkatkan kepatuhan ( tax compliance ), melalui upaya-upaya penegakan hukum ( law enforcement ) sehingga dapat meningkatkan penerimaan pajak. Dalam kegiatan pemeriksaan pajak aparatur pajak harus mencari, mengumpulkan dan mengelola data dimana data tersebut dapat mengatakan bahwa wajib pajak telah paham dan patuh menjalankan kewajibannya ke negara. Semakin tingginya kepatuhan wajib pajak memenuhi kewajibannya ke negara akan semakin tinggi pula tingkat kemakmuran negara tersebut. Secara umum, objek pemeriksaan pajak adalah Surat Pemberitahuan ( SPT Tahunan ) yang disampaikan oleh wajib pajak. Surat Pemberitahuan merupakan sinopsis dari objek pajak selama periode tertentu ( Tahunan ) diperlukan suatu penjelasan yang disajikan dari suatu mekanisme pembukuan. Oleh karena itu, penyempurnaan
38
dibidang pemeriksaan tidak dapat dipisahkan dengan peyempurnaan dibidang pembukuan. Pembukuan dengan berbagai perangkatnya ( buku, catatan, bukti dan dokumen lainnya ) merupakan sarana dalam pemeriksaan. Semakin baik dan semakin lengkap pembukuan seorang wajib pajak maka semakin lancar dan efektif jalan pemeriksaan. Pelayanan yang diberikan wajib pajak kepada pemeriksa merupakan pengorbanan sumber daya waktu dan tenaga bagi wajib pajak yang diperiksa.
3. Mekanisme Pemeriksaan Pajak Mekanisme Pemeriksaan Pajak diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 199/PMK.03/2007 tanggal 28 Desember 2007 Tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak : Pelaksanaan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan harus dilakukan sesuai dengan standart pelaksanaan pemeriksaan, yaitu : a.
Pelaksaan Pemeriksaan harus didahului dengan persiapan yang baik, sesuai dengan tujuan pemeriksaan, dan mendapat pengawasan yang seksama.
b.
Luas Pemeriksaan ( Audit scope ) ditentukan berdasarkan petunjuk yang diperoleh
yang
harus
dikembangkan
melalui
pencocokan
data,
39
pengamatan, permintaan keterangan, konfirmasi, teknik sampling, dan pengujian lainnya berkenaan dengan Pemeriksaan. c.
Temuan Pemeriksaan harus di dasarkan pada bukti kompeten yang cukup dan berdasarkan ketentuan peraturan perundang – undangan perpajakan.
d.
Pemeriksaan dilakukan oleh suatu tim Pemeriksa Pajak yang terdiri dari seorang supervisor, seorang ketua tim dan seorang atau lebih anggota tim.
e.
Tim Pemeriksa Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf d dapat dibantu oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian tertentu yang bukan merupakan Pemeriksa Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), baik yang berasal dari Direktorat Jendral Pajak maupun yang berasal dari instansi di luarnya yang telah ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak sebagi tenaga ahli sepeti penterjemah bahasa, ahli di bidang teknologi informasi dan pengacara.
f.
Apabila diperlukan, Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakn dapat dilakukan secara bersama – sama dengan tim pemeriksa dari instansi lain.
g.
Pemeriksaan dapat dilaksanakan di kantor Direktorat Jenderal Pajak, tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Wajib Pajak, tempat tinggal Wajib Pajak, atau di tempat lain yang dianggap perlu oleh pemeriksa pajak.
h.
Pemeriksaan dilaksanakan pada jam kerja dan apabila diperlukan dapat dilanjutkan diluar jam kerja.
40
i.
Pelaksanaan Pemeriksaan didokumentasikan dalam bentuk Kertas Kerja Pemeriksaan.
j.
Laporan Hasil Pemeriksaan digunakan sebagi dasar penerbitan surat ketetapan pajak dan/atau Surat Tagihan Pajak.
4. Hasil Pemeriksaan Pajak Kegiatan Pemeriksaan Pajak bertujuan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan yang harus dilaporkan dalam bentuk Laporan Hasil Pemeriksaan yang disusun sesuai dengan standar pelaporan hasil pemeriksaan, yaitu : a.
Laporan Hasil pemeriksaan disusun secar ringkas dan jelas, memuat ruang
lingkup atau pos – pos yang diperiksa sesuai dengan tujuan pemeriksaan, memuat simpulan Pemeriksaan Pajak yang didukung temuan yang kuat tentang ada tidaknya penyimpangan terhadap peraturan perundang – undangan perpajakan, dan memuat pula pengungkapan informasi lain yang terkait dengan Pemeriksaan. b.
Laporan Hasil Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan
kewajiban perpajakan Wajib pajak antara lain mengenai : 1. Penugasan Pemeriksaan 2. Identitas Wajib Pajak 3. Pembukuan atau pencatatan Wajib Pajak 4. Pemenuhan kewajiban perpajakan 5. Data/Informasi yang tersedia
41
6. Buku dan dokumen yang dipinjam 7. Materi yang diperiksa 8. Uraian hasil pemeriksaan 9. Ikhtiar hasil pemeriksaan 10. Perhitungan pajak terutang 11. Simpulan dan usaul Pemeriksa Pajak Bahwa peranan pemeriksaan pajak dapat dikatakan cukup dominan dalam mendongkrak penerimaan negara
yang berasal dari pajak. Itulah sebabnya
siapapun orang / instansi jika berada pada posisi sebagai otorisasi pajak yang di bebani tugas berat untuk mengurangkan penerimaan negara yang bersumber dari pajak maka pemeriksaan pajak merupakan salah satu alat kendali pemerintah untuk menunjang pengendalian intern dan mengamankan penerimaan negara.
5. Moderasi Pemeriksaan Pajak 1. Pengertian Moderasi Pemeriksaan Pajak Dimoderasi sama artinya dengan dipagari atau diatur. Sehingga Moderasi Pemeriksaan dapat diartikan sebagai upaya Direktorat jendral pajak bersama pemerintah untuk menjaga dan memonitoring wajib pajak supaya tetap berada pada koridor perpajakan yaitu melakukan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketetapan peraturan perpajakan yang berlaku.
42
2. Penyebab Pemeriksaan Pajak Pemeriksaan pajak terhadap wajib pajak dilakukan untuk menguji atau menelusuri kebenaran SPT yang disampaikan wajib pajak, pembukuan atau pencatatan dan pemenuhan kewajiban lainnya dibandingkan dengan keadaan atau kegiatan wajib pajak yang sebenarnya.
3. Tujuan Pemeriksaan Pajak Tujuan pemeriksaan pajak menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 199/PMK.03/2007 sebagai berikut : 1. Menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dalam rangka memberikan kepastian hukum, keadilan, dan pembinaan kepada wajib pajak. 2. Tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan biasanya dilakukan dalam rangka pemberian atau penghapusan NPWP, penentuan daerah terpencil, sentralisasi pembayaran pajak.
H. Penelitian Terdahulu. TAHUN 2006
NAMA PENELITI Agni Nugroho
JUDUL Pengaruh Sikap Wajib Pajak Pada Pelaksanaan Sanksi Denda, Pelayanan Fiskus dan Kesadaran Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak.
HASIL PENELITIAN 1. Secara parsial Sikap Wajib Pajak terhadap pelaksanaan sanksi denda terdapat pengaruh positif terhadap kepatuhan WP
KESIMPULAN Semakin tinggi sikap wajib pajak terhadap pelaksanaan sanksi denda, pelayanan fiskus dan kesadaran perpajakan memiliki pengaruh positif
43
2008
Asri Fika Agusti
Pengaruh Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Badan Pada KPP Pratama Grogol Petamburan
2010
Euphrasia Susi
Pengaruh Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Badan Terhadap Peningkatan Penerimaan Pajak Penghasilan
2010
Maria Ratna Pengaruh Kepatuhan Sari Wajib Pajak dan Pemeriksaan Pajak Terhadap Penerimaan
2. Secara parsial Sikap Wajib Pajak terhadap fiskus terdapat berpengaruh terhadap kepatuhan Wajib Pajak 3. Secara parsial Sikap WP terhadap kesadaran perpajakan terdapat pengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak. Terdapat pengaruh positif antara tingkat kepatuhan wajib pajak terhadap peningkatan penerimaan pajak
Terdapat pengaruh positif antara kepatuhan wajib pajak, pemeriksaan dan PPh terutang terhadap peningkatan penerimaan pajak penghasilan Badan
1. Kepatuhan Wajib Pajak dan Pemeriksaan
terhadap kepatuhan wajib pajak.
Semakin patuh wajib pajak badan melaporkan dan melunasi kewajiban perpajakannya maka penerimaan pada KPP akan meningkat Semakin patuh wajib pajak badan dan melakukan kewajiban perpajakannya dan dalam penyampaian PPh terutangnya yang di moderasi oleh pemeriksaan maka peningkatan penerimaan pajak akan mengalami peningkatan. Semakin wajib pajak patuh dan di dilakukannya pemeriksaan pajak
44
Pph pasal 25/29 di KPP Pratama Denpasar
2010
Shiva
Pengaruh Sikap Wajib Pajak dan Pemeriksaan Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Di KPP Pratama Serpong – Tangerang
1.
2.
2012
Rintia Eviani
Pengaruh Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Badan Terhadap Peningkatan Penerimaan Pajak Yang Dimoderasi Oleh Pemeriksaan Pajak Pada KPP Pratama Kebayoran –
1.
2.
secara simultan berpengaruh terhadap peningkatan penerimaan pajak penghasilan pasal 25/29. 2. Terhadap pengaruh parsial antara kepatuhan wajib pajak dan pemeriksaan dengan penerimaan pajak penghasilan pasal 25/29 Secara parsial menunjukkan tidak adanya pengaruh yang signifikan sikap wajib pajak terhadap kepatuhan wajib pajak. Pemeriksaan pajak secara signifikan berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak. Tingkat kepatuhan wajib pajak badan secara parsial berpengaruh terhadap penerimaan pajak Pemeriksaan pajak secara
akan berpengaruh terhadap peningkatan penerimaan pajak penghasilan pasal 25/29 Badan.
Sikap wajib pajak dan pemeriksaan pajak secara simultan berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak
Tingkat kepatuhan wajib pajak, pemeriksaan pajak, secara simultan berpengaruh terhadap penerimaan pajak
45
Jakarta
I.
parsial tidak berpengaruh terhadap penerimaan pajak
Model Konseptual
Gambar 2.1 Variabel Moderating ( X2 ) : Pemeriksaan Pajak
Variabel Bebas ( X1 ) :
Variabel Terikat ( Y ) :
Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Badan
Peningkatan Penerimaan Pajak Penghasilan Pada KPP Tigaraksa
Variabel Kontrol ( X3 ) : Penghasilan Kena Pajak ( PKP )