BAB II LANDASAN TEORI
A. Landasan Teori 1. Pembelajaran Sistem merupakan suatu perpaduan dari berbagai bagian-bagian yang saling berhubungan satu sama lain. Di dalam suatu sistem terdapat komponen-komponen yang merupakan suatu sub sistem tersendiri, dan masing-masing komponen mempunyai fungsi. Wina Sanjaya berpendapat bahwa: Sistem pembelajaran adalah suatu kombinasi terorganisasi yang meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang berinteraksi untuk mencapai tujuan. Unsur manusiawi dalam sistem pembelajaran terdiri atas siswa, guru/pengajar serta orang-orang yang mendukung terhadap keberhasilan proses pembelajaran termasuk pustakawan, laboran, tenaga administarsi bahkan mungkin penjaga kantin sekolah. Material adalah berbagai bahan pelajaran yang dapat disajikan sebagai sumber belajar, misalnya: buku-buku, film, silde suara, foto, CD dan lain sebagainya. Fasilitas dan perlengkapan adalah segala sesuatu yang dapat mendukung terhadap jalannya proses pembelajaran, misalnya: ruang kelas, penerangan, perlengkapan komputer, audio-visual dan lain sebagainya. Prosedur adalah kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam proses pembelajaran misalnya strategi dan metode pembelajaran, jadwal pembelajaran, pelaksanaan evaluasi dan lain sebagainya (Sanjaya, 2008: 6). Sebagai suatu sistem, unsur-unsur yang terdapat pada sistem pembelajaran diatas memiliki ciri saling ketergantungan yang diarahkan untuk mencapai suatu tujuan. Keberhasilan sistem pembelajaran merupakan keberhasilan pencapaian tujuan pembelajaran. Tujuan utama sistem pembelajaran adalah keberhasilan siswa mencapai tujuan. Menurut
8
9
Sanjaya (2008: 9-13), komponen sistem pembelajaran adalah: 1) siswa, 2) tujuan, 3) kondisi, 4) sumber belajar, 5) hasil belajar. Dalam proses pembelajaran, tujuan merupakan persoalan tentang visi dam misi lembaga pendidikan itu sendiri, artinya tujuan penyelenggaraan pendidikan diturunkan dari visi dan misi lembaga tersebut (Sanjaya, 2008: 10).tujuan khusus dirumuskan harus berorientasi pada pencapaian tujuan umum. Kondisi adalah berbagai pengalaman belajar yang dirancang agar siswa dapat mencapai tujuan khusus yang telah dirumuskan. Oleh karena itu tekanan dalam menentukan kondisi belajar adalah siswa secara individual. Sumber belajar berkaitan dengan segala sesuatu yang memungkinkan siswa dapat memperoleh pengalaman belajar. Di dalamnya meliputi lingkungan
fisik
(tempat
belajar,
bahan
belajar,
guru,
petugas
perpustakaan) yang berpengaruh langsung dan tidak langsung dalam pengamalan belajar. Hasil belajar berkaitan dengan pencapaian dalam memperoleh kemampuan sesuai dnegan tujuan khusus yang direncanakan. Dengan dasar itu, tugas guru adalah merancang instrumen (alat) yang dapat mengumpulkan data tentang keberhasilan siswa mencapai tujuan pembelajaran. Proses
pembelajaran
pada
hakikatnya
diarahkan
untuk
membelajarkan siswa agar dapat mencapai tujuan yang telah ditentukan.
10
Dalam proses perencanaan dan mendesain pembelajaran, siswa harus dijadikan pusat dari segala kegiatan, dan disesuaikan dengan kemampuan dasar, minat, bakat, motivasi belajar dan gaya belajar siswa itu sendiri. Guru sebagai seorang desainer pembelajaran merencanakan tiga hal, yaitu sebagai perencana, sebagai pengelola, dan sebagai evaluator (Sanjaya, 2008: 7). Sebagai perencana, guru mengorganisasikan semua unsur yang ada agar berfungsi dengan baik, sebab jika satu unsur saja tidak bekerja maka akan merusak sistem tersebut. Sebagai pengelola, guru mengimplementasikan prosedur dan jadwal sesuai rencana, dan sebagai evaluator guru mengevaluasi keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan untuk menentukan efektiv dan efisiensi sistem pembelajaran. a. Tujuan Pembelajaran Tujuan merupakan ciri utama suatu sistem. Tidak ada sistem tanpa tujuan. Tujuan merupakan arah yang harus dicapai oleh suatu pergerakan sistem. Semakin jelas tujuan maka semakin mudah menentukan pergerakan sistem. Kedua sistem selalu mengandung suatu proses. Proses adalah rangkaian kegiatan. Kegiatan diarahkan untuk mencapai tujuan. Semakin komplek tujuan, maka semakin rumit juga proses kegiatan. Ketiga proses kegiatan dalam suatu sistem selalu melibatkan dan memanfaatkan berbagai komponen atau unsur-unsur tertentu. Oleh sebab itu, suatu sistem tidak mungkin hanya memiliki satu komponen saja. Sistem memerlukan hubungan dukungan berbagai komponen yang satu sama lain saling berkaitan.
11
Tujuan pengajaran pada dasarnya merupakan harapan, yakni apa yang diharapkan dari siswa sebagai hasil belajar. Mengajar pada prinsipnya adalah membimbing siswa dalam kegiatan belajar mengajar. Atau dapat pula dikatakan bahwa mengajar merupakan suatu usaha mengorganisasi lingkungan dalam hubungannya dengan anak didik dan bahan pengajaran sehingga menimbulkan terjadinya proses belajar pada diri siswa (Usman dan Lilis Setiawati. 1993:6). Jadi, tujuan pengajaran yaitu maksud yang dikomunikasikan melalui pernyataan yang menggambarkan tentang perubahan yang diharapkan dari siswa. Jadi tujuan merupakan diskripsi pola-pola perilaku atau performance yang diinginkan dapat didemonstrasikan siswa. Menurut Sanjaya, mengajar dalam konteks standar proses pendidikan tidka hanya sekedar menyampaikan materi pelajaran, tetapi juga dimaknai sebagai proses mengatur lingkungan supaya siswa dapat belajar (2006: 103). Aktivitas guru dalam mengajar serta aktivitas siswa dalam belajar sangat bergantung pula pada pemahaman guru terhadap makna mengajar. Mengajar bukan sekedar proses penyampaian ilmu pengetahuan, melainkan mengandung makna yang lebih luas dan kompleks, yaitu terjadinya komunikasi dan interaksi manusiawi dengan berbagai aspek-aspeknya. Oleh karena itu dalam sistem pembelajaran tujuan merupakan komponen yang utama. Segala aktivitas guru dan siswa, mestilah diupayakan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Ini sangat penting sebab proses pembelajaran adalah proses
12
yang
bertujuan.
Oleh
karenanya
keberhasilan
suatu
strategi
pembelajaran dapat ditentukan dari keberhasilan siswa mencapai tujuan pembelajaran (Sanjaya, 2006:103).
b. Materi Pelajaran Keberhasilan suatu proses pembelajaran diukur dari sejauh mana siswa dapat menguasai materi pelajaran yang disampaikan guru. Materi pelajaran itu sendiri adalah pengetahuan yang bersumber dari mata pelajaran yang diberikan di sekolah. Sedangkan mata pelajaran itu sendiri adalah pengalaman-pengalaman manusia masa lalu yang disusun secara sistematis dan logis kemudian diuraikan dalam bukubuku pelajaran dan selanjutnya isi buku itu yang harus dikuasai siswa. Menurut Sanjaya (2006: 60), isi atau materi pelajaran merupakan komponen kedua dalam sistem pembelajaran, materi pelajaran merupakan inti dalam proses pembelajaran. Artinya, sering terjadi proses pembelajaran diartikan sebagai proses penyampaian materi. Kata “teach” atau mengajar berasal dari bahasa Inggris kuno yaitu taecan. Kata ini berasal dari bahasa Jerman kuno (old teutenic) taikjan yang berasal dari kata dasar teik, yang berarti memperlihatkan. Kata tersebut ditemukan juga dalam bahasa Sansekerta dic yang dalam bahasa Jerman kuno dikenal dengan deik. Istilah mengajar (teach) juga berhubungan dengan token yang berarti tanda atau simbol. Kata token juga berasal dari bahasa Jerman kuno taiknom yaitu pengetahuan dari toikjan. Dalam bahasa Inggris, token dan teach secara historis memiliki
13
keterkaitan. To teach (mengajar) dilihat dari asal usul katanya berarti memperlihatkan sesuatu kepada seseorang melalui tanda atau simbol. Penggunaan tanda atau simbol itu dimaksudkan untuk membangkitkan atau menumbuhkan respons mengenai kejadian, seseorang, observasi, penemuan dan lain sebagainya (Sanjaya, 2006:208). Dari pengertian di atas dapat dibenarkan manakala tujuan utama pembelajaran adalah penguasaan materi pelajaran (subject centered teaching). Dalam kondisi semacam ini maka penguasaan materi pelajaran oleh guru mutlak diperlukan. Guru perlu memahami secara detail isi materi pelajaran yang harus dikuasai siswa, sebab peran dan tugas guru adalah sebagai sumber belajar. Materi pelajaran tersebut biasanya tergambarkan dalam buku teks, sehingga sering terjadi proses pembelajaran adalah menyampaikan materi yang ada dalam buku. Namun demikian dalam setting pembelajaran yang berorientasi pada pencapai tujuan dan kompetensi, tugas dan tanggung jawab bukanlah sebagai sumber belajar. Dengan demikian, materi pelajaran sebenarnya diambil dari berbagai sumber.
c. Sumber Belajar Sumber belajar adalah segala sesuatu yang ada di sekitar lingkungan kegiata belajar yang secara fungsional dapat digunakan untuk membantu optimalisasi hasil belajar (Sanjaya, 2008: 228). Sumber belajar adalah semua sumber meliputi pesan, orang, bahan, alat, teknik dan latar yang mungkin digunakan untuk memberikan
14
kemudahan dalam belajar. Sumber belajar bukan hanya guru tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif. Artinya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan teknologi
informasi,
dewasa
ini
dan teknologi khususnya
siswa
bisa
belajar
dengan
memanfaatkan berbagai sumber belajar yang tersedia (Sanjaya, 2006:12). Guru dalam pembelajaran, kurikulum berbasis kompetensi, guru bukan sebagai satu-satunya sumber belajar. Guru berperan hanya sebagai fasilitator untuk mempermudah siswa belajar dari berbagai macam sumber belajar. Sumber belajar disiapkan secara khusus untuk keperluan pembelajaran namun dapat dimanfaatkan, biasanya dalam situasi informal untuk keperluan belajar. Disamping itu juga sumber belajar disiapkan terlebih dahulu melalui proses perancangan dan pemilihan dalam konteks sistem pembelajaran dan pemilihan dalam konteks sistem pembelajaran yang lengkap, untuk mewujudkan proses belajar yang bertujuan dan terkontrol. Sumber belajar yang dipersiapkan khusus untuk pembelajaran yang bersifat informal mengarah pada keperluan “pendidikan” misalnya museum, science center, pameran pembangunan, program pengetahuan popular di televisi dan khotbah sholat jum’at; sedangkan yang mengarah pada sumber belajar yang dipersiapkan terlebih dahulu dalam pembelajaran formal di sekolah, misalnya buku paket, lembaran kegiatan siswa transparansi, video tape, alat peraga sederhana dan artikel surat kabar yang sudah dipilih guru. Sumber belajar yang ada
15
dalam satuan pelajaran sejauh ini mempunyai arti yang lain lagi, yaitu menunjukkan buku yang digunakan, seperti buku paket dan buku penunjang. Menentukan sumber/alat/bahan yaitu (a) sumber merupakan rujukan, referensi atau literatur yang digunakan dalam penyusunan silabus atau pembelajaran (b) bahan adalah segala sesuatu yang diperlukan dalam proses praktikum atau pembelajaran lain, misalnya militer blak, benang, daun, kertas, tanah liat, glukosa (c) alat yaitu segala sesuatu yang digunakan dalam proses praktikum atau pembelajaran lain. Misalnya jangka, bandul, mikroskop, gelas ukur, globe, harmonika, matras, dan lain-lain.
d. Penilaian Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi. Artinya keberhasilan pembelajaran tidak hanya diukur dari sejauh mana siswa dapat menguasai isi atau materi pelajaran, akan tetapi juga bagaimana cara mereka menguasai pelajaran tersebut. Oleh sebab itu, kurikulum tingkat satuan pendidikan menempatkan hasil dan proses belajar sebagai dua sisi yang sama pentingnya sebagai evaluasi, guru berperan untuk mengumpulkan data atau informasi tentang keberhasilan pembelajaran yang telah dilakukan. Menurut Sanjaya (2006: 32), terdapat dua fungsi dalam memerankan perannya sebagai evaluator, pertama untuk menentukan
keberhasilan
siswa
dalam
mencapai
tujuan
atau
menentukan keberhasilan siswa dalam menyerap materi kurikulum,
16
kedua untuk menentukan keberhasilan guru dalam melaksanakan seluruh kegiatan yang telah diprogramkan. e. Evaluasi untuk Keberhasilan Siswa Sebagai kegiatan yang bertujuan untuk menilai keberhasilan siswa, evaluasi memegang peranan yang sangat penting sebab melalui evaluasi guru dapat menentukan apakah siswa yang telah ditetapkan, sehingga mereka latak diberikan program pembelajaran baru; atau malah sebaliknya siswa belum bisa mencapai standar minimal, sehingga mereka perlu diberikan program remedial. Sering guru beranggapan bahwa evaluasi sama dengan melakukan tes, artinya guru telah melakukan evaluasi menakala ia telah melaksanakan tes. Hal ini tentu kurang tepat, sebab evaluasi adalah suatu proses untuk menentukan nilai atau makna tertentu pada sesuatu yang dievaluasi. Dengan demikian tes hanya salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menentukan makna tersebut. Kelemahan sering terjadi sehubungan dengan pelaksanaan evaluasi selama ini adalah guru dalam menentukan keberhasilan siswa terbatas pada hasil tes yang biasanya dilakukan secara tertulis, akibatnya sasaran pembelajaran hanya terbatas pada kemampuan siswa untuk mengisi soal-soal yang biasa keluar dalam tes (Sanjaya, 2006: 32). Di samping itu untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, evaluasi itu juga sebaiknya dilakukan bukan hanya terhadap hasil
17
belajar, akan tetapi juga proses belajar. Hal ini sangat penting sebab evaluasi terhadap proses belajar pada dasarnya evaluasi terhadap keterampilan intelektual secara nyata.
f.
Evaluasi untuk Menentukan Keberhasilan Guru Evaluasi dilakukan bukan hanya untuk siswa akan tetapi dapat digunakan untuk menilai kinerja guru itu sendiri. Berdasarkan hasil evaluasi apakah guru telah melaksanakan proses pembelajaran sesuai dengan perencanaan atau belum, apa sajakah yang perlu diperbaiki. Evaluasi untuk menentukan keberhasilan guru tentu saja tidak sekompleks untuk menilai keberhasilan siswa, baik dilihat dari aspek waktu pelaksanaannya maupun dilihat dari aspek pelaksanaan. Sanjaya (2006: 32) berpendapat bahwa biasanya evaluasi ini dilakukan setelah proses pembelajaran berakhir. Cece Wijaya dan Tabrani Rusyan (1994: 152) berpendapat bahwa prestasi guru dalam mengajar dalam bentuk menyampaikan bahan ajaran dengan baik atas penilaian para pengawas atau masyarakat setempat termasuk penilaian dari para pelajar sendiri. Guru yang baik dan sangat mahir dalam mengajar tidak hanya dilihat dari segi prestasi siswanya dalam satu kelas, tetapi juga dari pernyataan mastarakat tentang guru tersebut karena prestasinya dalam penampilan mengajar.
18
2. Metode Pembelajaran Think Pair Share Metode pembelajaran adalah cara melakukan atau menyajikan, menguraikan, memberi contoh, dan memberi latihan isi pelajaran kepada siswa untuk mencapai tujuan tertentu (Yamin, 2007: 152). Ahli lain, yaitu Thoifuri mengatakan bahwa metode pengajaran adalah cara yang ditempuh guru dalam menyampaikan bahan ajar kepada siswa secara tepat dan cepat berdasarkan waktu yang telah ditentukan sehingga diperoleh hasil yang maksimal (2008: 55). Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupakan model pembelajaran yang mengutamakan kerjasama di antara siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Pembelajaran cooperative learning dapat menciptakan saling kebergantungan antar siswa, sehingga sumber belajar bagi siswa bukan hanya guru dan buku ajar tetapi juga sesama siswa. Isjoni (2011: 36-37), menjelaskan bahwa keunggulan dan kelemahan metode pembelajaran kooperatif ini adalah: Keunggulan: 1) saling keteragntungan yang positif, 2) adanya pengakuan dalam merespon individu, 3) siswa dilibatkan dalam perencanaan dan pengelolaan kelas, 4) suasana kelas yang rileks dan menyenangkan, 5) terjalinnya hubungan yang hangat dan bersahabat antara guru dan siswa, dan 6) memiliki banyak kesempatan untuk mengekspresikan pengalaman emosi yang menyenangkan. Kelemahan:1) guru harus mempersiapkan pembelajaran secara matang, di samping itu memerlukan banyak tenaga, pemikiran dan waktu, 2) agar proses pembelajaran berjalan dengan lancar maka dibutuhkan dukungan fasilitas, alat dan biaya yang cukup memadai, 3) selama kegiatan diskusi kelompok berlangsung, ada kecenderungan topic permasalahan yang sedang dibahas meluas sehingga banyak yang tidak sesuai dengan waktu yang ditentukan, dan 4) saat diskusi kelas, terkadang didominasi seseorang, hal ini mengakibatkan siswa lain menjadi pasif.
19
Model
belajar
cooperative
learning
merupakan
model
pembelajaran yang membantu siswa dalam mengembangkan pemahaman dan sikapnya sesuai kehidupan nyata di masyarakat, sehingga dengan bekerja sama antara sesama anggota kelompok dapat meningkatkan motivasi, produktivitas dan perolehan belajar (Solihatin, 2008: 5). Menurut Isjoni (2011: 33-34), terdapat tiga ciri pembelajaran cooperative learning sebagai berikut: 1) Penghargaan kelompok. Penghargaan kelompok diperoleh mencapai skor di atas kriteria yang ditentukan 2) Pertanggungjawaban individu. Keberhasilan kelompok tergantung dari pembelajaran individu dari semua anggota kelompok 3) Kesempatan yang sana untuk mencapai keberehasilan. Setiap siswa baik
yang berprestasi
endah, sedng, atau tinggi sama-sama
memperoleh kesempatan untuk berhasil dan melakukan yang terbaik bagi kelompoknya Think Pair share merupakan salah satu model dari pembelajaran kooperatif yang memberi siswa kesempatan untuk bekerja sendiri serta bekerjasama dengan orang lain. Agus Suprijono (2009: 91), menjelaskan bahwa seperti namanya Think Pair Share, yang meliputi: (1) ”Thinking” pembelajaran diawali dengan guru mengajukan pertanyaan/isu terkait dengan materi pelajaran yang akan dibahas, guru memberi kesempatan kepada siswa untuk memikirkan jawabannya secara individu.; (2) ”Pairing”, pada tahap ini
20
guru meminta siswa untuk berpasang-pasangan berdiskusi memperdalam makna
jawaban
yang
telah
dipikirkan
secara
individu
dengan
pasangannya; (3) ”Sharing”, hasil diskusi tiap pasangan dibicarakan dengan pasangan seluruh kelas sehingga terbentuk pengonstruksian pengetahuan secara integratif. Menurut Trianto (2007: 61), strategi Think Pair Share (TPS) atau berpikir berpasangan berbagi adalah merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Think-pair-share
(TPS)
merupakan
metode
pembelajaran
yang
memberikan waktu lebih banyak kepada siswa untuk memikirkan secara mendalam tentang apa yang telah dijelaskan atau dialami (berpikir, menjawab, dan saling membantu satu sama lain) Suyatno (2009: 54), menjelaskan bahwa strategi Think-pair-share (TPS) mempunyai prosedur yang ditetapkan secara ekplisit untuk memberi siswa waktu lebih banyak untuk berpikir, menjawab dan saling membantu satu sama lain. Arends (dalam Trianto, 2007: 61), menjelaskan bahwa think pair share merupakan suatu cara yang efektif untuk membuat variasi suasana pola diskusi kelas. Langkah-langkah Think-Pair-Share (Trianto, 2007: 61-62), adalah sebagai berikut : Tahap 1: Thingking (berfikir). a) Guru mengajukan pertanyaan berkaitan dengan pelajaran/materi tertentu b) Kemudian siswa diminta untuk memikirkan pertanyaan tersebut secara mandiri selama beberapa saat.
21
Tahap 2: Pairing (berpasangan) a) Guru meminta siswa berpasangan dengan siswa yang lain untuk mendiskusikan apa yang telah dipikirkan pada tahap pertama. b) Pada tahap ini diharapkan siswa dapat berbagi jawaban atas pertanyaan yang telah diajukan atau penyelesaian dari suatu persoalan. c) Biasanya guru memberikan waktu sela 4 – 5 menit untuk berpasangan. Tahap 3: Sharing (berbagi) a) Pada tahap akhir, guru meminta kepada pasangan untuk berbagi dengan seluruh siswa dalam kelas tentang apa yang telah mereka bicarakan / selesaikan. b) Ini efektif dilakukan bergiliran pasangan demi pasangan dan dilanjutkan sampai seperempat pasangan melaporkan. Anita Lie (2008: 57) juga berpendapat pembelajaran Cooperative Learning model Think Pair Share ini merupakan teknik pembelajaran yang memberi siswa kesempatan untuk bekerja sendiri serta bekerja sama dengan orang lain. Bahkan Isjoni (2011: 67), menjelaskan keunggulan dari teknik ini yaitu optimalisasi partisipasi siswa, dimana teknik ini memberi kesempatan delapan kali lebih banyak kepada setiap siswa untuk dikenali dan menunjukkan partisipasi mereka kepada orang lain. Metode Think Pair Share sebagai metode yang inovatif memang mempunyai kelebihan, namun juga masih ada kelemahannya. Adapun kelebihan metode Think Pair Share antara lain adalah: 1) Siswa dapat langsung terlibat dalam pembelajaran, 2) Siswa dapat menguji tingkat pengetahuan dan penguasaan bahan pelajaran masing-masing, 3) Metode ini dapat menumbuhkan dan mengembangkan cara berpikir dan bersikap ilmiah, 4) Siswa dapat memperoleh kepercayaan akan kemampuan (diri sendiri),
22
5) Dapat menunjang usaha pengembangan sikap sosial dan sikap demokratis (Trianto, 2007: 128). Kelemahan metode Think Pair Share antara lain adalah: 1) Pembelajaran dapat didominasi oleh siswa yang “menonjol”, 2) Tidak semua materi cocok dengan metode think pair share, 3) Memerlukan waktu yang cukup lama, 4) Jika jumlah siswa dalam satu kelas banyak akan mempengaruhi kesempatan siswa untuk “berpikir” dan “berbagi” pendapat (Trianto, 2007: 128).
3. Hasil Belajar PKn a. Hakikat Belajar Istilah belajar dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2002) diterangkan kata belajar diberi pengertian berusaha (berlatih) supaya
mendapat suatu kepandaian, sedangkan Ngalim Purwanto
melansir dari beberapa pendapat orang lain tentang belajar sebagai berikut: 1) Hilgard dan Bower mengemukakan belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap sesuatu situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi itu, dimana perubahan tingkah laku itu tidak dapad dijelaskan atau dasar kecenderungan respon pembawaan, kematangan, atau keadaan sesaat seseorang. 2) Gagne menjelaskan belajar terjadi apabila suatu situasi stimulan bersama dengan isi ingatan mempengaruhi siswa sedemikian rupa sehingga perbuatannya (performance) berubah dari waktu ke waktu sesudah mengalami situasi tadi.
23
3) Morgan menjelaskan ”Belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetapkan dalam tingkah lakuyang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengeluaran. 4) Witherington mengemukakan bahwa Belajar adalah suatu perubahan didalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, berkepandaian, atau suatu pengertian. (Ngalim Purwanto 1997:84). Dari pengertian di atas dapat disimpulkan atas dasar elemen yang penting mencirikan pengertian belajar yaitu Belajar merupakan suatu perubahan dalam tingkah laku yang baik melalui latihan atau pengalaman yang mantap yang menyangkut aspek kepribadian baik fisik, maupun psikis antara lain perubahannn dalam pengertian, pemecahan,
suatu
masalah/berpikir,
keterampilan,
kecakapan,
kebiasaan, ataupun sikap. Djamarah (2008: 23), menjelaskan bahwa belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hahsil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan
lingkungan
yang
menyangkut
kognitif,
afektif,
dan
psikomotorik. Sedangkan menurut Travers dalam (Suprijono, 2009: 2), belajar adalah proses menghasilkan penyesuaian tingkah laku. Dalam buku yang sama Morgan berpendapat bahwa belajar adalah perubahan perilaku yang bersifat permanent sebagai hasil dari pengalaman. Sejalan dengan perumusan di atas, ada pula tafsiran lain tentang belajar, yang menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan (Hamalik, 2008: 37).
24
Dari pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa : 1) Situasi belajar harus bertujuan dan tujuan-tujuan itu diterima baik oleh masyarakat. Tujuan merupakan salah satu aspek dari situasi belajar. 2) Tujuan dan maksud belajar timbul dari kehidupan anak sendiri. 3) Di dalam mencapai tujuan itu, siswa senantiasa akan menemui kesulitan, rintangan-rintangan dan situasi-situasi yang tidak menyenangkan. 4) Hasil belajar yang utama adalah pola tingkah laku yang bulat 5) Proses belajar terutama mengerjalan hal-hal yang sebenarnya. belajar apa yang diperbuat dan mengerjakan apa yang dipelajari 6) Kegiatan-kegiatan dan hasil-hasil belajar dipersatukan dan dihubungkan dengan tujuan dalam situasi belajar 7) Siswa memberikan reaksi secara keseluruhan 8) Siswa mereaksi sesuatu aspek dari lingkungan yang bermakna baginya 9) Siswa diarahkan dan dibantu oleh orang-orang yang berada dalam lingkungan itu. 10) Siswa diarahkan ke tujuan-tujuan lain, baik yang berkaitan maupun yang tidak berkaitan dengan tujuan utama dalam situasi belajar. (Hamalik, 2008: 37) Bukti bahwa seseorang telah melakukan kegiatan belajar ialah adanya perubahan tingkah laku pada orang tersebut yang sebelumnya tidak ada atau tingkah lakunya tersebut masih lemah atau kurang. Tingkah laku memiliki unsur objektif dan unsur subjektif. Unsur objektif adalah unsur rohaniah. Unsur objektif inilah yang tampak, sedangkan unsur subjektifnya tidak tampak kecuali berdasarkan tingkah laku yang pada raut mukanya bahwa dia sedang berpikir, sedangkan proses berpikirnya itu sendiri tidak tampak. Tingkah laku manusia terdiri dari sejumlah aspek. Hasil belajar akan tampak pada setiap perubahan pada aspek-aspek tersebut. Menurut Hamalik (2008: 38), aspek-aspek itu adalah: pengetahuan, pemahaman, kebiasaan, keterampilan, apresiasi, emosional, hubungan sosial, jasmani,
25
budi pekerti (etika), sikap dan lain-lain. Kalau seseorang telah melakukan perbuatan belajar, maka terjadi perubahan pada salah satu atau beberapa aspek tingkah laku tersebut. Lebih lanjut Agus Suprijono (2009: 4) mengatakan bahwa ada sejumlah unsur yang menjadi ciri setiap perubahan tingkah laku, yaitu: 1) Sebagai hasil tindakan rasional instrumental yaitu perubahan yang disadari. 2) Kontinu atau berkesinambungan dengan perilaku lainnya 3) Fungsional atau bermanfaat sebagai bekal hidup 4) Positif atau berakumulasi 5) Aktif atau sebagai usaha yang direncanakan dan dilkaukan 6) Permanen atau tetap 7) Bertujuan dan terarah 8) Mencakup keseluruhan potensi kemanusiaan.
b. Ciri-ciri Belajar Ciri-ciri belajar menurut Djamarah (2008: 15-16), antara lain: 1) Perubahan terjadi secara sadar Hal ini berarti individu yang belajar menyadari akan terjadinya perubahan, sekurang-kurangnya individu merasakan telah terjadi adanya perubahan dalam dirinya. Contoh: mneyadari bahwa pengetahuannya
bertambah,
kecakapannya
bertambah,
kebiasaannya berkurang, dan sebagainya. Jadi perubahan yang terjadi karena dalam keadaan tidak sadar tidak termasuk dalam kategori perubahan. 2) Perubahan bersifat fungsional Perubahan yang terjadi akan menyebabkan perubahan berikutnya, misalnya jika seorang anak belajar menulis maka ia akan
26
mengalami perubahan dari tidak menulis menjadi dapat menulis. Kecakapan lanjutan dari bisa menulis adalah dapat menulis surat, dapat menyalin catatan, dan lain-lain. 3) Perubahan bersifat positif dan aktif Perubahan-perubahan tersebut bertambah dan tertuju untuk memperoleh suatu yang lebih baik dari sebelumnya. Perubahan bersifat aktif, artinya perubahan tersebut tidak terjadi dengan sendirinya, melainkan karena usaha individu itu sendiri. 4) Perubahan bukan bersifat sementara Perubahan yang terjadi karena proses belajar bersifat menetap atau permanent, berarti tingkah laku yang terjadi setelah belajar bersifat menetap. 5) Perubahan bertujuan atau terarah Perubahan yang terjadi karena proses belajar karena ada tujuan yang akan dicapai, terarah dan benar-benar disadari. 6) Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku Perubahan yang diperoleh individu setelah melalui suatu proses belajar meliputi perubahan keseluruhan tingkah laku. Perubahan yang dialami seseorang setelah belajar terjadi secara menyeluruh dalam sikap kebiasaan, keterampilan, pengetahuan dan sebagainya.
c. Jenis-jenis Belajar Walaupun
belajar
itu
dikatakan
berubah,
namun
untuk
mendapatkan perubahan itu bermacam-macam caranya, dan setiap
27
perubahan mempunyai ciri masing-masing. Djamarah (2008: 29-37), menjelaskan beberapa jenis belajar, antara lain adalah: 1)
Belajar Arti kata-kata, maksudnya orang mulai menangkap arti yang terkandung dalam kata-kata yang digunakan, mengerti katakata merupakan dasar penting.
2)
Belajar Kognitif. Belajar kognitif bersentuhan dengan masalah mental. Objek-objek diamati dihadirkan dalam diri seseorang melalui tanggapan, gagasan, atau lambang yang merupakan sesuatu bersifat mental.
3)
Belajar Menghafal. Suatu aktivitas menanamkan suatu materi verbal di dalam ingatan sehingga nantinya dapat diproduksikan (diingat) kembali secara harfiah sesuai materi yang asli.
4)
Belajar Teoretis. Belajar ini bertujuan untuk menempatkan semua data dan fakta (pengetahuan) salam suatu kerangka organisasi mental,
sehingga
dapat
dipahami
dan
digunakan
untuk
memecahkan problem. 5)
Belajar Konsep. Konsep merupakan satuan arti yang mewakili sejumlah objek yang mempunyai ciri yang sama. Orang yang memiliki konsep mampu mengadakan abstraksi terhadap objekobjek yang dihadapi sehingga objek digolongkan dalam golongan tertentu
6)
Belajar Kaidah. Kaidah adalah suatu pegangan yang tidak dapat dirubah-ubah. Belajar kaidah berarti belajar kemahiran intelektual.
28
7)
Belajar Berpikir. Berpikir merupakan kemampuan jiwa untuk meletakkan hubungan antara bagian-bagian pengetahuan (Sanjaya, 2008: 34).
8)
Belajar Ketrampilan Motorik (motor skill). Orang yang mempunyai suatu keterampilan motorik, mampu melakukan suatu rangkaian gerak-gerik jasmani dalam urutan tertentu, dengan mengadakan koordinasi antara gerak-gerik berbagai anggota badan secara terpadu (Sanjaya, 2008: 37)..
9)
Belajar
Estetis.
Belajar
estetsi
membentuk
kemampuan
menciptakan dan mneghayati keindahan dalam berbagai bidang kesenian. d. Proses Belajar Proses belajar sebenarnya menekankan pada kreatifitas. Pada umumnya, proses berkenaan dengan cara belajar berkembang, bagaimana siswa bergaul dengan guru, bagaimana siswa terlibat dalam proses itu, pepatah mengatakan “” Hamka dalam Martinis Yamin (2007: 10). Alam berkembang dapat menjadi guru adalah dunia yang ada di sekitar kita akan menyampaikan informasi, bergejala-gejala, dan tandatanda yang dapat disimpan di dalam atau dan dapat dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari banyak informasi yang berlaku begitu saja karena ketidaksadaran, dan tidak aktifnya mencari kerja kita, hanya sebagian kecil informasi yang dapat menajdi pengetahuan dan menyatu dengan pengetahuan sebelumnya didalam mencari jangka panjang.
29
Belajar suatu proses yang benar-benar bersifat internal (a purely internal event). Belajar merupakan suatu proses yang tidak dapat dilihat dengan nyata. Proses terjadi di dalam diri seseorang yang mengalami belajar. Jadi belajar bukan tingkah laku yang tampak, tetapi terutama adalah prosesnya yang terjadi secara internal di dalam diri individu dalam
usahanya
memperoleh
hubungan-hubungan
baru
(new
associations). Hubungan baru itu dapat berupa, antara perangsang– perangsang, antara reaksi-reaksi atau antara perangsang dan reaksi (Purwanto, 1997: 86). Belajar bukanlah sekedar mengumpulkan pengetahuan. Belajar adalah proses mental yang terjadi dalam diri seseorang, sehingga menyebabkan munculnya perubahan perilaku. Aktivitas mental itu terjadi karena adanya interaksi individu dengan lingkungan yang disadari. Proses belajar pada hakekatnya merupakan kegiatan mental yang tidak dapat dilihat. Artinya, proses perubahan yang terjadi dalam diri seseorang yang belajar tidak dapat disaksikan. Hanya mungkin dapat menyaksikan dari adanya gejala-gejala perubahan perilaku yang tampak. Misalnya, ketika seorang guru menjelaskan suatu materi pelajaran, walaupun sepertinya seorang siswa memperhatikan dengan saksama sambil
mengangguk-angguk
kepala,
maka
belum
tentu
yang
bersangkutan belajar. Mungkin mengangguk-anggukan kepala itu, bukan karena ia memperhatikan materi pelajaran dan paham apa yang
30
dikatakan guru, akan tetapi karena ia sangat mengagumi penampilan guru, sehingga ketika ia ditanya apa yang telah disampaikan guru, ia tidak mengerti apa-apa. Nah, siswa yang demikian pada hakekatnya tidak belajar, karena tidak menampakkan gejala-gejala perubahan tingkah laku. Sebaliknya, manakala ada siswa yang seakan-akan tidak memperhatikan, misalnya ia kelihatan mengantuk dengan menundukkan kepala dan tidak pernah memandang muka guru, belum tentu mereka tidak sedang belajar. Mungkin saja otak dan pikirannya sedang mencerna apa yang dikatakan guru, sehingga ketika ia ditanya, ia dapat menjawab semua pertanyaan dengan benar. Ada empat variabel yang berpengaruh terhadap keberhasilan sistem pembelajaran (Sanjaya (2008: 15-19), yaitu: 1) Faktor guru, guru merupakan komponen yang menentukan, sebab guru merupakan orang yang secara langsung berhadapan dengan siswa. 2) Faktor siswa, siswa merupakan organisme yang unik yang berkembang sesuai dengan tahap perkembangannya, dimana perkembangan seluruh aspek kepribadiannya namun tempo dan irama perkembangan masing-masing anak tidak selalu sama. 3) Faktor sarana dan prasarana. Sarana adalah segala seuatu yang mendukung
secara
langsung
terhadap
kelancaran
proses
pembelajaran, seperti media, alat-alat pelajaran dan perlengkapan sekolah, sedangkan prasarana merupakansegala sesuatu yang tidak langsung mendukung keberhasilan proses pembelajaran, seperti
31
kamar kecil, penerangan dan lain-lain. 4) Faktor lingkungan, yaitu organisasi kelas dan iklim sosial-psikologis. Organisasi kelas yang meliputi jumlah siswa dalam satu kelas. Yang dimaksud iklim sosial-psikologis adalah keharmonisan hubungan antara orang-orang yang terlibat dalam proses pembelajaran e. Prinsip-prinsip Belajar Prinsip-prinsip belajar yang dikemukakan oleh para ahli yang satu dengan lainnya memilih persamaan dan juga perbedaan. Dalam upaya pembelajaran, baik bagi siswa yang perlu meningkatkan upaya belajarnya maupun guru dalam upaya meningkatkan mengajarnya. Dimyati dan Mudjiono (2009: 42-49) mengemukakan prinsip yang berkaitan dengan belajar, yaitu perhatian dan motivasi, keaktifan, keterliban langsung/berpengalaman, pengulangan, tantangan, balikan dan penguatan, serta perbedaan individual. 1) Perhatian dan Motivasi Perhatian berperanan penting dalam kegiatan belajar, tanpa perhatian tak mungkin terjadi belajar. Perhatian terhadap pelajaran akan timbul pada siswa bila bahan pelajaran sesuai dengan kebutuhannya. Motivasi adalah tenaga yang menggerakkan dan mengarahkan aktivitas seseorang. Motivasi mempunyai kaitan yang erat dengan minat siswa yang memiliki minat terhadap sesuatu bidang studi
32
tertentu cenderung tertarik perhatiannya dan demikian timbulnya untuk mempelajari bidang studi tersebut. 2) Keaktifan Kecenderung psikologi dewasa ini menganggap bahwa anak adalah makhluk aktif. Anak meneliti dorongan untuk berbuat sesuatu, mempunyai kemauan dan aspinasinya sendiri. Belajar tidak bisa dipaksa oleh orang lain dan juga tidak bisa dilimpakkan kepada orang lain. belajar hanya itu jadi apabila anak aktif mengalami sendiri, seperti pendapat John Dewey mengemukakan bahwa belajar adalah menyangkut apa yang harus dikerjakan siswa untuk dirinya sendiri, maak inisiatif harus datang dari siswa untuk dirinya sendiri, maka inisiatif harus datang dari siswa sendiri, guru sekedar pembimbing dan pengarah (John Dewey, 1916 dalam Dimyati dan Mudjiono 2009: 44). 3) Keterlibatan langsung/Berpengalaman Keterlibatan langsung dalam belajar adalah mengalami belajar tidak bisa dilimpahkan kepada orang lain. Belajar yang paling baik, yaitu melalui belajar pengalaman langsung. 4) Pengulangan Prinsip belajar yang menekankan perlunya pengulangan barangkali yang paling tua adalah yang dikemukakan oleh psikologi daya. Menurut teori ini adalah melatih daya-daya yang ada pada manusia yang terdiri atas daya mengamat, menanggapi, mengingat,
33
mengkayal, merasakan berpikir, dan sebagainya. Dengan daya mengadakan
pengulangan
maka
daya-daya
tersebut
akan
berkembang. 5) Tantangan Dalam situasi belajar siswa menghadapi suatu tujuan yang inginj dicapai, tetapi selalu terdapat hambatan yaitu mempelajari bahan belajar tersebut. Apabila hambatan itu telah diatasi, artinya tujuan belajar telah tercapai, maka ia akan masuk dalam medan baru dan tujuan baru, demikian seterusnya. 6) Balikan/Penguatan Teori Conditioning yang diberi kondisi adalah stimulusnya, maka pada Aperant Conditioning yang diperkuat adalah responsnya. Kunci dari teori belajar ini adalah low of effec-nya Thorndike. Siswa akan
belajar
lebih
bersemangat
apabila
mengetahui
dan
mendapatkan hasil yang baik. (Dimyati dan Mudjiono 2009: 48). Hasil yang baik, akan merupakan balikkan yang menyenangkan dan pengaruh baik bagi usaha belajar selanjutnya. 7) Perbedaan individual Perbedaan individual ini berpengaruh pada cara dan hasil belajar siswa. Perbedaan individu perlu diperhatikan oleh guru dalam upaya pembelajaran. (Dimyati dan Mudjiono 2009: 49). Sistem pendidikan klasikal yang dilakukan di sekolah kurang memperhatikan masalah perbedaan individual, umumnya pelaksanaan pembelajaran di kelas
34
dengan melihat siswa sebagai individu dengan kemampuan ratarata, kebiasaan yang kurang lebih sama, demikian pula dengan pengetahuannya. Ahli lain mengatakan bahwa prinsip-prinsip belajar itu antara lain adalah: a) Belajar melibatkan seluruh pikiran dan tubuh belajar tidak hanya menggunakan “otak” (Sadar Rasional, memakai “otak kiri”, dan Verbal). b) Belajar adalah berekreasi, bukan mengkonsumsi pengetahuan bertambah sesuatu yang diserap oleh pembelajar, melainkan sesuatu yang diciptakan pembelajar. Pembelajaran terjadi ketika seorang pembelajar memadukan pengetahuan dan keterampilan baru ke dalam struktur dirinya sendiri yang telah ada. Belajar secara harfiah adalah menciptakan makna baru, jaringan saraf baru dan pola interaksi oleh trokimia baru di dalam sistem otak/tubuh secara menyeluruh. c) Kerjasama membantu proses belajar. Semua usaha belajar yang baik mempunyai landasan sosial. Biasanya belajar lebih banyak dengan berinteraksi dengan kawan-kawan daripada yang dipelajari dengan cara lain maupun. Persaingan diantara pembelajar maupun lambat pembelajaran. Kerjasama diantara mereka mempercepatnya suatu komunikasi belajar selalu lebih baik hasilnya daripada bebrapaka individu yang belajar sendirisendiri. d) Pembelajar berlangsung pada banyak tingkatan secara simulatan. Belajar bukan hanya menyerap satu hal kecil pada suatu waktu secara linear, melainkan menyerap banyak hal sekaligus. Pembelajaran yang baik melibatkan orang pada banyak tingkatan secara Simultan (sadar dan bawah sadar, mental dan fisik) dan memanfaatkan seluruh saraf, resertar, indera, jalan dalam sistem total otak/tubuh seseorang. Bagaimanapun juga prosesor berurutan, melainkan posesor paralel, jika ia ditantang untuk melakukan banyak hal sekaligus. e) Belajar berasal dari mengerjakan pekerjaan itu sendiri (dengan umpan balik). Belajar paling baik adalah belajar dalam konteks. Hal-hal yang dipelajari secara terpisah akan sulit diingat dan mudah menguap. Pengalaman yang nyata dan konkret dapat menjadi guru yang jauh lebih baik daripada sesuatu yang hipotesis dan abstrak asalkan di dalam tersedia peluang untuk terjun langsung secara total, mendapatakan umpan balik, merenung dan menerjunkan diri kembali.
35
f) Emosi Positif sangat membantu pembelajaran perasaan menentukan kualiatas dan juga kuantitas belajar seseorang. Perasaan negatif menghalangi belajar. Perasaan positif mampu mempercepatnya, belajar yang penuh tekanan, menyakitkan, dan bersuasana muram tidak dapat mengungguli hasil belajar yang menyenangkan, santai dan menaruh hati. g) Otak citra menyerap informasi secara langsung dan otomatis. Sistem saraf manusia lebih merupakan prosesor citra daripada prosesor kata. Gambar konkret jauh lebih mudah ditangkap dan disimpan daripada abstraksi verbal. Menerjemahkan abstraksi verbal menjadi berbagai jenis gambar konkret akan membuat abstraksi verbal itu bisa lebih cepat dipelajari dan lebih mudah diingat (Dave Meier, 2003: 54-55). Sedangkan Suprijono, (2009: 4) menjelaskan bahwa terdapat tiga prinsip dalam kegiatan belajar, yaitu: 1) Belajar adalah perubahan perilaku 2) Belajar merupakan proses. Belajar terjadi karena didorong kebutuhan dan tujuan yang ingin dicapai, belajar adalah proses sistemik yang dinamis, konstruktif dan organik 3) Belajar merupakan bentuk pengalaman. Pengalaman pada dasarnya adalah hasil dari interaksi antara peserta didik dengan lingkungnnya.
f. Faktor yang Mempengaruhi Kegiatan Belajar Faktor-faktor yang mendorong seseorang melakukan kegiatan belajar antara lain: (1) Motivasi, (2) Konsentrasi, (3) Reaksi, (4) Organisasi, (5) Pemahaman, (6) Ulangan, (7) Perhatian, (8) Pengamatan, (9) Tanggapan, (10) Fantasi, (11) Ingatan, (12) Berpikir, dan (13) Bakat (Sardiman, 2007: 40-46). Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut ini. 1) Motivasi Seseorang akan berhasil dalam belajar, kalau pada dirinya sendiri ada keinginan untuk belajar. Motivasi yang dimaksud disini adalah (1)
36
mengetahui apa yang akan dipelajari, (2) memahami mnegapa hal tersebut patut dipelajar (Sardiman, 2007: 40). Sebab tanpa motivasi kegiatan belajar sulit untuk berhasil. 2) Konsentrasi, adalah memusatkan segenap kekuatan perhatian pada situasi belajar. unsur motivasi sangat membantu tumbuhnya proses pemusatan perhatian. 3) Reaksi Dalam kegiatan belajar diperlukan unsur fisik maupun mental, sebagai suatu wujud reaksi. pikiran dan otot-ototnya harus dapat bekerja secara harmonis, sehingga subjek belajar bertindak atau melakukannya (Sardiman, 2007: 41). Kecepatan seseorang dalam memberikan respon pada suatu pelajar merupakan faktor penting dalam belajar. 4) Organisasi Belajar dapat dikatakan sebagai kegiatan mengorganisasikan, menata, atau menempatkan bagian-bagian bahan pelajaran ke dalam suatu kesatuan pengertian (Sardiman, 2007: 42). Untuk hal ini dibutuhkan keterampilan mental untuk mengorganisasikan stimulus (fakta, ide). 5) Pemahaman Pemahaman dapat diartikan menguasai sesuatu dengan pikiran (Sardiman, 2007: 43). Memahami berarti menangkap maksudnya, tanpa pemahaman, keterampilan, pengetahuan, dan sikap tidak akan
37
bermakna. Pemahaman tidak hanya sekedar tahu, tetapi dapat memanfaatkan bahan-bahan yang telah dipahami. 6) Pengulangan Mengulang-ulang suatu pekerjaan atau fakta yang sudah dipelajari membuat kemampuan siswa untuk mengingatnya akan semakin bertambah. Mengulang atau memeriksan dan mempelajari kembali apa yang sudah dipelajari maka kemungkinan untuk mengingat bahan pelajaran menjadi besar. Kegiatan mengulang disini harus disertai dengan pikiran dan bertujuan, bukan sekedar mengulang secara otomatis. 7) Perhatian, yaitu pemusatan energi psikis yang tertuju pada suatu objek pelajaran; perhatian adalah banyak sedikitnya kesadaran yang menyertai aktivitas belajar (Sardiman, 2007: 45). 8) Pengamatan, yaitu cara mengenal dunia riil, baik dirinya sendiri maupun lingkungan dengan segenap panca indra. 9) Tanggapan, adalah gambaran/bekas yang tinggal dalam ingatan setelah seseorang melakukan pengamatan. 10) Fantasi, adalah kemampuan untuk membentuk tanggapan-tanggapan baru berdasarkan atas tanggapan yang ada. 11) Ingatan, adalah kegiatan mencamkan, menyimpan, dan memproduksi kesan di dalam belajar. 12) Berpikir, adalah aktivitas mental untuk dapat merumuskan pengertian, mensintesis, dan menarik kesimpulan.
38
13) Bakat, adalah salah satu kemampuan mausia untuk melakukan suatu kegiatan Ahli lain yaitu Arden Frandsen (Sardiman, 2007: 46), menjelaskan bahwa faktor yang mempengaruhi seseorang untuk belajar adalah : 1) Adanya sifat ingin tahu dan ingin menyelidiki dunia yang lebih luas 2) Adanya sifat yang kreatif pada orang yang belajar dan adanya keinginan untuk selalu maju 3) Adanya keinginan untuk mendapatkan simpati dari orang tua, guru, dan teman-teman. 4) Adanya keinginan untuk memperbaiki kegagalan yang lalu dengan usaha yang baru, baik dengan koperasi maupun kompeteisi. 5) Adanya keinginan untuk mendapatkan rasa aman bila menguasai pelajaran. 6) Dan ganjaran atau hukuman sebagai akhir dari kegiatan belajar.
g. Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar Ada beberapa faktor yang mempengaruhi hasil belajar, antara lain adalah : 1) Faktor internal adalah: (a) Faktor jasmaniah (fisiologis) baik yang bersifat bawaan maupun yang diperoleh. Yang termasuk faktor ini misalnya penglihatan, pendengaran, struktur tubuh, dan sebagainya. (b) Faktor psikologis baik yang bersifat bawaan (c) Faktor kematangan fisik maupun psikis
39
2) Faktor eksternal adalah; (a) Faktor sosial yang terdiri atas: (1)
Lingkungan keluarga
(2)
Lingklungan sekolah
(3)
Lingkungan masyarakat
(4)
Lingkungan kelompok
(b) Faktor budaya seperti adat-istiadat, ilmu pengetahuan, teknologi, kesenian. (c) Faktor lingkungan fisik seperti fasilitas rumah, fasilitas belajar, iklim (d) Faktor lingkungan spiritual atau keamanan. Faktor-faktor tersebut saling berinteraksi secara langsung ataupun tidak langsung dalam mencapai hasil belajar (Ahmadi dan Widodo Supriyono. 1991: 131). h.
Hasil Belajar PKn Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertianpengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan. Gagne dalam Agus Suprijono menjelaskan bahwa hasil belajar berupa: 1) Informasi verbal, yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis. Kemampuan merespon terhadap rangsangan spesifik. 2) Keterampilan intelektual, yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan lambang, yang terdiri dari kemampuan mengkategorisasi, analistis sintetis fakta-konsep dan mengembangkan prinsip-prinsip keilmuan. 3) Strategi kognitif, yaitu kecakapan mneyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitifnya sendiri, yang meliputi penggunaan konsep dan kaidah dalam memecahkan masalah
40
4) Keterampilan motorik, yaitu kemampuan melkaukan seerangkian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi sehingga trewujud otomatisme gerak jasmani 5) Sikap, yaitu kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan penilaian terhadap objek tersebut, ini merupakan kemampuan menjadikan nilai-nilai sebadai standar perilaku. (Agus Suprijono, 2009: 5) Materi PKn yang diajarkan pada kelas VII semester ganjil adalah sebagai berikut: 1)
Menunjukkan sikap positif terhadap norma-norma yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara a) Mendeskripsikan hakikat norma-norma, kebiasaan, adat istiadat, peraturan yang berlaku dalam masyarakat. b) Menjelaskan hakikat dan arti penting hukum bagi warga Negara c) Menerapkan norma-norma, kebiasaan-kebiasaan, adat istiadat, dan peraturan yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
2) Mendeskripsikan makna proklamasi kemerdekaan dan konstitusi pertama a)
Menjelaskan makna proklamasi kemerdekaan
b)
Mendeskripsikan suasana kebatinan konstitusi pertama
c)
Menganalisis hubungan proklamasi dengan UUD 1945
d)
Menunjukkan sikap positif terha dap makna proklamasi kemerde kaan dan suasana kebatinan konstitusi pertama.
3) Menampilkan sikap positif terhadap perlindungan dan penegakkan Hak Azasi Manusia (HAM) a) Menguraikan hakikat, hukum, dan kelembagaan HAM b) Mendeskripsikan kasus pelanggaran dan upaya penegakan HAM
41
c) Menghargai upaya perlindungan HAM d) Menghargai upaya
penegakkan HAM
4) Menampilkan perilaku kemerdekaan mengemukakan pendapat a) Menjelaskan hakikat kemerdekaan mengemukakan pendapat b) Menguraikan
pentingnya
kemerdekaan
mengemukakan
pendapat secara bebas dan bertanggung jawab c) Mengakuatlisasikan kemerdekaan mengemukakan pendapat secara bebas dan bertanggung jawab.
4. Makna Proklamasi Kemerdekaan dan Konstitusi Pertama a. Hakikat dan Makna Proklamasi Proklamasi Kemerdekaan Indonesia diawali dengan dijatuhkannya bom atom oleh Amerika Serikat pada tanggal 6 dan 9 Agustus 1945 di Hiroshima dan Nagasaki, Jepang. Hal ini mneyebabkan Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu (Priyanto, 2008: 24). Dan kesempatan ini digunakan bangsa Indonesia untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia terlepas dari belenggu penjajah, yang kemudian ditetapkan harinya yaitu hari Jumat Legi tanggal 17 Agustus 1945 jam 10 pagi waktu Indonesia bagian barat. Proklamasi kemerdekaan merupakan pengumuman kepada seluruh rakyat akan adanya kemerdekaan. Pengumuman akan adanya kemerdekaan tersebut sebenarnya tidak hanya ditujukan kepada rakyat dari Negara yang bersangkutan, namun juga kepada rakyat yang ada di seluruh dunia dan kepada semua bangsa yang ada di muka bumi ini.
42
Proklamasi menandai lahirnya sebuah Negara baru yang memiliki kedudukan yang sama dengan Negara-negara lain yang telah ada sebelumnya. Proklamasi mnejadi tonggak awal munculnya Negara baru dengan tatanan kenegaraannya yang harus dihormati oleh Negaranegara lain di dunia. Proklamasi kemerdekaan bagi suatu bangsa juga merupakan puncak revolusi, tonggak sejarah perjuangan bangsa tersebut yang telah lama dilakukan untuk dapat terbebas dari belenggu penjajah. Proklamasi kemerdekaan yang dikumandangkan oleh Soekarno – Hatta memiliki makna bahwa bangsa Indonesia telah menyatakan kepada dunia luar (bangsa-bangsa yang ada di dunia) maupun kepada bangsa Indonesia sendiri, bahwa sejak saat itu bangsa Indonesia telah merdeka (Priyanto, dkk, 2008: 29). Pernyataan kepada dunia luar menunjukkan bahwa bangsa Indonesia sejak saat itu sudah merdeka, berdaulat sehingga wajib dihormati oleh Negara-negara lain secara layak sebagai bangsa dan Negara yang mempunyai kedudukan yang sama dan sederajat serta hak dan kewajiban yang sama dengan bangsabangsa lain yang sudah merdeka. b. Suasana Kebatinan Konstitusi Pertama Aturan tata tertib hidup bernegara yang menjadi dasar segala tindakan dalam kehidupan Negara disebut hukum dasar atau konstitusi. Konstitusi ada yang tertulis dan tidak tertulis, yang tertulis adalah undang-undang dasar sedangkan yang tidak tertulis adalah aturan-
43
aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktik penyelenggaraan Negara, yang kemudian disebut konvensi. Disebut konvensi karena mempunyai 4 sifat yaitu: 1) merupakan kebiasaan yang berulang-ulang dan terpelihara dalam praktik penyelenggaraan Negara, 2) tidka bertentangan dengan UUD dan berjalan sejajar, 3) diterima oleh seluruh rakyat, 4) bersifat pelengkap, sehingga dimungkinkan tidka ada dalam UUD. Undang-undang Dasar biasanya berisi tentang : 1) organissai Negara, 2) hak-hak asasi manusia, 3) prosedur mengubah UUD, 4) memuat larangan untuk mengubah sifat teretntu UUD, dan 5) memuat cita-cita rakyat dan asas-asas idiologi Negara. Undang-undang dasar 1945 yang ditetapkan PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 menjadi konstitusi pertama bangsa Indonesia. Undangundang dasar 1945 sebagai konstitusi pertama diliputi oleh nilai-nilai Kerohanian, Ketuhanan, kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan dan Keadilan. Nilai-nilai yang mewarnai isi konstitusi pertama, adalah: 1) bahwa pembukaan UUD 1945 merupakan pernyataan kemerdekaan yang terinci, karena terkandung suatu pengakuan tentang nilai hak kodrat, yaitu hak yang merupakan karunia Tuhan yang Maha Esa. 2) Pembukaan
UUD
1945
merupakan
pernyataan
kembali
kemerdekaan, yang isinya nerupakan pengakuan religius dan nilai moral
44
3) Pembukaan UUD 1945 memuat prinsip-prinsip pokok kenegaraan, yaitu tentang tujuan negara, ketentuan diadakannya UUD negara, bentuk negara dan dasar filsafat negara. c. Hubungan antara Proklamasi dengan UUD 1945 Proklamasi kemerdakaan mempunyai hubungan yang erat, tidak dapat dipisahkan dan merupakan satu kesatuan dengan UUD 1945 terutama bagian Pembukaan UUD 1945. Proklamasi kemerdekaan dengan Pembukaan UUD 1945 merupakan suatu kesatuan yang bulat. Apa yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 merupakan suatu amanat yang luhur dan suci dari proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945. Proklamasi kemerdekaan dengan Pembukaan UUD 1945 merupakan hubungan suatu keksatuan bulat serta hubungan antara Pembukaan UUD 1945 dengan Batang tubuh merupakan hubungan langsung. Pembukaan UUD 1945 dengan Batang Tubuh UUD 1945 merupakan bagian yang tidka terpisahkan. Apa yang terkandung dalam pembukaan UUD 1945 telah dijabarkan ke dalam pasal-pasal yang ada dalam batang tubuh UUD 1945. Pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 dijelmakan dalam pasal-pasal UUD 1945. Jadi Pembukaan UUD 1945 mempunyai fungsi atau hubungan langsung dengan pasal-pasal UUD 1945. Pembukaan merupakan pokok kaidah yang mendasar yang tidak dapat dirubah oleh siapapun kecuali oleh pembentuk negara. Menurut
45
Priyanto, dkk (2008: 45-46), unsur-unsur mutlak pokok kaidah yang mendasar (staatsfundametanorm) antara lain: 1) Dari segi terjadinya, ditentukan oleh pembentuk negara dan terjelma dalam suatu pernyataan lahir sebagai penjelmaan kehendak pembentuk negara untuk hal-hal tertentu sebagai dasar negara yang dibentuknya. 2) Dari segi isinya, memuat dasar-dasar pokok negara yaitu dasar tujuan negara baik tujuan umum maupun tujuan khusus, bentuk negara, dan dasar filsafat negara. d. Sikap positif terhadap makna proklamasi kemerdekaan dan suasana kebatinan konstitusi pertama Mengumandangkan kemerdekaan tentu menginginkan suatu tujuan tertentu, yaitu hidup bernegara yang bebas dari belenggu penjajah. Setelah negara baru berdiri, maka negara tersebut haruslah mandiri dalam mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara, tidka lagi dibawah pengaruh dan belenggu negara lain. Untuk mencapai tujuan negara, maka bangsa yang bersangkutan harus melakukan suatu kegiatan, perbuatan dan tindakan dalam kehidupan bernegara yang mengarah pada berhasilnya tujuan negara yang ditentukan. Agar tujuan negara tercapai dengan baik dan berhasil maka jalannya kehidupan bernegara harus dilakukan dengan tertib, teratur, dan tentram sehingga terwujud suatu kedamaian hidup bernegara.
46
Setelah kita merdeka dan negara kita memiliki Undang-Undang Dasar serta lembaga-lembaga negara, maka tindakan bangsa Indonesia adalah
mempertahankan
kemerdekaan
tersebut
dengan
cara
melanjutkan perjuangan para pendiri negara. Semua warga negara Indonesia beranggungjawab untuk meneruskan perjuangan para pendiri negara sebagai wujud bhakti kepada negara tercinta. Tindakan positif untuk mempertahankan kemerdekaan antara lain: 1) Bagi Penyelenggara Negara: a) Menjalankan tugas dan kewajiban dengan penuh tanggungjawab b) Dalam mengambil kebijakan harus mengutamakan kepentingan rakyat, keutuhan wilayah, menjunjung tingg persatuan c) Menjalankan kehidupan kenegaraan yang dijiwai nilai-nilai Pancasila d) Menjadi teladan bagi rakyat dalam bertindak sebagai negarawan yang arif dan bijaksana e) Cerdas dan cermat dalam bertindak dna mengambil kebijakan f) Menjalankan kebijakan negara dalam kerangka nilai-nilai demokrasi 2) Bagi Warga Negara: a) Bagi pelajar, giat belajar untuk meraih cita-cita mewujudkan warga negara yang cerdas
47
b) Tetap mnejaga persatuan dan kesatuan dengan tidka melakukan perbuatan-perbuatan yang merugikan masyarakat, orang tua, bangsa dan negara c) Melestarikan kehidupan yang demokratis dalam keberagaman dengan menjunjung tinggi semangat bhineka tunggal ika d) Berlaku jujur dalam setiap kata dan perbuatannya e) Taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa f) Memupuk tenggang rasa, toleransi adanya perbedaan g) Menghargai perbedaan pendapat h) Setia mempertahankan negara i) Rela berkorban untuk bangsa dan negara j) Berlaku adil dalam mengambil keputusan k) Kritis terhadap kondisi kehidupan kesengsaraan rakyat
B. Kerangka Berpikir Pemikiran penelitian berawal pada guru sebagai desainer utama dalam proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran, materi merupakan permasalahan yang harus dibuat pemecahanannya oleh guru agar materi tersebut dapat diterima oleh siswa dengan relatif mudah sehingga siswa dapat memahami materi yang diajarkan sesuai tujuan pembelajaran. Dalam proses pembelajaran diharapkan digunakan metode yang efektif dan efisien bagi siswa dengan melihat kemampuan siswa, latar belakang
48
siswa, dan suasana siswa.
Dalam pembelajaran, metode inkut menentukan
keberhasilan siswa dalam belajar menerima dan memahami materi. Dalam penelitian ini penulis ingin membandingkan hasil belajar PKn antara siswa yang belajar menggunakan metode think pair share dengan siswa yang tidak belajar menggunakan metode think pair share. Dari hasil ulangan harian selanjutnya dianalisis untuk kemudian ditemukan kesimpulan. Gambaran pemikiran tersebut dibuat bagan sebagai berikut:
Materi PKn
Guru PKn
Hasil belajar PKn
Matode pembelajaran
Gambar 1. Kerangka Berpikir
C. Hipotesis Penelitian Hipotesis adalah suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul (Suharsimi Arikunto, 2002: 64). Dalam penelitian ini hipotesis yang diajukan adalah:
Ada perbedaan hasil belajar PKn antara siswa yang
belajar menggunakan metode think pair share dengan siswa yang belajar
49
tidak menggunakan metode think pair share pada siswa kelas VII SMP Negeri 7 Klaten tahun pelajaran 2012/2013.