15
BAB II LANDASAN TEORI
A. Pembahasan Tentang Istighotsah 1. Pengertian Istighotsah Pengertian Istighotsah di dalam kamus bahasa Arab Munjid Fil Lughotil wal A’lam, berasal dari kata “Ghootsah” ( )ﻏﺎ ﺛﺔyang artinya menolong, sedang arti dari Istighotsah adalah pengharapan pertolongan dan kemenangan.12 Adapun Istighotsah menurut asal usul katanya adalah:
اﺳﺘﻐﺎ ث ﻳﺴﺘﻐﻴﺚ اﺳﺘﻐﺎﺛﺔ Dan mengikuti wazan:
اﺳﺘﻔﻌﺎﻻ
اﺳﺘﻔﻌﻞ ﻳﺴﺘﻔﻌﻞ
Istighotsah merupakan kumpulan do’a- do’a, Istighotsah dibaca dengan menghubungan diri pribadi kepada Tuhan yang berisikan kehendak dan permohonan kepada- Nya serta di dalamnya diminta bantuan tokoh- tokoh populer dalam amal sholeh.13 Menurut pendapat Imron Abu Bakar Istighotsah merupakan pengharapan pertolongan pada diri seseorang sebab pertolongan Allah atas segalanya, hanyalah Allah yang berhak mewujudkan segala macam
12
Papa Luis El- Yasui, Kamus Munjid Fil Lughotil wal A’lam, (Beirut: Dar El Marchreq Saad Publisher, 1986), h.591 13 Bar wani umar, Sistematik Tasawwuf, (Solo: Ramadhani, 1993), h.174
16
kebutuhan manusia yang menjadi keinginannya.14 Istighotsah merupakan salah satu cara berdo’a dengan mengaharapkan pertolongan agar di dalam mengarungi kehidupan ini selalu mendapat kemenangan, dengan kata lain segala keinginan atau hajat dapat diridhai dan di kabulkan Allah baik penghapusan dosa, hidayah, maunah, nikmat serta taufik- Nya dan dijauhkan dari kekufuran, kesesatan, musibah dan lain sebagainya. Namun Istighotsah dilihat dari bentuk dan ciri- cirinya adalah suatu amalan yang dilakukan dengan cara mendekatkan diri kepada Allah dalam rangka meminta pertolongan kepada Allah dengan cara melaksanakan dzikir yang cukup lama. Antara Istighotsah dan dzikir sangat erat kaitannya. Dan diantara keduanya tidak dapat dipisahkan antara yang satu dengan yang lainnya. Pada dasarnya Istighotsah dan dzikir mempunyai persamaan dan perbedaan. Tapi sulit dipisahkan dan dibedakan. Sebagian pendapat mengatakan bahwa antara Istighotsah dan dzikir adalah sama, namun yang membedakan adalah tujuan dari amalan tersebut. Artinya dalam amalan yang dilakukan antara Istighotsah dan dzikir tidak ada bedanya. Namun yang membedakan kalau Istighotsah itu akhir amalan tersebut mengaharapkan pertolongannya secara khusus. Sedangkan dzikir adalah semata- mata taqarrub dengan Allah, tiada tujuan secara khusus.
14
Imron Abu Umar, Peringatan Khoul, (Kudus: Menara, 1995), h.53
17
Dzikir dapat dilakukan dengan berbagai cara salah satunya adalah dengan Istighotsah, menghendaki agar dzikir itu dilakukan dengan kehendak yang kuat untuk mencari kekuatan yang dapat memberi ketenangan bagi manusia dan menjadi penawar bagi kesejukan hati. Allah berfirman dalam alQur’an surat al-Ra’du: 28
ب ُ ﻦ ا ْﻟ ُﻘﻠُﻮ ﻄ َﻤ ِﺌ ﱡ ْ ﻦ ُﻗﻠُﻮ ُﺑ ُﻬ ْﻢ ِﺑ ِﺬ ْآ ِﺮ اﻟﱠﻠ ِﻪ أَﻻ ِﺑ ِﺬ ْآ ِﺮ اﻟﱠﻠ ِﻪ َﺗ ﻄ َﻤ ِﺌ ﱡ ْ ﻦ ﺁ َﻣﻨُﻮا َو َﺗ َ اﱠﻟﺬِﻳ Artinya:”(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, Hanya dengan mengingati Allah- lah hati menjadi tenteram”. (QS.al-Ra’du: 28) 2. Dasar dan Tujuan Istighotsah a. Dasar Istighotsah Pada dasarnya setiap usaha mempunyai dasar dan tujuan yang ingin dicapai, begitu pula dengan Istighotsah. Istighotsah merupakan salah satu realisasi dari pelaksanaan pendidikan. Hal utama yang mendasari dalam pelaksanaan kegiatan Istighotsah adalah dasar yang bersumber dari alQur’an dan hadist, sebagaimana firman Allah yang berbunyi:
ﻦ َ ﻦ ا ْﻟﻤَﻼ ِﺋ َﻜ ِﺔ ُﻣ ْﺮ ِدﻓِﻴ َ ﻒ ِﻣ ٍ ب َﻟ ُﻜ ْﻢ َأﻧﱢﻲ ُﻣ ِﻤﺪﱡ ُآ ْﻢ ِﺑ َﺄ ْﻟ َ ﺳ َﺘﺠَﺎ ْ ن َر ﱠﺑ ُﻜ ْﻢ ﻓَﺎ َ ﺴ َﺘﻐِﻴﺜُﻮ ْ ِإ ْذ َﺗ Artinya: (ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada Tuhanmu, lalu diperkenankan-Nya bagimu: "Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan kepada kamu dengan seribu malaikat yang datang berturut-turut". (QS. al- Anfal: 9) Di dalam tafsir al- Misbah di jelaskan.15 Bahwa Imam Muslim meriwayatkan melalui sahabat Nabi SAW, Umar Ibnu al- Khaththab ra, 15
M. Quraish Shihab, Tafsir al- Misbah (Jakarta: Lentera Hati, 2002), h.390-391
18
bahwa pada hari perang Badar Rasulullah SAW, melihat kepada kaum musyrikin yang berjumlah seribu orang, sambil melihat sahabat- sahabat, pasukan Islam, yang hanya sekitar tiga ratus dan belasan orang. Maka Nabi SAW, menghadap ke kiblat sambil mengangkat kedua tangan beliau dan berdoa: “Ya Allah, penuhilah apa yang Engkau janjikan padaku, penuhilah apa yang Engkau janjikan padaku, Ya Allah, jika Engkau membinasakan kelompok umat Islam ini, maka Engkau tidak disembah lagi di bumi.” Beliau terus berdoa sambil mengulurkan tangannya sehingga sorbannya terjatuh dari bahunya. Abu Bakar ra, mendatangi beliau dan mengambil sorban tersebut kemudian meletakkan di bahu beliau lalu berdiri di hadapannya dan berkata: “Cukuplah permohonanmu kepada Tuhanmu, karena sesungguhnya Dia akan memenuhi janji- Nya untukmu.” Maka turunlah ayat ingatlah ketika kamu bermohon dan seterusnya dan Allah pun mendukungnya dengan para Malaikat.” Riwayat di atas menunjuk bahwa Rasul SAW yang berdoa, tetapi redaksi ayat menginformasikan bahwa doa dilakukan oleh kaum muslimin (yang berbentuk jamak). Ini tidak bertentangan karena Rasul yang mengucapkan kalimat- kalimat doa sedang kaum muslimin (anggota pasukan) mengaminkan doa itu. Dasar ini semakin memeperkuat bahwa Istighotsah merupakan salah satu bentuk ibadah kepada Allah SWT, dan bukan sebuah taklid semata karena Nabi Muhammad SAW pernah melakukan Istighotsah bersama
19
dengan orang-orang muslim. Serta semakin memperkuat bahwa tujuan dari Istighotsah adalah benar- benar mengharapkan pertolongan dari Allah SWT. Di bawah ini juga dasar- dasar yang menerangkan tentang keutamaan Istighotsah.
ب ُ ﻦ ا ْﻟ ُﻘﻠُﻮ ﻄ َﻤ ِﺌ ﱡ ْ ﻦ ُﻗﻠُﻮ ُﺑ ُﻬ ْﻢ ِﺑ ِﺬ ْآ ِﺮ اﻟﱠﻠ ِﻪ أَﻻ ِﺑ ِﺬ ْآ ِﺮ اﻟﱠﻠ ِﻪ َﺗ ﻄ َﻤ ِﺌ ﱡ ْ ﻦ ﺁ َﻣﻨُﻮا َو َﺗ َ اﱠﻟﺬِﻳ Artinya : (Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, Hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram . (QS. al- Ra’d:28)
ن ِ ﺷ ُﻜﺮُوا ﻟِﻲ وَﻻ َﺗ ْﻜ ُﻔﺮُو ْ ﻓَﺎ ْذ ُآﺮُوﻧِﻲ َأ ْذ ُآ ْﺮ ُآ ْﻢ وَا Artinya: Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku . (QS. al- Baqarah: 152)
(42) ﻼ ً ﺤﻮ ُﻩ ُﺑ ْﻜ َﺮ ًة َوَأﺻِﻴ ُ ﺳ ﱢﺒ َ ( َو41) ﻦ ﺁ َﻣﻨُﻮا ا ْذ ُآﺮُوا اﻟﱠﻠ َﻪ ِذآْﺮًا َآﺜِﻴﺮًا َ ﻳَﺎ َأ ﱡﻳﻬَﺎ اﱠﻟﺬِﻳ Artinya: Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya diwaktu pagi dan petang. (QS. Al- Ahzab: 41- 42)
ﷲ ُ ﻼ ِاﻟ َﻪ ِا ﱠﻻ ا َ ﺟ ﱡﺪوِا ْﻳ َﻤﺎ َﻧ ُﻜ ْﻢ ِﺑ َ Artinya: “Senantiasalah kamu memperbaharui imanmu dengan ucapan Lailahailallah”.
Di dalam hadist Qudsy, Rasulullah SAW bersabda:
ﻼ ٍء َ ﻲ ِﻓﻲ َﻣ ْ ﻦ َﻳ ْﺬ ُآ ُﺮ ِﻧ َ ﺣ ْﻴ ِ ﻲ َوَا َﻧﺎ َﻣ َﻌ ُﻪ ْ ي ِﺑ ْ ﻋ ْﺒ ِﺪ َ ﻲ ْ ﻇ ِّﻨ َ ﻋ ْﻨ َﺪ ِ َﻳ ُﻘ ْﻮ ُل اﷲ َﺗ َﻌﺎ َﻟﻰ َا َﻧﺎ ﺧ ْﻴﺮ ِﻣ ْﻨ ُﻪ َ ﻼ ٍء َ ذآﺮﺗﻪ َﻓﻲ َﻣ Artinya: Telah berfirman Allah SWT, aku selalu bersama perasangka hamba Ku terhadap Ku. Aku bersamanya ketika ia mengingatku
20
dalam dirinya (dalam keadaaan sendirian), aku mengingatnya dalam diriku dan bila mengingatku diantara kelompok yang lebih baik. Ayat-ayat dan hadist di atas mengandung daya terapi yang potensial yang menunjukkan bahwa ketenangan dan ketentraman hati akan diperoleh apabila suatu ibadah mengingat Allah atau dzikrullah. Secara sederhana hal di atas dapat dirumuskan bahwa apabila kita ingin mendapatkan rasa tenang dan tenteram, maka dekatilah Dia yang Maha Tenang dan Maha Tenteram agar sifat- sifat itu meresap pada diri kita. Mengingat betapa pentingnya ibadah dzikrullah sebagai salah satu cara untuk mendapatkan rasa tenang dan tenteram, maka Prof. Dr. Aboe Bakar mengemukakan arti dzikrullah sebagai berikut: “Dzikrullah adalah perbuatan menginagat akan Tuhan dengan hati, dengan ucapan atau ingatan yang mempersucikan Tuhan dan membersihkannya daripada sifat- sifat yang tidak layak untuk- Nya, selanjutnya memuji dengan pujian dan sanjungan- sanjungan dengan sifat yang sempurna, sifat- sifat yang menuju kebesaran kemurnian.”16 b. Tujuan Istighotsah Setiap aktifitas pasti mempunyai tujuan, tanpa tujuan yang jelas akan menimbulkan suatu ketidaktentuan dalam pencapaiannya. Demikian juga dengan aktifitas Istighotsah, tujuan merupakan salah satu faktor yang penting dan sentral. Pada tujuan inilah dilandaskan atau sasaran 16
Aboe Bakar, Pengantar Ilmu Tarekat, (Jakarta: Ramadhani, 1997), h.2276
21
tertentunya. Tujuan merupakan suatu yang senantiasa memberikan inspirasi dan inovasi yang menyebabkan mereka bersedia melakukan tugas- tugas yang diserahkan pada mereka.17 Adapun tujuan Istighotsah yaitu sebagai alat mendekatkan dan menyandarkan diri kepada Allah. Orang yang berdzikir (mengingat Allah) senantiasa merasa dekat dengan-Nya dan Allah bersamanya. Kebersamaan ini bersifat khusus, bukan kebersamaan karena bersanding, tetapi kebersamaan
karena
kedekatan,
cinta,
pertolongan
dan
taufiq.18
Sebagaimana firman Allah sebagai berikut:
ن َ ﺴﻨُﻮ ِ ﺤ ْ ﻦ ُه ْﻢ ُﻣ َ ﻦ ا ﱠﺗ َﻘﻮْا وَاﱠﻟﺬِﻳ َ ن اﻟﱠﻠ َﻪ َﻣ َﻊ اﱠﻟﺬِﻳ ِإ ﱠ Artinya:
"Sesungguhnya Allah bersama bertakwa..."(An-Nahl:128)
orang-orang
yang
ﻦ َ وَاﻟﱠﻠ ُﻪ َﻣ َﻊ اﻟﺼﱠﺎ ِﺑﺮِﻳ Artinya:
"Dan Allah beserta orang-orang yang sabar." (Al-Baqarah: 249).
ﺴﻨِﻴﻦ ِ ﺤ ْ ن اﻟﱠﻠ َﻪ َﻟ َﻤ َﻊ ا ْﻟ ُﻤ ﺳ ُﺒ َﻠﻨَﺎ َوِإ ﱠ ُ ﻦ ﺟَﺎ َهﺪُوا ﻓِﻴﻨَﺎ َﻟ َﻨ ْﻬ ِﺪ َﻳ ﱠﻨ ُﻬ ْﻢ َ وَاﱠﻟﺬِﻳ Artinya:
“Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat kebajikan" (QS. Al-'Ankabuut: 69).
.....ن اﻟﱠﻠ َﻪ َﻣ َﻌﻨَﺎ َﻓ َﺄ ْﻧ َﺰ َل اﻟﻠﱠ ُﻪ ن ِإ ﱠ ْ ﺤ َﺰ ْ ﻻ َﺗ... Artinya:
17
"… Janganlah engkau bersedih hati, karena sesungguhnya Allah beserta kita…" (QS. At-Taubah: 40).
Abdurrahman An- Nahlam, Prinsip- prinsip dan Metode Pendidikan Islam, (Bandung: CV. Diponegoro, 1992), h.183 18 Ash- Shiddiqy, T.M. Hasby, Pedoman Dzikir dan Doa (Semarang: Pustaka Rizki Putra 2005), h. 54
22
Di dalam Istighotsah tekandung usaha- usaha pemuasan dan kerelaan dan kesadaran yang sejati. Dalam kontek yang semacam ini dapat diketahui bahwa Istighotsah bertujuan sebagai berikut: a. Sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. b. Sebagai sarana menambah rasa iman, pengabdian dan kematangan cita- cita hidup. c. Sebagai sarana pengendalian diri, pengendalian nafsu yang sering menjadi penyebab kejahatan.19 Selain tujuan Istighotsah di atas, maka bila seseorang telah melaksanakan Istighotsah dengan tata cara yang ditetapkan dan penuh rasa khusyu’ niscaya akan didapat pula beberapa hikmah salah satunya yaitu seseorang akan senantiasa bersabar baik dalam keadaan senang dan susah sekalipun, serta senantiasa bertawakkal kepada Allah. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT sebagai berikut:
ﻦ َ ﺷﻌِﻴ ِ ﻋﻠَﻰ ا ْﻟﺨَﺎ َ ﺼ ْﺒ ِﺮ وَاﻟﺼﱠﻼ ِة َوِإ ﱠﻧﻬَﺎ َﻟ َﻜﺒِﻴ َﺮ ٌة ِإﻟﱠﺎ ﺳ َﺘﻌِﻴ ُﻨﻮا ﺑِﺎﻟ ﱠ ْ وَا Artinya: Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu'. (QS. al- Baqarah: 45) اﻟﺼﺒﺮatau sabar adalah menahan diri dari sesuatu yang tidak berkenaan di hati. Ia juga berarti ketabahan. Imam al-Ghazali
19
Ahmad Syafii Mufid, Zikir Sebagai Pembinaan Kesejahteraan Jiwa, ( Surabaya: Bina Ilmu, 1985), h. 25
23
mendefinisikan sabar sebagai ketetapan hati melaksanakan tuntunan agama mengahadapi rayuan nafsu.20 Secara umum kesabaran dapat dibagi dalam dua bagian pokok: Pertama,
sabar
jasmani
yaitu
kesabaran
dalam
menerima
dan
melaksanakan perintah- perintah keagamaan yang melibatkan anggota tubuh, seperti sabar dalam melaksanakan ibadah haji yang mengakibatkan keletihan atau sabar dalam peperangan membela kebenaran. Termasuk pula dalam kategori ini, sabar dalam menerima cobaan- cobaan yang menimpa jasmani seperti penyakit, penganiayaan dan sebagainya. Kedua adalah sabar rohani menyangkut kemampuan menahan kehendak nafsu yang dapat mengantar kepada kejelekan, seperti sabar menahan amarah, atau menahan nafsu seksual yang bukan pada tempatnya. Sedang
اﻟﺼﻼة, dari segi bahasa adalah doa, dan dari segi
pengertian syariat Islam adalah “ucapan dan perbuatan tertentu yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam”. Shalat juga mengandung pujian kepada Allah atas limpahan karunia- Nya. Mengingat Allah
dan
karunia-Nya
mengantar
seseorang
terdorong
untuk
melaksanakan perintah dan menjauhi larangan-Nya serta mengantarnya tabah menerima cobaan atau tugas yang berat. Demikian shalat membantu manusia menghadapi segala tugas dan bahkan petaka.
20
M. Quraish Shihab, op.cit., h.176
24
Ayat di atas dapat bermakna; mintalah pertolongan kepada Allah dengan jalan tabah dan sabar menghadapi segala tantangan serta dengan melaksanakan shalat. Bisa juga bermakna, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolong kamu, dalam arti jadikanlah ketabahan menghadapi segala tantangan bersama dengan shalat, yakni doa dan permohonan kepada Allah sebagai sarana untuk meraih segala macam kebajikan.21
3. Materi dan Metode Istighotsah a. Materi Istighotsah Dalam kegiatan Istighotsah materi yang dibacakan adalah asmaul husna, sholawat Nabi, yasin, bacaan tasbih dan tahlil . Dimana bacaanbacaan tersebut didasarkan pada dalil- dalil sebagai berikut:
ن َﺗﻮﱠاﺑ ًﺎ َ ﺳ َﺘ ْﻐ ِﻔ ْﺮ ُﻩ ِإﻧﱠ ُﻪ آَﺎ ْ ﻚ وَا َ ﺤ ْﻤ ِﺪ َر ﱢﺑ َ ﺢ ِﺑ ْ ﺴ ﱢﺒ َ َﻓ Artinya:
Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya dia adalah Maha Penerima taubat. (QS. an-Nashr: 3)
ﷲ ُ ﻼ ِاﻟ َﻪ ِا ﱠﻻ ا َ ﺟ ﱡﺪوِا ْﻳ َﻤﺎ َﻧ ُﻜ ْﻢ ِﺑ َ Artinya: “Senantiasalah kamu memperbaharui imanmu dengan ucapan Lailahailallah”.
ﻋ َﻠﻰ َز َآﺎ ِة ُآ ْﻢ َ ﻼ َﺗ ُﻜ ْﻢ َﺻ َ ن ْ ﻲ َﻓ ِﺎ ﻋ َﻠ ﱠ َ ﺻﱡﻠ ْﻮا َ Artinya: “Bersholawatlah untukku, karena sholawat itu menjadi zakat (penghening jiwa pembersih dosa) untukmu (HR. Ibnu Mardaweh, al- Jami’)
21
Ibid., h.176- 177
25
Rasulullah SAW banyak mengucapkan kalimat yang indah lagi sederhana, sesuai dengan yang diperintahkan oleh Allah dalam al-Quran surat an-Nashr: 3. Beliau membacanya ketika sedang ruku’ dan sujud, karena dua keadaan ini lebih utama daripada keadaan- keadaan yang lain. Rasulullah SAW memilih dua keadaan itu untuk melaksanakan kewajiban dan diperintahkan kepadanya dengan tujuan agar lebih sempurna melaksanakannya. Hal ini karena kesadaran untuk tunduk kepada Allah dalam kondisi ruku’ dan sujud itu lebih jelas dan kuat daripada kondisi lainnya. Pengertian Subhanallah adalah membebaskan dan menjelaskan Allah dari segala sifat kurang (tidak sempurna) dan dari segala sifat makhluk-Nya.
Wabihamdihi
berarti
karena
taufiq,
hidayah
dan
kemurahan-Mu lah aku bertasbih mensucikan- Mu, bukan karena daya dan kekuatan-Mu semata. Ucapan tasbih dan tahmid itu mengandung syukur dan pengakuan atas nikmat Allah. Adapun istighfar yang dilakukan Rasulullah adalah sebagai bentuk penghambaan dan kebutuhan beliau kepada Allah, واﷲ اﻋﻠﻢ selesai ucapan an- Nawawi).22 Adapun materi Istighotsah di SMP Islam Darussalam Tambak Madu Surabaya tersebut adalah sebagai berikut:
22
Muhammad Asmawi, Miftahul Khoiri, Kumpulan Hadist Qudsi Beserta Penjelasannya (Yogyakarta: Al- Manar, 2006), cet. II.
26
27
اﻻءﺳﺘﻐﺎ ﺛﺔ ﻈ ْﻴ َﻢ 40 ..................................................................................... ﺳ َﺘ ْﻐ ِﻔ َﺮاﷲ َاﻟ َﻌ ِ َا ْ ﷲ 40 ............................................................................................ َﻻ َا َﻟ َﻪ ِا ﱠﻻ ا ُ ﷲ 40 .......................................................................................................... ا ُ ﺤ ﱠﻤ ٍﺪ 40 ................................................................................ ﻋ َﻠﻰ ُﻣ َ ﷲ َ ﺻﱠﻠﻰ ا ُ َ ﻞ 40 .............................................................................. ﺴ ُﺒ َﻨﺎ اﷲ ُ َو ِﻧ ْﻌ َﻢ ا ْﻟ َﻮ ِآ ْﻴ ُ ﺣ ْ َ ﻒ 40 .................................................................................................... ﻄ ْﻴ ُ ﻳ َﺎ َﻟ ِ ﺧ ِﺒ ْﻴ ُﺮ 3 .... ﻋ ِﻠ ْﻴ ُﻢ ﻳ َﺎ َ ﻒ ﻳ َﺎ َ ﻄ ْﻴ ُ ﻒ ِﺑ َﻨﺎ ﻳ َﺎ َﻟ ِ ﻄ ْ ﺨ ْﻠ ِﻘ ِﻪ ُا ْﻟ ُ ﺧ ِﺒ ْﻴ ًﺮا ِﺑ َ ﺨ ْﻠ ِﻘ ِﻪ َﻳﺎ َ ﻋ ِﻠ ْﻴ ًﻤﺎ ِﺑ َ ﺨ ْﻠ ِﻘ ِﻪ ﻳ َﺎ َ ﻄ ْﻴ ًﻔﺎ ِﺑ َ ﻳ َﺎ َﻟ ِ ﻦ 3 ...... ﺴ ِﻠ ِﻤ ْﻴ َ ﻒ ِﺑ َﻨﺎ َوا ْﻟ ُﻤ ْ ﻄ ْ ﻒ َﻟ ْﻢ َﺗ َﺰ ْل ُا ْﻟ ُ ﻄ ْﻴ ٌ ﻚ َﻟ ِ ﻒ ِﺑ َﻨﺎ ِﻓ ْﻴ َﻤﺎ َﻧ َﺰ َل ِا ﱠﻧ َ ﻄ ْ ﻄ ْﻴﻔ ًﺎ َﻟ ْﻢ َﻳ َﺰ ْل ُا ْﻟ ُ ﻳ َﺎ َﻟ ِ ﻦ 40 .............................................................................. ﻼ ْم َﻳﺎ ُﻣ ْﺆ ِﻣ ُ ﺳَ ﻲ َﻳﺎ َ َوَا ِﻣ ِّﻨ ْ ﻋ ِﻠ ْﻴ ُﻢ 40 .......................................................................................... ح ﻳ َﺎ َ ﻳ َﺎ َﻓ ﱠﺘﺎ ُ ﻒ ا ْﻟ ِﻤ ْﻴﻌﺂد 40 ......................... ﺨ ِﻠ ُ ﷲ َﻻ ُﻳ ْ نا َ ﺐ ِﻓ ْﻴ ِﻪ ِا ﱠ س ِﻟ َﻴ ْﻮ ٍم َﻻ َر ْﻳ َ ﺟﺎ ِﻣ َﻊ اﻟ ﱠﻨﺎ ِ َاﻟﱠﻠ ُﻬ ﱠﻢ ﻳ َﺎ َ ﻲ 40 .................................................................... ق ﻳ َﺎآ َﺎ ِﻓﻲ َﻳﺎ ُﻣ ْﻐ ِﻨ ْ ح َﻳﺎ َر ﱠزا ُ ﻳ َﺎ َﻓ ّﺘ َﺎ ُ ﷲ 3 ........ ﻋ ْﻠ ُﻢ ا ِ ﺳ َﻌ ُﻪ ِ ﻋ َﺪ َد َﻣﺎ َو ِ ﺲ َ ﺤ ٍﺔ َو َﻧ َﻔ ٍ ﷲ ِﻓﻲ ُآ ِّﻞ َﻟ ْﻤ َ ﺳ ْﻮ ُل ا ِ ﺤ ﱠﻤﺪ َر ُ َﻻ ِا َﻟ َﻪ ِا ﱠﻻ اﷲ ُﻣ َ
ﻦ ب ا ْﻟ َﻌﺎ َﻟ ِﻤ ْﻴ َ ﺤ ْﻤ ُﺪ ِﻟﱠﻠ ِﻪ َر ِّ ﻋ ْﻠﻤ َﺎ َوا ْﻟ َ ي َﻳ ْﻨ َﻔ ُﻌ َﻨﺎ َو ِز ْد َﻧﺎ ِ ﻋِّﻠ ْﻤ َﻨﺎ اﱠﻟ ِﺬ ْ ﻋﱠﻠ ْﻤ َﺘ َﻨﺎ َو َ َر ﱠﺑﻨ َﺎ ا ْﻧ َﻔ ْﻌ َﻨﺎ ِﺑ َﻤﺎ َ
3
ﻦ. ب ا ْﻟ َﻌﺎ َﻟ ِﻤ ْﻴ َ ﺤ ْﻤ ُﺪ ِﻟﱠﻠ ِﻪ َر ِّ ﻦ َوا ْﻟ َ ﺳ ِﻠ ْﻴ َ ﻋ َﻠﻰ ا ْﻟ ُﻤ ْﺮ َ ﻼ ٌم َ ﺳَ ن َو َ ﺼ ُﻔ ْﻮ َ ﻋ ﱠﻤﺎ َﻳ ِ ب ا ْﻟ ِﻌ ﱠﺰ ِة َ ﻚ َر ِّ ن َر ِّﺑ َ ﺳ ْﺒﺤ َﺎ َ ُ b. Metode Istighotsah
28
Syekh Muhammad bin Abdullah Al- Khani Al- Khalidi Naqsyabhandi dalam kaitannya “Al- Bahjatus Saniah”. Halaman 49, lebih jauh memperinci metode Istighotsah itu:23 Sesuai dengan pendapat Imam Sya’rani dalam kitabnya “Nafahatu Wa Adabuz Dzikri”, sebagai berikut: Adapun metode Istighotsah itu 20 macam, 5 sebelum Istighotsah, 12 sedang melaksanakan Istighotsah dan 3 sesudah Istighotsah. Metode sebelum Istighotsah adalah: 1. Taubat dari semua kesalahan baik perkataan maupun perbuatan dan kehendak. Barangsiapa tidak bertaubat, niscaya tiada sesuatu pun yang ada padanya. 2. Mandi dan berwudhu, Abu Yazid Busthami bila hendak Istighotsah, lebih dahulu berwudhu dan membasuh mulutnya dengan air mawar. 3. Diam dan diam dengan perhatian terpusat kepada Allah, sambil mengucap “La Ilaha Illallah”. 4. Sejak mulai Istighotsah, hatinya terus- menerus berhubungan dengan Syekhnya. 5. Berhubungan rapat terus- menerus dengan Syekh itu pada hakikatnya adalah lanjutan dari berhubungan dengan Nabi SAW, karena Syekh harus dianggap wasithah (perantara) daiantaranya dengan Nabi SAW.
23
Fuad Said, Hakikat Tarikat Naqsyabandiyah, ( Jakarta: Al- Husna Zikra, 1996), cet. II, h.63
29
Adapun metode ketika Istighotsah itu menurut Syekh Muhammad bin Abdullah Al- Khani Al- Khalidi Naqsyabhandi sebagai berikut: 1. Duduk di suatu tempat atau ruangan yang suci seperti duduk dalam shalat. 2. Meletakkan kedua telapak tangan ke atas dua paha. 3. Mewangikan pakaian dan tempat dengan minyak wangi. 4. Memakai pakaian yang bersih dan halal. 5. Memilih tempat yang agak gelap dan sunyi. 6. Memejamkan dua mata, karena dengan mata terpejam itu, tertutup jalan- jalan panca indera lahir, sehingga mengakibatkan keterbukanya panca indera hati. 7. Mengkhayalkan rupa Syekh dihadapannya. Cara inilah yang paling keras tuntutannya di kalangan mereka. 8. Benar dalam dzikir, baik sir maupun dzikir dhair. 9. Ikhlas, yakni membersihkan amal dari campuran dengan sesuatu. 10. Tidak berdzikir menurut sesuka hati, tetapi hendaklah mengamalkan lafadz dzikir yang diajarkan syekh. 11. Menghadirkan makna dzikir dalam hati, sesuai dengan tingkatannya dalam
musyahadah,
dan
melaporkan
sesuatu
perasaan
atau
pengalaman selama berdzikir kepada Syekh. 12. Meniadakan semua yang ada ini dalam kalbu, kecuali Allah, karena Ia tidak menyukai sesuatu selain Allah dalam hati hamba- Nya.
30
Dan Metode selesai Istighotsah sebagai berikut: 1. Diam, dalam keadaan khusyu’ dan tawadhu’, menunggu atau mengintip sesuatu yang akan tiba, sebagai akibat dari dzikir itu. 2. Menghela nafas beberapa kali, supaya hati bersinar dan hijab cepat terbuka. Menarik nafas itu dapat memutuskan lintasan satan, dan dilakukan tujuh kali. Setiap kali, tarikan nafas itu lebih lama dari biassanya. 3. Tidak boleh minum selesai berdzikir, karena minum sesudah berdzikir itu dapat memadamkan hati. Sementara menurut Najmudin Amin Al- Kurdi, metode Istighotsah itu 11 macam yaitu: 1. Suci dari hadas dengan berwudhu, karena Nabi SAW, bersabda:
ب َ ﺿ ُﺆ ُﻳ َﻜ ِّﻔ ُﺮ اﻟ ﱡﺬ ُﻧ ْﻮ ُ اﻟ ُﻮ “Wudhu itu menghapuskan dosa-dosa.” 2. Shalat sunnat dua rakaat. 3. Menghadap kiblat di tempat sunyi, karena nabi SAW, bersabda menurut hadist Thabrani:24
ﺳ َﺘ ْﻘ َﺒ َﻞ ِﺑ ِﻪ ا ْﻟ ِﻘ ْﺒ َﻠ َﺔ ْ ﺲ ﻣ َﺎ ا ِ ﺠﺎ ِﻟ َ ﺧ ْﻴ ُﺮ ا ْﻟ َﻤ َ Artinya: “Sebaik-baik tempat duduk, adalah mengahadap arah kiblat.” Dan hadist Bukhari dan Muslim menyatakan:25 24
“Tanwirul Qulub”, h.511
31
ﻋ ْﻴ َﻨﺎ ُﻩ َ ﺖ ْ ﺿ َ ﺧﺎ ِﻟ َﻴﺎ َﻓ َﻔﺎ َ ُ ﺟ ٌﻞ َذ َآ َﺮ اﷲ ُ َو ِﻓ ْﻴ ِﻪ َو َر.ﻇﱠﻠ ُﻪ ِ ﻇ ﱠﻞ ِا ﱠﻻ ِ ﻈﱡﻠ ُﻬ ُﻢ اﷲ ُ َﻳ ْﻮ َم َﻻ ِ ﺳ ْﺒ َﻌ ٌﺔ ُﻳ َ Artinya: “Tujuh orang dinaungi Allah pada hari yang tidak ada naungan melainkan naungan- Nya, di dalam hadist itu disebutkan beliau “ dan laki- laki yang berdzikir bersunyi diri, mengahapus (kiblat) diam dan keluar air matanya.” 4. Duduk tawaruk, kebalikan dari duduk tawaruk dalam shalat, karena para Sahabat duduk di hadapan Nabi SAW seperti itu. Duduk seperti itu lebih merendahkan diri dan panca indera lebih terhimpun. 5. Minta
ampun
kepada
Allah
dari
semua
kesalahan
dengan
membayangkan kejahatan yang pernah diperbuat dan percaya bahwa Allah melihatnya. Lalu mengucapkan “astaghfirullah” disertai dengan pengertiannya dalam hati sebanyak 5 atau 15 atau 25 kali lebih baik, karena Rasulullah SAW bersabda:26
ﻦ ْ ﻦ ُآ ِّﻞ َه ٍّﻢ َﻓ ْﺮﺟ ًﺎ َو َر َز َﻗ ُﻪ ِﻣ ْ ﺨ َﺮﺟ ًﺎ َو ِﻣ ْ ﷲ َﻟ ُﻪ َﻣ ُ ﺟ َﻌ َﻞ ا َ ﺳ ِﺘ ْﻐ َﻔﺎ َر ْ ﻦ َﻻ ِز َم ا ِﻻ ْ َﻣ ﺐ ُ ﺴ ِ ﺤ َﺘ ْ ﺚ َﻻ َﻳ ُ ﺣ ْﻴ َ Artinya: “Barangsiapa melazimi (terus- menerus) mengucap istighfar, niscaya Allah menjadikan jalan keluar baginya dari segala kesempitan, dan terlepas dari setiap yang menggelisahkan, dan dikurnia- Nya rezeki dari sumber yang tidak dia duga.” Hadist tersebut diriwayatkan oleh Ahmad dan Al- Hakim. Beberapa hadist lain yang menganjurkan jumlah yang terakhir itu. 6. Membaca Al- Fatihah sekali dan surat Al- Ikhlas 3 kali, dihadiahkan pahalanya kepada roh Nabi Muhammad SAW dan kepada Syekhsyekh Thariqat Naqsyabandiah.
25 26
Ibid,, h.511 Ibid., h.511
32
7. Memejamkan kedua mata, mengunci mulut dengan mempertemukan dua bibir, lidah dinaikkan ke langit- langit mulut. Hal itu dilakukan untuk mencapai kekhusyu’an yang sempurna dan lebih memastikan lintasan- lintasan dalam hati yang harus lebih diperhatikan. 8. Rabithah kubur, yaitu dengan membayangkan bahwa diri kita telah mati, dimandikan, dikapani, dishalatkan, di usung ke kubur dan di kebumikan. Semua keluarga meninggalkan kita sendirian dalam kubur. Pada waktu itu ingatlah bahwa segala sesuatu tidak berguna lagi, kecuali amal saleh. 9. Rabithah Mursyid, yaitu murid menghadapkan hatinya ke hati Syekh (guru) dan mengkhayalkan rupa guru, dengan menganggap bahwa hati guru itu pancuran yang melimpah dari lautan yang luas ke dalam hati murid. Dan Syekh itu merupakan perantara untuk sampai kepada Allah. Firman Allah SWT:
ﺳﺒِﻴ ِﻠ ِﻪ َ ﻦ ﺁ َﻣﻨُﻮا ا ﱠﺗﻘُﻮا اﻟﱠﻠ َﻪ وَا ْﺑ َﺘﻐُﻮا ِإ َﻟ ْﻴ ِﻪ ا ْﻟ َﻮﺳِﻴ َﻠ َﺔ َوﺟَﺎ ِهﺪُوا ﻓِﻲ َ ﻳَﺎ َأ ﱡﻳﻬَﺎ اﱠﻟﺬِﻳ ن َ َﻟ َﻌﱠﻠ ُﻜ ْﻢ ُﺗ ْﻔ ِﻠﺤُﻮ Artinya: Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan. (QS. al- Maidah: 35) Sebagian ulama’ Tasawwuf menyatakan : “Jadilah anda beserta Allah, jika tidak sanggup maka jadilah anda beserta orang yang dia beserta Allah.”Kata cerdik pandai: “Fana pada Syekh adalah muqaddimah fana kepada Allah
33
10. Menghimpun semua panca indra, memutuskan hubungan dengan semua yang membimbangkan ingat kepada Allah, dan menghadapkan semua indra hanya kepada Allah. Kemudian mengucapkan kalimat:
ﻰ ْ ﻄُﻠ ْﻮ ِﺑ ْ ك َﻣ َ ﺼ ْﻮ ِدى َو ِرﺿ َﺎ ُ ﺖ َﻣ ْﻘ َ ِا َﻟ ِﻬﻰ َا ْﻧ Artinya: “Tuhan, Engkaulah yang kumaksud dan kerelaan- Mu lah yang aku tuntut.” Sesudah itu barulah mulai berdzikir dalam hati dengan meresapkan pengertiannya sekali, yaitu Dialah zat yang tiada satu pun setara dengan Dia, Dia hadir, memperhatikan semua hal, karena sabda Nabi SAW ketika menafsirkan makna “al- Ihsan”:
ك َ ﻦ َﺗ َﺮا ُﻩ َﻓ ِﺎ ﱠﻧ ُﻪ َﻳ َﺮا ْ ن َﻟ ْﻢ َﺗ ُﻜ ْ ﻚ َﺗ َﺮا ُﻩ َﻓ ِﺎ َ ﷲ َآ َﺎ ﱠﻧ َ ن َﺗ ْﻌ ُﺒ َﺪ ا ْ َا Artinya:“ Engkau sembah Allah seolah- olah engkau melihat- Nya, jika engkau tidak melihatnya, maka sesungguhnya Ia melihatmu.” Dan menurut hadist Thabrani, Rasulullah SAW bersabda:
ﺖ َ ﺣ ْﻴ ُﺜ َﻤﺎ ُآ ْﻨ َ ك َ ﺷﺎ ِه َﺪ َ ن اﷲ ن َﺗ َﻌﱠﻠ َﻢ َا ﱠ ْ ن َا ِ ﻀ ُﻞ ا ِﻻ ْﻳ َﻤﺎ َ َا ْﻓ Artinya:“ Iman yang paling baik adalah anda tahu bahwa Allah menyaksikanmu di mana saja berada.” 11. Menunggu sesuatu yang akan muncul pada waktu dzikir hampir berakhir, sebelum membuka dua mata. Apabila datang sesuatu yang ghaib, maka hendaklah waspada dan berhati- hati menghadapinya, karena cahaya hati akan berpancar. Sesudah mata terbuka, lintasan atau pemandangan yang ghaib itu tidak mau hilang, maka hendaklah diucapkan “Allahu Nazhiri”.
34
ي ْ ﻇ ِﺮ ِ َاﷲ ﻧ َﺎ (Allah memperhatikanku), sebanyak tiga kali. Jika tidak mau lenyap maka hentikan dzikir dan bayangkan rupa guru. Jika tidak mau hilang juga, maka hendaklah mandi dan shalat dua rakaat, serta meminta ampun dan berdo’a. Demikian menurut Syekh Najmuddin Amin Al- Kurdi kitabnya “Tanwirul Qulub”.
B. Pembahasan Tentang Pembentukan Akhlak Siswa 1. Pengertian Akhlak Ada dua pendekatan yang dapat digunakan untuk mendefinisikan akhlak yaitu pendekatan linguistik (kebahasaan), akhlak berasal dari bahasa Arab yaitu isim masdhar (bentuk infinitif) dari kata akhlaqa, yukhliqu, ikhlaqan yang berarti al- sajiyah (perangai), ath- thabi’ah (kelakuan, tabi’at, watak dasar) al- adat (kebiasaan, kelaziman), al- maru’ah (peradaban yang baik) dan al- din (agama). Namun dari definisi di atas ada pendapat lain yang mengatakan bahwa secara Linguistik kata akhlak merupakan isim jamid atau isim ghair musytaq, yaitu isim yang tidak memiliki akar kata, melainkan kata tersebut memang sudah demikian adanya. Kata akhlak adalah jamak dari kata khilqun atau khuluqun yang artinya sama dengan arti akhlak sebagaimana telah disebutkan
35
di atas. Baik kata akhlak atau khuluq kedua- duanya dijumpai pemakaiannya baik dalam al- Qur’an, maupun dalam hadist, sebagai berikut:
ﻋﻈِﻴ ٍﻢ َ ﻖ ٍ ﺧُﻠ ُ ﻚ َﻟ َﻌﻠَﻰ َ َوِإ ﱠﻧ Artinya: Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung. (QS. al- Qalam: 4)
ﺧُﻠﻘ ًﺎ ُ ﺴ ُﻨ ُﻬ ْﻢ َ ﺣ ْ ﻦ ِا ْﻳ َﻤﺎﻧ ًﺎ َا َ َا ْآ َﻤ ُﻞ ا ْﻟ ُﻤ ْﺆ ِﻣ ِﻨ ْﻴ Artinya: Orang mukmin yang paling sempurna keimanannya adalah orang sempurna budi pekertinya . (HR. Turmudzi). Sementara untuk menjelaskan pengertian akhlak secara istilah itu ada berbagai macam pendapat dari beberapa tokoh, di antaranya sebagai berikut: 1. Pendapat Imam al- Ghazali yang selanjutnya dikenal sebagai Hujjatul Islam (Pembela Islam), karena kepiawaiannya dalam membela islam dari berbagai paham yang dianggap menyesatkan. Beliau mengatakan akhlak adalah “Sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macammacam perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.27 2. Ibn Miskawaih dalam buku Tahdzib al- Akhlaq wa Tathhir al- I’tiqad berpendapat bahwa akhlak adalah keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui pertimbangan pikiran (lebih dahulu.28
27 28
Imam al- Ghazali. Ihya’ Ulum al- Din, Jilid III, (Beirut: Dar al- Fikr, t.t), h.56 Abdul Hamid, Ilmu Akhlak, (Bandung: Pustaka Setia, 2010), h.14
36
3. Menurut Dr. Ahmad Muhammad Al- Hufi (1978) dalam buku Min akhlaq al-Naby menyatakan bahwa, “Akhlak adalah adat yang dikehendki dengan sengaja adanya atau adat yang dengan disengaja adanya.”29 Pada definisi ini dapat dijelaskan bahwa akhlak adalah kemauan yang kuat tentang suatu perbuatan yang dilakukan berulang kali sehingga menjadi kebiasaan yang mengarah kepada kebaikan atau keburukan.. Sehingga jika terjadi suatu perbuatan yang baik atau buruk tanpa sengaja atau hanya kebetulan maka tidak disebut sebagai akhlak. Demikian juga perbuatan yang hanya sekali atau beberapa kali saja dilakukan juga tidak bisa disebut akhlak. Pengertian ini juga menunjukkan adanya unsur ikhtisari atau kebebasan, yakni tidak adanya pemaksaan dalam melakukan suatu perbuatan tersebut. Sebagaimana dikatakan oleh Prof. Dr. Ahmad Amin dalam Kitab al- akhlaq, sementara orang mengetahui bahwa yang disebut akhlak ialah kehendak yang dibiasakan. Artinya, kehendak itu bila membiasakan sesuatu, kebiasaan itu dinamakan akhlak.
30
Menurutnya kehendak ialah ketentuan dari beberapa
keinginan manusia setelah imbang, sedang kebiasaan merupakan perbuatan yang diulang-ulang sehingga mudah melakukannya, Masing-masing dari kehendak dan kebiasaan ini mempunyai kekuatan, dan gabungan dari kekuatan itu menimbulkan kekuatan yang lebih besar. Kekuatan besar inilah yang bernama akhlak.
29 30
Amin Syukur, Studi Akhlak, ( Semarang: Walisongo Press, 2010), h.6- 7 Ibid., h.7
37
Perbuatan yang ditimbulkan dari kehendak mengandung: a. Perasaan; b. Keinginan; c. Pertimbangan; d. Azam/ kehendak. Dari berbagai definisi di atas, maka dapat dikatakan bahwa akhlak melingkupi, “Potensi dan kecenderungan rohani manusia dalam kandungan batin seperti keinginan, hasrat, cita- cita dan sebagainya”. Jadi akhlak adalah semua cita- cita, pemikiran baik atau buruk masih terpendam dalam kandungan batin dan merupakan bibit yang masih kecil dan terbungkus sifatnya. Dan semua ini yang dinilai baik atau buruk, sangat tergantung pada niatnya. Sebagaimana disabdakan oleh Nabi Muhammad SAW. "Pekerjaanpekerjaan itu hanya dinilai dari niatnya, dan tiap- tiap orang itu mendapatkan sesuatu menurut niatnya”. Dalam kesempatan lain juga dikatakan oleh Rasulullah, “Niatnya orang mu’min itu lebih baik daripada amalnya”. Hal ini menunjukan nilai baik atau buruk adalah motif yang terdapat dalam jiwa seseorang, bukan perbuatannya. Sedangkan definisi etika bila dilihat secara Etimologi berasal dari bahasa Yunani “Ethos” yang berarti adat kebiasaan. Dalam bahasa Latin
38
disebut “mores”, yang menjadi akar kata moral. Secara terminology Sidi Ghazalba (1978) mengumpulkan beberapa definisi etika sebagai berikut:31 1. Menurut Van Dales Groatwoordenbock, etika adalah filsafat praktis;
kaidah- kaidah rasa moral; ajaran akhlak tentang rohani pada umumnya; dan bagi Spinoza, etika merupakan keseluruhan sistem filsafatnya. 2. Menurut Welster’s Dictionary, etika adalah ilmu tentang tingkah laku
manusia, prinsip- prinsip yang disistematisir tentang tindakan moral. 3. Menurut Ensiklopedia Winkler Prins, etika adalah bagian filsafat yang
mengembangkan teori tentang tundakan, hujjah- hujjahnya dan tujuan yang diarah, diarahkan pada makna tiindakan. 4. Menurut American Enclycopedia, etika adalah ilmu tentang filsafat moral,
tidak mengenai fakta, tetapi tentang nila- nilai. Tidak mengenai sifat tindakan manusia tetapi tentang idenya, oleh karena itu bukan ilmu yang bersifat positif melainkan hanya normatif. 5. Menurut A.S. Horby dictionary,etika adalah ilmu tentang moral/ prinsip-
prinsip kaidah- kaidah moral tentang tindakan moral dan kelakuan. 6. Menurut A. Handbook of Cristian Ethics, adalah ilmu normatif
yang
memandang manusia sebagai tenaga moral, memmpertimbangkan tindakan kebiasaannya dan karakterr dengan tujuan tentang benar atau salahnya dan kecenderungan terhadap baik dan buruk.
31
Ibid, h.3
39
Dari beberapa definisi di atas tersebut dapat disimpulkan bahwa etika adalah teori atau kaidah tentang tingkah laku manusia dipandang dari nilai baik dan buruk sejauh dapat ditentukan oleh akal manusia. Tujuan ideal etika adalah mencari kriteria baik dan buruk secar universal yang berlaku pada setiap ruang dan waktu. Namun upaya ini sering mengalami kebuntuan, dimana masing- masing kelompok memiliki kriteria yang tidak seragam. Sementara kata moral berasal dari bahasa Latin “ Mores” (kata dasarnya “mos”), yang secara terminologi memiliki pengertian yang sama dengan susila, yakni tindakan manusia sesuai dengan ide- ide umum dan diterimanya tindakan yang baik dan wajar. Jadi tindakan susila adalah tindakan yang sesuai dengan ukuran- ukuran tindakan yang umum dan diterima oleh kesatuan sosial atau lingkungan tertentu. Moral merupakan istilah tentang perilaku atau akhlak yang diterapkan kepada manusia sebagai individu maupun sebagai sosial. Moralitas bangsa artinya tingkah laku umat manusia yang berada dalam suatu wilayah tertentu di suatu Negara.32 Kesimpulan dari pembahasan mengenai pengertian akhlak, etika, dan moral adalah ketiga istilah tersebut memiliki kesamaan substansial jika dilihat secara normatif
karena ketiganya menguatkan suatu pola tindakan yang
dinilai “baik” dan “buruk”, hanya pola yang digunakan didasarkan pada ideide yang berbeda. Etika dinilai menurut pandangan filssafat tentang 32
Abdul Hamid, op.cit., h.30
40
munculnya tindakan dan tujuan rasional dari suatu tindakan. Akhlak adalah wujud dari keimanan atau kekufuran manusia dalam bentuk tindakan, sedangkan moral merupakan bentuk tingkah laku yang diideologisasikan menurut pola hidup bermasyarakat dan bernegara yang rujukannya diambil, terutama dari sosial normatif suatu masyarakat, ideologi Negara, agama, dan dapat pula diambil dari pandangan- pandangan filosofis manusia sebagai individu yang dihormati, pemimpin dan sesepuh masyarakat. Istilah akhlak secara sosiologis disamaartikan dengan istilah moral, etika, tata susila, tingkah pola, perilaku, sopan santun, tata karma, dan handap asor
(bahasa
Sunda)-nya
manusia
dalam
menjalankan
kehidupan
bermasyarakat. 2. Macam- macam Akhlak Mengenai masalah akhlak itu pembagiaannya dapat dijelaskan secara lebih rinci bahwa akhlak secara umum terdiri atas dua macam, yaitu akhlak terpuji dan akhlak tercela.33 a) Akhlak Terpuji Akhlak terpuji, akhlak Al-karimah atau akhlak yang mulia adalah akhlak yang dikehendaki oleh Allah SWT dan dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Akhlak ini dapat diartikan sebagai akhlak orang- orang
33
Ibid., h.199
41
yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT.
Berbagai bentuk
pembagian akhlak al- karimah itu dapat dipaparkan sebagai berikut: 1) Akhlak Terhadap Allah Akhlak terhadap Allah dapat diartikan sebagai sikap atau perbuatan yang seharusnya dilakukan oleh manusia sebagai makhluk, kepada Tuhan sebagai sang khaliq. Sekurang- kurangnya ada empat alasan mengapa manusia perlu berakhlak kepada Allah. Pertama, karena Allah lah yang telah menciptakan manusia. Dia menciptakan manusia dari air yang ditumpahkan ke luar dari antara tulang punggung dan tulang rusuk (QS. Al- Thariq: 5-7). Dalam ayat lain Allah mengatakan bahwa manusia diciptakan dari tanah yang kemudian diproses menjadi benih yang disimpan dalam tempat yang kokoh (rahim), setelah ia menjadi segumpal darah, segumpal daging, dijadikan tulang dan dibalut dengan daging, dan selanjutnya diberi roh (QS. Al- Mu’minun: 12-13). Dengan demikian sebagai yang diciptakan
sudah
sepantasnya
berterima
kasih
kepada
yang
menciptakannya. Kedua, karena Allah-lah yang telah memberikan perlengkapan pancaindera, berupa pendengaran, penglihatan, akal pikiran dan hati sanubari, disamping anggota badan yang kokoh dan sempurna kepada manusia.
42
ﺴ ْﻤ َﻊ ﺟ َﻌ َﻞ َﻟ ُﻜ ُﻢ اﻟ ﱠ َ ﺷﻴْﺌ ًﺎ َو َ ن َ ن ُأ ﱠﻣﻬَﺎ ِﺗ ُﻜ ْﻢ ﻻ َﺗ ْﻌ َﻠﻤُﻮ ِ ﻦ ُﺑﻄُﻮ ْ ﺟ ُﻜ ْﻢ ِﻣ َ ﺧ َﺮ ْ وَاﻟﱠﻠ ُﻪ َأ ن َ ﺸ ُﻜﺮُو ْ وَا ْﻟ َﺄ ْﺑﺼَﺎ َر وَا ْﻟ َﺄ ْﻓ ِﺌ َﺪ َة َﻟ َﻌﱠﻠ ُﻜ ْﻢ َﺗ Artinya: Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur. (QS. al- Nahl: 78). Ketiga, karena Allah-lah yang telah menyediakan berbagai bahan dan sarana yang diperlukan bagi kelangsungan hidup manusia, seperti bahan makanan yang berasal dari tumbuh- tumbuhan, air, udara, binatang ternak dan sebagainya. Sebagaimana hal ini terlihat pada firman Allah SWT:
ﻀ ِﻠ ِﻪ ْ ﻦ َﻓ ْ ﻚ ﻓِﻴ ِﻪ ِﺑ َﺄ ْﻣ ِﺮ ِﻩ َو ِﻟ َﺘ ْﺒ َﺘﻐُﻮا ِﻣ ُ ي ا ْﻟ ُﻔ ْﻠ َ ﺠ ِﺮ ْ ﺤ َﺮ ِﻟ َﺘ ْ ﺨ َﺮ َﻟ ُﻜ ُﻢ ا ْﻟ َﺒ ﺳﱠ َ اﻟﻠﱠ ُﻪ اﱠﻟﺬِي ض ِ ت َوﻣَﺎ ﻓِﻲ ا ْﻟ َﺄ ْر ِ ﺴﻤَﺎوَا ﺨ َﺮ َﻟ ُﻜ ْﻢ ﻣَﺎ ﻓِﻲ اﻟ ﱠ ﺳﱠ َ ( َو12) ن َ ﺸ ُﻜﺮُو ْ َو َﻟ َﻌﱠﻠ ُﻜ ْﻢ َﺗ (13) ن َ ت ِﻟ َﻘ ْﻮ ٍم َﻳ َﺘ َﻔ ﱠﻜﺮُو ٍ ﻚ ﻟَﺂﻳﺎ َ ن ﻓِﻲ َذ ِﻟ ﺟﻤِﻴﻌ ًﺎ ِﻣ ْﻨ ُﻪ ِإ ﱠ َ Artinya: Allah-lah yang menundukkan lautan untukmu supaya kapalkapal dapat berlayar padanya dengan seizin-Nya dan supaya kamu dapat mencari karunia -Nya dan Mudahmudahan kamu bersyukur. Dan dia Telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir. (QS. al- Jaatsiyah: 12- 13). Keempat, Allah-lah yang telah memuliakan manusia dengan diberikannya
kemampuan
menguasai
daratan
diberikannya
kemampuan menguasai daratan dan lautan. Allah SWT berfirman:
43
ت ِ ﻄ ﱢﻴﺒَﺎ ﻦ اﻟ ﱠ َ ﺤ ِﺮ َو َر َز ْﻗﻨَﺎ ُه ْﻢ ِﻣ ْ ﺣ َﻤ ْﻠﻨَﺎ ُه ْﻢ ﻓِﻲ ا ْﻟ َﺒ ﱢﺮ وَا ْﻟ َﺒ َ َو َﻟ َﻘ ْﺪ َآ ﱠﺮ ْﻣﻨَﺎ َﺑﻨِﻲ ﺁ َد َم َو ﻼ ً ﺧ َﻠ ْﻘﻨَﺎ َﺗ ْﻔﻀِﻴ َ ﻦ ْ ﻋﻠَﻰ َآﺜِﻴ ٍﺮ ِﻣ ﱠﻤ َ ﻀ ْﻠﻨَﺎ ُه ْﻢ َو َﻓ ﱠ Artinya: Dan Sesungguhnya Telah kami muliakan anak-anak Adam, kami angkut mereka di daratan dan di lautan, kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang Sempurna atas kebanyakan makhluk yang Telah kami ciptakan. (QS. al- Isra’: 70). Namun demikian sungguhpun Allah telah memberikan berbagai kenikmatan kepada manusia sebagaimana disebutkan di atas bukanlah menjadi alasan Allah perlu dihormati. Bagi Allah dihormati atau tidak, tidak akan mengurangi kemuliaan- Nya. Akan tetapi sebagaimana manusia sudah sewajarnya menunjukkan sikap akhlak yang pantas kepada Allah. Banyak cara yang dapat dilakukan dalam berakhlak kepada Allah. Di antaranya dengan tidak menyekutukan- Nya (QS. al-Nisa’: 116), takwa kepada- Nya (QS. al-Nur: 35), mencintai- Nya (QS. alNahl: 72), ridla dan ikhlas terhadap segala keputusan- Nya dan bertaubat (QS. al-Baqarah: 222), mensyukuri nimat- Nya (QS. alBaqarah: 152), selalu berdo’a kepada- Nya (QS. al-Ghafir: 60), beribadah (QS. al-dzariyat: 56), meniru- niru sifat- Nya, dan selalu berusaha mencari keridlaan- Nya (QS. al-Fath: 29). Sementara itu Quraish Shihab mengatakan bahwa titik tolak akhlak terhadap Allah adalah pengakuan dan kesadaran bahwa tiada Tuhan melainkan Allah. Dia memiliki sifat- sifat terpuji, demikian
44
agung sifat itu, jangankan manusia, malaikat pun tidak akan mampu menjangkaunya.34 Berkenaan denggan akhlak kepada Allah dilakukan dengan cara banyak memuji- Nya (QS. al- Naml: 93). Selanjutnya sikap tersebut dilanjutkan dengan senantiasa bertawakkal kepada- Nya (QS. al- Anfal: 61), yakni menjadikan Tuhan sebagai satu- satunya yang menguasai diri manusia. Akhlak terhadap Allah adalah pengakuan dan kesadaran bahwa tiada Tuhan selain Allah. Dia memiliki sifat-sifat terpuji demikian Agung sifat itu, yang jangankan manusia, malaikat pun tidak akan menjangkau hakekatnya. 2) Akhlak Terhadap Sesama Manusia Manusia adalah makhluk sosial yang kelanjutan eksistensinya secara fungsional dan optimal banyak bergantung pada orang lain. Untuk itu ia perlu bekerjasama dan saling tolong-menolong dengan orang lain. Islam menganjurkan berakhlak yang baik kepada saudara, Karena ia berjasa dalam ikut serta mendewasakan kita, dan merupakan orang yang paling dekat dengan kita. Caranya dapat dilakukan dengan memuliakannya,
memberikan
bantuan,
pertolongan
dan
menghargainya. Jadi, manusia menyaksikan dan menyadari bahwa Allah telah mengaruniakan kepadanya keutamaan yang tidak dapat terbilang dan 34
M. Quraish Shihab, op.cit., h.262
45
karunia kenikmatan yang tidak bisa dihitung banyaknya, semua itu perlu disyukurinya dengan berupa berzikir dengan hatinya. Sebaiknya dalam kehidupannya senantiasa berlaku hidup sopan dan santun menjaga jiwanya agar selalu bersih, dapat terhindar dari perbuatan dosa, maksiat, sebab jiwa adalah yang terpenting dan pertama yang harus dijaga dan dipelihara dari hal-hal yang dapat mengotori dan merusaknya. Karena manusia adalah makhluk sosial maka ia perlu menciptakan suasana yang baik, satu dengan yang lainnya saling berakhlak yang baik. Banyak sekali rincian yang dikemukakan al- Qur’an berkaitan dengan perlakuan terhadap sesama manusia. Petunjuk mengenai hal ini bukan hanya dalam bentuk larangan melakukan hal-hal negatif seperti membunuh, menyakiti badan, atau mengambil harta tanpa alasan yang benar, melainkan juga sampai kepada menyakiti hati dengan jalan menceritakan aib seseorang dibelakangnya, tidak peduli aib itu benar atau salah, walaupun sambil memberikan materi kepada yang disakiti hatinya itu (QS. al- Baqarah: 263). Di sisi lain al- Qur’an menekankan bahwa setiap orang hendaknya didudukkan secara wajar. Tidak masuk ke rumah orang lain tanpa ijin, jika bertemu saling mengucapkan salam, dan ucapan yang dikeluarkan adalah ucapan yang baik (QS. al-Nur: 58, dan alBaqarah: 83). Setiap ucapan yang diucapkan adalah ucapan yang benar
46
(QS. al-Ahzab: 70), jangan mengucilkan seseorang atau kelompok lain, tidak wajar pula berprasangka buruk tanpa alasan, atau menceritakan keburukan seseorang, dan menyapa atau memanggilnya dengan sebutan buruk. Selanjutnya yang melakukan kesalahan hendaknya dimaafkan, pemaafan ini hendaknya disertai dengan kesadaran bahwa yang memaafkan berpotensi pula melakukan kesalahan (QS. Ali Imron: 134). Selain itu dianjurkan agar menjadi orang yang pandai mengendalikan nafsu amarah, mendahulukan kepentingan orang lain daripada kepentingan diri sendiri. 3) Akhlak Terhadap Lingkungan Yang dimaksud dengan lingkungan disini adalah segala sesuatu yang di sekitar manusia, baik binatang, tumbuh- tumbuhan, maupun benda- benda tak bernyawa. Pada dasarnya akhlak yang diajarkan al- Qur’an terhadap lingkungan bersumber dari fungsi manusia sebagai khalifah. Kekhalifahan menuntut adanya interaksi antara manusia dengan sesamanya dan manusia terhadap alam. Kekhalifahan mengandung arti pengayoman, pemeliharaan, serta bimbingan, agar setiap makhluk mencapai tujuan penciptaannya. Dalam
pandangan
Islam,
seseorang
tidak
dibenarkan
mengambil buah sebelum matang, atau memetik bunga sebelum mekar, karena hal ini berarti tidak memberi kesempatan kepada makhluk untuk mencapai tujuan penciptaannya.
47
Ini berarti manusia dituntut untuk mampu menghormati prosesproses yang sedang berjalan, dan terhadap semua proses yang sedang terjadi. Yang demikian mengantarkan manusia bertanggung jawab, sehingga ia tidak melakukan perusakan, bahkan dengan kata lain, setiap perusakan terhadap lingkungan harus dinilai sebagai perusakan pada diri manusia sendiri. Binatang, tumbuh- tumbuhan dan benda- benda tak bernyawa semuanya diciptakan Allah SWT, dan menjadi milik- Nya, serta semuanya memiliki ketergantungan kepada- Nya.
Keyakinan itu
mengantarkan seorang Muslim untuk menyadari bahwa semuanya adalah “umat” Tuhan yang harus diperlakukan secara wajar dan baik. Berkenaaan dengan ini dalam al- Qur’an suarat al- An’am: 38 ditegaskan bahwa binatang melata dan burung- burung pun adalah umat seperti manusia juga, sehingga semuanya seperti ditulis alQurthubi (w. 671 H) dalam tafsirnya “tidak boleh diperlakukan secara aniaya”. Jangankan dalam masa damai, dalam saat peperangan pun terdapat petunjuk al- Qur’an yang melarang melakukan penganiayaan. Jangankan terhadap manusia dan binatang, bahkan mencabut atau menebang pepohonan pun terlarang, kecuali kalau terpaksa, tetapi itu harus seizin Allah, dalam arti harus sejalan dengan tujuan- tujuan penciptaan dan demi kemaslahatan terbesar. Allah berfirman:
48
ن اﻟﱠﻠ ِﻪ ِ ﻋﻠَﻰ ُأﺻُﻮ ِﻟﻬَﺎ َﻓ ِﺒ ِﺈ ْذ َ ﻦ ﻟِﻴ َﻨ ٍﺔ َأ ْو َﺗ َﺮ ْآ ُﺘﻤُﻮهَﺎ ﻗَﺎ ِﺋ َﻤ ًﺔ ْ ﻄ ْﻌ ُﺘ ْﻢ ِﻣ َ ﻣَﺎ َﻗ ﻦ َ ﺳﻘِﻴ ِ ي ا ْﻟﻔَﺎ َ ﺨ ِﺰ ْ َو ِﻟ ُﻴ Arinya: Apa saja yang kamu tebang dari pohon kurma (milik orangorang kafir) atau yang kamu biarkan (tumbuh) berdiri di atas pokoknya, Maka (semua itu) adalah dengan izin Allah; dan Karena dia hendak memberikan kehinaan kepada orang-orang fasik. (QS. al- Hasyr: 5) Alam dengan segala isinya telah ditundukkan Tuhan kepada manusia, sehingga dengan mudah manusia dapat memanfaatkannya. Jika demikian, manusia tidak mencari kemenangan, tetapi keselarasan dengan alam. Keduanya tunduk kepada Allah, sehingga mereka harus dapat bersahabat. Selain itu akhlak al- Karimah juga memperhatikan kelestarian dan keselamatan binatang. Nabi Muhammad SAW bersabda yang artinya: Bertakwalah kepada Allah dalam perlakuanmu terhadap binatang, kendarailah, dan beri makanlah dengan baik. Uraian tersebut di atas memperlihatkan bahwa akhlak sangat komperehensif, menyeluruh dan mencakup berbagai makhluk yang diciptakan Tuhan. Hal yang demikian dilakukan karena secara fungsional
seluruh
makhluk
tersebut
satu
sama
lain
saling
membutuhkan. Punah dan rusaknya salah satu bagian dari makhluk Tuhan itu akan berdampak negatif bagi makhluk lainnya. b) Akhlak Tercela
49
Akhlak tercela atau akhlak al-Madzmumah adalah akhlak yang dibenci oleh Allah SWT, sebagaimana akhlak orang- orang kafir, orangorang musyrik, dan orang- orang munafik. Dalam ajaran Islam hal ini tetap dibicarakan secara terperinci dengan tujuan agar dapat dipahami dengan benar, dan dapat diketahui cara-cara menjauhinya. Berdasarkan petunjuk ajaran Islam dijumpai berbagai macam akhlak yang tercela, di antaranya: 1) Berbohong adalah memberikan atau menyampaikan informasi yang tidak sesuai dengan yang sebenarnya. 2) Takabur (sombong) adalah merasa atau mengaku dirinya besar, tinggi, mulia, melebihi orang lain. Pendek kata merasa dirinya lebih hebat. 3) Dengki adalah rasa atau sikap tidak senang atas kenikmatan yang diperoleh orang lain. 4) Bakhil atau kikir adalah sukar baginya mengurangi sebagian dari apa yang dimilikinya itu untuk orang lain. Sebagaimana diuraikan di atas maka akhlak dalam wujud pengamalannya di bedakan menjadi dua: akhlak terpuji dan akhlak yang tercela. Jika sesuai dengan perintah Allah dan rasul-Nya yang kemudian melahirkan perbuatan yang baik, maka itulah yang dinamakan akhlak yang terpuji, sedangkan jika ia sesuai dengan apa yang dilarang oleh Allah dan rasul-Nya dan melahirkan perbuatan-perbuatan yang buruk, maka itulah yang dinamakan akhlak yang tercela.
50
Jadi, demikian telah dibahas di atas tentang pembagianpembagian akhlak. Bahwa akhlak ada yang tergolong akhlak terpuji (alkarimah) dan akhlak yang tercela (al-madzmumah) dan kita sebagai manusia haru bisa berakhlak yang baik dan seharusnya menjauhi akhlak yang tercela. 3. Tujuan Akhlak Tujuan dari pendidikan akhlak dalam Islam adalah untuk membentuk manusia yang bermoral baik, keras kemauan, sopan dalam berbicara dan perbuatan, mulia dalam tingkah laku perangai, bersifat bijaksana, sempurna, sopan dan beradab, ikhlas, jujur dan suci. Dengan kata lain pendidikan akhlak bertujuan untuk melahirkan manusia yang memiliki keutamaan (al-fadhilah). Berdasarkan tujuan ini, maka setiap saat, keadaan, pelajaran, aktifitas, merupakan sarana pendidikan akhlak. Dan setiap pendidik harus memelihara akhlak dan memperhatikan akhlak di atas segala- galanya.35 Barmawie Umary dalam bukunya materi akhlak menyebutkan bahwa tujuan berakhlak adalah hubungan umat Islam dengan Allah SWT dan sesama makhluk selalu terpelihara dengan baik dan harmonis.36 Sedangkan Omar M. M. Al-Toumy Al-syaibany, tujuan akhlak adalah menciptakan kebahagian dunia dan akhirat, kesempurnaan bagi individu dan
35 36
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, h.115 Barmawie Umary, Materi Akhlak, (Solo: CV Ramadhani, 1988), h.2
51
menciptakan
kebahagian,
kemajuan,
kekuataan
dan
keteguhan
bagi
masyarakat.37 Di dalam buku Ibadah dan Akhlak dalam Islam dibahas pula bahwa tujuan akhlak adalah mencapai kebahagiaan hidup umat manusia dalam kehidupannya, baik di dunia maupun di akhirat. Jika seseorang dapat menjaga kualitas mu’amalah ma’allah dan mu’amalah ma’annas, insya Allah akan memperoleh ridla- Nya. Orang yang mendapat ridla Allah niscaya akan memperoleh jaminan kebahagiaan hidup baik duniawi maupun ukhrawi,38 sebagaimana diperkuat oleh dalil berikut:
ﻦ َذ َآ ٍﺮ َأ ْو ُأ ْﻧﺜَﻰ َو ُه َﻮ ْ ﻋ ِﻤ َﻞ ﺻَﺎﻟِﺤ ًﺎ ِﻣ َ ﻦ ْ ﺠﺰَى ِإﻟﱠﺎ ِﻣ ْﺜ َﻠﻬَﺎ َو َﻣ ْ ﺳ ﱢﻴ َﺌ ًﺔ ﻓَﻼ ُﻳ َ ﻋ ِﻤ َﻞ َ ﻦ ْ َﻣ ب ٍ ﺣﺴَﺎ ِ ن ﻓِﻴﻬَﺎ ِﺑ َﻐ ْﻴ ِﺮ َ ﺠ ﱠﻨ َﺔ ُﻳ ْﺮ َزﻗُﻮ َ ن ا ْﻟ َ ﺧﻠُﻮ ُ ﻚ َﻳ ْﺪ َ ﻦ َﻓﺄُو َﻟ ِﺌ ٌ ُﻣ ْﺆ ِﻣ Artinya: Barang siapa mengerjakan perbuatan jahat, Maka dia tidak akan dibalasi melainkan sebanding dengan kejahatan itu. dan barangsiapa mengerjakan amal yang saleh baik laki-laki maupun perempuan sedang ia dalam keadaan beriman, Maka mereka akan masuk surga, mereka diberi rezki di dalamnya tanpa hisab. (QS. alMu’min: 40)
ﺠ ِﺰ َﻳ ﱠﻨ ُﻬ ْﻢ ْ ﻃ ﱢﻴ َﺒ ًﺔ َو َﻟ َﻨ َ ﺣﻴَﺎ ًة َ ﺤ ِﻴ َﻴ ﱠﻨ ُﻪ ْ ﻦ َﻓ َﻠ ُﻨ ٌ ﻦ َذ َآ ٍﺮ َأ ْو ُأ ْﻧﺜَﻰ َو ُه َﻮ ُﻣ ْﺆ ِﻣ ْ ﻋ ِﻤ َﻞ ﺻَﺎﻟِﺤ ًﺎ ِﻣ َ ﻦ ْ َﻣ ن َ ﻦ ﻣَﺎ آَﺎﻧُﻮا َﻳ ْﻌ َﻤﻠُﻮ ِﺴ َ ﺣ ْ ﺟ َﺮ ُه ْﻢ ِﺑ َﺄ ْ َأ Artinya: Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan Sesungguhnya akan kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang Telah mereka kerjakan. (QS. al- Nahl: 97) 37
Omar M. M.Al-Toumy Al-syaibany, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang,1979), Cet. II, h.346 38 Aunur Rahim Faqih, Amir Muallim, Ibadah dan Akhlak dalam Islam, (Yogyakarta: UII Indonesia, 1998), h.93
52
Ayat di atas dengan jelas menggambarkan tujuan dari akhlak yang mulia, yang dalam hal ini beriman dan beramal saleh. Mereka itu akan memperoleh kehidupan yang baik, mendapatkan rezeki yang berlimpah ruah, mendapatkan pahala yang berlipat ganda di akhirat dengan masuknya ke dalam surga. Hal ini menggambarkan bahwa tujuan akhlak itu adalah mencapai keberuntungan hidup di dunia dan akhirat. Menurut M. Quraish Shihab, janji- janji Allah yang demikian itu pasti akan terjadi, karena ia merupakan sunnatullah yang bersifat alamiah, asalkan hal tersebut ditempuh dengan cara- cara yang tepat dan benar.39 Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan akhlak pada prisnsipnya adalah untuk mencapai kebahagian dan keharmonisan dalam berhubungan dengan Allah SWT, di samping berhubungan dengan sesama makhluk dan juga alam sekitar, hendak menciptakan manusia sebagai makhluk yang tinggi dan sempurna serta lebih utama dari makhluk lainnya. Pendidikan Agama berkaitan erat dengan Pendidikan akhlak, tidak berlebihan apabila dikatakan bahwa pendidikan akhlak dalam pengertian Islam adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pendidikan agama. Sebab yang baik adalah yang dianggap baik oleh agama dan yang buruk adalah apa yang dianggap buruk oleh agama. Sehingga nilai-nilai akhlak, 39
Hal di atas dikemukakan M. Quraish Shihab pada acara peringatan detik- detik proklamasi kemerdekaan R.I. ke- 51, tanggal 17 Agustus 1996 di halaman IAIN Syarif Hidayatullah Ciputat, Jakarta.
53
keutamaan akhlak dalam masyarakat Islam adalah akhlak dan keutamaan yang diajarkan oleh agama. 4. Arti Pembentukan Akhlak Berbicara masalah pembentukan akhlak sama dengan berbicara tentang tujuan pendidikan, karena banyak sekali dijumpai pendapat para ahli yang mengatakan bahwa tujuan pendidikan adalah pembentukan akhlak. Muhammad Athiyah al- Abrasyi mengatakan bahwa pendidikan budi pekerti dan akhlak adalah jiwa dan tujuan pendidikan islam.40 Menurut al- Ghazali pendidikan Islam bertujuan menciptakan kesempurnaan insan yang selalu mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah baik untuk kebahagiaan di dunia maupun di akhirat.41 Hasan Langgulung menjelaskan arah tujuan pendidikan Islam menyitir, al- Qur’an surat at- Tin: 4, yang darinya disimpulkan bahwa manusia diciptakan dengan sebaik- baik bentuk (struktur fisikal, mental dan spiritual). Karenanya tujuan Pendidikan Islam adalah untuk menciptakan manusia beriman dan beramal saleh.42 a. Iman merupakan sesuatu yang harus selalu hadir dalam kesadaran manusia dan menjadi motivasi untuk seggala perilaku manusia. 40
Athiyah al- Abrasyi, Dasar- dasar Pokok Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1974), cet II, h.15 41 Fathiyah Hasan Sulaiman, Andi Hakim, Imam Azis, Konsep Pendidikan al- Ghazali Alih Bahasa, (Jakarta: CV. Guna Aksara, 1990), cet. II, h.31 42 Hasan Langgulung, Pendidikan dan Peradab Marimba an Islam; Suatu Analisa Sosio Psikologi, (Jakarta: PT. Maha Grafindo, 1985), cet. III, h.138
54
b. Amal, artinya perbuatan, prilaku, pekerjaan, perkhidmatan, serta segala yang menunjukkan aktifitas manusia. c. Shaleh, artinya baik, relevan, bermanfaat, meningkatkan mutu, berguna prakmatis, dan praktikal. Demikian pula Ahmad D. Marimba berpendapat bahwa tujuan utama pendidikan Islam adalah identik dengan tujuan hidup setiap Muslim, yaitu untuk menjadi hamba Allah, yaitu hamba yang percaya dan menyerahkan diri kepada- Nya dengan memeluk agama islam.43 Namun sebelum itu masih ada masalah yang perlu kita dudukkan dengan seksama, yaitu apakah akhlak itu dapat dibentuk atau tidak? Jika dapat dibentuk apa alasannya dan bagaimana caranya? Dan jika tidak, ada pula alasanya dan bagaimana selanjutnya. Menurut sebagian ahli bahwa akhlak tidak perlu dibentuk, karena akhlak adalah insting yang dibawa manusia sejak lahir.44 Bagi golongan itu bahwa masalah akhlak adalah pembawaan dari manusia sendiri, yaitu kecenderungan kepada kebaikan atau fithrah yang ada dalam diri manusia, dan dapat juga berupa kata hati atau instuisi yang selalu cenderung kepada kebenaran. Dengan pandangan seperti ini, maka akhlak akan tumbuh dengan sendirinya, walaupun tanpa dibentuk atau diusahakan. Kelompok ini lebih
43
Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung al- Ma’arif), cet. IV,
h.48- 49
44
Mansur Ali Rajab, Ta’ammulat fi Falsafah al- Akhlak, (Mesir Maktabah al- Anjalu alMishriyah, 1961), h.91
55
lanjut menduga bahwa akhlak adalah gambaran batin sebagaimana terpantul dalam perbuatan lahir. Perbuatan lahir ini tidak akan sanggup mengubah perbuatan batin. Orang yang bakatnya pendek misalnya akhlak dapat dengan sendirinya meninggikan dirinya, demikian sebaliknya.45 Selanjutnya ada pula pendapat yang mengatakan bahwa akhlak adalah hasil dari pendidikan, latihan, pembinaan dan perjuangan keras dan sungguhsungguh. Kelompok yang mendukung pendapat yang kedua ini umumnya datang dari Ulama- ulama’ islam yang cenderung pada akhlak, Ibnu Miskawaih, Ibn Sina, al- Ghazali dan lain- lain termasuk kepada kelompok yang mengatakan bahwa akhlak adalah hasil usaha. Imam al- Ghazali mengatakan sebagai berikut: “Seandainya akhlak itu tidak dapat menerima perubahan, maka batallah fungsi wasiat, nasihat dan pendidikan dan tidak ada pula fungsinya hadist nabi yang mengatakan “perbaikilan akhlak kamu sekalian”.46 Pada kenyataan di lapangan, usaha- usaha pembinaan akhlak melalui berbagai lembaga pendidikan dan melalui berbagai macam metode terus dikembangkan. Ini menunjukkan bahwa akhlak memang perlu dibina, dan pembinaan ini ternyata membawa hasil berupa terbentuknya pribadi- pribadi Muslim yang berakhlak mulia, taat kepada Allah dan Rasul- Nya, hormat kepada ibu bapak, sayang kepada sesama makhluk Tuhan dan seterusnya. Sebaliknya keadaan sebaliknya juga menunjukkan bahwa anak- anak yang 45 46
Ibid., h.90 Ibid., h.54
56
tidak dibina akhlaknya, atau dibiarkan tanpa bimbingan, arahan dan pendidikan, ternyata menjadi anak- anak yang nakal, mengganggu masyarakat, melakukan berbagai perbuatan tercela dan seterusnya. Ini menunjukkan bahwa akhlak memang perlu dibina. Keadaan pembinaan ini semakin terasa diperlukan terutama saat dimana semakin banyak tantangan dan godaan sebagai dampak dari kemajuan di bidang iptek. Saat ini misalnya orang akan dengan mudah berkomunikasi dengan apa pun yang ada di dunia ini, yang baik atau buruk, karena ada alat telekomunikasi. Peristiwa yang baik atau buruk dengan mudah dapat dilihat melalui pesawat televisi, internet, faximile dan seterusnya. Film, buk- buku, tempat- tempat hiburan yang menyuguhkan adegan maksiat juga banyak. Demikian pila produk obat- obat terlarang, minuman keras dan pola hidup materialistis
dan
hedonistik
semakin
menggejala.
Semua
ini
jelas
membutuhkan pembinaan akhlak. Dengan uraian tersebut di atas kita dapat mengatakan bahwa akhlak merupakan hasil usaha dalam mendidik dan melatih dengan sungguhsungguh terhadap berbagai potensi rohaniah yang terdapat dalam diri manusia. Jika program pendidikan dan pembinaan akhlak itu dirancang dengan baik, maka akan menghasilkan anak- anak atau orang- orang yang baik akhlaknya. Disinilah letak peran dan fungsi lembaga pendidikan. Dengan demikian pembentukan akhlak dapat diartikan sebagai usaha sungguh- sungguh dalam rangka membentuk anak, dengan menggunakan
57
sarana pendidikan dan pembinaan yang terprogram dengan baik dan dilaksanakan dengan sungguh- sungguh dan konsisten. Pembentukan akhlak ini dilakukan berdasarkan asumsi bahwa akhlak adalah hasil usaha pembinaan, bukan terjadi dengan sendirinya. Potensi rohaniah yang ada dalam diri manusia, termasuk di dalamnya akal, nafsu amarah, nafsu syahwat, fitrah, kata hati, hati nurani dan instuisi dibina secara optimal dengan cara dan pendekatan yang tepat. 5. Faktor- faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Akhlak Untuk menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan akhlak pada khususnya dan pendidikan pada umumnya, ada tiga aliran yang sudah amat populer. Pertama aliran Nativisme. Kedua, aliran Empirisme dan ketiga aliran konvergensi.47 Nativisme artinya mengenai kelahiran atau pembawaan yang menitik beratkan pada pentingnya faktor dasar yang dibawa sejak manusia lahir. Menurut aliran ini perkembangan individu atau kepribadiannya ditentukan oleh faktor- faktor yang dibawanya sejak ia lahir.48 Jadi pendidikan dan lingkungan tidak berpengaruh sama sekali. Baik dan buruk perkembangan anak sepenuhnya tergantung pada pembawaannya bukan dari lingkungan atau pendidikan. Tokoh aliran ini adalah Schopenhuer dari Jerman. 47
Abudin Nata, Akhlak Tasawwuf, ( Jakkarta: PT RajaGrafindo Persada, 2006), h.166 Hasan Langgulung, Pendidikan Islam Indonesia Mencari Kepastian Historis, dalam Islam Indonesia Menatap Masa Depan, Muntaha Azhari, Abdul Muis Saleh, (Jakarta: CV. Guna Aksara, 1989), cet. I, h.154-155 48
58
Para pendukung aliran ini selalu mempertahankan pandangannya dengan menunjuk pada berbagai kesamaan atau kemiripan antara pihak orang tua dengan anak-anaknya. Kata mereka kalau ayahnya ahli musik, maka kemungkinan anaknya juga ahli musik, anak seorang pelukis kemungkinan menjadi pelukis dan anak nelayan demikian pula. Akan tetapi perlu dipertanyakan, apakah kesamaan- kesamaan antara orang tua dengan anaknya itu benar- benar disebabkan oleh faktor dasar yang dibawahnya sejak lahir, atau karena faktor lain, misalnya tersedia sejumlah fasilitas yag menyebabkan sang anak mudah meniru atau menjadi seperti orang tuanya. Menurut aliran nativisme bahwa faktor yang paling berpengaruh terhadap pembentukan diri seseorang adalah faktor pembawaan dari dalam yang bentuknya dapat berupa kecenderungan, bakat, akal, dan lain- lain. Jika seseorang memiliki pembawaan atau kecenderungan kepada yang baik, maka dengan sendirinya orang tersebut menjadi baik. Aliran ini tampaknya begitu yakin terhadap potensi batin yang ada dalam diri manusia, dan hal ini kelihatannya erat kaitannya dengan pendapat aliran instuisme dalam hal penentuan baik dan buruk sebagaimana telah di uraikan di atas. Aliran ini tampak kurang menghargai atau kurang memperhitungkan peranan pembinaan dan pendidikan.
59
Selanjutnya aliran Empirisme, Emprisme adalah salah satu aliran yang menekankan peranan pengalaman dalam memperoleh pengetahuan dan mengecilkan peranan akal.49 John Locke (1632- 1704), salah seorang penganut Empirisme, yang juga “Bapak Empirisme” mengatakan bahwa pada waktu manusia dilahirkan, keadaan akalnya masih bersih, ibarat kertas kosong yang belum tertuliskan apa pun (tabula rasa). Pengetahuan baru muncul ketika indra manusia menimba pengalaman dengan cara melihat dan mengamati berbagai kejadian dalam kehidupan. Kertas tersebut mulai bertuliskan berbagai pengalaman indrawi. Seluruh sisa pengetahuan diperoleh dengan jalan menggunakan serta memperbandingkan ide- ide yang diperoleh dari pengindraan serta refleksi yang pertama dan sederhana. Dalam pandangan Emprisme, akhlak manusia akan terus berkembang karena merupakan bagian dari penggalian pengalaman dan kebenaran yang diperoleh manusia adalah ketika pengalaman hidupnya semakin banyak, sehingga manusia akan memiliki kemampuan yang lebih cerdas dalam memilih dan memilah bentuk- bentuk perbuatan. Akhlak baik dan buruk diukur oleh pengalaman pribadinya masing- masing. Menurut aliran empirisme bahwa faktor yang paling berpengaruh terhadap pembentukan diri seseorang adalah faktor dari luar yaitu, lingkungan sosial, termasuk pembinaan dan pendidikan yang diberikan. Jika pendidikan 49
A. hanafi, Pengantar Filsafat Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1976), h.92
60
dan pembinaan yang diberikan kepada anak itu baik, maka baiklah anak itu. Demikian jika sebaliknya. Aliran ini tampak lebih begitu percaya kepada peranan yang dilakukan oleh dunia pendidikan dan pengajaran. Ketiga, aliran konvergensi bisa diartikan sebagai titik temu antara dua aliran, yaitu aliran nativisme dan empirisme. Tokoh aliran ini adalah William Stren, yang mengaakan bahwa perkembangan individu dipengaruhi oleh dua faktor, pembawaan dan lingkungan. Keduanya sama- sama penting dan tidak bisa dipungkiri, pembawaan saja tanpa lingkungan anak tidak dapat berkembang, sebaliknya lingkungan saja tanpa pembawaan maka akan mustahil pula. Dalam pada itu aliran konvergensi berpendapat pembentukan akhlak dipengaruhi oleh faktor internal, yaitu pembawaan si anak, dan faktor- faktor dari luar yaitu pendidikan dan pembinaan yang dibuat secara khusus, atau melalui interaksi dalam lingkungan social. Fithrah dari kecenderungan ke arah yang baik yang ada di dalam diri manusia dibina secara intensif melalui berbagai metode. Aliran yang ketiga, yaitu aliran konvergensi itu tampak sesuai dengan ajaran islam. Hal ini dapat dipahami dari ayat dan hadist di bawah ini:
ﺴ ْﻤ َﻊ وَا ْﻟ َﺄ ْﺑﺼَﺎ َر ﺟ َﻌ َﻞ َﻟ ُﻜ ُﻢ اﻟ ﱠ َ ﺷﻴْﺌ ًﺎ َو َ ن َ ن ُأ ﱠﻣﻬَﺎ ِﺗ ُﻜ ْﻢ ﻻ َﺗ ْﻌ َﻠﻤُﻮ ِ ﻦ ُﺑﻄُﻮ ْ ﺟ ُﻜ ْﻢ ِﻣ َ ﺧ َﺮ ْ وَاﻟﱠﻠ ُﻪ َأ ن َ ﺸ ُﻜﺮُو ْ وَا ْﻟ َﺄ ْﻓ ِﺌ َﺪ َة َﻟ َﻌﱠﻠ ُﻜ ْﻢ َﺗ Artinya: Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur. (QS. Al- Nahl: 78)
61
Ayat tersebut di atas memberi petunjuk bahwa manusia memiliki potensi untuk dididik, yaitu, pengihatan, pendengaran dan hati sanubari. Potensi tersebut harus disyukuri dengan cara mengisinya dengan ajaran dan pendidikan. Hal ini sesuai dengan yang dilakukan Luqmanul Hakim kepada anaknya sebagai ayat yang terlihat pada ayat yang berbunyi:
(13) ﻋﻈِﻴ ٌﻢ َ ﻈ ْﻠ ٌﻢ ُ ك َﻟ َ ﺸ ْﺮ ن اﻟ ﱢ ك ﺑِﺎﻟﱠﻠ ِﻪ ِإ ﱠ ْ ﺸ ِﺮ ْ ﻈ ُﻪ ﻳَﺎ ُﺑ َﻨﻲﱠ ﻻ ُﺗ ُ ن ِﻻ ْﺑ ِﻨ ِﻪ َو ُه َﻮ َﻳ ِﻌ ُ ﻗَﺎ َل ُﻟ ْﻘﻤَﺎ ن ِ ﻦ َأ ِ ﻦ َو ِﻓﺼَﺎُﻟ ُﻪ ﻓِﻲ ﻋَﺎ َﻣ ْﻴ ٍ ﻋﻠَﻰ َو ْه َ ﺣ َﻤ َﻠ ْﺘ ُﻪ ُأﻣﱡ ُﻪ َوهْﻨ ًﺎ َ ن ِﺑﻮَا ِﻟ َﺪ ْﻳ ِﻪ َ ﺻ ْﻴﻨَﺎ ا ْﻟ ِﺄ ْﻧﺴَﺎ َو َو ﱠ (14) ﻲ ا ْﻟ َﻤﺼِﻴ ُﺮ ﻚ ِإ َﻟ ﱠ َ ﺷ ُﻜ ْﺮ ﻟِﻲ َو ِﻟﻮَا ِﻟ َﺪ ْﻳ ْ ا Artinya: Dan (Ingatlah) ketika Luqman Berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar". Dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya Telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, Hanya kepada-Kulah kembalimu. (QS. Lukman: 13- 14). Ayat tersebut selain menggambarkan tentang pelaksanan pendidikan yang dilakukan Luqmnul Hakim, juga berisi materi pelajaran, dan yang utama di antaranya adalah pendidikan tauhid atau keimanan, karena keimananlah yang menjadi salah satu dasar yang kokoh bagi pembentukan akhlak. Kesesuaian teori konvergensi tersebut di atas, juga sejalan dengan hadist nabi yang berbunyi:
ﺴﺎ ِﻧ ِﻪ َ ﺠ ِّ ﺼ َﺮا ِﻧ ِﻪ َا ْو ُﻳ َﻤ ِّ ﻄ َﺮ ِة َﻓ َﺎ َﺑ َﻮا ُﻩ ُﻳ َﻬ ِّﻮ َدا ِﻧ ِﻪ َا ْو ُﻳ َﻨ ْ ﻋ َﻠﻰ اﻟ ِﻔ َ ُآ ﱡﻞ َﻣ ْﻮُﻟ ٍﺪ ُﻳ ْﻮ َﻟ ُﺪ
62
Artinya: “Setiap anak yang dilahirkan dalam keadaan fitrhah, maka kedua orang tuanyalah yang membentuk anak itu menjadi Yahudi, Nasrani atau Majusi”, (HR. Bukhari). Ayat dan hadist tersebut di atas selain menggambarkan adanya teori konvergensi juga menunjukkan dengan jelas bahwa pelaksana utama dalam pendidikan adalah kedua orang tua. Itulah sebabnya orang tua, khususnya ibu mendapat gelar madrasah, yakni tempat berlangsungnya kegiatan pendidikan. Dan di dalam hadist Nabi banyak dijumpai anjuran agar orang tua membina anaknya. Misalnya hadist yang berbunyi:
ن ْ ن َﻓ ِﺎ ِ ﺐ َا ْه ِﻞ َﺑ ْﻴ ِﺘ ِﻪ َو ِﻗ َﺮا َء ِة اﻟ ُﻘ ْﺮا ﺣ ﱡ ُ ﺐ َﻧ ِﺒ ْﻴ ُﻜ ْﻢ َو ﺣ ﱡ ُ ﺼﺎ ٍل َ ﺣ ِ ث ِ ﻼ َ ﻋ َﻠﻰ َﺛ َ َا ِّد ُﺑ ْﻮا َا ْو َﻻ َد ُآ ْﻢ ِ ﻇ ﱠﻞ ِا ﱠﻻ ِ ﷲ َﻳ ْﻮ َم َﻻ ِ ﻇ ِّﻞ ا ِ ن ِﻓﻲ ِ ﺣ َﻤ َﻠ َﺔ اﻟ ُﻘ ْﺮَا َ .ﻇﱠﻠ ُﻪ َﻣ َﻊ َا ْﻧ ِﺒ َﻴﺎ ِء ٍِﻩ Artinya: Didiklah anakmu sekalian dengan tiga perkara: mencintai Nabimu, mencintai keluarganya dan membaca a;- Qur’an, karena orang yang membawa (hafal) al- Qur’an akan berada di bawah lindungan Allah, di hari tidak ada perlindungan kecuali perlindungan- Nya, bersama para Nabi dan kekasihnya. (HR. al- Dailami dari Ali). Selain itu ajaran Islam juga sudah memberi petunjuk yang lengkap kepada kedua orang tua dalam pembinaan anak ini. Petunjuk pada kuping kiri, pada saat anak tersebut dilahirkan, memberikan makanan madu sebagai isyarat perlunya makan yang bersih dan halal, mencukur rambut dan mengkhitannya sebagai lambang suka pada kebersihan, memotong aqiqah sebagai isyarat menerima kehadirannya, memberi nama yang baik, mengajarkan membaca al- Qur’an, beribadah terutama shalat lima waktu pada saat anak mulai berusia tujuh tahun, mengajarkan cara bekerja di rumah
63
tangga, dan mengawinkannya pada saat dewasa.50 Hal ini memberi petunjuk tentang perlunya pendidikan keagamaan, sebelum anak mendapatkan pendidikan lainnya. Abdullah Nashih Ulwan mengatakan, pendidikan hendaknya memperhatikan anak dari segi muraqabah Allah SWT, yakni dengan menjadikan anak merasa bahwa Allah selamanya mendengar bisikan dan pembicaraannya, melihat gerak- geriknya, mengetahui apa pun yang dirahasiakan dan dibisikkan, mengetahui pengkhianatan mata dan apa yang disembunyikan hati. Jika pendidikan di atas tekanannya lebih pada bidang akhlak dan kepribadian Muslim, maka untuk pendidikan bidang intelektual dan keterampilan dilakukan di sekolah, bengkel- bengkel kerja, tempat- tempat kursus dan kegiatan lainnya yang dilakukan masyarakat. Dengan demikian faktor yang mempengaruhi pembinaan akhlak pada anak ada dua, yaitu faktor dari dalam yaitu potensi fisik, intelektual dan hati (rohaniah) yang dibawa si anak dari sejak lahir, dan faktor dari luar yang dalam hal ini adalah kedua orang tua di rumah, guru di sekolah, dan tokohtokoh serta pemimpin di masyarakat. Melalui kerja sama yang baik antara tiga lembaga pendidikan tersebut, maka aspek kognitif (pengetahuan), afektif (penghayatan) dan psikomotorik (pengamalan) ajaran yang diajarkan akan terbentuk pada diri anak. Dan inilah yang selanjutnya dikenal dengan istilah manusia seutuhnya. 50
M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta; Bumi Aksara, 1994), cet.IV, h.60
64
C. Pengaruh Istighotsah Terhadap pembentukan Akhlak Siswa Sebagaimana dijelaskan pada bab terdahulu, bahwa pengaruh adalah daya yang ada, yang timbul dari sesuatu yang ikut membentuk watak atau perbuatan seseorang. Istighotsah mempunyai pengaruh dampak yang sangat positif terhadap pembentukan akhlak siswa, mengingat mereka masih berada pada masa- masa yang sangat membutuhkan perhatian yang serius dari lingkungannya, baik lingkungan keluarga, sekolah atau lingkungan sekitarnya. Bila ditinjau dari aspek perkembangan jiwa, maka santri yang berada pada masa-masa usia remaja berarti pada masa kegoncangan. Hal ini disebabkan adanya pengaruh yang terus- menerus dalam diri siswa, baik pengaruh yang timbul dari dalam dirinya maupun pengaruh yang datang dari lingkungannya. Pengaruh disini dimaksudkan sebagai gejala sesuatu yang dapat dilihat dari manfaat- manfaat Istighotsah. Bila dikerjakan dengan khusyu’ ikhlas dan komunikatif dengan Allah serta diresapi ke dalam sanubari, dihayati dengan jiwa yang dalam serta tentu saja di dalam hati hanya niat untuk mencari ridha Allah SWT. Di antara manfaat Istighotsah tersebut antara lain:51 1. Menumbuhkan rasa takut kepada Allah dan memuliakan- Nya. Sebagaimana firman Allah SWT:
51
Ash- Shiddiqy, T.M. Hasby, Pedoman Dzikir dan Doa (Semarang: Pustaka Rizki Putra 2005), h.54
65
ﻋ َﻠ ْﻴ ِﻬ ْﻢ ﺁﻳَﺎ ُﺗ ُﻪ َ ﺖ ْ ﺖ ُﻗﻠُﻮ ُﺑ ُﻬ ْﻢ َوِإذَا ُﺗ ِﻠ َﻴ ْ ﺟ َﻠ ِ ﻦ ِإذَا ُذ ِآ َﺮ اﻟﻠﱠ ُﻪ َو َ ن اﱠﻟﺬِﻳ َ ِإ ﱠﻧﻤَﺎ ا ْﻟ ُﻤ ْﺆ ِﻣﻨُﻮ ن َ ﻋﻠَﻰ َر ﱢﺑ ِﻬ ْﻢ َﻳ َﺘ َﻮ ﱠآﻠُﻮ َ زَا َد ْﺗ ُﻬ ْﻢ إِﻳﻤَﺎﻧ ًﺎ َو Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah[595] gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal. (QS. Al- Anfal: 2) Yang dimaksud rasa takut dan gentar yang dirasakan oleh orangorang yang beriman adalah tahap pertama dari gejolak jiwa ketika itu merasa sangat takut akibat membayangkan ancaman dan siksa Allah.52 Karena membayangkan ancaman dan siksa- Nya, maka dengan Istighotsah secara tidak langsung manusia memuliakan Allah lewat bacaan- bacaan Istighotsah bersholawat kepada Allah dan kepada Malaikat- Nya. 2. Menjadikan diri selalu mengingat Allah, sebagaimana Allah berfirman,
....ﻓَﺎ ْذ ُآﺮُوﻧِﻲ َأ ْذ ُآ ْﺮ ُآ ْﻢ Artinya:
"Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku, niscaya Aku ingat (pula) kepadamu .." (Al-Baqarah: 152).
3. Tidak melalaikan Allah SWT Terus menerus berdzikir dan berdoa kepada Allah membuat hati seseorang tidak melalaikan Allah, dan lalai mengingat Allah SWT adalah sebab penderitaan hamba di dunia dan di akhirat. Siapa saja yang melalaikan Allah SWT, maka ia akan lalai terhadap diri dan kemaslahatannya dan ia akan binasa. Allah SWT berfirman
ن َ ﺳﻘُﻮ ِ ﻚ ُه ُﻢ ا ْﻟﻔَﺎ َ ﺴ ُﻬ ْﻢ أُو َﻟ ِﺌ َ ﻦ َﻧﺴُﻮا اﻟﱠﻠ َﻪ َﻓ َﺄ ْﻧﺴَﺎ ُه ْﻢ َأ ْﻧ ُﻔ َ وَﻻ َﺗﻜُﻮﻧُﻮا آَﺎﱠﻟﺬِﻳ 52
M. Quraish Shihab, op.cit., h.601
66
Artinya:
"Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasiq" (QS. Al-Hasyr: 19).
4. Sebagai alat mendekatkan dan menyandarkan diri kepada Allah. Orang yang berdzikir (mengingat Allah) senantiasa merasa dekat dengan-Nya dan Allah bersamanya. Kebersamaan ini bersifat khusus, bukan kebersamaan karena bersanding, tetapi kebersamaan karena kedekatan, cinta, pertolongan dan taufiq. Sebagaimana firman Allah sebagai berikut:
....ﻦ ا ﱠﺗ َﻘﻮْا َ ن اﻟﱠﻠ َﻪ َﻣ َﻊ اﱠﻟﺬِﻳ ِإ ﱠ Artinya:
"Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang bertakwa..." (QS. An-Nahl: 128)
Artinya:
“Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat kebajikan" (QS. Al-'Ankabuut: 69).
Artinya:
"...Janganlah engkau bersedih hati, karena sesungguhnya Allah beserta kita..." (QS. At-Taubah: 40).
ﻦ َ ﺴﻨِﻴ ِ ﺤ ْ ن اﻟﱠﻠ َﻪ َﻟ َﻤ َﻊ ا ْﻟ ُﻤ ﺳ ُﺒ َﻠﻨَﺎ َوِإ ﱠ ُ ﻦ ﺟَﺎ َهﺪُوا ﻓِﻴﻨَﺎ َﻟ َﻨ ْﻬ ِﺪ َﻳ ﱠﻨ ُﻬ ْﻢ َ وَاﱠﻟﺬِﻳ
...ن اﻟﱠﻠ َﻪ َﻣ َﻌﻨَﺎ َﻓ َﺄ ْﻧ َﺰ َل اﻟﻠﱠ ُﻪ ن ِإ ﱠ ْ ﺤ َﺰ ْ ﻻ َﺗ...
5. Dzikir mendatangkan shalawat Allah dan para Malaikat-Nya. Siapa yang mendapatkan shalawat Allah dan para malaikat, maka dia adalah orang yang sangat beruntung. Allah SWT berfirman:
(42) ﻼ ً ﺳ ﱢﺒﺤُﻮ ُﻩ ُﺑ ْﻜ َﺮ ًة َوَأﺻِﻴ َ ( َو41) ﻦ ﺁ َﻣﻨُﻮا ا ْذ ُآﺮُوا اﻟﱠﻠ َﻪ ِذآْﺮًا َآﺜِﻴﺮًا َ ﻳَﺎ َأ ﱡﻳﻬَﺎ اﱠﻟﺬِﻳ ن َ ت ِإﻟَﻰ اﻟﻨﱡﻮ ِر َوآَﺎ ِ ﻈُﻠﻤَﺎ ﻦ اﻟ ﱡ َ ﺟ ُﻜ ْﻢ ِﻣ َ ﺨ ِﺮ ْ ﻋ َﻠ ْﻴ ُﻜ ْﻢ َوﻣَﻼ ِﺋ َﻜ ُﺘ ُﻪ ِﻟ ُﻴ َ ﺼﻠﱢﻲ َ ُه َﻮ اﱠﻟﺬِي ُﻳ (43)ﻦ َرﺣِﻴﻤ ًﺎ َ ﺑِﺎ ْﻟ ُﻤ ْﺆ ِﻣﻨِﻴ Artinya:
"Hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah (dengan menyebut Nama) Allah, dzikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah
67
kepada-Nya di waktu pagi dan petang. Dia-lah yang memberi shalawat kepadamu dan Malaikat-Nya (memohon ampunan untukmu), supaya Dia mengeluarkanmu dari kegelapan kepada cahaya (yang terang). Dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman" (QS. Al-Ahzab: 41-43). Shalawat dari Allah dan para Malaikat-Nya ini merupakan sebab untuk mengeluarkan mereka dari kegelapan menuju cahaya. 6. Menjauhkan diri dari beberapa perbuatan tercela. Dzikir menyibukkan lisan agar tidak melakukan ghibah, adu domba, dusta, kekejian dan kebathilan. Sudah selayaknya bagi seorang hamba ketika berbicara atau berkata, hendaknya berkata yang baik atau diam. Ia harus menjauhkan ghibah (membicarakan aib orang lain), dusta (bohong), menghasut, berkata-kata yang keji, memfitnah, dan hal-hal yang diharamkan Allah. Oleh karena itu dia harus membersihkan lisannya dengan banyak berdzikir. Siapa yang membiasakan lidahnya untuk berdzikir, maka lidahnya lebih terjaga (selamat) dari kebathilan dan perkataan sia-sia. Namun, siapa yang lidahnya tidak pernah mengenal dzikir, maka kebathilan dan kekejian banyak terucap dari lidahnya. 7. Membuat hati menjadi hidup. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata "Dzikir bagi hati sama dengan air bagi ikan, maka bagaimana keadaan yang akan terjadi pada ikan seandainya ia berpisah dengan air?" 8. Menurut Zakiyah Drajat perasaan tentram, lega, dapat di peroleh setelah sembahyang perasaan lepas dari ketegangan batin dapat di peroleh setelah
68
melakukan do’a /membaca al-Qur’an, perasaan tenang dan pasrah serta menyerah dapat di peroleh setelah melakukan dzikir kepada Allah ketika mengalami kesedihan & kekecewaan yang sangat.53 9. Mengutip dari pendapat Syekh Abdul Qodir al-Jailani, hendaklah kita mendekatkan diri kepada Allah disertai langkah sirr dan kesucian zuhud terhadap selain dia dan beristighosahlah kepada- Nya dengan memandang ilmu- Nya.54 Dari beberapa macam di atas maka disimpulkan bahwa Istighotsah sebagai salah satu media atau alat penyiaran dan penyebaran agama sebagai salah satu wujud pembentukan akhlak siswa. Jama’ah Istighotsah (siswasiswa) apabila Istighotsah tersebut dilaksanakan secara khusyu’, ikhlas dan komunikatif dengan Allah serta diresapi ke dalam sanubari, dihayati dengan jiwa yang dalam serta tentu saja di dalam hati hanya berniat untuk mencapai ridha Allah.
BAB III METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
53 54
Zakiyah Drajat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 2003), h.7 Habib Abdullah Zaki al- Kaaf, Ajaran Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia, 2003), h.130