13
BAB II LANDASAN TEORI
A. Kinerja Keuangan Kinerja keuangan adalah penentuan secara periodik efektivitas operasional suatu organisasi, bagian organisasi dan karyawannya berdasarkan sasaran, standar dan kriteria yang ditetapkan sebelumnya. Karena organisasi pada dasarnya dijalankan oleh manusia maka penilaian kinerja sesungguhnya merupakan penilaian atas perilaku manusia dalam melaksanakan peran yang mereka mainkan dalam sebuah organisasi. Menurut Jumingan (2006) menjelaskan pengertian tentang kinerja sebagai berikut: "Kinerja merupakan gambaran prestasi yang dicapai perusahaan dalam kegiatan operasionalnya baik menyangkut aspek kuangan, aspek pemasaran, aspek penghimpunan dana dan penyaluran dana, aspek teknologi, maupun aspek sumber daya manusianya". Menurut Irham Fahmi (2006) mengutip dari Indra Bastian memberikan definisi pengertian kinerja: "Kinerja
adalah
gambaran
mengenai
tingkat
pencapaian
pelaksanaan suatu kegiatan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuang dalam perumusanskema strategis (strategic planning) suatu organisasi". Dari pengertian-pengertian yang didefinisikan oleh beberapa ahli
14
pakar diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kinerja keuangan adalah prestasi kerja suatu perusahaan dalam menghasilkan laba. Sedangkan pengertian kinerja keuangan menurut Jumingan (2006) adalah sebagai berikut: "Kinerja
keuangan
adalah
gambaran
kondisi
keuangan
perusahaan pada suatu periode tertentu baik menyangkut aspek penghimpunan dana maupun penyaluran dana, yang biasanya diukur dengan indicator kecukupan modal, likuiditas, dan profitabilitas". Menurut
Sutrisno
(2009:53)
menjelaskan
tentang
kinerja
keuangan sebagai berikut: "Kinerja keuangan perusahaan merupakan prestasi yang dicapai perusahaan dalam suatu periodetertentu yang mencerminkan tingkat kesehatan perusahaan tersebut". Dari definisi kinerja keuangan yang dipaparkan, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa kinerja merupakan hasil atau prestasi yang dicapai perusahaanmengenai posisi keuangan perusahaan, informasi dibutuhkan oleh pihak-pihak tertentu untuk membantu mereka dalam proses pengambilan keputusan. Kinerja perusahaan merupakan satu hal yang sangat penting karena kinerja merupakan cermin kemampuan perusahaan dalam mengelola sumber daya yang ada. Kinerja perusahaan dapat diukur dengan cara menganalisa laporan keuangan. Dalam analisa laporan keuangan tersebut,
15
kinerja keuangan periode terdahulu dijadikan dasar untuk memprediksi posisi keuangan dan kinerja dimasa mendatang ( Syamsuddin, 2007 ). Tujuan analisis kinerja keuangan adalah untuk mengetahui keberhasilan
pengelolaan
keuangan
perusahaan
terutama
kondisi
likuiditas, kecukupan modal dan profitabilitas yang dicapai dalam tahun berjalan maupun tahun sebelumnya dan juga untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam mendayagunakan semua aset yang dimiliki dalam menentukan profit secara efisien. (Jumingan, 2009). B. Rasio Keuangan dan Pengertiannya 1. Rasio Likuiditas Menurut Van Horne dan Wachowicz (2006), likuditas digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Rasio ini dihitung dengan membagi aktiva lancar dan kewajiban jangka pendek. Rasio ini sering pula disebut rasio modal kerja (working capital ratio) karena modal kerja merupakan kelebihan aktiva lancar diatas hutang lancar. Rasio lancar yang terlalu tinggi dalam perusahaan dapat mengindikasikan pengelolaan aktiva lancar yang tidak efisien. Van Horne dan Wachowics (2006) menyebutkan adanya indikasi semakin besar likuiditas perusahaan semakin kuat keseluruhan kondisi keuangan dan semakin besar laba perusahaan berati semakin tinggin tingkat resiko pendanaan yang digunakan yaitu pendanaan hutang semakin menarik dengan adanya perbaikan dalam likuiditas.Rasio
16
lancar dihitung dengan membagi total aktiva lancar dengan total kewajiban lancar. π
π
π
π
π
π
π
π
π
π
π
π
π
π
π
π
π
π
π
π
π
π
(πΆπΆπΆπΆπΆπΆπΆπΆπΆπΆπΆπΆπΆπΆπΆπΆπΆπΆπΆπΆπΆπΆπΆπΆ) =
π΄π΄π΄π΄π΄π΄π΄π΄π΄π΄π΄π΄π΄π΄π΄π΄π΄π΄π΄π΄π΄π΄π΄π΄ π»π»π»π»π»π»π»π»π»π»π»π»π»π»π»π»π»π»π»π»π»π»π»π»
Sumber: Hartri Putranto (2008)
Rasio ini menunjukkan besarnya kas yang dipunyai perusahaan ditambah aset-aset yang bisa berubah menjadi kas dalam waktu satu tahun, relatif terhadap besarnya hutang-hutang yang jatuh tempo dalam jangka waktu dekat (tidak lebih dari satu tahun), pada tanggal tertentu seperti tercantum pada neraca.
2. Leverage Keuangan Leverage keuangan adalah penggunaan pembiayaan dengan hutang. Leverage keuangan perusahaan akan mempengaruhi laba per lembar saham, tingkat resiko dan harga saham. Nilai perusahaan yang tidak mempunyai hutang untuk pertama kali akan naik pada saat kebutuhan akan tambahan modal dipenuhi hutang dan nilai tersebut kemudian akan mencapai puncaknya dan akhirnya nilai itu akan menurun setelah penggunaan hutang berlebihan. Menurut Susan Irawati (2006), rasio leverage menunjukan seberapa besar kebutuhan dana perusahaan dibelanjai atau didanai dengan pinjaman. Sedangkan menurut Kasmir (2009), rasio leverage
17
merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur sampai sejauh mana aktiva perusahaan dibiayai oleh hutang. Rasio ini mengindikasikan sejauh mana sejauh mana perusahaan perusahaan dapat menanggung kerugian tanpa harus membahayakan kepentingan kreditor. Dalam penelitian ini leverage menggunakan rasio DER. Rasio hutang perusahaan berupa Debt to Equity Ratio (DER) mencerminkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi seluruh kewajibannya yang ditunjukkan oleh beberapa bagian modal sendiri yang digunakan untuk membayar hutang. Semakin besar rasio ini, menunjukkan semakin besar kewajibannya dan begitu juga sebaliknya.
π·π·π·π·π·π· =
ππππππππππππππππππππππ πΈπΈπΈπΈπΈπΈπΈπΈπΈπΈπΈπΈπΈπΈ
Sumber: Indraguna Kusumabrata(2009)
Total Hutang meliputi hutang lancar dan hutang tidak lancar. Karakteristik rasio DER: a. DER juga disebut rasio leverage dan dianggap tinggi jika diatas 100% b. DER yang tinggi menunjukkan risiko perusahaan yang tinggi karena dominannya sumber dana dari unsur hutang atau semakin rendah pendanaan perusahaan yang disediakan oleh pemegang saham c. Dari perspektif kemampuan membayar kewajiban jangka panjang, semakin rendah rasio akan semakin baik kemampuan perusahaan
18
dalam
membayar
kewajiban
jangka
panjang.
3. Rasio Profitabilitas Van
Horne,
Wachowics
(2005),
menjelaskan
rasio
profitabilitas adalah rasio keuangan yang menghubungkan laba dengan penjualan investasi pada perusahaan. Rasio
aktiva
mengukur
keberhasilan
perusahaan
dalam
menggunakan aktivanya dalam menghasilkan laba. Rasio ini merupakan ukuran yang dapat digunakan untuk mengevaluasi seberapa
baik
perusahaan
telah
memakai
dananya
tanpa
memperhatikan besaran relatif sumber dana tersebut dari kreditor jangka pendek, kreditor jangka panjang, pemegang saham dan pemegang obligasi. π
π
π
π
π
π
=
πΏπΏπΏπΏπΏπΏπΏπΏ π΅π΅π΅π΅π΅π΅π΅π΅π΅π΅β ππππππππππππππππππππ
Sumber: Indraguna Kusumabrata (2009)
C. Ukuran Perusahaan Ukuran
perusahaan
adalah
suatu
skala
dimana
dapat
diklasifikasikan besar kecil perusahaan menurut berbagai cara, antara lain: total aktiva, log size, nilai pasar saham dan lain-lain. Pada dasarnya menurut Edy Suwito dan Arleen Herawaty (2005:138) ukuran perusahaan hanya terbagi dalam 3 kategori yaitu perusahaan besar (large firm),perusahaan menengah (medium-size) dan perusahaan kecil (small
19
firm). Penentuan ukuran perusahaan ini didasarkan kepada total aset perusahaan. Size perusahaan merupakan variabel yang banyak digunakan untuk menjelaskan pengungkapan sosial yang dilakukan perusahaan dalam laporan tahunan yang dibuat. Secara umum, perusahaan besar akan mengungkapkan informasi yang lebih banyak dibandingkan dengan perusahaan kecil. Hal ini karena perusahaan besar akan menghadapi resiko politis yang lebih besar dibandingkan perusahaan yang lebih kecil. Secara teoritis perusahaan besar tidak akan terlepas dari tekanan politis yaitu tekanan
untuk
melakukan
pertanggung
jawaban
sosial.
Dengan
mengungkapkan kepedulian pada lingkungan melalui laporan keuangan, maka perusahaan dalam jangka panjang bisa terhindar biaya yang sangat besar akibat tuntutan dari masyarakat. Menurt Buzby (Hasibuan, 2001) ada dugaan bahwa perusahaan kecil akan mengungkapkan kualitas yang lebih rendah dibanding perusahaan besar. Hal ini dikarenakan kurangnya sumber daya dan dana yang cukup besar dalam laporan tahunan. Manajemen khawatir dengan mengungkapkan lebih banyak akan membahayakan posisi perusahaan terhadap kompetitornya. Ketersediaan sumber daya dan dana membuat perusahaan merasa perlu membiayai penyediaan informasi untuk pertanggungjawaban sosialnya. Ukuran perusahaan merupakan ukuran dari kondisi perusahaan dengan melihat pada besar kecilnya suatu perusahaan yang digunakan
20
dalam penelitian ini, variabel ini diukur dari total aset perusahaan yang dihitung melalui menstransformasikan total aktiva dalam bentuk logaritma dengan formula. Ukuran Perusahaan = log (total aktiva) Sumber: Imilda Yunita Sari (2011) D. Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Perusahaan memiliki kewajiban sosial atas apa yang terjadi disekitar lingkungan masyarakat. Selain menggunakan dana dari pemegang saham, perusahaan juga menggunakan dana dari sumber daya lain yang berasal dari masyarakat (konsumen) sehingga hal yang wajar jika masyarakat mempunyai harapan tertentu terhadap perusahaan. Tanggung jawab sosial perusahaan bukanlah merupakan konsep baru dalam masyarakat, tetapi semakin meluas bersamaan dengan konsepkonsep lain. Ide tanggung jawab sosial pada dasarnya adalah bagaimana perusahaan memberi perhatian kepada lingkungannya, terhadap dampak yang terjadi akibat kegiatan operasional perusahaan. Rawi dan Munawar (2010)
mendefinisikan
Corporate
Social
Responsibility
sebagai
mekanisme bagi suatu organisasi untuk secara sukarela mengintegrasikan perhatian terhadap lingkungan dan sosial, terhadap operasinya dan interaksinya dengan stakeholders, yang melebihi tanggung jawab organisasi dibidang hukum. Menurut Schemerhorn dalam Suharto (2007) menyebutkan bahwa definisi tanggung jawab sosial adalah suatu kepedulian organisasi bisnis
21
untuk bertindak dengan cara-cara mereka sendiri dalam melayani kepentingan organisasi dan kepentingan publik eksternal. Sedangkan Kotler dan Lee dalam Solihin (2008) memiliki definisi yang berbeda terhadap CSR, yaitu β Corporate Social Responsibility is a commitment to improve community well being through discretionary business practices and contribution of corporate resourcesβ. Mirza dan Imbuh (1997) dalam Indira (2005) mendefinisikan Corporate Social Responsibility sebagai kewajiban organisasi yang tidak hanya menyediakan barang dan jasa yang baik bagi masyarakat, tetapi juga mempertahankan kualitas lingkungan sosial maupun fisik, dan juga memberikan kontribusi positif terhadap kesejahteraan komunitas dimana mereka berada. Commission of the European Communities (2001) mendefinisikan CSR sebagai berikut: β A concept whereby companies integrate social and environmental concerns in their business operations and in their interaction with their stakeholders on a voluntary basis.β Dari pengertian diatas konsep CSR adalah perusahaan seharusnya mengintegrasikan kepedulian sosial dan lingkungan dalam operasi bisnis mereka dan dalam interaksi mereka dengan para stakeholder secara sukarela. Sementara
menurut
WBCSD
(World
Business
Council
SustainableDevelopment, 2008) mendefinisikan CSR sebagai:
for
22
βCSR is the continuing commitment by business to behave ethically and contribute to economic development while improving the quality of life of the workforce and their families as well as of the local community and society at large.β Ini berati bahwa perusahaan harus dapat berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi beriringan dengan meningkatkan kualitas hidup tenaga kerja dan keluarganya serta komunitas lokal dan masyarakat luas. Ini bisa dilakukan dengan cara mengerti aspirasi dan kebutuhan stakeholder dan kemudian berkomunikasi dan berinteraksi dengan para stakeholder. Listyorini dan Greg Anggana (1998) dalam Indira (2005) menyatakan bahwa pada dasarnya kemauan untuk melaksanakan Corporate Social Responsibilitytergantung pada tingkat kepekaan sosial (social sensiveness) manajemen perusahaan, dimana tingkat kepekaan pengelola perusahaan perusahaan adalah merupakan akumulasi dari tingkat kepekaan masing-masing individu yang menduduki berbagai tingkatan jabatan organisasi perusahaan yang bersangkutan. Dauman
dan
Hargreaves
(1992)
dalam
Hasibuan
(2001)
menyatakan bahwa tanggung jawab sosial (CSR) dapat dibagi tiga level sebagai berikut: a. Basic Responsibility (BR) pada level pertama, menghubungkan tanggung jawab yang pertama dari suatu perusahaan yang muncul karena keberadaan perusahaan tersebut seperti; perusahaan harus
23
membayar pajak, memenuhi ketentuan hukum, memenuhi standar pekerjaan, dan memuaskan pemegang saham. Bila tanggung jawab pada level ini tidak dipenuhi akan menimbulkan dampak yang sangat serius. b. Organization
Responsibility
(OR)
pada
level
kedua
ini,
menunjukkan tanggung jawab perusahaan untuk memenuhi perubahan kebutuhan stakeholder seperti pekerja, pemegang saham dan masyarakat sekitar. c. Sociental Responses (SR) pada level ketiga menunjukan tahapan ketika interaksi antara bisnis dan kekuatan lain dalam masyarakat yang demikian kuat sehingga perusahaan dapat tumbuh dan berkembang secara berkesinambungan terlibat dengan apa yang terjadi dalam lingkungannya secara keseluruhan. GAMBAR 2.1 TINGKATAN TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN
BR
OR
SR Sumber: Dauman dan Hangreaver (1992) dalam Hasibuan (2001)
24
1. Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Dalam Nike Nur Aini (2011), di Indonesia praktek pengungkapan tanggung jawab sosial diatur oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.1 Paragraf 9, yang menyatakan bahwa: βPerusahaan dapat pula menyajikan laporan tambahan seperti laporan mengenai lingkungan hidup dan laporan nilai tambah (value added statement), khususnya bagi industri dimana faktorfaktor lingkungan hidup memegang peranan penting dan bagi industri yang menganggap pegawai sebagai kelompok pengguna laporan yang memegang laporan penting.β Selain itu, pengungkapan tanggung jawab sosial ini juga terdapat dalam keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM) No.kep-38/PM/1996 peraturan No.VIII.G.2 tentang Laporan Tahunan. Peraturan ini berisi mengenai kebebasan bagi perusahaan untuk memberikan penjelasan umum mengenai perusahaan, selama hal tersebut tidak menyesatkan dan bertentangan dengan informasi yang disajikan dalam bagian lainnya. Penjelasan umum tersebut dapat berisi uraian mengenai keterlibatan perusahaan dalam kegiatan pelayanan masyarakat, program kemasyarakatan, amal atau bakti sosial lainnya, serta
uraian
mengenai
program
perusahaan
pengembangan SDM (Murwaningsari, 2007).
dalam
rangka
25
Pengukapan kaitannya dalam laporan keuangan, mengandung arti bahwa laporan keuangan harus memberikan informasi dan penjelasan yang cukup mengenai hasil aktivitas suatu unit usaha. Dengan demikian, informasi tersebut harus lengkap, jelas, serta mampu menggambarkan secara tepat, mengenai kejadian-kejadian ekonomi yang berpengaruh terhadap hasil operasi unit usaha (Ghozali dan Chariri,2007). Pengungkapan dalam Hendriksen dan Breda (2002) didefinisikan
sebagai
penyediaan
atau
penyampaian
informasi
keuangan tentang suatu perusahaan didalam laporan keuangan, biasanya berupa laporan tahunan. Menurut Hackston dan Milne, tanggung jawab sosial perusahaan sering disebut juga Corporate Social Responsibility merupakan proses pengkomunikasian dampak sosial dan lingkungan dari kegiatan ekonomi organisasi terhadap kelompok khusus yang berkepentingan dan terhadap masyarakat secara keseluruhan (Sembiring,2005). Hal tersebut memperluas tanggung jawab organisasi dalam hal ini perusahaan, diluar peran tradisionalnya untuk menyediakan laporan keuangan kepada pemilik modal, khususnya pemegang saham. Perluasan tersebut dibuat dengan asumsi bahwa perusahaan mempunyai tanggung jawab yang lebih luas dibanding hanya mencari laba untuk pemegang saham (Gray et.al,1995 dalam Hasibuan,2001). Menurut Gray et.al dalam Sembiring (2005) ada dua pendekatan yang secara signifikan berbeda dalam melakukan penelitian tentang
26
pengungkapan
tanggung
jawab
sosial
perusahaan.
Pertama,
pengungkapan
tanggung
jawab
sosial
perusahaan
mungkin
diperlakukan
sebagai
suatu
suplemen
dari
aktivitas
akuntansi
konvensional. Pendekatan ini secara umum akan menganggap masyarakat keuangan sebagai pemakai utama pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan dan cenderung membatasi persepsi tentang tanggung jawab sosial perusahaan dan sekaligus merupakan sumber kritik yang utama terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Menurut Murtanto (2006) dalam Media Akuntansi, pengungkapan kinerja perusahaan seringkali dilakukan secara sukarela (voluntary disclosure)
oleh
perusahaan.
Adapun
alasan-alasan
perusahaan
mengungkapkan kinerja sosial secara sukarela antara lain: 1.
Internal Decision Making: Manajemen membutuhkan informasi untuk menentukan efektivitas informasi sosial tertentu dalam mencapai tujuan sosial perusahaan. Walaupun hal ini sulit diidentifikasi dan diukur, namun analisis secara sederhana lebih baik daripada tidak sama sekali.
2.
Product Differentiation: Manajer perusahaan memiliki insentif untuk membedakan diri dari pesaing yang tidak bertanggung jawab secara sosial kepada masyarakat. Akuntansi kontemporer tidak memisahkan pencatatan biaya dan manfaat aktivitas sosial perusahaan dalam laporan keuangan, sehingga perusahaan yang
27
tidak peduli sosial akan terlihat lebih sukses daripada perusahaan yang tidak peduli. Hal ini mendorong perusahaan yang peduli sosial
untuk
mengungkapkan
informasi
tersebut
sehingga
masyarakat dapat membedakan mereka dari perusahaan lain. 3. Enlightened Self Interest: Perusahaan melakukan pengungkapan untuk menjaga keselarasan sosialnya terhadap stakeholder karena mereka dapat mempengaruhi pendapatan penjualan dan harga saham perusahaan. Pertanggung jawaban sosial berhubungan juga dengan social contract theory. Menurut teori ini, diantara bisnis perusahaan dan masyarakat terdapat suatu kontrak sosial yang secara implisit maupun eksplisit. Dimana dalam kontrak sosial, akuntansi sosial digunakan sebagai serangkaian teknik pengumpulan dan pengungkapan data sehingga memungkinkan masyarakat untuk mengevaluasi kinerja sosial organisasi dalam memberi penilaian mengenai kelayakan operasi organisasi menurut Parker (2002) dalam Nur Cahyonowati (2003). Disamping itu, pertanggung jawaban perusahaan diperlukan untuk menilai apakah kegiatan perusahaan telah memenuhi ketentuan, standar, dan peraturan yang berlaku. Misalnya mengenai polusi, kesehatan dan keselamatan, bahaya penggunaan bahan-bahan yang beracun. Pada saat perusahaan mulai berinteraksi dan dekat dengan lingkungan luarnya (masyarakat), maka berkembang hubungan saling
28
ketergantungan dan kesamaan minat serta tujuan antara perusahaan dengan lembaga sosial yang ada. Interaksi ini menyebabkan perusahaan tidak bisa lagi membuat keputusan atau kebijakan yang hanya menguntungkan pihaknya saja. Tetapi perusahaan juga harus memikirkan kebutuhan pihak-pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan (stakeholder needs). Jika tekanan dari stakeholder berpengaruh kuat terhadap kontinuitas dan kinerja perusahaan maka perusahaan harus bisa menyusun kebijakan sosial dan lingkungan yang terarah dan terlegitimasi (Nur Cahyonowati,2003). 2. Dasar Hukum Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Menurut Indra Jatmiko (2011), dalam Pasal 74 ayat 1 UU Republik Indonesia No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas disebutkan bahwa βPT yang menjalankan usahan di bidang dan / atau bersangkutan dengan sumber daya alam wajib menjalankan tanggung jawab sosial dan lingkunganβ. Perseroan yang tidak melaksanakan dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sedangkan dalam Pasal 15 (b) UU Republik Indonesia No.25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal menyatakan bahwa: βSetiap penanaman modal berkewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaanβ.
Meskipun undang-undang ini telah mengatur sanksi-
sanksi secara terperinci terhadap badan usaha atau usaha perseorangan yang mengabaikan CSR pasal 16 ayat (d) mengatakan setiap
29
penanaman modal bertanggung jawab menjaga kelestarian lingkungan. Artinya perusahaan penanaman modal berkewajiban memprogramkan kegiatan CSR sehingga dapat meningkatkan jaminan kelangsungan aktivitas perusahaan karena adanya hubungan yang serasi dan saling ketergantungan antara pengusaha dan masyarakat. Dan Pasal 34, undang-undang ini baru mampu menjangkau investor asing dan belum mengatur secara tegas perihal CSR bagi perusahaan nasional. Peraturan Menteri Negara BUMN No.4 Tahun 2007 yang mengatur mulai dari besaran dana hingga tatacara pelaksanaan CSR. Seperti kita ketahui, CSR milik BUMN adalah Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL). Dalam undang-undang BUMN dinyatakan bahwa selain mencari keuntungan, peran BUMN adalah juga memberikan bimbingan bantuan secara aktif kepada pengusaha golongan lemah, koperasi dan masyarakat. Dengan dasar-dasar hukum mengenai CSR maka parusahaan tidak bisa memandang sebelah mata tentang tanggung jawabnya dalam pengembangan masyarakat, selain kedaan masyarakat indonesia yang miskin dan tidak secara cepat dapat ditanggulangi oleh pemerintah, maka perusahaan yang hasil produksinya digunakan oleh masyarakat, harus memberikan kontribusi dalam kesejahteraan masyarakat karena walaupun perusahaan sudah membayar kewajibanya dalam bentuk membayar pajak, tidak jarang aliran dana yang dihasilkan dari pajak tidak langsung diterima oleh masyarakat miskin, maka dari itu
30
perusahaan dirasa perlu mengembangkan tanggung jawab sosialnya dalam membantu masyarakat. Selain itu masyarakat saat ini sudah mengetahui berbagai informasi dan kritis terhadap hal-hal yang terjadi, maka dari itu masyarakat saat ini lebih cerdas, kritis dan fariatif dalam memilih barang yang akan dibelinya, meraka akan memperhatikan image yang diciptakan oleh perusahaan tersebut, misalnya apakah perusahaan telah berkontribusi positif
terhadap
peningkatan
kesejahteraan masyarakat,
apakah
keberadaan perusahaan tidak menjadi bencana di tengah masyarakat baik jangka pendek maupun jangka panjang. Dengan kritis konsumen juga selektif melihat apakah suatu perusahaan tidak melakukan hal-hal tidak terpuji seperti perusakan lingkungan, eksploitasi sumber daya alam, manipulasi pajak dan penindasan terhadap hak-hak buruh. 3. Manfaat Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) mendatangkan berbagai manfaat bagi perusahaan, lingkungan dan masyarakat yang terlibat dalam menjalankannya. Berikut beberapa pendapat tentang manfaat dari tanggung jawab sosial perusahan: a.
Menurut Sukada, dkk (2006), manfaat CSR diantaranya bagi perusahaan-perusahaan
yang
memiliki
CSR
yang
baik
berkesempatan mendapatkan sumber daya manusia terbaik, produktivitas pekerja di perusahaan bereputasi baik dicatat lebih
31
tinggi dibandingkan perusahaan yang bereputasi rendah selain juga jauh lebih loyal, mendapatkan kesempatan investasi yang lebih tinggi dimasa depan dan sebagainya. b.
Menurut Wibisono (2007), manfaat bagi perusahaan yang berupaya menerapkan CSR yaitu, dapat mempertahankan atau mendongkrak reputasi atau brand image perusahaan, layak mendapatkan sosial licence to operate, mereduksi resiko bisnis perusahaan, melebarkan akses sumber daya, membentangkan akses menuju market, mereduksi biaya, memperbaiki hubungan dengan stakeholders, memperbaiki hubungan dengan regulator, meningkatkan semangat dan produktivitas karyawan serta berpeluang mendapatkan penghargaan.
c.
Menurut Ambadar (2008), yaitu dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia, kelembagaan, tabungan, konsumsi dan investasi dari rumah tangga warga masyarakat.
d.
Menurut Bismar Nasution (2010), berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Business for Social Responsibility, adapun manfaat yang
dapat
diperoleh
oleh
suatu
perusahaan
yang
mengimplementasikan CSR antara lain: 1) Peningkatan penjualan dan pangsa pasar(increased sales and market share) 2) Memperkuat posisi nama atau merek dagang(strengthed brand positioaning)
32
3) Meningkatkan citra perusahaan(enhanced corporate image clout) 4) Meningkatkan kemampuan untuk menarik, memotivasi, dan mempertahankan pegawai(increased ability to attract, motivate, and retain employees) 5) Menurunkan biaya operasi(decreasing operating cost) 6) Meningkatkan
daya
tarik
bagi
investor
dan
analisis
keuangan(increased appeal to investors and financial analysts)
E. Kerangka Pemikiran 1. Pengaruh Kinerja Keuangan terhadap Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Secara teoritis, menurut Kokubu et.al. (2001) dalam Sembiring (2005) terdapat hubungan positif antara kinerja ekonomi suatu perusahaan dengan pengungkapan tanggung jawab sosial. Hal ini dikaitkan dengan teori agensi dan premis bahwa perolehan laba yang semakin besar akan membuat perusahaan mengungkapan informasi tanggung jawab sosial lebih besar. Dari sisi teori legitimasi, profitabilitas berpengaruh negatif terhadap pengungkapan informasi sosial perusahaan. Hal ini didukung dengan argumentasi bahwa ketika perusahaan memiliki tingkat laba yang tinggi, perusahaan (manajemen) menganggap tidak perlu melaporkan hal-hal yang dapat mengganggu informasi tentang sukses keuangan perusahaan, sebaliknya pada tingkat
33
profitabilitas rendah, mereka berharap para pengguna laporan membaca βgood newsβ kinerja perusahaan. Menurut penelitian yang dilakukan Almilia (2008), menyatakan bahwa adanya hubungan positif antara ROA dengan tingkat pengungkapan.
Hubungan
positif
ini
mengindikasikan
bahwa
profitabilitas perusahaan adalah merupakan indikator pengelolaan manajemen perusahaan yang baik sehingga manajemen akan cenderung mengungkapkan lebih banyak informasi ketika ada peningkatan profitabilitas perusahaan. 2. Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Ukuran suatu perusahaan dapat mempengaruhi luas pengungkapan informasi dalam laporan keuangan mereka. Perusahaan yang berukuran lebih besar merupakan emiten yang banyak disoroti dan cenderung memiliki keinginan masyarakat akan informasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan berukuran kecil. Hal ini berati bahwa perusahaan besar akan mengungkapkan informasi lebih banyak daripada perusahaan kecil. Perusahaan besar juga akan mengungkapkan informasi lebih banyak daripada perusahaan kecil, karena perusahaan besar akan menghadapi resiko politis yang lebih besar daripada perusahaan kecil. Secara teoritis perusahaan besar tidak akan lepas dari tekanan politis, yaitu tekanan untuk melakukan pertanggung jawaban sosial. Dengan adanya pengungkapan yang lebih besar merupakan
34
pengurangan biaya politis sebagai wujud tanggung jawab sosial perusahaan (Hasibuan, 2001).
3. Penelitian Terdahulu Dasar atau acuan yang berupa teori-teori atau temuan-temuan melalui hasil berbagai penelitian sebelumnya merupakan hal yang sangat perlu dan dapat dijadikan sebagai data pendukung. Salah satu data pendukung yang menurut peneliti perlu dijadikan bagian tersendiri adalah penelitian terdahulu yang relevan dengan permasalahan yang sedang dibahas dalam penelitian ini. Dalam hal ini, fokus penelitian terdahulu yang dijadikan acuan adalah terkait dengan masalah tanggung jawab sosial perusahaan. Oleh karena itu, peneliti melakukan langkah kajian terhadap beberapa hasil penelitian berupa tesis dan jurnal-jurnal melalui internet. Selanjutnya peneliti membuat skematis hasil penelitian tersebut dalam sebuah tabel yang disusun berdasarkan tahun penelitian, judul penelitian,variabel penelitian serta hasil penelitian. Untuk memudahkan pemahaman terhadap bagian ini dapat dilihat pada lampiran G: 4. Kerangka Pemikiran Berdasarkan teori dan penelitian-penelitian sebelumnya maka ada beberapa variabel yang dipilih sebagai variabel-variabel independen yang mempengaruhi variabel dependen yaitu Tanggung Jawab Sosial Perusahaan antara lain Kinerja Keuangan, Profitabilitas, dan Ukuran
35
Perusahaan. Atas dasar tersebut maka untuk mendukung penelitian ini, dikembangkan suatu kerangka pemikiran teoritis yang dapat dilihat dalam gambar berikut ini:
GAMBAR 2.2 KERANGKA PEMIKIRAN
Kinerja Keuangan
Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Ukuran Perusahaan