Bab II Landasan Teori
BAB II LANDASAN TEORI
Bumi terdiri dari air, 97,5% adalah air laut, 1,75% adalah berbentuk es, 0,73% berada didaratan sebagai air sungai, air danau, air tanah, dan sebagainya. Hanya 0,001% berbentuk uap diudara. Air dibumi mengulangi sirkulasi terusmenerus dari penguapan, presipitasi, dan pengaliran keluar (outflow). Menurut Sosrodarsono, Suyono (1977) air menguap ke udara dari permukaan tanah dan laut, berubah menjadi awan melalui beberapa proses dan kemudian jatuh sebagai hujan atau salju kepermukaan laut atau daratan. Menurut Ir joyce martha (1982) hidrologi adalah ilmu yang mempelajari tentang terjadinya pergerakan dan distribusi air di bumi, baik di atas maupun di bawah permukaan bumi, tentang sifat fisik, kimia air serta reaksinya terhadap lingkungan dan hubungannya dengan kehidupan. Secara umum dapat dikatakan bahwa hidrologi adalah ilmu yang menyangkut masalah kuantitas dan kualitas air di bumi. Dalam kaitannya dengan bidang teknik sipil, hidrologi sangat memegang peranan penting dalam memberikan informasi yang diperlukan untuk analisa awal dalam merencanakan suatu bangunan hidrolis, misalnya drainase jalan, goronggorong, irigasi, bangunan bendung dan sebagainya.
Didalam hidrologi, salah satu aspek analisis yang diharapkan dihasilkan untuk menunjang perancangan bangunan-bangunan hidrolik adalah menetapkan besaran-besaran rancangan, baik hujan, banjir maupun unsur hidrologi lainnya. Informasi yang diperlukan dalam merencanakan suatu bangunan hidrolis, antara
II - 1
Bab II Landasan Teori
lain data curah hujan, peta topografi dan sebagainya, yang kemudian dianalisa dan dijadikan dasar untuk mendapatkan hasil rancangan yang memuaskan.
2.1. Analisa Curah Hujan Rencana. Curah hujan diperlukan untuk pembuatan rancangan dan rencana (perhitungan potongan melintang dan lain-lain) yang berdasarkan volume debit(yang disebakan oleh curah hujan) dari daerah pengaliran kecil seperti perhitungan debit banjir, rencana peluap suatu bendungan, gorong-gorong melintasi jalan dan saluran, selokan-selokan samping adalah curah hujan jangka waktu yang pendek dan bukan curah hujan jangka waktu yang panjang seperti curah hujan tahunan atau bulanan. Curah hujan yang diperlukan untuk penyusunan suatu rancangan pemanfaatan air dan rancangan pengendalian banjir adalah curah hujan ratarata diseluruh daerah yang bersangkutan, bukan curah hujan pada suatu titik tertentu. Hal yang terpenting dalam pembuatan rancangan dan rencana adalah distribusi curah hujan. Distribusi curah hujan adalah berbeda-beda sesuai dengan jangka waktu yang ditinjau yakni curah hujan tahunan (jumlah curah hujan dalam setahun), curah hujan bulanan (jumlah curah hujan dalam sebulan), curah hujan haria (jumlah curah hujan 24 jam), curah hujan per jam. Menurut Ir. Suyono Sosrodarsono (1976) hujan dapat didefinisikan sebagai cairan yang jatuh di atas permukaan tanah yang didahului dengan proses kondensasi massa udara, biasanya dinyatakan dalam (mm). Karakteristik curah hujan untuk suatu daerah aliran sungai akan berbeda dengan daerah lainnya. Dengan demikian untuk dapat memperkirakan
II - 2
Bab II Landasan Teori
besarnya curah hujan yang terjadi pada suatu daerah
dapat dihitung
berdasarkan data curah hujan yang diperoleh dari stasiun-stasiun pengamatan hujan. Data curah hujan tersebut diukur berdasarkan banyaknya hujan yang terjadi pada suatu daerah dengan menggunakan alat pengukur curah hujan biasa dan otomatis. Data curah hujan yang diperoleh, kemudian digunakan sebagai dasar untuk menghitung jumlah curah hujan rencana.
2.1.1. Pemilihan Jenis Sebaran Dalam menganalisa data lebih lanjut, kita akan di hadapkan pada persoalan bagaimana cara menentukan jenis distribusi yang cocok. Pemilihan sebaran ini terkait dengan berapa besar debit yang dihasilkan, misalnya terjadi perkiraan debit banjir rencana yang terlalu besar, atau terlalu kecil, oleh karena itu kita harus berhati-hati dalam menentukan jenis distribusi tersebut. Persamaan-persamaan yang digunakan dalam pemilihan jenis sebaran adalah : -
-
Koefisien Variasi (Cv) =
Sn X
Koefisien Asimetric (Cs) =
- Koefisien Kurtosis (Ck) =
n x Xi X
3
(n 1) x (n 2) x Sn 3
n 2 x Xi X
4
(n 1) x (n 2) x (n - 3) x Sn 4
II - 3
Bab II Landasan Teori
Xi X n 1
- Standar Deviasi (Sn) =
- Hujan Rata Rata X
2
Xi n
Keterangan : X
= Hujan rata-rata
Xi
= curah hujan harian maksimum (mm/hari)
n
= Lama tahun pengamatan
Dalam memakai jenis distribusi pada pengolahan data hidrologi, jenis distribusi yang banyak di gunakan menurut Sri harto Br. (1993) adalah distribusi Normal, Log normal, Gumbel dan Log pearson Type III, yang masing-masing mempunyai syarat-syarat sebagai berikut : 1.
Jenis Distribusi Normal Syarat : Cs = 0 Ck = 3S2
2.
Jenis Distribusi Log Normal Syarat : Cs/Cv = 3
3.
Jenis Distribusi Gumbel Syarat : Cs = 1.1396 Ck = 5.4002
4.
Jenis Distribusi Log Pearson III Syarat : Yang tidak termasuk dari ketiga sebaran yang lain.
2.1.2. Uji Kecocokan Untuk mengetahui apakah data tersebut sesuai dengan jenis distribusi teoritis yang dipilih,maka perlu dilakukan pengujian. Pengujian ini II - 4
Bab II Landasan Teori
biasanya disebut dengan pengujian kecocokan (testing of goodness of fit). Cara ini biasa digunakan menurut Sri Harto (1993) adalah ChiKuadrat (Chi-Square) dan Uji Smirnov-kolmogorof. Uji tersebut diperlukan perhitungan probabilitas curah hujan dan model persamaan garis untuk selanjutnya diplot pada kertas probabilitas Log Normal.
2.2.2.1. Uji Chi-Kuadrat (Chi-Square Test) Persamaan yang digunakan adalah : λ2
Xo Xe2 Xe
Keterangan : λ2 = Harga Chi-Kuadrat Xo = Besarnya curah hujan yang didapat dari pengamatan Xe = Besarnya curah hujan teoritis yang diharapkan.
Syarat-syarat yang harus dipenuhi : 1. Nilai λ2 harus lebih kecil dari nilai λ2 cr 2. Nilai Chi-Kuadrat besarnya tergantung pada derajat kebebasan (DK) dan derajat Nyata (α), yang diambil sebesar 5% 3. Besarnya derajat kebebasan (DK) dapat dihitung dengan menggunakan rumus : DK = K - ( P + 1 ) Keterangan : K = Kelas Intreval P = 2 untuk sebaran Chi-Kuadrat
II - 5
Bab II Landasan Teori
2.2.2.2.
Uji Smirnov-kolmogorof Pengujian Kecocokan dapat dilakukan lebih sederhana, dengan cara ini. Dengan membandingkan probabilitas untuk tiap variat dari distribusi empiris dan teoritisnya akan terdapat perbedaan ( Δ ) tertentu. Persamaan Smirnov - Kolmogorof :
P { maks׀P(x) – P(Xi) <}׀Δcr = α
Keterangan : P(x)-P(Xi) = Δ maks yang terbaca pada kertas probabilitas Δcr = Δ kritik yang didapat pada tabel.
2.2. Perhitungan Debit Banjir Rencana Debit banjir rencana adalah debit maksimum dari suatu sungai atau saluran yang besarnya didasarkan pada periode ulang tertentu. Debit banjir rencana, dijadikan dasar dalam merencanakan suatu bangunan hidrolis dengan tujuan agar bangunan yang direncanakan mampu menerima jumlah banjir yang kemungkinan terjadi pada periode ulang yang direncanakan. Penentuan debit banjir rencana didasarkan pada pertimbanganpertimbangan, antara lain :
Biaya Pembangunan Biaya pembangunan untuk bangunan hidrolis akan semakin besar, apabila direncanakan dengan periode ulang yang besar, tetapi lebih memberikan keuntungan dari segi keamanan bangunan.
II - 6
Bab II Landasan Teori
Umur Ekonomis Bangunan Debit banjir yang direncanakan harus sesuai dengan umur bangunan, artinya tidak mendesain debit banjir rencana yang lebih besar dari umur rencana bangunan.
Untuk menghitung debit banjir rencana dapat digunakan metoda-metoda sebagai berikut : 1.
Cara langsung Cara ini dikenal dengan metoda kecepatan aliran penampang, yaitu menghitung besarnya debit rencana berdasarkan data kecepatan aliran yang diperoleh dari survey pengukuran di lapangan dengan alat pelampung atau current meter
2.
Cara tidak langsung Berdasarkan cara ini, debit banjir rencana dihitung berdasarkan data curah hujan yang terjadi pada suatu daerah dengan menggunakan metoda-metoda, antara lain metode Rasional untuk daerah tangkapan < 1 km2, metoda Dicken untuk daerah tangkapan < 1 km2, dan metoda Der Weduwen untuk daerah tangkapan ≥ 100 km2.
2.2.1. Metode Rasional Persamaan yang digunakan berdasarkan metoda rasional adalah sebagai berikut : Q = 0,278 . C . I . A Keterangan : Q
= Debit (m3/detik)
C
= Koefisien Pengaliran II - 7
Bab II Landasan Teori
I
= Intesitas curah hujan (mm/jam)
A
= Luas daerah tangkapan air hujan (Km)
2.2.2. Koefisien Pengaliran Menurut Shirley L. Hendarsih (2000) Koefisien pengaliran atau koefisien limpasan adalah angka reduksi dari intensitas hujan yang besarnya disesuaikan dengan keadaan permukaan, kemiringan atau kelandaian, jenis tanah dan durasi hujan. Besaran koefisien dapat dilihat pada tabel Lampiran A.2.
2.2.3. Intensitas Curah Hujan Intensitas curah hujan adalah tinggi curah hujan dalam periode tertentu yang dinyatakan
dalam satuan mm/jam. Intensitas curah
hujan merupakan fungsi dari curah hujan dan waktu yang dihitung atas dasar periode ulang tertentu. Intensitas curah hujan dihitung berdasarkan
data
curah
hujan
maksimum
24
jam
dengan
menggunakan metoda-metoda, antara lain :
Metoda Manonobe Persamaan Manonobe : 2
R24 24 3 I . 24 t
Keterangan : I
= Intensitas Curah Hujan (mm/jam)
R24
= Curah hujan maksimum selama 24 jam (mm)
t
= Waktu konsentrasi (jam)
II - 8
Bab II Landasan Teori
Dalam menghitung curah intensitas curah hujan
pada metoda
Manonobe diperlukan waktu konsentrasi (tc = to + td), yaitu waktu yang dibutuhkan oleh air untuk mengalir dari titik terjauh sampai ketitik yang ditinjau.
1
td
2
to Gambar 2.1 Waktu Konsentrasi
Waktu konsentrasi terdiri dari : a) Waktu inlet (to), yaitu waktu yang diperlukan air untuk mengalir sampai kesaluran drainase terdekat dari titik yang terjauh. Untuk menghitung waktu inlet digunakan metode-metode antara lain : - Metoda Hasspers Persamaan Hassper : to = 0,1 . L0,8. S-0,3 Keterangan : to = Waktu Inlet (jam) L = Jarak titik terjauh sampai ke saluran (km) S = Kemiringan tanah
II - 9
Bab II Landasan Teori
- Metoda Kerby Persamaan Kerby : 2 n to .L. 3 S
0,467
Keterangan : to = Waktu Inlet (jam) L = Jarak titik terjauh sampai ke saluran (feet) n = Koefisien Kerby lihat tabel Lampiran A.3. S = Kemiringan daerah - Metoda JICA Persamaan JICA :
to
2 . 3,28 .Lt . 3
nd k
0.167
Keterangan : to = Waktu Inlet (menit) Lt = Jarak titik terjauh sampai ke saluran (m) nd = Koefisien hambatan lihat tabel Lampiran A.4. k = Kelandaian Permukaan
b) Waktu aliran (td), yaitu waktu yang dibutuhkan air untuk mengalir sejak masuk kedalam saluran sampai ketitik yang ke ditinjau. Waktu aliran di hitung dengan persamaan sebagai berikut :
II - 10
Bab II Landasan Teori
td
L V
V = 72 ( S )0,6 Keterangan : td
= Waktu aliran (menit)
L
= Panjang saluran (km)
V
= Kecepatan Perambatan aliran (km/jam)
S
= Kemiringan saluran
2.3. Perhitungan Dimensi Drainase 2.3.1. Umum Pengertian umum drainase adalah suatu sistem saluran atau pembuangan yang berfungsi antara lain sebagai pengeringan dan pencegahan banjir. Pada proyek drainase jalan raya, ada dua hal pokok yang harus dipertimbangkan dalam perencanaan, yaitu : 1.
Drainase Permukaan Drainase permukaan adalah sistem drainase yang dibuat untuk mengendalikan aliran air (limpasan) permukaan akibat hujan. Tujuan dari sistem drainase ini, untuk memelihara jalan agar tidak tergenang air hujan dalam waktu yang cukup lama (yang akan mengakibatkan kerusakan konstruksi jalan), tetapi harus dibuang melalui sarana drainase jalan. Sarana drainase jalan. Sarana permukaan air terdiri dari tiga jenis yaitu :
II - 11
Bab II Landasan Teori
a.
Saluran penangkap dan saluran samping Saluran penangkap dan saluran samping merupakan sarana drainase permukaan pada jalan raya yang berfungsi mengalirkan air menuju kesungai atau pembuangan dan menghindarkan konstruksi jalan akibat infilrasi air. Bentuk umum kedua jenis saluran tersebut, yaitu saluran
terbuka
dengan
dimensi
dan
kapasitas
yang
telah
direncanakan.
b.
Gorong-gorong (culvert) Pada sarana drainase jalan, gorong-gorong termasuk dalam sarana drainase permukaan yang berfungsi sebagai penerus aliran dari saluran samping ke tempat pembuangan. Gorong-gorong ini ditempatkan di samping atau melintang jalan sesuai dengan kebutuhan. Selain berfungsi sebagai penerus aliran air pada konstruksi jalan, gorong-gorong juga perlu dibuat atau ditempatkan pada jalan yang berbentuk pegunungan, yaitu berupa timbunan dengan lembah pada sisi kiri kanan jalan
c.
Saluran alam (sungai) yang memotong jalan.
2.
Drainase Bawah Permukaan Drainase bawah permukaan diperlukan pada lokasi dimana terdapat air yang berkumpul dibawah struktur lapisan perkerasan. Adanya air tanah ini disebabkan oleh berbagai kemungkinan, yaitu : a.
Tekanan air pori akibat muka air tanah yang cukup dangkal.
b.
Perkolasi dari tebing jalan atau median yang ditinggikan
II - 12
Bab II Landasan Teori
c.
Air permukaan yang masuk bagian konstruksi dari lapis perkerasan yang retak-retak.
d.
Mata air di bawah konstruksi jalan
e.
Terjadinya infiltrasi akibat porositas tanah
f.
Rembesan / seepage dari saluran samping.
Jika ada air yang menembus lapisan perkerasan, pertimbangan pertama yang harus dilakukan adalah pencegahan agar air tersebut tidak masuk atau sampai merendam keseluruhan struktur jalan. Jika pencegahan ini tidak berhasil maka perlu dibuat sarana drainase bawah permukaan.
2.3.2. Metoda Perhitungan Dimensi Drainase Dalam melakukan pendimensian suatu saluran pembuangan jalan atau drainase harus direncanakan berdasarkan besarnya debit yang akan melewati drainase jalan, pada umumnya berasal dari air hujan. Adapun parameter-parameter yang harus diperhitungkan dalam merencanakan dimensi drainase jalan, antara lain debit drainase, kecepatan aliran, kemiringan drainase, tinggi jagaan.
2.3.2.1.Debit Drainase Debit drainase di hitung berdasarkan persamaan manning, sebagai berikut: Persamaan Manning : Q=V.A
II - 13
Bab II Landasan Teori
Keterangan : V = Kecepatan Aliran (m/detik) A = Luas penampang saluran (m2)
Dimana : V
1 . R2/3 . S1/2 n
R
A P
Keterangan : V = Kecepatan aliran (m/detik) n
= Koefisien kekasaran saluran lihat tabel Lampiran A.5.
R = Radius hidrolis (m) A = Luas penampang saluran P = Keliling basah saluran S = Kemiringan saluran Semakin besar dimensi dan kecepatan saluran maka semakin besar debit yang di hasilkan, dan juga semakin besar dimensi saluran maka kecepatan saluran akan semakin kecil.
II - 14
Bab II Landasan Teori
2.3.2.2.Perhitungan
kapasitas
maksimum
saluran
samping
bentuk
0,15
Trapesium.
H
60°
1 z
B
G am bar 2.2 Saluran sam ping berbentuk trapesium
Penampang saluran bentuk trapesium yang paling hemat (ekonomis) menurut
Ir. Haryono Sukarto, Msi. Departemen Pekerjaan Umum
(1999) adalah trapesium dengan ukuran sebagai berikut : H
1 B 3 0,866B 2
α = 60o H 0,76 A B 0,877 A
-
Mencari luas Penampang basah A = (B + ZH )H Dimana :
A = Luas penampang basah (m2) B = Lebar saluran (m) H = Ketinggian air (m) Z = kemiringan dinding
II - 15
Bab II Landasan Teori
-
Mencari Jari-jari hidrolis R
A P
P B 2H 1 Z 2
R
B ZH H B 2H 1 Z 2
Dimana :
R = Jari-jari hidrolis P = Keliling penampang basah
II - 16