1
BAB II LANDASAN TEORI
A. Earning Per Share (EPS) 1. Pengertian laba Committee on Terminology mendefinisikan laba sebagai “jumlah yang berasal dari pengurangan harga pokok produksi, biaya lain, dan kerugian dari penghasilan atau penghasilan operasi” (Sofyan, 2008:241). Menurut
Accounting
Principles
Board
(APB)
Statement
mengartikan laba (rugi) sebagai “kelebihan (defisit) penghasilan di atas biaya selama satu periode akuntansi” (Sofyan, 2008:241). Laba (rugi) merupakan “selisih antara total pendapatan dan total beban untuk satu periode tertentu”, yang akan menaikkan (menurunkan) jumlah ekuitas pemilik melalui laba ditahan (Aril dan Wibowo, 2007).
2. Pengertian Earning Per Share (EPS) Laba per saham (Earning Per Share – EPS) merupakan “rasio yang menunjukkan bagian laba untuk setiap saham” (Tjiptono dan Hendy, 2008:195). Menurut Gitman (2006) bahwa laba per saham dapat dihitung dengan cara “pendapatan untuk pemegang saham biasa dibagi dengan jumlah saham biasa yang beredar”. Rasio ini menunjukkan “berapa besar kemampuan per lembar saham menghasilkan laba” (Sofyan, 2007:306).
7
2
Rasio laba per lembar saham biasa atau disebut juga rasio nilai buku merupakan “rasio untuk mengukur keberhasilan manajemen dalam mencapai keuntungan bagi pemegang saham” (Kasmir, 2009:207). Keuntungan bagi pemegang saham adalah jumlah keuntungan setelah dipotong pajak. Keuntungan yang tersedia bagi pemegang saham biasa adalah jumlah keuntungan dikurangi pajak, dividen dan hak-hak lain untuk pemegang saham preferen. Rasio ini untuk mengukur “laba bersih per lembar saham yang menunjukkan potensi maksimum yang mungkin diperoleh pemegang saham dalam pembagian laba” (Toto, 2007:125). Dikatakan maksimum karena yang dibagi biasanya kurang dari EPS. Rasio ini hanya berlaku untuk saham biasa. Apabila ada saham preferen yang beredar maka jumlah laba bersih perlu disisihkan terlebih dahulu untuk dividen saham preferen. EPS menggambarkan profitabilitas perusahaan yang tergambar pada setiap lembar saham. semakin tinggi nilai EPS maka semakin besar laba dan kemungkinan peningkatan jumlah dividen yang diterima pemegang saham. Laba per saham dihitung dengan rumus sebagai berikut: Laba per lembar saham =
Laba bersih Saham biasa yang beredar
Sebagai catatan, jika pada perusahaan tersebut terdapat saham preferen yang beredar maka rumusnya akan berbeda sebagai berikut: Laba per lembar saham =
Laba bersih – Dividen saham preferen Saham biasa yang beredar
3
Selanjutnya menurut Brigham dkk (2006) menyatakan bahwa apabila terdapat waran dan obligasi konversi yang beredar, maka perusahaan tersebut secara teoritis dapat melaporkan EPS dalam salah satu bentuk sebagai berikut: a. Simple EPS Simple EPS secara langsung melaporkan pembagian antara laba yang tersedia untuk pemegang saham biasa dan jumlah ratarata saham yang beredar selama periode tertentu. b. Primary EPS Primary EPS melaporkan bahwa laba dibagi dengan jumlah rata-rata saham yang seharusnya beredar jika waran dan obligasi konversi yang akan dikonversi di masa depan telah dikonversikan. c. Fully diluted EPS Fully diluted EPS hampir sama dengan primary EPS namun semua waran dan obligasi konversi diasumsikan telah dikonversikan tanpa mempertimbangkan kapan kejadian terhadap salah satu sekuritas tersebut terjadi.
B. Rasio-Rasio Utang atau Solvabilitas (Leverage) Rasio ini berfungsi untuk mengukur seberapa jauh perusahaan menggunakan hutang-hutangnya dan menganalisis pembelanjaan yang dilakukan berupa komposisi hutang dan modal serta kemampuan perusahaan untuk membayar bunga dan beban tetap lainnya. Solvabilitas yang artinya mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban keuangannya. Dalam manajemen keuangan, leverage adalah penggunaan aset dan sumber dana oleh perusahaan yang memiliki biaya tetap dengan maksud agar keuntungan finansial para pemegang saham dapat ditingkatkan. Utang pada prinsipnya akan menguntungkan perusahaan apabila perusahaan mampu menghasilkan tingkat pengembalian investasi yang
4
melebihi tingkat bunga yang harus dibayarkan. Namun, perlu diperhatikan bahwa tingkat tingkat pengembalian investasi yang akan diperoleh perusahaan sangat bergantung pada kondisi ekonomi yang akan terjadi pada tahun-tahun mendatang. Apabila kondisi ekonomi mendatang baik, maka tingkat pengembalian investasi juga cenderung meningkat sehingga perusahaan yang berhutang akan mampu membayar bunga dan pokok pinjamannya dan sebaliknya. Adapun beberapa rasio utang atau solvabilitas (leverage) yang menunjukkan proporsi utang menurut Handono (2009:58-61) sebagai berikut: 1. Rasio utang (Debt Ratio/Debt to Total Asset – DR/DAR) Rasio utang ini dihitung berdasarkan atas total hutang dibagi dengan total aktiva yang dimiliki perusahaan. Rumusnya dinyatakan sebagai berikut: Total utang Debt ratio = Total aktiva 2. Rasio utang terhadap ekuitas (Debt to Equity Ratio – DER) Rasio ini menunjukkan perbandingan antara hutang dengan modal sendiri. Rumusnya dinyatakan sebagai berikut: Total utang Debt to equity ratio = Total ekuitas Rasio utang terhadap ekuitas (debt to equity ratio – DER) merupakan “rasio yang mengukur sejauh mana besarnya utang dapat ditutupi oleh modal sendiri” (Tjiptono dan Hendy, 2008:200). Rasio ini menggambarkan perbandingan hutang dengan ekuitas dalam pendanaan perusahaan dan menunjukkan kemampuan modal sendiri perusahaan tersebut untuk memenuhi seluruh kewajibannya. Debt to equity ratio merupakan “rasio yang digunakan untuk menilai utang dengan ekuitas” (Kasmir, 2008:157). Rasio ini dicari dengan cara membandingkan antara seluruh utang dengan seluruh ekuitas. Rasio ini berguna untuk mengetahui jumlah dana yang disediakan peminjam (kreditor) dengan pemilik perusahaan
5
atau untuk mengetahui setiap rupiah modal sendiri yang dijadikan untuk jaminan utang. Rasio financial leverage juga dikenal dengan sebutan debt to equity ratio (DER). Rasio ini menunjukkan “perbandingan hutang dari modal serta merupakan rasio yang penting karena berkaitan dengan masalah trading on equity, yang dapat memberikan pengaruh positif maupun negatif terhadap rentabilitas modal sendiri dari perusahaan tersebut” (Arief dan Edy, 2008:64). Jika perusahaan memiliki leverage 2,24 kali, artinya para kreditur menempatkan dana sebesar Rp 2,24 setiap Rp 1 modal sendiri. Salah satu aspek yang dinilai dalam mengukur kinerja perusahaan adalah aspek leverage atau utang perusahaan. Utang merupakan komponen penting perusahaan, khususnya sebagai sebagai salah satu sarana pendanaan. Penurunan kinerja sering terjadi karena perusahaan memiliki utang yang cukup besar dan kesulitan dalam memenuhi kewajibannya tersebut. 3. Rasio pengganda utang keuangan (Financial Leverage Multiplier – FLM) Sepintas rasio ini tampak tidak berhubungan dengan utang karena baik pembilang maupun penyebutnya tidak mengandung utang. Harus diingat kembali, persamaan akuntansi mengungkapkan bahwa aktiva sama dengan utang ditambah ekuitas. Ini berarti bahwa jika kita menghitung aktiva dan ekuitas, pada hakikatnya kita sedang menghitung utang. Apabila jumlah aktiva relatif tetap, sementara utang bertambah, ekuitas akan cenderung mengecil. Hal itu akan berakibat pada meningkatnya rasio FLM. Rumusnya dinyatakan sebagai berikut: Total aktiva Financial leverage multiplier = Total ekuitas
C. Kebijakan Pembagian Dividen 1. Pengertian dividen Menurut Rusdin (2006:73) dividen adalah “bagian keuntungan perusahaan yang dibagikan kepada pemegang saham”. Lukman (2006:30) menyatakan bahwa dividen merupakan “distribusi dari income yang diperoleh perusahaan kepada pemegang
6
saham”. Pembayaran dividen itu sendiri bukanlah merupakan biaya yang dapat digunakan untuk mengurangi pajak dan dananya diambil dari laba bersih sesudah pajak (earning after tax). Menurut Robert Ang (2006:69) dividen adalah “nilai pendapatan bersih perusahaan setelah pajak dikurangi dengan laba ditahan sebagai cadangan bagi perusahaan”. Dividen merupakan “pembagian sisa laba bersih perusahaan yang didistribusikan kepada pemegang saham atas persetujuan RUPS” (Tjiptono dan Hendy, 2006:178-179).
2. Pengertian Dividend Payout Ratio (DPR) Rasio pembayaran dividen (Dividend Payout Ratio − DPR) merupakan “rasio untuk melihat bagian earning (pendapatan) yang dibayarkan sebagai dividen kepada investor” (Mamduh, 2007:86). Bagian lain yang tidak dibagikan akan diinvestasikan kembali ke perusahaan. Menurut Farah (2007:58) DPR merupakan “rasio antara dividen yang dibayarkan dengan laba yang tersedia untuk pemegang saham” (Farah, 2007:58). Selanjutnya Hendy menyatakan DPR adalah “rasio antara dividen yang dibayarkan dibandingkan dengan jumlah keuntungan bersih yang diperoleh perusahaan” (Hendy, 2008:54). DPR dihitung dengan rumus sebagai berikut:
7
Rasio pembayaran dividen =
Dividen per lembar saham Laba per lembar saham
3. Jenis-jenis dividen Dilihat dari bentuk dividen yang dapat didistribusikan kepada pemegang saham, menurut Tjiptono dan Hendy (2008:179) dividen dapat dibedakan menjadi beberapa jenis antara lain: a. Dividen tunai (cash dividend) adalah dividen yang dibagikan kepada pemegang saham dalam bentuk kas (tunai). b. Dividen saham (stock dividend) adalah dividen yang dibagikan bukan dalam bentuk tunai melainkan dalam bentuk saham perusahaan. c. Dividen properti (property dividend) adalah dividen yang dibagikan dalam bentuk aktiva selain kas atau saham, misalnya aktiva tetap dan surat-surat berharga. d. Dividen likuidasi (liquidating dividend) adalah dividen yang diberikan kepada pemegang saham sebagai akibat dilikuidasinya perusahaan. Dividen yang dibagikan adalah selisih nilai realisasi aset perusahaan dikurangi dengan semua kewajibannya.
4. Kebijakan dividen Kebijakan dividen adalah suatu keputusan untuk menentukan beberapa besar dari pendapatan perusahaan yang akan diinvestasikan kembali (reinvestment) atau ditahan (retained) di dalam perusahaan sebagai laba ditahan. Kebijakan dividen penting karena dua alasan yaitu pertama, pembayaran dividen akan memengaruhi harga saham, dengan demikian akan berpengaruh pula dengan perdagangan saham. Kedua, pendapatan yang ditahan (retained earning) biasanya merupakan sumber tambahan modal sendiri (equity capital) yang terbesar dan terpenting untuk pertumbuhan perusahaan.
8
Kebijakan perusahaan membagikan dividen kepada para investor adalah kebijakan yang sangat penting. Kebijakan pembagian dividen tidak saja membagikan keuntungan yang diperoleh perusahaan kepada investor, tetapi harus selalu diikuti dengan pertimbangan adanya kesempatan investasi kembali (reinvestment). Apabila dividen dibayarkan secara tunai makin meningkat, maka semakin sedikit dana yang tersedia untuk reinvestasi. Hal ini menyebabkan tingkat pertumbuhan di masa depan menjadi rendah, sehingga akan menekan harga saham. Ada dua asumsi yang mendasari kebijakan dividen (Bodie, et.al, 2008) antara lain: 1. Kebijakan dividen pada perusahaan yang tidak sedang tumbuh (a low investment rate plan). Pada perusahaan-perusahaan yang termasuk kategori ini mampu membayarkan dividen lebih tinggi pada awal periode, tetapi pertumbuhan dividen pada tahun-tahun berikutnya lebih rendah. 2. Kebijakan dividen pada perusahaan yang sedang tumbuh (a high reinvestmentrate plan). Perusahaan-perusahaan yang sedang tumbuh akan memberikan dividen relatif rendah pada awalnya. Hal ini dikarenakan adanya rencana reinvestasi dari sebagian laba yang diperoleh untuk membiayai aktivitas ekspansi (reinvestment). Tetapi perusahaan-perusahaan yang termasuk kelompok perusahaan yang sedang tumbuh akan mampu menghasilkan tingkat pertumbuhan dividen yang lebih tinggi pada tahun-tahun berikutnya. Walaupun sebagian besar perusahaan kelompok ini mempertahankan rasio pembayaran dividen (dividend payout) yang tetap. Namun pertumbuhan laba yang lebih besar akhirnya memberikan dividen lebih besar.
5. Faktor-faktor yang memengaruhi kebijakan dividen Beberapa faktor yang memengaruhi penetapan kebijan dividen pada perusahaan menurut Weston dan Brigham (2006) antara lain:
9
a. Peraturan hukum Terdapat tiga hal yang ditekankan berkaitan dengan pembayaran dividen sebagai berikut: 1) Peraturan mengenai laba bersih yaitu menentukan bahwa dividen dapat dibayar dari laba dahulu dan laba sekarang. 2) Peraturan mengenai tindakan yang merugikan pemodal. Peraturan tersebut akan melindungi para kreditor, caranya dengan melarang pembayaran dividen dari dana modal yang berarti membagikan investasinya bukan membagikan keuntungan. 3) Peraturan mengenai hak mampu bayar (insolvency) yaitu menentukan bahwa perusahaan tidak membayar dividen jika tidak mampu (perusahaan bangkrut). b. Posisi likuiditas yaitu apabila laba yang ditahan telah diinvestasikan dalam bentuk aktiva tetap, seperti mesin, peralatan, bahan, persediaan dan barang-barang lainnya yang bukan disimpan dalm bentuk uang tunai, maka hal tersebut dapat menunjukkan posisi likuiditas perusahaan yang rendah dan terdapat kemungkinan perusahaan tidak mampu lagi membayar dividen. c. Perlunya membayar kembali pinjaman Di sini perusahaan perlu menyisihkan laba sebelum jatuh tempo hutang, agar keuntungan perusahaan pada saat jatuh temponya hutang dibebani dengan pembayaran seluruh hutang. d. Keterbatasan karena kontrak hutang Dalam perjanjian hutang terdapat larangan-larangan bagi debitur sehubungan dengan pembayaran dividen. Hal ini dilakukan untuk melindungi pihak kreditur sehubungan dengan dana yang dipinjamkan. Pembatasan tersebut dilakukan dengan cara dividen yang akan datang hanya boleh dibayar dari keuntungan diperoleh sesudah ditandatanganinya. Kontrak hutang atau dividen tidak dibayar jika modal kerja bersih jumlahnya lebih kecil dari suatu jumlah tertentu. e. Tingkat perluasan perusahaan Semakin cepat tingkat pertumbuhan perusahaan semakin besar kebutuhannya untuk membiayai pengembangan harta perusahaan tersebut dan semakin besar dana yang dibutuhkan di kemudian hari, semakin banyak pula keuntungan yang harus ditahan dan bukan untuk dibayarkan kepada pemegang saham dalam bentuk dividen (dividen relatif kecil). f. Tingkat keuntungan (tingkat hasil pengembalian atas aktiva yang diharapkan) Hal ini menentukan perusahaan untuk membayar dividen atau menggunakannya di dalam perusahaan.
10
g. Stabilitas perusahaan Perusahaan yang keuntungannya relatif stabil dapat memperkirakan bagaimana keuntungan di masa depan, sehingga kemungkinan besar perusahaan akan membagikan keuntungannya dalam persentase yang lebih besar dibandingkan dengan perusahaan yang keuntungannya berfluktuasi. h. Kemampuan memasuki pasar modal Perusahaan besar yang sudah memiliki profitabilitas yang tinggi dan keuntungan yang stabil akan lebih mudah memasuki pasar modal atau menerima dana dari luar pembiayaannya. Karena perusahaan yang sudah mantap akan memiliki tingkat dividen yang lebih tinggi dibanding dengan perusahaan kecil atau masih baru. i. Kontrol Kekhawatiran berkurangnya kekuasaan kelompok dominan dalam mengendalikan perusahaan cenderung mendorong perusahaan untuk memperbesar laba ditahan demi keperluan ekspansinya yang berarti akan memperkecil pembayaran dividennya. j. Kedudukan pajak para pemegang saham Pada umumnya para pemilik perusahaan yang memegang sebagian besar sahamnya tergolong kelompok berpendapatan tinggi dan merupakan pembayar pajak yang tinggi sehingga menyebabkan perusahaan akan membayar dividen yang rendah. k. Pajak atas penghasilan yang diperoleh dengan tidak wajar Seringkali perusahaan menahan keuntungan hanya untuk menghindari tarif pajak perusahaan yang tinggi, maka dikeluarkan peraturan yang membebani pajak tambahan terhadap keuntungan atas penghasilan yang diperoleh dengan tidak wajar. l. Tingkat inflasi Kecenderungan kenaikan harga termasuk harga aktiva tetap menyebabkan akumulasi penyusutan tidak lagi mencukupi untuk mengganti aktiva tetap. Oleh karena itu, perusahaan memperbesar porsi laba ditahan sehingga porsi untuk dividen menjadi berkurang. Sementara itu Ahmad dan Herni (2010;126-128) memberikan tiga pandangan dasar mengenai dividen yaitu : a. Kebijakan dividen tidak relevan Dividen itu tidak mengandung pengaruh yang berarti terhadap harga saham (saham biasa). Pendapat ini bertolak pada dua pemikiran yaitu: pertama, adanya asumsi bahwa keputusan-
11
keputusan investasi dan penggunaan surat hutang sudah dibuat dan tidak memengaruhi besar kecilnya dividen yang akan dibayarkan. Kedua, adanya pasar modal yang “sempurna”. Hal ini berarti (1) para investor dapat menjual dan membeli saham tanpa kehilangan biaya transaksi, misalnya komisi pialang, karena dalam pasar modal sempurna informasi tersebar luas sehingga para investor bisa melakukan segala sesuatunya sendiri, (2) setiap perusahaan bisa menerbitkan saham umum tanpa adanya macam-macam biaya, (3) tidak ada pajak pendapatan perorangan maupun perusahaan, (4) informasi lengkap mengenai setiap perusahaan selalu tersedia, sehingga para investor tidak perlu melihat pengumuman khusus mengenai pembayaran dividen sebagai indikator penting kondisi perusahaan. b. Dividen yang besar dapat meningkatkan harga saham Keyakinan bahwa kebijakan suatu perusahaan itu penting secara implisit, mengasumsikan bahwa seorang investor harus atau pasti menggunakan required rate of return yang sama, baik pendapatan itu berupa dividen maupun keuntungan modal. Namun pendapatan dividen memiliki sifat yang lebih pasti (predictable) daripada keuntungan modal. Pihak manajemen bisa mengontrol dividen, tetapi ia tidak dapat mendikte harga sahamnya di bursa. Ini berarti kadar risiko keuntungan modal lebih besar. Kenaikan dividen tidak mengurangi risiko mendasar yang terkandung dalam saham, melainkan jika suatu pembayaran dividen mendorong manajeman menerbitkan saham baru, hanya mengalihkan risiko dan kepemilikan baru. Kita harus mengetahui bahwa investor sekarang yang menerima dividen tengah memperdagangkan atau menukarkan keuntungan modal yang tidak pasti itu dengan aset yang lebih terjamin (berupa dividen tunai). c. Dividen rendah meningkatkan harga saham Pandangan ketiga yang menyoroti soal pengaruh dividen terhadap harga saham, menyatakan bahwa dividen itu sebenarnya merugikan investor. Argumen ini terutama didasarkan pada perbedaan perlakuan pajak terhadap pendapatan dividen dan keuntungan modal. Bagi investor, tujuan yang harus dicapai adalah maksimalisasi tingkat hasil investasi setelah dipotong pajak, tanpa harus menanggung risiko yang terlalu besar. Tujuan ini direalisir melalui upaya meminimalkan tingkat pajak efektif (yang benarbenar harus dibayarkan) atas pendapatan mereka dan sedapat mungkin menunda pembayaran pajak tersebut. Dengan adanya pajak, maka investor mengutamakan maksimalisasi pendapatan setelah pajak, bukan pendapatan sebelum pajak. Meskipun keuntungan pajak dari keuntungan modal tidak ada lagi, ia masih memiliki keuntungan lain, yakni penundaan pembayaran pajak. Saham yang memungkinkan penundaan pembayaran pajak (artinya saham tersebut harganya
12
naik terus sehingga memberikan keuntungan modal, tetapi tidak banyak memberikan dividen) akan dijual dengan premi (harganya lebih mahal) daripada saham yang membuahkan banyak dividen, tetapi keuntungan modalnya sedikit. Dari ketiga pandangan di atas, argumen bahwa dividen itu tidak relevan sulit dibantah, karena ia menerapkan asumsi-asumsi pasar yang sempurna. Namun pendapat ini memang tidak begitu sesuai dengan kenyataan sehari-hari mengingat asumsi-asumsinya yang sangat jarang ditemui dalam dunia nyata. Pandangan ketiga yang memperhitungkan aspek perpajakan memberikan harapan apalagi pada saat keuntungan modal masih menerima keistimewaan perlakuan pajak. Ada beberapa teori yang dapat digunakan sebagai landasan dalam menentukan kebijakan dividen yang paling tepat untuk perusahaan. Kolb (2010) menyebutkan tiga teori sebagai berikut : a. Residual theory Penekanan teori ini adalah pada investasi modal dengan anggapan bahwa dividen merupakan residu (akhir) dari proses investasi modal (capital investment process). Bertolak dari anggapan tersebut, maka teori ini menganjurkan agar dividen dibayarkan dari sisa dana yang digunakan untuk investasi modal. b. Indifference theory Teori ini dilandasi anggapan bahwa dividen bukan faktor yang relevan terhadap nilai saham. Teori ini dipelopori oleh Miller dan Modigliani (1961) yang berpendapat bahwa “hanya pendapatan yang relevan bagi pemegang saham”. Oleh karena itu, dividen dibayar atau tidak dibayar tidak ada pengaruhnya bagi kemakmuran bagi pemegang saham. Teori ini menggunakan asumsi-asumsi sebagai berikut: 1) Tidak ada pajak atas dividen dan keuntungan modal. 2) Tidak ada biaya penerbitan (floating cost) jika mengeluarkan tambahan saham. 3) Tidak ada biaya transaksi. c. Bird in the hand Teori ini mengatakan bahwa pemegang saham tidak peduli (not indifferent) terhadap dividen dan perubahan pendapatan perusahaan. Bagi pemegang saham, kebijakan dividen adalah relevan terhadap nilai saham. Teori didukung oleh Lintner dan Gordon yang mengatakan bahwa pemegang saham menilai $1 dividen yang diterima lebih tinggi daripada $1 pendapatan yang ditahan.
13
Setiap perusahaan dalam satu pihak selalu menginginkan adanya pertumbuhan dalam perusahaan dan pihak lain yang juga dapat membayar dividen kepada para pemegang saham, akan tetapi kedua tujuan ini selalu bertentangan. Semakin tinggi dividen yang dibayarkan berarti semakin sedikit laba ditahan, sehingga dapat menghambat pertumbuhan pendapatan dan harga saham perusahaan tersebut. Jika perusahaan ingin menahan sebagian besar dari pendapatan yang diraih perusahaan, berarti pembayaran dividen kepada para pemegang saham akan semakin kecil. Keputusan mengenai kebijakan dividen adalah keputusan yang menyangkut bagaimana cara dan dalam bentuk apa dividen dibayarkan kepada para pemegang saham. Ada beberapa pola pembayaran dividen yang dapat dapat dipilih sebagai kebijakan dividen perusahaan. Kolb (2010) menyebutkan lima pola pembayaran dividen sebagai berikut : a. Stable and occasionally increasing dividend per share Kebijakan ini menetapkan dividen saham yang tetap (stabil) selama tidak ada peningkatan yang permanen dalam earning power kemampuan membayar dividen. Manajemen menaikkan dividen hanya jika ia yakin bahwa tingkat yang lebih tinggi tersebut dapat dipertahankan secara definitif. Landasan berpikirnya adalah psikologis pemegang saham, di mana pemegang saham akan merasa senang bila dividen naik dan hal ini akan menaikkan perdagangan saham. Sebaliknya, bila dividen turun pemegang saham akan merasa kecewa dan hal ini akan menyebabkan perdagangan saham akan menurun. b. Stable dividend per share Landasan pemikirannya adalah pasar mungkin akan menilai suatu saham lebih tinggi bila dividen yang diharapkan tetap stabil daripada kalau dividen berfluktuasi. Cara ini paling superior untuk menjaga payout ratio yang stabil. Perusahaan yang menilai cara ini akan membayar dividen dalam jumlah yang tetap dari tahun ke tahun, karenanya cara ini disebut pula stable dollar amount per share. Pola ini paling banyak diterapkan oleh perusahaan-perusahaan di Amerika Serikat. c. Stable payout ratio Dalam pola ini, jumlah dividen yang dihitung berdasarkan suatu persentase tetap (constant) dari laba (earnings). Bila laba berfluktuasi, maka jumlah dividen yang dibayarkan ikut berfluktuasi.
14
d. Regular dividend plus extra Dengan cara ini dividen reguler ditetapkan dalam jumlah yang manajemen yakin mampu dipertahankan tanpa menghiraukan fluktuasi laba dan kebutuhan investasi modal. Bila tambahan kas tersedia, perusahaan memberikan dividen ekstra (bonus) kepada pemegang saham. Cara ini memberikan fleksibilitas bagi perusahaan, tetapi menimbulkan ketidakpastian bagi pemegang saham. Meskipun demikian, cara ini kemungkinan merupakan pilihan terbaik bagi perusahaan menurut kondisi yang ada. Cara ini mengakui kandungan informasi dividen sehingga diharapkan dengan pemberian bonus (ekstra) dapat menarik minat pembeli yang akhirnya meningkatkan perdagangan saham.
e. Fluktuating dividend and payout ratio Dalam metode ini, dividen dan payout ratio berfluktuasi sesuai dengan perubahan laba dan kebutuhan investasi modal perusahaan setiap periode. Metode ini tampaknya kurang populer bagi perusahaan go public, namun mungkin cocok bagi perusahaan kecil atau perseroan tertutup.
6. Prosedur pembayaran dividen Prosedur dalam pembayaran dividen menurut Ahmad dan Herni (2010:131-132) sebagai berikut: a. Tanggal pengumuman (date of declaration) Tanggal pengumuman adalah tanggal di mana direksi secara formal mengumumkan kepada para pemegang saham bahwa dividen akan dibagikan, suatu hutang dividen harus diakui dan laba yang ditahan berkurang. Dengan demikian kewajiban membayar dividen timbul pada saat direksi mengumumkan pembagian dividen. b. Cum-dividend date Tanggal hari terakhir perdagangan saham yang masih melekat hak untuk mendapatkan dividen. c. Tanggal pemisahan dividen (ex-dividend date) Tanggal pemisahan dividen adalah batas waktu untuk menentukan siapa yang berhak menerima dividen. Hanya investor yang membeli saham sebelum tanggal pemisahan dividen yang berhak menerima pembagian dividen tunai. Mereka yang yang melakukan transaksi pada tanggal pemisahan dividen tidak termasuk dalam kategori penerima dividen. Sebelum
15
tanggal pencatatan, perusahaan sudah harus diberitahukan apabila terjadi transaksi jual beli atas saham tersebut. Oleh karena itu, pada bursa internasional disepakati adanya tanggal pemisahan dividen yaitu tiga hari sebelum tanggal pencatatan. Setelah tanggal pencatatan, saham tersebut tidak lagi memiliki hak atas dividen pada tanggal pembayaran. d. Tanggal pencatatan pemegang saham (date of record) Tanggal pencatatan adalah tanggal di mana pemilikan saham ditentukan, sehingga dapat diketahui kepada siapa dividen dibagikan. Pemegang saham yang mencatatkan dirinya pada tanggal ini adalah pemegang saham yang menerima dividen pada tanggal pembayaran. Tidak ada entry yang diperlukan pada tanggal pencatatan. Tanggal ini hanya digunakan sebagai titik batas, kepada dividen dibagikan. Penentuan titik batas tidak perlu dilakukan karena saham perusahaan diperdagangkan di bursa, sehingga pemiliknya dapat setiap saat berubah. Tentang jumlah saham yang beredar perusahaan sudah mengetahuinya sejak dividen diumumkan. Pada saat dividen dibayarkan, hutang dan kas akan berkurang sehingga perusahaan akan mencatatnya sebagai pengurangan kedua perkiraan tersebut. e. Tanggal pembayaran (date of payment) Pada tanggal ini dividen dibayarkan kepada para pemegang saham. Setelah memegang dividen, kas didebit dan piutang dieliminasi. Pembayaran dividen akan dikenakan pemotongan pajak penghasilan. Contoh prosedur pembayaran dividen kas 25 Okt 1 Nov 2 Nov 6 Nov 7 Des
Declaration date
Cum dividend date
Ex dividend date
Record date
Payment date
Sumber : Ahmad dan Herni (2010:131-132)
A. Harga Saham 1. Pengertian saham Menurut Rusdin (2006:68) saham adalah “sertifikat yang menunjukkan bukti kepemilikan suatu perusahaan dan pemegang saham memiliki klaim atas penghasilan dan aktiva perusahaan”.
16
Selanjutnya Martono dan Agus (2007:230) berpendapat bahwa saham adalah “tanda bukti kepemilikan atau penyertaan pemegangnya atas perusahaan yang mengeluarkan saham tersebut (emiten)”. Selain itu saham didefinisikan sebagai “tanda penyertaan atau pemilikan seseorang atau badan dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas” (Tjiptono dan Hendy, 2008:6). Saham berwujud selembar kertas yang menerangkan bahwa pemilik kertas adalah pemilik perusahaan yang menerbitkan surat berharga tersebut. Porsi kepemilikan ditentukan oleh seberapa besar penyertaan yang ditanamkan di perusahaan tersebut.
2. Pengertian harga saham Harga saham merupakan harga atau nilai uang yang tersedia dikeluarkan untuk memperoleh kepemilikan atas suatu saham. Menurut ringkasan data perusahaan pada Badan Pelaksana Pasar Modal, harga saham merupakan “nilai yang terjadi di bursa setiap saat, selama satu tahun yang menunjukkan harga tertinggi dan terendah” (Muawiyah 2005: 28). Menurut Rusdin (2006:109-114) harga saham ada dua yaitu “ketika pertama kali dijual yaitu pada saat perusahaan melakukan Initial Public Offering (IPO) dan yang kedua yaitu pada saat dijual di pasar sekunder (lantai bursa)”.
17
Harga saham adalah “harga suatu saham pada pasar yang sedang berlangsung, jika bursa sudah tutup maka harga pasar tersebut adalah harga penutupannya” (Rusdin, 2006).
3. Jenis-jenis saham Klasifikasi saham dapat dibedakan atas beberapa hal menurut Tjiptono dan Hendy (2008:8) antara lain: a. Ditinjau dari cara peralihannya saham dapat dibedakan atas: 1) Saham atas unjuk (bearer stock), artinya pada saham tersebut tidak tertulis nama pemiliknya agar mudah dipindahtangankan dari satu investor ke investor lainnya. Secara hukum, siapa yang memegang saham tersebut maka dialah diakui sebagai pemiliknya dan berhak untuk ikut hadir dalam RUPS. 2) Saham atas nama (registered stock), merupakan saham yang ditulis dengan jelas siapa nama pemiliknya, di mana cara peralihannya harus melalui prosedur tertentu. b. Ditinjau dari segi kemampuan dalam hak klaim, maka saham terbagi atas : 1) Saham biasa (common stock), merupakan saham yang menempatkan pemiliknya paling yunior terhadap pembagian dividen dan hak atas kekayaan perusahaan apabila perusahaan tersebut dilikuidasi. Saham biasa adalah saham yang tidak mencantumkan nama pemilik dan kepemilikannya melekat pada pemegang sertifikat tersebut. Saham biasa tidak menerima hak istimewa. Saham biasa menanggung risiko terbesar karena pemegang saham biasa menerima deviden setelah pemegang saham preferen dibayar dan menerima dividen sepanjang perseroan memperoleh keuntungan, hak suara pada RUPS sesuai dengan jumlah saham yang dimiliki (one share one vote), dan jika perusahaan dilikuidasi, memiliki hak memperoleh sebagian dari kekayaan perusahaan setelah semua kewajiban dilunasi, baik untuk para kreditor maupun para pemegang saham preferen. 2) Saham preferen (preferred stock), merupakan saham yang memberikan hak untuk mendapatkan dividen lebih dahulu dari saham biasa dan besarnya deviden tetap. Apabila perusahaan dilikuidasi, maka pembayaran maksimum
18
sebesar nilai nominal saham setelah para kreditur dan kemungkinan menerima penghasilan tambahan dalam pembagian laba perusahaan. Saham preferen memiliki karakteristik gabungan antara obligasi dan saham biasa, karena bisa menghasilkan pendapatan tetap (seperti bunga obligasi), tetapi juga bisa tidak mendatangkan hasil seperti yang dikehendaki investor. Saham preferen serupa dengan saham biasa karena dua hal, yaitu: mewakili kepemilikan ekuitas dan diterbitkan tanpa tanggal jatuh tempo yang tertulis di atas lembaran saham tersebut dan membayar dividen. Sedangkan persamaan antara saham preferen dengan obligasi terletak pada tiga hal, yaitu: ada klaim atas laba dan aktiva sebelumnya, dividennya tetap selama masa berlaku dari saham dan memiliki hak tebus dan dapat dipertukarkan dengan saham biasa. Oleh karena saham preferen diperdagangkan berdasarkan hasil yang ditawarkan kepada investor, maka secara praktis saham preferen dipandang sebagai surat berharga dengan pendapatan tetap dan karena itu akan bersaing dengan obligasi di pasar. Walaupun demikian, obligasi perusahaan menduduki tempat yang lebih senior dibanding dengan saham preferen. Di samping penghasilan tetap yang dijamin kotinuitas dan besarnya, dividen tidak dipengaruhi oleh laba perusahaan. Saham preferen terdiri dari beberapa jenis, yaitu: a. Saham preferen kumulatif (cumulative preferred stock) adalah saham preferen yang memberikan hak kepada pemiliknya atas pembagian dividen yang sifatnya kumulatif dalam suatu persentase atau jumlah tertentu, artinya kalau pada tahun tertentu yang dibayarkan tidak mencukupi atau tidak dibayar dividen sama sekali, maka akan diperhitungkan pada tahun-tahun berikutnya, sampai saat dapat dibagikan dividen. Kumulatif ini tidak berlaku pada saat perusahaan dilikuidasi. b. Saham preferen non kumulatif ( non cumulative preferred stock). Pemegang saham ini mendapatkan prioritas dalam pembagian dividen hingga suatu persentase atau jumlah tertentu, tetapi tidak bersifat kumulatif, yaitu dividen tahuntahun sebelumnya yang belum dibayar tidak perlu dilunasi pada tahun berikutnya. Jadi, jika akan membagi dividen untuk pemegang saham biasa, kewajiban yang ada hanyalah membayar dividen saham preferen untuk tahun tersebut. c. Saham preferen partisipasi ( participating preferred stock). Pemegang saham ini di samping memeroleh dividen tetap yang telah ditentukan, juga diberi hak untuk memeroleh bagian dividen tambahan setelah saham biasa memeroleh
19
jumlah dividen yang sama dengan jumlah yang tetap yang diperoleh saham preferen. Pemegang saham preferen partisipasi membagi rata dengan pemegang saham biasa setiap pembagian laba di luar tingkat yang ditentukan. Jadi, saham preferen 5%, jika berpartisipasi penuh, akan menerima tidak hanya pengembalian 5%, tetapi juga dividen pada tingkat yang sama seperti yang dibayarkan kepada pemegang saham biasa jika jumlah yang melebihi 5% dari nilai pari atau nilai ditetapkan dibayarkan kepada pemegang saham biasa. d. Saham preferen non partisipasi (non participating preferred stock). Pemegang saham ini setiap tahunnya menerima dividen terbatas sebesar tarif dividennya. e. Saham preferen konvertibel (convertible preferred stock). Saham ini memiliki preferensi untuk ditukar dengan surat berharga lain. Hak konversi umumnya meliputi pertukaran saham preferen dengan saham biasa. Dalam hal-hal tertentu, saham preferen mungkin dapat dikonversi dengan obligasi, sehingga para investor memiliki kelebihan untuk mengubah posisis mereka dari pemegang saham menjadi kreditur. c. Dilihat dari kinerja perdagangan saham biasa maka saham dapat dikategorikan atas: 1) Saham unggulan (blue-chip stock), yaitu saham biasa dari suatu perusahaan yang memiliki reputasi tinggi, sebagai pemimpin di industri sejenis, memiliki pendapatan yang stabil dan konsisten dalam membayar dividen. 2) Saham pendapatan (income stock), yaitu saham dari suatu emiten yang memiliki kemampuan membayar dividen lebih tinggi dari rata-rata dividen yang dibayarkan pada tahun sebelumnya. Emiten seperti ini biasanya mampu menciptakan pendapatan yang lebih tinggi dan secara teratur membagikan dividen tunai. Emiten ini tidak suka menekan laba dan tidak mementingkan potensi pertumbuhan harga saham (P/E ratio). 3) Saham pertumbuhan (growth stock (well-known)), yaitu saham dari emiten yang memiliki pertumbuhan pendapatan yang tinggi, sebagai pemimpin di industri sejenis yang mempunyai reputasi tinggi. Selain itu terdapat juga growth stock (lesser-known) yaitu saham dari emiten yang tidak sebagai pemimpin dalam industri namun memiliki ciri umumnya saham ini berasal dari daerah dan kurang populer di kalangan emiten. 4) Saham spekulatif (speculative stock), yaitu saham suatu perusahaan yang tidak bisa secara konsisten menerima penghasilan dari tahun ke tahun, akan tetapi mempunyai
20
kemampuan penghasilan yang tinggi di masa mendatang, meskipun belum pasti. 5) Saham siklikal (cyclical stock), yaitu saham yang tidak terpengaruh oleh kondisi ekonomi makro maupun situasi bisnis secara umum. Pada saat resesi ekonomi harga saham ini cukup tinggi, di mana emitennya mampu memberikan dividen yang tinggi sebagai akibat dari kemampuan emiten dalam menerima penghasilan yang tinggi pada masa resesi. Emiten seperti ini biasanya bergerak dalam produk yang sangat dan selalu dibutuhkan masyarakat misalnya rokok, barang konsumsi dan lain-lain.
4. Faktor-faktor yang memengaruhi harga saham Ada beberapa faktor-faktor yang harus disadari oleh setiap investor. Faktor-faktor tersebutlah yang menjadi salah satu daya yang memicu berfluktuasinya harga saham. Ada faktor yang bersifat mikro, ada juga yang bersifat makro. Yang dimaksud dengan faktor mikro adalah faktor-faktor yang dampaknya hanya terhadap beberapa jenis saham saja. Sedangkan faktor makro adalah faktor penyebab yang berdampak pada semua saham (keseluruhan bursa) termasuk juga perekonomian secara menyeluruh. Faktor-faktor penggerak harga saham itu menurut Ali (2007:116-125) antara lain: a. Kondisi fundamental emiten Faktor fundamental adalah faktor yang berkaitan langsung dengan kinerja saham itu sendiri. Informasi penting yang dapat digunakan investor untuk menilai kinerja perusahaan adalah laba. Semakin baik kinerja emiten maka semakin besar pengaruhnya terhadap kenaikan harga saham, begitu juga sebaliknya. Selain itu keadaan emiten akan menjadi tolak ukur seberapa besar risiko yang akan ditanggung oleh investor. Saham-saham yang bagus, alias saham blue chip, tentu memiliki risiko yang lebih kecil jika dibandingkan dengan jenis saham lainnya. Ini karena faktor fundamental perusahaan penerbitnya sangatlah bagus. Baik itu kondisi keuangannya, strategi bisnisnya, produknya, manajemennya
21
b.
c.
d.
e.
hingga keunggulan lainnya yang bersifat comparative advantage. Hukum permintaan dan penawaran Begitu investor tahu kondisi fundamental perusahaan tentunya mereka akan melakukan transaksi jual maupun beli. Transaksi-transaksi inilah yang akan memengaruhi fluktuasi harga saham perlu diwaspadai juga bahwa kenaikan harga karena permintaan yang banyak atau penawaran yang sedikit akan berlangsung terus sebab pada suatu titik harga saham akan menjadi terlalu mahal. Tingkat suku bunga Faktor suku bunga ini penting untuk diperhatikan karena rata-rata semua orang, termasuk investor saham, selalu mengharapkan hasil investasi yang lebih besar. Dengan adanya perubahan suku bunga, tingkat pengembalian hasil berbagai sarana investasi akan mengalami perubahan. Ada yang cenderung naik, ada juga yang cenderung turun. Yang mengalami kecenderungan naik, misalnya investasi di pasar uang seperti tabungan, deposito, valuta asing dan sebagainya. Yang di maksud suku bunga disini adalah suku bunga yang diberlakukan Bank Indonesia (BI) selaku bank sentral dengan mengeluarkan Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Pemerintah melalui BI akan menaikkan tingkat suku bunga guna mengontrol peredaran uang di masyarakat atau dalam arti luas mengontrol perekonomian nasional. Ini sering disebut dengan kebijakan moneter. Selain kebjakan moneter, pemerintah juga bisa mengeluarkan kebijakan fiskal seperti pajak dan sebagainya. Valuta asing Dalam kehidupan perekonomian global dewasa ini hampir tak ada satupun negara di dunia yang bisa menghindari perekonomianya dari pengaruh pergerakan valuta asing, khususnya terhadap pengaruh US dollar. Karena dollar Amerika telah menjadi semacam mata uang internasional maka mau tidak mau setiap negara harus mengendalikan mata uang ini. Contoh sederhana semua negara pasti mencadangkan devisanya dalam bentuk dollar Amerika. Selain itu, kegiatan ekspor maupun impor selalu berpatokan pada mata uang ini. Ketika suku bunga dollar Amerika naik, maka para investor, terutama investor asing, mereka mengharapkan keuntungan. Mereka akan berbondong-bondong menjual sahamnya untuk ditempatkan di bank dalam bentuk dollar Amerika. Otomatis harga saham menjadi turun. Dana asing di bursa Jika suatu bursa dikuasai oleh investor asing maka ada kecenderungan transaksi saham sedikit banyak tergantung pada
22
investor asing tersebut. Investor lokal pun akan banyak menjadi pengikut investor asing. Jika ada aksi, baik jual maupun beli, yang dilakukan investor asing maka merka akan melakukan hal yang sama. Dengan semakin besarnya dana yang ditanamkan investor asing, hal itu menandakan bahwa kondisi investasi di Indonesia telah kondusif, yang berarti pertumbuhan ekonomi tidak lagi negatif yang tentu saja akan merangsang kemampuan emiten untuk mencetak laba. Sebaliknya, jika investasi asing berkurang, ada perkiraan bahwa mereka sedang ragu atas negeri ini, baik atas keadaan sosial, politik maupun keamanannya. Jadi, besar kecilnya investasi dana asing di bursa akan berpengaruh pada kenaikan atau penurunan harga saham. f. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Sebenarnya IHSG telah mencerminkan kondisi keseluruhan transaksi bursa saham yang terjadi jika dibandingkan menjadi ukuran kenaikan maupun penurunan harga saham. Karena bursa saham merupakan salah satu indikator perekonomian sebuah negera maka diperlukanlah sebuah standar perhitungan tentang transaksi yang terjadi dalam bursa sepanjang periode tertentu. Perhitungan ini yang akan dipergunakan sebagai tolak ukur kondisi perekonomian dan investasi suatu negara. g. News dan rumors Yang dimaksud news dan romors disini adalah semua berita yang beredar di tengah masyarakat yang menyangkut berbagai hal baik itu masalah ekonomi, sosial, poitik, keamanan, hingga berita seputar rencana reshuffle kabinet. Dengan adanya berita tersebut para investor bisa memrediksi seberapa kondusif keadaan negeri ini sehingga kegiatan investasi bisa dilaksanakan. Ini akan berdampak pada pergerakan harga saham di bursa. Sedangkan rumors adalah berita-berita yang belum tentu benar yang terkadang juga terselip di antara news berbagai media massa. Misalnya isu-isu seputar penurunan presiden di tengah jalan, isu bom dan sebagainya. Pernyataanpernyataan politik yang seadanya yang keluar dari mulut politikus juga bisa dikelompokkan pada rumors. Tak berarti banyak pengamat ekonomi yang menyayangkan pernyataan dari para elit politik yang justru merugikan pasar. Adapun faktor-faktor yang memengaruhi harga saham seperti yang dikemukakan oleh Weston dan Brigham (2006:26) yang berpendapat bahwa saham perusahaan tergantung pada faktor-faktor berikut:
23
1. Proyeksi laba per saham. 2. Saat diperolehnya laba. 3. Tingkat risiko dari proyeksi laba. 4. Proporsi utang perusahaan. 5. Kebijakan pembagian dividen. Menurut Brigham dkk (2006) ada beberapa faktor yang memengaruhi harga saham sebagai berikut: 1. Laba per saham Semakin tinggi laba per saham yang diberikan perusahaan maka para investor akan semakin percaya bahwa perusahaan akan memberikan pengembalian yang cukup baik. Akibatnya akan terjadi investasi yang lebih besar yang dapat meningkatkan harga saham perusahaan. 2. Tingkat bunga Tingkat bunga memengaruhi harga saham dengan cara sebagai berikut: a. Tingkat bunga memberikan pengaruh terhadap persaingan antara saham dan obligasi di pasar modal, di mana bila tingkat suku bunga naik para investor akan menerima hasil yang lebih besar dari obligasi sehingga mereka lebih tertarik untuk membeli obligasi daripada saham, yang akan menyebabkan harga saham turun dan sebaliknya. b. Tingkat bunga memengaruhi laba perusahaan, hal tersebut karena: 1) Bunga adalah biaya, semakin tinggi tingkat suku bunga semakin rendah laba perusahaan. 2) Suku bunga memengaruhi kegiatan ekonomi maka akan memengaruhi laba perusahaan. 3. Dividen tunai yang dibagikan Sebagai salah satu faktor yang memengaruhi harga saham, maka pembagian dividen yang meningkat dan besar merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kepercayaan dari pemegang saham karena jumlah dividen tunai yang semakin besar dapat menarik investor sehingga harga saham meningkat. 4. Jumlah laba yang diperoleh perusahaan Investor dalam melakukan investasi terhadap suatu perusahaan, hal utama yang menjadi bahan pertimbangan adalah profit yang dihasilkannya maka hal ini memengaruhi harga saham. 5. Risiko dan pengembalian Tingginya perencanaan terhadap laba akan menyebabkan tingginya risiko yang akan dihadapi (high risk high return). Semakin tinggi risiko guna mencapai laba yang tinggi maka
24
akan semakin tinggi tingkat pengembalian saham yang diterima maka hal ini akan berpengaruh terhadap harga saham.
5. Metode-Metode Analisis Investasi Metode analisis yang digunakan untuk menganalisis atau memrediksi pergerakan terhadap suatu harga saham jumlahnya sangat banyak bahkan mungkin ribuan. Di antaranya merupakan analisis yang rumit yang tidak mudah dipahami oleh investor individu yang kebanyakan bukan kaum profesional di bidang ini. Beberapa metode analisis yang mudah dipahami dan cukup efektif untuk diaplikasikan menurut Tryfino (2009:8-9) antara lain: a. Analisis fundamental Analisis fundamental adalah metode analisis berdasarkan kinerja keuangan suatu perusahaan. Analisis ini bertujuan untuk memastikan bahwa saham yang dibeli merupakan saham perusahaan yang berkinerja baik. Analisis fundamental merupakan salah satu cara melakukan penilaian saham dengan mengamati berbagai indikator terkait kondisi makro ekonomi dan kondisi suatu perusahaan, termasuk berbagai indikator keuangan dan manajemen perusahaan. Dengan demikian, analisis fundamental merupakan analisis yang berbasis pada berbagai data riil untuk mengevaluasi atau memroyeksikan nilai suatu saham. Beberapa data atau indikator yang umum digunakan adalah pendapatan, laba, pertumbuhan penjualan, imbal hasil atau pengembalian atas ekuitas (return on equity), margin laba (profit margin) dan data-data keuangan lainnya sebagai sarana untuk menilai kinerja perusahaan dan potensi pertumbuhan perusahaan di masa mendatang. Beberapa analisis fundamental yang cukup efektif dipahami dan digunakan menurut Tryfino (2009:9) antara lain: 1) Book Value (BV) Book value adalah nilai atau harga buku per lembar dari suatu saham yang diterbitkan. Book value per lembar saham yang diterbitkan pada dasarnya mewakili jumlah aset atau ekuitas yang dimiliki perusahaan tersebut. Cara menghitung book value adalah total ekuitas suatu perusahaan dibagi dengan jumlah saham yang beredar. Metode analisis ini
25
digunakan untuk mengetahui kapasitas dari harga per lembar suatu saham dan sebagai tolak ukur dalam menentukan wajar atau tidaknya harga saham di pasar (maket value). 2) Price to Book Value (PBV) Price to Book Value (PBV) adalah rasio atau perbandingan antara market value (harga atau nilai pasar) dibagi dengan book value (harga atau nilai buku). Metode analisis ini digunakan untuk melengkapi analisis book value dan dapat membandingkan langsung book value dari suatu saham dengan market value-nya maka investor dapat mengetahui langsung sudah berapa kali market value suatu saham dihargai dari book value-nya. 3) Earning Per Share (EPS) Earning Per Share (EPS) adalah rasio antara laba bersih suatu perusahaan dibagi dengan jumlah saham yang beredar. Rasio ini dapat digunakan untuk menghitung laba atau keuntungan bersih yang diperoleh dari selembar saham dan untuk mengukur kinerja perusahaan dalam menghasilkan laba. 4) Price Earning Ratio (PER) Price Earning Ratio (PER) adalah rasio antara market value (harga atau nilai pasar) dibagi dengan EPS. Rasio ini dapat digunakan untuk menghitung tingkat pengembalian modal yang diinvestasikan pada suatu saham atau menghitung kemampuan suatu perusahaan dalam menghasilkan laba. Metode analisis ini bertujuan untuk memrediksi kapan atau berapa kali laba yang dihasilkan perusahaan dibandingkan dengan harga sahamnya pada periode tertentu. b. Analisis teknikal Analisis teknikal adalah metode analisis berdasarkan pergerakan harga saham sesuai dengan kemungkinan teknis dari historikal data statistik pergerakannya pada jangka waktu tertentu. Analisis ini sebagai pelengkap dari analisis fundamental. Analisis teknikal merupakan salah satu metode yang digunakan untuk menilai saham, di mana dengan metode ini para analis melakukan evaluasi saham berbasis pada datadata statistik yang dihasilkan dari aktivitas perdagangan saham, seperti harga saham dan volume transaksi. Dengan berbagai grafik yang ada serta pola-pola grafik yang terbentuk, analisis teknikal mencoba memrediksi arah pergerakan saham ke depan. Analisis teknikal atau sering disebut chartist percaya bahwa perkembangan atau kinerja saham dan pasar di masa lalu merupakan cermin kinerja ke depan. Dengan kata lain, mereka percaya sejarah akan terulang kembali.
26
Beberapa teori metode analisis yang cukup sederhana dan efektif digunakan untuk menganalisis pergerakan suatu saham adalah Moving Average Convergence Divergence (MACD), Stochastic Oscillator dan Trendlines. Moving Average Convergence Divergence (MACD) adalah metode analisis yang ditemukan oleh Gerald Appel untuk menganalisis sinyal perubahan kecenderungan dan memberi indikasi arah kecenderungannya. Stochastic Oscillator adalah metode analisis yang menggunakan teknik analisis kecepatan harga. Trendlines adalah metode analisis dengan menarik garis lurus dalam periode waktu tertentu baik pada harga di puncak maupun di dasar.
B. Hubungan Earning Per Share (EPS) Terhadap Harga Saham Rasio EPS memberikan gambaran mengenai kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan bersih dalam setiap lembar saham selama suatu periode tertentu. Kenaikan atau penurunan EPS dari tahun ke tahun adalah ukuran penting untuk mengetahui baik tidaknya pekerjaan yang dilakukan perusahaan. EPS yang tinggi akan diminati oleh investor sehingga harga saham juga akan meningkat. EPS yang tinggi menandakan bahwa perusahaan dapat memberikan tingkat kemakmuran kepada para pemegang saham, sebaliknya EPS yang rendah menandakan bahwa perusahaan gagal dalam memberikan tingkat kemakmuran kepada pemegang saham. Secara teori semakin tinggi EPS maka harga saham cenderung naik. EPS
yang
tinggi
menandakan
bahwa
perusahaan
tersebut
berhasil
meningkatkan taraf kemakmuran investor dan dalam hal ini akan mendorong investor untuk menambah modal yang ditanamkan pada perusahaan tersebut. Pada akhirnya peningkatan jumlah permintaan terhadap saham akan naik dan mendorong harga saham juga akan naik
27
Rasio ini memiliki pengaruh yang kuat terhadap harga saham, ketika EPS meningkat maka harga saham juga akan meningkat demikian pula sebaliknya. Mohamad (2005) meneliti pengaruh Earning Per Share (EPS) dan pertumbuhan penjualan terhadap harga saham. Penelitian ini mengambil populasi semua perusahaan makanan dan minuman dari tahun 2000-2003. Penelitian ini mengemukakan bahwa secara parsial EPS berpengaruh secara signifikan terhadap perubahan harga saham dan pertumbuhan penjualan tidak berpengaruh terhadap harga saham perusahaan makanan dan minuman. Namun secara simultan EPS dan pertumbuhan penjualan berpengaruh terhadap harga saham.
C. Hubungan Hutang Terhadap Harga Saham Kebutuhan untuk “menyeimbangkan antara keuntungan dengan biaya penggunaan utang melahirkan teori static trade off” (Myers, 1984). Penggunaan hutang akan meningkatkan nilai perusahaan namun hanya sampai titik tertentu. Setelah titik tersebut, penggunaan hutang justru akan menurunkan nilai perusahaan karena kenaikan keuntungan dari penggunaan hutang tidak sebanding dengan kenaikan biaya bankruptcy dan agency problem. Titik balik tersebut disebut struktur modal yang optimal yang menunjukkan jumlah hutang perusahaan yang optimal. Penggunaan hutang untuk memenuhi kebutuhan dana perusahaan akan menghasilkan keuntungan dan dapat berdampak pada kerugian yang tidak lain
28
adalah risiko dari penggunaan hutang. Hutang menyebabkan beban yang bersifat tetap yaitu beban bunga dan pokok pinjaman. Beban bunga merupakan elemen yang dapat mengurangi pajak penghasilan. Dengan demikian akan meningkatkan laba perusahaan. Dengan meningkatnya laba perusahaan maka investor akan tertarik untuk berinvestasi sehingga harga saham perusahaan akan meningkat. Leverage perusahaan sangat bergantung kepada investasi dan struktur pembiayaan perusahaan. Dengan investasi yang besar menyebabkan biaya tetap menjadi besar, sehingga akan meningkatkan risiko operasi. Sementara itu dengan struktur permodalan hutang yang jauh lebih besar dari modal sendiri atau DER (Debt Equity Ratio) yang tinggi tentu akan meningkatkan risiko pembiayaan. Risiko pembiayaan yang tinggi tentunya juga akan meningkatkan cost of equity (bunga pinjaman) tinggi yang nantinya akan meningkatkan cost of capital perusahaan. DER yang optimal tercermin dari cost of capital yang rendah dan selanjutnya dengan cost of capital yang rendah akan meningkatkan value of stock. Dapat disimpulkan adanya hubungan positif antara DER dengan value of stock. Penelitian terdahulu seperti Sugeng Sulistiono (1994) dan Sulaiman (1995) menunjukkan bahwa terjadi suatu reaksi antara harga saham dengan ukuran sampai sejauh mana sekuritas berpenghasilan tetap (utang dan saham preferen) yang diukur dengan financial leverage. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa perusahaan yang menggunakan hutang semakin banyak, maka semakin besar beban tetap yang berupa bunga dan angsuran pokok pinjaman
29
yang harus dibayar. Jika perusahaan ternyata mendapatkan keuntungan yang lebih rendah dari biaya tetapnya. Akibatnya, dividen yang akan diterima pemegang saham semakin kecil. Jadi, semakin besar tingkat financial leverage perusahaan, makin tinggi risiko finansialnya, sehingga tinggi rendahnya volume perdagangan saham dipengaruhi pula oleh tingkat leverage ratio.
D. Hubungan Kebijakan Pembayaran Dividen Terhadap Harga Saham Pembayaran dividen yang semakin meningkat menunjukkan prospek perusahaan yang bagus sehingga investor akan merespon positif dan nilai (harga saham) perusahaan akan meningkat. Hubungan positif antara kebijakan pembayaran dividen dan pergerakan harga saham telah didokumentasikan oleh beberapa peneliti. Studi klasik yang dilakukan oleh Lintner (1956) mendapatkan hasil sebagai berikut: “1) perusahaan lebih menekankan pembayaran dividen yang stabil; dan 2) earning merupakan faktor penentu utama dalam kebijakan dividen”. Aharony dan Swary (1980) mengemukakan bahwa “pengumuman peningkatan pembayaran dividen bersamaan dengan pengumuman earning triwulan memberikan informasi yang berguna sehingga terjadi peningkatan harga saham”. Menurut Sharpe dan kawan-kawan (1997), perubahan dividen adalah “pengumuman kenaikan dividen yang merupakan tanda bahwa manajemen telah menaikkan pendapatan masa depan perusahaan”. Oleh karena itu, pengumuman kenaikan dividen merupakan kabar baik dan pada gilirannya
30
akan menaikkan ekspektasi mereka mengenai pendapatan perusahaan. Hal ini merupakan suatu implikasi bahwa pengumuman kenaikan dividen akan menyebabkan kenaikan harga saham perusahaan”. Dari sisi investor, dividen merupakan salah satu penyebab timbulnya motivasi investor untuk menanamkan dananya di pasar modal. Investor lebih menyukai dividen daripada capital gain, alasannya adalah dividen merupakan penerimaan yang lebih pasti disbanding capital gain. Capital gain adalah jumlah kelebihan harga jual atas harga beli saham. prilaku ini oleh GordonLintner sebagai the bird in the hand theory, yang mengkiaskan bahwa satu burung di tangan lebih berharga dibanding seribu burung di udara. Menurut penelitian Sujoko dan Ugy (2007) menyatakan bahwa pembayaran dividen memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap nilai saham (harga saham) perusahaan. Hasil penelitian Sujoko (1999) juga menyatakan bahwa pembayaran dividen berpengaruh positif terhadap return (pengembalian) saham.
E. Tinjauan Penelitian Terdahulu Mohamad (2005) meneliti pengaruh Earning Per Share (EPS) dan pertumbuhan penjualan terhadap harga saham. Penelitian ini mengambil populasi semua perusahaan makanan dan minuman dari tahun 2000-2003. Penelitian ini mengemukakan bahwa secara parsial EPS berpengaruh secara signifikan terhadap perubahan harga saham dan pertumbuhan penjualan tidak berpengaruh terhadap harga saham perusahaan makanan dan minuman.
31
Namun secara simultan EPS dan pertumbuhan penjualan berpengaruh terhadap harga saham. Sarjana (1990) dalam Imron (2002), meneliti pengaruh Earning Per Share (EPS) dan Dividend per share (DPS) terhadap harga saham biasa dengan menggunakan data Earning Per Share (EPS) dan Dividend Per Share (DPS) terhadap harga saham rata-rata dari 20 perusahaan yang go public yang diamati selama lima tahun (1984-1988) dengan menggunakan uji t dan uji f. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa Earning Per Share (EPS) dan Dividend Per Share (DPS) berpengaruh signifikan terhadap harga saham. Sujoko dan Ugy (2007) meneliti tentang pengaruh struktur kepemilikan saham, leverage, faktor intern dan faktor ekstern terhadap nilai perusahaan pada perusahaan manufaktur dan non manufaktur di BEJ periode 2000-2004.
Dari
penelitian
tersebut
menyatakan
bahwa
leverage
(perbandingan nilai hutang dengan nilai modal sendiri perusahaan) memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap nilai (harga saham) perusahaan. Hasil penelitian ini mendukung teori struktur modal model trade off yang menyatakan bahwa jumlah hutang yang semakin meningkat akan menurunkan nilai perusahaan. Menurut penelitian Sujoko dan Ugy (2007) menyatakan bahwa pembayaran dividen memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap nilai saham (harga saham) perusahaan. Hasil penelitian Sujoko (1999) juga menyatakan bahwa pembayaran dividen berpengaruh positif terhadap return (pengembalian) saham.