BAB II LANDASAN TEORI
2.1
Pengertian Manajemen Manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia
dan sumber-sumber daya lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu
(Hasibuan,
2007:9)
sebagaimana
proses
perencanaan,
pengorganisasian,
pengarahan dan pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber daya (Handoko, 2003:8) untuk mencapai sesuatu melaluli kegiatan orang lain dan mengawasi usaha-usaha individu untuk mencapai tujuan bersama (Manullang, 2004:3). Suatu proses atau kerangka kerja, yang melibatkan bimbingan atau pengarahan suatu kelompok orang-orang ke arah tujuan-tujuan organisasi atau maksud-maksud yang nyata (Terry & Rue, 2008:1) dan sebuah pencapaian tujuan organisasi dengan cara yang efektif melalui perencanaan, pengorganisasian, pengarah, dan pengendalian sumber daya organisasi (Daft, 2006:1). 2.2
Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Manajemen Sumber Daya Manusia adalah ilmu dan seni mengatur hubungan dan
peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat (Hasibuan, 2007:10). Proses penerapan dan kebijakan dilibatkan dalam melaksanakan “sekelompok orang” atau aspek-aspek sumber daya dari sebuah situasi manajemen, termasuk perekrutan, penyaringan, pelatihan, penghargaan dan penilaian (Dessler, 2005:4). Rancangan sistem-sistem formal dalam sebuah organisasi untuk memastikan penggunaan bakat manusia secara efektif dan efisien (Mathis & Jackson, 2006:3) dengan
9
cara penarikan, seleksi, pengembangan, pemeliharaan, dan penggunaan sumber daya manusia untuk mencapai baik tujuan-tujuan individu maupun organisasi (Handoko, 2001:4). Pendayagunaan, pengembangan, penilaian, pemberian balas jasa, dan pengelolaan individu anggota organisasi atau kelompok karyawan, juga menyangkut desain dan implementasi sistem perencanaan, penyusunan karyawan, pengembangan karyawan, pengelolaan karir, evaluasi kinerja, kompensasi karyawan, dan hubungan ketenagakerjaan yang baik (Simamora, 2004:4). 2.2.1 Aktivitas Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Mathis dan Jackson (2006:43) ada 7 (tujuh) aktivitas SDM sebagai berikut. 1. Perencanaan dan Analisis SDM Lewat perencanaan dan analisis SDM, manajer-manajer berusaha untuk mengantisipasi kekuatan yang akan mempengaruhi persediaan dan tuntutan para karyawan di masa depan. Pentingnya sumber daya manusia dalam daya saing organisasional harus disampaikan juga. Sebagai bagian dari usaha mempertahankan daya saing organisasional, harus ada analisis dan penelitian efektivitas SDM. Karyawan juga harus dimotivasi dengan baik dan bersedia untuk tinggal selama jangka waktu yang pantas. Hal yang sangat penting untuk memiliki Sistem Informasi Sumber Daya Manusia (SISDM) guna memberikan informasi yang akurat dan tepat pada waktunya untuk perencanaan SDM. 2. Kesetaraan Kesempatan Kerja Pemenuhan hukum dan peraturan tentang kesetaraan kesempatan kerja mempengaruhi semua aktivitas SDM yang lain dan integral denagn manajemen SDM. Perencanaan SDM yang strategia harus bisa memberikan perbedaan individu-individu yang memadai untuk memenuhi persyaratan tindakan alternatif.
10
3. Pengangkatan Pegawai Tujuan dari pengangkatan pegawai adalah memberikan persediaan yang memadai atas individu-individu yang berkualifikasi untuk mengisi lowongan pekerjaan di sebuah organisasi. Dengan mempelajari apa yang dilakukan para pekerja, analisis pekerjaan merupakan dasar untuk fungsi pengangkatan pegawai. Kemudian, deskripsi pekerjaan dan spesifikasi pekerjaan dapat dipersiapkan untuk digunakan kketika merekrut para pelamar untuk lowongan pekerjaan. Proses seleksi berhubungan denagn pemilihan individu yang berkualifikasi untuk mengisi lowongan pekerjaan di organisasi tersebut. 4. Pengembangan SDM Dimulai dengan orientasi karyawan baru, pengembangan SDM juga meliputi pelatihan ketrampilan pekerjaan. Ketika pekerjaan-pekerjaan berkembang dan berubah, diperlukan adanya pelatihan ulang yang dilakukan terus-menerus untuk menyesuaikan perubahan teknologi. Melaksanakan pengembangan semua karyawan, termasuk para supervisor dan manajer, juga penting untuk mempersiapkan organisasik-organisasi agar dapat menghadapi tantangan masa depan. Perencanaan karir menyebutkan arah dan aktivitas untuk karyawan individu ketika mereka berkembang di dalam organisasi tersebut. Menilai bagaimana karyawan melaksanakan pekerjaannya merupakan fokus dari manajemen kinerja. 5. Kompensasi dan tunjangan Kompensasi memberikan penghargaan pada karyawan atas pelaksanaan pekerjaan
melalui
gaji,
insentif,
dan
tunjangan.
Para
pemberi
kerja
harus
mengembangkan dan memperbaiki sistem upah dan gaji dasar mereka. Selain itu, program insentif seperti pembagian keuntungan dan penghargaan produktivitas mulai
11
digunakan. Kenaikan yang cepat dalam hal biaya tunjangan, terutama tunjangan kesehatan, akan terus menjadi persoalan utama. 6. Kesehatan, Keselamatan, dan Keamanan Jaminan atas kelelahan fisik dan mental serta keselamatan para karyawan adalah hal yang sangat penting. Secara global, berbagai hukum keselamatan dan kesehatan telah menjadikan organisasi lebih responsif terhadap persoalan kesehatan dan keselamatan. Persoalan tradisional mengenai keselamatan fokus pada peniadaan kecelakaan di tempat kerja. Melalui fokus mengenai kesehatan yang lebih luas, manajemen SDM dapat membantu karyawan yang mengalami penyalahgunaan obat dan masalah lain melalui program bantuan karyawan untuk mempertahankan karyawan yang sebenarnya berkinerja memuaskan. Program peningkatan kesehatan yang menaikkan gaya hidup karyawan yang sehat menjadi lebih meluas. Selain itu, keamanan tempat kerja menjadi lebih penting, sebagai akibat dari jumlah tindak kekerasan yang meningkat di tempat kerja. Perusahaan juga perlu meningkatkan keamanan menyangkut keselamatan kerja pegawainya. 7. Hubungan Karyawan dan Manajemen Hubungan antara para manajer dan karyawan mereka harus ditangani secra efektif apabila para karyawan dan organisasi ingin sukses bersama. Manajer harus bisa menjamin hak dari karyawan dapat disampaikan. Merupakan suatu hal yang penting untuk mengembangkan, mengkomunikasikan, dan menganalisa kebijakan dan prosedur SDM sehingga para manajer dan karyawan mengetahui apa yang diharapkan. Dalam beberapa organisasi, hubungan serikat pekerja dan manajemen harus disampaikan dengan baik juga. 2.2.2 Peran Strategis Sumber Daya Manusia Menurut Dessler (2004:13) keunggulan yang dimiliki perusahaan dalam menghadapi ketatnya persingan di masa sekarang ini sangat ditentukan oleh peran karyawan perusahaan
12
tersebut. Maka fungsi bisnis bertanggung jawab untuk memperoleh, melatih, memberi penghargaan, dan memberikan kompensasi kepada karyawan harus memainkan peran yang lebih besar bagi keberhasilan perusahaan. Mathis dan Jackson (2006:67) mengatakan bahwa kemampuan bersaing, kemampuan untuk beradaptasi terhadap perubahan dalam pasar, dan banyak masalah lainnya merupakan faktor-faktor yang menentukan keberhasilan sebuah organisasi. SDM terlibat (atau seharusnya terlibat) dengan semua hal-hal tersebut dengan mengidentifikasi bagaimana ia dapat membantu dalam meningkatkan produktivitas organisasional,
membantu
untuk
menangani
kompetisi
asing
secara
efektif,
atau
meningkatkan inovasi dalam organisasi. Pemikiran seperti ini menunjukkan adanya cara berpikir strategis. Pokok dari perencanaan strategis adalah pengetahuan yang didapat dari membaca lingkungan eksternal akan perubahan yang terjadi. Merumuskan rencana strategis membutuhkan identifikasi, analisis, menyeimbangkan kesempatan dan ancaman eksternal perusahaan, serta kekuatan dan kelemahan internalnya. SDM bisa membantu perencana strategis dengan mengamati lingkungan, mengidentifikasi dan menganalisis kesempatan dan ancaman eksternal yang sangat penting bagi keberhasilan perusahaan. Merumuskan rencana membutuhkan kecerdasan kompetitif, dan manajemen SDM bisa memberikan informasi yang berguna. Sebagai contoh, rincian mengenai insentif baru dari pesaing, dan informasi tentang peraturan yang ditunda seperti Undang-Undang tenaga kerja atau perintah asuransi kesehatan. Menurut Dessler (2004:14) pelaksanaan strategi merupakan inti dari peran strategis SDM, dan hal tersebut masuk akal. Strategi fungsional sebuah perusahaan harus mendukung strategi persaingannya. Jika perusahaan memiliki strategi kompetitif untuk membedakan dirinya dengan para pesaingnya dalam menawarkan pelayanan kepada pelanggan yang
13
superior, maka perusahaan akan membutuhkan karyawan yang berkomitmen tinggi untuk melaksanakan strategi kompetitif guna memberikan daya saing terhadap kompetitor. 2.3
Pengertian Kepemimpinan Tidak ada gaya kepemimpinan yang mutlak baik atau buruk, yang penting asal tujuan
tercapai dengan baik. Hal ini disebabkan karena kepemimpinan dipengaruhi oleh faktorfaktor tujuan, pengikut, organisasi, karakter pimpinan dan situasi yang ada. Manajemen dan kepemimpinan sering dipandang sebagai dua konsep yang sama. Menurut esensinya, konsep kepemimpinan lebih luas daripada konsep manajemen. Manajemen dipandang sebagai suatu jenis khusus kepemimpinan dimana yang terpenting adalah pencapaian tujuan organisasi. Perbedaan pokok antara kedua konsep itu karenanya terletak pada istilah organisasi. Kepemimpinan terjadi setiap saat seseorang berusaha mempengaruhi perilaku seseorang atau sekelompok orang. Apapun alasannya, hal itu boleh jadi demi tujuannya sendiri atau tujuan orang lain, dan tujuan itu mungkin sejalan dengan tujuan-tujuan organisasi atau mungkin juga tidak. Berikut ini adalah beberapa definisi dari para ahli mengenai kepemimpinan : 1. Yulk, Gary mendefinisikan kepemimpinan secara luas yaitu proses-proses mempengaruhi interpretasi menganai kelompok atau organisasi, pengorganisasian dari aktivitasaktivitas kerja untuk mencapai sasaran-sasaran tersebut, motivasi dari para pengikut untuk mencapai sasaran, pemeliharaan hubungan kerja sama dan tam work serta perolehan dukungan dan kerja sama dari orang-orang yang berada di luar kelompok atau organisasi. 2. Martoyo, Susilo menyatakan bahwa kepemimpinan adalah keseluruhan aktivitas dalam rangka mempengaruhi orang-orang agar mau bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan yang memang diinginkan bersama.
14
3. Robbins, Stephen P. memberikan
definisi
kepemimpinan
sebagai
suatu
kemampuan
untuk
mempengaruhi suatu kelompok ke arah tercapainya tujuan. 4. Hasibuan, H. Malayu S.P. Kepemimpinan adalah cara seorang pemimpin mempengaruhi perilaku bawahan, agar mau bekerja sama dan bekerja secara produktif untuk mencapai tujuan organisasi. 2.3.1 Tipologi Kepemimpinan Masing-masing tipe kepemimpinan memiliki karakteristik tertentu yang membedakan satu tipe dari tipe yang lain. Banyak pendekatan yang dapat digunakan untuk menganalisanya, cara yang digunakan untuk menganalisa berbagai karakter yang dimiliki oleh tipe-tipe tersebut adalah dengan melakukan kategorisasi dari berbagai karakter itu (Siagian, 1999:28-30) berdasarkan : 1. Persepsi, seorang pemimpin tentang peranannya selaku pemimpin Persepsi adalah suatu proses penataan dan penerjemahan kesan-kesan seseorang tentang lingkungan dimana ia berada, persepsi merupakan cara pandang seseorang terhadap lingkungannya. 2. Nilai-nilai yang dianut Adalah keyakinan dasar yang terdapat dalam diri seseorang tentang hal-hal yang sangat mempengaruhi cara bertindak dan perilaku orang yang bersangkutan. Nilai berkaitan dengan pandangan seseorang tentang yang “baik” dan yang “buruk”, yang “benar” dan yang “salah”. 3. Sikap dalam mengemudikan organisasi Adalah suatu bentuk pernyataan evaluatif oleh seseorang yang dapat menyangkut suatu objek, seseorang atau sekelompok atau suatu peristiwa. Sikap dapat bersifat positif dan juga dapat pula bersifat negatif.
15
4. Perilaku dalam memimpin Perilaku adalah cara seseorang berinteraksi dengan orang lain, dalam hal ini adalah kehidupan organisasional. 5. Gaya kepemimpinan yang dominan Berbicara mengenai gaya sesungguhnya berbicara mengenai “modalitas” dalam kepemimpinan. Modalitas berarti mendalami cara-cara yang disenangi dan digunakan oleh seseorang sebagai wahana untuk menjalankan kepemimpinannya, istilah tipe dan gaya dapat dipandang sebagai sinonim. Menurut Siagian (1999:31-40), meskipun belum terdapat kesepakatan bulat tentang tipologi kepemimpinan yang secara luas dikenal dewasa ini, lima tipe kepemimpinan yang diakui keberadaannya : 1. Tipe yang Otokratik Dilihat dari segi persepsinya, seorang pemimpin yang otokratik adalah seorang yang sangat egois. Egonya yang sangat besar menumbuhkan dan mengembangkan persepsinya bahwa tujuan organisasi identik dengan tujuan pribadinya dan oleh karenanya organisasi diperlakukan sebagai alat untuk mencapai tujuan pribadi tersebut. Seorang pemimpin yang otokratik cenderng menganut nilai organisasional yang berkisar pada pembenaran segala cara yang ditempuh untuk mencapai tujuannya. 2. Tipe yang Paternalistik Tipe yang paternalistik banyak terdapat di lingkungan masyarakat yang masih bersifat tradisional, umumnya di masyarakat yang agraris. Persepsi seorang pemimpin yang paternalistik tentang perannya dalam kehidupan organisasional dapat
dikatakan
diwarnai
oleh
harapan
para
pengikut
kepadanya.
Gaya
kepemimpinan tersebut lebih bercorak pelindung, bapak dan guru. Artinya,
16
kebersamaan bagi para organisasi sedangkan pemimipin yang bersangkutan berada di atas para anggota tersebut. 3. Tipe yang Kharismatik Seorang pemimpin yang kharismatik adalah seorang yang dikagumi oleh banyak pengikut meskipun para pengikut tersebut tidak selalu dapat menjelaskan secara konkrit mengapa orang tertentu itu dikagumi. Para pengikut seorang pemimpin yang kharismatik tidak mempersoalkan nilai-nilai yang dianut, sikap dan perilaku serta gaya yang digunakan oleh pemimpin yang diikutinya itu. Bisa saja seorang pemimpin yang kharismatik menggunakan gaya yang otokratik atau diktatorial, tetapi para pengikutnya tetap setia kepadanya. 4. Tipe yang Laissez Faire Seorang pemimpin yang laissez faire melihat peranannya sebagai “polisi lalu lintas” dan cenderung memilih peranan yang pasif dan membiarkan organisasi berjalan menurut temponya sendiri tanpa banyak mencampuri bagaimana organisasi harus dijalankan dan digerakkan. 5. Tipe yang Demokratik Umumnya tipe pemimpin yang paling ideal dan yang paling didambakan adalah pemimpin yang demokratik. Seorang pemimpin yang demokratik dihormati dan disegani dan ditakuti karena perilakunya dalam kehidupan organisasi. Perilakunya mendorong para bawahannya menumbuhkan dan mengembangkan daya motivasi dan kreativitasnya. 2.3.2 Fungsi Kepemimpinan Menurut Siagian (1999:48-70), kepemimpinan memiliki fungsi-fungsi sebagai berikut : 1. Pemimpin sebagai Penentu Arah Arah yang dimaksud tertuang dalam strategi, taktik yang disusun dan dijalankan oleh organisasi yang bersangkutan. Perumus, penentu strategi dan taktik tersebut
17
adalah pimpinan dalam organisasi tersebut. Terlepas dari kategorisasi keputusan yang diambil, apakah pada kategori strategik, taktis, teknis atau operasional, kesemuanya tergolong pada “penentu arah” dari perjalanan yang hendak ditempuh organisasi. Kiranya menjadi jelas bahwa kemampuan para pejabat pimpinan sebagai penentu arah yang hendak ditempuh dimasa depan merupakan saham yang teramat penting dalam kehidupan organisasional. 2. Pimpinan sebagai Wakil Juru Bicara Organisasi Tidak ada organisasi yang akan mampu mencapai tujuannya tanpa memelihara hubungan baik dengan berbagai pihak di luar organisasi yang bersangkutan. Sebagai wakil dan juru bicara resmi organisasi, fungsi pimpinan tidak terbatas pada pemeliharaan hubungan baik saja, tetapi harus membuahkan perolehan dukungan yang diperlukan oleh organisasi dalam usaha pencapaian tujuan dan berbagai sasarannya. 3. Pimpinan sebagai Komunikator yang Efektif Komunikasi yang efektif hanya mungkin berlangsung apabila digunakan saluran yang tepat. Pemeliharaan hubungan baik ke luar maupun ke dalam dilakukan melalui proses komunikasi, baik secara lisan maupun secara tertulis. Disamping itu, sistem umpan balik diperlukan pula oleh sumber pesan dalam usaha untuk meningkatkan kemampuannya sebagai seorang pemimpin. 4. Pimpinan sebagai Mediator Dalam kehidupan organisasional, selalu saja ada situasi konflik yang harus diatasi, baik dalam hubungan ke luar maupun ke dalam organisasi. Pembahasan fungsi pimpinan sebagai mediator difokuskan pada penyelesaian situasi konflik yang mungkin timbul dalam suatu organisasi. Tidak akan ada seorang pimpinan yang akan membiarkan situasi konflik berlangsung dalam organisasi yang dipimpinnya dan akan segera berusaha keras untuk menanggulanginya. Sikap demikian pasti
18
diambilnya. Sebab apabila tidak, citranya sebagai seorang pimpinan akan rusak, kepercayaan akan kepemimpinannya akan merosot, dan bahkan mungkin hilang dan organisasi yang dipimpinnya pun tidak akan mencapai tujuannya. 5. Pimpinan sebagai Integrator Merupakan
kenyataan
dalam
kehidupan
organisasional
bahwa
timbulnya
kecenderungan berpikir dan bertindak berkotak-kotak dikalangan para anggota organisasi dapat diakibatkan oleh sikap yang positif, tetapi mungkin pula karena sikap yang negatif. Adanya pembagian tugas, sistem alokasi daya, dana dan tenaga, serta diperlukannya spesialisasi pengetahuan dan ketrampilan dapat menimbulkan sikap, perilaku dan tindakan yang berkotak-kotak dan oleh karenanya tidak boleh dibiarkan berlangsung terus. Dengan kata lain diperlukan integrator terutama pada hirarki puncak organisasi integrator itu adalah pimpinan. 2.3.3 Teori Kepemimpinan Teori
kepemimpinan
adalah
teori
yang
mempelajari
sebab-sebab
timbulnya
kepemimpinan ditengah-tengah masyarakat, baik berbentuk unit kerja maupun non unit kerja. Dengan mempelajari teori kepemimpinan itu kita akan dapat memahami bahwa munculnya kepemimpinan tidaklah hanya melalui satu pintu saja, tetapi berasal dari berbagai macam cara dan situasi. Ada berbagai macam pendapat dari para ahli tentang teori kepemimpinan ini, masingmasingnya adalah : 1. Siagian dengan buku Filsafat Administrasi Siagian membedakan teori kepemimpinan ke dalam tiga kelompok, yaitu : - Teori Genetis Teori ini berpendapat bahwa kepemimpinan dibawa sejak manusia lahir ke dunia, artinya seseorang yang menjadi pemimpin memang sudah ditakdirkan untuk menjadi seorang pemimpin (born leader). Dimana pun Ia berada dan
19
dalam situasi yang bagaimanapun juga, Ia akan tetap menjadi pemimpin karena sejak lahir Ia sudah dibekali dengan bakat-bakat kepemimpinan. - Teori Sosial Menurut teori ini, seorang pemimpin tidaklah ditakdirkan, tetapi seseorang akan dapat menjadi pemimpin karena diciptakan oleh masyarakat (made
leader). Seseorang akan berkesempatan menjadi pemimpin, asal yang bersangkutan dilatih, dididik atau ditempa dengan pengalaman-pengalaman hidup, di samping masyarakat juga memberinya peluang kepadanya untuk naik sebagai pemimpin. - Teori ekologis Teori ini merupakan perkawinan antara teori genetis dan teori sosial. Walaupun seseorang dilahirkan dengan dibekali bakat-bakat kepemimpinan, bakat itu harus dilengkapi lagi dengan pendidikan dan pengalaman hidup, sehingga Ia berhasil menjadi pemimpin. 2.3.4 Pendekatan dan Gaya Kepemimpinan Pemimpin sebagai pribadi mempunyai perilaku yang berbeda-beda dimana hal ini mempertimbangkan semua efektivitas dari penyelesaian fungsi utama (Sukamdiyo, 1999:120). 1. Fungsi yang berhubungan dengan tugas (task related) atau pemecahan masalah. 2. Fungsi pemeliharaan kelompok (group maintainence) atau sosial. Fungsi ini mencakup segala sesuatu yang dapat membantu kelompok agar berjalan lebih lancar. Selain itu, terdapat dua gaya kepemimpinan dalam hubungannya dengan bawahan, yaitu : 1. Gaya yang berorientasi pada tugas (task oriented)
20
Disini manajer harus lebih memperhatikan pelaksanaan pekerjaan dan memberikan arahan serta mangawasi bawahan secara tertutup agar pelaksanaan tugas tersebut sesuai dengan keinginannya. 2. Gaya yang berorientasi kepada bawahan (employee oriented) Dimana manajer memotivasi para karyawannya agar lebih giat bekerja. 2.3.5 Membangun Wibawa Kepemimpinan Faktor-faktor yang dapat membawa wibawa kepemimpinan pada seorang pemimpin adalah sebagai berikut : 1. Mempunyai Otoritas Diri Otoritas diri adalah sikap dan keyakinan yang timbul dalam diri sendiri, yaitu keyakinan akan kemampuan diri sendiri untuk berbuat sesuatu. Seorang pemimpin yang mempunyai otoritas diri mempunyai sifat percaya diri yang tinggi dan tidak ragu-ragu dalam menghadapi sesuatu. 2. Mempunyai Ketegasan Sikap Ketegasan merupakan sikap mental seseorang yang dapat mendukung tegaknya wibawa kepemimpinan yang bersangkutan. Setiap orang biasanya akan berada dalam tiga situasi ketegasan yang merupakan perilaku yang muncul secara bergantian, yaitu : perilaku tegas, perilaku tidak tegas, dan perilaku agresif. 3. Berkemampuan Menempatkan Diri Seyogyanya setiap orang belajar bagaimana cara menempatkan diri sesuai dengan yang diinginkan kelompok. Hal ini perlu dan dapat dilakukan dengan menyediakan diri untuk membantu dan dibantu oleh orang lain. Oleh sebab itu menjadi calon pemimpin, perlu mencari peluang untuk menggabungkan diri ke dalam kelompok yang lebih besar, sehingga kita berkesempatan untuk berbuat sesuatu dan mencari pengikut sebanyak mungkin.
21
4. Memiliki Citra Diri Wibawa kepemimpinan akan dapat meningkat apabila si pemimpin tersebut dapat selalu memilihara citra diri di mata para pengikutnya. Memelihara citra diri berarti memelihara pandangan dan anggapan orang lain terhadap diri kita sendiri. Hal ini dapat dilakukan melalui penampilan diri, nada suara, ucapan-ucapan yang mantap dan sikap diri. 5. Mampu Berkomunikasi Kebiasaan
berkomunikasi
dengan
baik
amat
berpengaruh
dalam
usaha
meningkatkan wibawa kepemimpinan seseorang. Berkomunikasi dengan baik tidak saja melalui ucapan-ucapan yang baik, tetapi juga mutu komunikasi akan lebih baik bila dilengkapi dengan gerak tubuh tepat dan apa yang disampaikan oleh ucapan lisan kita. 2.3.6 Tugas Kepemimpinan Dalam Manajemen SDM Tugas-tugas kepemimpinan dalam manajemen SDM cukup banyak, tetapi kita akan mencoba hanya mengemukakan beberapa tugas penting saja, yaitu : 1. Kepemimpinan sebagai Konselor Konselor merupakan tugas seorang pemimpin dalam suatu unit kerja, denagn membantu dan menolong SDM untuk mengatasi masalah yang dihadapinya dalam melakukan tugas yang dibebankan kepadanya. Dengan pemberian konseling pada SDM, diharapkan karyawan yang bersangkutan akan dapat memecahkan masalah yang dihadapinya. Seorang pemimpin SDM biasanya merupakan orang pertama yang menjadi tempat bertanya bagi para karyawan. 2. Tugas sebagai Instruktur Seorang pemimpin pada peringkat manapun ia berada, sebenarnya pada jabatannya itu melekat tugas instruktur, atau sebagai pengajar yang baik terhadap
22
SDM yang ada dibawahnya, sehingga pelaksanaan tugas yang dibebankan kepada bawahan dapat menjadi lebih berdaya guna dan berhasil guna. 3. Tugas memimpin rapat Seorang pemimpin pada peringkat manapun, pada suatu waktu perlu mengadakan rapat dan memimpinnya. Seorang pemimpin rapat merupakan motor kehidupan suatu rapat. Apakah suatu rapat akan berhasil atau tidak amat ditentukan oleh pemimpin rapat itu sendiri. Oleh sebab itu peran seorang pemimpin rapat adalah membimbing dan menggerakkan kelompok peserta rapat untuk mencapai sasaran yang tepat dan berguna. 4. Tugas mengambil keputusan Seorang pemimpin dalam tugasnya selalu berhadapan dengan pengambilan keputusan. Ia tidak bisa mengelak, karena tugas inilah yang membedakannya dengan karyawan biasa. Untuk itu seorang pemimpin mempunyai keberanian dalam mengambil keputusan yang tepat. 5. Tugas mendelegasikan wewenang Seorang pemimpin yang bijaksana harus mendelegasikan sebagian tugas dan wewenangnya kepada bawahannya. Pendelegasian ini diperlukan, agar jalannya organisasi tidak mengalami kemacetan dan terhindar dari bau birokratis (penyelesaian yang bertele-tele dan lama). Dalam pendelegasian ini, tanggung jawab dipikul bersama antara yang mendelegasikan dan yang menerima delegasi. Penerapan pendelegasian biasanya dilakukan oleh seorang pemimpin kepada bawahannya yang terdekat. 2.3.7 Variabel-variabel Kunci Dalam Teori Kepemimpinan Menurut Yukl (2005:13) ada 3 variabel dalam teori kepemimpinan adalah sebagai berikut.
23
1. Karakteristik pemimpin -
Ciri (motivasi, kepribadian, nilai)
-
Keyakinan dan optimisme
-
Ketrampilan dan keahlian
-
Perilaku
-
Integritas dan etika
-
Taktik pengaruh
-
Sifat pengaruh
2. Karakteristik pengikut -
Ciri (kebutuhan, nilai, konsep pribadi)
-
Keyakinan dan optimisme
-
Ketrampilan dan keahlian
-
Sifat dari pemimpinnya
-
Kepercayaan kepada pemimpin
-
Komitmen dan upaya tugas
-
Kepuasan terhadap pemimpin dan pekerjaan
3. Karakteristik situasi -
Jenis unit organisasi
-
Besarnya unit organisasi
-
Posisi kekuasaan dan wewenang
-
Struktur dan kerumitan tugas
-
Kesaling tergantungan tugas
-
Keadaan lingkungan yang tidak menentu
-
Ketergantungan eksternal
24
2.3.8 Kategori Perilaku Pemimpin Analisis faktor terhadap respons-respons kuesioner menunjukkan bahwa para bawahan memandang perilaku penyelia mereka terutama berdasarkan dua kategori yang terdefinisi secara luas, yang satu berhubungan dengan tujuan tugas dan yang lainnya berhubungan dengan hubungan antarpribadi. 1. Pertimbangan. Pemimpin bertindak dalam cara yang bersahabat dan mendukung, memperlihatkan
perhatian
terhadap
bawahan,
dan
memperhatikan
kesejahteraan mereka. Contohnya meliputi melakukan kebaikan kepada bawahan, meluangkan waktu untuk mendengarkan permasalahan bawahan, mendukung atau berjuang bagi bawahan, berkonsultasi dengan bawahan mengenai hal penting sebelum dilaksanakan, bersedia menerima saran dari bawahan, dan memperlakukan bawahan sebagai sesamanya. 2. Struktur memprakarsai (initiating structure). Pemimpin menentukan dan membuat struktur perannya sendiri dan peran para bawahan ke arah pencapaian tujuan formal. Contohnya meliputi mengkritik pekerjaan yang buruk, menekankan pentingnya memenuhi tenggat waktu, menugaskan bawahan, mempertahankan standar kinerja tertentu, meminta bawahan untuk mengikuti prosedur standar, dan menawarkan pendekatan baru terhadap masalah, dan mengkoordinasikan aktivitas para bawahan yang berbeda-beda. Pertimbangan dan struktur memprakarsai menjadi penting untuk menghubungkan kategori-kategori perilaku yang independen. Ini berarti bahwa beberapa pemimpin mempunyai pertimbangan yang tinggi dan struktur memprakarsai yang rendah; beberapa pemimpin mempunyai pertimbangan yang rendah dan struktur memprakarsai yang tinggi; beberapa pemimpin tinggi di kedua bidang itu; dan beberapa pemimpin rendah di keduanya.
25
Sebagian besar pemimpin barangkali berada dalam jajaran antara nilai yang amat tinggi dan sangat rendah. 2.4
Motivasi
2.4.1 Pengertian dan Proses Motivasi Motivasi berasal dari kata Latin movere yang berarti dorongan atau menggerakkan. Motivasi (motivation) dalam manajemen hanya ditujukan pada sumber daya manusia umumnya
dan
bawahan
khususnya.
Motivasi
mempersoalkan
bagaimana
caranya
mengarahkan daya dan potensi bawahan, agar mau bekerja sama secara produktif berhasil mencapai dan mewujudkan tujuan yang telah ditentukan. Pentingnya motivasi karena motivasi adalah hal yang menyebabkan, menyalurkan, dan mendukung perilaku manusia, supaya mau bekerja giat dan antusias mencapai hasil yang optimal. Motivasi semakin penting karena manajer membagikan pekerjaan pada bawahannya untuk dikerjakan dengan baik dan terintegrasi kepada tujuan yang diinginkan. Perusahaan bukan saja mengharapkan karyawan mampu, cakap, dan terampil, tetapi yang terpenting mereka mau bekerja giat dan berkeinginan untuk mencapai hasil kerja yang maksimal. Kemampuan dan kecakapan karyawan tidak ada artinya bagi perusahaan jika mereka tidak mau bekerja giat. Motivasi adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang agar mereka mau bekerja sama, bekerja efektif, dan terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk mencapai kepuasan. (Hasibuan) Motivasi adalah kecenderungan (suatu sifat yang merupakan pokok pertentangan) dalam diri seseorang yang membangkitkan topangan dan mengarahkan tindak-tanduknya. Motivasi meliputi faktor kebutuhan biologis dan emosional yang hanya dapat diduga dari pengamatan tingkah laku manusia. (American Encyclopedia)
26
2.4.2 Teori-Teori Motivasi 1. Teori ERG Clayton Alderfer dari Universitas Yale telah mengerjakan ulang hierarki kebutuhan Maslow untuk menggandeng dengan akrab dengan riset empiris. Hierarki kebutuhan revisinya disebut teori ERG. Alderfer berargumen bahwa ada 3 kelompok kebutuhan inti; eksistensi (existence), hubungan (relatedness), dan pertumbuhan (growth); jadi disebut
teori
ERG.
Kelompok
eksistensi
mempedulikan
pemberian
persyaratan eksistensi materiil dasar kita, mencakup butir-butir yang oleh Maslow dianggap sebagai kebutuhan faali dan keamanan. Kelompok kebutuhan yang kedua adalah kelompok hubungan; hasrat yang kita miliki untuk memelihara hubungan antar pribadi yang penting. Hasrat sosial dan status menuntut interaksi dengan orang-orang lain agar dipuaskan, dan hasrat ini segaris dengan kebutuhan sosial Maslow dan komponen eksternal dari klasifikasi penghargaan Maslow. Akhirnya, Alderfer memencilkan kebutuhan pertumbuhan; suatu hasrat instrinsik untuk pengembangan pribadi, mencakup komponen intrinsik dari kategori penghargaan Maslow dan karakteristik-karakteristik yang tercakup pada aktualisasi diri.
27
Aktualisasi Diri Penghargaan Sosial Keamanan Psikologis
Gambar 2.1 Hierarki Kebutuhan Maslow 2. Teori Harapan Dewasa ini, salah satu dari penjelasan yang paling diterima secara luas mengenai motivasi adalah teori harapan (ekspetasi) dari Victor Vroom. Meskipun ada yang mengkritiknya, kebanyakan bukti riset mendukung teori itu. Teori pengharapan berargumen bahwa kekuatan dari suatu kecenderungan untuk bertindak dengan suatu cara tertentu bergantung pada kekuatan dari suatu pengharapan bahwa tindakan iitu akan diikuti oleh suatu keluaran tertentu dan pada daya tarik dari keluaran tersebut bagi individu tersebut. Dalam istilah yang lebih praktis, teori pengharapan mengatakan, seorang karyawan dimotivasi untuk menjalankan tingkat upaya yang tinggi bila ia meyakini upaya akan menghantar ke suatu penilaian kinerja yang baik; suatu
penilaian
yang
baik
akan
mendorong
ganjaran-ganjaran
organisasional seperti bonus, kenaikan gaji, atau promosi; dan ganjaran itu
28
akan memuaskan tujuan pribadi karyawan itu. Oleh karena itu, teori tersebut memfokuskan pada tiga hubungan. i. Hubungan upaya – kinerja. Probabilitas yang dipersepsikan oleh individu yang mengeluarkan sejumlah upaya tertentu itu akan mendorong kinerja. ii. Hubungan kinerja – ganjaran. Derajat sejauh mana individu itu meyakinkan bahwa berkinerja pada suatu tingkat tertentu akan mendorong tercapainya suatu keluaran yang diinginkan. iii. Hubungan ganjaran – tujuan pribadi. Derajat sejauh mana ganjaran-ganjaran organisasional memenuhi tujuan atau kebutuhan pribadi seorang individu dan potensi daya tarik ganjaran tersebut untuk individu tersebut. 2.4.3 Pengertian Disiplin dan Kedisplinan Disiplin
adalah
kegiatan
manajemen
untuk
menjalankan
standar-standar
organisasional (Handoko, 2000:155). Kedisiplinan adalah kesadaran dan kesediaan seseorang menaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku (Hasibuan, 2007:193). Kesadaran adalah sikap seseorang yang secara sukarela menaati semua peraturan dan sadar akan tugas dan tanggung jawabnya. Jadi, dia akan mematuhi atau mengerjakan semua tugasnya dengan baik, bukan atas paksaan (Hasibuan, 2007:193). Kesediaan adalah suatu sikap, tingkah laku, dan perbuatan seseorang yang sesuai dengan peraturan perusahaan, baik yang tertulis maupun tidak (Hasibuan, 2007:194).
2.4.4 Indikator-Indikator Kedisplinan Pada dasarnya banyak indikator yang mempengaruhi tingkat kedisplinan karyawan suatu organisasi (Hasibuan, 2007:194-198), di antaranya :
29
1. Tujuan dan Kemampuan Tujuan dan kemampuan ikut mempengaruhi tingkat kedisplinan karyawan. Tujuan yang akan dicapai harus jelas dan ditetapkan secara ideal serta cukup menantang bagi kemampuan karyawan. Hal ini berarti bahwa tujuan (pekerjaan) yang dibebankan kepada karyawan harus sesuai dengan kemampuan karyawan bersangkutan,
agar
dia
bekerja
sungguh-sungguh
dan
disiplin
dalam
mengerjakannya. 2. Teladan Pemimpin Teladan pemimpin sangat berperan dalam menentukan kedisiplinan karyawan karena pimpinan dijadikan teladan dan panutan oleh para bawahannya. Pimpinan harus memberi contoh yang baik, berdisiplin baik, jujur, adil, serta sesuai kata dengan perbuatan. Dengan teladan pemimpin yang baik, kedisiplinan bawahan pun akan ikut baik. Jika teladan pemimpin kurang baik (kurang berdisiplin), para bawahan pun akan kurang disiplin. 3. Balas Jasa Balas jasa (gaji dan kesejahteraan) ikut mempengaruhi kedisiplinan karyawan karena balas jasa akan memberikan kepuasan dan kecintaan karyawan terhadap perusahaan atau pekerjaannya. Jika kecintaan karyawan semakin baik terhadap pekerjaan, kedisiplinan mereka akan semakin baik pula. Untuk
mewujudkan
kedisiplinan
karyawan
yang
baik,
perusahaan
harus
memberikan balas jasa yang relatif besar. Kedisiplinan karyawan tidak mungkin baik apabila balas jasa yang mereka terima kurang memuaskan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya beserta keluarga. Jadi, balas jasa berperan penting untuk menciptakan kedisiplinan karyawan. Artinya semakin besar balas jasa semakin baik kedisiplinan karyawan. Sebaliknya, apabila balas jasa kecil kedisiplinan karyawan menjadi rendah. Karyawan sulit untuk
30
berdisiplin baik selama kebutuhan-kebutuhan primernya tidak terpenuhi dengan baik. 4. Keadilan Keadilan ikut mendorong terwujudnya kedisiplinan karyawan, karena ego dan sifat manusia yang selalu merasa dirinya penting dan minta diperlakukan sama dengan manusia lainnya. Keadilan yang dijadikan dasar kebijaksanaan dalam pemberian balas jasa (pengakuan) atau hukuman akan merangsang terciptanya kedisiplinan karyawan yang baik. Manajer yang cakap dalam memimpin selalu berusaha bersikap adil terhadap semua bawahannya. Dengan keadilan yang baik akan menciptakan kedisiplinan yang baik pula. Jadi, keadilan harus diterapkan dengan baik pada setiap perusahaan supaya kedisiplinan karyawan perusahaan baik pula. 5. Waskat Waskat adalah tindakan nyata dan efektif untuk mencegah atau mengetahui kesalahan, membetulkan kesalahan, memelihara kedisiplinan, meningkatkan prestasi kerja, mengaktifkan peranan atasan dan bawahan, menggali sistem-sistem kerja yang efektif, serta menciptakan sistem internal kontrol yang terbaik dalam mendukung terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat. 6. Sanksi Hukuman Sanksi hukuman berperan penting dalam memelihara kedisiplinan karyawan. Dengan sanksi hukuman yang semakin berat, karyawan akan semakin takut melanggar peraturan-peraturan perusahaan, sikap, dan perilaku indisipliner karyawan akan berkurang. Berat atau ringannya sanksi hukuman yang akan diterapkan ikut mempengaruhi baik atau buruknya kedisiplinan karyawan. Sanksi hukuman harus ditetapkan berdasarkan pertimbangan logis, masuk akal, dan diinformasikan secara jelas
31
kepada semua karyawan. Sanksi hukuman seharusnya tidak terlalu ringan atau terlalu berat supaya hukuman itu tetap mendidik karyawan untuk mengubah perilakunya. Sanksi hukuman hendaknya cukup wajar untuk setiap tingkatan yang indisipliner, bersifat mendidik, dan menjadi alat motivasi untuk memelihara kedisiplinan dalam perusahaan. 7. Ketegasan Ketegasan pemimpin menegur dan menghukum setiap karyawan yang indisipliner akan mewujudkan kedisiplinan yang baik pada perusahaan tersebut. 8. Hubungan Kemanusiaan Hubungan Kemanusiaan yang harmonis di antara sesama karyawan ikut menciptakan kedisiplinan yang baik pada suatu perusahaan. Hubungan-hubungan baik bersifat vertikal maupun horizontal yang terdiri dari direct single relationship,
direct group relationship, dan cross relationship hendaknya harmonis. Manajer harus berusaha menciptakan suasana hubungan kemanusiaan yang serasi serta mengikat, vertikal maupun horizontal di antara semua karyawannya. Terciptanya human relationship yang serasi akan mewujudkan lingkungan dan suasana kerja yang nyaman. Hal ini akan memotivasi kedisiplinan yang baik pada perusahaan.
Jadi,
kedisiplinan
karyawan
akan
tercipta
apabila
hubungan
kemanusiaan dalam organisasi tersebut baik. 2.4.5 Tipe-tipe Kegiatan Pendisiplinan Menurut Handoko (2000:155-157) kegiatan pendisiplian terbagi dalam 3 tipe yang nantinya bertujuan untuk memperbaiki kedisiplinan yang buruk, yaitu : 1. Disiplin Preventif Kegiatan yang dilaksanakan untuk mendorong para karyawan agar mengikuti berbagai standar dan aturan, sehingga penyelewengan-penyelewengan dapat dicegah. Sasaran pokoknya adalah untuk mendorong disiplin diri di antara para
32
karyawan. Dengan cara ini para karyawan menjaga disiplin diri mereka bukan semata-mata karena dipaksa manajemen. Manajemen mempunyai tanggung jawab untuk menciptakan suatu iklim disiplin preventif di mana berbagai standar diketahui dan dipahami. Bila para karyawan tidak mengetahui standar-standar apa yang harus dicapai, mereka cenderung menjadi salah arah atau eratik. Di samping itu, manajemen hendaknya menetapkan standar-standar secara positif dan bukan secara negatif, seperti “Jaga Keamanan!” bukan “Jangan Ceroboh!”. Mereka biasanya juga perlu mengetahui alasan-alasan yang melatarbelakangi suatu standar agar mereka dapat memahaminya. 2. Disiplin Korektif Disiplin korektif adalah kegiatan yang diambil untuk menangani pelanggaran terhadap aturan-aturan dan mencoba untuk menghindari pelanggaran-pelanggaran lebih lanjut. Kegiatan korektif sering berupa suati bentuk hukuman atau disebut tindakan pendisiplinan (disciplinary action). Sebagai contoh, tindakan pendisiplinan bisa berupa peringatan atau skorsing. Sasaran-sasaran tindakan pendisiplinan hendaknya positif, bersifat mendidik dan mengoreksi, bukan tindakan negatif yang menjatuhkan karyawan yang berbuat salah. Maksud pendisiplinan adalah untuk memperbaiki kegiatan di waktu yang akan datang bukan menghukum kegiatan di masa lalu. Pendekatan negatif yang bersifat menghukum biasanya mempunyai berbagai pengaruh sampingan yang merugikan, seperti hubungan emosional terganggu, absensi meningkatkan, apati atau kelesuan, dan ketakutan pada penyelia. Berbagai sasaran tindakan pendisiplinan, secara ringkas, adalah sebagai berikut : 1. Untuk memperbaiki pelanggar. 2. Untuk menghalangi para karyawan yang lain melakukan kegiatan-kegiatan yang serupa.
33
3. Untuk menjaga berbagai standar kelompok tetap konsisten dan efektif. 3. Disiplin Progresif Progresif; perusahaan bisa menerapkan, suatu kebijaksanaan disiplin progresif, yang
berarti
memberikan
pelanggaran-pelanggaran
hukuman-hukuman
yang
berulang.
yang
Tujuannya
lebih
berat
adalah
terhadap
memberikan
kesempatan kepada karyawan untuk mengambil tindakan korektif sebelum hukuman-hukuman yang lebih "serius" dilaksanakan. Disiplin progresif juga memungkinkan manajemen untuk membantu karyawan memperbaiki kesalahan. Sebuah contoh sistem disiplin progresif secara ringkas dapat ditunjukkan sebagai berikut : 1. Teguran secara lisan oleh penyelia 2. Teguran tertulis, dengan catatan dalam file personalia 3. Skorsing dari pekerjaan satu sampai tiga hari 4. Skorsing satu minggu atau lebih lama 5. Diturunkan pangkatnya (demosi) 6. Dipecat Urutan tindakan pendisiplinan tersebut disusun atas dasar tingkat berat atau kerasnya hukuman. Untuk pelanggaran-pelanggaran serius tertentu, seperti berkelahi dalam perusahaan atau mencuri, biasanya dikecualikan dari disiplin progresif. Seorang karyawan yang melakukan pelanggaran-pelanggaran itu bisa langsung dipecat.
34
Teladan Pemimpin dan Kepemimpinannya
Kemampuan dan Tujuan
Kompensasi - Direct - Indirect
Kedisiplinan
Ketegasan dan Sanksi Hukuman
Loyalitas Karyawan
Pengawasan Melekat atau Waskat
Gambar 2.2 Konsep Kedisplinan 2.4.6 Proses Motivasi a. Tujuan Dalam proses motivasi perlu ditetapkan terlebih dahulu tujuan organisasi, baru kemudian para karyawan dimotivasi ke arah tujuan itu. b. Mengetahui Kepentingan Hal yang penting dalam proses motivasi adalah mengetahui keinginan karyawan dan tidak hanya melihat dari sudut kepentingan pimpinan atau perusahaan. c. Komunikasi Efektif Dalam proses motivasi harus dilakukan komunikasi yang baik dengan bawahan. Bawahan harus mengetahui apa yang akan diperolehnya dan syarat apa saja yang harus dipenuhinya supaya insentif tersebut diperolehnya. d. Integrasi Tujuan Proses motivasi perlu untuk menyatukan tujuan organisasi dan tujuan kepentingan karyawan. Tujuan organisasi adalah needscomplex yaitu untuk memperoleh laba serta perluasan perusahaan, sedangkan tujuan individu karyawan ialah pemenuhan
35
kebutuhan dan kepuasan. Jadi, tujuan organisasi dan tujuan karyawan harus disatukan dan untuk itu penting adanya penyesuaian motivasi. e. Fasilitas Manajer penting untuk memberikan bantuan fasilitas kepada organisasi dan individu karyawan yang akan mendukung kelancaran pelaksanaan pekerjaan, seperti memberikan bantuan kendaraan kepada salesman. f. Team Work Manajer harus membentuk team work yang terkoordinasi baik yang bisa mencapai tujuan perusahaan. Team work penting karena dalam suatu perusahaan biasanya terdapat banyak bagian.
Tujuan dan Asasasas Motivasi Jenis
Pengertian Motif dan Motivasi
Alat-alat Motivasi
Motivasi Teori-teori Motivasi - Teori Kepuasan - Teori Proses - Teori Pengukuhan
Kendala-kendala
Proses Motivasi
Gambar 2.3 Konsep Motivasi 2.5
Pengertian Kinerja dan Manajemen Kinerja Kinerja merupakan hasil pekerjaan yang mempunyai hubungan kuat dengan tujuan
strategis organisasi, kepuasan konsumen, dan memberikan kontribusi pada ekonomi (Armstrong & Baron, 1998:15).
36
Bacal (1999:4) memandang manajemen kinerja sebagai proses komunikasi yang dilakukan secara terus-menerus dalam kemitraan antara karyawan dengan atasan langsungnya. Proses komunikasi ini meliputi kegiatan membangun harapan yang jelas serta pemahaman mengenai pekerjaan yang akan dilakukan. Proses komunikasi merupakan suatu sistem, memiliki sejumlah bagian yang semuanya harus diikutsertakan, apabila manajemen kinerja ini hendak memberikan nilai tambah bagi organisasi, manajer, dan karyawan. Armstrong (2004:29) lebih melihat manajemen kinerja sebagai sarana untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dari organisasi, tim, dan individu dengan cara memahami dan mengelola kinerja dalam suatu karangan tujuan, standar, dan persyaratan-persyaratan atribut yang disepakati. Armstrong dan Baron (1998:7) sebelumnya berpandangan bahwa manajemen kinerja adalah pendekatan strategis dan terpadu untuk menyampaikan sukses berkelanjutan pada organisasi dengan memperbaiki kinerja karyawan yang bekerja di dalamnya dan dengan mengembangkan kapabilitas tim dan kontributor individu. Schwartz (1999:vii) memandang manajemen kinerja sebagai gaya manajemen yang dasarnya adalah komunikasi terbuka antara manajer dan karyawan yang menyangkut penetapan tujuan, memberikan umpan balik baik dari manajer kepada karyawan maupun sebaliknya dari karyawan kepada manajer, demikian pula penilaian kinerja. 2.5.1 Pendekatan Evaluasi Kinerja Kreitner dan Kinicki (2001:303) melihat sasaran evaluasi dari segi pendekatannya, yang disebutkan sebagai pendekatan terhadap sifat, perilaku, hasil, dan kontinjensi. Sementara itu, Robbins (2003:500) melihat evaluasi kinerja dalam ukuran hasil pekerjaan individu, perilaku, dan sikap. Pendapat di antara keduanya bersifat saling melengkapi dan dapat dijelaskan sebagai berikut (Wibowo:353-355).
37
1. Pendekatan Sikap Pendekatan ini menyangkut penilaian terhadap sifat atau karakteristik individu. Sifat biasanya diukur dalam bentuk inisiatif, kecepatan membuat keputusan, dan ketergantungan. Meskipun pendekatan sifat sangat luas dipergunakan oleh manajer, pada umumnya di pertimbangkan oleh para ahli sebagai yang paling lemah. Penilaian sifat kurang sempurna karena relatif bermakna ganda terhadap kinerja aktual. Misalnya, penilaian seseorang yang mempunyai inisiatif rendah tidak memberikan sesuatu tentang bagaimana memperbaiki prestasi kerja. Demikian juga, pekerja cenderung beraksi defensive terhadap umpan balik
tentang
kepribadiannya,
terutama
apabila
dirasakan
kurang
menguntungkan dirinya. Ciri seseorang seperti mempunyai sikap baik menunjukkan tingkat percaya diri yang tinggi, menjadi bergantung, kelihatan sibuk atau kaya pengalaman, namun tidak ada korelasinya dengan pekerjaan. 2. Pendekatan Perilaku Masalah dalam pendekatan perilaku menunjukkan bagaimana orang berperilaku, dan bukan tentang kepribadiannya. Kemampuan orang untuk bertahan meningkat apabila penilaian kinerja didukung oleh tingkat perilaku kinerja. Dalam banyak hal sulit untuk mengidentifikasi hasil spesifik yang dapat dihubungkan dengan tindakan pekerja. Hal tersebut benar terutama apabila penugasan individu pekerja merupakan bagian dari usaha kelompok. Kinerja kelompok mungkin siap dievaluasi, tetapi kontribusi masing-masing anggota
38
sulit atau tidak mungkin diidentifikasi dengan jelas. Dalam hal seperti ini tidak biasa bagi manajemen mengevaluasi perilaku pekerja. Perilaku seorang plant manager yang dapat dipergunakan untuk evaluasi kinerja adalah ketepatan waktu dalam menyampaikan laporan bulanan atau gaya kepemimpinan yang ditunjukkan. Perilaku seorang tenaga penjualan ditunjukkan oleh rata-rata jumlah kontak telepon per hari atau jumlah hari sakit yang dipergunakan dalam setahun. 3. Pendekatan Hasil Apabila pendekatan sikap memfokuskan pada orang dan pendekatan perilaku memfokuskan pada proses, pendekatan hasil memfokus pada produk atau hasil usaha seseorang. Dengan kata lain, adalah apa yang telah diselesaikan individu. Manajemen berdasar sasaran merupakan format yang umum untuk pendekatan hasil. Dengan menggunakan kriteria hasil, seorang plant manager dapat dinilai berdasar kriteria jumlah yang diproduksi, sisa yang ditimbulkan, dan biaya produksi per unit. Demikian pula halnya, seorang tenaga penjualan dapat dikukur dari volume penjualan seluruhnya, peningkatan penjualan dan jumlah rekening yang dapat diciptakan. 4. Pendekatan Kontinjensi Pendekatan sifat, perilaku, dan hasil cocok untuk dipergunakan tergantung pada kebutuhan pada situasi tertentu. Oleh karena itu, diusulkan pendekatan kontinjensi yang selalu dicocokkan denga situasi tertentu yang sedang berkembang. Namun demikian, pendekatan sikap cocok ketika harus membuat keputusan promosi untuk calon yang mempunyai pekerjaan yang tidak sama.
39
Sementara itu, pendekatan hasil dibatasi oleh kegagalannya menjelaskan mengapa tujuan penilai tidak tidak tercapai. Secara keseluruhan, pendekatan perilaku muncul sebagai yang terkuat, tetapi tergantung pada situasi, seperti ketika pekerja dengan pekerjaan yang tidak sama dievaluasi untuk promosi. 2.5.2 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Menurut pendapat yang dikemukakan oleh Amstrong dan Baron (1998:16) faktorfaktor yang mempengaruhi kinerja adalah sebagai berikut : 1. Personal factors, ditunjukkan oleh tingkat ketrampilan, kompetensi yang dimiliki, motivasi, dan komitmen individu. 2. Leadership factor, ditentukan oleh kualitas dorongan bimbingan, dan dukungan yang dilakukan manajer dan team leader. 3. Team factors, ditunjukkan oleh kualitas dukungan yang diberikan oleh rekan sekerja. 4. System factors, ditunjukkan oleh adanya sistem kerja dan fasilitas yang diberikan organisasi. 5. Contextual/situational factors, ditunjukkan oleh tingginya tingkat tekanan dan perubahan lingkungan internal dan eksternal. 2.6
Penelitian-penelitian Terdahulu Beberapa penelitian terdahulu : 1. Moore & Moore, 1998. DISCIPLINE + HELP = MOTIVATION. Tujuan dari penelitian ini adalah seorang manajer sebaiknya menggunakan “The Positive-Progressive
Approach” dimana pendekatan ini merupakan gabungan dari “The Progressive Discipline Approach” yang dalam pendekatan kedisiplinannya cukup keras dan “The Positive Discipline Approach” yang berbanding terbalik dari pendekatan sebelumnya. “The Positive-Progressive Approach” menekankan karyawan memonitor sendiri
40
perilakunya, karyawan mendapat semangat dari manajer agar dapat memperbaiki perilaku-perilaku yang tidak sepantasnya dilakukan dan bertindak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh seluruh pekerja. Hasil yang didapat adalah dengan kedisiplinan yang diterapkan dan diberi bantuan berupa semangat oleh manajer diharapkan dapat menjadi motivasi sendiri bagi karyawan untuk berkembang dan meningkatkan kinerjanya. 2. Caswell, 2009. “Stimulating ‘lazy’ employees”. Tujuan dari penelitian ini adalah menjabarkan bagaimana cara untuk membangkitkan semangat dari karyawan yang ‘malas’. Hasil yang bisa didapat adalah manajer dituntut untuk melakukan beberapa hal. Pertama, manajer harus benar-benar menempatkan karyawan yang sesuai dengan kemampuannya karena karyawan bisa frustasi apabila mendapatkan pekerjaan yang tidak sesuai dengan kemampuannya. Kedua, saling menghargai atau respek. Manajer perlu mengembangkan sikap saling menghargai antar sesama karyawan, menghargai pendapat yang dilontarkan oleh para karyawan. Manajer perlu mengindikasikan sinyal yang positif walaupun tidak setuju akan pendapat karyawannya. Intinya, saat karyawan mengekspresikan pemikirannya jangan dibantah terlebih dahulu sampai mereka selesai berbicara. Ketiga, jangan membuat hubungan manajer dan karyawan menjadi tegang. Manajer harus bisa mengapresiasi dan memaksimalkan kemampuan karyawan yang jelas berbeda dengannya. Terakhir, manajer jangan hanya memerintah saja tetapi biarkan karyawan bekerja menurut caranya sendiri. Selain memberitahu apa yang harus dikerjakan, manajer juga memberitahu karyawan apa yang diharapkan dari pekerjaannya. Fokus pada hasil yang dicapai, bukan berarti untuk mencapai hasilnya. 3. Manz, 1991. “Helping Yourself and Others to Master Self-Leadership”. Tujuan dari penelitian ini adalah agar setiap karyawan dapat menjadi pemimpin bagi dirinya sendiri. Hasil dari penelitian ini terdapat 3 pendekatan; pertama, perubahan perilaku.
41
Mereka harus bisa mendisiplinkan dirinya sendiri sebelum menjadi pemimpin bagi dirinya. Dalam hal merubah perilakunya; mereka perlu menetapkan tantangan yang khusus tapi dapat tercapai tujuannya, perlu mengamati kemajuan dan perilakunya untuk memastikan apa yang bisa dikembangkan, dapat memberi penghargaan terhadap dirinya sendiri atas kesuksesan dalam menjalankan pekerjaan yang sulit, dan melatih segala kesulitannya. Kedua, penggunaan “penghargaan alamiah”. Tujuannya adalah agar menciptakan indentifikasi positif dengan bekerja yang membuat ke level kinerja yang terbaik karena mereka berkomitmen, percaya, dan menikmati
pekerjaan
mereka
masing-masing.
Yang
perlu
mereka
lakukan;
mengidentifikasi dan membuat rencana kerja yang membuat mereka nyaman mengerjakannya,
mengatur
ulang
rencana
kerja
yang
tidak
disukai,
dan
mengembangkan kebiasaan berpikir mengenai apa yang menarik dari pekerjaannya. Terakhir, mengubah pola berpikir. Tujuannya adalah agar memfokuskan diri dalam berpikir yang berkonsentrasi dalam menjalankan dan mengubah pola berpikir sesuai dengan cara yang diinginkan. Mereka harus; mengidentifikasi kepercayaan yang merusak dan asumsi-asumsi dan menggantinya dengan lebih akurat dan berguna, melatih berinteraksi dengan diri sendiri secara positif dan berdaya guna, dan menerapkan metode-metode gambaran untuk kinerja yang efektif dan menghindari kesalahan imajinasi sewaktu berhadapan dengan berbagai tantangan. 4. Sala, 2003. “Improve Performance”. Tujuan dari penelitian ini adalah agar manajer melaksanakan suatu cara bagi setiap karyawan untuk dapat meningkatkan kinerjanya masing-masing. Hasil dari penelitian ini berupa sebuah model yang biasa disebut HPT (Human Performance Technology) model yakni sebuah cara yang sistematik untuk melihat masalah-masalah dan mencari jalan keluar dari masalahmasalah tersebut. Langkah-langkah dasar dari HPT model ini adalah pertama; mengidentifikasi secara mendalam dan menetapkan tujuan-tujuan yang dapat
42
dicapai. Kedua, menentukan usaha apa yang dibutuhkan untuk meraih tujuan-tujuan tersebut. Ketiga, mengidentifikasi hambatan-hambatan akan usaha yang dikehendaki. Keempat, menentukan jalan keluar yang terbaik untuk menyingkirkan hambatanhambatan yang ada. Terakhir, mengeveluasi dan memastikan segala tujuan yang telah dicapai. Dan apabila langkah-langkah dasar HPT model dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, maka peningkatan kinerja karyawan perlahan-lahan akan meningkat dengan sendirinya. 5. Senge, 2008. “Building Vison”. Tujuan dari penelitian ini adalah membangun visi bersama, memperbaiki dan mengembangkan model-model mental yang ada, dan bersama-sama terlibat dalam forum berpikir. Hasil dari penelitian ini adalah menyemangati visi seseorang; visi bersama awalnya dari visi masing-masing perorangan karena itu visi bersama akan lebih kuat apabila didukung visi-visi tunggal dari masing-masing orang. Saling berkomunikasi dan saling mendukung; pemimpin harus mengkomunikasikan visinya secara berkelanjutan dan perlu adanya dukungan dari bawahan agar tercapai visinya tersebut. Mempunyai visi sebagai proses yang berkelanjutan; pemimpin sebaiknya mempunyai visi yang tidak hanya satu saja, sehingga bawahannya pun ikut senang menjalankan visi-visi yang lain. Menyatukan visi intrinsik dan visi ekstrinsik; visi ekstrinsik yang seperti perusahaan ingin fokus akan pencapaian sesuatu agar menjadi kompetitor pesaingnya. Sekali tercapai, sangatlah mudah visi tersebut menjadi berbalik arah. Mempertahankan visi itu. Lain lagi dengan visi intrinsik yang mengedepankan produksi produk baru, peningkatan kualitas produk lama, menaikkan standar produk untuk kepuasan konsumen dengan kata lain – inovasi. Kedua visi tersebut harus melebur jadi satu. Terakhir, membedakan visi positif dari visi negatif; terdapat 2 sumber yang dapat memotivasi organisasi berupa ketakutan yang merupakan sumber energi dibalik visi negatif,
43
bisa membuat perubahan yang luar biasa dalam waktu singkat, tapi aspirasi bertahan sebagai sumber dari pengetahuan dan perkembangan. 2.7
Kerangka Pemikiran Gaya kepemimpinan itu sendiri ada hubungannya dengan peningkatan kinerja
karyawan, begitu pula dengan motivasi karyawan yang juga ada hubungannya dengan peningkatan kienrja karyawan. Gaya kepemimpinan dan motivasi karyawan mempengaruhi peningkatan kinerja karyawan yang hasilnya nanti dapat menjadi baik atau kurang baik. Faktor gaya kepemimpinan disini sama pentingnya dengan faktor motivasi karyawan dalam pengaruhnya terhadap peningkatan kinerja karyawan.
Gaya Kepemimpinan (X1) Peningkatan Kinerja Karyawan (Y) 1. Baik 2. Kurang Baik
Motivasi Karyawan (X2)
Gambar 2.4 Kerangka Pemikiran
44